Anda di halaman 1dari 16

Kata Pengantar

                Kesehatan merupakan bagian terpenting dalam kelangsungan hidup masyarakat


Indonesia. Pemerintah pun telah mencanangkan program Indonesia sehat, demi meningkakan
kulitas dan mutu kesehatan di Indonesia. Namun masih saja banyak kendala seperti penyakit
yang menyerang masyarakat, terutama masyarakat daerah kumuh dan miskin. Banyak upaya
dan cara dilakukan untuk meberantasnya, baik dalam segi pencegahan maupun pengobatan.
Tetapi, tetap saja masih banyak terjadi kasus penyakit yang merugikan masyarakat hingga
menyebabkan kematian.

                Dalam makalah ini menjelaskan tentang “Rrickettsia” yang sering menyerang
masyarakat yang kurang menjaga kebersihan. Makalah ini menjelaskan mengenai pengertian,
penyebab, cara penyebaran, gejala-gejala,  jenis dan cara pencegahan serta pengobatan itu
sendiri.

                Namun, kami menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sekiranya dapat kami gunakan sebagai
masukan untuk makalah ini. Untuk itu, atas partisipasi, saran dan kritiknya kami ucapkan
terima kasih.

Jakarta, Januari 2013

Penulis,
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bakteri merupakan mikroba prokariotik uniselular, termasuk klas
Schizomycetes, berkembang biak secara aseksual dengan pembelahan sel. Bakteri
tidak berklorofil kecuali beberapa yang bersifat fotosintetik. Cara hidup bakteri ada
yang dapat hidup bebas, parasitik, saprofitik, patogen pada manusia, hewan dan
tumbuhan. Habitatnya tersebar luas di alam, dalam tanah, atmosfer (sampai + 10 km
diatas bumi), di dalam lumpur, dan di laut. Bakteri mempunyai bentuk dasar bulat,
batang, dan lengkung. Bentuk bakteri juga dapat dipengaruhi oleh umur dan syarat
pertumbuhan tertentu.

Bakteri dapat mengalami involusi, yaitu perubahan bentuk yang disebabkan


faktor makanan, suhu, dan lingkungan yang kurang menguntungkan bagi bakteri. Selain
itu dapat mengalami pleomorfi, yaitu bentuk yang bermacam-macam dan teratur
walaupun ditumbuhkan pada syarat pertumbuhan yang sesuai. Umumnya bakteri
berukuran 0,5-10 µ. Berdasarkan klasifikasi artifisial yang dimuat dalam buku
“Bergey’s manual of determinative bacteriology” tahun 1974, bakteri diklasifikasikan
berdasarkan deskripsi sifat morfologi dan fisiologi. Dalam buku ini juga terdapat kunci
determinasi untuk mengklasifikasikan isolat bakteri yang baru ditemukan.. Sedangkan
Virus ukurannya sangat kecil dan dapat melalui saringan (filter) bakteri. Ukuran virus
umumnya 0,01-0,1 µ.

Virus tidak dapat diendapkan dengan sentrifugasi biasa. Untuk melihat virus
diperlukan mikroskop elektron. Sifat-sifat virus yang penting antara lain:

1. Virus hanya mempunyai 1 macam asam nuklein (RNA atau DNA).


2. Untuk reproduksinya hanya memerlukan asam nuklein saja.
3. Virus tidak dapat tumbuh atau membelah diri seperti mikroba lainnya.

Virus memiliki sifat-sifat khas dan tidak merupakan jasad yang dapat berdiri
sendiri. Virus memperbanyak diri dalam sel jasad inang (parasit obligat) dan
menyebabkan sel-sel itu mati. Sel inang adalah sel manusia, hewan, tumbuhan, atau
pada jasad renik yang lain. Sel jasad yang ditumpangi virus dan mati itu akan
mempengaruhi sel-sel sehat yang ada didekatnya, dan karenanya dapat mengganggu
seluruh kompleks sel (becak-becak daun, becak-becak nekrotik dan sebagainya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang di atas maka
penulis akan mengangkat rumusan masalah yaitu sebagai berikut:

1. Penjelasan secara singkat masalah bakteri Rickettsia

C. Tujuan Penulisan Makalah


1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan menambah wawasan penulis jauh lebih luas mengenai
bakteri dan virus secara umum.

2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui struktur bentuk, gambaran klinik, penularan bakteri
riccketsia.
b. Mencari tahu bagaimana pengobatan, bakteri dan virus tersebut.
c. Untuk mengetahui epidomologi, pencegahan, dan dignosis bakteri riccketsia
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. Rickettsia
Rickettsia adalah genus bakteri gram-negatif. Rickettsia bersifat parasit intraselular
obligat, dan dapat menyebabkan penyakit Rickettsia. Menjadi Parasit intra seluler obligat ,
kelangsungan hidup Rickettsia tergantung pada entri, pertumbuhan, dan replikasi dalam
sitoplasma dari eukariotik sel inang (sel endotel biasanya). Metode perkembangan Rickettsia
dalam embrio ayam ditemukan oleh Ernest William Goodpasture dan koleganya
di Universitas Vanderbilt pada tahun 1930-an.

A. Klasifikasi
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Alpha Proteobacteria
Ordo : Rickettsiales
Family : Rickettsiaceae
Genus : Rickettsia

B. Morfologi Rickettsia
Berdasarkan morfologi dinding selnya menunjukkan bahwa bakteri ini merupakan
bakteri gram negatif berbentuk basil. Rickettsia merupakan genus organisme non-meotile,
tidak memiliki bentuk spora, termasuk bakteri pleomorfik yang dapat berbentuk coccus
(diameter 0,1µ) maupun batang (diameter 1,4 µ). Bakteri ini memiliki membran luar dan
lapisan muiren yang tipis. Muiren merupakan polimer yang ditemukan pada dinding sel
dari organisme prokariotik. Lipoposakarida yang merupakan ciri bakteri gram negatif
dapat ditemukan jelas pada membran luarnya.
Rickettsia dapat berbentuk batang, kokoid atau pleomorf. Rickettsia bersifat Gram
negatif, berukuran 1 – 0,3 mikron, merupakan parasit intraseluler obligat kecuali
Rochalimaea quintana yang dapat hidup dalam pembenihan tanpa sel.

Kelangsungan hidup Rickettsia tergantung pada entri, pertumbuhan, dan replikasi


dalam sitoplasma dari eukariotik sel inang (sel endotel biasanya). Karena itu, Rickettsia
tidak bias hidup dalam lingkungan nutrisi buatan dan tumbuh baik dalam jaringan atau
embrio budaya (biasanya, embrio ayam yang digunakan).

Di masa lalu rickettsia ditempatkan di suatu tempat antara virus dan bakteri . Namun
tidak seperti Chlamydia , Mycoplasma , dan Ureaplasma , organisme rickettsia memiliki
dinding sel yang mirip dengan lainnya bakteri gram negatif. Mayoritas
bakteri Rickettsia rentan terhadap antibiotik dari kelompok tetrasiklin.

C. Metabolisme Rickketsia

a. Enzim

Rickettsia mempunyai enzim yang penting untuk metabolisme. Dapat mengoksidasi


asam piruvat, suksinat dan glutamat serta mengubah asam menjadi asam apartat.

Rickettsia juga dapat tumbuh dalam biakan sel. Seperti bakteri, perbandingan kadar
RNA dan DNA pada Rickettsia adalah 3,5 : 1. Dinding sel serupa dengan dinding sel
kuman Gram negatif yang terdiri dari peptidoglikan yang mengandung asam muramat.

b. Pertumbuhan

Meskipun sangat kecil dan selalu terdapat didalam sel, Rickettsia bukanlah termasuk
virus melainkan golongan bakteri. Rickettsia mempunyai sifat-sifat yang sama dengan
sifat-sifat bakteri yaitu mengandung asam nukleat yang terdiri dari RNA dan DNA ,
berkembang biak dengan pembelahan biner , dinding sel mangandung mukopeptida,
mempunyai ribosom, mempunyai enzim yang aktif pada metabolisme, dihambat oleh
obat-obat anti bakteri dan dapat membentuk ATP sebagai sumber energi.

Spesies Rickettsia dibawa oleh beberapa jenis parasit seperti kutu dan dapat
menyebabkan penyakit seperti thypus, rickettsialpox, Boutonneuse fever dan Rocky
Mountain spotted fever pada tubuh manusia. Bakteri ini juga dihubungkan dengan
beberapa penyakit pada tanaman. Seperti virus, bakteri ini juga dapat hidup pada sel yang
hidup. Nama Rickettsia sering digunakan untuk banyak jenis dari ordo Rickettsiales.
Rickettsia lebih dapat dimasukkan dalam keluarga bakteri karena Rickettsia mempunyai
organella mitokondria yang tetap ada pada sebagian besar sel eukariot.

Metode untuk menumbuhkan Rickettsia pada embrio ayam ditemukan oleh Ernest
William Goodpasture dan universitas Vanderbilt pada awal tahun 1930. Segmen tertentu
dari genom Rickettsia menyerupai mitokondria. Genom dari Rickettsia prowazekii adalah
1,111,523 bp panjang dan berisi 834 protein-kode gen. Genus Rickettsia sendiri dinamai
menurut Howard Taylor Ricketts (1871-1910) yang bekerja dan mati disebabkan penyakit
thypus.

c. Pemeliharaan

Jika disimpan pada suhu 00 C Rickettsia akan kehilangan aktivitas biologiknya yang
serupa aktivitas hemolitik dan respirasinya, toksisitas dan infektivitasnya. Semua aktivitas
tersebut dapat dipulihkan jika ditambahkan Nicotinamida adenine dicnucleatide (NAD) .
Aktivitas biologiknya juga dapat hilang jika disimpan pada suhu 360C kecuali jika
ditambahkan glutamat, piruvat atau ATP.

Rickettsia tumbuh dalam berbagai bagian dari sel. Rickettsia prowazekii dan Rickettsia
typhi ( Rickettsia mooseri ) tumbuh dalam sitoplasma sedangkan golongan penyebab
stopped fever tumbuh dalam inti sel. Rochalimaea quintana dapat tumbuh dalam
pembenihan tanpa sel. Rickettsia dapat tumbuh subur jika metabolisme sel hospes dalam
tingkat rendah, misalnya dalam telur bertunas pada suhu 320C. Perkembangan kuman
akan sangat berkurang jika suhunya dinaikkan sampai 400C.
Pemberian sulfonamida akan memperberat penyakit yang disebabkan oleh Rickettsia
karena obat ini meningkatkan pertumbuhan kuman. Sebaliknya para- amino benzoic acid
( PABA ) yang struktur molekulnya analog sulfonamida yang dapat menghambat
pertumbuhan rickettsia. Efek hambatan ini dapat dihilangkan oleh parahydroxybenzoic
acid. Tetrasiklin dan khloramfenikol dapat menghambat pertumbuhan kuman , keduanya
dapat dipakai untuk pengobatan rickettsiosis.

Pada umumnya rickettsia dapat dimatikan dengan cepat pada pemanasan dan
pengeringan atau oleh bahan-bahan bakterisid. Rickettsia mudah mati jika disimpan pada
suhu kamar tetapi dalam tinja serangga yang telah mengering dapat tetap infektif selama
berbulan – bulan meskipun dalam suhu kamar. Penyebab fever tahan terhadap tindakan
pasteurisasi pada suhu 600C selama 30 menit.

RICKETTSIA

Suharno Josodiwondo

ORDO : Rickettsiales

FAMILI : Rickettsiaceae

GENUS : Rrickettsia

Meskipun sangat kecil dan selalu terdapat didalam sel, Rickettsia bukanlah termasuk
virus, melainkan tergolong bakteri. Rickettsia mempunyai sifat yang sama dengan sifat-sifat
bakteri, mengandung asam mukleat yang terdiri dari RNA dan DNA, berkembang biak
dengan pembelahan biner, dinding sel mengandung mukopeptida, mempunyai ribosom,
mempunyai enzim yang aktif pada metabolisme, dihambat oleh obat-obat anti bakteridan
dapat membentuk ATP sebagai sumber energi.

Rickettsia dapat berbentuk batang, kokoid atau pleomorf, bersifat negatif gram,
berukuran 1-0,3 mikron, merupakan parasit intraseluler obligat, kecuali Rochalimaea
quintana yang dapat hidup dalam perbenihan tanpa sel. Penyakit yang ditimbulkanya ditandai
dengan demam dan kelainan pada kulit (skin rash). Rickettsiosis ditularkan lewat gigitan
serangga pada kulit, hanya penyebab Q fever yang ditularkan lewat udara (air borne),
sehingga pada penyakit ini tidak ditemukan kelainan kulit.
Beberapa jenis mamalia dan arthhropoda merupakan hospes alam untuk Rickettsia,
bahkan yang terakhir dapat bertindak sbagai vektor dan reservoir. Infeksi pada manusia
hanya bersifat insidentil, kecuali pada tifus epidemik yang faktor utamanya kutu manusia
juga, yaitu Pediculus vestimenti. Penyakit demam semak (scrub typhus) disebabkan oleh
Rickettsia tsutsugamushi, dapat dijumpai dibernagai tempat di Indonesia, misalnya di
Sumatera Utara, Kalimantan, Pulau Jawa, Sulaweai dan Irian Jaya. Larva tungau trombiculid
merupakan vektor utama pada penyakit demam semak, sedangkan tikus rumah atau tikus
ladang bertindak sebagai reservoirnya.

Sifat-sifat Kuman

Dalam pewarnaan Giemsa, Rickettsia terlihat berwarna biru. Dapat dilihat dengan
mikroskop biasa. Tumbuh dalam kntung kuning telur bertunas dan dengan cara sentri fungsi
dapat diperoleh kuman murni.

Rickettsia juga dapat tumbuh dalam biakan sel. Seperti bakteri, perbandingan kadar
RNA dan DNA pada Rickettsia adalah 3,5:1. Dinding sel serupa dengan diding sel kuman
negatif Gram, terdiri dari peptidoglikan yang mengandung asam muramat.

Rickettsia mempunyai enzim yang penting untuk metabolisme, dapat mengoksidasi


asam piruvat, suksinat dan glutamat serta mengubah asam glutamat menjadi asam aspartat.
Jika disimpan pada suhu 0°C, Rickettsia akan kehilangan aktivitas biologikanya yang berupa
aktivitas hemolitik dan respirasinya, toksisitas dan infektivitasnya. Semua aktivitas tersebut
dapat dipulihkan jika ditambahkan nicotinamide adenine dinucleotide (NAD). Aktivitas
biologinya jga dapat hilang jika disimpan pada suhu 36°C, kecuali jika ditambahkan
glutamat, piruvat atau adenosine triphosphate (ATP).

Rickettsia tumbuh dalam berbagai bagian dari sel. Rickettsia prowazekii dan
Rickettsia typhi (Rickettsia mooseri) tumbuh dalam sitoplasma, sedangkan golongan
penyebab spotted fever tumbuh dalam inti sel. Rochalimaea quintana dapat tumbuh dalam
perbenihan tanpa sel. Rickettsia dapat tumbuh subur jika metabolisme sel hospes dalam
tingkat yang rendah, misalnya dalam telur bertunas dalam suhu 32°C. Perkembangan kuman
akan sangat berkurang jika suhunya dinaikan sampai 40°C.

Pemberian sulfonamida akan memperberat penyait yang disababkan oleh Rickettsia


karena obat ini meningkatkan pertumbuhan kuman. Sebaliknya para-aminobenzoic acid
(PABA) yang setruktur molekulnya analog sulfonamida, dapat menghambat pertumbuhan
rickettsia. Efek hambatan ini dapat dihilangkan oleh parahydroxybenzoic acid. Tetrasiklin
dan khloramfenikol dapat menghambat pertumbuhan kuman, keduanya dapat dipakai untuk
pengobatan rickettsiosi.

Pada umumnya rickettsia dapat dimatikan dengan cepat pada pemasan dan
pengeringan atau oleh bahan-bahan bakterisid. Rickettsia muda mati jika disimpan dalam
suhu kamar, tetapi dalam tinja serangga yang telah mengering dapat tetap infektif selama
berbulan-bulan, meskipun disimpan dalam suhu kamar, penyebah Q fever tahan terhadapa
tindakan pasteurisasi pada suhu 60°C selama 30 menit.

Antigen dan Antibody

Ada 3 macam antigen utama, yaitu antigen grup, antigen spesies, dan antigen yang serupa
dengan proteues. Antigen grup larut dalam ether dan dapat ditemukan dilingkungan kuman.
Antigen ini berasal dari permukaan lapisan pembungkus kuman. Masing-masing anggota dari
golongan tyfus dan spotted fever mempunyai antigen grup yang sama. Anggota golongan
scrub thypus mempunyai antigen grup yang sangat heterogen. Antigen spesies yang pada
golongan scrub thypus merupakan antigen strain ternyata bertalian dengan badan kuman.
Untuk ,memperoleh antigen ini, suspensi kiman di cuci bersih sehingga antigen grup ikut
tersingkir.

Antigen beberapa golongan rickettsia ada yang serupa dengan antigen beberapa strain
kuman Proteus. Kenyataan ini dimanfaatkan untuk reaksi Weil-Felix.

Antibodi pada rickettsiosis mulai muncul pada minggu kedua sakit dan akan
mencapai puncaknya sewaktu atau sesudah penyembuhan berlangsung . untuk kepentingan
diagnosis, titer antibodi dalam serum yang diambil pada saat demam tinggi dan dibandingkan
dengan titer dalam masa konvalensen. Jika serum penderita dites dengan antigen dari
beberapa strain, maka antigen yang memberikan reaksi paling kuat dianggap sebagai antigen
penyebabnya.

Reaksi Weil-

Reaksi weil-felix sebenarnya merupakan reaksi aglutinasi kuman proteus. Antibodi


penderita rickettsiosis dapat bereaksi dengan antigen O polisakarida kuman proteus strain X.
Strain ini hanya bereaksi dengan antigen O yang tidak tertutup oleh antigen H flagel dan
disebut strain Proteus OX. Infeksi proteus yang sering terjadi didalam traktus urinarius dapat
mengacaukan hasil reaksi ini, meskipun demikian tes ini masih tetap berguna dan masih
merupakan cara diagnostik yang mudah. Pada reaksi Weil-Felix dipakai 3 macam strain
Proteus, strain OX-2, OX-19 dan OX-K. Hasil reaksi ini dapat dipakai untuk membedakan
beberapa macam rickettsiosis, OX-19 positif pada tifus epidemik dan endemik, OX-K positif
pada demam semak, OK-2 dan OK-19 positif pada Rocky Mountain spotted fever,
Mediterranean fever dan South African tick fever, sedangkan reaksi Weil-Felix negatif pada
ricketssialpox dan Q fever.

Untuk tes aglutinasi juga dapat dipergunakan suspensi Rickettsia, hasilnya dapat
memberikan reaksi dengan antibodi spesifik. Reaksi ini sangat sensitif dan dapat digunakan
untuk membantu diagnosis. Untuk tes pengikatan komplemen dipergunakan antigen yang
berasal dari dinding sel yang merupakan campuran protein. Bahan untuk antigen diperoleh
dari biakan kuman pada kantong kuning telur bertunas atau pada biakan sel.

Untuk tes imunofluoresensi indirek dipakai suspensi rickettsia yang dibuat dari biakan
kuman pada kantong kuning telur bertunas yang telah dimurnikan. Untuk tes ini diperlukan
globulin antihuman yang telah dilabel dengan flourescein. Dengan tes ini terutama dapat
ditentukan group atau golongannya. Untuk tes hemaglutinasi pasif ada yang memakai sel
darah merah manusia golongan O. Sel darah merah dipekakan dengan antigen dari ekstrak
rickettsia yang dibuat dengan cara pemanasan dalam suasana alkali.

Rickettsia yang masih hidup dapat membuat toksin yang serupa dengan endotoksin
bakteri. Toksin ini yang serupa dengan endotoksin bakteri. Toksin ini berupa lipopolisakarida
kompleks yang dapat menyebabkan kematian binatang percobaan dalam waktu beberapa jam
setelah inokulasi Rickettsia. Antibodi antitoksin terbentuk selama terjadi infeksi dan bersifat
khas terhadap khas terhadap toksin yang berasal dari golongan tifus, spotted fever dan scrub
fever. Jika suspensi kuman yang telah dicampur dengan antibodi antitoksin disuntikan pasa
binatang percobaan, maka binatang tersebut tidak akan mati karena toksin. Percobaan ini
disebut tes netralisasi toksin.

Gambaran patologi

Rickettsia berkembang biak di dalam sel endotel pembuluh darah kecil. Sel
membengkak dan nekrosis, terjadi trombosis pembuluh darah yang dapat mengakibatkan
ruptur dan nekrosis. Di kulit nampak nyata adanya lesi vaskuler. Vakulitis yang terjadi pada
beberapa organ merupakan dasar terjadinya gangguan hemostatik. Dapat jaringan otak dapat
ditemukan penumpukan limfosit, lekosit polimorfonuklear dan magrofag yang bertalian
dengan kelainan pembuluh darah pada masa kelabu. Kelainan ini disebut nodul tifus. Pada
pembuluh darah kecil jantung dan organ-organ lainnya pun dapat terkena kelainan yang
serupa.

Imunitas

Infeksi rickettsia pada manusia diikuti dengan timbulnya kekebalan yang tidak
lengkap (hanya sebagian) terhadap reinfeksi yang berasal dari suatu sumber luar. Selain itu
seringkali terjadi relaps. Dalam suatu biakan sel magrofag, rickettsia juga dapat difagositosis
dan selanjutnya dapat berkembang biak intraseluler meskipun ada antibodi. Jika kedalamnya
dimasukkan limfosit yang berasal dari binatang yang telah kebal, maka pembiakan tersebut
akan terhenti.

Gambaran Klinik
Semua infeksi Rickettsia ditandai dengan adanya demam, sakit kepala, malaise, lesu,
kelainan di kulit (skin rash), pembesaran limpa dan hati, hanya pada Q fever tidak disertai
adanya kelainan dikulit. Kadang kadang disertai dengan adanya perdarahan dibaeah kulit.
Pada kasus-kasus yang berat dapat dijumpai gejala stupor, delirium dan bahkan shock atau
bercak-bercak gangren di kulit atau jaringan subkutan. Mortalitasnya sangat variabel, mulai
kurang dari 1% sampai setinggi 90%. Setelah sembuh pada umumnya timbul kekebalan.
Masa tunas antara 1 sampai 4 minggu.

Golongan tifus (typhus group)

Golongan ini merupakan rickettsia penyebab tifus epidemik dan tifus endemik, yaitu
Rickettsia prowazekii dan Rickettsia typhi. Kuman ini berkembang biak didalam sitoplasma
sel hospes. Penyakit yang ditimbulkan disebut demam tifus. Masa tunas antara 5-18 hari.
Pada dasarnya gambaran klinik demam tifus sama, hanya pada tifus endemik gejala
penyakitnya lebih ringan jika dibandingkan dengan tifus episdemik dan jarang berakibat fatal.

Hal : 224

Tifus epidemik

Demam tifus epidemik juga disebut louse-borne typhus, camp fever atau jail fever. Dahulu
penyakit ini sempat menimbulkan korban yang sangat besar, misalnya pada tahun 1915 di
Serbia terdapat 315.000 korban yang meninggal karena penyakit ini. Pada saat ini penyakit
ini re;atif jarang ditemukan lagi, kebanyakan kasus hanya ditemukan di Afrika Utara.
Penyakit ini ditularkan oleh kutu manusia, Pediculus vestimenti yang bersarang di dalam
lipatan pakaian, dalam sehari kutu beberapa kali keluar untuk menghisap darah dari kulit
hospes. Jika darah yang diisapnya mengandung kuman, maka sel-sel usus akan terkena
infeksi, kuman berkembang biak didalamnya, sewaktu sel pecah kuman keluar dan
bercampur dengan tinja kutu. Sambil menghisap darah kutu mengeluarkan tinja. Gigitan kutu
menimbulkan rasa gatal, sewaktu hospes menggaruk, tinja infeksius secara tidak sengaja
masuk ke dalam luka gigitan dan menimbulkan infeksi pada hospes. Kelenjar ludah kutu
tidak terkena infeksi dan tidak terjadi transmisi secara transovarium. Kutu yang telah infeksi
mati dalam waktu 1-3 minggu. Rickettsia prowazeki dapat menimbulkan infeksi pada
mamalia sebagai binatang percobaan, namun sampai saat ini hanya manusia yang dikenal
sebagai reservoir alamnya. Kutu kepala juga dapat menularkan tifus epidemik, tetapi jauh
kurang efektif jika dibandingkan dengan kutu badan.

Pada tifus epidemik gejala penyakitnya berat dan demam berakhir dalam waktu 2
minggu. Bagi para penderita yang berumur 40 tahun keatas sering berakibat fatal. Selama
masa epidemi mortalitasnya dapat mencapai 6-30%. Penyakit BrillZinser juga disebut tifus
laten, merupakan relaps dari tifus epidemik sebelumnya. Gejala penyakitnya lebih ringan jika
dibandingkan dengan tifus eppidemik yang klasik dan berlangsung lebih pendek, kurang dari
2 minggu.

Tifus endemik

Tifus endemik juga disebut murine typhus, ras typhus atau fleaborne typhus. Penyebabnya
Rickettsia typhi yang dahulunya juga disebut Rickettsia mooseri. Penyakit ini ditularkan dari
tikus dan dari tikus ke manusia oleh pinjal tikus (Xenopsylla cheopsis) dan kutu tikus
(Polyplaz spinulosa), selain itu kutu manusia pun dapat menularkannya. Diantara pinjal dan
kutu tidak terjadi transmisi secara transovarium. Mekanisme infeksinya serupa dengan yang
terjadi pada tifus endemik, yaitu lewat tinja dan luka dikulit.

Penyakit ini terutama dijumpai di tempat-tempat yang banyak tikus, misalnya


didaerah pelabuhan atau di daerah pedesaan yang banyak tanaman biji-bijian. Pemakaian
insektisida dapat menurunkan populasi kutu dan pinjal tikus, sedangkan tindakan selanjutnya
memberantas tikus dengan racun. Dengan cara demikian kemungkinan terjadinya infeksi
Rickettsia pada manusia dapat dicegah atau dikurangi. Dalam 2 dekade terakhir insidensinya
terus menurun.

Rickettsia typhi dan Rickettsia prowazeki mempunyai antigen yang serupa. Penderita
yang telah sembuh dari salah satu infeksi oleh kuman ini ternyata kebal terhadap kedua-
duanya. Anehnya imunisasi dengan salah satu kuman di atas yang telah terlebih dahulu
dimatikan, hanya dapat menimbulkan imunitas yang homolog. Hal ini terjadi karena infeksi
alam atau imunisasi dengan kuman hidup pada umunya dapat memberikan kekebalan yang
lebih lengkap dan lebih tahan lama daripada imunisasi dengan kuman yang telah dimatikan.
Selain daripada itu setiap imunogen hanya mampu membangkitkan antibodi terhadap antigen
reaksi silang dengan titer yang lebih rendah daripada terhadap antigennya sendiri.

Rickketsia hal 225-226

Gejala penyakitnya lebih ringan jika dibandingkan dengan tifus epidemik. Jarang
berakibat fatal, kecuali pada orang tua.

Golongan spotted fever


Dalam golongan ini termasuk penyakit-penyakit demam yang disebabkan oleh
Rickettsia yamg sukar dibedakan dari penyebab golongan tifus, tetapi dpat berkrmbang biak
baik didalam sitoplasma ataupun inti sel hospes. Penyakitnya terutama ditularkan oleh
Sangkenit (tick) dan bukan oleh kutu atau pijal. Dalam tubuh sangkenit, kuman tersebar
diseluruh organ, termasuk ovarium dan kelenjar ludah, sehingga dapat terjadi transmisi secara
transovarium dan lewat air ludah. Jadi selain sebagai vector, sangkenit juga berfungsi sebagai
reservoir primer.

Dalam golongan ini termasuk Rocky Mountain spotted fever yang disebabkan oleh
Rickettsia rickettsia. Mediterranean fever (boutonneuse fever), South African tick bite fever,
Kenya tick typhus dan Indian tick typhus, kesemuanya disebabkan oleh R. conorii. Nort Asian
tick borne rickettsiosis yang disebabkan oleh Rickettsia sibirica dan Queensland tick typhus
yang disebabkan oleh Rickettsia australis. Rickettcialpox dan Russian vesikuler rickettsiosis
yang disebabkan oleh rickettsia akari; pada kedua penyakit ini ditemukan kelainan kulit yang
berupa vesikel sehingga menyerupai chickenpox (varicella). Dan akhirnya penyakit demam
yamg menyerupai Rocky Mountain spotted fever yang disebabkan oleh rickettsia Canada.
Golongan spontted fever ini secara klinis. Gejala penyakitnya serupa dengan golongan tifus,
hanya kelainan kulitnya mulai yimbul di ekstremitas dan selanjutnya menyebar secara
sentripetal. Telapak tangan dan kaki juga terkena. Gejala penyakitnya dapat ringan, misalnya
pada Mediterranean fever, dapat juga dengan gejala yang berat, misalnya Brazillian spotted
fever. Angka mortalitasnya pun sangat variable,pada orangtua yang menderita Rocky
Mountain spotted fever angka mortalitasnya dapat mencapai 60%.

Golongan demam semak

Demam semak atau scrub typus juga dikenal sebagai chigger typhus, miteborne
thyphus, tropical typus, Japanes flood (river) fever, rural fever, demam Kedani atau penyakit
tsutsugamushi. Penyebabnya mempunyai banyak nama, yaitu Rickettsia tsusutgamushi,
Rickettsia nipponica, Rickettsia akamushi, atau Rickettsia orientalis. Penyakit demam semak
bersifat endemic, terdapat di timur jauh penyebarannya meliputi daerah segitiga seluas 5 juta
mil persegi, mulai dari Australia, Jepang, Korea, Vietnam sampai ke India, didalamnya
termasuk Indonesia. Dalam Perang Dunia II, penyakit ini sempat menimbulkan banyak
korban diantara pasukan Jepang dan Sekutu. Perkataan tsusutgamushi dari bahasa Jepang,
tsutsuga berarti sesuatu yang kecil dan berbahaya, dan mushi berarti makhluk. Sebutam scrub
berasal dari pendapat bahwa penyakit infeksi hanya terjadi setelah penderita memasuki
semak belikar di daerah yang endemik. Dalam perkembangan yang selanjutnya bternyata
bahwa infeksi Rickettsia tsusutgamushi juga dapat terjadi di daerah-daerah yang bukan
merupakan semak belukar, misalnya di pantai berpasir, pegunungan pasir atau di hutan tropis
di daerah khatulistiwa, sehingga untuk dapat memberikan gambaran yang lebih tepat, ada
yang mengusulkan istilah chiggerborne typhus, karena penyakit ini ditularkan oleh tungau
trombiculid dalam stadium larva (chigger).

Tungau trombiculid dewasa meletakkan telurnya diatas tanah lembab yang kaya
humus. Telur menetas dan keluar larva. Larva atau chigger merupakan satu-satunya stadium
yang mengisap darah dari binatang vertebrata. Setalah mengisap darah, larva menjatuhkan
diri ke tanah, berkembang menjadi limfa dan bentuk dewasa. Lingkaran hidupnya meliputi
50-70 hari. Tungau betina yang dewasa hidup lebih dari 1 tahun. Transmisi Rickettsia
tsutsumugashi dapat terjadi secara trans-stadium atau transovarium. Tungau dapat berfungsi
sebagai vector dan reservoir sekaligus.

Di Indonesia terdapat beberapa spesies tungau yang dapat menjadi vector penyakit
demam demak, yaitu Leptotrombidium deliense, Leptotrombidium arenicola,
Leptotrombidium fletcheri dan Leptotrombidium scuttelare. Laporan ditemukannya
Leptotrombidium akamushi masih diragukan kebenarannya, karena secara morfologis sukar
dibedakan dari Leptotrombidium fletcheri.

Leptotrombidium deliense merupakan vektor utama, terdapat hamper disegala macam


habitat dan hospesnyapun paling banyak macamnya. Leptotrombidium arenicola ditemukan
didaerah Ancol, Jakarta, habitat berupa semak beralang-alang. Leptotrombidium scuttelare
hospes utamanya burung, oleh karena itu jarang ditemukan pada hewan yang berjalan di atas
tanah. Sebagai reservoir untuk Rickettsia tsutsumugashi adalah tikus rumah dan tikus ladang.

Secara klinis gejala penyakitnya menyerupai tifus endemik. Sering ditemukan adanya
limfositosis dan limfadenopati. Satu sampai dua minggu setelah gigitan larva infeksius,
timbul demam, menggigil dan sakit kepala hebat. Dalam beberapa hari selanjutnya, timbul
kelainan di kulit dan pneumonitis.

Demam query (Q fever)

Demam query disebabkan oleh Coxiella burnetii yang termasuk keluarga


Rickettsiaceae. Dibedakan dari Rickettsia lainnya, karena tahan hidup diluar sel hospes,
penularan pada manusia lewat inhalasi partikel infeksius dan bukan lewat gigitan serangga,
gejala penyakit yang ditimbulkannya berupa pneumonitis tanpa kelainan kulit, dan tidak
menyebabbkan timbulnya antibody terhadap Proteus strain OX. Binatang percobaan yang
kebal terhadap coxiella tidak kebal terhadap infeksi Rickettsia lainnya. Dengan demikian
penyebab demam query termasuk dalam genus tersendiri. Binatang ternak yang terkena
infeksi coxiella, sekresi hidung dan ludahnya mengandung kuman, demikian juga dengan
plasenta dan cairan amnionnya, yang pada waktu binatang sedang melahirkan dapat
menyebarkan kuman kebenda-benda di sekitarnya. Kuman ini dapat tetap hidup dan tahan
lama dalam sekresi dan ekskresi yang telah lama mongering, dalam wol, air ataupun dalam
susu. Pada suhu 700C kuman dapat bertahan selama 48 jam, sedangkan dalam fenol 0,4 %
dapat bertahan selama beberapa hari.

Menurut penelitian di Australia, tikus berkantung (bandicoot) merupakam reservoir


alam, sedangkan sengkenit (tick) dapat bertindak sebagai vektor. Sapi dan domba merupakan
hospes insidental yang biasanya terkena infeksi lewat gigitan sengkenit. Sapi yang terkena
infeksi dapat menyebarkan kuman lewat air susu yang dikeluarkannya. Kebanyakan
kumannya telah dimatikan pada waktu pasteurisasi.

Penyakit yang ditimbulkan coxiella pada manusia berlangsung mendadak, demam dan
menggigil tanpa kelainan kulit. Yang sering penyakitnya berupa pneumonitis yang
menyerupai pneumonia atipik. Jika terjadi endocarditis subakut oleh kuman ini, dapat
berakibat fatal. Penyakit ini terutama dapat dijumpai para petugas penyembelihan hewan atau
pada para ternak. Pada penderita sakit akut, kuman coxiella dapat ditemukan dalam dahak, air
seni atau di dalam darah. Selaim itu serum penderita diperiksa untuk mengetahui adanya
kenaikan titer antibodi.

Demam parit (trench fever)

Demam parit atau trench fever juga disebut demam lima hari hari, demam quintana
atau demam tulang kering (shin bone fever). Disebabkan oleh Rochalimaea qiuntana.
Rochalimaea qiuntana berbeda dari Rickettsia lainnya, karena tidak dapat dibiakkan dalam
binatang percobaan biasa, biakan sel ataupun dalam telur bertunas, tetapi dapat tumbuh dalam
darah dalam suasana udara dengan

Anda mungkin juga menyukai