Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan sehari-hari kita membutuhkan makan dan minum,
karena hal itu merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan kita semua.
Tetapi tanpa kita sadari makanan yang kita makan belum tentu sepenuhnya
tidak terhindar dari bakteri penyebab penyakit khusunya penyakit atau
kelainan pada saluran pencernaan dan hepatobilier.
Ada beberapa agen penyebab kelainan pada saluran pencernaan dan
hepatobilier, yaitu bakteri seperti Salmonella, Shigella, dan lain sebagainya,
virus seperti Sitomegalovirus, Virus Hepatitis, agen parasit seperti Nematoda,
trematoda, Protozoa dan benda asing.
Pada referat ini kami hanya akan membahas mengenai agen bakteri dan
virus penyebab kelainan pada saluran pencernaan dan hepatobilier, mengenai
bagaimana morfologi, patogenesis, pemeriksaan laboratorium, dan temuan
klinis.

1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan tugas referat ini adalah sebagai berikut :
a. Sebagai syarat untuk mengikuti ujian akhir blok
b. Untuk mengetahui agen-agen bakteri dan virus penyebab kelainan pada
saluran pencernaan dan hepatobilier.
c. Untuk mengetahui morfologi, patogenesis dan lain sebagainya yang ada
dalam referat ini.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sekilas Mengenai Bakteri dan Virus


VIRUS

a. Sifat Umum Virus


Virus adalah agen penyebab infeksi yang berukuran paling kecil (diameter
berkisar 20 nm sampai sekitar 300 nm). Genom virus hanya mengandung satu
jenis asam nukleat (RNA atau RNA). Asam nukleat dibungkus dalam
selubung protein, yang dikelilingi oleh mebran yang mengandung lipid.
Seluruh unit infeksius disebut virion. Virus bersifat inert dalam lingkungan
ekstraseluler, virus hanya bereplikasi dalam sel yang hidup, menjadi parasit
pada tingkat genetik. Asam nukleat virus mengandung informasi penting
untuk memerintahkan sel penjamu yang terinfeksi agar menyintesis
makromolekul spesifik virus yang diperlukan untuk produksi turunan virus.
Selama siklus replikatif, dihasilkan banyak salinan asam nukleat virus dan
protein selubung. Protein selubung menyatu membentuk kapsid, yang
membungkus dan menstabilkan asam nukleat virus terhadap lingkungan
ekstraseluler dan mempermudah pelekatan dan penetrasi virus ketika
berkontak dengan sel-sel rentan yang baru. Infeksi virus mungkin sedikit atau
tidak mempunyai efek pada sel penjamu atau dapat menyebabkan kerusakan
atau kematian sel.

b. Istilah dan Definisi dalam Virologi


1. Kapsid : selubung protein atau lapisan yang menyelubungi genom asam
nukleat.
2. Kapsomer : unit morfologi yang terlihat pada mikroskop elektron di
permukaan partikel virus ikosahedral. Kapsomer merupakan sekelompok
polipeptida, tetapi unit-unit morfologi tidak perlu sesuai dengan sifat
kimia unit struktur.
3. Virus defektif : partikel virus yang kurang berfungsi pada beberapa aspek
replikasi.
4. Selubung (envolepe) : membran yang mengandung lipid yang
mengelilingi beberapa partikel virus. Selubung tersebut diperoleh selama

2
maturasi virus dengan proses budding suatu proses reproduksi aseksual
melalui membran sel. Glikoprotein yang dikode virus terpajan pada
permukaan selubung. Proyeksi tersebut disebut peplomer.
5. Nukleokapsid : protein dasar yang membangun cetakan lapisan. Unit
tersebut biasanya merupakan kumpulan dari suatu unit yang tidak identik.
Unit struktural sering disebut sebagai protomer.
6. Subunit : rantai polipeptida viral berlipat tunggal.
7. Virion : partikel virus lengkap. Pada viral yang berlipat tunggal. (misal :
Papilovirus, Picornavirus), virion identik dengan nukleokapsid. Pada
virion yang lebih kompleks (Herpesvirus, Ortomyxovirus), termasuk
nukleokapsid ditambah selubung sekitar. Struktur tersebut, virion
berperan untuk memindahkan asam nukleat virus dari satu sel ke sel lain.

c. Klasifikasi Virus
1. Dasar klasifikasi
Sifat berikut telah digunakan sebagai dasar untuk klasifikasi virus. Jumlah
informasi yang tersedia pada setiap klasifikasi virus. Cara virus
digolongkan berubah secara cepat. Skuens genom sekarang sering
dilakukan dini dalam idenditifikasi virus, dan perbandingan data dasar
menyingkirkan kebutuhan untuk mendapatkan data yang lebih klasik
(densitas ringan virion, dll). Data sekuens genomik adalah kriteria
taksonomik yang berkembang (misal, ordo gen) dan dapat memberikan
dasar bagi idendifikasi famili virus baru.
Beberapa dasar klasifikasi virus yaitu morfologi virion, sifat genom
virion, sifat fisiokimia virion, sifat protein virus, susunan dan replikasi
genom, sifat antigenik, sifat biologi.

2. Sistem universal taksonomi virus


Dalam setiap famili, subdivisi yang disebut genus biasanya didasarkan
pada perbedaan fisikokimia atau serologi. Kriteria yang di gunakan untuk
menjelaskan genus bervariasi diantara famili-famili. Nama genus ditandai
dengan akhiran-virus. Pada empat famili (Poxviridae, Herpesviridae,
Parvoviridae, Paramyxoviridae ), pengelompokan yang lebih besar yang
disebut subfamili telah diterangkan, menggambarkan kompleksitas
hubungan diantara sejumlah virus. Ordo virus dapat digunakan
mengelompokan famili-famili virus yang mempunyai ciri khas umum

3
yang sama. Saat ini, satu ordo saja yang telah di definisikan
Mononegavirales, meliputi famili Filoviridae, Paramyxoviridae, dan
Rhabdoviridae.
Pada tahun 2000, International Committe on Taxonomy of Virusses telah
menyusun lebih dari 4000 virus hewan dan tanaman 56 famili, 9
subfamili, dan 233 genus, dengan ratusan virus masih belum ditetapkan.
Akhir-akhir ini, 24 famili merupakan virus yang mengimfeksi manusia
dan hewan.

4
BAKTERI

Morfologi Bakteri

Morphologi yaitu bentuk luar,yg dapat diamati langsung. Menurut pendapat


Anthoni Van Leuwenhoek, bentuk bakteri adalah seperti tongkat (Bacill).
Kenyataannya bentuk dasar bakteri adalah : Bacill; Coccus dan
Vibrio(koma) dengan variasi bentuk masing-masing. Bakteri bentuk
Bacill/batang yg hidup soliter disebut Bacillus. Bacillus berbagai macam : ada
yg ujungnya tumpul, rata,seperti kulit kacang tanah,runcing. Bila formasinya
dua-dua disebut Diplobacil. Bila formasinya seperti rantai disebut
Streptobacill. Bila bentuknya selembar disbt filament. Bila kedua ujungnya
tajam seperti jarum dsbt : Fusiformis.,dan lain sebagainya. Bentuk Bacil
pendek,dan tampak seperti coccus tapi tidak,disebut Coccobacil/ Coccoid.
Bentuk Coccus yang soliter, sendiri-sendiri. Bentuk Coccus dengan variasi
dua-dua disebut Diplococcus, dengan berbagai formasi. Bentuk Coccus
empat-empat seperti persegi disebut Tetrad/Gaffkya. Bentuk Coccus, delapan-
delapan seperti kubus disebut Sarcina. Bentuk coccus seperti rantai disebut
Streptococcus. Bentuk Coccus dengan formasi bergerombol disebut
Staphylococcus. Bentuk bakteri Vibrio/koma ;baik kecil besar, bahkan hampir
setengah lingkaran. Variasi bentuk vibrio adalah spiral(koma berulang),dengan
berbagai variasi. Bentuk tidak beraturan/Pleomorpha/inovatif : Bentuk L-
Form, untuk Gram negatip disebut Sferoplast dan Gram Positip disebut
Protoplast. Bentuk Egg Fried pada Archaebacteria. Bentuk seperti huruf
Cina, L; V; T; dan halter ditemukan pada Corynebacterium diphteriae.

Struktur Eksternal

Flagel : terdiri dari protein yg diseut flagellin, merupakan alat gerak bagi
bakteri, umumnya yang memiliki flagel adalah bentuk Bacill,Vibrio dan
Spiral.

Pili/Fimbriae : bulu halus, pendek dan kaku, memiliki 2 fungsi : sebagai


adhesi, melekat pada hostnya dan sebagai konyugasi (sex pili).

5
Dinding sel : Fungsinya : memberi bentuk pada sel/tubuh bakteri.
Melindungi sel dari faktor luar yg merugikan. Mengatur keluar masuknya
zat yg dibutuhkan dan tidak dibutuhkan (keluar,masuk). Memegang
peranan penting dlm pembelahan sel Terdiri dari : peptidoglikan/
mukopeptin / murein

Struktur Internal

Membran sitoplasma
Merupakan bagian terluar dari sitoplasma, yang melekat pada dinding sel.
Merupakan bagian penting karena bersifat semipermeabel dan aktif
mengambil zat yang di perlukan, jaga menolak yang tidak dibutuhkan dan
yg beracun bagi bakteri. Membentuk ensim hidrolytis (exoenzim), yang
berguna untuk menghancurkan zat makanan,hingga dapat diserap.
Bertugas mempertahankan keseimbangan elektrolit,kadar air,pH dari
sitoplasma. Bersifat antigen, jadi dapat merangsang terbentuknya antibodi.
Aktip dalam pembentukan kapsul, pembentukan spora, dan pembelahan
sel. Tempat melekatnya flagel dan vili.
Cairan plasma atau sitoplasma
Cairan plasma/sitoplasma merupakan zat hidup dari sel, terdapat dalam
lingkungan dinding sel, terutama terdiri atas protein. Merupakan koloid,
mengandung karbohidrat, protein, enzim, belerang, kalsium karbonat, dan
volutin ( zat yang banyak mengandung RNA),mudah menyerap zat warna
yg bersifat basa. Volutin tampak berupa titik metakromatis (berwarna),
dapat dilihat pada bakteri diphteriae.

Nukleoid (inti tidak sejati)


Terdiri dari DNA dan RNA. RNA mrpk bagian dari Ribosom (organel),
ber- fungsi sbg sintesa protein. Tdk ada nucleolus, tidak ada organel. Pada
Gram Positip mitochondria berupa lipatan 2 yg disebut Mesosome, fungsi
sebagai mitochondria. Banyak bakteri yg punya satuan kecil terdiri DNA,
satuan kromosom itu disebut plasmid.

6
Spora

nama spora bakteri adalah Endospora. Fungsinya sebagai perlindungan


diri terhadap pengaruh buruk dari lingkungan luar. Spora tahan panas dan
kering.(stadium istirahat). Bila lingkunga berubah baik maka spora akan
bertunas dan menjadi sel vegetatif kembali. Umumnya termasuk famili
Bacillaceae. Taraf metabolisme rendah,sehingga dapat bertahan hidup
lama tanpa sumber makanan dari luar. Letak dan ukuran endospora
bervariasi seperti: Bentuk Sentral, bentuk terminal, bentuk sub terminal
dan bentuk drum stick.

Reproduksi dan Pertumbuhan Bakteri

Reproduksi bakteri terjadi secara pembelahan biner. Kecepatan pembelahan


ditentukan dengan waktu generasi yaitu waktu yg dibutuhkan oleh sel untuk
membelah (pembelahan biner melintang), tiap species punya waktu generasi
sendiri. Contoh : waktu generasi Escherishia coli 20 menit, Mycobacterium
tuberculosa 20 jam, Treponema pallidum 34 jam, dan lain sebagainya. Zat
makanan yg diserap oleh bakteri, sebagian akan digunakan untuk membangun
protoplasmanya, sehingga tumbuh mencapai besar tertentu. Setelah ukuran
bakteri cukup, ia akan melakukan reproduksi. Kadang pertumbuhan pada
bakteri diartikan sebagai meningkatnya jumlah konstituen sel, dan
meningkatnya jumlah bakteri berhubungan dengan reproduksi.

Kurva pertumbuhan bakteri dibagi menjadi 4 phase :

1. Lag Phase / Phase Penyesuaian / Phase adaptasi


2. Phase Logaritma / Log Phase / Phase Exponential
3. Phase Tetap Maksimum / Stationer Phase
4. Phase Deklinasi / Lethal Phase / Phase Kematian

7
2.2 Agen Penyebab Kelainan pada Saluran Pencernaan dan Hepatobilier
a. Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah bakteri spiral gram-negatif. Helocobacter
pyloriberhubungan dengan gastritis antral, penyakit ulkus (peptik)
doudenum, ulkus gaster, dan karsinoma lambung.
1. Morfologi
a. Ciri khas organisme
Helocobacter pylorimempunyai banyak karakteristik yang sama
dengan Campylobacter. Bakteri ini tidak membentuk spora, bersifat
mikroaerofilik yang motil karena mempunyai flagel multipel pada satu
kutub dan bergerak secara aktif. Flagel dari bakteri ini lima samapi enam
flagel.

Gambar 1.1 Helicobacter pylori

8
b. Biakan
Helocobacter pyloritumbuh dalam waktu 3-6 hari jika diinkubasi pada
suhu 37C dalam lingkungan mikroaorofilik, seperti pada Campylobacter
jejuni. Medium yang digunakan untuk isolasi primer meliputi medium
skirrow yang mengandung vamkomisin N, polimiksin B, dan trimetropin,
medium cokelat, dan medium selektif lainnya yang mengandung antibiotik
(misalnya vamkomisin N, asam nalidiksat, amfoterisin). koloni yang
terbentuk translusen dan berdiameter 1-2 mm.
c. Pertumbuhan
Helocobacter pyloribersifat oksidase-positif dan katalase-positif.
Bakteri ini mempunyai morfologi yang khas, motil, dan merupakan
penghasil urease-positif yang kuat.
d. Patogenesis
Helocobacter pylori tumbuh optimal pada pH 6,0-7,0 dan akan mati
atau tidak tumbuh pada pH di dalam lumen lambung. Lendir lambung
relatif tidak permeabel terhadap asam dan mempunyai kapasitas buffer
yang kuat. Pada sisi lumen mukus, pHnya rendah (1,0-2,0) sementara pada
sisi epitel pHnya sekitar 7,4. Helocobacter pyloriditemukan di dalam
lapisan mukosa dekat permukaan epitel tempat terdapat pH fisiologik.
Helocobacter pylorimenghasilkan protease yang memodifikasi lendir
lambung dan kemudian menurunkan kemampuan asam untuk berdifusi
melewati lendir. Helocobacter pylorimengaktifkan aktivitas urease yang
poten, yang menghasilkan produksi amonia dan kemudian membuffer
asam. Helocobacter pylorimotil, bahkan dalam lendir sekalipun, dan
bakteri ini mampu menemukan jalannya ke permukaan epitel.
Helocobacter pylorimelapisi sel epitel tipe gastrik tetapi tidak tipe-
intestinal.
Pada manusia sebagai sukarelawan, konsumsi Helocobacter
pylorimenyebabkan terjadinya gastritis dan hipoklorhidria. Terdapat
keterkaitan yang kuat antara adanya infeksi Helocobacter pylori dan ulkus
doudenum. Terapi antimikroba mengakibatkan terbasminya Helocobacter
pylori dan perbaikan penyakit gastritis serta penyakit ulkus doudenum.
Mekanisme inflamasi dan kerusakan mukosa oleh Helocobacter
pylorimasih belum diketahui tetapi mungkin melibatkan faktor penjamu
dan faktor bakteri. Bakteri menginvasi permukaan sel epitel sampai batas

9
tertentu. Toksin dan lipopolisakarida dapat merusak sel mukosa, dan
amonia yang diproduksi oleh aktivitas urease juga dapat langsung merusak
sel mukosa tersebut.
Secara histologi, gastritis ditandai dengan adanya inflamasi kronis
yang aktif. Diantara epitel dan lamina propia terlihat adanya infiltrat sel
polimorfonuklear dan mononuklear juga sering ditemukan vakuola di
dalam sel tersebut. Destruksi epitel dan atrofi glandular juga sering terjadi.
Oleh karena itu, Helocobacter pyloridapat menjadi faktor resiko yang
besar untuk kanker lambung.
e. Uji laboratorium
a. Spesimen
Spesimen biopsi lambung dapat digunakan untuk pemeriksaan
histologis dalam larutan salin dan digunakan untuk biakan. Darah
diambil untuk menentukan antibodi serum.
b. Sediaan Apus
Diagnosis gastritis dan infeksi Helocobacter pyloridapat ditegakan
secara histologis. Perlu dilakukan prosedur gastroskopi dengan
biopsi. Pewarnaan Giemsa atau perak dapat untuk mengetahui
morfologi dariHelicobacter pylori yaitu spiral.
c. Antibodi
Beberapa pemeriksaan telah dikembangkan untuk mendeteksi
adanya antibodi serum spesifik untuk Helocobacter pylori. Antibodi
serum akan tetap ada meskipun infeksi Helocobacter pyloritelah
dibasmi, sehingga peran uji antibodi dalam mendiagnosa infeksi
aktif atau untuk mengetahui kelanjutan masih terbatas.
f. Imunitas
Pasien yang terinfeksi dengan Helocobacter pyloriakan
membentuk antibodi IgM sebagai respon terhadap infeksinya,
selanjutnya, akan dibentuk IgG dan IgA, yang akan terus ada, baik
secara sistemik maupun pada mukosa, dalam kadar yang tinggi pada
orang yang terinfeksi secara kronis. Terapi dini infeksi Helocobacter
pylori dengan antimikroba dapat menghambat respon antibodi, pasien-
pasien yang seperti ini, diduga akan mengalami infeksi lambung.

b. Salmonella Typhi

10
Salmonella adalah suatu genus bakteri enterobakteria Gram-negatif
berbentuk tongkat yang menyebabkan typhus, paratiphi, dan penyakit
foodborne. Spesies-spesies Salmonella dapat bergerak bebas dan
menghasilkan hidrogen sulfida. Kata Salmonella berasal dari Daniel
Edward Salmon, ahli patologi Amerika, walaupun sebenarnya, rekannya
Theobald Smith yang pertama kali menemukan bacterium tahun 1885
pada tubuh babi.

1. Patogenitas
Salmonella adalah penyebab utama dari penyakit yang disebarkan
melalui makanan (foodborne diseases). Pada umumnya,
serotipeSalmonella menyebabkan penyakit pada organ pencernaan.
Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella disebut salmonellosis. Ciri-ciri
orang yang mengalami salmonellosis adalah diare, keram perut, dan
demam dalam waktu 8-72 jam setelah memakan makanan yang
terkontaminasi oleh Salmonella. Gejala lainnya adalah demam pada sore,
sakit kepala,lidah thypoid (kotor),mual dan muntah-muntah. Tiga serotipe
utama dari jenis Salmonella enteriticaadalahSalmonella typhi, Salmonella
typhimurium, dan Salmonella enteritidis. Salmonella typhi menyebabkan
penyakit demam tiphus (Typhoid fever), karena invasi bakteri ke dalam
pembuluh darah dan gastroenteritis, yang disebabkan oleh makanan yang
terkontaminasi Salmonella. Salmonella typhimemiliki keunikan hanya
menyerang manusia, dan tidak ada inang lain. InfeksiSalmonella dapat
berakibat fatal kepada bayi, balita, ibu hamil dan kandungannya serta
orang lanjut usia. Hal ini disebabkan karena kekebalan tubuh mereka yang
menurun. Kontaminasi Salmonella dapat dicegah dengan mencuci tangan
dan menjaga kebersihan makanan dan minuman yang dikonsumsi.

2. Media Tumbuh
Untuk menumbuhkan Salmonella dapat digunakan berbagai
macam media, salah satunya adalah media Hektoen Enteric Agar
(HEA).Media lain yang dapat digunakan adalah SS agar, bismuth
sulfite agar, brilliant green agar, dan xylose-lisine-deoxycholate (XLD)
agar. HEA merupakan media selektif-diferensial. Media ini tergolong

11
selektif karena terdiri dari bile salt yang berguna untuk menghambat
pertumbuhan bakteri Gram positif dan beberapa Gram negatif,
sehingga diharapkan bakteri yang tumbuh hanya Salmonella. Media ini
digolongkan menjadi media diferensial karena dapat membedakan
bakteri Salmonella dengan bakteri lainnya dengan cara memberikan
tiga jenis karbohidrat pada media, yaitu laktosa, glukosa, dan salisin,
dengan komposisi laktosa yang paling tinggi. Salmonella tidak dapat
memfermentasi laktosa, sehingga asam yang dihasilkan hanya sedikit
karena hanya berasal dari fermentasi glukosa saja. Hal ini
menyebabkan koloniSalmonella akan berwarna hijau-kebiruan karena
asam yang dihasilkannya bereaksi dengan indikator yang ada pada
media HEA, yaitu fuksin asam dan bromtimol blue.

3. Demam Tifoid / enterik:


Infeksi Salmonella typhi mengarah ke pengembangan tifus, atau
demam enterik. Penyakit ini ditandai dengan timbulnya tiba-tiba demam
berkelanjutan dan sistemik, sakit kepala, mual, dan kehilangan nafsu
makan. Gejala lain termasuk sembelit atau diare, pembesaran limpa,
pengembangan kemungkinan meningitis, dan / atau malaise.Kasus demam
tifoid yang tidak diobati menghasilkan tingkat mortalitas berkisar antara
12-30% sementara kasus diobati memungkinkan kelangsungan hidup 99%.

4. Bakterimia dengan Lesi Fokal


Keadaan ini umumnya disebabkan oleh Salmonella choleraesuis,
tetapi juga disebabakan oleh serotipe Salmonella apapun. Setelah infeksi
melalui mulut, terjadi invasi dini ke aliran darah (dengan kemungkinan
lesi fokal di paru, tulang, meningen, dan lain-lain), tetapi manisfestasi di
usus sering tidak ada, biakan darah positif.

5. Enterokolitis
Enterokolitis merupakan manisfestasi infeksi salmonella yang ppaling
sering terjadi. Di Amerika serikat, Salmonella typhimurium dan
Salmonella entereditis lebih menonjol, tetapi enterokolitis dapat
disebabkan oleh lebih dari 1400 serotipe salmonella grup 1. Delapan
hingga 48 jam setelah tertelannya salmonella, timbul mual, sakit kepala,

12
muntah, dan diare hebat, dengan beberapa leukosit di dalam feses. Sering
timbul demam ringan, tetapi biasanya sembuh dalam 2-3 hari.
Terdapat lesi inflamasi pada usus halus dan usus besar. Bakterimia jarang
terjadi (2-4%) kecuali pada pasien yang mengalami imunodefisiensi.
Biakan darah biasanya negatif, tetapi biakan feses biasanya positif untuk
salmonella dan dapat tetap positif selama beberapa minggu setelah
penyakit sembuh secara klinis.

Demam enterik Septikemia Enterokolitis


Periode inkubasi 7-20 hari Bervariasi 8-48 jam
Awitan Perlahan Mendadak Mendadak
Demam Bertahap, Meningkat Biasanya demam
kemudian dengan cepat, ringan
plateau, tinggi kemudian
dengan keadaan menukik seperti
mirip demam sepsis
tifoid.
Lama penyakit Beberapa Bervariasi 2-5 hari
minggu
Gejala GIT Awalnya sering Seringnya tidak Mual, muntah,
konstipasi, ada diare saat awitan.
selanjutnya diare
berdarah
Biakan darah Positif pada Positif saat Negatif
minggu pertama kondisi demam
hingga kelima tinggi
penyakit
Biakan feses Positif sejak Jarang positif Positif segera
minggu kedua, setelah awitan
negatif pada
awal perjalanan
penyakit
Tabel : penyakit klinis yang disebabkan oleh Salmonella

6. Epidemiologi

13
Feses yang berasal dari orang yang tidak dicurigai mengidap penyakit
subklinis atau carrier merupakan sumber kontaminasi yang lebih penting
daripada kasus klinis yang jelas yang segera diisolasi, misalnya bila
carrier yang bekerja sebagai pengelola makanan akan mengeluarkan
organisme itu. Banyak hewan, termasuk hewan ternak, binatang pengerat,
dan unggas, secara alami terinfeksi dengan jaringan (daging), ekskresi,
atau telur. Insidensi Salmonella yang tinggi pada daging ayam kemasan
telah dipublikasikan secara luas. Di Amerika serikat, insidensi demam
tifoid menurun, tetapi insidensi infeksi Salmonella lainnya meningkat
tajam. Masalah ini mungkin diperberat dengan meluasnya penggunaan
makanan hewan yang mengandung obat antimikroba yang membantu
proliferasi Salmonella yang resisten-obat dan potensi penyebarannya ke
manusia.
Setelah infeksi nyata atau subklinis, beberapa individu terus
menyimpan Salmonella di dalam jaringanya selama waktu yang tidak
tentu (carrier konvalesen atau carrier permanen yang sehat). 3% individu
yang sembuh dari tifoid menjadi carrier permanen, mempunyai organisme
didalam kandung empedu, saluran empedu, atau kadang-kadang di dalam
usus atau saluran kemih.
Sumber infeksi adalah air, susu dan produk susu lainnya (es krim,
keju, puding), kerang, telur beku atau dikeringkan, daging dan produk
daging, obat, pewarna (misalnya carmine) , hewan piaraan.

c. Vibrio Cholera
1. Morfologi
a. Ciri Khas Organisme
Pada isolasi pertama, Vibrio choleraadalah bakteri batang yang
melengkung yang berbentuk koma dengan panjang 2-4 m. bakteri ini
dapat bergerak secara aktif menggunakan flagel kutubnya. Pada biakan
lama, Vibrio dapat terlihat dalam bentuk batang lurus yang menyerupai
bakteri enterik gram negatif.
b. Biakan
Vibrio choleramembentuk koloni konveks, halus, dan bundar yang
tampak opaque dan granular bila disinari cahaya. Vibrio choleradan
sebagian besar Vibrio lain dapat tumbuh dengan baik pada suhu 37C pada

14
berbagai macam medium, termasuk medium khusus yang mengandung
garam mineral dan asparagin dan sebagai sumber karbon dan nitrogen.
Vibrio choleratumbuh dengan baik pada agar trisulfat-citrat-empedu-
sukrosa (TCBS), bakteri tersebut membentuk koloni kuning yang dapat
dilihat langsung dengan latar belakang agar yang berwarna hijau gelap.
Vibrio bersifat oksidase-positif, yang membedakannya dari bakteri enterik
Gram-negatif. Secara khas Vibrio tumbuh pada pH yang sangat tinggi (8,5-
9,5) dan dapat dibunuh dengan cepat.
Pada daerah pandemi kolera, biakan feses dapat ditanam langsung
pada medium selektif seperti TCBS, dan biakan yang diperkaya dengan air
pepton basa, cukup memadai. Walaupun demikian, biakan feses rutin pada
medium khusus seperti TCBS biasanya tidak diperlukan atau kurang
efektif dalam segi biaya bila digunakan di daerah yang jarang terjadi
kolera.
c. Sifat Pertumbuhan
Vibrio choleraumumnya mengfermentasi sukrosa dan manosa tetapi
tidak arabinosa. Uji oksidase-positif adalah langkah kunci dalam
indentifikasi awal Vibrio choleradan Vibrio lainnya. Spesies Vibrio rentan
terhadap senyawa O/129 (2,4-diamino-6,7-diisopropilpteridin fosfat), yang
membedakannya dari spesies Aeromonas, yang resisten terhadap O/129.
Sebagian besar spesies Vibrio bersifat tahan terhadap garam, atau NaCl
sering merangsang pertumbuhannya. Beberapa Vibrio bersifat halofilik,
memerlukan NaCl untuk dapat tumbuh. Perbedaan lain antara Vibrio dan
Aeromonasadalah Vibrio tumbuh pada medium yang mengandung 6%
NaCl, sementara aeoromonastidak dapat tumbuh.

2. Struktur antigen dan klasifikasi biologi


Banyak Vibrio yang mempunyai 1 antigen flagel H yang tidak tahan
panas. Antibodi terhadap antigen H mungkin tidak berperan melindungi
penjamu yang rentan.
Vibrio choleramempunyai lipopolisakarida O yang memberi
spesifisitas serologik. Terdapat lebih dari 139 kelompok antigen O. Strain
Vibrio choleragroup O1 dan group O139 menyebabkan kolera klasik,
kadang-kadang, Vibrio choleranon-O1/non-O139 menyebabkan penyakit

15
seperti kolera. Antibodi terdapat antigen O cenderung untuk melindungi
hewan laboratorium terhadap infeksi Vibrio cholera.
Antigen Vibrio choleraserogroup O1 mempunyai determinan yang
memungkinkannya digolongkan lebih lanjut, serotipe utama adalah Ogawa
dan Inaba. Dua biotipe Vibrio choleraepidemik telah ditetapkan yaitu
klasik dan El Tor. Biotipe El Tor menghasilkan hemolisin, menghasilkan
uji yang positif pada uji Voges-Proskauer, dan resisten terhadap polimiksin
B. Teknik molekuler juga dapat digunakan untuk menentukan tipe Vibrio
cholera. Penentuan tipe digunakan untuk studi epidemiologik, dan uji
biasanya dilakukan hanya pada laboratorium rujukan.

Vibrio choleraO139 sangat mirip dengan Vibrio choleraO1 biotipe El


Tor. Vibrio choleraO139 tidak menghasilkan lipopolisakarida O1 dan tidak
mempunyai semua gen yang diperlukan untuk membuat antigen ini. Vibrio
choleraO139 menghasilkan kapsul polisakarida seperti strain Vibrio
cholera non-O1 lainnya, sementara Vibrio cholera O1 tidak menghasilkan
kapsul.

3. Enterotoksin
Vibrio choleradan Vibrio sejenis lainnya menghasilkan enterotoksin
yang tidak tahan panas dengan berat molekul sekitar 84.000, yang terdiri
dari subunit A (BM 28. 000), gangliosid GM1 berfungsi sebagai reseptor
mukosa untuk subunit B, yang mendorong masuknya subunit A ke dalam
sel. Aktivasi subunit A1 menyebabkan peningkatan kadar c AMP
intraseluler dan mengakibatkan hipersekresi air dan elektrolit yang terus-
menerus. Terdapat peningkatan sekresi klorida dan natrium, sehingga
absorpsi natrium dan klorida terhambat. Diare terjadi sebanyak 20-30
L/hari mengakibatkan dehidrasi, syok, asidosis, dan kematian. Gen untuk
enterotoksin Vibrio choleraterdapat pada kromosom bakteri. Enterotoksin
kolera secara antigenik berhubungan dengan LTEscheria coli dan dapat
merangsang produksi antibodi netralisasi. Walaupun demikian, peran
antitoksik dan antibodi terhadap bakteri yang sebenarnya merupakan
perlindungan terhadap kolera masih belum jelas.

4. Patogenesis dan patologi

16
Dalam kondisi normal, Vibrio cholerabersifat patogenik hanya pada
manusia. Seseorang yang mempunyai tingkat keasaman lambung normal
harus terinfeksiVibrio cholerasebanyak 1010 atau lebih agar dapat terinfeksi
jika pembawanya air, karena organisme tersebut rentan terhadap asam.
Jika medium pembawanya makanan diperlukan organisme sebanyak 10 2-
104 agar terinfeksi, akibat kapasitas buffer makanan tersebut. Setiap obat
atau keadaan yang menurunkan derajat keasaman lambung membuat
seseorang menjadi lebih rentan terinfeksi Vibrio cholera.
Kolera bukan infeksi yang invasif. Organisme tersebut tidak
memasuki aliran darah tetapi didalam usus. Organisme Vibrio cholera
yang virulen menempel pada mikrovili brush border sel epitel. Ditempat
ini mereka berkembang biak dan mengeluarkan toksin kolera dan mungkin
musinase serta endotoksin.

5. Uji Laboratorium
a. Spesimen
Spesimen berasal dari feses.
b. Sediaan apus
Gambaran mikroskopik sediaan apus yang diambil dari sampel
feses tidak khas. Mikroskopik lapang pandang gelap atau fase kontras
dapat menunjukan adanya Vibrio yang bergerak dengan cepat.
c. Biakan
Pertumbuhan bakteri berlangsung cepat pada agar pepton, pada
agar darah dengan pH hampir 9, atau pada TCBS, dan koloni yang
khas dapat dilihat dalam waktu 18 jam. Untuk pengayaannya, beberapa
tetes feses dapat diinkubasi selama 6-8jam dalam kaldu taurokolat
pepton (pH 8,0 - 9,0), organisme dari biakan ini dapat diberi
pewarnaan atau dilakukan pembiakan lebih lanjut.
d. Uji spesifik
Organisme Vibrio choleradapat diidentifikasi lebih lanjut dengan
uji aglutinasi mikroskopik yang menggunakan antiserum anti-O grup 1
dan pola reaksi biokimia.

6. Imunitas
Asam lambung memberikan perlindungan terhadap Vibrio kolera.
Serangan kolera akan diikuti dengan kekebalan terhadap infeksi, tetapi
lama dan derajat kekebalan belum diketahui. Pada hewan percobaan,

17
antibodi IgA spesifik muncul dalam serum setelah infeksi tetapi hanya
berlangsung beberapa bulan. Antibodi Vibriosidal dalam serum (titer
>1:20) telah dikaitkan dengan perlindungan terhadap kolonisasi dan
penyakit. Adanya antibodi antitoksin tidak dikaitkan dengan perlindungan
tersebut.

d. Shigella
1. Morfologi
a. Ciri khas organisme
Shigella adalah batang Gram-negatif yang ramping berbentuk
kokobasil ditemukan pada biakan yang muda.
b. Biakan
Shigella bersifat fakultatif anaerob tetapi tumbuh paling baik secara
aerob. Koloni berbentuk konveks, bulat, transparan dengan tepi yang
utuh dan mencapai diameter sekitar 2 mm dalam 24 jam.
c. Pertumbuhan
Semua Shigella memfermentasi glukosa. Kecuali Shigella sonnei,
Shigella tidak memfermentasikan laktosa membedakan Shigella pada
medium diferensial. Shigella membentuk asam dari karbohidrat tetapi
jarang menghasilkan gas. Organisme ini juga dapat dibagi menjadi
organisme yang memfermentasikan manitol dan tidak
memfermentasikan manitol.

2. Struktur antigen
Shigella memiliki struktur antigen yang kompleks. Terdapat
banyak tumpang tindih pada sifat serologik berbagai spesies, dan
sebagian besar organisme memiliki antigen O yang sama dengan basil
enterik lain.
Antigen O somatik Shigella adalah lipopolisakarida. Spesifisitas
serologiknya begantung pada polisakarida. Ada lebih dari 40 serotipe.

3. Patogenesis dan patologi


Infeksi Shigellahampir selalu terbatas di saluran cerna, jarang
terjadi invasi ke aliran darah. Shigellasangat menular, dosis infeksinya
adalah 103 organisme sedangkan pada Salmonelladan Vibrio biasanya
105-108. Proses patologi yang penting adalah invasi ke sel epitel

18
mukosa, dengan menginduksi fagositosis, keluar dari vakuola
fagositik, bermultipikasi dan menyebar ke sel yang ada di dekatnya.
Mikroabses dinding usus besar dan ileum terminal menyebabkan
nekrosis membran mukosa, ulserasi superfisial, perdarahan, dan
pembentukan pseudomembranpada ulserasi. Pseudomembran ini
terdiri dari fibrin, leukosit, debris sel, membran mukosa yang nekrotik,
dan bakteri. Saat proses mereda, jaringan granulasi mengisi ulkus dan
terbentuk jaringan parut.

4. Toksin
a. Endotoksin
Pada autolisis, semua Shigella melepaskan lipopolisakarida yang
toksik. Endotoksin ini kemungkinan yang berperan menimbulkan
iritasi pada dinding usus.
b. Eksotoksin
Shigella dysentriae tipe 1 (basil shiga) menghasilkan eksotoksin
yang tidak tahan panas yang dapat mengenai usus dan sistem saraf
pusat. Eksotoksin ini adalah protein yang bersifat antigenik
(merangsangproduksi antitoksin) dan bersifat mematikan untuk hewan
percobaan. Sebagai enterotoksin, zat ini menimbulkan diare seperti
verotoksin Escherchia coli, mungkin melalui mekanisme yang sama.
Pada manusia enterotoksin juga menghambat absorpsi gula dan asam
amino di usus halus. Sebagai neurotoksin, materi ini menyebabkan
infeksi Shigella dysentriae yang sangat berat dan fatal serta
menimbulkan reaksi susunan saraf pusat yang berat. Pasien yang
menderita infeksi Shigella flexneri atau Shigella sonnei membentuk
antitoksin yang menetralisir eksotoksin Shigella dysentriae secara in
vitro. Aktivitas yang bersifat toksik ini berbeda dengan sifat invasif
Shigella pada disentri. Keduanya dapat bekerja berurutan, toksin
menyebabkan diare awal yang tidak berdarah, encer, dan banyak
kemudian invasi usus besar mengakibatkan disentri lanjut dengan feses
yang disertai dengan darah dan nanah.

5. Gambaran klinis

6. Uji diagnostik laboratorium

19
e. Campylobacter jejuni dan Campylobacter coli
1. Morfologi
a. Ciri khas organisme
Campylobacter jejunidan Campylobacter lainnya adalah bakteri
berbentuk batang Gram-negatif berbentuk koma, S, atau sayap burung
camar (gull wing). Bakteri ini bersifat motil dengan menggunakan satu
flagel kutub dan tidak membentuk spora.
b. Biakan
Karakteristik biakan adalah hal yang paling penting dalam isolasi
dan identifikasi Campylobacter jejunidan Campylobacter lainnya.
Diperlukan juga medium selektif, danharus dilakukan dalam lingkungan
dengan kadar O2 rendah (5% O2) dengan tambahan CO2 (10% CO2) dalam
sungkup lilin (candle jar).
Inkubasi pertama harus di lakukan pada suhu 42C. Meskipun
Campylobacter jejunitumbuh dengan baik pada suhu 36-37C, inkubasi
pada suhu 42C dapat mencegah pertumbuhan sebagian besar bakteri lain
yang ada di dalam feses, sehingga mempermudah identifikasi
Campylobacter jejuni. Beberapa medium selektif telah digunakan secara
luas. Medium skirrow berisi vankomisin, polimiksi B, dan trimetropin
sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain. Medium selektif
lainnya juga dapat mengandung antimikroba termasuk sefalotin atau
sefoperazon, dan senyawa inhibitor, karena medium ini mengandung
sefalosporin, medium ini tidak akan menumbuhkan Campylobacter
fetusdan beberapa spesies Campylobacter lainnya. Medium selektif cocok
untuk isolasi Campylobacter jejunipada suhu 42C, jika medium skirrow
diinkubasi pada suhu 36-37C , jenis Campylobacter dapat terisolasi.
Koloni tersebut cenderung tidak membentuk warna atau berwarna abu-
abu. Bakteri ini berair, menyebar atau bulat dan konveks, kedua jenis
koloni ini dapat muncul dalam satu media agar.
c. Pertumbuhan
Karena diperlukan medium selektif dan kondisi inkubasi tertentu
untuk pertumbuhannya, biasanya hanya dibutuhkan serangkaain uji yang
singkat untuk identifikasi. Campylobacter jejunidan Campylobacter
lainnya yang patogenik untuk manusia bersifat oksidase-positif dan

20
katalase-positif. Campylobacter tidak mengoksidasi atau
memfermentasikan karbohidrat. Sediaan apus yang diwarnai Gram untuk
menunjukan morfologi yang khas. Reduksi nitrat, produksi hidrogen
sulfida, uji hipurat dan kerentanan antimikroba dapat digunakan untuk
identifikasi spesies lebih lanjut.

2. Struktur Antigen dan Toksin


Campylobacter mempunyai lipopolisakarida dengan aktivitas
endotoksik. Toksin ekstraseluler eksopatik dan enterotoksik telah
ditemukan, tetapi peran toksik tersebut pada penyakit manusia belum dapat
ditentukan dengan pasti.

3. Patogenesis dan Patologi


Infeksi dapat melalui rute oral dari makanan, minuman, atau kontak
dengan hewan atau produk hewan yang terinfeksi. Campylobacter
jejunisensitif terhadap asam lambung, dan diperlukan konsumsi sekitar 10 4
organisme untuk menimbulkan infeksi. Inokulum ini sama seperti
inokulum yang dibutuhkan untuk menyebabkan infeksi Salmonella dan
shigela tetapi lebih sedikit daripada infeksi Vibrio. Organisme ini
bermultipikasi didalam usus kecil, menginvasi epitel dan menyebabkan
inflamasi dan mengakibatkan munculnya sel darah merah dan putih dalam
feses. Kadang-kadang, bakteri ini masuk dalam aliran darah dan
menimbulkan gambaran klinis demam enterik. Invasi jaringan lokal
bersama toksik kemungkinan yang menyebabkan terjadinya enteritis.

4. Uji laboratorium
a. Spesimen
Feses adalah spesimen yang biasa digunakan. Campylobacter dari
spesimen lain biasanya ditemukan secara tidak sengaja atau ditemukan
pada keadaan wabah penyakit tertentu.
b. Sediaan apus
Sediaan apus feses yang diwarnai Gram dapat menunjukan adanya
bakteri batang melengkung, S, atau berbentuk sayap burung camar
yang khas. Mikrokop lapang pandang gelap atau kontras fase dapat
menunjukan motilitas organisme yang cepat dan khas.
c. Biakan

21
Biakan pada medium selektif yang disebutkan diatas adakah uji
defenitif untuk mendiagnosa enteritis Campylobacter jejuni. Jika
dicurigai terdapat spesies Campylobacter yang lain, medium tanpa
sefalosporin harus digunakan dan diinkubasi pada suhu 36-37C.

f. Escherishia Coli

Eschericha (1886) dapat mengisolasi kuman ini faeces manusia dan


hewan. Kuman ini banyak didapatkan diusus bagian ileococal dan makin ke
arah proximal dan distal jumlahnya makin menurun. Sebagai habitatnya
adalah tractus digestifus dari manusia/binatang, tanah sampah, dan air.

Bayi yang baru lahir, setalah 24 jam dapat kemasukan kuman ini dari
ibunya atau perawat, dan E.coli merupakan salah satu normal flora. Pada
media TSLA dan KIA : (L)ereng : asam (+), (D)asar : asam (+) ; gas (+) dan
H2S (-)

1. Resistensi

E.coli mati pada pemanasan pada suhu 60o c. Selama 30 menit, tetapi ada
juga yang resisten. Dalam media pada suhu kamar, kuman dapat bertahan
selama 1 minggu. Beberapa strain E.coli dapat bertahan hidup dalam es
selama 6 bulan. Dan sangat peka terhadap desinfektan dan kepekaannya
sama dengan streptococcus dan staphylococcus.

2. Variabilias

Kuman E.coli membentuk koloni : (S)mooth. (M)ucoid dan (R)ough.


Dan yang bersifat patogen adalah koloni Sdan M, terutama koloni S lebih
patogen daripada koloni M.

Perubahan bentuk koloni terjadi dari : koloni S menjadi koloni M, koloni


R menjadi koloni S dan koloni M dapat menjadi R.

3. Struktur Antigen
Mudah berubah menurut perubahan koloni.Ada 3 macam antigen :

22
a. Antigen -O yang bersifat tahan panas atau terstabil
b. Antigen -H yang bersifat tidak tahan panas atau termolabil dan akan
rusak pada suhu 100o c
c. Antigen -K atau envelop antigen

4. Metabolisme
Membentuk endotoksin (identik dengan antigen O), katalase,
fibrinolisin, vitamin B-kompleks, colicin, (bekerja sebagai bakterisid
terhadap kuman-kuman Gram negatif).

5. Penyakit Terhadap Manusia

Infantile diare : disebut juga epidemic diare.

Penyebabnya ialah coli patogen serptipe O111B4 yang terbanyak, serotipe


O55B4 dan serotipe O6B14

6. Terapi
a. Infus
b. Tetracycline dan neomycin

g. Sitomegalovirus

Sitomegalovirus adalah Herpesvirus yang ada di mana-mana yang


sering menyebabkan penyakit pada manusia. Nama untuk penyakit inklusi
sitomegalik klasik berasal dari kecenderungan pembesaran masif sel yang
terinfeksi Sitomegalovirus.

Penyakit inklusi sitomegalik adalah infeksi generalisata pada bayi


yang disebabkan oleh infeksi Sitomegalovirus intrauterin atau awal
pascanatal. Sitomegalovirus merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang penting karena frekuensi infeksi kongenital yang tinggi yang dapat
menimbulkan anomali kongenital berat. Infeksi subklinis sering terjadi
pada masa anak-anak dan remaja. Infeksi Sitomegalovirus berat sering
ditemukan pada orang dewasa dengan imunosupresi.

Sifat Virus

Sitomegalovirus mempunyai isi genetik terbesar di antara


Herpesvirusmanusia. Genom DNAnya (240 kbp) secara khas lebih besar

23
daripada genom DNA HSV. Hanya sedikit dari banyak protein yang
disandikan oleh virus (lebih dari 200) telah dikenal. Satu, glikoprotein
permukaan sel, bekerja sebagai reseptor Fc yang secara nonspesifik dapat
mengikat bagian Fc imunoglobulin. Hal tersebut dapat membantu sel yang
terinfeksi terhindar dari eliminasi sistem imun dengan memberikan
selubung perlindungan pada imunoglobulin pejamu yang tidak berkaitan.

Promoter-enhancer Sitomegalovirus awalyang utama adalah salah


satu enhacer terkuat yang dikenal, disebabkan oleh konsentrasi tempat
pengikatan untuk faktor transkripsi selular. Enhancer tersebut digunakan
secara eksperimental untuk menunjang ekspresi gen asing tingkat tinggi.

Banyak strain Sitomegalovirusyang berbeda secara genetis beredar


pada populasi manusia. Namun, strainnya cukup terkait secara antigen,
sehingga perbedaan sifat mungkin merupakan determinan yang tidak
penting pada penyakit manusia.

Sitomegalovirus manusia bereplikasi in vitro hanya pada fibroblas


manusia, meskipun virus sering kali diisolasi dari sel epitel pejamu.
Sitomegalovirus bereplikasi sangat lambat pada sel kultur, dengan cara
kerja pertumbuhan yang lebih lambat daripada HSV atau virus varisela-
zoster. Sangat sedikit virus menjadi bebas sel; infeksi terutama menyebar
sel-ke-sel.

24
Sitomegalovirus menimbulkan efek sitopatik yang khas. Inklusi
sitoplasma perinuklear terbentuk selain adanya inklusi intranuklear yang
khas pada Herpesvirus. Juga terlihat sel berinti banyak. Banyak sel yang
terkena menjadi sangat membesar. Sel sitomegalik yang mengandung
inklusi dapat ditemukan pada sampel dari orang yang terinfeksi.

Patogenesis & Patologi

A. Penjamu Normal
Sitomegalovirus dapat ditularkan dari orang-ke-orang dengan
beberapa cara, semua memerlukan kontak erat dengan bahan yang
mengandung virus. Periode inkubasi 4 sampai 8 minggu pada anak
normal yang berusia lebih tua dan orang dewasa setelah pajanan virus.
Virus menyebabkan infeksi sistemik; virus diisolasi dari paru, hati,
esofagus, kolon, ginjal, monosit, dan limfosit T serta B. Penyakit ini
merupakan sindrom yang menyerupai mononukleosis infeksius,
meskipun kebanyakan infeksi Sitomegalovirus bersifat subklinis. Seperti
semua Herpesvirus, Sitomegalovirus menimbulkan infeksi laten seumur
hidup. Virus dapat lepas secara intermiten dari faring dan di urin selama
berbulan-bulan sampai tahunan setelah infeksi primer. Infeksi
Sitomegalovirus yang lama pada ginjal tampaknya tidak menimbulkan
kerusakan pada orang normal. Kelenjar ludah sering terkena dan
kemungkinan bersifat kronik.

Imunitas selular ditekan pada infeksi primer, dan hal tersebut


menyebabkan persistensi infeksi virus. Diperlukan beberapa bulan bagi
respons selular untuk pulih.

B. Pejamu Dengan Imunosupresi

Infeksi Sitomegalovirus primer pada pejamu dengan imunosupresi


lebih berat daripada pejamu normal. Orang yang berisiko tinggi

25
menderita penyakit Sitomegalovirus adalah mereka yang menerima
transplantasi organ, tumor ganas yang menerima kemoterapi, dan AIDS.
Ekskresi virus meningkat dan semakin lama, dan infeksi lebih mudah
menjadi diseminata. Pneumonia merupakan komplikasi yang paling
sering terjadi.

Respons imun pejamu mungkin mempertahankan Sitomegalovirus


dalam keadaan laten pada individu yang seropositif. Infeksi reaktivasi
yang disertai dengan penyakit lebih sering terjadi pada pasien dengan
gangguan imun daripada pejamu normal. Meskipun biasanya kurang
berat, infeksi reaktivasi mungkin sama virulennya dengan infeksi primer.

C. Infeksi Kongenital Dan Perinatal

Infeksi janin dan bayi baru lahir oleh Sitomegalovirus dapat bersifat
berat. Sekitar 1% kelahiran hidup setiap tahun di Amerika Serikat
mengalami infeksi Sitomegalovirus kongenital dan sekitar 5-10% di
antaranya akan menderita penyakit inklusi sitomegalik. Persentase yang
tinggi dari bayi dengan penyakit ini akan memperlihatkan defek
perkembangan dan retardasi mental.

Virus dapat ditularkan in utero akibat infeksi maternal primer


maupun reaktivasi. Sekitar sepertiga perempuan hamil dengan infeksi
primer menularkan virus. Penyakit inklusi sitomegalik generalisata
paling sering disebabkan oleh infeksi maternal primer. Tidak terdapat
bukti bahwa usia kehamilan saat infeksi maternal mempengaruhi ekspresi
penyakit pada janin. Transmisi intrauterin terjadi pada sekitar 1%
perempuan yang seropositif. Kerusakan janin jarang disebabkan oleh
infeksi maternal yang reaktivasi ini; infeksi bayi tetap bersifat subklinis
meskipun kronik.

Sitomegalovirus juga dapat diperoleh bayi melalui pajanan terhadap


virus pada saluran genital ibu selama persalinan dan melalui pemberian
ASI. Pada kasus ini, bayi biasanya telah menerima beberapa antibodi
maternal dan infeksi Sitomegalovirus yang didapat selama persalinan

26
cenderung subklinis. Infeksi Sitomegalovirus yang didapat dari transfusi
pada bayi baru lahir akan bervariasi, bergantung pada jumlah virus yang
diterima dan status serologi pendonor darah. Sitomegalovirus yang
didapat in utero atau selama persalinan, lebih sering menimbulkan
infeksi kronik berkenaan dengan ekskresi virus, daripada bila virus
diperoleh pada masa hidup selanjutnya.

Gambaran Klinis

A. Infeksi Sitomegalovirus Penjamu Normal

Infeksi Sitomegalovirus primer pada anak yang lebih tua dan dewasa
biasanya asimtomatik tetapi kadang-kadang menyebabkan sindrom
mononukleosis infeksius yang spontan. Penyakit ditandai dengan malaise,
mialgia, demam lama, kelainan fungsi hati, dan limfositosis.
Sitomegalovirus diperkirakan menyebabkan 20-50% kasus
mononukleosis negatif heterofil (bukan virus Epstein-Barr).

Mononukleosis Sitomegalovirus adalah penyakit yang ringan dan


komplikasi jarang terjadi. Hepatitis suklinis sering terjadi. Pada anak
(usia kurang dari 7 tahun), hepatosplenomegali sering kali ditemukan.

Telah diobservasi hubungan antara adanya Sitomegalovirus dengan


restenosis setelah angioplasti koroner. Diduga bahwa virus dapat
berperan pada proliferasi sel otot polos, yang menimbulkan restenosis.

B. Infeksi Sitomegalovirus pada Penjamu Imunosupresi

Angka morbiditas maupun mortalitas meningkat akibat infeksi


Sitomegalovirus rekuren dan primer pada individu imunokompromais.
Pneumonia adalah komplikasi yang sering terjadi. Pneumonitis
interstisial yang disebabkan oleh Sitomegalovirus terjadi pada 10-20%
resipien transplantasi sumsum tulang. Leukopenia akibat virus sering
terjadi pada resipien transplantasi organ padat; juga ditemui bronkiolitis

27
obliterans pada transplantasi paru, aterosklerosis graft setelah
transplantasi jantung, dan penolakan terkait Sitomegalovirus pada alograf
ginjal. Sitomegalovirus sering menyebabkan penyakit diseminata pada
pasien AIDS yang tak diobati; gastroenteritis dan korioretinitis adalah
masalah yang sering. Korioretinitis sering menyebabkan kebutaan
progresif.

C. Infeksi Kongenital Dan Perinatal

Infeksi kongenital dapat menyebabkan kematian janin dalam


kandungan. Penyakit inklusi sitomegalik pada neonatus ditandai dengan
terkenanya sistem saraf pusat dan sistem retikuloendotelial. Gambaran
klinis berupa retardasi. pertumbuhan intrauterin, ikterus,
hepatosplenomegali, trombositopenia, mikrosefali, dan retinitis. Angka
mortalitas dapat mencapai 30%. Kebanyakan orang yang selamat akan
mengalami defek (kelainan) sistem saraf pusat yang signifikan dalam 2
tahun; tuli berat, kelainan okular, dan retardasi mental sering terjadi.
Sekitar 10% bayi dengan infeksi Sitomegalovirus kongenital subklinis
akan mengalami ketulian. Diperkirakan bahwa satu dari setiap 1000 bayi
yang lahir di Amerika Serikat secara serius mengalami retardasiakibat
infeksi Sitomegalovirus kongenital.

Banyak perempuan yang sebelumnya terinfeksi Sitomegalovirus


memperlihatkan reaktivasi dan mulai mengekskresikan virus dari serviks
selama kehamilan. Pada waktu persalinan melalui jalan lahir yang
terinfeksi, bayi menjadi terinfeksi, meskipun mereka memiliki titer
antibodi maternal yang tinggi yang didapat secara transplasenta. Bayi
tersebut mulai melepaskan virus pada usia sekitar 8-12 minggu. Mereka
terus mengeluarkan virus selama beberapa tahun tetapi tetap sehat.

Infeksi Sitomegalovirus didapat sering terjadi dan biasanya


subklinis. Virus dilepas di dalam saliva dan urine orang yang terinfeksi

28
selama beberapa minggu atau bulan. Sitomegalovirus dapat
menyebabkan pneumonia saja pada bayi berusia kurang dari 6 bulan.

Imunitas

Antibodi terhadap Sitomegalovirus timbul pada sebagian besar


serum manusia. Antibodi spesifik Sitomegalovirus kelas IgM, IgA, dan
IgG telah dideteksi. Reaktivasi infeksi laten terjadi saat adanya imunitas
humoral. Adanya antibodi dalam ASI tidak mencegah penularan infeksi
ke bayi yang minum ASI. Antibodi maternal lebih melindungi terhadap
terjadinya penyakit serius pada bayi daripada transmisi virus.

Virus Hepatitis

Hepatitis Virus merupakan penyakit sistemik yang terutama mengenai


hati. Kebanyakan kasus Hepatitis Virus akut pada anak dan orang dewasa
disebabkan oleh salah satu dari agen berikut: Virus Hepatitis A (HAV), agen
penyebab Hepatitis Virus tipe A (hepatitis infeksius); Virus Hepatitis B
(HBV), penyebab Hepatitis Virus B (hepatitis serum); Virus Hepatitis C
(HCV), agen hepatitis C (penyebab sering hepatitis pascatransfusi); atau
Virus Hepatitis E (HEV), agen hepatitis yang ditularkan secara enterik. Virus
lain yang menjadi penyebab hepatitis yang tidak dapat dimasukkan ke dalam
golongan agen yang telah diketahui dan penyakit yang terkait dinyatakan
sebagai hepatitis non-A-E. Virus lain yang telah diketahui sifatnya yang dapat
menyebabkan hepatitis sporadik, seperti virus demam kuning,
Sitomegalovirus, Virus Epstein-Barr, Virus Herpes Simpleks, Virus Rubela,
dan Enterovirus, dibahas dalam bab lain. Virus Hepatitis menimbulkan
peradangan hati akut, memberikan gambaran klinis penyakit berupa demam,
gejala gastrointestinal seperti mual dan muntah serta ikterus. Tanpa
memandang tipe virus, lesi histopatologi yang identik ditemukan pada hati
selama penyakit akut.

No Virus DNA/RNA Penyebaran Petanda infeksi Perjalanan


hepatitis penyakit
1 A (VHA) RNA Fekal-oral IgM VHA Akut

29
2 B (VHB) DNA Kontak/darah HBsAg Akut &
kronik
3 C (VHC) RNA Transfuse Anti HVC Akut &
kronik
4 D RNA Kontak/darah Pertikel D Akut
(VHD)
5 E (VHE) RNA Fekal-oral IgM VHE Akut +
enteritis

Sifat Virus Hepatitis

Ciri khas, kelima Virus Hepatitis yang dikenal ditunjukkan pada Tabel
35-1- Tata nama virus hepatitis, antigen, dan antibodi disajikan pada Tabel
35-2.

Hepatitis Tipe A

HAV merupakan anggota famili picornavirus. HAV merupakan


partikel sferis 27-32 nm berbentuk simetri kubik, yang mengandung genom
RNA untai tunggal linear berukuran 7,5 kb. Meskipun awalnya digolongkan
sementara sebagai enterovirus 72, sekuens asam amino dan nukleotida HAV
cukup berbeda untuk dimasukkan ke dalam genus picornavirus baru,
Hepatovirus. Hanya satu serotipe yang diketahui. Tidak terdapat reaksi silang
antigen dengan HBV atau Virus Hepatitis lain. Analisis sekuens genom pada
regio berbeda yang melibatkan sambungan gen ID dan 2A membagi isolat
HAV menjadi tujuh genotipe. Sifat penting famili Picornaviridae
dicantumkan pada Tabel 36-1.

30
HAV stabil terhadap eter 20%, asam (pH 1,0 selama 2 jam), dan
pemanasan (60 C selama 1 jam), dan infektivitasnya dapat dijaga selama
setidaknya 1 bulan setelah dikeringkan dan disimpan pada temperatur 25 C
dan kelembapan relatif 42% atau selama bertahun-tahun pada suhu -20 C.
Makanan yang dipanaskan sampai >85 C (185 F) selama 1 menit dan
permukaan yang di disinfeksi dengan natrium hipoklorit (pengenceran
pemutih klorin 1:100) diperlukan untuk menginaktifkan HAV. Resistansi
relatif HAV terhadap prosedur disinfeksi mengharuskan penanganan yang
lebih hati-hati dalam menangani pasien hepatitis dan produk mereka.

HAV awalnya diidentifikasi dalam sediaan tinja dan hati dengan


menggunakan mikroskop elektron, dengan sistem imun sebagai sistem
deteksi. Pemeriksaan serologi sensitif dan metode reaksi rantai polimerase
(PCR) memungkinkan deteksi HAV dalam tinja dan sampel lain serta
mengukur antibodi spesifik dalam serum.

Hepatitis Tipe B

HBV digolongkan sebagai hepadnavirus (Tabel 35-3). HBV


menyebabkan infeksi kronik, terutama pada mereka yang terinfeksi saat bayi;
HBV merupakan faktor utama pada perjalanan akhir penyakit hati dan
karsinoma hepato-selular pada orang-orang tersebut.

31
A. Morfologi

Mikroskop elektron pada serum yang positif HBsAg menunjukkan


tiga bentuk morfologi. Bentuk yang paling banyak adalah partikel sferis
berdiameter 22 nm. Partikel kecil ini secara khusus tersusun atas HBsAg
berbentuk tubular atau filamentosa, mempunyai diameter yang sama tetapi
mungkin panjangnya lebih dari 200 nm dan disebabkan oleh produksi HBsAg
berlebihan. Virion sferis besar berukuran 42 nm (asalnya disebut sebagai
partikel Dane) jarang ditemukan. Permukaan luar, atau selubung,
mengandung HBsAg dan mengelilingi inti nukleokapsid dengan ukuran 27
nm yang mengandung HBcAg. Panjang regio untai tunggal genom DNA
sirkular yang berbeda menyebabkan partikel secara genetik bersifat heterogen
dengan kisaran berat jenis yang luas. Genom virus terdiri dari sebagian DNA
sirkular untai ganda dengan panjang 3200 bp.

Stabilitas HBsAg tidak selalu serupa dengan stabilitas agen infeksius.


Namun, keduanya stabil pada suhu -20 C selama lebih dari 20 tahun dan
stabil terhadap pembekuan berulang dan pencairan. Virus juga stabil pada
suhu 37 C selama 60 menit dan tetap dapat hidup setelah dikeringkan
dan disimpan pada suhu 25 C selama sekurang-kurangnya 1 minggu. HBsAg
tidak dirusak oleh radiasi ultraviolet plasma atau produk darah lain dan
infektivitas virus juga dapat bertahan terhadap perlakuan tersebut.

B. Replikasi Virus Hepatitis B

Virion infeksius melekat pada sel dan menjadi tidak berselubung.


Dalam nukleus, sebagian genom virus untai ganda diubah menjadi DNA untai
ganda sirkular yang tertutup secara kovalen (cccDNA), yang berperan sebagai

32
cetakan untuk semua transkripsi virus, termasuk RNA pregenom 3,5 kb. RNA
pregenom menjadi berkapsul dengan HBcAg yang baru disintesis. Dalam inti,
polimerase virus disintesis oleh transkripsi terbalik salinan DNA untai
negatif. Polimerase mulai menyintesis DNA untai positif, tetapi proses tidak
lengkap. Inti bertunas dari membran pre-Golgi, mendapatkan selubung
yang mengandung HBsAg, dan dapat meninggalkan sel. Kemungkinan lain,
inti dapat dikirim kembali ke dalam nukleus dan memulai siklus replikasi lain
dalam sel yang sama.

Hepatitis Tipe C

Studi epidemiologi dan klinis serta percobaan cross-challenge pada


simpanse menunjukkan bahwa terdapat beberapa agen hepatitis non-A, non-B
(NANB) yang berdasarkan uji serologi tidak terkait dengan HAV atau HBV.

33
Agen utama diidentifikasi sebagai Virus Hepatitis C (HCV). HCV adalah
virus RNA untai positif, digolongkan sebagai famili Flaviviridae, genus
Hepacivirus. Berbagai virus dapat dibedakan dengan analisis sekuens RNA
menjadi setidaknya enam genotipe (clade) utama dan lebih dari 70 subtipe.
Genom berukuran 9,4 kb dan menyandikan protein inti, dua glikoprotein
selubung, dan beberapa protein struktural. Ekspresi klon cDNA HCV pada
kapang berperan dalam perkembangan uji serologi antibodi terhadap HCV.
Kebanyakan kasus hepatitis NANB pascatransfusi disebabkan oleh HCV.

Kebanyakan infeksi HCV yang baru bersifat subklinis. Kebanyakan


pasien HCV (70-90%) mengalami hepatitis kronik dan banyak di antara
mereka berisiko berkembang menjadi hepatitis aktif kronik serta sirosis (10-
20%).Di beberapa negara, seperti Jepang, infeksi HCV sering menyebabkan
karsinoma hepatoselular. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat
penyakit hati kronik dan sirosis di Amerika Serikat; HCV tampaknya menjadi
penyebab utama masalah ini (sekitar 40%).

HCV memperlihatkan keanekaragaman genom, dengan genotipe yang


berbeda (clade)mendominasi di beberapa belahan dunia berbeda. Virus
mengalami variasi sekuens selama infeksi kronik. Populasi virus kompleks ini
pada pejamu disebut "quasi-species". Keberagaman genetik ini tidak
berhubungan dengan perbedaan penyakit klinis meskipun perbedaan terjadi
akibat respons terhadap terapi antivirus yang berdasarkan genotipe virus.

Hepatitis tipe D (Hepatitis Delta)

34
Sistem antigen-antibodi yang disebut antigen delta (Ag-delta) dan
antibodi (anti-delta) terdeteksi pada beberapa infeksi HBV. Antigen
ditemukan dalam partikel HBsAg tertentu. Dalam darah, HDV (agen delta)
mengandung Ag-delta (HDAg) yang dikelilingi oleh selubung HBsAg.
Antigen tersebut mempunyai partikel berukuran 35-37 nm dan berat jenis
sebesar 1,24-1,25 g/mL pada CsCl. Genom HDV terdiri dari RNA sense
negatif, sirkular, untai tunggal, berukuran 1,7 kb. Virus ini merupakan
patogen manusia yang diketahui sebagai yang terkecil dan menyerupai
patogen tanaman subvirus, yaitu viroid. Tidak ada homologi dengan genom
HBV. HDAg adalah satu-satunya protein yang disandi oleh RNA HDV dan
berbeda dari determinan antigenik HBV. HDV adalah virus cacat yang
memerlukan selubung HBsAg untuk transmisi. HDV sering dihubungkan
dengan kebanyakan bentuk hepatitis berat pada pasien yang positif HBsAg.

Hepatitis Tipe E

Virus Hepatitis tipe E (HEV) ditularkan melalui saluran cerna dan


terjadi epidemik di negara berkembang yang suplai airnya kadang-kadang
terkontaminasi fekal. Virus ini pertama kali ditemukan dalam sampel yang
dikumpulkan selama wabah di New Delhi pada tahun1955, ketika 29.000
kasus hepatitis ikterik terjadi setelah kontaminasi kotoran pada suplai air kota
untuk minum. Angka mortalitas perempuan hamil dapat tinggi (20%). Genom

35
virus telah disandi dan merupakan RNA sense positif untai tunggal dengan
ukuran 7,6 kb. Virus menyerupai Calicivirus tetapi tidak digolongkan. Strain
hewan HEV sering terjadi di seluruh dunia. Terdapat bukti infeksi HEV atau
infeksi seperti HEV pada hewan pengerat, babi, domba, dan sapi di Amerika
Serikat.

Infeksi Virus Hepatitis Pada Manusia

Patologi

Melalui mikroskop, dapat dilihat degenerasi sel parenkim berbercak


dengan nekrosis hepatosit, suatu reaksi radang lobular difus, dan gangguan
korda sel hati. Perubahan parenkim tersebut disertai hiperplasia sel retikulo-
entlotelial (Kupffer), infiltrasi peripofta oleh sel mononuklear, dan degenerasi
sel. Area nekrosis yang terlokalisasi dengan ballooning atau badan asidofilik
sering terlihat. Pada perjalanan penyakit tahap lanjut, terdapat akumulasi
makrofag yang mengandung lipofusin dekat hepatosit yang berdegenerasi.
Gangguan kanalikuli biliaris atau hambatan ekskresi empedu dapat terjadi
setelah pembesaran atau nekrosis sel hati. Kerangka retikulum yang tetap baik
memungkinkan terjadi regenerasi hepatosit sehingga arsitektur lobulus hati
yang sangat rapi akhirnya didapatkan. Kerusakan jaringan hati biasanya
membaik dalam 8-12 minggu.

36
Carrier HBsAg kronik dapat atau tidak dapat memperlihatkan tanda
penyakit hati. Hepatitis Virus yang persisten (tidak sembuh), penyakit jinak
ringan yang dapat terjadi setelah hepatitis B akut pada 8-10%pasien dewasa,
ditandai dengan sporadis oleh nilai amniotransferase yang abnormal dan
hepatomegali. Secara histologi, arsitektur lobulus tetap baik, disertai
peradangan porta, hepatosit yang pucat dan membengkak (susunan seperti
batu aspal), dan fibrosis ringan sampai tidak ada. Lesi tersebut sering terlihat
pada carrier asimtomatik, biasanya tidak berkembang menjadi sirosis, dan
mempunyai prognosis yang baik.

Hepatitis kronik yang aktif memperlihatkan spektrum perubahan


histologi dari inflamasi dan nekrosis sampai kolapsnya kerangka retikulum
normal dengan jembatan antara trias porta atau vena hepatika terminal. HBV
terdeteksi pada 10-50% pasien tersebut.

Kadang-kadang, selama Hepatitis Virus akut dapat terjadi kerusakan


yang lebih luas yang mencegah regenerasi sel hati yang teratur. Nekrosis
hepatoselular yang masif atau fulminan ini terjadi pada 1-2% pasien yang
mengalami ikterus pada hepatitis B. Nekrosis terjadi sepuluh kali lebih sering
pada koinfeksi dengan HDV daripada tanpa HDV.

37
Tidak ada satu Virus Hepatitis pun yang bersifat sitopatogenik khas dan
dipercaya bahwa kerusakan sel yang terjadi pada hepatitis diperantarai oleh
imun.

HBV maupun HGV mempunyai peran yang signifikan pada


perkembangan karsinoma hepatoselular yang dapat tampak beberapa tahun
(15-60) setelah timbul infeksi kronik.

Gambaran Laboratorium

Diagnosis serologik pada hepatitis A

Antibodi IgM anti HAV terdapat di dalam serum pada


waktu timbul gejala dan dapat diukur dengan cara enzyme
linked immunosorbent assay (ELISA) atau radioimuno assay
(RIA). Selama 3-12 bulan titernya tinggi dan positif pada
penderita hepatitis virus akut. Pada penderita yang pernah
mengalami infeksi dan sekarang sudah kebal maka
ditemukan IgGanti HAV tanpa IgM anti HAV.

Diagnosis serologik pada hepatitis B

a. HBsAg

38
Selama perjalanan penyakit HBsAg bisa ditemukan di
dalam serum dalam beberapa minggu sebelum terjadi
kenaikan amino transverse dalam serum. HBsAg tetap ada
selama fase prodromal dan biasanya masih ada sampai masa
konvalesen.

b. Petanda awal yang lain


Begitu HBsAg bisa ditemukan di dalam serum, kemudian
ditemukan HBV-DNA, DNA polymerase, anti HBc dan HBcAg
dalam darah.

Harus diperhatikan:

1. IgM anti HBc positif membedakan hepatitis B akut dan


hepatitis B kronik.
2. Begitu penderita memeriksakan pada dokter maka HBV-
DNA dan HBeAG tidak lama kemudian menghilang, hal ini
menunjukkan bahwa replikasi virus berhenti. Hilangnya
HBeAgmenunjukkan prognosis yang baik dan menunjukkan
bahwa tidak akan ditemukan lagi HBsAg dan tidak akan
berkembang menjadi kronik.
3. Hilangnya HBeAg biasanya diikuti munculnya anti HBe
dalam serum.

c. Anti- HBs
Ini merupakan petanda yang paling akhir ditemukan di
serum dan akan terlihat bila HBsAg sudah hilang dari serum.
Banyak penderita yang tidak ditemukan anti HBs di dalam
serumnya tetapi ditemukan anti HBc. Anti HBc tidak
ditemukan pada 10% penderita meskipun klinis sudah
sembuh sama sekali.

d. Protein pre-S

39
Bisa ditemukan pada penderita dengan infeksi VHB akut
dan mempunyai kaitan yang baik dengan pemeriksaan DNA-
VHB. Pada kasus-kasus tertentu petanda serologi berbeda
dengan yang biasanya dijumpai, misalnya:

Infeksi ringan

HBsAg hanya sedikit ditemukan dalam serum. Yang bisa


menunjukkan adanya infeksi ialah anti HBc dan anti HBs.

Hepatitis fulminan

Pada penderita hepatitis fulminan dimana HBeAg bisa


negative dan HBsAg juga negative meskipun keadaannya
memburuk. Pada beberapa penderita HBsAg menjadi
negative sebelum sampai pada ensefalopati meskipun
menderita hepatitis B akut. Tetapi IgM anti HBc adalah positif
pada penderita ini.

Salah penafsiran HBsAg positif

Beberapa penderita hepatitis akut dimana HBsAg positif


ternyata bukan penderita hepatitis B akut. Penderita ini
adalah karier VHB kronik yang berkembag menjadi hepatitis
lain, seperti hepatitis A, C, atau D; pada kasus ini
pemeriksaan serologi yang tepat dan IgM anti HBc yang akan
membedakan atara hepatitis B akut dan hepatitis B kronik.

Diagnosis serologik hepatitis C

Saat ini, cara mendiagnosis hepatitis C akut masih tetap


dengan cara menyingkirkan. Pada kebanyakan kasus,
diagnosis didasarkan atas riwayat penyakit dan tidak adanya
penyebab lain hepatitis virus akut terutama hepatitis A, B, D,

40
virus Ebstein Baar dan Cytomegalovirus. Antibodi hepatitis C
muncul 1-3 bulan sesudah timbulnya gejala klinik dan pada
beberapa kasus tidak ditemukan sampai satu tahun
kemudian. Anti VHC hanya ditemukan pada 60% kasus
hepatitis C sporadic. Baik pada hepatitis C karena transfuse
maupun karena didapat antibodi lebih sering ditemukan pada
penyakit yang kronik dari pada penyakit yang cepat sembuh.

Diagnosis serologik hepatitis D

Infeksi virus hepatitis D dapat terjadi secara simultan


dengan VHB (co-infection) maupun sebagai infeksi tambahan
terhadap infeksi VHB pada karier VHB (super infection). Pada
co-infection akut terjadilah serokonversi ke IgM anti-HD dan
IgG ant-HD. Percobaan yang berulang-ulang diperlukan untuk
memastikan diagnosis hepatitis D akut, karena serokonversi
hanya berjalan beberapa bulan setelah timbul gejala klinik.
Pada superinfeksi virus HD pada hepatitis B karier, IgM anti-
HBc tidak ditemukan, dan terjadilah kenaikan IgM dan IgG
anti-HD. HDAg dapat ditemukan pada serum dengan cara
immunoblotting dan RNA VHD dapat juga ditemukan dengan
hibridisasi molekul RNA-RNA.

Diagnosis serologik hepatitis E

Pemeriksaan serologik untuk serokonversi antibodi


hepatitis E sedang dikembangkan.

Reaksi Imun Virus-Pejamu

Akhir-akhir ini, bukti menunjukkan terdapat lima Virus Hepatitis tipe


A, B, C, D, dan E. Infeksi tunggal oleh salah satu tipe dipercaya memberikan
perlindungan homolog tetapi bukan perlindungan heterolog terhadap

41
reinfeksi. Pengecualian yang mungkin adalah HCV yang dapat terjadi
reinfeksi.

Kebanyakan kasus hepatitis A agaknya terjadi tanpa ikterus selama


masa kanak-kanak; dan ketika akhir masa dewasa, terdapat resistansi yang
luas terhadap reinfeksi. Namun, studi serologi di Amerika Serikat
menunjukkan bahwa insiden infeksi dapat berkurang akibat perbaikan sanitasi
yang setara dengan peningkatan standar hidup. Diperkirakan bahwa sebanyak
60-90% orang dewasa muda berpenghasilan menengah sampai tinggi di
Amerika Serikat rentan terhadap hepatitis tipe A.

Infeksi HBV oleh subtipe tertentu misal, HBsAg/adw, tampaknya


memberikan kekebalan terhadap subtipe HBsAg lain, mungkin karena adanya
kesamaan spesifisitas grup a. Mekanisme imunopatogenik yang menimbulkan
persistensi virus dan cedera hepatoselular pada hepatitis tipe B masih perlu
dijelaskan. Karena virus tidak bersifat sitopatik, cedera hepatoselular selama
fase akut dipercaya merupakan akibat respons imun pejamu pada hepatosit
yang terinfeksi HBV.

Respons pejamu, imunologi maupun genetik, telah dikemukakan


menyebabkan frekuensi kronisitas HBV pada mereka yang terinfeksi ketika
bayi. Sekitar 95% neonatus yang terinfeksi saat lahir menjadi carrier kronik
virus, sering kali seumur hidup (Tabel 35-6). Risiko berkurang seiring
berjalannya waktu, sehingga risiko pada orang dewasa yang terinfeksi
menjadi pembawa berkurang sampai 10%. Karsinoma hepatoselular paling
mungkin terjadi pada orang dewasa yang mengalami infeksi HBV pada usia
sangat dini dan menjadi carrier. Oleh karena itu, agar vaksinasi mencapai
hasil maksimal untuk melawan kondisi carrier, sirosis, dan hepatoma,
vaksinasi harus dilakukan selama minggu pertama kehidupan.

Respons pejamu terhadap HGV masih sedikit diketahui. Kebanyakan


infeksi akut bersifat asimtomatik atau ringan, dan infeksi kronik biasanya
berkembang lambat dan perlahan-lahan. Respons imun tampaknya

42
berkembang lambat dan relatif lemah. Keadaan ini dapat menjelaskan
kegagalan pejamu untuk mencegah infeksi kronik oleh HCV.

35

43
BAB III

PENUTUP

1 Kesimpulan
Agent bakteri penyebab kelainan saluran pencernaan seperti
Helicobacter pylori, Salmonella typhi, Esheria colli, dan lain-lain, agent ini
dapat sampai merusak saluran pencernaan seperti Helicobacter pylori pada
ulcus duodenal.

Sedangkan agent virus penyebab kelainan pada saluran pencernaan


adalah Sitomegalovirus dan Hepatitis Virus. Hepatitis Virus merupakan
penyakit sistemik yang terutama mengenai hati. Kebanyakan kasus Hepatitis
Virus akut pada anak dan orang dewasa disebabkan oleh salah satu dari agen
berikut: Virus Hepatitis A (HAV), agen penyebab Hepatitis Virus tipe A
(hepatitis infeksius); Virus Hepatitis B (HBV), penyebab Hepatitis Virus B
(hepatitis serum); Virus Hepatitis C (HCV), agen hepatitis C (penyebab
sering hepatitis pascatransfusi); atau Virus Hepatitis E (HEV), agen hepatitis
yang ditularkan secara enterik.

2 Saran

Mempraktekkan ilmu kesehatan yang baik adalah pencegahan terbaik.


Oleh karena itu, pelajarilah lebih dalam mengenai agen bakteri dan virus
penyebab kelainan saluran cerna agar dapat terhindar dari kelainan-kelainan
saluran pencernaan.

44
DAFTAR PUSTAKA

Brook G. F, Butel J.S, Ornston .L.N. 2007. Jawetz, Melnick, Aldelberg


Mikrobiologi Kedokteran Edisi 23. EGC. Jakarta
Baratawidjaja, Kurnan Garna. 2000. Imunologi Dasar ed. 4. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta
Persatuan Ahli Penyakit Dalam Cabang Yogyakarta. 1992. Naskah Lengkap
Symposium Nasional Hepatitis. Fakultas kedokteran UGM. Yogyakarta

Pringgoutomo Sudarto. 2006. Buku Ajar Patologi I (Umum) Edisi 1. Sagung Seto.
Jakarta

45

Anda mungkin juga menyukai