1 Metabolic disease
Hati berperan penting dalam memelihara homeostasis metabolik. Oleh
karena itu tidak mengherankan bahwa perkembangan penyakit hati yang penting
secara klinis disertai dengan bermacam manifestasi metabolisme yang terganggu.
Walau beberapa fungsi lebih peka daripada lainnya, hati sungguh-sungguh
mempunyai kapasitas cadangan, sehingga cedera sel yang minimal atau bahkan;;
mungkin tidak ditunjukkan dengan perubahan metabolik yang dapat diukur.
Namun, berbagai cacat mungkin tampak, tergantung pada sifat dan luas akibat
awal. (Corwin J. 2000)
Fungsi biokimiawi hati yang berperanan penting termasuk (1)
metabolisme intermedia asam amino dan karbohidrat, (2). Sintesis dan degradasi
protein dan glikoprotein, (3) metabolisisme dan degradasi obat dan hormon, dan
(4) regulasi metabolisme lipid dan kolesterol. Kekacauan fungsi ini dibahas
berhubungan kejadiannya dalam berbagai bentuk penyakit hati parenkim.
Perubahan bilirubin, garam empedu, dan metabolisme porfirin dibahas di lain
tempat. (Corwin J. 2000)
Kekacauan metabolik paling jelas pada pasien dengan penyakit hati lanjut,
dan manifestasi tersebut sama tanpa menghiraukan akibat etiologi awal. Terhadap
berbagai tingkat, kelainan yang sama tampak pada pasien dengan hepatitis kronik
yang berat, sirosis mikronoduler dan sirosis pascanekrotik. Karena fungsi hati
yang banyak mungkin dipengaruhi berbagai tingkat pasien perseorangan, tidak
ada uji tunggal yang mengukur semua keadaan fungsi hati secara efektif. (Corwin
J. 2000)
GAMBAR 2.1 Pertukaran karbohidrat-protein antara otot dan hati. Setelah berpuasa
semalaman terdapat pelepasan bersih asam amino oleh otot (terutama alanin dan glutamin). Hal ini
berasal dari transaminasi piruvat, asam amino diturunkan, dan glukosa. Asam amino rantai-cabang
(BCAA) sangat penting sebagai sumber nitrogen untuk sintesis alanin. Alanin digunakan untuk
glukoneogenesis oleh hati, dan urea dibentuk sebagai hasil tambahan. Tempat utama ambilan
glutamin adalah ganjal dan usus, yang secara berurutan digunakan untuk produksi amonia dan
sebagai sumber energi. Pencernaan protein makanan selanjutnya, otot lurik masuk ke dalam fase
anabolik; terdapat pelepasan hati dan ambilan otot dari BCAA makanan yang selektif, penurunan
curah alanin dan glutamin otot, dan penurunan kecepatan glukoneogenesis hati. Protein jaringan
hati juga masuk ke dalam fase anabolik mengikuti pencernaan protein. (Dimodifikasi dengan izin
dari AS Tavill in Wright et al). (Isselbacher. 2000)
GAMBAR 2.2 Faktor utama (langkah 1 sampai 4) yang mempengaruhi kadar amonia
darah. Pada sirosis dengan hipertensi portal, kolateral vena menyebabkan amonia memintasi hati
(langkah 5), menyebabkan masuknya amonia ke dalam sirkulasi sistemik (pintas portal-sistemik).
(Isselbacher. 2000)
Faktor tambahan penting dalam menentukan apakah kadar NH3 yang biasa
dalam darah akan merusak sistem saraf pusat adalah pH darah. Makin sering basa
pH, makin toksik kadar NH3 yang biasa terjadi. Pada 37C, pNH3 adalah 8,9;
angka ini cukup dekat dengan pH darah yang mengalami sedikit perubahan pH
dapat mempengaruhi rasio NH47NH3. Karena NH3 yang tidak berionisasi
melintasi membrana lebih mudah daripada ion NH4+, alkalosis menyokong
masuknya amonia ke dalam otak (dengan perubahan selanjutnya dalam
metabolisme sel) melalui pergeseran keseimbangan reaksi berikut ke kanan
Gambar 2.3 Faktor yang berperan dalam ambilan dan esterifikasi asam lemak menjadi
trigliserida, termasuk pembentukan dan pelepasan trigliserida menjadi Iipoprotein. Tiap nomor
merujuk pada langkah, yang bila berubah dapat meningkatkan trigliserida hati (misalnya,
perlemakan hati). (Isselbacher. 2000)
II.1.7 Kolesterol
Sintesis kolesterol dan garam empedu terutama dikeluarkan oleh hati.
Sintesis kolesterol berlaku untuk sejumlah kontrol metabolik, sebagian besar
diperantarai melalui biosintesis kecepatan-terbatas enzim 3-hidroksi-3-
metilglutaril ko-enzim A reduktase (HMG-CoA reduktase). Kolesterol terdapat
bebas atau bergabung dengan asam lemak dalam bentuk ester kolesterol; dalam
plasma, keduanya terutama ditemukan dalam gabungan dengan /S-lipoprotein.
Plasma dan hati juga mengandung lesitin-kolesterol asiltrasferase (LCAT), enzim
yang terlibat dalam konversi kolesterol bebas menjadi bentuk teresterifikasi.
Karena terdapat pertukaran kolesterol bebas antara jaringan, perubahan kadar
kolesterol plasma menunjukkan perubahan kolesterol total tubuh. Namun,
penurunan ester kolesterol plasma mungkin menunjukkan kerusakan dan
gangguan esterifikasi kolesterol hati. (Isselbacher. 2000)
Cedera hati yang berat sering menyebabkan penurunan kadar kolesterol
serum total, termasuk fraksi bebas maupun teresterifikasi. Hal ini mungkin karena
penurunan sintesis kolesterol dan ester kolesterol, penurunan sintesis apoprotein,
atau keduanya. Pada kolestasis (baik intrahepatik maupun ekstrahepatik),
kolesterol serum total sering meningkat secara mencolok. Penyakit kolestasis
berhubungan dengan kelainan metabolisme Iipoprotein yang nyata. Pada sirosis
empedu primer terdapat peningkatan yang nyata dalam kolesterol bebas dan LDL
serum; sebaliknya HDL serum diturunkan dan mungkin menghilang dari serum
pada pasien dengan penyakit yang sudah berjalan lama. Perubahan yang sama
tetapi kurang nyata tampak pada kondisi kolestasis lainnya. (Isselbacher. 2000)
Peningkatan kolesterol bebas serum (dan fosfolipid) dan penurunan yang
seiringan dalam kolesterol teresterifikasi pada kolestasis mungkin berhubungan
dengan penurunan produksi LCAT hati. Penurunan kadar LCAT juga
berhubungan dengan penampilan LDL yang abnormal, disebut sebagai
Iipoprotein X (LP-X). Walaupun LP-X, yang mempunyai kandungan kolesterol
bebas dan trigliserida . yang tinggi, semula dianggap sebagai indikator obstruksi
saluran empedu yang spesifik, jelas bahwa hal ini tampak pada kondisi kolestasis.
Sementara penurunan produksi LCAT hati mungkin bertanggung jawab terhadap
perubahan kandungan lipid dan komposisi Iipoprotein, faktor yang menyebabkan
peningkatan kolesterol serum total yang menyeluruh adalah tidak jelas. Pada
binatang percobaan, ligasi duktus biliaris mengakibatkan peningkatan netto dalam
sintesis kolesterol hati, dan dalam "regurgitasi" garam empedu, kolesterol, dan
LP-X ke dalam radikal vena. Namun, sulit untuk mewujudkan temuan eksperimen
ini ke pasien dengan sirosis biliaris primer kecuali penurunan sel yang membatasi
kanalikuli dan duktulus biliaris dapat mengganggu keseimbangan sintesis dan
penyingkiran lipid yang sulit. (Isselbacher. 2000)
Perubahan kolesterol dan zat yang:|erkait yang diakibatkan oleh penyakit
hati mungkin menyebabkan perubahan komposisi membran eritrosit yang nyata.
Perubahan dalam komposisi seperti itu menyebabkan perubahan morfologi
dengan perkembangan bentuk sel taji (spur) dan bur (burr). Adanya eritrosit yang
berubah ini biasanya merupakan tanda penyakit hati lanjut yang tidak
menyenangkan. (Isselbacher. 2000)
Sebagian besar kekacauan metabolisme hati yang dibahas di atas hanya
jelas pada pasien dengan penyakit hati yang berat atau yang sudah berjalan lama.
Sebenarnya pada semua kasus, tetapi pada kasus hepatitis virus akut terberat,
fungsi metabolik hati dipertahankan dengan baik, dan pada sebagian besar kasus
hepatitis virus akut ringan sampai sedang, jarang untuk mengamati perubahan
dalam metabolisme karbohidrat, protein, dan lipid yang penting secara klinis.
Namun, pada pasien dengan hepatitis berat atau fulminan, apakah dari virus atau
agen toksik, kekacauan metabolik mungkin sama seperti yang tampak pada
penyakit yang lebih kronik. Sebagai contoh, pada hepatitis fulminan mungkin
terdapat hipoprotrombinemia yang berat dan gangguan koagulasi,
hipoalbuminemia, dan perkembangan asites akut secara relatif, dan juga
hiperamonemia dan ensefalopati. Namun, berbeda dengan pasien sirosis, kelainan
metabolisme karbohidrat lebih cenderung menyebabkan hipoglikemia
dibandingkan hiperglikemia. Hipoglikemia ini tampak menunjukkan penurunan
cadangan glikogen hati yang nyata dan penurunan responsivitas glukagon.
Mungkin terdapat juga asupan oral yang buruk karena nausea dan anoreksia
bersama dengan peningkatan penggunaan glukosa sekunder terhadap
hiperinsulinemia (karena pemintasah portal-sistemik dan penurunan degradasi
insulin). (Isselbacher. 2000)