Anda di halaman 1dari 25

BAB I PENDAHULUAN

VIROLOGI
1.1 Latar Belakang

Virus adalah suatu jasad renik yang berukuran sangat kecil dan hanya dapat dilihat dengan
mikroskop elektron yang menginfeksi sel organisme biologis. Virus hanya dapat
bereproduksi (hidup) didalam sel yang hidup dengan menginvasi dan memanfaatkan sel
tersebut karena virus tidak memiliki perlengkapan seluler untuk bereproduksi sendiri.
Virus merupakan parasit obligat intraseluler. Virus mengandung asam nukleat DNA atau
RNA sajatetapi tidak kombinasi keduanya, dan yang diselubungi oleh bahan pelindung
terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi ketiganya.

Istilah virus biasanya merujuk pada partikel-partikel yang menginfeksi sel-sel eukariota
(organisme multisel dan banyak jenis organisme sel tunggal) dan istilah bakteriofaga atau
faga dipakai untuk virus yang menyerang jenis-jenis sel prokariota (bakteri dan organisme
lain yang tidak berinti sel). Selama siklus replikasi dihasilkan banyak sekali salinan asam
nukleat dan protein selubung virus. Protein-protein selubung tadi dirakit untuk membentuk
kapsid yang membungkus dan menstabilkan asam nukleat virus terhadap lingkungan
ekstra sel serta memfalitasi perlekatan penetrasi virus saat berkontak dengan sel-sel baru
yang rentan. Infeksi virus dapat memiliki efek yang kecil atau bahkan tidak memiliki efek
sama sekali pada sel penjamu tetapi dapat pula menyebabkan kerusakan atau kematian sel.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan Virologi?
2. Bagaimana macam-macam bentuk virus ?
3. Bagaimana sifat virus?
4. Bagaimana partikel dan ukuran virus?
5. Apa susunan kimia virus?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian Virologi.
2. Mengatahui macam-macam bentuk virus.
3. Mengetahui sifat-sifat virus.
4. Mengetahui partikel dan ukuran virus.
5. Mengetahui susunan kimia virus.

1
BAB II PEMBAHASAN
VIROLOGI

2.1. Pengertian Virologi


Virologi berasal dari kata virus dan logos (ilmu). Virologi adalah suatu ilmu yang
mempelajari tentang virus dan penyakit-penyakit yang disebabkannya. Virus adalah
parasit intraseluler obligat yang berukuran antara 20-300 nm, bentuk dan komposisi
kimianya bervariasi, tetapi hanya mengandung RNA atau DNA saja. Partikelnya secara
utuh disebut virion yang terdiri dari capsid yang dapat terbungkus oleh sebuah
glikoprotein atau membran lipid, dan virus resisten terhadap antibiotik. Bentuk virus
berbeda-beda ada yang : bulat, batang polihidris, dan seperti huruf T. Terdapat beberapa
komponen utama penyusun tubuh virus yaitu :

a. Kepala
Virus memiliki kepala berisi DNA atau RNA yang menjadi bahan genetik
kehidupannya. Isi kepala ini dilindungi oleh kapsid, yaitu selubung protein yang
tersusun oleh protein. Bentuk kapsid sangat bergantung pada jenis virusnya. Kapsid
virus bisa berbentuk bulat, polihedral, heliks, atau bentuk lain yang lebih kompleks.
Kapsid tersusun atas banyak kapsomer atau sub-unit protein.
b. Isi Tubuh
Isi tubuh virus atau biasa disebut virionadalah bahan genetik yang berupa salah satu
tipe asam nukleat (DNA atau RNA). Tipe asam nukleat yang dimiliki virus akan
mempengaruhi bentuk tubuh virus. Virus dengan isi tubuh berupa RNA biasanya
berbentuk menyerupai kubus, bulat, atau polihedral, contohnya pada virus-virus
penyebab penyakit polyomyelitis, virus influenza, dan virus radang mulut dan kuku.
c. Ekor
Ekor merupakan bagian dalam struktur tubuh virus yang berfungsi sebagai alat untuk
menempelkan diri pada sel inang. Ekor yang melekat di kepala ini umumnya terdiri
atas beberapa tabung tersumbat yang berisi benang dan serat halus. Adapun pada
virus yang hanya menginveksi sel eukariotik, bagian tubuh ini umumnya tidak
dijumpai.
d. Kapsid
Kapsid adalah lapisan berupa rangkaian kapsomer pada tubuh virus yang berfungsi
sebagai pembungkus DNA atau RNA. Fungsi kapsid ini adalah sebagai pembentuk
tubuh dan pelindung bagi virus dari kondisi lingkungan luar.

2.2. Macam Bentuk Virus


Meski tersusun atas struktur tubuh yang sama, virus ternyata dapat mempunyai bentuk
tubuh yang sangat bervariasi. Sedikitnya ada 5 macam bentuk tubuh virus yang telah

2
berhasil diidentifikasi oleh para ilmuan. Macam-macam bentuk virus tersebut antara lain
oval, bulat, batang, polihedral, dan huruf T. Berikut macam-macam bentuk virus.

a. Bentuk tubuh bulat dimiliki oleh virus-virus penyebab penyakit AIDS, ebola, dan
influenza.
b. Bentuk tubuh oval dimiliki oleh virus penyebab penyakit rabies.
c. Bentuk tubuh batang dimiliki oleh virus TMV (Tobaccao Mosaic Virus).
d. Bentuk tubuh polihidris dimiliki oleh virus Adenovirus penyebab demam.
e. Bentuk tubuh huruf T pada bacteriophage, virus menyerang bakteri E. coli.

Ciri-ciri Virus memiliki RNA atau DNA saja, dapat dikristalkan, memerlukan asam
nukleat untuk bereproduksi, tidak melakukan aktivitas metabolisme karena tidak
memiliki sitoplasma, bersifat aseluler (tidak mempunyai sel), berukuran lebih kecil dari
bakteri, bentuknya bervariasi, hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron. Sampai
saat ini virus diketahui merupakan organisme terkecil dan berdasarkan tropismenya dapat
dibagi dalam tiga golongan besar yaitu virus binatang (virus yang paling banyak
dipelajari), virus tanaman tinggi, dan virus bakteri dan jamur

2.3. Sifat Virus


Adapun sifat-sifat khusus virus menurut Lwoff, Home dan Tournier(1966) adalah :

1. Bahan genetik virus terdiri dari asam ribonukleat (RNA) atau asam deoksiribonukleat
(DNA), akan tetapi bukan gabungan dari kedua jenis asam nukleat tersebut.
2. Struktur virus secara relatif sangat sederhana, yaitu dari pembungkus yang
mengelilingi atau melindungi asam nukleat.
3. Virus mengadakan reproduksi hanya dalam sel hidup yaitu dalam nukleus, sitoplasma
atau di dalam keduanya dan tidak mengadakan kegiatan metabolisme jika berada di
luar sel hidup.
4. Virus tidak membelah diri dengan cara pembelahan biner. Partikel virusbaru dibentuk
dengan suatu proses biosintesis majemuk yang dimulai dengan pemecahan suatu
partikelvirusinfektif menjadi lapisan protein pelindung dan komponen asam nukleat
infektif.
5. Asam nukleat partikel virus yang menginfeksi sel mengambil alih kekuasaan dan
pengawasan sistem enzim hospesnya, sehingga selaras dengan proses sintesis asam
nukleat dan protein virus.
6. Virus yang menginfeksi sel mempergunakan ribosom sel hospes untuk keperluan
metabolismenya.

3
7. Komponen-komponen virus dibentuk secara terpisah dan baru digabung di dalam sel
hospes tidak lama setelah dibebaskan.
8. Selama proses pembebasan, beberapa partikel virus mendapat selubung luar yang
mengandung lipid, protein, dan bahan-bahan lain yang sebagian berasal dari sel
hospes.
9. Partikel virus lengkap disebut Virion dan terdiri dari inti asam nukleat yang
dikelilingi lapisan protein yang bersifat antigenik yang disebut kapsid dengan atau
tanpa selubung di luar kapsid.

2.4. Partikel dan Ukuran Virus


1. Partikel Virus
Kemajuan dalam teknik difraksi sinar X dan mikroskop elektron memungkinkan
untuk melihat perbedaan-perbedaan kecil dalam morfologi dasar virus. Dalam hal ini
dibutuhkan zat warna logam berat sepertiKalium Fosfotungstat untuk mempertegas
struktur permukaan. Logam berat tersebut memasuki partikel virus bagaikan awan
dan menonjolkan struktur permukaan virus melalui pewarnaan negatif. Dengan cara
ini virus dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) tipe berdasarkan penataan sub satuan
morfologinya Yaitu :
a. Yang mempunyai simetri helix, misalnya Paramixovirus dan Orthomyxovirus.
b. Yang mempunyai simetri kubus, misalnya Adenovirus.
c. Yang mempunyai struktur kompleks, misalnya Poxvirus.

2. Ukuran virus
Ukuran yang sangat kecil serta kemampuan untuk melewati saringan kuman adalah
ciri klasik untuk virus, karena beberapa kuman lebih kecil dari virus yang tersebar
maka ciri khas ini sudah tidak berlaku lagi. Ada beberapa cara yang digunakan untuk
menentukan ukuran virus yaitu :
a. Mengunakan Mikroskop Elektron
Pada mikroskop elektron digunakan elektron sebagai pengganti gelombang
cahaya dan lensa elektromagnetiksebagai pengganti lensa-lensa kaca. Berkas
elektron yang diperoleh memiliki gelombang cahaya sehingga benda-benda yang
lebih kecil dari pada gelombang cahaya dapat dilihat. Virus dapat dilihat dalam
sediaan dari ekstrak jaringan dan dalam seksi-seksi sangat tipis sel-sel terinfeksi.
Cara ini banyak digunakan untuk menentukan ukuran partikel.

b. Ultrasedimentasi (Ultrasentrifugasi
Bila partikel-partikel disuspensi dalam cairan, partikel tersebut akan mengendap
pada dasar dengan kecepatan sebanding dengan ukurannya. Dengan
ultrasentifugasi dapat digunakan daya 100.000 kali lebih besar dari gaya berat
untuk menyebabkan partikel-partikel mengendap di dasar tabung (sekitar 80.000-
100.000 putaran/menit). Hubungan antara ukuran dan bentuk partikel dengan
kecepatan mengendapnya memungkinkan penentuan ukuran partikel. Dalam hal
ini struktur fisik sangat mempengaruhi perkiraan ukuran yang diperoleh.

c. Ultrafiltrasi dengan membran kolodion yang diameter pori-porinya


bermacam-macam.
Membran kolodion ini dapat diperoleh dengan pori-pori dalam berbagai ukuran.
Bila bahan virus ini dilewatkan melalui sederet membran dengan ukuran pori
yang diketahui maka ukuran suatu virus dapat diperkirakan dengan menentukan
membran mana yang meloloskan virus dan selaput mana yang menahannya.
4
Ukuran diameter pori rata-rata yang menahan virus (APD = Average Pore
Diameter) dikalikan dengan 0,64 menghasilkan diameter partikel virus. Lolosnya
virus melalui suatu saringan tergantung pada struktur fisik virus tersebut, dengan
demikian hasil yang diperoleh merupakan perkiraan yang sangat mendekati
(Depkes, 1996 )

2.5. Susunan Kimia virus


Kapsid virus terdiri dari unit struktural yang disebut kapsomer, merupakan kumpulan
polipeptida khas virus.Mempunyai simetri yang disebut heliks, ikosahedron (bentuk
bersudut banyak dengan 20 sisi) atau gabungan. Dipergunakan sebagai salah satu
kriteria klasifikasi virus.

1. Protein Virus
Protein struktural virus memiliki beberapa fungsi penting yaitu : melindungi
genom virus, tempat reseptor-reseptor yang perlu bagi virus telanjang untuk
mulai menginfeksi, perangsang pembentukan antibodi dan tempat determinan
antigen yang penting untuk beberapa uji serologis. Manfaat utama protein
tersebut adalah untuk memfasilitasi transfer asam nukleat virus dari satu sel
pejamu ke sel pejamu yang lain. Protein tersebut berfungsi untuk melindungi
genom virus dari inaktifasi oleh nuklease, berpartisipasi dalam perlekatan
partikel virus ke sel yang rentan, dan memberikan simetri struktural bagi partikel
virus.

Protein menentukan karakteristik antigenik suatu virus. Respon imun pejamu


memiliki target berupa determinan antigenik protein atau glikoprotein yang
terekspos pada permukaan partikel virus. Beberapa partikel permukaan dapat
pula memiliki aktitas spesifik, misalnya hemaglutinin virus influenza
mengaglutinasi sel darah merah.

Beberapa virus memiliki enzim (yang merupakan protein) di dalam virion.


Enzim-enzim tersebut terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit mungkin tidak
penting dalam struktur partikel virus, tetapi mereka penting untuk inisiasi siklus
replikasi virus saat virion memasuki sel penjamu. Contoh-contohnya meliputi
polimerase RNA yang dibawa oleh virus dengan genom RNA sense negatif
(misalnya orthomyxovirus dan rhabdovirus) yang diperlukan untuk menjalin
mRNA pertama, dan reserve transcriptase, suatu enzim dalam retrovirus yang
membuat salinan DNA dari RNA virus, suatu langkah penting dalam replikasi
dan trasformasi. Contoh yang ekstrim adalah poxvirus yang bagian intinya
mengandung suatu sistem transkripsi, banyak enzim yang berbeda terdapat
dalam patikel poxvirus(Jawet, 2014).

Protein struktural virus mungkin merupakan molekul-molekul yang sangat


khusus dan dibuat untuk melaksanakan tugas khusus, misalnya:

a. Virus Vaccinia mengandung banyak enzim dalam partikelnya untuk


melaksanakan fungsi tertentu pada awal siklus infeksi.
b. Beberapa virus memiliki protein khusus untuk perlekatan pada sel-sel,
misalnya hemaglutinin virus influenza.

5
2. Asam Nukleat Virus
Virus mengandung satu jenis asam nukleat, DNA atau RNA yang mengatur
informasi genetik yang diperlukan untuk replikasi virus. Genom RNA atau DNA
dapat beruntai tunggal (single stranded) atau beruntai ganda (double stranded)
dan bersegmen atau tidak bersegmen. Jenis asam nukleat, untaiannya dan
ukurannya merupakan ciri-ciri utama yang digunakan utuk menggolongkan virus
kedalam famili-familinya.Bobot molekul genom DNA virus berkisar antara 1,5 x
106 sampai 160 x 106, sedangkan bobot molekul genom RNA virus berkisar
antara 1 x 106 sampai 15 x 106.Semua kelompok utama virus DNA memiliki
genom berupa molekul DNA tunggal dan memiliki konfigurasi linier atau
sirkular.
RNA virus terdapat dalam beberapa bentuk. RNA dapat berupa molekul linear
tunggal (misal, picornavirus). Untuk virus-virus lain (misal, orthomyxovirus),
genom terdiri atas beberapa segmen RNA yang dapat berikatan secara longgar di
dalam virion. RNA saja dari genom sense positif (picornavirus dan togavirus)
bersifat infeksius dan molekulnya berfungsi sebagai mRNA didalam sel yang
terinfeksi. RNA dari virus RNA sense-negatif (rhapdovirus dan orthomyxovirus)
bersifat tidak infeksius.

Pada famili-famili virus tadi, virion memiliki polimerase RNA yang didalam sel
akan menstranskripsi molekul RNA, genom menjadi beberapa molekul RNA
komplementer, dan masing-masing dapat berperan sebagai mRNA. Sekuens dan
komposisi nukleotida tiap asam nukleat virus bersifat khas. Banyak genom virus
yang telah berhasil disekuens. Sekuens dapat memperlihatkan hubungan genetik
antar isolat termasuk hubungan yang tak terduga antara virus-virus yang
sebelumya tidak diperkirakan berkerabat erat. Jumlah gen dalam satu virus dapat
diperkirakan dari bingkai pembacaan terbuka yang diperoleh dari sekuens asam
nukleat.

Asam nukleat virus dapat dikakterisasi berdasarkan kandungan G + C-nya.


Genom virus DNA dapat dianalisis dan dibandingkan dengan menggunakan
endonuklease retriks( enzim yang memutus DNA pada sekuens nukleotida
spesifik). Tiap genom akan menghasilkan pola fragmen DNA yang khas setelah
dipecah oleh enzim tersebut. Dengan menggunakan salinan DNA yang
digandakan secara molekulaer dari RNA, peta retriksi dapat pula diperoleh dari
genom virus RNA. Pemeriksaan PCR dan teknik hibridisasi molekular (DNA ke
DNA , DNA ke RNA, atau RNA ke RNA) memungkinkan dipelajarinya
transkripsi genom virus dalam sel yang terinfeksi serta perbandingan
kekerabatan berbagai virus.

Jenis asam nukleat dapat ditentukan dengan beberapa metode baik dengan
menggunakan partikel virus yang utuh atau dengan asam nukleat bebas. Jenis
asam nukleat dan untaiannya dapat ditentukan di bawah mikroskop Fluoresensi
dengan pewarnaan Acridine Orange (AO).

3. Lipid Virus
Virus memiliki kadungan lipid yang berbeda sebagai bagian dari strukturnya.
Penelitian mikroskopik elektron dari virus Sindbis (virus yang memiliki
pembungkus) telah memperlihatkan suatu struktur usulan dari virion. Virus yang
mengandung lipid demikian bersifat peka terhadap eterdan pelarut organik
lainnya ,gangguan atau kehilangan lipid akan berakibat kehilangan

6
infektivitasnya. Umumnya virus yang tidak mengandung lipid bersifat resisten
terhadap daya kerja eter.

Pada beberapa virus murni, komposisi asam lemak dan fosfolipid berlainan dari
komposisi selaput plasma sel-sel tuan rumah. Namun pada virus-virus yang lain
dapat memiliki komposisi yang sama. Untukkomposisi fosofolipid khusus dari
pembungkus virion ditentukan dengan cara penonjolan virus dalam masa
pematangan. Pada virus Herpes, virus menonjol melalui selaput inti sel tuan
rumah dan komposisi fosfolipid virion murni merupakan lipid selaput inti bagian
dalam.

Beberapa virus yang berbeda memiliki selubung lipid sebagai bagian struktur
mereka. Lipid diperoleh saat nukleokapsid virus “menonjol” keluar membran sel
selama terjadinya pematangan. Pertunasan tersebut hanya terjadi ditempat-
tempat yang membran sel pejamunya telah disisipi protein spesifik virus dan
struktur nukleokapsid.

Komposisi fosfolipid spesifik suatu selubung virion ditentukan oleh jenis


spesifik membran sel yang terlibat dalam proses pertunasan. Sebagai contoh,
herpes virus bertunas menembus membran inti sel pejamu, dan komposisi
fosfolipid virus yang telah dimurnikan setara dengan lipid pada membran inti.
Akuisisi membran yang mengandung lipid merupakan tahap integraldalam
morfogenesis virus pada beberapa kelompok virus.

Virus yang mengandung lipid sensitif terhadap pemberian eter dan pelarut
organik lainnyayang menandakan bahwa kerusakan atau lenyapnya lipid
menyebabkan hilangnya infektifitas virus. Virus yang tidak mengandung lipid
umumnya resisten terhadap eter lawanan dengan lipid dalam membran (Jawet,
2014).

4. Karbohidrat Virus
Pembungkus virus mengandung sejumlah karbohidrat yang berarti, biasanya
dalam glikoprotein. Gula-gula yang ditambahkan pada glikoprotein virus sering
menyerupai sel tuan rumah di mana virus tersebut tumbuh. Dengan demikian
proses ini mungkin ditentukan oleh sel tuan rumah.
Glikoprotein merupakan antigen virus yang penting. Karena posisinya terdapat
pada permukaan luar dari virion maka glikoprotein sering merupakan protein
yang terlibat dalam interaksi virus dengan antibodi yang menetralkannya.

7
Berlawanan dengan lipid dalam membran virus yang berasal dari sel pejamu,
glikoprotein virus disandi oleh virus itu sendiri. Namun gula yang ditambahkan
pada glikoprotein sering kali mencerminkan sel pejamu tempat pertumbuhan
virus.
Glikoperotein permukaan virus yang berselubung yang melekatkan partikel virus
ke sel target melalui interaksi dengan reseptor sel. Mereka juga sering kali
terlibat dalam langkah fusi membran pada infeksi. Glikoprotein juga merupakan
antigen virus yang penting. Akibat posisinya yang berada dipermukaan luar
virion, glikoprotein sering kali terlibat dalam interaksi partikel virus dengan
antibodi penetral( Depkes, 1996)

8
BAB III PENUTUP
VIROLOGI

3.1. Kesimpula
n
1. Virologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang virus dan penyakit-
penyakit yang disebabkannya.
2. Komponen utama penyusun tubuh virus ada 4, yaitu : Kepala, isi tubuh, ekor, dan
kapsid.
3. Macam-macam bentuk virus ada 5, yaitu: Bentuk tubuh bulat, tubuh oval, tubuh
polihidris, tubuh batang, dan tubuh huruf T.
4. Susunan kimia dalam virus ada 5, yaitu: Protein Virus, asam nukleat virus, lipid virus,
dan karbohidrat virus.

9
BAB I PENDAHULUAN
IMUNOGENETIKA

1.1. Latar
Belakang
Imunogenetika merupakan cabang imunologi yang mempelajari analisis genetik terhadap
molekul dari sistim imun. Dahulu, membahas genetika Antibodi dan MHC (Major
Histocompatibility Complex). Sistim imun merupakan gabungan sel, molekul, dan
jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi. Sistim imun diperlukan tubuh
untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang ditimbulkan dari berbagai
bahan atau mikroorganisme dalam lingkungan hidup (Bratawidjaja dan Rengganis,
2010).

System imun adaptif merupakan sistim pertahanan tubuh lapis kedua jika system imun
alamiah tidak mampu mengeliminasi agen penyakit (Rantam, 2003). Jenis sel-sel yang
berperan dalam imun adaptif adalah sel limfosit B sebagai pertahanan humoral dan sel
limfosit T sebagai pertahanan seluler. Sel limfosit B yang aktif karena ada paparan
antigen akan berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma dan memproduksi
antibody. Sel limfosit T akan berkenalan dengan antigen yang dipresentasikan oleh
molekul MHC (Major Histocompatibility Complex).

1.2. Rumusan
Masalah
1. Apa yang dimaksud Imunogenetika?
2. Apa yang dimaksud Imunoglobulin?
3. Bagaimana penyebaran limfosit pada tubuh manusia?
4. Bagaimana pengolahan limfosit T dan limfosit B?
5. Apa peran sel T dalam mengaktifkan limfosit B?
6. Apa peran sel limfosit T?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui pengertian imunogenetika
2. Mengetahui pengertian immunoglobulin
3. Mengetahui cara penyebaran limfosit pada tubuh manusia
4. Mengeathui pengolahan limfosit T dan limfosit B
5. Mengetahui perann sel T dalam mengaktifkan limfosit B
6. Mengetahui peran limfosit T

10
BAB II PEMBAHASAN
IMUNOGENETIKA

2.1. Pengertian Imunogenetika


Imunogenetika merupakan cabang imunologi yang mempelajari analisis genetik terhadap
molekul dari sistim imun. Dahulu, membahas genetika Antibodi dan MHC (Major
Histocompatibility Complex). Saat ini berkembang hingga mempelajari polimorfisme yang
terjadi pada gangguan sistim imun serta dasar dari penyakit lain. Imunogenetika merupakan
suatu konsep pendekatan genetic yang mengendalikan perbedaan reaktivitas/respon imun
dan kerentanan (susceptibility) tubuh terhadap suatu kejadian sakit.

Sistem Imun adalah semua mekanisme yang digunakan badan untuk mempertahankan
keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat di timbulkan berbagai
bahan dalam lingkungan hidup. Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada
organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi
dan membunuh patogen serta sel tumor.

Secara garis besar, sistem imun menurut sel tubuh dibagi menjadi sistem imun humoral dan
sistem imun seluler. Sistem imun humoral terdiri atas antibodi (Imunoglobulin) dan sekret
tubuh (saliva, air mata, serumen, keringat, asam lambung dan pepsin). Sedangkan sistem
imun dalam bentuk seluler berupa makrofag, limfosit, neutrofil beredar di dalam tubuh kita.
Kebanyakan sel limfosit menempati suatu organ yang disebut organ limfoid. Interaksi ini
memiliki fungsi yang sangat penting baik bagi perkembangan limfosit itu sendiri maupun
sebagai titik awal si yang sangat penting baik untuk adaptasi.Pada organ limfoid sekunder
sel-sel n limfosit dijaga untuk tetap hidup dan pada organ limfoid sekunder pula sel-sel
limfosit mengalami adaptasi akibat adanya antigen yang masuk ke dalam tubuh.

2.2. Immunoglobulin
Imunoglobulin (bahasa Inggris: immunoglobulin, Ig) adalah protein yang disekresikan
produk dari sel plasma yang mengikat antigen dan sebagai efektor sistem imun humoral.
Pada sel B, imunoglobulin disebut reseptor sel B atau BCR (B cell receptor).
Molekul immunoglobulin dapat diklarifikasikan menjadi beberapa kelas sesuai dengan
struktur penyusunnya. Immunoglobulin memiliki struktur dasar rangkai peptide yang terdiri
dari dua rantai panjang (heavy chain) dan dua rantai pendek (lights chain, H) ini membagi
immunoglobulin menjadi beberapa kelas. Pada manusia, terdapat 5 kelas immunoglobulin,
yaitu IgG, IgM, IgA, IgD, dan IgE (Roit, 1986). Pada rantai panjang dan pendek masing-
masing terdiri dari bagian variable (V) dan konstan (C), sehingga ada region VH (bagian
variable rantai panjang) dan CL (bagian konstan rantai pendek). Setiap individu dapat
memproduksi setidaknya 1011 antibodi yang beragam (Burmester dan Pezzutto, 2003).
Keragaman ini disebabkan oleh gen-gen yang mengkode bagian rantai panjang pada
immunoglobulin. Pada bagian VH, urutan dan jenis asam amino yang tersusun di dalamnya
berbeda sesuai dengan antigen yang ada, sehingga bagian VH memiliki spesifikasi yang
tinggi (menyatakan spesifitas), sedangkan pada bagian CH, urutan dan jenis asam amino
menyatakan kelas immunoglobulin (Stavenze et al., 2008).

11
Imuinoglobulin yang beragam disentesis sesuai respon imun. Sel limfosit B yang matang
awalnya akan mengekspresikan immunoglobulin permukaan, igM. Imunoglobulin ini bisa
mengalami alih kelas maupun alih subkelas melalui isotope awitching (S) yang berlangsung
selama 7-10 hari. Urutan gen VDJ yang disusun kembali diposisikan berbatasan langsung
dengan gen C lain. Dalam prosesnya, dibutuhkan adjuvant baru untuk menorong alih kelas
yang cepat, salah satunya adalah sitokin (Burmester dan Pezzutto, 2003).

2.3. Penyebaran Limfosit Pada Tubuh Manusia


Limfosit berasal dari sel tunas dari sumsum tulang, dan berdiferensiasi pada organ
limfoid sentral. Organ limfoid sentral dapat berupa timus dan sumsum tulang. Sel T
berdiferensiasi pada timus dan sel B berdiferensiasi pada sumsum tulang. Sel-sel limfosit
bermigrasi dari organ sentral menuju sirkulasi darah dan dibawa menuju organ limfoid
sekunder atau disebut organ limfoid periferal. Yang termasuk organ limfoid sekunder itu
adalah: lymph node, spleen, limfoid mukosa, Payer’s patches, dan appendix. Organ
limfoid periferal merupakan tempat terjadinya aktivasi limfosit oleh antigen. Limfosit
keluar-masuk pembuluh darah dan organ ini sampai menemukan antigen. Pembuluh limfa
menarik cairan ekstraselluler dari jaringan periferal melalui lymph node dan masuk pada
thoracic duct (duktus thoracic), dan mencurahkan cairan yang dibawa itu masuk dalam
vena subclavian kiri. Cairan yang berasal dari ekstraselluler itu disebut lymph, yang
membawa antigen menuju lymph node dan membawa kembali limfosit dari lymph node
menuju ke sirkulasi darah. Jaringan limfoid juga berasosiasi dengan mukosa contohnya
yang terletak sepanjang saruran bronkus pada paru.

2.4. Pengolahan Limfosit T dan Limfosit B

Walaupun semua limfosit tubuh berasal dari sel stem yang membentuk limfosit di
embrio, sel stem ini sendiri tidak mampu membentuk limfosit T teraktifasi atau
antibodi. Sebelum melakukan hal itu, mereka harus dideferensiasi lebih lanjut pada
tempat pengolahan yang tepat didalam timus atau tempat pengolahan sel B. Kelenjar
timus melakukan pengolahan pendahuluan terhadap limfosit T. Setelah
pembentukannya di sumsum tulang, mula-mula bermigrasi ke kelenjar timus. Disini
limfosit T membelah secara cepat dan pada waktu yang bersamaan membentuk
keanekaragaman yang ekstrim untuk bereaksi melawan berbagai antigen yang
spesifik. Artinya, tiap satu limfosit dikelenjar timus membentuk reaktifitas yang
spesifik untuk melawan satu antigen. Kemudian limfosit berikutnya membentuk
spesifisitas melawan antigen yang lain. Hal ini terus berlangsung sampai terdapat
bermacam-macam limfosit timus dengan reaktifitas spesifik untuk melawan jutaan
antigen yang berbeda-beda. Berbagai tipe limfosit T yang diproses ini sekarang
meninggalkan timus dan menyebar ke seluruh tubuh untuk memenuhi jaringan limfoid
di setiap tempat. Timus juga membuat ketentuan bahwa setiap limfosit T yang
meninggalkan timus tidak akan bereaksi terhadap protein atau antigen lain yang
terdapat dijaringan tubuhnya sendiri. Sebaliknya, limfosit T akan dimatikan oleh tubuh
hanya dalam waktu beberapa hari. Timus menyeleksi limfosit T yang akan dilepaskan,
yaitu pertama-tama dengan mencampurkannya dengan semua ‘antigen-sendiri’ yang
spesifik yang berasal dari jaringan tubuhnya sendiri. Jika limfosit T bereaksi, ini akan
dihancurkan dan difagositosis, tetapi yang tidak bereaksi akan dilepaskan, inilah yang
terjadi pada sebanyak 90% sel. Jadi yang akhirnya dilepaskan hanyalah sel-sel yang
bersifat nonreaktif terhadap antigen tubuhnya sendiri. Malahan hanya dapat melawan

12
antigen dari sumber di luar tubuh, seperti dari bakterium, toksin, atau bahkan jaringan
yang ditransplantasikan dariorang lain.

Hati dan sumsum tulang melakukan pengolahan pendahuluan bagi limfosit B. Lebih
sedikit lagi yang diketahui mengenai rincian pengolahan pendahuluan limfosit B
daripada yang diketahui mengenai limfosit T. pada manusia limfosit B diketahui diolah
lebih dulu di hati selama pertengahan kehidupan janin, dan di sumsum tulang selama
masa akhir janin dan setelah lahir. Limfosit B berbeda dengan limfosit T dalam dua hal:
Pertama, berbeda dengan seluruh sel yang membentuk reaktifitas terhadap antigen,
seperti yang terjadi pada limfosit T, maka limfosit B secara aktif mengekresi antibodi
yang merupakan bahan reaktif. Bahan ini berupa molekul protein yang besar yang
mampu berkombinasi dengan dan menghancurkan bahan antigenik. Kedua, limfosit B
bahkan memiliki lebih banyak keanekaragaman dari pada limfosit T, jadi membentuk
banyak sekali sampai berjuta-juta dan bahkan bermiliar-miliar antibodi tipe limfosit B
dengan berbagai reaktifitas yang spesifik. Setelah diolah lebih dulu, limfosit B seperti
juga limfosit T, bermigrasi ke jaringan limfoid diseluruh tubuh dimana mereka
menempati daerah yang sedikit lebih kecil dari pada limfosit T. Terdapat berjuta-juta
limfosit B dan limfosit T yang mampu membentuk antibodi yang sangat spesifik atau
sel T bila dirangsang oleh antigen yang sesuai. Masing-masing limfosit ini hanya
mampu membentuk satu jenis antibodi atau satu jenis sel T dengan satu macam
spesifisitas. Begitu limfosit spesifik diaktifkan oleh antigennya, maka ia akan
berkembang dengan baik membentuk banyak sekali limfosit turunan. Bila limfosit itu
adalah limfosit B, maka turunannya kemudian akan mengekresi antibodi yang
kemudian bersirkulasi diseluruh tubuh. Dan bila limfosit tersebut adalah limfosit T,
maka turunannya adalah sel T yang rentan yang akan dilepaskan kedalam cairan limfe
dan diangkut ke dalam darah, kemudian disirkulasikan ke seluruh cairan jaringan dan
kembali lagi ke dalam limfe, sirkulasi dalam lingkaran ini kadang-kadang terjadi
selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.

2.5. Peran sel T dalam mengaktifkan limposit B.


Kebanyakan antigen mengaktifkan limfosit T dan limfosit B pada saat yang
bersamaan. Beberapa sel T yang terbentuk, disebut sel pembantu. Kemudian
menyekresi bahan khusus (yang secara kolektif disebut limfokim) yang selanjutnya
mengaktifkan limposit B. sesungguhnya tanpa bantuan limfosit T ini, jumlah antibodi
yang dibentuk oleh limfosit B biasanya sedikit.

2.6. Peran sel Limfosit T


Peran sel T dapat dibagi menjadi dua fungsi utama : fungsi regulator dan fungsi
efektor. Fungsi regulator terutama dilakukan oleh salah satu subset sel T, sel T
penolong (CD4). Sel-sel CD4 mengeluarkan molekul yang dikenal dengan nama sitokin
(protein berberat molekul rendah yang disekresikan oleh sel-sel sistem imun) untuk
melaksanakan fungsi regulatornya. Sitokin dari sel CD4 mengendalikan proses imun
seperti pembentukan imunoglobulin oleh sel B, pengaktivan sel T lain dan pengaktifan
makrofag. Fungsi efektor dilakukan oleh sel T sitotoksik (sel CD8). Sel-sel CD8 ini
mampu mematikan sel yang terinfeksi oleh virus, sel tumor dan jaringan transplantasi
dengan menyuntikkan zat kimia yang disebut perforin ke dalam sasaran ”asing”. Baik
sel CD4 dan CD8 menjalani pendidikan timus di kelenjar timus untuk belajar mengenal
fungsi.

13
Sel limfosit T pada umumnya berperan dalam imflamasi, aktifasi makrofag dalam
fagositosis, aktifasi dan proliferasi sel B dalam membentuk antibodi. Sel T juga berperan
dalam pengenalan dan penghancuran sel yang terinfeksi virus.

Sel T memiliki prekursor berupa sel punca hematopoietik yang bermigrasi dari
sumsum tulang menuju kelenjar timus, tempat sel punca tersebut mengalami rekombinasi
VDJ pada rantai-beta pencerapnya, guna membentuk protein TCR yang disebut pre-TCR,
pencerap spesial pada permukaan sel yang disebut pencerap sel T. Huruf "T" pada kata sel
T adalah singkatan dari kata timus yang merupakan organ penting tempat sel T tumbuh
dan menjadi matang. Beberapa jenis sel T telah ditemukan dan diketahui mempunyai
fungsi yang berbeda-beda.

14
BAB III PENUTUP
IMUNOGENETIKA

3.1. Kesimpulan
Imunogenetika merupakan cabang imunologi yang mempelajari analisis genetik terhadap
molekul dari sistim imun. Dahulu, membahas genetika Antibodi dan MHC (Major
Histocompatibility Complex). Saat ini berkembang hingga mempelajari polimorfisme yang
terjadi pada gangguan sistim imun serta dasar dari penyakit lain. Imunogenetika merupakan
suatu konsep pendekatan genetic yang mengendalikan perbedaan reaktivitas/respon imun
dan kerentanan (susceptibility) tubuh terhadap suatu kejadian sakit.

15
BAB I PENDAHULUAN
HIV DAN HEPATITIS

1.1. Latar
Belakang
Virus hepatitis (dalam hal ini, mungkin yang dimaksud ialah hepatitis B dan hepatitis C)
dan virus HIV sama-sama merupakan virus yang menular melalui cairan tubuh. Kedua virus
terutama ditularkan melalui hubungan seks, dari ibu ke anak, pemakaian jarum suntik
bergantian dan tato.

Virus hepatitis B dan C sama-sama sulit diberantas dari tubuh, terutama jika pasien tertular
saat berusia muda. Virus ini menyasar organ hati dan mengakibatkan peradangan secara
menahun pada organ hati. Akibat dari peradangan ialah kerusakan hati, yang berujung pada
sirosis sampai kanker hati.

Virus HIV menyasar sistem kekebalan tubuh; setelah menetap selama lebih kurang 8 tahun,
akan timbul sejumlah gejala terkait penurunan kekebalan tubuh. Gejala ini diberikan nama
AIDS (acquired immunodeficiency syndrome).

Akibat dari infeksi hepatitis dan HIV yang bersamaan ialah merajalelanya infeksi hepatitis
dalam tubuh, yang berarti proses kerusakan hati akan berjalan lebih cepat. Pengobatan perlu
ditujukan pada kedua virus untuk memberikan hasil yang optimal. Sayangnya, karena cara
penularannya yang lebih kurang sama, banyak juga pasien yang memiliki infeksi HIV berikut
infeksi hepatitis sehingga menyulitkan pengobatan. Namun demikian, pengobatan tetap
dianjurkan untuk meningkatkan kualitas hidup pengidap serta memutus rantai penularan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud HIV dan Hepatitis?
2. Apa hubungan antara HIV dan Hepatitis?
3. Bagaimana cara penularan HIV dan Hepatitis?
4. Bagaimana gejala HIV ?
5. Bagaimana gejala Hepatitis?
1.3. Tujuan
7. Mengetahui pengertian HIV dan Hepatitis.
8. Mengetahui hungan antara HIV dan Hepatitis.
9. Mengetahui cara penularan HIV dan Hepatitis.
10. Mengehatui gejala-gejala HIV.
11. Mengetahui gejala-gejala Hepatitis.

16
BAB II PEMBAHASAN
HIV DAN HEPATITIS

2.1. Pengertian HIV dan Hepatitis


Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat disebabkan
oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan kimia.
(Sujono Hadi, 1999). Hepatitis adalah peradangan dari sel-sel liver yang meluas/ menyebar
, hepatitis virus merupakan jenis yang paling dominan. Luka pada organ liver dengan
peradangan bisa berkembang setelah pembukaan untuk sejumlah farmakologi dan bahan
kimia dari inhalasi, ingesti, atau pemberian obat secara parenteral (IV) . Toxin dan Drug
induced Hepatitis merupakan hasil dari pembukaan atau terbukanya hepatotoxin, seperti :
industri toxins, alkohol dan pengobatan yang digunakan dalam terapi medik.
Istilah "Hepatitis" dipakai untuk semua jenis peradangan pada hati (liver). Penyebabnya
dapat berbagai macam, mulai dari virus sampai dengan obat-obatan, termasuk obat
tradisional. Virus hepatitis juga ada beberapa jenis, hepatitis A, hepatitis B, C, D, E, F dan
G. Manifestasi penyakit hepatitis akibat virus bisa akut ( hepatitis A ) dapat pula hepatitis
kronik (hepatitis B,C) dan adapula yang kemudian menjadi kanker hati ( hepatitis B dan C ).
hepatitis  yang biasanya disebabkan oleh obat-obatan, alkohol (hepatitis alkoholik), dan
obesitas serta gangguan metabolisme yang menimbulkan nonalkoholik
steatohepatitis (NASH) disebut Hepatitis Nonvirus.
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus atau jasad renik yang sangat kecil
yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan merusaknya sehingga pada akhirnya
tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun. HIV
merupakan penyebab dasar AIDS.

AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) atau sindrom penurunan kekebalan


yang didapatkan adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul karena rendahnya daya tahan
tubuh. Seseorang yang terinfeksi oleh HIV, maka virus ini akan menyerang sel darah putih.
Selanjutnya akan merusak dinding sel darah putih untuk masuk ke dalam sel dan merusak
bagian yang memegang peranan pada kekebalan tubuh. Sel darah putih yang telah dirusak
tersebut menjadi lemah dan tidak lagi mampu melawan kuman-kuman penyakit. Lambat-laun
sel darah putih yang sehat akan berkurang. Akibatnya, kekebalan tubuh orang tersebut
menjadi menurun dan akhirnya sangat mudah terserang berbagai penyakit. Pada awalnya
penderita HIV positif sering menampakkan gejala sampai bertahun-tahun(5-10 tahun).
Banyak faktor yang mempengaruhi panjang pendeknya masa tanpa gejala ini, namun pada
masa ini penderita dapat menularkan penyakitnya pada orang lain. Sekitar 89% penderita
HIV akan berkembang menjadi AIDS. Semakin lama penderita akan semakin lemah dan
akhirnya akan berakhir dengan kematian, karena saat ini belum ditemukan obat untuk
mencegah atau menyembuhkan HIV/AIDS.

2.2. Hubungan HIV dan Hepatitis

HIV dan Hepatitis merupakan suatu penyakit yang dapat menular. Ada banyak macam
hepatitis, tapi hepatitis yang biasanya berhubungan dengan HIV adalah hepatitis B dan
Hepatitis C. Hepatitis B dan C sama-sama bisa ditularkan melalui hubungan sex dan

17
penggunaan jarum suntik secara bersamaan, seperti penularan untuk virus HIV. Virus
hepatitis B dan C sama-sama sulit diberantas dari tubuh, terutama jika pasien tertular saat
berusia muda. Virus ini menyasar organ hati dan mengakibatkan peradangan secara menahun
pada organ hati. Akibat dari peradangan ialah kerusakan hati, yang berujung pada sirosis
sampai kanker hati.

Akibat dari infeksi hepatitis dan HIV yang bersamaan ialah merajalelanya infeksi hepatitis
dalam tubuh, yang berarti proses kerusakan hati akan berjalan lebih cepat. Pengobatan perlu
ditujukan pada kedua virus untuk memberikan hasil yang optimal. Sayangnya, karena cara
penularannya yang lebih kurang sama, banyak juga pasien yang memiliki infeksi HIV berikut
infeksi hepatitis sehingga menyulitkan pengobatan. Namun demikian, pengobatan tetap
dianjurkan untuk meningkatkan kualitas hidup pengidap serta memutus rantai penularan.

2.3.Cara Penularan

1. Virus Hepatitis yang Ditularkan secara Parenteral dan Seksual

e. Hepatitis B
Hepatitis B adalah virus yang sering dipelajari karena dapat diuji, prevalensi dari
penyakit.Morbiditas dan mortalitas berhubungan dengan penyakit.
Infeksi hepatitis B terdapat diseluruh dunia, menyebabkan 250.000 kematian per tahun.
Sejak 1982, vaksin efektif dari hepatitis B tersedia dan adanya kampanye penurunan
penyakit akan memungkinkan penurunan dampak penyakit ini di masa depan.
Penularan. Daerah dimana penyakit ini endemik ( Kutub, Afrika, Cina, Asia Selatan
dan Amazon ), bentuk penularan yang sering adalah secara perinatal dari ibu terinfeksi
pada bayinya. Di Negara berkembang dengan prevalensi penyakit lebih rendah, rute
utama penularan adalah seksual dan parenteral. Di Amerika Serikat, populasi risiko
tinggi meliputi laki – laki homoseksual, pengguna obat intravena, petugas perawatan
kesehatan dan mereka yang mendapat transfusi darah.
Patofisiologi.Virus harus dapat masuk ke aliran darah dengan inokulasi langsung,
melalui mebran mukosa atau merusak kulit untuk mencapai hati.Di hati, replikasi perlu
inkubasi 6 minggu sampai 6 bulan sebelum penjamu mengalami gejala.Beberapa
infeksi tidak terlihat untukmereka yang mengalami gejala, tingkat kerusakan hati, dan
hubungannya dengan demam yang diikuti ruam, kekuningan, arthritis, nyari perut, dan
mual.Pada kasus yang ekstrem, dapat terjadi kegagalan hati yang diikuti dengan
ensefalopati.Mortalitas dikaitkan dengan keparahan mendekati 50%.
Infeksi primer atau tidak primer tampak secara klinis, sembuh sendiri dalam 1
sampai 2 minggu untuk kebanyakan pasien.Kurang dari 10% kasus, infeksi dapat
menetap selama beberapa dekade.Hepatitis B dipertimbangkan sebagai infeksi kronik
pada saat pasien mengalami infeksi sisa pada akhir 6 bulan.Komplikasi berhubungan
dengan hepatitis kronik dapat menjadi parah, dengan kanker hati, sirosis dan asites
terjadi dalam beberapa tahun sampai dengan puluhan tahun setelah infeksi awal.

18
Diagnosis. Tes serologik untuk hepatitis akan member informasi diagnostik dan
informasi tentang tingkat penularandan kemungkinan tahap penyakit. Tes dilakukan
langsung berhubungan dengan virus dan antibodi yang dihasilkan penjamu dalam
merespons protein tersebut.Virus mempunyai inti dan bagian luar sebagai
pelindung.Protein behubungan dengan bagian antigen inti dan antigen permukaan.Tes
laboratorium untuk antigen inti tidak tersedia, tetapi antigen permukaan sering
menunjukan HBsag, yang dapat didetekasi, dalam beberapa minggu awal
infeksi.Peningkatan titer selama beberapa minggu dan juga terjadi penurunan pada
tingkat yang tidak dapat dideteksi.Adanya HBsag menadakan infeksi saat itu dan
tingkat penularan relative tinggi. Antigen lain yang merupakan bagian dari virus
disebut e antigen( HBeag ). HBeag adalah penanda ketajaman yang sangat sensitive
karena dapat dideteksi dalam perkiraan terdekat pada waktu penyakit klinis dan pada
saat di mana tampak risiko menjadi lebih besar untuk menular.
Vaksin. Vaksin hepatiis B dihasilkan dengan menggunakan antigen hepatitis B untuk
menstimulasi produksi antibodi dan untuk memberikan perlindungan terhadap infeksi,
keamanan, dan keefektifannya mendekati 90% dari vaksinasi. Karena virus hepatitis B
mudah ditularkan dengan jarum suntik di area perawatan kesehatan.Penurunan infeksi
perinatal dan risiko penularan terjadi setelah kelahiran, vaksin hepatitis B diberikan
secara rutin pada bayi setelah lahir. Vaksinasi individual ( yang sebelumnya tidak
terinfeksi ) akan memiliki serologi hepetitis B yang positif hanya pada HBsab. Ini
menjamin kekebalan yang dihasilkan olah vaksin yang dapat dibedakan dari produksi
alami, saat inti antbodi juga ada.
f. Hepatitis C
Sampai saat ini, hepatitis Non- A, Non- B menunjukan gambaran virus hepatitis
yang bukan hepatitis A, B atau agens penyebab lain. Banyak dari hepatitis Non- A,
Non- B ditularkan melalui parenteral. Hal ini sebelumnya tidak diketahui dan virus ini
juga tidak diketahui dan sekarang teridentifikasidan disebut hepatitis C. Kemudian, tes
antibodi untuk memeriksa pasien terhadap agens ini telah tersedia.
Patofisiologi. Hepatitis C sekarang diperkirakan dapat menginfeksi sekitar 150.000
orang per tahun di Amerika Serikat. Hal ini dianggap menjadi penyakit yang ditularkan
hampir selalu melalui transfusi darah. Namun, ada bukti bahwa virus ditularkan melalui
cara perenteral lain ( menggunakan bersama jarun yang terkontaminasi oleh pengguna
obat intravena dan tusukan jarum yang tidak disengaja dan cedera lain pada petugas
kesehatan ). Terdapat bukti lanjut dimana virus ditularkan melalui kontak seksual.
Diagnosis. Tes serologik saat bisa dilakukan untuk mendeteksi virus hepatitis C
dengan antibodi yang diinterpretasi secara terbatas. Banyak pasien yang memiliki
gejala klinik dari virus hepatitis perlu dilakukan tes.

19
Tes fungsi hati digunakan untuk mendapat status hepatitis. Penyakit ini tidak terlalu
dipahami pada saat ini, tapi peningakatan dan biasanya ditemukan penurunan berulang
enzim hati. Dengan informasi ini dan tanda klinis lain, dipercaya bahwa sebanyak
separuh dari semua pasien mengalami infeksi hepatitis C yang berkembang menjadi
infeksi kronik. Hal ini telah menunjukan penyebab utama penyakit hati kronik dan
sirosis di Amerika Serikat.
Penatalaksanaan. Saat ini, tidak diketahui terapi, vaksin atau agens profilaktik pasca
pemajananyang diakui untuk hepatitis C. Petugas perawatan kesehatan harus mengikuti
prinsip kewaspadaan umum untuk meminimalkan risiko penularan karena pekerjaan.
Prinsip ini didasarkan pada pemahaman bahwa populasi yang terinfeksi adalah carrier
penyakit ini. Perhatian terhadap jarum dan kewaspadaan yang tepat harus digunakan
pada semua pasien.
2. Virus HIV

HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan
kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung
HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan
dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum
suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui,
serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

a.  Penularan seksual

Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi
cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau
membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih
beresiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan resiko hubungan seks
anal lebih besar daripada resiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak
berarti tak beresiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif.
Kekerasan seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung
umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang
memudahkan transmisi HIV.

Penyakit menular seksual meningkatkan resiko penularan HIV karena dapat


menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat
kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan
makrofag) pada semen dan sekresi vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-
Sahara, Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali lebih
besar resiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin seperti yang disebabkan
oleh sifilis dan/atau chancroid. Resiko tersebut juga meningkat secara nyata, walaupun
lebih kecil, oleh adanya penyakit menular seksual seperti kencing nanah, infeksi
chlamydia, dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan
makrofag.

Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan
kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi
pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang
tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau

20
sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah
sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV.[36][37] Wanita lebih rentan
terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba
vaginal, dan kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual.[38][39] Orang yang
terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih mematikan.

b. Kontaminasi patogen melalui darah

Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita
hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan
kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh
organisme biologis penyebab penyakit (patogen), tidak hanya merupakan resiko utama
atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum
suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi
hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat Cina, dan Eropa Timur. Resiko terinfeksi
dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan orang yang terinfeksi HIV
diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat
lebih jauh mengurangi resiko itu. Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja
laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur
penularan ini dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik
tubuh. Kewaspadaan universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara
maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi. WHO
memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara ditransmisikan
melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak aman. Oleh sebab itu, Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini,
mendorong negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah
penularan HIV melalui fasilitas kesehatan.

Resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di negara maju.
Di negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan.
Namun demikian, menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses
terhadap darah yang aman dan "antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui
transfusi darah yang terinfeksi".

c)   Penularan masa perinatal

Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa
perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak
ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan adalah
sebesar 25%. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi
antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya
sebesar 1%.[44] Sejumlah faktor dapat memengaruhi resiko infeksi, terutama beban virus
pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi resikonya).
Menyusui meningkatkan resiko penularan sebesar 4%.

2.4. Gejala HIV

Gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki sistem
kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi oleh bakteri, virus,

21
fungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh
yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS.[7] HIV
mempengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga beresiko lebih besar
menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem
kekebalan yang disebut limfoma.

Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik; seperti demam, berkeringat
(terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta
penurunan berat badan.[8][9] Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS,
juga tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis
tempat hidup pasien.

Gejala penularan HIV/AIDS terjadi beberapa hari atau beberapa minggu setelah
terinfeksi HIV, gejala-gejala ini hanya berlangsung beberapa hari atau beberapa minggu
saja, lalu hilang dengan sendirinya. Seseorang mungkin akan menjadi sakit dengan
gejala-gejala seperti flu, yaitu:

a. Demam.
b.  Rasa lemah dan lesu.
c. Sendi-sendi terasa nyeri.
d. Batuk.
e. Nyeri tenggorokan.

Gejala selanjutnya adalah memasuki tahap dimana sudah mulai timbul gejala-gejala yang
mirip dengan gejala-gejala penyakit lain, gejala-gejala diatas ini memang tidak khas,
karena dapat juga terjadi pada penyakit-penyakit lain. Namun gejala-gejala ini
menunjukkan sudah adanya kerusakan pada system kekebalan tubuh yaitu:

a. Demam berkepanjangan
b.  Penurunan berat badan (lebih dari 10 % dalam waktu 3 hari)
c.  Kelemahan tubuh yang mengganggu/menurunkan aktifitas fisik sehari-hari
d.  Pembangkakan kelenjar di leher, lipat paha, dan ketiak
e. Diare atau mencret terus menerus tanpa sebab yang jelas
f. Batuk da sesak nafas lebih dari 1 bulan secara terus menerus
g. Kulit gatal dan bercak-bercak merah kebiruan

Gejala penurunan kekebalan tubuh ditandai dengan mudahnya diserang penyakit lain, dan
disebut infeksi oportunitis. Maksudnya adalah penyakit yang disebabkan baik oleh virus
lain, bakteri, jamur, atau parasite (yang bisa juga hidup dalam tubuh kita), yang bila
system kekebalan tubuh baik kuman ini dapat dikendalikan oleh tubuh. Pada tahap ini
pengidap HIV telah berkembang menjadi penderita AIDS. Pada umumnya penderita
AIDS akan meninggal dunia sekitar 2 tahun setelah gejala AIDS ini uncul. Gejala AIDS
yang timbul adalah :

a. Radang paru
b. Radang saluran pencernaan
c. Radang karena jamur di mulut dan kerongkongan
d. Kanker kulit
e. TBC
f. Gangguan susunan saraf

22
2.5. Gejala Hepatitis
Sebagian pasien Hepatitis bersifat asimptomatis (pasien tidak menyadari gejala apapun).
Namun demikian, gejala umum Hepatitis dapat mencakup salah satu yang berikut ini:
a. Sakit atau rasa tidak nyaman dalam perut.
b. Urin berwarna gelap.
c. Selera makan menurun.
d. Demam.
e. Penyakit kuning (warna kekuningan pada kulit dan mata).
f. Lesu.
g. Mual dan pusing.
h. Edema.
i. Nyeri persendian.
j. Warna tinja pucat.

23
BAB III PENUTUP
HIV DAN HEPATITIS

3.1 Kesimpulan
1. HIV dan Hepatitis merupakan suatu penyakit yang dapat menular. Ada banyak macam
hepatitis, tapi hepatitis yang biasanya berhubungan dengan HIV adalah hepatitis B dan
Hepatitis C. Hepatitis B dan C sama-sama bisa ditularkan melalui hubungan sex dan
penggunaan jarum suntik secara bersamaan, seperti penularan untuk virus HIV. Virus
hepatitis B dan C sama-sama sulit diberantas dari tubuh, terutama jika pasien tertular saat
berusia muda. Virus ini menyasar organ hati dan mengakibatkan peradangan secara
menahun pada organ hati. Akibat dari peradangan ialah kerusakan hati, yang berujung
pada sirosis sampai kanker hati. Akibat dari infeksi hepatitis dan HIV yang bersamaan
ialah merajalelanya infeksi hepatitis dalam tubuh, yang berarti proses kerusakan hati akan
berjalan lebih cepat.
2. HIV dan Hepatitis (hepatitis B dan hepatitis C) dapat ditularkan lewat penggunaan jarum
suntik secara bersamaan dan hubungan sex.

24
DAFTAR PUSTAKA

Thaib, Soeprapti, (1983), Virologi Umum, Bagian Mikrobiologi Fakultas


Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung, Bandung.
Pusdiknakes, (1989), Virologi Umum Buku Pegangan Untuk Sekolah Menengah
Analis Kesehatan, Jakarta.
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, (1993), Buku Ajar
Mikrobiologi Kedokteran, Binarupa Aksara, Jakarta.
Arthur G. dkk, Alih Bahasa E.S, Yulius, (1994), Seri Ringkasan Mikrobiologi
dan Imunologi, Cetakan Pertama, Binarupa Aksara, Jakarta.
DTMH, Soedarto, (1988), Dasar–Dasar Virologi Kedokteran, CV EGC Penerbit
Buku Kedokteran, Jakarta.
Levinson, W and Jawetz, E., (2003): Medical Microbiology & Immunology,
Examination & Board Review, Seventh Edition, Lange-McGraw Hill
Guyton, Arthur C. 1997. Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC

Hartawan, Jerry, 2011, Hubungan Jumlah Limfosit Total dan Limfosit T CD4+ Dengan
Ganggungan Fungsi Kognitif Pada Pasien HIV-AIDS, Universitas Diponegoro, Semarang

Hincliff, Sue. 2000. Kamus Keperawatan Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. akarta: Media Aesculapius.

Price & Wilson. 2005.Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Jakarta: EGC.

Speer, Kathleen M. 2005. Rencana Asuhan keperawatan Pediatrik.Jakarta: EGC.

James & Tim Horn. 2005.hepatitits virus dan HIV. Jakarta: Sprita

25

Anda mungkin juga menyukai