Anda di halaman 1dari 30

KELAINAN DIFERENSIASI DAN PERKEMBANGAN SEKSUAL PRIA

Kriptorkismus
Testis yang tidak turun (kriptorkismus) merupakan kelainan genitalia yang
paling sering dijumpai pada bayi laki-laki yang baru lahir. Keadaan ini terjadi
pada 3% bayi barn lahir. Kelainan ini dapat mengenai satu atau kedua testis.
Kriptorkismus terjadi saat gubernakulum gagal berkembang atau gagal menarik
testis ke dalam skrotum. Aktivitas androgen menyebabkan perkembangan dan
berfungsinya gubernakulum, sehingga adanya disfungsi gubernakulum
menggambarkan adanya kelainan androgen. Insufisiensi aktivitas androgen dapat
disebabkan defek perkembangan di sepanjang aksis hipotalamus-hipofisis-testis
pada janin. Kriptorkismus dalam hal ini dapat disebabkan oleh salah satu dari hal
berikut (i) kegagalan hipotalamus janin untuk merangsang sekresi gonadotropin
pada trimester ketiga (sindrom Kallman dan Prader-Willi, anensefali): (ii)
kegagalan testis mensekresi androgen (disgenesis gonad); (iii) kegagalan konversi
testosteron menjadi dihidrotestosteron pada jaringan target (defisiensi 5(x-
reduktase); atau (iv) tidak adanya reseptor androgen yang berfungsi (sindrom
insensitivitas androgen).
Testis yang mengalami kriptorkismus tetap berada di dalam kanalis
inguinalis (70%), abdomen atau retroperitoneum (25%), atau lokasi ektopik
lainnya (5%). Testis yang tetap berada di dalam abdomen atau kanalis inguinalis
akan terpajan dengan suhu yang lebih tinggi dibandingkan di dalam skrotum dan
akan mengakibatkan tidak terjadinya spermatogenesis. Testis tersebut juga
berisiko untuk mengalami perubahan neoplastik. Terapi medis untuk
kriptorkismus antara lain pemberian hCG atau androgen. Terapi melalui
pembedahan disebut dengan orkidopeksi. Beberapa testis yang kriptorkid tidak
responsif terhadap obat-obatan atau tidak dapat diturunkan ke dalam skrotum
melalui pembedahan. Testis ini biasanya diangkat karena tidak dapat dipantau
dengan baik untuk risiko pertumbuhan neoplasma.
Hernia inguinalis merupakan keadaan yang menyerupai dari
kriptorkismus. Pada keadaan ini terjadi penurunan testis, namun cincin inguinal
tidak menutup dengan sempurna setelah penurunan. Anak laki-laki yang
didiagnosis mengalami hernia inguinalis sebelum usia 15 tahun memiliki risiko
dua kali lipat untuk mengalami kanker testis dibandingkan anak laki-laki pada
populasi umum.

Hipospadia
Kelainan kongenital lain yang sering dijumpai pada bayi laki-laki yang
baru lahir adalah hipospadia. Pada hipospadia, muara meatus uretra terletak pada
permukaan ventral penis dan lebih proksimal dibandingkan lokasi meatus yang
normal. Secara embriologis, hipospadia disebabkan oleh kegagalan penutupan
yang sempurna pada bagian ventral lekuk uretra. Diferensiasi uretra pada penis
bergantung pada androgen dihidrotestosteron (DHT). Oleh karena itu, hipospadia
dapat disebabkan oleh defisiensi produksi testosteron (T), konversi T menjadi
DHT yang tidak adekuat, atau defisiensi lokal pada pengenalan androgen
(kekurangan jumlah atau fungsi reseptor androgen). Terdapat predisposisi genetik
non-Mendelian pada hipospadia. Jika salah saw saudara kandung mengalami
hipospadia, risiko kejadian berulang pada keluarga tersebut adalah 12%. Jika
bapak dan anak laki-lakinya terkena, maka risiko untuk anak laki-laki berikutnva
adalah 25%.
Kriptorkismus terdapat pada 16% anak laki-laki dengan hipospadia. Jika
mengalami kedua kelainan ini, anak mungkin mengalami pseudohermafrodit
(lihat di bawah) dan harus dilakukan pemeriksaan kromosom dan hormon.

Tidak adanya vas deferens bilateral kongenital


Tidak adanya vas deferens bilateral kongenital (congenital bilateral
absence of the vas deferens, CBAVD) merupakan kelainan kongenital yang jarang
dan ditemukan paling sering pada pria dengan fibrosis kistik (cystic fibrosis, CF).
Kelainan ini juga dapat terjadi tanpa gejala klinis CF. Jika hal ini terjadi. biasanya
berhubungan dengan mutasi pada kode gen untuk reseptor transmembran CF (CF
transnzembrane receptor. CFTR). Mekanisme molekular mengenai bagaimana
reseptor transmembran abnormal yang terlibat pada kanal klorida menyebabkan
kegagalan vas deferens untuk berdiferensiasi atau kegagalan resorpsi tidak
diketahui. Adanya CBAVD mengharuskan dilakukannya pemeriksaan genetik
terhadap gen CF.

Pseudohermafroditisme
Individu yang memiliki testis namun memiliki genitalia eksterna dan atau
intema dengan fenotipe wanita disebut sebagai pseudohermafrodit pria. Seks
gonad tidak sesuai dengan fenotipe genitalia. Pseudohermafroditisme pria dapat
disebabkan oleh lingkungan hormonal janin yang tidak sesuai. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh defek biokimia pada aktivitas androgen atau kandungan
kromosom seks yang abnormal. Pseudohermafroditisme merupakan kelainan yang
jarang, namun etiologinya yang multipel memberikan kesempatan untuk
mengetahui lebih jauh mengenai peran steroid pada perkembangan genitalia
manusia. Daftar kelainan biokimia yang telah diketahui menyebabkan
pseudohermafroditisme pria adalah:
 Sindrom insensitivitas androgen.
 Defisiensi 5a-reduktase.
 Defek biosintesis testosteron.
 Hiperplasia adrenal kongenital lipoid (defisiensi protein StAR).
 Defisiensi 3(3-hidroksisteroid dehidrogenase.
 Defisiensi 17a-hidroksilase.
 Defisiensi 17(3-hidroksisteroid dehidrogenase.
 Androgenisasi yang terganggu.
 Defek hormon anti-Mullerii.
GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI LAKI-LAKI

ANATOMI DAN FISIOLOGI


Struktur reproduksi laki-laki terdiri dari penis; testis (jamak, testes) dalam
kantong skrotum; sistem duktus yang terdiri dari epididimis (jamak, epididimidis),
vas deferens (jamak, vasa deferens), duktus ejakulatorius, dan uretra; dan glandula
asesoria yang terdiri dari vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan kelenjar
bulbouretralis (Gbr. 65-1).
Testes bagian dalam terbagi atas lobulus yang terdiri dari tubulus
seminiferus, sel-sel Sertoli, dan sel-sel Leydig (Gbr. 65-2). Produksi sperma, atau
spermatogenesis, terjadi pada tubulus seminiferus. Sel-sel Leydig mensekresi
testosteron. Pada bagian posterior tiap-tiap testis, terdapat duktus melingkar yang
disebut epididimis. Bagian kepalanya berhubungan dengan duktus seminiferus
(duktus untuk aliran keluar) dari testis, dan bagian ekornya terus melanjut ke vas
deferens. Vas deferens adalah duktus ekskretorius testis yang membentang hingga
ke duktus vesikula seminalis, kemudian bergabung membentuk duktus
ejakulatorius. Duktus ejakulatorius selanjutnya bergabung dengan uretra, yang
merupakan saluran keluar bersama, baik untuk sperma maupun kemih. Kelenjar
asesoria juga mempunyai hubungan dengan sistem duktus. Prostat mengelilingi
leher kandung kemih dan uretra bagian atas. Saluransaluran kelenjar bermuara
pada uretra. Kelenjar bulbouretralis (kelenjar Cowper) terletak dekat meatus
uretra. Penis terdiri dari 3 massa jaringan erektil berbentuk silinder memanjang
yang memberi bentuk pada penis. Lapisan dalamnya adalah korpus spongiosum
yang membungkus uretra, dan dua massa paralel di bagian luarnya, yaitu korpus
kavernosum. Ujung distal penis, dikenal sebagai glans, ditutupi oleh prepusium
(kulup). Prepusium dapat dilepas dengan pembedahan (sirkumsisi, sunat).

FUNGSI SISTEM REPRODUKSI LAKI-LAKI


Fungsi primer dari sistem reproduksi laki-laki adalah menghasilkan
spermatozoa dan menempatkan sperma dalam saluran reproduksi perempuan
melalui sanggama. Testes mempunyai fungsi eksokrin dalam spermatogenesis dan
fungsi endrokrin untuk mensekresi hormon-hormon seks yang mengendalikan
perkembangan dan fungsi seksual Semua fungsi dari sistem reproduksi laki-laki
diatas melalui interaksi hormonal yang kompleks.

FUNGSI HORMONAL
Pusat pengendalian hormonal dari sistem reproduksiadalah sumbu
hipotalamus-hipofisis (Gbr. 65-3). Dibawah perigaruh berbagai hal seperti
keturunan, lingkungan, rangsangan kejiwaan, dan kadar hormon yang bersirkulasi,
hipotalamus memproduksi gonadotropic hormone-releasing hormone (GnRH).
Hormon-hormon ini adalah follicle-stimulating hormone-releasing hormone
(FSHRH) dan luteinizing hormone-realising hormone (LHRH). Hormon-hormon
ini dibawa ke hipofisis anterior untuk merangsang sekkresi folidestimulating
hormone (FSH) dan luteinizing-hormone (LH), yang pada pria lebih umum
dikenal ssebagai interstitial cell-stimulating hormone (ICSH). Hormon-hormon
gonadotropin disekresi dalam kadar yang tetap pada pria.
Testosteron mengarahkan dan mengatur ciri-ciri tubuh pria, yaitu,
perkembangan testes daan genitalia pria, desensus testes dari rongga abdomen ke
dalam skrotum selama masa janin, perkembangan ciri seksual primer dan
sekunder, dan spermatatogenesis.
Produksi testosteron oleh sel-sel interstitial Leydig pada pria akan sangat
meningkat pada permulaan pubertas. Awal pubertas ditandai oleh meningkatnya
kadar hormon-hormon ICSH secara nyata, yang mula-mula diproduksi sewaktu
tidur. Kadar yang tinggi pada awal pubertas ini menyebabkan meningkatnya
produksi testosteron oleh testes. Estron dan estradiol juga diproduksi dan berasal
dari konversi testosteron yang dibuat oleh adrenal dan testes, dan dan
androstenedion. Kadar globulin pengikat hormon-hormon seksual akan menurun
selama pubertas, sehingga menyebabkan lebih banyak testosteron bebas dalam
sirkulasi. Pertumbuhan yang pesat terjadi pada setiap sistem organ dalam tubuh
kecuali sistem saraf pusat dan sistem limfatik. Yang paling menonjol adalah
perubahan dalam tinggi, berat badan, serta ciri-ciri seksual sekunder. Puncak dari
pesatnya pertumbuhan terjadi pada usia sekitar 14 tahun. Tingkat kecepatan
pertumbuhan rata-rata pada persentil ke-50 adalah 5 inci dari usia 12 hingga 14,5
tahun dan 3 inci lagi sampai pada usia 16 tahun; puncak pertambahan berat badan
terjadi pada usia 14 tahun dengan separuhnya terjadi pada usia antara 12 dan 16
tahun, dan kebanyakan berupa otot-otot baru.
Ciri-ciri seksual sekunder yang muncul paling awal adalah bertambahnya
ukuran testes dan skrotum, dan kemudian penis. Perkembangan testes .disebabkan
oleh bertambah dan berkembangnya tubulus seminiferus, dan jumlah sel-sel
Leydig dan Sertoli. Perkembangan genitalia untuk mencapai ukuran dan bentuk
dewasa membutuhkan waktu 5 sampai 6 tahun. Ciri-ciri seksual primer kemudian
mencapai kematangan fungsi reproduksinya, namun untuk dapat mencapai ini,
pria harus mampu menghasilkan sperma yang hidup.

Spermatogenesis
Spermatogenesis dimulai sejak pubertas, pada usia sekitar 13 tahun, dan
berlangsung seumur hidup. Selsel benih di tubulus seminiferus, yaitu
spermatogonia, mulai berproliferasi (mitosis). Sebagian dari sel anak tetap
menjadi spermatogonia dan yang lainnya berjalan ke lumen tubulus seminiferus
dan membesar menjadi spermatosit primer. Spermatosit primer akan menjalani
pembelahan miosis sehingga terbentuk dua spermatosit sekunder. Masing-masing
spermatosit sekunder akan menjalani pembelahan miosis yang kedua, yang
menghasilkan dua spermatid. Dengan demikian, satu spermatogonia akan menjadi
empat sperma. Setelah itu, tidak terjadi pembelahan lebih lanjut, dan masing-
masing spermatid akan menjalani proses pematangan dan berdiferensiasi menjadi
sperma yang matang dengan bagian-bagian kepala, leher, badan, dan ekor.
Spermatogenesis berlangsung terus menerus sepanjang kehidupan setelah masa
pubertas. Sperma disimpan di epididimidis dan vasa deferens, dan kesuburannya
dapat bertahan sampai 42 hari. Jika sperma tidak dipancarkan keluar atau tidak
terjadi ejakulasi, diperkirakan spermatozoa akan diserap oleh tubuh. Selama
senggama, sperma akan ditempatkan dalam vagina wanita. Setelah ejakulasi,
sperma paling lama dapat bertahan selama 24 sampai 72 jam dalam suhu tubuh.
Pada suhu yang lebih rendah semen dapat disimpan selama bertahun-tahun.
Fungsi Testikular
Pada embrio, antigen H-Y yang dihasilkan oleh kromosom Y
menyebabkan proses diferensiasi sel-sel Sertoli. Sel-sel ini akan mengatur
distribusi sel-sel benih pada masa perkembangan embrio-janin dan menyekresi
miillerian-inhibiting substance (MIS). MIS menyebabkan regresi dari sistem
duktus mulleri, (yang pada wanita akan berkembang menjadi struktur reproduksi).
Proses pematangan sel-sel Leydig janin dikendalikan oleh kromosom Y, dan
dirangsang oleh ICSH. Sel-sel Leydig ini akan menghasilkan testosteron yang
menyebabkan proses diferensiasi dari vasa deferens dan vesikula seminalis;
metabolit testosteron, yaitu dihidrotestosteron (DHT), menyebabkan proses
diferensiasi dari prostat dan genitalia eksterna.
Selama enam bulan pertama kehidupan, sel-sel Leydig terus menghasilkan
testosteron dalam kadar yang rendah, tetapi kemudian akan regresi menjelang
pubertas. Pada masa pubertas, FSH akan merangsang pertumbuhan tubulus dan
testikular, dan testes akan memulai fungsi pria dewasanya. ICSH akan
merangsang sel-sel Leydig untuk menghasilkan testosteron, DHT, dan estradiol;
FSH akan merangsang sel-sel Sertoli untuk mempengaruhi pembentukan sperma.
FSH dalam kadar yang rendah juga akan memperkuat efek perangsangan ICSH.
Testosteron harus dihasilkan dalam kadar yang cukup supaya proses
spermatogenesis dapat berlangsung dengan sempurna. Dengan demikian, baik
FSH maupun ICSH harus dilepaskan oleh hipofisis anterior agar spermatogenesis
dapat berlangsung. Selanjutnya testosteron, DHT, estradiol dan zat yang disekresi
oleh tubular inhil akan menghambat sekresi ICSH dan FSH oleh hipofissi anterior,
sehingga dengan demikian akan terjadi sistem umpan balik yang mengatur kadar
testosteron dalam sirkulasi darah.

GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI LAKI-LAKI

Hipogonadisme
Hipogonadisme dapat terjadi primer akibat disfungsi sel-sel Leydig, atau sekunder
dari disfungsi unit hipotalamus-hipofisis. Hipogonadisme sekunder kemudian
dibagi lagi menjadi disfungsi hipotalamus dan disfungsi hipofisis. Disfungsi
hipotalamus atau hipofisis akan menyebabkan hipofungsi sel Leydig.
Hipogonadisme pada laki-laki ditandai dengan adanya penurunan
abnormal dari aktivitas fungsional testes. Kelainan ini adalah kelainan yang paling
sering ditemukan dalam klinik. Hormon-hormon androgen, testosteron, dan DHT
sangat penting untuk perkembangan laki-laki, mulai dari embriogenesis sampai
perkembangan selanjutnya pada masa pubertas, dan untuk berfungsinya sistem
reproduksi pada sepanjang kehidupan. Gangguan pada interaksi hormonal yang
kompleks pada tahap mana pun merupakan penyebab dari banyak sindrom dan
kelainan yang memiliki konsekuensi serupa antara lain infertilitas, impotensi, atau
tidak adanya tanda-tanda kelaki-lakian sama sekali (pseudohermafroditisme laki-
laki) (Tabel 65-1). Akibat dari hipogonadisme pada laki-laki berbeda-beda
tergantung dari (1) saat awitan dari defisiensi testosteron (yaitu, selama
embriogenesis, sebelum pubertas, atau setelah pubertas), (2) penyebab utama dari
kelainan (yaitu kelainan testis atau hipotalamus-hipofisis), dan (3) status
fungsional testes (yaitu produksi testosteron rendah yang menyebabkan
terganggunya spermatogenesis, atau produksi testosteron normal dengan
hambatan spermatogenesis saja). Pada banyak kasus, hipogonadisme dapat
diobati, tapi pada beberapa kasus dapat ireversibel.
Penyebab hipogonadisme dapat merupakan kelainan kongenital atau
gangguan perkembangan, gangguan didapat ataupun sistemik. Hipogonadisme
primer akibat kekurangan testosteron menyebabkan peningkatan produksi GnRH
dan hormon-hormon gonadotropin untuk merangsang produksi hormonhormon
androgen oleh testis. Jenis ini disebut sebagai hipogonadisme hipergonadotropik.
Yang termasuk dalam kategori ini adalah sindrom Klinefelter, sindrom
Reifenstein, sindrom Turner pria, sindrom sel-Sertoli-saja, anorkisme, orkitis, dan
gejala sisa iradiasi. Hipogonadisme sekunder akibat kekurangan testosteron
menyebabkan penurunan kadar GnRh dari hipotalamus, atau penurunan kadar
hormon-hormon gonadotropin dari hipofisis. Jenis ini disebut sebagai
hipogonadisme hipogonadotropik. Yang termasuk kategori ini adalah
hipopituitarisme, defisiensi FSH saja, sindrom Kallmann, dan sindrom Prader-
Willi.
Manifestasi Klinis
Tidak ada atau berkurangnya testosteron dalam perkembangan
embrio/janin dengan kromosom XY mengakibatkan terbentuknya genitalia
eksternal pereinpuan atau genitalia eksternal ganda. Pada perkembangan janin
tahap akhir, testis turun dari abdomen ke skrotum atas pengaruh testosteron. Jika
kadar testosteron tidak memadai, maka testis tidak akan turun. Keadaan ini,
kriptorkidisme, berkaitan dengan adanya kemungkinan terjadi penyakit di
kemudian hari. Abnormalitas kadar testosteron pada masa prapubertas dan
pubertas mengakibatkan terlambatnya penutupan epifisis dan proporsi kerangka
eunukoid dengan rentang lengan lebih panjang 2 inci atau lebih dari tinggi badan,
dan jarak dari tumit sampai tulang pubis dua inci atau lebih panjang dari jarak
tulang pubis sampai ke puncak kepala. Selain itu, perubahan-perubahan lain
akibat pengaruh testosteron seperti suara yang dalam; pertumbuhan rambut pubis
dan aksila; pertumbuhan jenggot; testis, penis, dan ukuran prostat; dan
perkembangan bentuk tubuh laki-laki tidak akan terjadi. Hipogonadisme sebelum
pubertas mengakibatkan eunukoidisme. Tidak adanya atau terganggunya fungsi
testis setelah pubertas mengakibatkan hilangnya libido, berkurangnya volume
semen yang diejakulasi, dapat timbul hot flushes dan hilangnya rambut seksual
yang kasar. Pada laki-laki dewasa, testosteron berfungsi mempertahankan
karakteristik seksual laki-laki, akan tetapi hilangnya testosteron biasanya secara
klinis tidak jelas. Namun demikian, testosteron dalam jumlah yang tidak memadai
pada masa dewasa akan mengakibatkan fungsi seksual yang buruk (yaitu, impoter
hilangnya libido); dan kualitas serta kuantitas sperma yang buruk (yaitu,
infertilitas). Hilangnya libido dan impotensi pada sekitar 15% sampai 20% laki-
laki, disebabkan oleh hipogonadisme. Jumlah sperma normal pada laki-laki muda
yang sehat berkisar antara 20 juta sampai 200 juta/ml. Sekitar 6% laki-laki
kelompok usia reproduktif adalah infertil yang didefinisikan berdasarkan jumlah
sperma <20 juta/ml. Pada 90% kasus berkurangnya jumlah sperma adalah akibat
hipogonadisme, yaitu sekitar 80% sampai 90% di antaranya merupakan
oligospermia idiopatik dengan kadar testosteron normal.
Penilaian hipogonadisme
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti dengan memperhatikan
perubahan keadaan hormonal adalah langkah pertama yang penting dalam
penilaian klinis. Penilaian laboratorium dari hipogonadisme meliputi pengambilan
kadar testosteron serum, kadar gonadotropin serum, dan kariotip serta tes
stimulasi dengan klomifen, tes stimulasi GbRH, tes stimulasi hCG, dan analisis
semen untuk kuantitas serta kualitas sperma.
Batasan kadar normal testosteron serum cukup luas (3 sampai 10 ng/ml).
Peningkatan gonadotropin serum menunjukkan adanya penyakit testis;
peningkatan FSH menunjukkan penyakit tubular yang berat dan ireversibel.
Klomifen adalah agonis estrogen nonsteroid yang lemah, yang
merangsang pelepasan gonadotropin. Tes stimulasi klomifen atau stimulasi GnRH
harus dilakukan jika kadar gonadotropin yang rendah akibat rendahnya testosteron
serum. Pada laki-laki dengan kadar testosteron dan gonadotropin yang rendah,
klomifen harus menyebabkan peningkatan ICSH sebesar 50%. Jika ICSH tidak
meningkat, tes stimulasi klomifen menunjukkan adanya insufisiensi hipotalamus-
hipofisis. Tes ini membutuhkan 100 mg klomifen setiap hari selama 7 hari.
Pemberian 100 µg GnRH harus mengakibatkan kadar puncak LH yang
tiga kali lipat dari kontrol dalam 20 menit. Pada disfungsi hipotalamus, respons
tidak akan timbul sampai diberikan beberapa kali injeksi selama beberapa hari.
Respons yang berlebihan menunjukkan penurunan respons umpan balik, sekunder
terhadap kadar testosteron dan estradiol yang rendah.
Jika tidak terdapat ketidakjelasan genitalia laki-laki, dilakukan apusan
selaput lendir bukal untuk mencari adanya badan Barr yang bersifat diagnostik
untuk sindrom Klinefelter. Terkadang perlu dilakukan pemeriksaan kariotip.
Human chorionic gonadotropin (hCG) merangsang pembentukan
testosteron. Tes stimulasi hCG dapat dilakukan untuk menentukan respons sel
Leydig terhadap perubahan produksi testosteron. Peningkatan testosteron serum
sebesar 50% selama 1 sampai 3 hari menunjukkan fungsi yang normal.
Pengobatan hipogonadisme
Tetapi untuk hipogonadisme sepenuhnya bergantung pada penyebab,
diagnosis, patologi yang mendasarinya, dan umur pasien. Defisiensi testosteron
akibat hipogonadisme diatasi dengan terapi sulih androgen. Tujuan dari setiap
terapi adalah untuk mencapai efek fisiologis testosteron yang normal bagi orang
yang bersangkutan. Terapi gonadotropin dan LHRH dipakai untuk merangsang
spermatogenesis dan menimbulkan atau memulihkan fertilitas. Sekali timbul,
spermatogenesis dapat dipertahankan dengan pemberian hCG.

Kriptorkidisme
Pada masa gestasi sekitar 32 minggu, testis turun ke dalam skrotum di
bawah pengaruh testosteron. Kriptorkidisme adalah kegagalan satu atau ke dua
testis untuk turun dari rongga abdomen ke dalam skrotum. Kriptorkidisme
unilateral adalah jenis yang paling sering, terjadi pada 30% bayi praterm, 3%
sampai 4% pada bayi aterm, dan 0,3% sampai 0,4% pada anak usia 1 tahun.
Penurunan spontan setelah usia 1 tahun jarang terjadi. Pada kebanyakan kasus
diakibatkan oleh hipogonadisme atau obstruksi mekanik. Kegagalan testis ektopik
dalam mengikuti penurunan jalur normal dan akan terletak pada tempat yang
abnormal. Letak yang paling sering untuk testis yang ektopik adalah kanalis
inguinalis, perineum, paha, daerah femoral, atau pada pangkal penis.
Testis yang tidak turun biasafiya lebih kecil dari pada normal, tidak
menghasilkan sperma dengan baik, dan rentan terhadap perubahan keganasan.
Pada sebagian kasus testis yang tidak teraba terdapat agenesis testis.
Testis yang tidak turun pada bayi barn lahir dapat turun secara spontan
menjelang usia 1 tahun di bawah pengaruh testosteron yang disekresi oleh testes
neonatus. Terapi yang mungkin adalah pemberian hCG untuk merangsang
produksi testosteron. Jika tidak terjadi penurunan setelah pemberian hCG, testis
diturunkan dengan pembedahan melalui kanalis inguinalis dan dilekatkan dengan
skrotum (orkidopeksi). Intervensi, baik dengan obat-obatan atau pembedahan,
dilakukan sekitar usia 1 hingga 2 tahun.
Terpajan DES
Antara tahun 1946 dan 1971, 2 hingga 3 juta perempuan menggunakan
dietilstilbestrol (DES) antaraminggu kedelapan dan enam belas kehamilan sebagai
pengobatan untuk mencegah terjadinya abortus spontan. Laki-laki (yang paling
muda sekarang adalah berusia pertengahan 30-an) yang dilahirkan dari ibu yang
mendapat DES mempunyai gejala sisa yang berhubungan dengan perkembangan
embriologis selama pemakaian obat tersebut. Kelainan yang dapat dilihat pada
anak laki-laki dan laki-laki dewasa dari ibu pemakai DES selama keharnilannya
adalah stenosis meatus uretra, hipospadia, kista epididimis, varikokel,
meningkatnya insidens kriptorkidisme dan berkurangnya fertilitas. Insidens
karsinoma reproduktif pada laki-laki sebagai akibat pajanan DES in utero atau
apakah mereka berisiko untuk timbulnya masalah setelah mereka dewasa nanti
tidak diketahui.

Hipospadia
Hipospadia terjadi pada 1 dalam 300 kelahiran anak laki-laki dan
merupakan anomali penis yang paling sering. Perkembangan uretra in utero
dimulai sekitar usia 8 minggu dan selesai dalam 15 minggu. Uretra terbentuk dari
penyatuan lipatan uretra sepanjang permukaan ventral penis. Glandula uretra
terbentuk dari kanalisasi funikulus ektoderm yang tumbuh melalui glands untuk
menyatu dengan lipatan uretra yang menyatu. Hipospadia terjadi bila penyatuan di
garis tengah lipatan uretra tidak lengkap sehingga meatus uretra terbuka pada sisi
ventral penis (Gbr. 65-4). Ada berbagai derajat kelainan letak ini seperti pada
glandular (letak meatus yang salah pada glans), korona (pada sulkus korona),
penis (disepanjang batang penis), penoskrotal (pada pertemuan ventral penis dan
skrotum), dan perineal (pada perineum). Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan
menyerupai topi yang menutupi sisi dorsal glans. Pita jaringan fibrosa yang
dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan)
ventral dari penis.
Tidak ada masalah fisik yang berhubungan dengan hipospadia pada bayi
baru lahir atau pada anak-anak remaja. Namun pada orang dewasa, chordee akan
menghalangi hubungan seksual; infertilitas dapat terjadi pada hipospadia
penoskrotal atau perineal; dapat timbul stenosis meatus, menyebabkan kesulitan
dalam mengatur aliran urin; dan Bering terjadi kriptorkidisme.
Penanganan hipospadia dengan chordee adalah dengan pelepasan chordee
dan restrukturisasi lubang meatus melalui pembedahan. Pembedahan harus
dilakukan sebelum usia saat belajar untuk menahan berkemih, yaitu biasanya
sekitar usia 2 tahun. Prepusium dipakai untuk proses rekonstruksi; oleh karena itu
bayi dengan hipospadia tidak boleh disirkumsisi. Chordee dapat juga terjadi tanpa
hipospadia, dan diatasi dengan melepaskan jaringan fibrosa untuk memperbaiki
fungsi dan penampilan penis.

Epispadia
Epispadia adalah suatu anomali kongenital yaitu meatus uretra terletak
pada permukaan dorsal penis (lihat Gbr. 65-4). Insidens epispadia yang lengkap
sekitar 1 dalam 120.000 laki-laki. Keadaan ini biasanya tidak terjadi sendirian,
tetapi juga disertai anomali saluran kemih. Epispadia diklasifikasikan berdasarkan
letak meatus kemih di sepanjang batang penis: glandular (pada glans bagian
dorsa1), penis (antara simfisis pubis dan sulkus koronarius), dan penopubis (pada
pertemuan antara penis dan pubis). Meatus uretra meluas, dan perluasan alur
dorsal dari meatus terletak di bawah glans. Prepusium :
gantung dari sisi ventral penis. Penis pipih da
dan mungkin akan melengkung ke dorsal
adanya chordee. Inkontinensia urine timbal
epispadia penopubis (95%) dan penis (75%)
perkembangan yang salah dari spingter aril
Perbaikan dengan pembedahan dilakukan
memperbaiki inkontinensia, membuang chord
memperluas uretra ke glans. Prepusium dip
dalam proses rekonstruksi; sehingga bayi bar
dengan epispadia tidak boleh disirkumsisi.

Torsio Testis
Testis dapat terputar dalam kantong skrotum(
akibat perkembangan abnormal dari tunika va
dan funikulus spermatikus dalam masaperken
an janin. Insersi abnormal yang tinggi dari
vaginalis pada struktur funikulus akan meng
kan testis dapat bergerak seperti anak gentadi
genta, sehingga testis kurang melekat pada
vaginalis viseralis. Testis yang demikian r
memuntir dan memutar funikulus spermatiku
torsio ini disebut sebagai torsio funikulus spen
intravaginalis (Gbr. 65-5). Insidens tertinggi to
pada remaja dan dewasa muda. Trauma dapa
jadi faktor penyebab pada sekitar 50% pasieA
timbul ketika seseorang sedang tidur karenas
otot kremaster. Kontraksi otot ini karena tes
berputar berlawanan dengan arah jarum jamd

nan berputar searah dengan jarum jam. Aliran


iterhenti, dan terbentuk edema; kedua keadaan
itmenyebabkan iskemia testis.
jala-gejalanya adalah awitan yang mendadak
iyeri skrotum, nyeri abdomen bagian bawah,
dan muntah. Penemuan fisik pada pemerik-
adalah edema skrotalis, eritema, nyeri tekan,
m, hidrokel yang barn terbentuk, dan hilangnya
skremasterika.
adaan ini memerlukan penanganan pembedah-
;era karena iskemia dan nekrosis serta keru-
testis dapat terjadi dalam waktu yang singkat.
umumnya dapat diselamatkan jika pembe-
idilakukan dalam waktu "', jam setelah awitan
.Tingkat penyelamatan menurun 70% setelah 6
ii 12 jam, dan 20% setelah 12 jam. Dalam pem-
an, testis di detorsi (putar balik) dan orkido-
dilakukan pada kedua testes -sebagai tindakan
gahan. Orkidektomi tidak dilakukan kecuali
stis telah rusak seluruhnya.
rsio dari funikulus spermatikus dan testis juga
terjadi pada masa janin atau neonatus di dalam
atau sewaktu persalinan. Perputaran terjadi
funikulus bagian inguinalis di atas insersi
ivaginalis dan dikenal sebagai torsio funikulus
atikus ekstravaginalis (Gbr. 65-5). Torsio ekstra-
alis hanya terjadi pada neonatus; umumnya
rmatik dan seringkali ditemukan sewaktu
iksaan fisik awal pada bayi bare lahir, yaitu
at massa skrotum yang padat disertai daerah
ma biro pada kulit skrotum yang menutupi
tersebut (blue dot sign). Seringkali testis telah
di nekrotik seluruhnya dan orkidektomi dilaku-
ada testis yang nekrotik, dan orkidopeksi
km pada testis kontralateral.

Hidrokel
Hidrokel adalah kumpulan cairan di dalam ruang
;ial di antara kedua lapisan membran tunika
dis. Hidrokel kongenital terjadi akibat adanya
us vaginalis yang menetap (hubungan antara
ig skrotum dan rongga peritoneum), sehingga
peritoneum dapat terkumpul di dalam skro-
fiasanya juga sering ditemukan hernia ingui-
(arena cairan kemudian akan direabsorpsi dan
3 akan menutup, maka tidak diperlukan
an apa-pun. Jika dicurigai atau didiagnosis
at hernia inguinalis dan terdapat usus di-
nya, dilakukan pembedahan untuk mencegah
nya strangulasi usus.

Pada orang dewasa, hidrokel tidak berhubungan dengan rongga


peritoneum; kumpulan cairan terbentuk, sebagai reaksi terhadap infeksi, tumor,
atau trauma, yaitu akibat produksi cairan yang berlebihan oleh testis, maupun
obstruksi aliran limfe atau vena di dalam funikulus spermatikus. Hidrokel yang
kronik biasanya timbul pada pria yang berusia di atas 40 tahun. Cairan yang
terkumpul dan massa yang terbentuk dapat lunak, kistik, atau keras. Tanda-tanda
dan gejala-gejalanya adalah pembesaran skrotum dan perasaan berat; hidrokel
biasanya nyeri ringan kecuali disebabkan oleh infeksi epididimis akut atau torsio
testikular. Diagnosis dibantu dengan transiluminasi (tumor tidak tertransiluminasi)
dan pemeriksaan USG skrotum untuk menggambarkan testis dan menentukan
apakah ada tumor atau tidak.
Tidak selalu diperlukan terapi aktif. Pada orang dewasa, hidrokel keras
yang mengganggu sirkulasi darah atau menyebabkan nyeri harus diterapi.
Hidrokel pada neonatus biasanya akan hilang secara spontan. Prosesus vaginalis
akan menutup, dan cairan diabsorbsi. Jika diperlukan, pada hidrokel yang
berhubungan pada seorang anak, prosesus vaginalis diikat dan cairan didrainase.
Untuk hidrokel yang tidak berhubungan, drainase bedah dilakukan sepanjang ada
indikasi terapi untuk meng atasi sebab-sebab yang mendasarinya.

Varikokel
Varikokel adalah pelebaran abnormal (varises) dari pleksus pampiniformis
vena yang mengalirkan darah ke setiap testis; lebih sering terjadi p1da sisi kiri di
bandingkan sisi kanan. Varikokel pada sisi kanan dapat merupakan tanda obstruksi
yang disebabkan tumor. Varikokel dapat teraba pada 10% laki-laki pada populasi
umum, dan 30% pada laki-laki infertil. Konsentrasi dan pergerakan sperma
menurun secara signifikan sebanyak 65% hingga 75% pada laki-laki dengan
varikokel. Mekanisme yang menghubungkannya dengan infertilitas tidak
diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan peninggian suhu, karena salah satu
dari fungsi pleksus pampiniformis adalah untuk menjaga suhu testes 1 atau 2°F
lebih rendah dari suhu tubuh guna memberikan keadaan yang optimal untuk
produksi sperma.
Biasanya tidak ada gejala yang menyertai varikokel, namun pada beberapa
laki-laki terdapat perasaan berat pada sisi yang terkena dan terasa lunak ketika
dipalpasi dalam pemeriksaan. Pada pemeriksaan fisik terdapat massa yang teraba
sebagai "sekantong cacing" yang teraba ketika pasien dalam posisi berdiri; ketika
pasien berbaring, massa dapat mengosongkan isinya dan tidak teraba.
Perkembangan varikokel yang mendadak pada laki-laki yang lebih tua terkadang
merupakan tanda akhir tumor ginjal. Tekanan dari massa tumor yang
bermetastasis dalam vena ginjal akan mempengaruhi aliran darah dalam vena
spermatika pada sisi sebelah kanan. Dapat terjadi atrofi testikular karena
menurunnya aliran darah. Bedah perbaikan pada varikositas dengan meligasi vena
spermatika interna pada cincin inguinal interna telah dilaporkan dapat
meningkatkan kualitas sperma. Nyeri kronik dapat dikurangi dengan penyangga
skrotum.

Hiperplasia Prostat
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh
penuaan. Tanda klinis -BPH biasanya muncul pada lebih dari 50% laki-laki yang
berusia 50 tahun ke atas. Hiperplasia prostatik adalah pertumbuhan nodul-nodul
fibroadenomatosa majemuk dalam prostat; pertumbuhan tersebut dimulai dari
bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan
kelenjar normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik terutama terdiri dari kelenjar
dengan stroma fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbeda-beda. Prostat
tersebut mengelilingi uretra, dan pembesaran bagian periuretral akan
menyebabkan obstruksi leher kandung kemih dan uretra pars prostatika, yang
mengakibatkan berkurangnya aliran kemih dari kandung kemih. Penyebab BPH
kemungkinan berkaitan dengan penuaan dan disertai dengan perubahan hormon.
Dengan penuaan, kadar testosteron serum menurun, dan kadar estrogen serum
meningkat. Terdapat teori bahwa rasio estrogen/androgen yang lebih tinggi akan
merangsang hiperplasia jaringan prostat.
Tanda dan gejala yang sering terjadi adalah gabungan dari hal-hal berikut
dalam derajat yang' berbeda-beda yaitu sering berkemih, nokturia, urgensi
(kebelet), urgensi dengan inkontinensia, tersendatsendat, mengeluarkan tenaga
untuk mengalirkan kemih, rasa tidak lampias, inkontinensia overflow, dan kemih
yang menetes setelah berkemih. Kandung kemih yang teregang dapat teraba pada
pemeriksaan abdomen, dan tekanan suprapubik pada kandung kemih yang penuh
akan menimbulkan rasa ingin berkemih. Prostat diraba sewaktu pemeriksaan
rektal untuk menilai besarnya kelenjar.
Tes diagnostik yang dipakai termasuk USG abdominal untuk melihat
hidronefrosis atau massa di ginjal dan untuk menghitung volume sisa urine setelah

berkemih dan ukuran prostat. Kistosk.I a untuk menyingkirkan adanya diver


kemih, batu dan tumor. Pengukuran urine dan uretrogram retrograd juga dapa,a
Obstruksi pada leher kandung kemih kan berkurangnya atau tidak adanya. i$' dan
ini memerlukan intervensi untukm~~p keluar urine. Metode yang mungkin adalah'
tomi parsial, reseksi transuretral prostat insisi prostatektomi terbuka, untuk :._
jaringan periuretral hiperplastik; insisi melalui serat otot leher kandung kemih
perbesar jalan keluar urine; dilatasi pros tat untuk memperbesar lumen uretra; ;'
antiandrogen untuk membuat atrofi p 1 baru ini dikembangkan metode pengs i'
bedah yaitu kateter uretra permanen yang. . kan pada uretra pars prostatika.
Sister Urogenital
Dipandang dari sudut fisiologi, sistem urogenital dapat dibagi dalam dua
unsur yang sangat berbeda sifatnya : sistem urinarius dan sistem genitalia. Akan
tetapi, dipandang dari sudut embriologi dan anatomi, kedua sistem ini soling
bertautan. Keduanya berasal dari rigi mesoderm yang sama (mesoderm
intermedia) di sepanjang dinding belakang rongga perut, dan saluran pembuangan
kedua sistem ini pada mulanya bermuara ke rongga yang sama, yaitu kloaka.
Pada perkembangan selanjutnya, tumpang tindih kedua sistem ini terutama
nyata sekali pada pria. Duktus ekskretorius primitif mina-mula berfungsi sebagai
duktw urinarius, tetapi kemudian berubah menjadi duktus genitalis utama. Selain
itu, pads orang dewasa, alat kemih maupun kelamin ini menyalurkan air kemih
dan semen melalui sebuah saluran yang sama, uretra penis.

Sistem urinarius
PEMBENTUKAN UNIT-UNIT EKSKRESI
Pada permulaan minggu ke-4, mesoderm intermedia di daerah servikal
terputus hubungannya dengan somit dan membentuk kelompok-kelompok sel
yang tersusun secara segmental, yang dikenal sebagai nefrotom (Gambar 15-1 dan
15.2). Unit eksresi primitif ini hanya meninggalkan sisa tubulus ekskretorius
(Gambar 15B dan 15.2) dan tidak berfungsi.
Di daerah toraks, lumbal, dan sakral, mesoderm intermedia (a) terputus
hubunga annya dengan rongga selom, (b) sistem segmentalnya menghilang, dan
(c) membentuk dua, tiga, atau bahkan lebih saluran ekskresi pada setiap segmen
(Gambar 15-2). Sebagai akibatnya, mesoderm yang tidak mengalami segmentasi
membentuk korda jaringan nefrogenik. Korda ini menghasilkan tubulus
ekskretorius (ginjal) pada semua sistem ginjal dan membentuk rigi-rigi
longitudinal bilateral, yaitu rigi-rigi urogenital, pada dinding dorsal rongga selom
(Gambar 15-3).

Sistem Ginjal
Pada manusia terbentuk tiga sistem ginjal yang berbeda, agak saling
tumpang tindih, dengan urutan dari kranial ke kaudal selama kehidupan dalam
kandungan: yaitu pronefros, mesonefros, dan metanefros. Yang pertama
rudimenter dan tidak berfungsi; yang kedua mungkin berfungsi dalam waktu yang
pendek dalam masa janin awal; yang ketiga membentuk ginjal tetap.

PRONEFROS
Pada mudigah manusia, prongfros digambarkan oleh 7-10 kelompok sel
padat di daerah leher (Gambar 15.2B)'..:Kelon pok-kelompok yang pertama
membentuk nefrotom vestigium yang menghilang sebelum nefrotom yang di
sebelah kaudalnya terbentuk, dan pada akhir minggu ke-4, semua tanda sistem
pronefros telah menghilang.

MESONEFROS
Mesonefros dan saluran-saluran mesonefros berasal dari mesoderm
intermedia dari segmen dada bagian atas hingga lumbal bagian atas (L3). Pada
perkembangan minggu ke-4, ketika sistem pronefros mengalami regresi, saluran
eksresi mesonefros pertama mulai tampak Saluran-saluran ini memanjang dengan
cepat, membentuk sebuah gelung yang berbentuk huruf S, mendapatkan sebuah
glomerulus pada ujung medialnya (Gambar 15.3A). Di sini, saluran itu
membentuk simpai Bowman. Simpai ini bersama-sama glomerulus memb pouk
korpuskulus mesonefrikus (renalis). Di sebelah lateral, saluran itu bermuara ke
dalam saluran pengumpul memanjang yang dikenal sebagai duktus mesonefros
atau duktus wolff (Gambar 15.2 dan 15.3).
Pada pertengahan bulan ke-2, mesonefros membentuk sebuah organ
berbentuk bulat telur besar di sisi kiri dan kanan garis tengah (Gambar 15.3). Oleh
karena gonad yang sedang berkembang terletak pada sisi medial mesonefros, rigi
yang dibentuk oleh kedua alat tersebut dikenal sebagai rigi urogenital (Gambar
15.3). Sementara saluran-saluran di sebelah kaudal tetap berdiferensiasi, saluran
di seberlah kranial dan glomerulinya memperlihatkan perubahan degeneratif, dan
menjelang akhir bulan ke-2, sebagian besar telah menghilang. Akan tetapi,
beberapa dari saluran kaudal dan saluran mesonefros tetap ada pada pria dan ikut
membentuk sistem kelamin, tetapi menghilang pada wanita (lihat Sistem
Genitalia).
METANEFROS ATAU GINJAL TETAP
Alat kemih ketiga, yaitu metanefros atau ginjal tetap, tampak pada minggu
ke-5. Satuan-satuan ekskresinya berkembang dari mesoderm metanefros (Gam bar
15.4) dengan cara yang sama seperti pada sistem mesonefros. Akan tetapi
perkembangan sistem salurannya, berbeda dari sistem ginjal lainnya.

Sistem Pengumpul
Saluran-saluran pengumpul ginjal permanen berkembang dari tunas ureter,
suatu tonjol saluran mesonefros di dekat muaranya ke kloaka (Gambar 15.3 dan
15.4). Tunas ureter ini menembus jaringan metanefros, yang menutup ujung
distalnya sebagai topi (Gambar 15.4). Selanjutnya, tunas ini
melebarmembentukpiala ginjal (pelvis renalis) primitif, dan terbagi menjadi
bagian kranial dan kaudal, yang kelak akan menjadi kalises mayores (Gambar
15.5, A dan B).
Sambil menembus lebih jauh ke dalam jaringan metanefros, tiap- tiap
kaliks membentuk dua tunas baru. Tunas-tunas yang baru terbentuk ini masing-
masing terus membelah lagi hingga terbentuk 12 generasi saluran atau lebih
(Gambar 15.5). Sementara itu, di bagian tepi, terbentuk lebih banyak saluran
hingga akhir bulan ke-5. Saluran generasi kedua membesar dan menyerap masuk
saluran generasi ketiga dan keempat, sehingga terbentuklah kalises minor piala
ginjal. Pada perkembangan selanjutnya, saluran pengumpul generasi ke-5 dan
seterusnya sangat memanjang dan menyebardari kaliks minor, sehingga
membentuk piramida ginjal (Gambar 15.5D). Dengan demikian, tunas ureter
membentuk ureter, piala ginjal, kalises mayor dan minor, dan kurang lebih satu
hingga tiga juta saluran pengumpul.

Sistem Ekskresi
Tiap-tiap saluran yang bare terbentuk, di bagian ujungnya ditutupi oleh
topi jaringan metanefrik (Gambar 15.6A). Di bawah pengaruh induktif tubulus ini,
sel-sel topi jaringan ini membentuk gelembung-gelembung kecil, yaitu vesikel
renalis, yang selanjutnya akan membentuk saluran-saluran kecil (Gambar 15.6, B
dan C). Saluransaluran ini, bersama dengan berkas-berkas kapiler yang dikenal
sebagai glomeruli, membentuk nefron atau satuan ekskresi. Ujung proksimal
masing-masing nefron membentuk simpai Bowman, yang di dalamnya berisi
glomerulus (Gambar 15.6, C dan D). Ujung distalnya membentuk hubungan
terbuka dengan salah satu saluran pengumpul, sehingga terbentuklah jalan
penghubung dari glomerulus ke satuan pengumpul. Pemanjangan saluran ekskresi
yang berlangsung terus mengakibatkan pembentukan tubulus kontortus proksimal,
ansa Henle, dan tubulus kontortus distal (Gambar 15.6, E dan F). Oleh karena itu,
ginjal berkembang dari dua sumber yang berbeda: (a) mesoderm metanefros, yang
membentuk satuan ekskresi dan (b) tunas ureter, yang membentuk sistem
pengumpul.
Pada saat lahir, ginjal berlobulasi. Selama masa anak-anak, gambaran
lobulasi ini menghilang karena pertumbuhan nefron Iebih lanjut. Akan tetapi,
jumlahnya tidak bertambah.

POSISI GINJAL
Ginjal, yang semula terletak di daerah panggul, kemudian bergeser ke
kedudukan lebih kranial di rongga perut. Naiknya ginjal disebabkan oleh
kurangnya kelengkunn gan tubuh maupun pertumbuhan tubuh di daerah lumbal
dan sakral (Gambar 15.9). Di panggul, metanefros menerima aliran darah dari
sebuah cabang panggul dari aorta Dalam perjalanan naik ke rongga perut ini,
ginjal diperdarahi oleh pembuluh-pembuluh nadi yang berasal dari aorta yang
letaknya semakin meninggi. Pembuluh-pembuluh yang lebih rendah.biasanya
akan berdegenerasi.

FUNGSI GINJAL
Metanefros atau ginjal tetap baru berfungsi pada akhir trimester pertama.
Air kemih mengalir ke rongga amnion dan bercampur dengan cairan amnion.
Cairan ini ditelan oleh janin dan memasuki saluran pencernaan, untuk diserap ke
dalam aliran darah dan berjalan melewati ginjal untuk kembali diekskresi ke
dalam cairan amnion. Selama masa janin, ginjal tidak berfungsi untuk ekskresi
bahan- bahan sisa, karena plasenta menjalankan fungsi ini.
KANDUNG KEMIH DAN URETRA
Selama perkembangan minggu ke-4 hingga ke-7, septum urorektal
membagi kloaka menjadi saluran anorektal dan sinus urogenitalis (Gambar 15.11).
Selaput kloaka sendiri kemudian terbagi menjadi membrana urogenitalis di
anterior dan membrana analis di posterior (Gambar 15.11C). Tiga bagian sinus
urogenitalis primitif tersebut dapat dibedakan :
a. Bagian atas yang paling besar adalah kandung.kemih (Gambar 15.12A). Mula-
mula, kandung kemih berhubungan langsung dengan allantois, tetapi setelah
rongga allantois menutup, akan tersisa suatu korda fibrosa yang tebal, yaitu
urakus, dan korda fibrosa ini menghubungfan puncak kandung kemih dengan
umbilikus (Gambar 15.12B). Pada orang dewasa, ligamentum ini dikenal
sebagai ligamentum umbilikalis medial.
b. Bagian selanjutnva berupa sebuah saluran yang agak sempit, yaitu sinus
urogenitalis bag,, n panggul, yang pada prig membentuk uretra pars pros.
tatika dan pars n mbranosa.
c. Bagian terakhir adalah sinus urogenitalis tetap, yang juga dikenal sebagai
sinus urogenitalis bagian penis. Bagian ini sangat memipih ke samping dan
terpisah dari dunia luar oleh membrana urogenitalis (Gambar
15.12A)."(Perkembangam sinus urogenitalis tetap sangat berbeda pada kedua
jenis kelamin; lihat Sisters Genitalia.)
Selama pembagian kloaka, bagian kaudal duktus mesonefros berangsur-
angsur diserap ke dalam dinding kandung kemih (Gambar 15.13). Akibatnya,
ureter, yang tadinva rierupakan tonjolan keluar dari saluran mesonefros. rnasuk ke
kandung kemih scs.cara tersendiri (Gambar 15.13B). Sebagai akibat naiknya
ginjal, muara ureter bergerak lebih ke kranial lagi, duktus mesonefros bergerak
saling mendekati untuk masuk ke urethra pars prostatika dan pada pria menjadi
duktus ejakulatorius (Gambar 15.13, C dan D). Karena duktus mesonefros
maupun ureter berasal dari mesoderm, selaput lendir kandung kemih yang
dibentuk oleh gabungan dari kedua sauran ini (trigonum kandung kemih) berasal
dari mesoderm. Dalam perkembangan selanjutnya, lapisan mesoderm pada
segitiga tadi diganti oleh epitel endoderm, sehingga akhirnya seluruh permukaan
dalam kandung kemih dilapisi oleh epitel yang berasal dari endoderin.
Uretra
Epitel uretra pria dan wanita berasal dari endoderm, sedangkan jaringan
penyambung-dan jaringan otot polos di sekitarnya berasal dari mesoderm
splangnik. Pada akhir bulan ke-3, epitel uretra pars prostatika mulai berproliferasi
dan membentuk sejumlah tonjol keluar yang menembus mesenkim di sekitarnya.
Pada pria, tunas-tunas ini membentuk kelenjar prostat (Gambar 15.12B). Pada
wanita, bagian kranial uretra membentuk kelenjar uretra dan kelenjar parauretra.

Sistem Genitalis
Diferensiasi seksual merupakan suatu proses kompleks yang melibatk4n
banyak gen, termasuk beberapa gen autosom. Kunci untuk dimorfisme seksuj
adalah kromosom-Y, yang mengandung gen faktor penentn-testis (TDF) pada
daerah penentu-seks (SRY). Ada atau tidak adanya faktor ini mempunyai efek
langsung pada dferensiasi gonad dan jugs bekerja sebagai sebuah tombol untuk
mengawali rentetan banyak "rangkaian" gen dari kromosom Y yang menentukan
nasib organ-organ seksual rudimenter. Kalau faktor ini ada, akan terjadi
perkembangan laki-laki; kalau tidak ada, akan terjadi perkembangan perempuan.

GONAD
Sekalipun jenis kelamin mudigah ditentukan secara genetik pada saat
pembuahan, gonad tidak memperoleh ciri-ciri bentuk pria atau wanita hingga
perkembangan minggu ketujuh.
Gonad mula-mula tampak sebagai sepasang rigi yang memanjang, rigi
gonad. (Gambar 15.16), dan dibentuk oleh proliferasi epitel selom.dan pemadatan
mesenkim di bawahnya. Sel-sel benih tidak tampak pada rigi kelamin hingga
perkernbangan minggu ke-6.
Pada mudigah manusia, sel-sel benih primordial tampak pada tingkat
perkem. bangan yang dini di antara sel endoderm di dinding kantung kuning telur
di dekat allantois (Gambar 15.17A). Sel-sel benih ini berpindah dengan gerakan
menyerupai amuba sepanjang mesenterium dorsal usus belakang (Gambar 15.17,
B dan C), dan sampai di gonad primitif pada perkembangan minggu ke-6. Apabila
mereka gagal mencapai rigi-rigi tersebut, gonad tidak berkembang. Karena itu,
sel-sel benih primordial tersebut mempunyai pengaruh induktif terhadap
perkembangan gonad menjadi ovarium atau testis.

Gonad Indiferen
Segera sebelum dan selama datangnya sel-sel benih primordial, epitel
selom rigi kelamin berproliferasi, dan sel-sel epitel menembus mesenkim di
bawahnya. Di sini sel epitel tersebut membentuk sejumlah korda yang bentuknya
tidak beraturan, korda kelamin primitif (Gambar 15. 18). Pada mudigah pria dan
wanita, korda ini berhubungan dengan epitel permukaan, dan kita tidak mungkin
rpembedakan antara gonad pria dan wanita. Oleh karena itu, gonad ini dikenal
sebagai gonad indiferen.

Testis
Apabila mudigah secara genetik bersifat pria, sel-sel benih primordial
membawa sebuah gabungan kromosom seks XY. Di bawah pengaruh kromosom
Y, yang menyandikan faktor penentu-testis, korda kelamin.primitif terus-menerus
berproliferasi dan menembus jauh ke dalam medulla untuk membentuk korda
testis atau korda medulla (Tabel 15.1) (Gambar 15.19A). Ke arah hilus kelenjar,
korda ini terpecah-pecah menjadi jala jala sel yang halus, yang kelak membentuk
tubulus-tubulus rete testis (Gambar 15.19, A dan B).
Pada perkembangan selanjutriya, korda testis kehilangan hubungan dengan
epitel permukaan. Kemudian mereka dipisahkan dari epitel permukaan oleh
selapisan jaringan ikat fibrosa padat, yaitu tunika albuginea, suatu gambaran khas
testis (Gambar 15.19).
Dalam bulan ke-4, korda testis menjadi berbentuk seperti tapal-kuda, dan
ujungujungnya bersambungan dengan ujung rete testis (Gambar 15.19B).
Sekarang korda testis tersusun dari sel-sel benih primordial dan sel-sel
sustentakular sertoli yang berasal dari epitel permukaan kelenjar (Gambar 1.17).
Sel interstisial Leydig berkembang dari mesenkim asli rigi kelamin. Sel-sel ini
terletak di antara korda testis dan mulai berkembang segera setelah mulainya
diferensiasi korda ini. Pada kehamilan minggu ke-8, produksi testosteron oleh sel
Leydig sudah mulai, dan testis sekarang mampu mempengaruhi diferensiasi
seksual duktus genitalia dan organ kelamin luar.
Korda testis tetap padat hingga masa pubertas, pada saat korda ini menjadi
be. rongga, sehingga terbentuklah tubulus seminiferus. Setelah tubulus semi
niferus mem. punyai saluran, tubulus ini bersambungan dengan tubulus rete testis,
yang selanjutnya hermuara ke duktuli efferentes. Duktuli efferentes ini merupakan
bagian salurai ekskresi sistem mesonefros yang tersisa. Fungsinya adalah sebagai
penghubung antara rete testis dengan saluran mesonefros atau saluran Wolff, yang
dikenal sebagai duktus deferens (Gambar 15.19B).

DUKTUS GENITALIA
Tahap Indiferen
Mula-mula, baik mudigah pria maupun wanita mempunyai dua pasang
duktus genitalis: duktus mesonefros, dan duktus paramesonefros. Duktus
parainesonefros muncul sebagai suatu invaginasi memanjang epitel selom pada
permukaan anterolateral rigi urogenital (Gambar 15.21). Di sebelah kranial,
saluran ini bermuara ke dalam rongga selom dengan struktur menyerupai corong.
Di sebelah kaudal, saluran berjalan di sebelah lateral saluran mesonefros, tetapi
kemudian menyilang di sebelah ventralnya untuk tumbuh ke arah kat domedial
(Gambar 15.21). Di garis tengah, saluran paramesonefros ini berhubung erat
dengan saluran paramesonefros dari sisi seberang. Kedua saluran tersebut pada
mulanya dipisahkan oleh sebuah sekat tetapi kemudian bersatu membentuk
kanalis uterus (Gambar 15.24A). Ujung kaudal saluran yang telah bersatu tersebut
inenonjol ke dalam dinding posterior sinus urogenitalia, sehingga menyebabkan
penonjolan kecil, yaitu tuberkulum paramesonefrikum atau tuberkulum Mulled
(Gambar I5.24A). Duktus mesonefros bermuara ke dalam sinus urogenitalis pada
kedua sisi tuberkulum mulleri.

DIFERENSIASI SISTEM SALURAN


Perkembangan sistem duktus genitalis dan genitalia eksterna berlangsung
di bawah pengaruh hormon yang beredar dalam darah janin selama kehidupan
intrauterin. Juga, sel sertoli di dalam testis janin menghasilkan suatu zat non-
steroid yang dikenal sebagai Substansi penghambat Miiilleri (SPM) atau hormon
antiimiilleri (HAM) yang menyebabkan regresi duktus paramesonefros. Selain zat
penghambat ini, testis juga menghasilkan testosteron (androgen utama yang
dihasilkan oleh testis), yang memasuki sel-sel jaringan sasaran. Di sini, hormon
ini dikonversi menjadi dihidrotes. tosteron. Testosteron dan dihidrotestosteron
berikatan dengan suatu protein reseptor spesifik intrasel yang mempunyai afinitas
tinggi, dan akhirnya kompleks hormonreseptor ini berikatan dengan DNA untuk
mengatur transkripsi gen-gen yang spesifikjaringan dan produk-produk proteinnya
(Gambar 15.22). Kompleks testosteron-reseptor menjadi mediator virilisasi duktus
mesonefros, sementara kompleks dihidrotestosteron-reseptor mengatur
diferensiasi genitalia eksterna pria (Tabel 15.2).
Pada wanita, tidak dihasilkan SPM, datvkarena tidak ada zat ini, sistem
saluran paramesonefros dipertahankan dan berket'nbang menjadi tuba uterina dan
rahim. Faktor-faktor pengendali untuk proses ini tidak jelas, tetapi bisa melibatkan
estrogen yang dihasilkan oleh sistem ibu, plasenta, dan ovarium janin. Oleh
karena zat perangsang pria tidak ada, sistem duktus mesonefros mengalami
regresi. Kalau tidak ada androgen, genitalia eksterna indiferen dirangsang oleh
estrogen dan berdiferensiasi menjadi labia mayora, labia minora, klitoris, dan
sebagian vagina (Tabel 15.2).

Duktus Genitalia pada Pria


Ketika mesonefros mengalami regresi, beberapa saluran ekskresi, yaitu
tubulus epigenitalis, membuat hubungan dengan korda rete testis dan akhirnya
membentuk duktus eferen testis (gambar 15.23). Saluran ekskresi di sepanjang
kutub kaudal testis, yaitu tubulus paragenitalis, tidak bersatu dengan korda rete
testis (Gambar 15.23B). Sisa-sisa saluran ini keseluruhannya dikenal sebagai
paradidimis.
Duktus mesonefros tetap dipertahankan kecuali pada bagian paling kranial,
yaitu appendiks epididimis, dan membentuk duktus genitalia utama (Gambar
15.23). Tepat di bawah muara duktus eferen, duktus mesonefros ini memanjang
dan sangat berkelokkelok, dengan demikian membentuk (duktus) epididimis. Dari
ekor epididimis hingga ke tonjol-tonjol vesikula seminalis, duktus mesonefros
mendapatkan lapisan otot pembungkus yang tebal dan dikenal sebagai duktus
deferent t aerah duktus yang diluar vesikula seminalis dikenal sebagai duktus
ejakulatorius. Duktus para-mesonefros pada pria berdegenerasi kecuali sebagian
kecil ujung kranialnya, yaitu appendiks testis.

GENITALIA EKSTERNA

Tahap Indiferen
Dalam perkembangan minggu ke-3, se!-sel mesenkim _yang berasal dari
daerah alur primitif bermigrasi ke sekitar membrana kloakalis untuk membentuk
sepasang lipatan yang agak menonjol, yaitu lipatan kloaka (Gambar 15.29A). Di
sebelah kranial membrana kloakalis, lipatan ini bergabung membentuk
tuberkulum genital. Pada minggu ke-6, membrana kloakalis dibagi lagi menjadi
membrana urogenitalis dan membrana analis. Lipatan kloaka juga dibagi lagi
menjadi lipatan uretra di sebelah anterior, dan lipatan anus di sebelah posterior
(Gambar 15.26 B).
Serentak dengan itu, sepasang tonjolan lain, tonjol genitalia, mulai tampak
di kedua sisi lipatan uretra. Pada pria tonjolan genitalis ini kelak membentuk
tonjol skrotum (Gambar 15.30A), dan pada wanita menjadi labia mayora (Gambar
15.33B). Akan tetapi, pada akhir minggu ke-6, sulit membedakan kedua jenis
kelamin tersebut (Gambar 15.29C).

Genitalia Eksterna pada Pria


Perkembangan genitalia eksterna pria berada di bawah pengaruh hormon
androgen yang disekresi oleh testis janin dan ditandai oleh cepat memanjangnya
tuberkulum genital yang kini dinamakan phallus (penis) (Gambar 15.30B dan
15.31A). Bersama dengan pemajangan ini, phallus menarik lipatan uretra ke
depan sehingga membentuk dinding lateral sulkus uretra. Sulkus ini terbentang
sepanjang permukaan kaudal penis tetapi tidak mencapai bagian paling distal,
yang dikenal sebagai glans. Lapisan epitel yang melapisi sulkus ini berasal dari
endoderm dan membentuk lempeng uretra (Gambar 15.30B).
Pada akhir bulan ke-3, kedua lipatan uretra menutup di atas lempeng
uretra, sehingga membentuk uretra pars kavernosa (Gambar 15.30B dan 15.31 A).
Saluran ini tidak berjalan hingga ke ujung penis. Bagian uretra yang paling distal
ini dibentuk pada bulan ke-4 ketika sel-sel ektoderm dari ujung glans menembus
masuk ke dalam dan membentuk sebuah korda epitel yang pendek. Korda ini
kemudian memperoleh rongga, sehingga membentuk orifisium uretra eksternum
(Gambar 15.30C).
Tonjol-tonjol kelamin pada pria yang dikenal sebagai tonjol skrotum mula-
mula terletak di daerah.inguinal. Pada perkembangan selanjutnya, tonjol ini
bergerak ke kaudal, dan tiap-tiap tonjolan lalu membentuk setengah skrotum.
Kedua belahan skrotum dipisahkan satu sama lain oleh sekat skrotum (Gambar
15.30D dan 15.31A).

DESENSUS TESTIS
Menjelang akhir bulan ke-2, testis dan mesonefros dilekatkan pada dinding
belakang perut melalui mesenterium urogenital (Gambar 15.3A). Dengan
terjadinya degenerasi mesonefros, pita pelekat tersebut berguna sebagai
mesenterium untuk gonad (Gambar I5.25B). Ke arah kaudal, mesenterium ini
menjadi ligamentum dan dikenal sebagai ligamentum genitalis kaudal (Gambar
15.37A). Yang juga berjalan dari kutub kaudal testis adalah suatu pemadatan
mesenkim yang kaya akan matriks ekstraselular dan dikenal sebagai
gubernakulum (Gambar 15.37). Sebelum testis turun, korda mesenkim ini
berujung di daerah inguinal di antara muskulus oblikus abdominalis internus dan
eksternus. Kemudian karena testis mulai turun menuju anulus inguinalis,
terbentuklah bagian ekstraabdomen gubernakulum dan tumbuh dari daerah
inguinal menuju ke tonjolan skrotum. Pada saat testis melewati saluran inguinal,
bagian ekstraabdomen ini bersentuhan dengan lantai skrotum (gubernakulum
terbentuk juga pada wanita, tetapi pada keadaan normal korda ini tetap
rudimenter).
Faktor-faktor yang mengendalikan turunnya testis tidak semuanya jelas.
Tetapi, tampaknya pertumbuhan keluar bagian ekstraabdomen gubernakulum
tersebut menimbulkan migrasi intraabdomen, bahwa bertambah besarnya tekanan
intraabdomen yang disebabkan oleh pertumbuhan organ mengakibatkan lewatnya
testis melalui kanalis inguinalis, dan bahwa regresi bagian ekstraabdomen
gubernakulum menyempurnakan pergerakan testis masuk ke dalam skroturn
(Gambar 15.37). Proses ini pasti dipengaruhi oleh hormon dan mungkin
melibatkan adrogen dan SPM. Sewaktu turun, suplai darah ke testis dari aorta
tetap dipertahankan dan pembuluh-pembuluh darah testis memanjang dari posisi
lumbal yang aslinya ke testis yang berada di skrotum.
Terlepas dari desensus testis, peritoneum rongga selom membentuk suatu
evaginasi, pada sisi kanan dan kiri garis tengah ke dalam dinding ventral perut.
Penonjolan ini mengikuti perjalanan gubernakulum testis menuju ke tonjolan
skrotum (Gambar 15.37B) dan dikenal sebagai prosesus vaginalis. Oleh karena
itu, prosesus vaginalis, dengan disertai lapisan otot dan fasia dinding badan,
menonjol keluar masuk ke tonjolan skrotum, sehingga membentuk kanalis
inguinalis (Gambar 15.38).
Testis turun melalui anulus inguinalis dan melintasi tepi atas os pubikum
ke dalam tonjolan skrotum pada saat lahir. Testis kemudian dibungkus oleh suatu
lipatan refleksi prosesus vaginalis (Gambar 15.37D). Lapisan peritoneum yang
membungkus testis dikenal sebagai tunika vaginalis testis lamina viseralis; bagian
lain kantong peritoneum membentuk tunika vaginalis testis lamina parietalis
(Gambar 15.37D). Saluran sempit yang menghubungkan lumen prosesus vaginalis
dengan rongga peritoneum, menutup pada saat lahir atau segera sesudahnya.
Di samping dibungkus oleh lapisan-lapisan peritoneum yang berasal dari
prosesus vaginalis, testis juga terbungkus di dalam lapisan- lapisan yang berasal
dari dinding abdomen anterior yang dilewatinya. Dengan demikian, fasia
transversalis membentuk fasia spermatika interna, muskulus oblikus abdominalis
internus membentuk fasia kremasterika dan muskulus kremaster, dan muskulus
oblikus abdominalis eksternus membentuk fasia spermatika eksterna (Gambar
15.36A). Muskulus abdominis transversus tidak ikut membentuk lapisan, karena
otot ini melengkung di atas daerah ini dan tidak menutup jalan migrasi.

Anda mungkin juga menyukai