Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ILMU DASAR KEPERAWATAN

Perbedaan Proses Infeksi Berbagai Agen Infeksius

Di susun oleh:

Siti Mariam 70300121055

Masita 70300121045

Desliani 70300121050

Azizah Noviant 70300121060

Iis Ariska 70300121066

Bayu Nur Mahis 70300121065

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2022
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT karena dengan
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menulis makalah ini sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan tanpa ada hambatan. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW beserta keluarganya dan para sahabatnya dan juga kepada kita semua
selaku umatnya yang insya Allah selalu mengikuti ajaran sunahnya.

            Makalah ini merupakan salah satu persyaratan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah “Ilmu Dasar Keperawatan” di JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS
KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini dan jauh
dari sempurna. Itu di karenakan keterbatasan yang kami miliki karena kami masih tahap
belajar. Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari teman-
teman agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi. Akhirnya kepada ALLAH lah kami
pasrahkan semua,karena kebenaran hanyalah milik-Nya.

      Semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi teman-teman
sekalian Terutama untuk kelas kami tercinta.

Penyusun Makalah
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1

DAFTAR ISI 2

BAB I PENDAHULUAN 3

A. Latar Belakang 3

B. Rumusan Masalah…………………………..………….
……………………………………….….…4

C. Tujuan 4

BAB II PEMBAHASAN 5

Defenisi Etika Penulisan Karya


Ilmiah………………………………………………………………........5

Tujuan Etika Penulisan Karya Ilmia………………………………………………..


………………………..5

Fungsi Etika Penulisan Karya Ilmiah……………………………………………….


……………………….6

Sifat Etika Penulisan Karya


Ilmiah……………………………………………………………………………6

Pelanggaran Etika Penulisan Karya Tulis Ilmiah……………………………………...7

BAB III
PENUTUP…………………………………………………………………………..10

A. Kesimpulan 10

B. Saran 10

DAFTAR PUSTAKA 11
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Riwayat alami penyakit infeksi adalah cara penularan penyakit,
bagaimana penyakit itu berkembang dari waktu ke waktu dari tahap paling awal
dari fase prepathogenesis hingga penghentiannya sebagai pemulihan, kecacatan
atau kematian pada populasi manusia, jika tidak ada pengobatan atau pencegahan.
Ahli epidemiologi yang menangani masalah penyakit infeksi paling baik dilayani
dengan meluangkan waktu untuk mempelajari sejarah alam atau biologi penyakit
infeksi tertentu (Mandell, 2000).
Fakta yang akan diteliti adalah sifat dari agen penular (parasit, bakteri,
jamur, virus, atau prion), inang alami, cara masuk ke inang dan keluar dari inang.
Distribusi di jaringan inang, masa inkubasi, tanda-tanda. Dan gejala penyakit,
reservoir alami pada hewan atau lingkungan, ketahanan terhadap faktor
lingkungan, dan distribusi geografis agen dan penyakit manusia (yang mungkin
sedikit berbeda) (Porta, 2008).
Infeksi merupakan peristiwa masuk dan penggandaan mikroorganisme di
dalam tubuh pejamu (Pronggoutomo, 2002). Sedangkan agen infeksius adalah
mikroorganisme yang dapat menimbulkan infeksi. Mikroorganisme yang
termasuk dalam agen infeksi antara lain virus, bakteri, jamur, parasit, riketsia, dan
clamidia. Masing-masing mikroorganisme memiliki proses infeksi yang berbeda-
beda. Al-Qur’an merupakan pijakan moral Penelitian sains dan teknologi. Di
dalamnya Banyak sekali dijelaskan hal-hal yang Berkaitan dengan sains dan
teknologi. Dalam Contoh bidang mikrobiologi misalnya, Al-Qur’an menjelaskan
tentang “zarrah”,“Tidak Ada yang tersembunyi bagiNya (34:3), “Dia Sebarkan di
bumi ini segala jenis hewan (2:164), Dia membuatmu dari kompenen-Komponen
(82: 7-8).
Dalam al-Qur`an, disebutkan, “Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat
zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya, dan barangsiapa mengerjakan
kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya” (Qs. Al-Zalzalah:
7-8).
B. Rumusan Masalah
Jelaskan Perbedaan Proses Infeksi Berbagai Agen Infeksius
C. Tujuan
Untuk mengetahui perbedaan proses infeksi berbagai agen infeksius

BAB II

PEMBAHASAN

A. Proses Infeksi Virus


Proses infeksi virus pada sel dimulai dengan menempelnya virus infektif pada
reseptor yang ada di permukaan sel. Ada tidaknya reseptor tersebut pada sel tertentu
ditentukan oleh faktor genetik, tingkat diferensiasi sel dan lingkungan sel. Virus
poliomielitis misalnya hanya mampu menginfeksi sel hewan primata. Tidak semua sel
primata dapat terinfeksi, sel-sel ginjal dan sel-sel otak dapat terinfeksi sementara sel-
sel epitel tidak.
Selanjutnya virus atau genomnya msuk ke dalam sel. Dengan bantuan organel-
organel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya, baik komponen
antara maupun komponen struktural virus. Setelah komponen- komponen struktural
dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangbiakan virus ini terjadi
pada sitoplasma, inti sel, ataupun membran sel, tergantung pada jenis virusya. Secara
umum interaksi sel dan virus dapat diringkas dan digolonkan sebagai berikut :
- Virus yang akibat efek sitosidalnya atau efek toksisnya menimbulkan banyak
kematian sel,
- Virus yang proses berkembangbiaknya tidak menimbulkan kematian sel langsung
tetapi hanya menimbulkan kematian sel langsung tetapi hanya menimbulkan kelainan
kecil,
- Virus yang proses infeksinya mengubah tumbuh kembang sel sehingga sel tumbuh
kembang berlebihan, pada keadaan terkhir seringkali proses infeksinya pada mas
aawalnya tidak mengganggu fungsi-fungsi sel.

Infeksi Oleh Virus :


a.       Saluran Pernapasan
Banyak virus penyebab penyakit seperti, virus influenza, parainfluenza, virus rubeola
dan coronavirus (bersifat setempat). Gejala ditempat lain seperti virus variola, virus varicella
bahkan ada yang bersifat tumorik seperti virus papilloma. Pada influenza, proses infeksinya
dimulai dari virus yang masuk harus berhadapan dengan Ig A yang mampu menetralisir dan
glikoprotein yang mampu menghambat perlekatan virus pada reseptornya Virus-virus yang
mampu melampauinya akan berkembangbika pada sel dan merusaknya. Virus-virus yang
baru dilepaskan selanjutnya menyerang sel epitel lainnya. Penyebaran ini dibantu cairan
transudat. Proses kematian sel menyebabkan saluran napas menjadi lebih rentan terhadap
infeksi bakterial.
b.      Saluran Pencernaan
Hanya virus tak berselubung yang masih infektif setelah lewat cairan empedu dan
lambung. Virus tersebut hanya menyebabkan penyakit setempat seperti; rotavirus, Norwalk
agent, Hawaii agent, pararotavirus. Adapula yang menyebar ketempat lain seperti virus
hepatitis dan virus imunodifisiensi manusia. Pada kasus infeksi rotavius, gejala timbul akibat
kerusakan sel-sel velii. Akibat kerusakan tersebut terjadi defisiensi enzim-enzim penting
seperti disakarida dan gangguan absorpsi garam-garam dan air.
Perkembangbiakkan virus sering juga disebut dengan istilah replikasi. Untuk berkemb
angbiak, virus memerlukan lingkungan sel yang hidup. Oleh karena itu, virus menginfeksi sel
bakteri, sel hewan, sel tumbuhan dan sel manusia. Ada dua macam cara virus menginfeksi ba
kteri, yaitu secara litik dan secara lisogenik. Pada infeksi secara lisogenik, virus tidak mengha
ncurkan sel, tetapi berintegrasi dengan DNA sel induk. Dengan demikian, virus akan bertamb
ah banyak pada saat sel inang membelah. Pada prinsipnya cara perkembangbiakan virus pada
hewan maupun tumbuhan mirip dengan yang berlansung pada bakteriofag seperti yang diurai
kan berikut ini.
.
1.      Infeksi secara litik melalui fase-fase berikut ini:
a.       `Fase Absorpsi
Pada fase Absorpsi, fage melekat di bagian tertentu dari dinding sel bakteri dengan
serabut ekornya. Daerah perlekatan itu disebut daerah reseptor, daerah ini khas bagi fage
sehingga fage jenis lain tidak dapat melekat di tempat tersebut.
b.       Fase Penetrasi
 Meskipun tidak memilki enzim untuk metabolisme, bakteriofage memiliki enzim lisosom
yang berfungsi merusak dinding sel bakteri. Setelah dinding sel bakteri terhidrolisi, maka
DNA fage masuk ke dalam sel bakteri
c.        Fase Replikasi dan Sintesis
Pada fase ini, fage merusak DNA bakteri dan menggunakannya sebagai bahan untuk
replikasi dan sintesis. Pada fase replikasi, fage menyusun dan memperbanyak DNAnya. Pada
fase sintesis, fage membentuk selubung-selubung protein (kapsid) baru. Bagian-bagian fage
yang terdiri dari kepala, ekor dan serabut ekor telah terbentuk.
d.      Fase Perakitan
Komponen-komponen fage akan disusun membentuk fage baru yang lengkap dengan
molekul DNA dan kapsidnya
e.       Fase Pembebasan atau lisis
Setelah fage dewasa, sel bakteri akan pecah (lisis), sehingga fage yang baru akan keluar.
Jumlah virus baru ini dapat mencapai 200 buah. Pembentukkan partikel bakteriofage melalui
siklus litik ini memerlukan waktu 20 menit.
2.      Infeksi secara lisogenik Infeksi secara lisogenik melalui fase-fase berikut ini:
a.       Fase Absorpsi dan Infeksi
Pada fase absrpsi dan infeksi peristiwa yang terjadi sama halnya dengan fase absropsi
pada infeksi secara litik. Fage menempel di tempat yang tepat yang spesifik pada sel bakteri.
b.      Fase Penetrasi
Pada fase ini, fage melepas enzim lisozim sehingga dinding sel bakteri berlubang.
Selanjutnya, DNA fage masuk ke dalam sel bakteri.
c.        Fase Penggabungan
DNA virus bergabung dengan DNA bakteri membentuk profage. Dalam bentuk profage,
sebagian besar gen berada dalam fase tidak aktif, tetapi sedikitnya ada satu gen yang selalu
aktif. Gen aktif berfungsi untuk mengkode protein reseptor yang berfungsi menjaga agar
sebagian gen profage tidak aktif.
d.       Fase Replikasi
Saat profage akan bereplikasi, itu artinya DNA fage juga turut bereplikasi. Kemudian
ketika bakteri membelah diri, bakteri menghasilkan dua sel anakan yang masing-masing
mengandung profage. DNA fage (dalam profage) akan terus bertambah banyak jika sel
bakteri terus menerus membelah. Bakteri lisogenik dapat diinduksi untuk mengaktifkan
profagenya. Pengaktifan ini mengakibatkan terjadinya siklus litik.
B.  Proses Infksi Bakteri
            Proses infeksi bakteri dimulai dari, dimana suatu bakteri harus menempel dan melekat
pada sel inang biasanya pada sel epitel. Setelah bakteri mempunyai kedudukan yang tetap unt
uk menginfeksi, mereka mulai memperbanyak diri dan menyebar secara langsung melalui jari
ngan atau melalui sistem limfatik ke aliran darah. Infeksi ini (bakteremia) dapat berlangsung
sementara atupun menetap. Bakteremia mempunyai kesempatan untuk menyebar ke dalam tu
buh serta mencapai jaringan yang cocok untuk memperbanyak diri.
Contoh Proses Infeksi Bakteri :
a.       Pneumonia
Pneumococcal pneumonia adalah contoh infeksi S. Pneumoniae dapat dibiakkan dari
nasofaring 5-40 %orang sehat. Kadang pneumococcus dari nasofaring diaspirasi ke dalam
paru-paru : aspirasi yang paling sering terjadi pada orang yang lemah seperti pada orang yang
koma, dimana refleks batuk yang normal hilang. Infeksi berkembang pada rongga udara 
terminal paru-paru pada seseorang yang tidak mempunyai antibodi pelindung melawan
pneumococcus yang memiliki tipe polisakarida kapsul. Multiplikasi pneumococci bersama
dengan inflamasi (keradangan) akan menimbulkan pneumonia. Pneumococci dapat menyebar
sehingga menyebabkan infeksi sekunder (misal cairan cerebrospinal, katup jantung, ruang
persendian). Komplikasi utama dari pneumococcal pneumonia adalah miningitis, endocarditis
dan septic arthritis.
b.      Kolera
Proses infeksi pada kolera meliputi ingesti vibrio cholerae, atraksi khemotaktik
bakteri pada epitelium usus, motilitas bakteri dengan flagellum polar tunggal, dan penetrasi
lapisan mukus pada permukaan intensial. V. Cholerae tetap tinggal pada permukaan sel epitel
dengan diperantai oleh pili dan kemungkinan oleh adhesi lain. Prosuksi toksin kolera
mengakibatkan terjadinya aliran kllorida dan air ke dalam lumen usus, menyebabkan diare
dan ketidakseimbangan elektrolit.
c.       Pes
Yersinia pestis  adalah bakteri intrasel Gram-negatif- kultatif yang ditularkan oleh
gigitan fleabites atau aerosol dan menyebabkan infeksi sistemik yang sangat invasif dan
sering mematikan, disebut pes.  Pes menyebabkan Pes dapat ditemui di seluruh dunia,
terutama di benua Afrika. Sebagian besar penderita pes merupakan penduduk desa, lebih
banyak ditemui pada laki – laki, dan dapat terjadi pada semua umur. Pes disebabkan oleh
infeksi bakteri Yersinia pestis.
Bakteri ini pada awalnya menginfeksi kutu. Ketika kutu menggigit tikus, maka tikus
tersebut akan terinfeksi bakteri pes. Dengan demikian,  jika kutu lain menggigit tikus sakit
tersebut, maka kutu tersebut juga akan terinfeksi.  Jika kutu – kutu ini menggigit manusia,
maka bakteri dalam tubuh kutu akan masuk ke dalam tubuh manusia, mengikuti aliran getah
bening dan menyebar melalui sirkulasi darah. Di kelenjar getah bening, bakteri ini
menimbulkan reaksi radang berupa bengkak, kemerahan dan nanah. 
Bakteri ini kemudian menyebar melalaui aliran darah ke organ-organ lain seperti
limpa, paru-paru, hati, ginjal dan otak. Ketika sampai paru-paru, bakteri ini dapat
menyebabkan radang (pneumonia) dan dapat menularkan penyakit kepada orang lain melalui
batuk atau bersin. Bakteri yang dibatukkan dapat bertahan di udara dan dapat terhirup oleh
orang lain. Pes tidak hanya dapat menginfeksi tikus, namun juga bisa menginfeksi kucing,
anjing, dan tupai.
d.      Mikobakteri
Bakteri dalam genus Mycobacterium adalah bakteri berbentuk batang langsing aerob
yang tumbuh membentuk rantai lurus atau bercabang. Mycobacterium  memiliki dinding  sel
berlemak  yang terdiri atas asam mikolat yang menyebabkan kuman ini tahan asam, yang
membuat bakteri ini asam dan alkohol. Mikobakteri memberi hasil positif lemah pada warna
garam.
e.       Kusta
Kusta, atau lepra atau penyakit Hensen, adalah infeksi progresif lambat
akibat Mycobacterium leprae, yang mengenai  kulit dan saraf perifer serta menyebabkan
deformitas. M. leprae yang terhirup, seperti M. tuberculosis, diserap oleh makrofag alveolus
dan menyebar melalui darah, tetapi tumbuh di jaringan yang relatif dingin di kulit dan
ekstremitas. Meskipun tidak mudah menular, kusta tetap menyebabkan endemi pada sekitar
10 sampai 15 juta orang yang tinggal di negara miskin di daerah tropis.
Kusta memiliki dua pola penyakit yang mencolok. Pasien dengan bentuk yang lebih
ringan, kusta tuberkuloid,memperlihatkan lesi kulit kering berskuama yang mengalami
penurunan sensibilitas. Pasien  ini sering memperlihatkan keterlibatan saraf perifer besar
yang asimetris. Bentuk kusta yang lebih berat, kusta lepromatosa, menyebabkan
pembentukkan nodul dan penebalan kulit yang simetris. Bentuk ini juga disebut sebagai
Ikusta lempromatosa, menyebabkan pembentukkan nodul dan penebalan kulit yang simetris.
.       Sifilis
Sifilis, atau dikenal juga dengan raja singa, adalah penyakit infeksi menular seksual
yang bersifat kronis. Sifilis disebabkan oleh Treponema pallidum. Sifilis dapat
menyerang organ-organ dalam tubuh seperti jantung, otak dan susunan saraf. Penyakit sifilis
dapat menyerang laki-laki maupun wanita, dan segala usia.
Penyakit sifilis disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Penyebaran penyakit
terjadi melalui sentuhan langsung dengan luka yang mengandung Treponema pallidum,
seperti melalui hubungan seksual yang tidak aman ataupun kontak fisik lainnya, seperti
menyentuh luka pada penderita sifilis atau menggunakan pakaian bergantian tanpa dicuci
terlebih dahulu.
Hubungan seksual tidak aman yang dimaksud seperti berhubungan dengan PSK
(Pekerja Seks Komersil) yang sudah terlebih dahulu terinfeksi, atau berganti-ganti pasangan
seksual. Hubungan seksual yang dimaksud tidak hanya lewat vagina, namun juga bisa
melalui mulut, anus, ataupun jari. Berciuman juga dapat menularkan sifilis bila pada kedua
pasangan terdapat luka pada mulutnya dan salah satunya sudah terinfeksi sifilis. Tanpa
hubungan seksualpun, penyakit sifilis dapat menular melalui kontak dengan benda yang
terkontaminasi dengan bakteri sifilis.
Sifilis dapat ditularkan langsung dari ibu yang sedang hamil ke janin yang
dikandungnya, namun sifilis bukanlah penyakit keturunan. Sifilis dapat menular juga melalui
transfusi darah yang tidak steril
Media Infeksi Bakteri
1.      Melalui makanan atau minuman
infeksi yang disebabkan oleh bakteri lebih sering ditularkan melalui makan atau
minuman yang dikonsumsi manusia. Akibatnya jika tertelan bakteri melalui makanan atau air
yang kotor tersebut manusia dapat menderita berbagai macam penyakit yang menyerang
pencernaan.
2.      Melalui kontak langsung
Bersentuhan secara langsung dapat menularkanbakteri antara orang yang satu dengan
orang yang lain. Berhubungan seksual dengan orang yang memiliki bakteri tersebut juga
dapat beresiko terkena bakteri.
3.      Melalui luka
Luka pada bagian tubuh tertentu dapat menjadi akses masuknya bakteri bakteri ke
dalam tubuh kita.
4.      Melalui transfusi darah dan jarum suntik
Penggunaan jarum suntik pada saat melakukan transfusi darah baiknya menjadi satu
hal yang yang penting untuk diperhatikan, karena apabila saat melakukan transfuse darah
jarum suntik tersebut tidak diganti maka resiko untuk tertular bakteri semakin besar.
5.      Melalui udara
Melalui udara, pelepasan bakteri melalui bersin, nafas, dan ludah. jika udara yang
mengandung bakteri terhirup oleh orang yang sehat kemungkinan akan menjadi penularan
penyakit melalui pernafasan.
6.      Melalui plasenta atau infeksi bawaan
Infeksi terjadi akibat beberapa jenis potogen yang mampu melewati penghalang
plasenta, sehingga bisa menginfeksi janin yang ada didalam kandungan. infeksi tersebut
mempunyai resiko berbagai kelainan-kelainan yang mungkin terjadi pada bayi/kelainan
bawaaan.
C.  Proses Infksi Jamur
Pada keadaan normal kulit memiliki daya tangkis yang baik terhadap kuman dan jamu
r karena adanya lapisan lemak pelindung dan terdapatnya flora bakteri yang memelihara suat
u keseimbangan biologis. Akan tetapi bila lapisan pelindung tersebut rusak atau keseimbanga
n mikroorganisme terganggu, maka spora-spora dan fungi dapat dengan mudah mengakibatka
n infeksi. Terutama pada kulit yang lembab, misalnya tidak dikeringkan dengan baik setelah
mandi, karena keringat, dan menggunakan sepatu tertutup.Penularan terjadi oleh spora-spora
yang dilepaskan penderita mikosisbersamaan dengan serpihan kulit. Spora ini terdapat diman
a-mana, seperti di tanah, debu rumah dan juga di udara, di lingkungan yang panas dan lembab,
dan di tempat dimana banyak orang berjalan tanpa alas kaki, infeksi dengan spora paling seri
ng terjadi misalnya di kolam renang, spa, ruang olahraga, kamar ganti pakaian, dan kamar ma
ndi.
Kulit manusia memiliki lapisan pelindung yang terdapat flora bakteri, lapisan tersebut
dalam keadaan normal dapat memelihara dan menjaga keseimbangan biologis kulit yang men
yebabkan kulit memiliki daya tangkis terhadap jamur dan kuman. Mekanisme infeksi jamur s
ebagai berikut.
1.      Tahap Inkubasi
Ketika lapisan pelindung tersebut rusak atau keseimbangan mikroorganisme
terganggu, maka spora-spora dan fungi dapat dengan mudah mengakibatkan infeksi pada
kulit manusia terutama pada kulit yang lembab.
Beberapa aktivitas yang menyebabkan kulit menjadi lembab adalah kulit tubuh yang
tidak dikeringkan dengan baik setelah mandi, berkeringat, dan menggunakan sepatu tertutup.
Penularan jamur terjadi oleh spora-spora yang dilepaskan penderita mikosis bersamaan
dengan serpihan kulit. Spora ini terdapat dimana-mana, seperti di tanah, debu rumah dan juga
di udara, di lingkungan yang panas dan lembab, dan di tempat dimana banyak orang berjalan
tanpa alas kaki. Infeksi dengan spora paling sering terjadi misalnya di kolam renang, spa,
ruang olahraga, kamar ganti pakaian, dan kamar mandi.
2.      Tahap Produmal
Setelah terjadi infeksi, spora tumbuh menjadi mycellium dengan menggunakan
serpihan kulit sebagai makanan.
3.      Tahap Sakit
Benang mycellium menyebar ke seluruh arah sehingga lokasi infeksi meluas. Enzim
yang dimiliki fungi menembus ke bagian dalam kulit dan mengakibatkan suatu reaksi
peradangan. Peradangan tersebut terlihat seperti bercak-bercak merah bundar dengan batas-
batas tajam yang melepaskan serpihan kulit sehingga menimbulkan rasa gatal-gatal dikulit.
D.  Proses Infeksi Parasit
Penularan penyakit parasitik terjadi karena stadium infektif berpindah dari satu hospes ke
hospes yg lain. Parasit menginvasi imunitas protektif dengan mengurangi imunogenisitas dan
menghambat respon imun host:
1.      Parasit mengubah permukaan antigen mereka selama siklus hidup dalam host vertebrata
2.      Menjadi resisten terhadap mekanisme efektor imun selama berada dalam host
3.      Parasit protozoa dapat bersembunyi dari sistem imun dengan hidup di dalam sel host atau
membentuk kista yang resisten terhadap efektor imun. Dan kemudian parasit
menyembunyikan mantel antigeniknya secara spontan ataupun setelah terikat pada antibodi
spesifik.
4.      Lalu parasit menghambat respon imun dengan berbagai mekanisme untuk masing-masing
parasit.
Parasit dapat berpindah ke hospes lain dengan cara:
a.       Hand to mouth
b.      Dibawa oleh vektor (binatang penular): nyamuk
c.       Dibawa oleh hospes perantara :
·         Siput
·         Ikan
·         Sapi/babi
Stadium infektif dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui beberapa cara:
1.  Kontaminasi makanan dan minuman
2. Kontaminasi kulit atau selaput lendir
3. Gigitan serangga
E.  Proses Infeksi Riketsia
Rickettsiiosis ditularkan melalui gigitan serangga pada kulit, hanya penyebab Q feve
r  yang ditularkan leawat udara (air borne),sehingga pada penyakit ini tidak ditemukan kelain
an kulit. Beberapa jenis mamalia dan athropoda merupakan hospes alam untuk rickettsia, bah
kan yang terakhir dapat bertindak sebagai vektor dan resevoir. Infeksi pada manusia hanya be
rsifat insidentil, kecuali pada tifus epidemik yang vektor utamanya kutu manusia juga, yaitu 
Pediculus vestimenti.
Riketsia mempunyai enzim yang penting untuk metabolisme. Dapat mengoksidasi asa
m piruvat, suksinat, dan glutamat serta merubah asam glutamat menjadi asam aspartat.Riketsi
a tumbuh dalam berbagai bagian dari sel. Riketsia prowazekii dan Riketsia typhi tumbuh dala
m sitoplasma sel. Sedangkan golongan penyebab spotted fever tumbuh di dalam inti sel. Rike
tsia dapat tumbuh subur jikametabolisme sel hospes dalam tingkat yang rendah, misalnya dal
am telur bertunas pada suhu 32o C. Pada umumnya riketsia dapat dimatikan dengan cepat pa
da pemanasan dan pengeringan atau oleh bahan-bahan bakterisid. Riketsia memasuki sel inan
g dengan menginduksi fagositosis, lalu segera lolos dari fagosom untuk tumbuh dan berkemb
ang biak di dalam sitoplasma (atau nukleus) sel inang. Sel inang biasanya akan lyse pada akhi
rnya, menyebabkan pelepasan organisme baru. Sel inang juga dirugikan oleh efek racun dari
dinding sel.  Tahap-tahap infeksi:
1.      Riketsia typhi memperoleh bahan makanan dari darah yang diambil dari spesies inang lalu
masuk dan tumbuh didalam sel epitel usus dari kutu dan keluar bersama dengan tinja yang
dikeluarkan kutu
2.      Riketsia typhi yang beradapada tinja dari kutu tersebut menjangkiti tikus dan manusia
melalui inokulasi intrakutan dengan penggarukan kulit, atau perpindahan oleh jari kedalam
membran lendir.
3.      Riketsia typhi tidak menyebar secara efektif ke sel-sel lainnya sampai pembelahan binernya
telah selesai, yang pada akhirnya membuat sel inang retak dan pecah serta membebaskan
sejumlah besar riketsia typhi.
4.      Penggandaan diri inilah yang menyebabkan kehancuran sel endothelial yang selanjutnya
mengakibatkan kerusakan organ, jaringan, dan kehilangan darah.
a.       Gambaran Patologi
  Rickettsia berkembangbiak di dalam sel endotel pembuluh darah kecil. Sel membeng
kak dan nekrosis, terjadi trombosis pembuluh darah yang dapat mengakibatkan ruptur dan ne
krosis. Di kulit nampak nyata adanya lesi vaskuler. Vaskulitis yang terjadi pada bebrapa orga
n merupakan dasar terjadinya gangguan hemostatik. Dalam jaringan otak dapat ditemukan pe
numpukan limfosit, leukosit, polimorfonuklear dan makrofag yang bertalian dengan kelainan
pembuluh darah pada mas akelabu. Kelainan ini disebut nodul tifus. Pada pembuluh darah ke
cil jantung dan organ-organ lainnyapun dapat terkena kelainan yang serupa.
b.      Imunitas
Infeksi rickettsia pada manusia diikuti dengan timbulnya kekebalan yang tidak lengka
p (hanya sebagian) terhadap infeksi yang berasal ari suatu sumber luar. Selain itu seringkali t
erjadi relaps. Dalam suatu  biakan sel makrofag, ricketttsia juga difagositosis dan selanjutnya
dapat berkembang baik intraseluler meskipun ada antibodi. Jika kedalamnya dimasukkan limf
osit yang berasal dari inatang yang telah kebal, maka pembiakan tersebut akan terhenti.
c.       Gambaran Klinik
Semua infeksi rickettsia ditandai dengan adanya demam, sakit kepala, malaise, lesu, k
elainan dikulit (skin rash), pembesaran limpa dan hati, hanya pada Q  fever tidak disertai ada
nya kelainan dikulit. Kadang-kadang disertai dengan adanya pendarahan di baeah kulit. Pada
kasus-kasus yang berat dapat dijumpai gejala stupor, delirium dan bahkan shock atau bercak-
bercak gangren di kulit atau jaringan subkutan. Mortalitasnya sangat variabel, mulai kurang 1
% sampai stinggi 90 %. Setelah sembuh pada umumnya timbul kekebalan. Masa tunas antara
1 smpai 4 minggu.
d.      Penyakit yang disebabkan infeksi Rickettsia
1.      Golongan Tifus
Rickettsia penyebab tifus epidemik dan tifus endemik, yaitu Rickettsia
prowazekii dan Rickettsia typhi. Kuman ini berkembangbiak didalam sitoplasma sel hospes.
Penyakit yang ditimbulkan disebut demam tifus. Masa tunas antara 5-18 hari. Pada dasarnya
gambaran klinik demam tifus sama, hanya tifus endemik gejala penyakitnya lebih ringan jika
dibandingkan dengan tifus epidemik dan jarang berakibat fatal.
2.      Golangan Spotted Fever
Golongan ini termasuk penyakit demam oleh rickettsia yang sulit dibedakan dari
penyebab golongan tifus, tetapi dapat berkembang biak di dalam sitoplasma ataupun inti sel
hospes. Penyakitnya terutama ditularkan oleh sengkenit (tick) dan bukan oleh kutu atau
pinjal. Dalam tubuh sengkenit, kuman tersebar di seluruh organ, termasuk ovarium dan
kelenjar ludah, sehingga dapat terjadi transmisi secara transovarium dan lewat air ludah. Jadi
selain sebagi vektor, sengkenit juga berfungsi sebagai reservoir primer.
3.      Golongan Demam Semak
Demam semak atau scrub typus disebabkan oleh Rickettsia nipponica. Penyakit ini
ditularkan oleh tungau trombiculid dalam stadium larva (chigger). Tungau dapat berfungsi
sebagai vektor dan reservoir sekaligus. Gejala penyakit menyerupai tyfus endemik. Sering
ditemukan limfositosis dan limfadenopati, 1-2 minggu setelah gigitan larva infeksius, timbul
demam, menggigil, dan sakit kepala hebat. Beberapa hari berikutnya timbul kelainan di kulit
dan pneumonitis.
4.      Demam query (Q fever)
Demam ini disebabkan oleh Coxiella burnetii   yang termasuk keluarga rickettsiaceae.
Berbeda dengan rickketsia lainnya karena dapat tahan hidup di luar sel hospes, penularan
pada manusia lewat gigitan serangga, gejala penyakit yangditimbulkan berupa pneumonitis
tanpa kelainan kulit, dan tidak menimbulkan antibodi terhadap Proteus strain OX. Penyakit
yang ditimbulkan berlangsung secara mendadak, demam dan menggigil tanpa kelainan kulit.
5.      Demam Parit (trench fever)
Demam ini disebut juga demam lima hari yang disebabkan oleh Rochalimaea
quintana berbeda dengan rickettsia lainnya karena tidak dapat dikembangbiakkan dalam
binatang percobaan biasa, biakan sel ataupun dalam telur bertunas, tetapi dapat tumbuh dalam
agar darah dengan suasana udara kadar CO2 10 %. Tidak dikenal adanya binatang sebagi
reservior. Ditularkan oleh kutu manusia lewat tinja yang dikeluarkannya. Kuman
berkembangbiak di dalam lumen usus buka di dalam sel epitel usus. Siklus infeksi hanya
terbatas pada kutu manusia. Demam ini berlangsung secara mendadak dan hilang timbbul
dengan siklus 3-5 hari. Gejala lainnya berupa sakit kepala, malaise, nyeri otot dan nyeri
tulang, terutama di daerah tulang kering.
F. rinfeksi Klamida

Infeksi kronik klamidia dapat memicu kerusakan tuba yang dari beberapa penelitian in vitro d
iperkirakan dapat diakibatkan oleh:
1.      Badan elementer Klamidia trakomatis yang terdapat pada semen pria yang terinfeksi
menularkan ke perempuan pasangan seksualnya.
2.      Klamidia naik ke traktus reproduksi wanita dan menginfeksi sel epitel padatuba falopii.
3.      Didalam sel badan elementer berubah menjadi badan retikulat dan mulai untuk bereplikasi.
4.      Jalur apoptosis dihambat,yang menyebabkan sel yang terinfeksi dapat bertahan.
5.      .Ketika jumlah badan elementer mencapai tingkat densitas tertentu, maka badan elementer
tersebut akan terlepas darisel epitel dan menginfeksi sel disebelahnya.
6.      Badan elementer ekstaseluler akan mengaktivasi sistem imun berupa dipro
duksinya dan sitokin-sitokin proinflamasi lainnya.
7.      Respon imun akan menurunkan jumlah badan elementer dan menghambat replikasi
intraseluler dari badan retikulat.
8.      Interupsi replikasi badan retikulat menyebabkan klamidia tetap ada dalam bentuk
intaseluler sehingga dapat menimbulkan respon imun yang bersifat destrruksif. Pada bentuk
persisten ini, potein-60 (CHSP60) dilepaskan, yang dapat menyebabkan respon inflamasi.
9.      Ketika jumlah badan elementer berada di bawah kadar kritis tertentu
maka aktivasi sistem imun berhenti dan replikasi badan retikulat mulai kembali.
10.  Perubahan siklus infeksi badan elementer dengan destruksi dari sel epitel baru dan persisten
dalam intaseluler dengan pelepasan CHSP60 menyebabkan pembentukkan jaringan parut dan
merusak patensi tuba falopii.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tubuh memiliki benteng terhadap infeksi yang tersebar di seluruh jaringan dan
mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh. Benteng pertama diperankan
oleh kulit yang utuh, membran mukosa permukaan dan sekret yang diproduksi.
Contohnya lisozym air mata merusak peptidoglikan dinding bakteri.
Agen penyebab infeksi terdiri dari virus, bakteri, jamur, parasit, riketsia, dan
clamidia. Infeksi virus yang menyebabkan penyakit umumnya digolongkan ke dalam
sistem organ yang terkena, seperti infeksi virus pernapasan, bentuk kelainan klinik
yang di timbulkan seperti virus yang menyebabkan eksastema, dan sifat infeksi
infeksi laten virus. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri sering terjadi bersamaan
dengan adanya rasa sakit, nyeri, atau borok pada bagian tubuh. Ada waktu saat sistem
kekebalan tubuh tidak dapat menyingkirkan suatu infeksi bakteri. Masing-masing
faktor penyebab memiliki karakteristik tersendiri. Jamur menimbulkan infeksi
umumnya terjadi di kulit. Infeksi jamur lebih cenderung mengenai daerah-daerah
yang sering berkeringat dan lembab, seperti muka, badan, kaki, lipatan paha, dan
lengan. Parasit yang terdiri dari vermes dan protozoa menimbulkan infeksi melalui
kontak langsung maupun tidak langsung.
B. Kritik dan saran
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan mohon kritik dan sarannya
untuk membangun kesempurnaan makalah ini kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Deasy Handayani purba., Dkk.2021.Pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI).Yayasan
Kita Menulis.

Hamdan juhannis (2015): Mikrobiologi kesehatan dan lingkungan

Maftukhah, M. (2011). Agen infeksius, faktor yang mempengaruhi, dan perbedaan proses inf
eksi. Di akses pada 19 Februari 2018, dari  https://www.scribd.com/doc/55932944/Agen-Infe
ksius.
Nurul Hidayati.,Dkk.2019.Infeksi Bakteri Pada Kulit.Surabaya:Airlangga University Press.
Pringgoutomo, S., Himawan, S. & Tjarta, A. (2012). Buku AjarPatologi I (Umum). Jakarta:
Sagung Seto.
Staf Pengajar FK UI. (1993). Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Binarupa Aksara
 Tamboyong J (2000) Patofisiologi. Jakarta: Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai