Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH PATOFISOLOGI

PROSES TERJADINYA INFEKSI DAN


PERADANGAN

OLEH:

KELAS 1.5

KELOMPOK 5

1. Ni Komang Novi Sukanata (P07120018 161)


2. I Gede Septian Virga Astra (P07120018 170)
3. Ni Kadek Sumalini (P07120018 175)

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

2018/2019
KATA PENGANTAR

“Om Swastyastu”
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Sang
Hyang Widhi Wasa, karena atas berkat rahmat beliau penulis mampu
menyelesaikan “Patofisiologi” dengan membahas tentang “Proses Terjadinya
Infeksi dan Peradangan” dalam bentuk makalah.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan
materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Ni Made Wedri, S. Kep, Ners, M. Kes selaku pembimbing yang telah
memberikan penulis tugas, serta petunjuk kepada penulis sehingga penulis
termotivasi untuk menyelesaikan tugas.
2. Orang tua yang juga turut membantu, membimbing, dan mengatasi
berbagai kesulitan sehingga tugas ini selesai.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pikiran bagi
pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang
diharapkan dapat tercapai. Sekian dan terimakasih.
“Om SantiSantiSanti Om”

Denpasar, 18 Maret 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 1

1.3 Tujuan ........................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3

2.1 Proses Terjadinya Infeksi ............................................................................ 3

2.2 Upaya Pencegahan Infeksi ..................................................................... 10

2.3 Proses Terjadinya Peradangan .................................................................... 10

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 21

3.1 Simpulan ..................................................................................................... 21

3.2 Saran ............................................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ada suatu kecenderungan alamiah yang menganggap peradangan sebagai
sesuatu yang tidak diinginkan, karena peradangan dapat menyebabkan keadaan
yang menggelisahkan. Tetapi peradangan sebenarnya adalah gejala yang
menguntungkan dan pertahanan, yang hasilnya adalah netralisasi dan pembuangan
agen penyerang, penghancuran jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan yang
dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan.
Sifat menguntungkan dari reaksi peradangan secara drmatis diperlihatkan
dengan apa yang terjadi jika penderita tidak dapat menimbulkan reaksi
peradangan yang dibutuhkan. Misalnya, jika diperlukan memberikan dosis tinggi
obat-obatan yang mempunyai efek samping yang menekan reaksi peradangan.
Dalam hal ini, , ada peluang besar timbulnya infeksi yang sangat hebat,
penyabaran yang cepat atau infeksi yang mematikan, yang disebabkan oleh
mikroorganisme yang biasanya tidak berbahaya.
Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang terkoodinasi
dengan baik yang dinamis dan kontinyu. Untuk menimbulkan reaksi peradangan,
maka jaringan harus hidup dan khususnya harus memiliki mikrosirkulasi
fungsional. Jika jaringan yang nekrosis luas, maka reaksi jaringan tidak ditemukan
ditengah jaringan, tetapi pada tepinya, yaitu antara jaringan mati dan jaringan
hidupdengan sirkulasi yang utuh. Juga jika cidera yang langsung mematikan
hospes, maka tidak ada petunjuk adanya reaksi peradangan, karena untuk
timbulnya reaksi peradangan diperlukan waktu.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana proses terjadinya infeksi ?
2. Bagaimana proses terjadinya peradangan ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui proses terjadinya infeksi

2. Untuk mengetahui proses terjadinya peradangan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Proses Terjadinya Infeksi


1. Pengertian Infeksi

Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi


,bndi dalam tubuh yang menyebabkan sakit. Infeksi merupakan suatu
kondisi penyakit yang disebabkan oleh masuknya kuman patogen atau
mikroorganisme lain ke dalam tubuh yang dapat menimbulkan reaksi
tertentu.

Contoh reaksi tersebut adalah perubahan sekunder berupa peradangan


(inflamation) yang ditandai antara lain oleh vasodilatasi pembuluh darah
lokal, peningkatan permeabilitas kapiler dan pembengkakan sel.

2. Penyebab Terjadinya Infeksi


a. Bakteri
Bakteri merupakan organisme yang memilki satu sel. Salah
satu cara bakteri untuk menginfeksi tubuh adalah dengan
mengeluarkan toksin (racun) yand dapat merusak jaringan tubuh.
Bakteri dapat menyebabkan infeksi tenggorokan, infeksi saluran
pencernaan, infeksi pernapasan (seperti TBC), infeksi saluran
kemih, hingga infeksi genital. Terdapat empat kelompok bakteri
yang dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuknya: Bacilli, cocci,
spirochaetes, dan vibrio.
1) Bacilli berbentuk batang dengan panjang sekitar 0,03 mm.
Penyakit yang biasanya disebabkan oleh bakteri berbentuk
bacilli antara lain tifoid dan sistitis.
2) Cocci berbentuk bulatan dengan diameter sekitar 0,001 mm.
Bakteri berbentuk cocci biasanya membentuk kelompok-
kelompok seperti berpasangan, membentuk garis panjang, atau
berkumpul seperti anggur. Penyakit yang biasanya disebabkan
oleh bakteri cocci antara lain infeksi stafilokokus dan gonorrhea.

3
3) Spirochaetes berbentuk seperti spiral. Bakteri ini menyebabkan
penyakit sifilis.
4) Vibrio berbentuk seperti koma. Bakteri ini menyebabkan
penyakit kolera.
b. Virus
Virus berukuran lebih kecil dari bakteri dan
membutuhkan host, seperti orang, tanaman, atau hewan, untuk
bermultiplikasi. Saat virus masuk ke dalam tubuh, biasanya ia
menginvasi sel tubuh yang normal dan mengambil alih sel untuk
memproduksi virus lainnya.Virus dapat menyebabkan penyakit
yang paling ringan seperti common cold hingga sangat berat
seperti AIDS. Seperti bakteri, terdapat berbagai bentuk virus yang
dapat menyebabkan berbagai penyakit. Bentuk-bentuk virus
tersebut antara lain:
1) Icosahedral: Lapisan luarnya terdiri atas 20 sisi datar yang
memberikan bentuk seperti bola. Icosahedral merupakan bentuk
yang dimiliki oleh kebanyakan virus.
2) Helical: Lapisan luarnya membentuk seperti batang,
3) Enveloped: Lapisan luarnya terbungkus oleh membran yang
longgar, yang dapat berubah-ubah bentuk namun biasanya
sering terlihat seperti bola.
4) Kompleks: Tidak memiliki lapisan luar, tapi intinya terlapisi.
c. Jamur
Jamur merupakan organisme primitif yang dapat hidup di
udara, tanah, tanaman, atau di dalam air. Beberapa jamur juga
hidup di dalam tubuh manusia. Infeksi jamur biasanya tidak
bahaya, namun beberapa dapat mengancam kehidupan. Jamur
merupakan penyebab banyak penyakit kulit. Penyakit lain yang
disebabkan oleh jamur antara lain infeksi di paru-paru dan sistem
saraf. Jamur dapat menyebar jika seseorang menghirup spora atau
menempel langsung di kulit. Seseorang juga akan lebih mudah

4
terkena jamur jika sistem imunnya sedang lemah atau sedang
meminum antibiotik.
d. Parasit
Parasit merupakan mikroorganisme yang membutuhkan organisme
atau host lainnya untuk bertahan. Beberapa parasit tidak mempengaruhi
host yang ia tinggali, sedangkan beberapa lainnya mengalami
pertumbuhan, reproduksi, dan bahkan mengelurkan toksin (racun) yang
menybabkan host mengalami infeksi parasit. Infeksi parasit disebabkan
oleh 3 jenis organisme: protozoa, helminth (cacing), dan ektoparasit.
1) Protozoa merupakan organisme yang hanya mempunyai satu sel yang
dapat hidup dan bermultiplikasi di dalam tubuh manusia. Infeksi yang
disebabkan oleh protozoa antara lain giardiasis, yaitu infeksi
pencernaan yang dapat terjadi akibat meminum air yang terinfeksi
oleh protozoa,
2) Helminth marupakan organisme yang memiliki banyak sel (multi sel)
yang biasanya dikenal dengan nama cacing. Terdapat berbagai jenis
cacing yang dapat menginfeksi manusia,
seperti flatworm, tapeworm, ringworm, dan roundworm.
3) Ektoparasit merupakan organisme yang juga memilikibanuak sel
yang biasanya hidup atau makan dari kulit manusia, seperti nyamuk,
lalat, kutu, atau tungau.

3. Cara Penularan Infeksi


- Kontak
Langsung, tidak langsung, droplet
- Udara
Debu, kulit lepas
- Alat
Darah, makanan, cairan intra vena
- Vektor / serangga
Nyamuk, lalat

5
4. Tipe Infeksi
- Infeksi lokal : spesifik dan terbatas pada bagain tubuh dimana
mikroorganisme tinggal (luka terinfeksi)
- Infeksi sistemik : terjadi bila mikroorganisme menyebar ke bagian
tubuh yang lain dan menimbulkan kerusakan. (radang tenggorokan,
TB Paru)
- Bakterimia : terjadi ketika dalam darah ditemukan adanya bakteri
(leukimia)
- Infeksi akut : infeksi yang muncul dalam waktu singkat
- Infeksi kronik : infeksi yang terjadi secara lambat dalam periode
yang lama (dalam hitungan bulan sampai tahun)
5. Tanda-tanda Infeksi
1. Tanda Infeksi Lokal
a) Rubor : Warna merah
Rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di
daerah yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan
timbul,terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah
peradangan.
Sehingga lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan
kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengandarah.Keadaan
ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna
merahlokal karena peradangan akut.
b) Kalor : Panas
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan
akut.Kalor disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat.
Sebab darah yang memiliki suhu 37oC disalurkan ke permukaan
tubuh yang mengalami radang lebih banyak dari pada ke daerah
normal.
c) Tumor : Pembengkakan
Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar
ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah
ke jaringan-jaringan interstitial.

6
d) Dolor : Rasa nyeri
Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat
merangsang ujung-ujung saraf.Pengeluaran zat seperti histamin
atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf.Rasa sakit
disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan
jaringan yang meradang.
e) Functiolaesa : Gangguan fungsi
Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang
(Dorland, 2002).Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang
telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui secara mendalam
mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang.
2. Tanda Infeksi Sistemik
- Demam
- Malaise
- Anoreksia
- Mual dan muntah
- Sakit kepala
- Diare
6. Rantai Proses Infeksi
a. Agen Infeksius
Kemampuan mikroorganisme menimbulkan infeksi tergantung pada
jumlah mikroorganisme yang masuk, potensi menyebabkan
penyakit, kemampuan mikroorganisme masuk ke dalam tubuh
hospes, kerentanan hospes, kemampuan untuk hidup dalam tubuh
hospes.
b. Sumber Infeksi (Reservoir)
Habitat pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme, antara
lain manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan.
c. Pintu Keluar (Portal of exit)
Tempat mikroorganisme dapat meninggalkan reservoir, misalnya
saluran pernapasan (pada saat bersin, batuk), saluran pencernaan
(feses), darah dari luka terbuka, dll

7
d. Metode Penyebaran
Penyebaran langsung, penyebaran tidak langsung melalui media atau
vektor, penyebaran melalui udara.
e. Pintu Masuk (Portal of entry)
Tempat masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh hospes.
Umumnya masuk melalui jalur yang sama seperti reservoir.
f. Hospes yang rentan
Individu tempat mikroorganisme berkembang. Individu yang rentan
beresiko mengalami infeksi.
7. Proses Infeksi
- Tahap Inkubasi
Periode sejak masuknya mikroorganisme patogen ke dalam tubuh
hingga munculnya gejala. Inkubasi disebut juga masa tunas, masa
dari mulai masuknya kuman kedalam tubuh (waktu kena tular)
sampai pada waktu penyakit timbul. Setiap penyakit berlainan masa
ikubasinya. Penularan penyakit dapat terjadi selama masa inkubasi.
Lamanya masa inkubasi dipengaruhi oleh:
- Jenis mikroorganisme.
- Virulensi atau ganasnya mikroorganisme dan Jumlah
mikroorganisme.
- Kecepatan berkembang biaknya mikroorganisme dan Kecepatan
pembentukan toksin dari mikroorganisme.
- Porte de’entre (pintu masuk dari mikroorganisme).
- Endogen (daya tahan host atau tuan rumah).
- Tahap Prodormal
Dimulai dari munculnya gejala umum hingga munculnya gejala
spesifik. Pada tahap ini individu sangat infeksius (mudah
menularkan / menyebarkan mikroorganisme patogen ke orang lain).
- Tahap Sakit
Periode dengan perkembangan gejala spesifik yang dapat
menimbulkan menifestasi pada orang yang terinfeksi dan seluruh

8
bagian tubuh. Penderita dalam keadaan sakit.Merupakan tahap
tergangunya fungsi organ yang dapat memunculkan tanda dan gejala
(signs and symptoms) penyakit.Dalam perjalanannya penyakit akan
berjalan bertahap.
Pada tahap awal,tanda dan gejala penyakit masih ringan.Penderita
masih mampu melakukan aktivitas harian dan masih dapat diatasi
dnegan berobat jalan.Pada tahap lanjut,penyakit tidak dapat diatasi
dengan berobat jalan,karena penyakit bertambah parah,baik secara
obyektif maupun subyektif.
Pada tahap ini penderita tidak mampu lagi melakukan aktivitas
sehari-hari dan jika berobat umumnya membutuhkan perawatan.
Penularan mikroorganisme melalui hidung, mulut, telinga, mata,
urin, feses, sekret dari ulkus, luka, kulit, organ-organ dalam.
- Tahap Konvalensi
Periode mulai dari penurunan gejala hingga individu sehat kembali.
Waktunya berbeda-beda setiap individu.
Sembuh sempurna : Penderita sembuh secara sempurna, artinya
bentuk dan fungsi sel/jaringan/organ tubuh kembali seperti
sediakala.
Sembuh dengan cacat : Penderita sembuh dari sakitnya namun
disertai adanya kecacatan. Cacat dapat berbentuk cacat fisik, cacat
mental, maupun cacat sosial.
Pembawa (carier) : Perjalanan penyakit seolah-olah berhenti,
ditandai dnegan menghilangnya tanda dan gejala penyakit. Pada
kondisi ini agen penyebab masih ada dan masih potensial sebagai
sumber penularan.
8. Sistem Pertahanan Terhadap Infeksi
- Kulit : sebum yg mengandung asam lemak yg mampu membunuh
beberapa jenis bakteri
- Mulut : saliva membuang partikel yg mengandung mikroorganisme
- Saluran pernapasan : silia di jalan napas bagian atas menjebak
mikroorganisme yg diinhalasi

9
- Saluran urinarius : pembilasan dari aliran urine dpt membuang mikro
organisme yg ada pada saluran urinarius
- Saluran pencernaan : keasaman lambung secara kimia merusak
mikroorganisme yg tidak tahan asam
9. Factor – factor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial.
Secara umum factor yang mempengaruhi terjadinya nosocomial
terdiri dari 2 bagian besar, yaitu :
1. Factor Endogen ( umr, seks, penyakit penyerta, daya tahan tubuh dan
kondisi – kondisi local ).
2. Factor Eksogen ( lama penderita dirawat, kelompok yang merawat,
alat medis, serta lingkungan ).

2.2 Upaya Pencegahan Infeksi


Secara umum, tanggung jawab perawat dalam pencegahan infeksi antar
lain :
1. Mendidik individu agar terhindar dari infeksi
Melalui upaya imunisasi, perbaikan nutrisi, istirahat dan tidur yang
cukup, menghindari stress.
2. Membiasakan diri mencuci tangan
Cuci tangan merupakan salah satu upaya paling efektif dalam
mengontrol infeksi.
3. Mencegah penyebaran kuman melalui tindakan desinfeksi/sterilisasi.

2.3 Proses Terjadinya Peradangan


2.3.1 Pengertian Peradangan

Peradangan adalah reaksi lokal pada vaskular dan unsur-unsur


pendukung jaringan terhadap cedera terhadap cedera yang
mengakibatkan pembentukan eksudat kaya protein. Peradangan
merupakan respon protektif sistem imun nonspesfik yang bekerja untuk
melokalisasi, menetralisasi, atau menghancurkan agen pencedera dalam
persiapan untuk proses penyembuhan. Peradangan adalah reaksi
perlindungan normal dari tubuh terhadap luka.

10
Peradangan merupakan reaksi terhadap sistem kekebalan untuk
melindungi mahluk hidup dari infeksi dan luka. Hal tersebut untuk
membatasi dan membunuh jaringan yang rusak sehingga tubuh dapat
mulai untuk sembuh. Jika peradangan akut berlangsung maka peradangan
kronis akan muncul dan akan bertahan tahunan atau bahkan selama
seumur hidup.

Penyebab-penyebab peradangan meliputi agen-agen fisik, kimia,


reaksi imunologik, dan infeksi oleh organisme-organisme patogenik.
Infeksi tidak sama dengan peradangan , infeksi hanya merupakan salah
satu tanda penyebaab peradangan.

2.3.2 Jenis-jenis Radang


1. Radang Akut
Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera
yang didesain untuk mengirimkan leukosit ke daerah cedera.Leukosit
membersihkan berbagai mikroba yang menginvasi dan memulai proses
pembongkaran jaringan nekrotik. Terdapat 2 komponen utama dalam
proses radang akut, yaitu perubahan penampang dan struktural dari
pembuluh darah serta emigrasi dari leukosit.Perubahan penampang
pembuluh darah akan mengakibatkan meningkatnya aliran darah dan
terjadinya perubahan struktural pada pembuluh darah mikro akan
memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan sirkulasi
darah. Leukosit yang berasal dari mikrosirkulasi akan melakukan
emigrasi dan selanjutnya berakumulasi di lokasi cedera.
2. Radang Kronis
Radang kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi
panjang (berminggu-minggu hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses
secara simultan dari inflamasi aktif, cedera jaringan, dan penyembuhan.
Perbedaannya dengan radang akut,radang akut ditandai dengan
perubahan vaskuler, edema, dan infiltrasi neutrofil dalam jumlah
besar.Sedangkan radang kronik ditandai oleh infiltrasi sel mononuklir
(seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma), destruksi jaringan, dan
perbaikan.

11
Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan. Dapat
timbul menyusul radang akut, atau responnya sejak awal bersifat kronik.
Perubahan radang akut menjadi radang kronik berlangsung bila respon
radang akut tidak dapat reda, disebabkan agen penyebab jejas yang
menetap atau terdapat gangguan pada proses penyembuhan normal. Ada
kalanya radang kronik sejak awal merupakan proses primer. Sering
penyebab jejas memiliki toksisitas rendah dibandingkan dengan
penyebab yang menimbulkan radang akut.
Terdapat 3 kelompok besar yang menjadi penyebabnya, yaitu
infeksi persisten oleh mikroorganisme intrasel tertentu (seperti basil
tuberkel, Treponema palidum, dan jamur-jamur tertentu), kontak lama
dengan bahan yang tidak dapat hancur (misalnya silika), penyakit
autoimun. Bila suatu radang berlangsung lebih lama dari 4 atau 6 minggu
disebut kronik. Tetapi karena banyak kebergantungan respon efektif tuan
rumah dan sifat alami jejas, maka batasan waktu tidak banyak artinya.
Pembedaan antara radang akut dan kronik sebaiknya berdasarkan pola
morfologi reaksi.

2.3.3 Gambaran Mikroskopis Peradangan Akut


Peradangan akut adalah respon langsung dari tubuh terhadap
cideraatau kematian sel. Gambaran mikroskopis peradangan sudah
diuraikan 2000 tahun yang lampau dan masih dikenal sebagai tanda-
tanda pokok peradangan yang mencakup kemerahan (rubor), panas
(kalor), nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor). Tanda pokok yang
kelima ditambahkan pada abad sekarang ini, yaitu perubahan fungsi
(function laesa).

1. Rubor (kemerahan)
Rubor biasanya merupakan hal pertama yang terlihat pada
daerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai
timbul, maka arteriol yang mensuplai daerah daerah tersebut
melebar, dengan demikian lebih bannyak darah mengalir kedalam

12
mikrosirkulasi local. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau
sebagian saja yang meregang dengan cepat akan terisi oleh darah.
Keadaan ini yang dinamakan hyperemia atau kongesti, menyebabkan
warna merah lokal karena peradangan akut. Timbulnya hyperemia
pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh, baik secara
neurogenik maupun secara kimia, melalui pengeluaran zat seperti
histamine.
2. Kalor (panas)
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi
peradangan akut. Sebenarnya panas merupakan sifat reaksi
peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam
keadaan normal lebih dingin dari 370 C, yaitu suhu dalam tubuh.
Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari
sekelilingnya, sebab darah (pada suhu 370 C) yang disalurkan tubuh
ke permukaan daerah yang terkena lebih lebih banyak dari pada yang
disalurkan kedaerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat
pada daerah-daerah yang terkena radang jauh didalam tubuh, karena
jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti 370 C dan
hyperemia tidak menimbulkan perubahan.
3. Dolor (nyeri)
Dolor dari reaksi peradangan dapat disebabkan oleh
beberapa hal, misalnya, bahan pH lokal atau kongesti lokal ion-ion
tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat kimia
tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya juga dapat
merangsang sel-sel saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang
meradang juga dapat mengakibatkan penigkatan tekanan lokal yang
tanpa diragukan lagi juga dapat menimbulkan nyeri.
4. Tumor (pembengkakan)
Segi paling mencolok dari peradangan akut mungkin adalah
pembengkakan lokal (tumor). Pembengkakan ditimbulkan oleh
pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah kejaringan-jaringan
interstisial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun paada

13
daerah peradangan disebut eksudat, pada keadaan dini reaksi
peradangan , sebagian besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi
pada lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar ringan. Kemudian
sel-sel darah putih Eatau leukosit meninggalkan aliaran darah dan
tertimbun sebagai bagian dari eksudat.
5. Function laesa (perubahan fungsi)
Adalah reaksi peradangan yang telah dikenal, sepintas lalu mudah
dimengerti, mengapa bagian yang bengkak, nyeri disertai denagn
sirkulasi abnormal dan lingkungan kimiawi yang abnormal,
berfungsi juga secara abnormal. Namun sebetulnya kita tidak
mengetahui secara mendalam dengan cara apa fungsi jaringan yang
meradang itu terganggu.

2.3.4 Aspek Cairan Pada Peradangan


1. Eksudasi
Untuk memahami aliran cairan yang cepat melalui dinding
pembuluh ke jaringan yang mengalami peradangan, perlu
untuk mengingat kembali prinsip- prinsip yang mengatur
transpor cairan normal. Dinding selular pembuluh darah yang
terkecil (misal, kapiler dan venule) memungkinkan molekul-
molekul kecil lewat, tetapi menahan molekul-molekul besar
(seperti, protein plasma tetap didalam lumen pembuluh darah.
Sifat pembuluh darah yang semipermiabel ini menimbulkan
tekanan osmotik yang cenderung menahan cairan di dalam
pembuluh darah. Kejadian ini diimbangi oleh dorongan keluar
tekanan hidrostatik di dalam pembuluh darah.
Eksudat peradangan semacam itu mengandung protein plasma
dalam jumlah yang cukup signifikan. Jadi, peristiwa penting
pada peradangan akut adalah perubahan permeabilitas
pembuluh-pembuluh yang sangat kecil di daerah peradangan
tersebut, yang mengakibatkan kebocoran protein. Proses ini
kemudian diikuti oleh pergeseran keseimbangan osmotik, dan

14
air keluar bersama protein, menimbulkan pembengkakan
jaringan.
Sel-sel endotel yanf melapisi pembuluh kecil menyebabkan
timbulnya sifat semipermiabel yang biasa pada pembuluh
darah, dan sel-sel inilah yang mengubah hubungannya antara
satu dengan yang lain pada peradangan akut, menimbulkan
kebocoran protein dan cairan.
2. Limfatik dan Aliran Limf
Cairan interstisial secara perlahan menembus ke dalam saluran
limfatik dan limf yang terbentuk dibawa ke sentral ke dalam
tubuh, akhirnya bergabung kembali dengan darah vena. Jika
suatu daerah meradang, biasanya terjadi peningkatan mencolok
pada aliran limf yang keluar dari daerah itu. Saluran limfatik
tampaknya dipertahankan dalam posisi terbuka karena sebuah
jaringan membengkak akibat suatu sistem serabut jaringan ikat
yang tertambat pada dinding limfatik.
Tidak hanya aliran limf yang meningkat tetapi juga kandungan
protein dan sel pada limf juga meningkat selama peradangan
akut. Peningkatan aliran bahan-bahan ini melalui limfatik
menguntungkan, karena cenderung meminimalkan
pembengkakan pada jaringan yang meradang dengan
mengeluarkan sebagian eksudat.
Namun, limfatik dapat membawa agen-agen yang
menimbulkan cedera dari tempat peradangan primer sampai
ketempat yang jauh dari tubuh. Limfangitis peradangan pada
pembuluh limfatik, limfadenitis adalah peradangan pada
kelenjar getah bening.

2.3.5 Aspek Seluler pada Peradangan


1. Marginal dan Emigrasi
Pada awal peradangan akut, waktu arteriol berdilatasi, aliran
darah radang bertambah, namun sifat aliran darah segera berubah.

15
Hal ini disebabkan karena cairan bocor keluar dari mikrosirkulasi
yang permeabilitasnya bertambah. Sejumlah besar dari eritrosit,
trombosit dan leukosit ditinggalkan, dan viskositas naik, sirkulasi
didaerah yang terkena radang menjadi lambat. Hal menyebabkan
leukosit akan mengalami marginasi, yaitu bergerak kebagian arus
perifer sepanjang aliran pembulh darah, dan mulai melekat pada
endotel. Akibatnya pembuluh darah tampak seperti jalan berbatu,
peristiwa ini disebut dengan emigrasi.
2. Kemotaksis
Pergerakan leukosit pada interstisial dari jaringan yang
meradang, waktu mereka sudah beremigrasi, merupakan
gerakan yang bertujuan. Hal ini disebabkan adanya sinyal
kimia. Fenomena ini disebut dengan kemotaksis.
3. Mediator peradangan
Banyak substansi yang dikeluarkan secara endogen, yang
dikenal dengan substansi dari peradangan.
Mediator dapat digolongkan kedalam beberapa kelompok:
 Amina vasoaktif
 Substansi yang dihasilkan oleh sistem enzim plasma
 Metabolit asam arakhidona
 Berbagai macam produk sel
4. Histamine
Amina vasoaktif yang terpenting adalah histamin, yang mampu
menghasilkan vasodilatasi dan penigkatan permeabilitas
vaskuler. Sebagian besar histamin disimpan dalam sel mast
yang tersebar luas dalam tubuh.
5. Factok-faktor plasma
Plasma darah adalah sumber yang kaya akan sejumlah
mediator penting. Agen utama yang mengatur sistem ini adalah
faktor Hageman (faktor XII), yang berada dalam plasma,
dalam bentuk tidak aktif dan dapat diaktifkan oleh berbagai
cidera.

16
6. Metabolit asam arakhidonat
Berasal dari banyak fosfolipid membrane sel, ketika fosfolipid
diaktifkan oleh cidera atau mediator lain. Asam arakhidonat
dapat dimetabolisasikan dalam dua jalur yang berbeda, yaitu
jalur siklooksigenase dan jalur lipoksigenase, menghasilkan
sejumlah prostaglandin, trombokson dan leukotrin.

2.3.6 Jenis dan Fungsi Leukosit


1. Granulosit
Granulosit terdiri dari netrofil, eosinofil dan basofil, masing-
masing memiliki granula dalam sitoplasma. Sel-sel pertama
yang timbul dalam jumlah besar didalam eksudat adalah
netrofil. Netrofil mampu bergerak aktif seperti amoeba dan
mampu menelan berbagai zat (fagositosis). Eosinofil
memberikan respon terhadap rangsangan kemotaktik khas
tertentu pada reksi alergi dan mengandung zat-zat yang toksik
terhadap parasi-parasit tertentu dan zat-zat yang
memperantarai peradangan.
Basofil berasal dari sumsum tulang seperti granulosit lainnya.
Basofil darah dan sel mast jaringan dirangsang untuk
melepaskan kandungan granulanya kedalam lingkungan
sekitarnya pada berbagai keadaan cidera, baik rekasi
imunologis maupun reaksi nonspesifik.
2. Monosit
Merupakan bentuk monosit yang berbeda dari granulosit,
karena susunan morfologi intinya dan sift sitoplasmanya yang
relatif agranular. Sel yang sama, yang terdapat dalam
pembuluh darah disebut juga dengan monosit, dan jika terdapat
dalam eksudat, disebut dengan makrofag.
Makrofag mempunyai fungsi yang sama denganfugsi netrofil
polimorfonuklear, dimana makrofag adalah sel yang bergerak
aktif yang memberi respon terhadap rangsang kemotaksis,

17
fagosit aktif dan mampu mematikan serta mencerna berbagai
agen.
3. Limfosit
Umumnya terdapat pada eksudat dalam jumlah yang sangat
kecil, dalam waktu yang cukup lama, yaitu sampai reaksi
peradangan menjadi kronik. Leukosit yang telah dimobilisasi
tidak hanya menangkap mikroba yang menyerbu, tetapi juga
menghancurkan sisa jaringan hingga proses perbaikan dapat
dimulai.

2.3.7 Bentuk Peradangan


1. Eksudat nonseluler
a. Eksudat serosa
Jenis eksudat nonseluler yang paling sederhana adalah eksudat
serosa, yang pada dasarnya terdiri dari protein yang bocor dari
pembuluh-pembuluh darah saat radang. Contoh eksudat serosa
adalah cairan luka melepuh. Pengumpulan yang disebabkan
oleh tekanan hidrostatik, bukan disebabkan oleh peradangan,
disebut dengan transudat.
b. Eksudat fibrinosa
Terbentuk jika protein yang dikeluarkan dari pembuluh dan
terkumpul pada daerah peradangan yang mengandung banyak
fibrinogen. Eksudat fibrinosa sering dijumpai diatas
permukaan serosa yang meradang.
c. Eksudat misinosa
Jenis eksudat ini hanya dapat terbentuk diatas membrane
mukosa, dimana terdapat sel-sel yang dapat mensekresi musin.
Eksudat ini merupakan sekresi sel, bukan dari bahan yang
keluar dari pembuluh darah. Contoh eksudat ini adalah pilek
yang disertai berbagai infeksi pernapasan bagian atas.

18
2. Eksudat seluler
a. Eksudat netrofilik
Disebut juga dengan purulen yang terbentuk akibat infeksi
bakteri. Infeksi bakteri sering menyebabkan konsentrasi
netrofil yang luar biasa tingginya didalam jaringan, banyak
dari sel-sel ini mati dan membebaskan enzim-enzim hidrolisis
yang kuat kesekitarnya.
b. Eksudat campuran
Campuran eksudat seluler dan nonseluler, dinamakan sesuai
dengan campurannya. Misalnya, eksudat fibrinopurulen terdiri
dari fibrin dan netrofil polimorfonuklear.Peradangan
granulamatosa
Jenis radang ini ditandai dengan pengumpulan makrofag dalam
jumlah besar dan pengelompokannya menjadi gumpalan nodular
yang disebut granuloma.

2.3.8 Faktor yang Mempengaruhi Peradangan dan Penyembuhan


1. Seluruh proses peradangan bergantung pada sirkulasi yang
utuh kedaerah yang terkena. Jadi, jika ada defisiensi suplai
darah kedaerah yang terkena, maka proses peradangannya
sangat lambat, infeksi yang menetap dan penyembuhan yang
jelek.
2. Banyak faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka atau
daerah cidera atau daerah peradangan lainnya, salah satunya
adalah bergantung pada poliferasi sel dan aktivitas sintetik,
khususnya sensitif terhadap defisiensi suplai darah lokal dan
juga peka terhadap keadaan gizi penderita.
3. Penyembuhan juga dihambat oleh adanya benda asing atau
jaringan nekrotik dalam luka, oleh adanya infeksi luka dan
immobilisasi yang tidak sempurna.
4. Komplikasi pada penyembuhan luka kadang-kadang terjadi
saat proses penyembuhan luka. Jaringan parut mempunyai sifat

19
alami untuk memendek dan menjadi lebih padat, dan kompak
setelah beberapa lama. Akibatnya adalah kontraktur yang dapat
membuat dareah menjadi cacat dan pembatasan gerak pada
persendian.
5. Komplikasi penyembuhan yang kadang-kadang dijumpai
adalah amputasi atau neuroma traumatik, yang secara
sederhana merupakan poliferasi regeneratif dari serabut-
serabut saraf kedalam daerah penyembuhan dimana mereka
terjerat pada jaringan parut yang padat.

2.3.9 Aspek Sistemik dari Peradangan


1. Demam adalah fenomena umum yang sering terjadi sejajar
dengan proses peradangan lokal, yang manular maupun yang
tidak manular. Penyebab demam adalah dilepaskannya
pirogen endogendari netrofil dan makrofag. Zat-zat ini
mempengaruhi pusat pengaturan suhu dihipotalamus. Hal lain
yang mencolok yang mengikuti proses peradangan lokal
adalah perubahan-perubahan hematologis yang biasa
ditemukan.
2. Rangsangan yang berasal dari pusat peradangan yang
mempengaruhi proses pendewasaan (maturasi) dan
pengeluaran leukosit dari sumsum tulang yang
mengakibatkan kenaikan jumlah suatu leukosit, kenaikan ini
disebut dengan leukositas. Pada cidera yang hebat, gejala
berupa malaise, anoreksia dan ketidakmampuan melakukan
sesuatu yang beratnya berbeda-beda, bahkan sampai tidak
berdaya melakukan apapun.

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi di
dalam tubuh yang menyebabkan sakit. Infeksi merupakan suatu kondisi
penyakit yang disebabkan oleh masuknya kuman patogen atau mikroorganisme
lain ke dalam tubuh yang dapat menimbulkan reaksi tertentu.
Peradangan adalah reaksi lokal pada vaskular dan unsur-unsur pendukung
jaringan terhadap cedera terhadap cedera yang mengakibatkan pembentukan
eksudat kaya protein. Peradangan merupakan respon protektif sistem imun
nonspesfik yang bekerja untuk melokalisasi, menetralisasi, atau
menghancurkan agen pencedera dalam persiapan untuk proses penyembuhan.
Peradangan adalah reaksi perlindungan normal dari tubuh terhadap luka.
Infeksi tidak sama dengan peradangan , infeksi hanya merupakan salah satu
tanda penyebaab peradangan.

3.2 Saran
Harapan penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Dengan membaca dan mempelajari isi makalah ini, diharapkan pengetahuan
pembaca tentang radang dapat bertambah, serta mengerti tentang akibat dan
pengaruh yang disebabkan oleh radang itu sendiri. Penulis menyadari bahwa
penulisan makalah ini belum sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan,
untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi
perbaikan penulisan yang akan datang.

21
DAFTAR PUSTAKA

Price, sylvia A dan Wilson Lorraine M. 1995. Potofisiologi Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit Edisi 4, Buku 1. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Price, Sylvia A dan Wilson Lorraine M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit Edisi 6, Buku 1. Jakarta: Buku Kedokteran

EGC

Tambayong, dr. Jan.2000. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC

J. Corwin, Elisabeth. 2007. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Buku Kedokteran

EGC

22

Anda mungkin juga menyukai