Anda di halaman 1dari 13

Muhammad achsan maulana : 90400121095

mufti lutfi : 90400121094

Tri erlianti mus : 90400121097

Pemikiran dan praktik akuntansi dimasa Abdul rahman bin auf

Islam bukan agama miskin seperti pemikiran sebagian orang, juga bukan
agama kaya seperti harapan sebagian orang. Islam milik muslimin, kaya
dan miskin, kemiskinan tidak menjadikan seorang muslim bertaqwa,
kaya tidak berarti sombong dan congkak. Sebagian muslimin menyangka
ajaran Islam yang benar meninggalkan dunia dengan segala isinya dan
mengasingkan diri (uzlah) dari kehidupan dunia fokus beribadah seorang
diri. Sahabat Rasulullah Saw serta salafussalih tidak demikian, mereka
hidup normal, Islam dibutuhkan oleh orang kaya dan miskin. Siapa yang
mengatakan ummat Islam miskin? Islam dipegang oleh ummat yang kaya
seperti Abu Bakar, Usman bin Affan dan Abdurrahman, Allah Swt
menjadikan para pedagang sebagai penda’i, jika bukan karena kekayaan
Abu Bakar niscaya Bilal bin Rabbah tetap disiksa dengan batu di
Makkah. Jika bukan karena kekayaan Usman bin Affan sahabi Attasyi
tetap menunggu minuman dari Yahudi pemilik sumur “Raumah”. Jika
bukan kekayaan Ibnu Badis niscaya ia tidak akan mampu melahirkan
generasi tangguh yang memerdekakan Aljazair.

Demi Allah ummat muslim tidak akan bangkit tanpa kekayaan, ummat
muslim memerlukan generasi-generasi kaya akan menafkahi jalan
dakwah, harta merupakan kekuatan yang sangat diperlukan saat ini!
Sebelum mendalami kisah beliau lebih lanjut, saya akan menceritakan
kisah yang akan memberikan pemahaman ekonomi Islam. Diriwayatkan
bahwa seorang pedagang yang kembali perniagaannya, sahabatnya
bertanya kenapa ia kembali kemudian beliau menjawab: “Wahai
saudaraku, saya melihat merpati buta sendirian di tengah jalan. Saya
bertanya dalam hati: “Bagaimana ia bertahan hidup? Kemudian seekor
merpati datang membawa makanan kepadanya, “tiada Tuhan selain
Allah!” Sesungguhnya Sang Pemberi rezeki merpati buta mampu
memberi saya rezeki tanpa berusaha panting tulang, saya memutuskan
pulang membawa dagangan menjumpai istri dan anak-anak saya."
Sahabatnya memperhatikannya seksama lalu meletakkan tangan di
bahunya: “Maha suci Allah wahai saudaraku, jangan seperti merpati buta
menunggu makanan, jadilah merpati kuat yang membawa makanan
kepadanya!" Abdurrahman bin Auf seorang muslim kaya raya dalam
sejarah Islam, dijamin masuk syurga.

Lima di antara yang diislamkan melalui Abu Bakar Assiddiq anggota


syura, mengikuti perang Badar, seorang sahabat di Bai’at ridwan, hijrah
dua kali, Shalat kedua kiblat, Qudwah bagi orang kaya, bersedekah tanpa
takut, beliau Abdurrhman bin Auf. Abdurrahman bin auf Ra bukan hanya
kaya, beliau dan Abu Bakar Ra shalat di belakang mereka berdua ketika
Rasulullah saw mengimami Shalat para Nabi dan Rasul dalam perjalanan
Isra’.Abdurrahman bin Auf ingin menjadi seorang pemberi. Ketika hijrah
ke Madinah, Rasulullah Saw mewasiatkannya dan Said bin Rabi’,
mendatangi Madinah dengan tangan kosong seperti sahabat lain
meninggalkan rumah, pasar, harta di Mekkah, meninggalkannya demi
Allah semata. Saudaranya dari Anshar Said bin Rabi’ Ra menyerahkan
setengah harta kepadanya, beliau menolak dengan lembut: “Semoga
Allah Swt memberkahi harta dan keluargamu, tunjuki saya pasar”. Lalu
beliau ke pasar Madinah membeli beberapa barang dan menjualnya,
dalam waktu singkat ia kaya. Imam Ibnu Hajar Asqalani berkata:
“Abdurrahman bin Auf meninggalkan 4 istri, setiap dari mereka diwarisi
100.000 dinar, hitungan sederhana seluruh hartanya berjumlah 400.000,
harta yang ditinggalkan untuk ahli warisnya 8.400.000 x 3.200.000) 3
juta dua ratus ribu dinar (emas)!” ini selain harta yang di infaqkan kepada
kaum muslimin, dan yang di infakkan di jalan Allah Swt, rahasianya:
“tunjuk saya pasar!”.

Disadurkan dari kitab 100 Tokoh Muslim Merubah Sejarah


Dunia.Sedangkan menurut riwayat Ibnu Katsir dalam al Bidayah wa an
Nihayah, juz 7 halaman 184, disebutkan bahwa saat wafat Abdurrahman
meninggalkan aset yang terdiri atas 1.000 ekor unta, 100 ekor kuda, dan
3.000 ekor kambing yang kemudian dijual. Abdurrahman mewariskan
320.000 Dinar (hasil penjualan tersebut) kepada 4 istrinya tersebut yang
hanya merupakan 1/8 dari total harta waris. Masing-masing dari 4 istri
Abdurrahman memperoleh 80.000 Dinar. Maka untuk total asetnya
dihitung sebagai berikut: 80.000 Dinar x 4 (orang istri) x 8 (total aset) =
2.560.000 Dinar atau setara Rp 4,97 triliun. Baik sumber Ibnu Hajar
maupun Ibnu Katsir, keduanya sama-sama mengindikasikan bahwa
Abdurrahman bin Auf adalah sahabat nabi yang paling kaya. Berbekal
kekayaan sebesar itu ditambah dengan keimanan dan ketaatannya yang
kuat kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, ia tidak segan-segan untuk
mengeluarkan hartanya demi kemaslahatan umat Islam. Uniknya lagi, ia
bahkan berharap agar jatuh miskin lantaran Nabi SAW terdapat hadis
menyebutkan bahwa ia akan masuk surga paling terakhir karena terlalu
kaya, sehingga proses hisabnya pun paling lama.

Alasan itu pula yang membuatnya tak tanggung-tanggung dalam


menyedekahkan hartanya. Ia pernah membeli tanah untuk dijadikan
kavling-kavling pasar bagi pedagang Muslim tanpa harus membayar
sewa. Selanjutnya, Abdurrahman juga pernah memberikan 200 uqiyah
emas (1 uqiyah=sekitar 31 gram emas) untuk kebutuhan logistik pada
perang Tabuk. Belum lagi saat hendak wafat, ia berdonasi hingga 400
Dinar untuk 100 orang veteran perang Badar. Jika dihitung, maka ia
mendonasikan 400 Dinar x 100 (veteran perang Badar) = 40.000 dinar
atau setara Rp 77,65 miliar. Di antara veteran tersebut, ada Utsman bin
Affan RA dan juga Ali bin Abi Thalib KW. Belum lagi wasiat harta yang
ia berikan kepada istri-istri Nabi SAW. Bahkan, Siti Aisyah RA
mendoakan Abdurrahman bin Auf berka kedermawanannya tersebut,
"Semoga Allah menyiraminya dengan cairan dari nektar." Tak lupa,
Abdurrahman juga memerdekakan banyak sekali budak-budak dan
hamba sahaya secara cuma-cuma.Abdurrahman bin Auf pun
menghembuskan nafas terakhirnya sekitar tahun 654 masehi pada usia 73
tahun. Ia dimakamkan di Jannatul Baqi bersama dengan para tokoh-tokoh
Islam terkenal lainnya

Berikut cara berbisnis ala Abdurrahman bin Auf

1. Tidak Mencari Keuntungan

“Saya tidak mau mencari keuntungan yang banyak.” Itulah kata-kata


yang disampaikan Abdurrahman bin Auf ketika berbisnis. Abdurrahman
bin Auf lebih memilih mendapatkan keuntungan yang sedikit. Margin
yang kecil, tapi dengan volume keuntungan yang besar. Dalam berbisnis,
keuntungan Rp10 tapi dalam jumlah penjualan yang banyak lebih baik
untuk diperoleh, daripada mendapatkan keuntungan Rp100 ribu tapi
hanya menjual satu produk. , ketika mulai berbisnis, perlu diperhatikan
apa yang dilakukan oleh Abdurrahman bin Auf. Menjual produk dengan
harga murah dan keuntungan kecil, tapi berorientasi pada volume
penjualan yang banyak. Jika dilakukan secara konsisten, maka pebisnis
akan mendapatkan keuntungan yang besar dari perputaran produk
dagangnya.

2. Transaksi Tunai dan Hindari Kredit

Jika satu produk dagang laku dengan keuntungan Rp100, dan satu produk
lainnya melalui kredit dengan keuntungan Rp1 juta. Pebisnis sebaiknya
memilih keuntungan kecil secara tunai, daripada keuntungan Rp1 juta
dengan cara dicicil. Seperti Abdurrahman bin Auf yang dikenal memiliki
kecepatan dalam likuiditas. Sebab, perputaran uang penting untuk
menjadikannya kembali sebagai modal untuk penambahan produk
dagang berikutnya. Risiko harus menjadi faktor yang perlu
dipertimbangkan bagi pebisnis untuk menghindari kerugian yang lebih
besar pada transaksi kredit. Sebab, dalam bisnis perputaran keuntungan
sebagai modal perlu diperhatikan. Salah satunya juga untuk menghindari
hutang dalam modal usaha.

3. Kerjasama dan Integritas

Integritas sendiri berarti mutu atau potensi yang bisa ditonjolkan seperti
kewibawaan atau kejujuran. Abdurrahman bin Auf seperti diketahui pada
masa awal hijrah ke Madinah tidak memiliki apa pun kecuali pakaiannya.
Kemudian, ia mengajak kerjasama dengan salah satu pemilik barang
untuk mencarikannya pembeli dengan membawa produk dagangnya
terlebih dahulu dan memberikan uang ketika sudah laku terjual. Dalam
kurun waktu satu bulan, Abdurrahman bin Auf mampu membuka kios di
pasar. Hingga bisnisnya berlanjut ke bisnis properti. Ia melakukan
kerjasama dengan pemilik lahan untuk membangun sebuah pasar baru,
dengan perjanjian modal yang berasal darinya.Ini sistem kerjasama bagi
hasil. Saat pasar selesai di bangun pun mereka tidak menetapkan biaya
sewa kios, melainkan pedagang boleh membayar seikhlasnya. Integritas
inilah yang membuat Abdurrahman bin Auf mendapatkan kesuksesan
bisnisnya.

4. Orientasi Pasar
Keputusannya dalam berbisnis, ia selalu mencoba memahami
terlebih dahulu apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan dari
konsumen. Kejelian dalam melihat peluang inilah yang pada
akhirnya ia memutuskan untuk membangung sebuah pasar baru.Di
mana pasar lama pada saat itu dalam kondisi kumuh yang
menimbulkan ketidaknyamanan. Melihat adanya peluang ini ia
memutuskan untuk membuat sebuah pasar lama. Terbukti, pasar
baru yang dibangunnya ini ramai oleh calon pedagang yang akan
menempati lapaknya.

5. Cari Berkah bukan Cari Untung

Prinsip ini yang menjadi pegangan teguh bagi Abdurrahman bin Auf
dalam berbisnis. Saat itu ia memutuskan untuk membeli seluruh kurma
busuk yang ada di Madinah.Kaum Muslim saat itu sedang berjihad
dengan ikut serta dalam Perang Tabuk. Namun, dengan kejadian perang
itu, mereka terlambat untuk memanen kurma di kebun mereka.
Abdurrahman bin Auf yang melihat kondisi memutuskan untuk membeli
semua kurma busuk yang terlambat di panen di Madinah. Tujuannya
untuk meringankan beban kerugian para petani kurma umat Muslim.
Beberapa waktu kemudian datang utusan dari Yaman yang mencari
kurma busuk sebagai bahan obat-obatan. Hingga terjadi kesepakan
Abdurrahman bin Auf dengan utusan tersebut, di mana kurma busuk
yang dibeli Abdurrahman bin Auf dengan harga normal sebelumnya,
dibayar oleh utusan Yaman tersebut dengan harga 10 kali lipat. Inilah
cara Allah memberikan pertolongannya kepada Abdurrahman bin Auf
yang juga menolong umat Muslim Madinah kala itu. Mencari keridhoan
Allah, keuntungan langsung didapatkan dengan berlipat ganda.

6. Barang Berkualitas

Abdurrahman bin Auf selalu memastikan barang yang dijualnya


memiliki kualitas baik. Jika ia mendapati kecacatan pada produk
dagangnya, maka ia secara jujur menyampaikan kecacatan tersebut
kepada calon pembelinya.Ia selalu jujur dalam berdagang dan menjamin
segala dagangannya memiliki kualitas yang baik. Ini akan menimbulkan
rasa kepercayaan dari pembeli kepada penjualnya. Sehingga menjadi
kemudahan dalam proses pengembangan bisnis. Uang tidak hanya salah
satu modal yang perlu kita siapkan. Melainkan integritas dan kepribadian
juga penting dimiliki oleh setiap bisnis untuk kemudahan perkembangan
usaha.Itulah cara bisnis dari sahabat Nabi yang memiliki kekayaan luar
biasa. Semoga beliau bisa menjadi inspirasi bagi pebisnis saat ini yang
tertarik untuk mencontoh Abdurrahman bin Auf.

Abdurrahman bin Auf dalam menjalankan usahanya tidak terlepas dari


pola-pol manajemen yang ia aplikasikan sebagai kunci kesuksesannya
dalam berwirausaha. Beliau merupakan pebisnis ulung yang senantiasa
menerapkan etika-etika berbisnis secara syariah. Kezuhudannya terhadap
harta juga materi
duniawi sudah masyhur dilingkungan para sahabat. Maka tidaklah heran
jika Utsman bin Affan menerima uang pemberian dari Abdurrahman bin
Auf sebelum beliau wafat. Utsman bin Affan mengatakan,“Harta
Abdurrahman bin Auf halal serta bersih dari unsur riba.

Menggunakan hartanya maka akan memberikan keselamatan serta


keberkahan”. Abdurrahman mematahkan opini masyarakat saat ini yang
mengungkapkan jika bisnis ya bisnis dan agama ya agama dan kedua
urusan ini tak bisa disamakan dan harus dipisahkan karena berbeda
lingkup pembahasan. Ia patut dijadikan contoh oleh para kaum muslimin
yang hari ini berkecimpung dalam dunia wirausaha. Dengan tetap
menjunjung tinghi etika-etika islam, bisnis akan terus berkembang
menuju kesuksesan dan kelak akan membawa keberkahan tidak hanya di
dunia namun juga diakhirat. 123 Abdurrahman bin Auf dikenal sebagai
orang yang giat serta tekun dalam bekerja. Ia tetap terjun langsung dalam
mengatur perniagaan meski sudah berstatus sebagai pemilik usaha.
Diluar waktu shalat, ia mengurus bisnisnya. Abdurrahman bin Auf sibuk
mengelola bisnisnya yang berkembang cepat serta dalam jumlah yang
besar jika tidak terjadi perang dalam mempertahankan agamal Islam
dalam malewan kaum kafir.

Pendapat dari Abdurrahman bin Auf dapat menjatuhkan anggapan


masyarakat sekarang yang mengatakan bahwa bisnis dan agama tidak
dapat disatukan. Pendapat Abdurrahman bin Auf dapat dijadikan sebagai
contoh dalam dunia bisnis. Dengan berpegang pada ajaran Islam, bisnis
yang dapat berkembang pesat.Rombongan dagang Abdurrahman
biasanya membawa barang-barang dagangan dari Mesir dan Syiria ke
Madinah. Ia juga menjajakan barang di Pasar Madinah berupa makanan
dan pakaian. Barang dagangan itu juga ia biasanya bawa ke pasar tanah
jazirah Arab lainnya. Dengan kata lain, daerah perdagangan yang ia
jajaki telah mencapai pasar skala nasional bahkan ke kancah
internasional.

Rombongan dagangnya membawa barang dagang berupa kebutuhan


dasar yakni makanan dan pakaian. Dari Mesir dan Syiria menuju ke
Madinah. Perniagaannya sudah dapat dikatakan mencapai skala nasional
dan international.Jika di hitung dari segi bisnis, Abdurrahman bin Auf
dalam melakukan ekspor dan impor barang telah memperluas pangsa
pasarnya. Sebab ia akan banyak berhubungan serta membangun relasi
dengan berbagai orang di luar Makkah atau orang diluar Jazirah Arab.
Cara ini yang menjadi target dari pembelinya akan semakin luas dan
bertambahnya banyak. Sebab itu prospek penjualnnya akan semakin
tinggi.

Dari penjelasan diatas maka penulis dapat menrik sebuah gambaran


bahwa Abdurrahman bin Auf dapat menepis anggapan masyarakat saat
ini yang mengatakan jika bisnis dan agama harus dipisahkan. Walaupun
Abdurrahman bin Auf berstatus sebagai pemilik usaha tetapi ia tetap
turun langsung dalam proses perniagaan. Dalam berdagang,
Abdurrahman bin Auf melakukan ekspor dan impor barang. Rombongan
dagang Abdurrahman bin Auf membawa barang dagangan berupa
pakaian dan makanan dari Mesir serta Syiria menuju Madinah serta ke
Jazirah Arab.

Abdurrahman bin Auf termasuk golongan sahabat yang paling awal


masuk Islam, berselang dua hari setelah Islamnya Abu Bakar Ash-
Shiddiq. Ia turut dalam hijrah bersama sahabat Muhajirin ke Habasyah
dan kemudian hijrah ke Madinah. Di saat hijrah ke Madinah, ia tidak
membawa bekal apapun. Semua yang ia miliki ditinggal di Mekkah.

Ketika Rasulullah mempersaudarakan antara sahabat Muhajirin dengan


sabahat Anshor, Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan Sa'ad bin
al-Rabi' al-Ansari. Semua dilakukan untuk saling membantu, terutama
Sahabat Muhajirin yang telah berkorban meninggalkan tanah kelahiran
dan harta benda mereka.

Begitu tiba di Madinah, Sa’ad berkata kepada Abdurrahman, “Wahai


saudaraku, aku adalah penduduk Madinah yang kaya raya. Silakan pilih
separuh hartaku dan ambillah, dan aku mempunyai dua istri, pilihlah
salah satu yang menurut anda lebih menarik dan akan aku ceraikan dia
supaya anda bisa memperistrinya.” Abdurrahman pun menjawab,
“Semoga Allah memberkati anda, istri anda dan harta anda.
Tunjukkanlah jalan menuju pasar.”

Jawaban Abdurrahman bin Auf kemudian menjadi fenomenal. Menjadi


inspirasi bagi pembisnis terutama dari kalangan muslim. Ia melihat
kondisi pasar Madinah yang dulunya dikuasai oleh Yahudi. Setelah
mengamati kondisi perekonomian di sana, Abdurrahman membentuk
strategi dan taktik bisnis. Dengan bantuan sahabat Ansharnya,
Abdurrahman membeli tanah di pasar tersebut dan membolehkan para
pedagang berjualan di tempat itu.
Dalam waktu singkat lahirlah pasar muslim pertama di Kota Madinah.
Pasar muslim ini memberikan keleluasaan kepada kaum muslimin dalam
menerapkan aturan ekonomi Islam tanpa harus takut diganggu oleh
kepentingan bisnis Yahudi.  Dari sana Abdurrahman memperlihatkan
kelihaiannya dalam membangun bisnis dari nol hingga sukses.

Rully Attaqi dalam bukunya yang berjudul “Tunjukkan Saya di mana


Pasar” menyebutkan kunci sukses Abdurrahman ada dalam rumus 5
beres, yaitu 1) beres akidahnya, di mana Abdurrahman yakin bahwa
Allah yang memberi rezeki dan tidak memasukkan unsur riba ke dalam
dagangannya dan tidak merugikan orang lain; 2) beres pemikirannya,
yaitu pola pikir positif terhadap rezeki Allah dan mental sukses; 3) beres
jam terbang yaitu ia sudah memiliki pengalaman cukup dalam
berdagang, bahkan sebelum hijrah ke Madinah; 4) beres relasi; dan 5)
beres reputasi.

Yang tak kalah penting dari keteladan Abdurrahman yaitu selalu


menginfakkan hartanya. Kekayaan yang diperoleh dari perputaran
bisnisnya digunakan untuk membangun kepentingan umat. Sejarah
mencatat, Abdurrahman menyumbangkan sebanyak 4.000 dirham, 500
kuda perang dan 1.500 Unta untuk keperluan Perang Tabuk pada tahun 9
Hijrah, ia menyantuni para alumni Perang Badar yang masih hidup waktu
itu dengan santunan sebesar 400 dinar emas (sekitar Rp 480 juta) per
orang untuk veteran yang jumlahnya tidak kurang dari 100 orang dan
banyak lagi kedermawanan yang diperlihatkan oleh Abdurrahman.

Orang-orang Madinah pernah berkata, “Seluruh penduduk Madinah


berserikat (menjalin usaha) dengan Abdurrahman bin Auf pada hartanya.
Sepertiga dipinjamkan kepada mereka, sepertiga digunakan untuk
membayar hutang mereka, dan sepertiga sisanya diberikan dan dibagi-
bagikan kepada mereka.” Sikap inilah yang kemudian menumbuhkan
sikap saling tolong-menolong, tidak hanya mengejar keuntungan semata.
Hasilnya, Abdurrahman bersama saudagar lainnya berhasil mematahkan
dominasi pasar Yahudi di Madinah dan membantu masyarakat muslim
yang membutuhkan.

Begitulah kisah Abdurrahman, sahabat nabi yang dijamin masuk surga.


Kisahnya dalam menguasai pasar terbukti mampu menghidupkan
perekonomian umat Islam di Madinah. Tidak mengejar keuntungan
sebesar-besarnya seperti pandangan kapitalisme, ia berdagang untuk
kepentingan dunia akhirat. Berdagang dengan mematuhi etika ekonomi
Islam.

Kisah ini tentunya tidak hanya menjadi sejarah kesuksesan pribadi yang
turut meluaskan maslahat dari usahanya ke masyarakat luas. Semangat
yang sama juga diusung Global Wakaf, khususnya melalui
program Warung Wakaf. Program wakaf ini juga berikhtiar
membangkitkan perekonomian umat dengan pengelolaan bisnis ritel
modern. Manfaat dari hasil pengelolaan Warung Wakaf yang diperoleh,
sebagian diberikan kepada pengelola Warung Wakaf dan masyarakat
yang membutuhkan. Tidak hanya itu, dalam jangka panjang, hasil
pengelolaan Warung Wakaf juga mampu menyokong pembangunan
Warung Wakaf lainnya. Dengan demikian, ekonomi umat terus
bertumbuh menguasai pasar.

Saat ini puluhan Warung Wakaf sudah berdiri di Lombok untuk


memenuhi kebutuhan warga terdampak gempa dan membantu
membangun kembali perekonomian masyarakat dan mitra pengelola
Warung Wakaf. Tidak hanya itu, saat ini Warung Wakaf juga dibangun
di daerah Jabodetabek. Insya Allah, Warung Wakaf akan menjangkau
daerah-daerah di seluruh Indonesia.
REFERENSI

M. Aidil Fajri Lc. MA Tunjuki Saya Pasar; Abdurrahman bin


Auf,Disadurkan dari kitab 100 Tokoh Muslim Merubah Sejarah Dunia.

Rosanna, Amelinda Irma (2021) Konsep Entrepreneur Abdurrahman bin


Auf dalam Praktik Berdagang.

123 Ahmad Asrof, “Lebih Sukses Berdagang Ala Khadijah dan


Abdurrahman bin Auf” (Cet. I: Yogyakarta: Semesta Hikmah, 2017) h.
175.
124 Muliana, “Konsep Dakwah Entrepreneur Menurut Abdurrahman bin
Auf”, (Skripsi, Banda Aceh: UIN Ar-raniry ,2018), h.56.125 Haslinah,
“Abdurrahman bin Auf (Biografi dan Perjuangan dalam Membela
Islam)”, (Skripsi, Makassar: UIN Alauddin,2018), h.27.

5.Ahmad Asrof, “Lebih Sukses Berdagang Ala Khadijah dan


Abdurrahman bin Auf” (Cet. I: Yogyakarta: Semesta Hikmah, 2017) h.
182.

6.https://news.act.id/berita/abdurrahman-bin-auf-dan-penguasaan-pasar-
untuk-umat

Anda mungkin juga menyukai