Anda di halaman 1dari 20

Perang Badar Perang Besar Pertama

Umat Islam
02MAR

12 Votes

Disebut sebagai peristiwa besar, karena perang Badar merupakan awal perhelatan
senjata dalam kapasitas besar yang dilakukan antara pembela Islam dan musuh Islam.
Saking hebatnya peristiwa ini, Allah namakan hari teradinya peristiwa tersebut dengan
Yaum Al Furqan (hari pembeda) karena pada waktu itu, Allah SWT, Dzat yang
menurunkan syariat Islam, hendak membedakan antara yang haq dengan yang batil. Di
saat itulah Allah mengangkat derajat kebenaran dengan jumlah kekuatan yang terbatas
dan merendahkan kebatilan meskipun jumlah kekuatannya 3 kali lipat. Allah menurunkan
pertolongan yang besar bagi kaum muslimin dan memenangkan mereka di atas musuhmusuh Islam.
Sungguh sangat disayangkan, banyak di antara kaum muslimin di masa kita melalaikan
kejadian bersejarah ini. Padahal, dengan membaca peristiwa ini, kita dapat mengingat
sejarah para shahabat yang mati-matian memperjuangkan Islam, yang dengan itu, kita
bisa merasakan indahnya agama ini.
Sebelum melanjutkan tulisan, saya mengingatkan bawa tujuan tulisan bukanlah
mengajak saudara untuk mengadakan peringatan hari perang badar, demikian pula
tulisan tidak mengupas sisi sejarahnya, karena ini bisa didapatkan dengan merujuk bukubuku sejarah. Tulisan ini hanya mencoba mengajak pembaca untuk merenungi ibrah dan
pelajaran berharga di balik serpihan-serpihan sejarah perang Badar.
LATAR BELAKANG PERTEMPURAN

Berawal dari Ghazwah al-Asyirah di mana Kabilah Quraisy dapat melepaskan diri dari
sekatan Rasulullah, semasa keperrgiannya dari Makkah ke negeri al-Syam. bila hampir
masa kepulangannya dari sana ke Makkah, Rasulullah telah mengutus Talhah bin
Abdullah dan Said bin Zaid ke sebelah utara Madinah, bertugas mengintip dan
memperoleh rencana terperinci mengenai hal tersebut, mereka bergerak hingga ke
daerah al-Hawra. Mereka tinggal di sana hingga Abu Sufian dan Kafilahnya berlalu.
Melihat hal tersebut, mereka pun segera pulang ke Madinah melaporkan perkembangan
kepada Rasulullah.
Suatu ketika terdengarlah kabar di kalangan kaum muslimin Madinah bahwa Abu Sufyan
beserta kafilah dagangnya, hendak berangkat pulang dari Syam menuju Mekkah. Kafilah
Abu Sufian itu sarat dengan harta dan barangan penduduk Makkah, terdiri dari 1000 ekor
unta penuh dengan muatan dan harta benda, dianggarkan tidak kurang dari 50.000 dinar
emas, dan dikawal oleh pasukan berjumlah empat puluh orang saja
Jalan mudah dan terdekat untuk perjalanan Syam menuju Mekkah harus melewati
Madinah. Kesempatan berharga ini dimanfaatkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam dan para shahabat untuk merampas barang dagangan mereka dan pukulan tepat
pada sasaran militer, politik dan ekonomi terhadap kaum musyrikin sekiranya semua
harta ini dapat dirampas dari tangan mereka. Harta mereka menjadi halal bagi kaum
muslimin. Mengapa demikian? Bukankah harta dan darah orang kafir yang tidak bersalah
itu haram hukumnya?
Setidaknya ada dua alasan yang menyebabkan harta orang kafir Quraisy tersebut halal
bagi para shahabat:
1.

Orang-orang kafir Quraisy statusnya adalah kafir harbi, yaitu orang kafir yang
secara terang-terangan memerangi kaum muslimin, mengusir kaum muslimin dari
tanah kelahiran mereka di Mekah, dan melarang kaum muslimin untuk
memanfaatkan harta mereka sendiri.
2.
Tidak ada perjanjian damai antara kaum muslimin dan orang kafir Quraisy yang
memerangi kaum muslimin.
Dengan alasan inilah, mereka berhak untuk menarik kembali harta yang telah mereka
tinggal dan merampas harta orang musyrik.
Selain itu ada beberapa sebab lainnya yang melatar belakangi peperangan badar ini,
1, Pengusiran Kaum Muslimin dari Kota Makkah Serta Perampasan Harta Benda
Mereka

Genderang perang terhadap kaum muslimin sebenarnya sudah ditabuh oleh orang-orang
musyrikin sejak Rasulullah saw. mengumandangkan risalah dakwah yang ia bawa.
Mereka menghalalkan darah kaum muslimin dan harta benda mereka di kota Makkah,
khususnya terhadap orang-orang Muhajirin. Mereka rampas rumah dan kekayaan kaum
Muhajirin. Orang islam pun melarikan diri dan menukarnya dengan keridhoan Allah swt.
Kita dapat melihat sendiri bagaimana orang kafir Quraisy merampas dan menguasai
harta benda Shuhaib sebagai imbalan diizinkannya ia untuk berhijrah ke Madinah. Kita
pun dapat menyaksikan bagaimana mereka menduduki rumah-rumah dan peninggalan
kaum muslimin yang ditinggal oleh pemiliknya.
2. Penindasan Terhadap Umat Islam Hingga Kota Madinah
Apa yang dilakukan orang Quraisy terhadap umat Islam ternyata tidak hanya ketika
mereka berada di Kota Makkah. Di bahwa pimpinan Kurz bin Habbab Al-Fihri, mereka
memprovokasi kaum musyrikin lainnya untuk menyerang, menteror, dan menguasai harta
benda milik kaum muslimin yang ada di Kota Madinah (sebagaimana yang terjadi pada
Perang Badar Shughra). Oleh karena itu, sudah sewajarnya apabila orang-orang musyrik
menerima balasan atas semua permusuhan dan penindasan mereka terhadap umat
Islam selama ini. Mereka begitu sadar bahwa banyak kepentingan dan hasil
perdagangan mereka yang akan berpindah ke tangan orang-orang Islam di sana, selain
bahwa kini Islam telah memiliki pasukan dan wilayah yang mampu memberikan
perlawanan atas kewenang-wenangan, menegakkan kebenaran dan menumbangkan
kebatilan meskipun orang-orang yang berhati durjana tidak menyukainya.
STRATEGI ABU SUFYAN MENGHADAPI PASUKAN MUSLIMIN
Waktu itu Abu Sufyan terkenal sebagai seorang yang begitu ambisius dan cerdik. Ia
selalu memperhitungkan segala macam kemungkinan dan resiko yang dapat terjadi. Ia
tahu benar apa yang telah dilakukan penduduk Quraisy terhadap kaum muslimin selama
ini. Ia pun begitu menyadari akan kekuatan umat islam yang semakin hari semakin
mengalami peningkatan dan perkembangan. Ia mengorek informasi dari setiap
rombongan orang yang ditemuinya sebagai bukti kekhawatirannya atas perdagangannya
berikut harta orang-orang Quraisy yang dibawanya.
Hingga akhirnya ia mendengar kabar dari beberapa orang yang ditemuinya bahwa Nabi
Muhammad telah memobilisasi sahabat-sahabatnya untuk mencegat rombongan yang
sedang membawa harta perdagangan. Mendengar hal ini, ia pun segera berhati-hati dan
mengambil jalur perjalanan yang lain seraya mengirim utusan kepada penduduk Quraisy
yang ada di Kota Makkah untuk meminta bantuan.
Diriwayatkan bahwa Abu Sufyan bertemu dengan Majdi bin Amr dan bertanya
kepadanya,
Apakah engkau berjumpa dengan seseorang?
Ia menjawab,

Aku tidak menjumpai seorang pun yang tidak kukenal kecuali dua orang penunggang
unta yang berhenti di bukit itu. Kemudian mereka mengambil air dan meletakkannya di
tempat air mereka lalu pergi.
Abu Sufyan mendatangi tempat tersebut dan mengambil beberapa buah sisa kotoran
hewan mereka. Lalu ia pisahkan dan di dalamnya terdapat biji. Ia berkata, Demi Tuhan,
ini adalah makanan hewan penduduk Yatsrib (Madinah). Ia pun akhirnya tahu bahwa
kedua orang tersebut tak lain adalah sahabat Nabi Muhammad saw. dan pasukan kaum
muslimin ternyata sudah begitu dekat dari tempatnya berada. Abu Sufyan segera kembali
ke tengah kafilah sambil memukuli mukanya. Ia alihkan jalur perjalanan dari satu tempat
ke tempat yang lain, yaitu pesisir pantai demi menghindari daerah Badar menuju ke kiri
sehingga kafilah pun terselamatkan.
Keangkuhan Pasukan Abu Sufyan dan mobilisasi pasukan Quraisy
Ketika Abu Sufyan berhasil meloloskan diri dari kejaran pasukan kaum muslimin, dia
langsung mengirimkan surat kepada pasukan Mekkah tentang kabar dirinya dan meminta
agar pasukan Mekkah kembali pulang. Namun, dengan sombongnya, gembong
komplotan pasukan kesyirikan enggan menerima tawaran ini. Dia justru mengatakan,
Demi Allah, kita tidak akan kembali sampai kita tiba di Badar. Kita akan tinggal di sana
tiga hari, menyembelih onta, pesta makan, minum khamr, mendengarkan dendang lagu
biduwanita sampai masyarakat jazirah arab mengetahui kita dan senantiasa takut
kepada kita
Keangkuhan mereka ini Allah gambarkan dalam Firman-Nya,


Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan
rasa angkuh dan dengan maksud riya kepada manusia serta menghalangi (orang) dari
jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan (Qs. Al-Anfal: 47)
Abu Sufyan menyewa Dhamdham bin Amr Al-Ghifari agar segera menemui orang-orang
Quraisy dan memberitahu mereka situasi yang tengah terjadi. Ia pun bergegas
menunggangi untanya. Dengan berteriak ia berkata,
Wahai orang-orang Quraisy! Harta kalian bersama Abu Sufyan terancam oleh
Muhammad dan sahabat-sahabatnya. Kulihat kalian tidak akan memperolehnya.
Tolonglah tolonglah!
Mendengar berita ini, fanatisme mereka pun berkobar. Mereka begitu khawatir akan
perdagangan mereka. Dengan cepat mereka bergerak. Semuanya pergi kecuali Abu
Lahab bin Abdul Muththalib. Ia mengirim Al-Ash bin Hisyam bin Al-Mughirah sebagai

pengganti. Orang-orang Quraisy sepakat untuk bersama-sama pergi baik dalam keadaan
susah maupun lapang. Di depan barisan mereka terdapat biduan wanita yang bernyanyi
mendendangkan hinaan dan celaan bagi umat Islam.
Abu Sufyan tidak hanya berpangku tangan menanti uluran bantuan dari penduduk
Quraisy. Ia curahkan segenap kepiawaian yang ia miliki agar mereka tidak jatuh ke
tangan kaum muslimin. Semua informasi dan peristiwa yang ada ia kumpulkan dan
dianalisis hingga akhirnya ia tahu kapan pasukan muslimin pergi menghadang kafilah
dagang mereka.
Kesetiaan Pasukan Muslimin kepada Nabi
Ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam merasa yakin bahwa yang nantinya akan ditemui
adalah pasukan perang dan bukan kafilah dagang, beliau mulai cemas dan khawatir
terhadap keteguhan dan semangat shahabat. Beliau sadar bahwa pasukan yang akan
beliau hadapi kekuatannya jauh lebih besar dari pada kekuatan pasukan yanng beliau
pimpin. Oleh karena itu, tidak heran jika ada sebagian shahabat yang merasa berat
dengan keberangkatan pasukan menuju Badar. Allah SWT gambarkan kondisi mereka
dalam firmanNya,

Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal
sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya. (Qs. Al
Anfal: 5)
Sementara itu, para komandan pasukan Muhajirin, seperti Abu Bakr dan Umar bin Al
Khattab sama sekali tidak mengendor, dan lebih baik maju terus. Namun, ini belum
dianggap cukup oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Beliau masih menginginkan
bukti konkret kesetiaan dari shahabat yang lain. Akhirnya, untuk menghilangkan
kecemasan itu, beliau berunding dengan para shahabat, meminta kepastian sikap
mereka untuk menentukan dua pilihan: (1) tetap melanjutkan perang apapun kondisinya,
ataukah (2) kembali ke madinah.
Majulah Al Miqdad bin Amr seraya berkata,
Wahai Rasulullah, majulah terus sesuai apa yang diperintahkan Allah kepada anda.
Kami akan bersama anda. Demi Allah, kami tidak akan mengatakan sebagaimana
perkataan Bani Israil kepada Musa: Pergi saja kamu, wahai Musa bersama Rab-mu
(Allah) berperanglah kalian berdua, kami biar duduk menanti di sini saja. [1] Kemudian
Al Miqdad melanjutkan: Tetapi pegilah anda bersama Rab anda (Allah), lalu
berperanglah kalian berdua, dan kami akan ikut berperang bersama kalian berdua. Demi
Dzat Yang mengutusmu dengan kebenaran, andai anda pergi membawa kami ke dasar
sumur yang gelap, kamipun siap bertempur bersama engkau hingga engkau bisa
mencapai tempat itu.
Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberikan komentar yang baik
terhadap perkataan Al Miqdad dan mendoakan kebaikan untuknya.

Setelah mendengar pernyataan beberapa pemimpin pasukan kaum Muhajirin,


Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam berkata,
Wahai orang-orang, siapa lagi yang akan melontarkan pendapatnya kepadaku?
Pertanyaan ini Rasulullah maksudkan untuk memancing pendapat dan pandangan dari
para pemimpin pasukan Anshar. Sebab, mereka adalah bagian terbesar dari tentara
Islam waktu itu. Di samping itu, karena perjanjian Aqabah Kubra pada dasarnya juga
tidak mewajibkan masyarakat Anshar untuk melindungi Rasulullah Shalallahu alaihi
wasallam di luar kota Madinah.
Lantas, Saad ibn Muadz-pembawa bendera Anshar-pun angkat suara. Ia memahami
maksud perkataan Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam tersebut. Maka, ia pun segera
bangkit dan berkata,
Demi Allah, benarkah yang engkau maksudkan adalah kami?
Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam menjawab, Benar.
Maka Saad berkata,
Kami telah beriman kepadamu, sehingga kami akan selalu membenarkanmu. Dan kami
bersaksi bahwa ajaran yang engkau bawa adalah benar. Karena itu, kami berjanji untuk
selalu mentaati dan mendengarkan perintahmu. Berangkatlah wahai
Rasululah Shalallahu alaihi wasallam, jika itu yang engkau kehendaki. Demi Dzat yang
telah mengutusmu dengan nilai-nilai kebenaran, seandainya engkau membawa kami ke
laut itu, kemudian engkau benar-benar mengarunginya, niscaya kami pun akan
mengikutimu. Sungguh, tidak akan ada satu pun tentara kami yang akan tertinggal dan
kami tidak takut sedikit pun kalau memang engkau mempertemukan kami dengan
musuh-musuh kami esok hari. Sesungguhnya, kami adalah orang-orang yang terbiasa
hidup dalam peperangan dan melakukan pertempuran. Semoga Allah memperlihatkan
kepadamu berbagai hal dari kami yang dapat memberikan kebahagiaan bagimu. Maka,
marilah kita berjalan menuju berkah Allah.
Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam merasa bahagia dengan ucapan Saad tersebut
hingga beliau semakin bersemangat. Kemudian, beliau berkata,
Berjalanlah kalian (menuju medan perang) dan beritahukan berita gembira ini. Karena,
Allah telah menjanjikan kepadaku akan memberi salah satu dari kedua belah pihak. Demi
Allah, sekarang ini aku seperti melihat tempat kekalahan kaum (Quraisy).
Lalu, mereka pun berangkat.
Doa Rasulullah
Pada malam itu, malam jumat 17 Ramadhan 2 H, Nabi Allah Muhammad shallallahu
alaihi wa sallam lebih banyak mendirikan shalat di dekat pepohonan. Sementara Allah
menurunkan rasa kantuk kepada kaum muslimin sebagai penenang bagi mereka agar
bisa beristirahat. Sedangkan kaum musyrikin di pihak lain dalam keadaan cemas. Allah

menurunkan rasa takut kepada mereka. Adapun Beliau senantiasa memanjatkan doa
kepada Allah. Memohon pertolongan dan bantuan dari-Nya. Di antara doa yang dibaca
Nabi shallallahu alaihi wa sallam berulang-ulang adalah,
Ya Allah, jika Engkau berkehendak (orang kafir menang), Engkau tidak akan
disembah. Ya Allah, jika pasukan yang kecil ini Engkau binasakan pada hari ini, Engkau
tidak akan disembah..
Beliau shallallahu alaihi wa sallam mengulang-ulang doa ini sampai selendang beliau
tarjatuh karena lamanya berdoa, kemudian datanglah Abu Bakar As Shiddiq radhiyallahu
anhu memakaikan selendang beliau yang terjatuh sambil memeluk beliau Cukupcukup, wahai Rasulullah
Namun Rasulullah saw. tidak berhenti berdoa kecuali setelah Allah swt. menurunkan
firman-Nya,
Ingatlah ketika kalian memohon pertolongan kepada Tuhan kalian. Maka Ia pun
mengabulkannya bagi kalian. Sesungguhnya Aku benar-benar membantu kalian dengan
seribu malaikat yang berada di belakang. Dan Allah tidaklah menjadikan hal tersebut
kecuali sebagai sebuah kabar gembira dan agar hati-hati kalian bisa tenang dengannya.
Dan tidaklah kemenangan itu kecuali hanya datang dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Kemudian Rasulullah saw. berkata, Bergembiralah, wahai Abu Bakar, pasukan itu akan
dilumatkan dan lari ke belakang. Bergembiralah karena pertolongan Allah swt. telah
datang. Ini Jibril memegang kendali kuda dan menungganginya. Pada giginya terdapat
debu.
Tentang kisah ini, diabadikan Allah dalam FirmanNya,

(13) ( 12)
Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku
bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman. Kelak akan
Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala
mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Ketentuan) yang demikian itu
adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa
menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaanNya. (Qs. Al Anfal: 12-13)
JUMLAH PASUKAN
Kaum Muslimin
Pasukan kaum muslimin di bawah kepemimpinan Rasulullah saw. berjumlah 313 orang.
Mereka terdiri dari kaum Muhajirin 82 atau 86 orang, Bani Aus 61 orang, dan kalangan

Khazraj 170 orang. Bersama mereka terdapat 2 ekor kuda, satu milik Zubair bin Awwam
dan seekor lainnya milik Miqdad bin Amr, serta 70 unta yang mereka tunggangi secara
bergantian.
Abdullah bin Masud berkata, Ketika Perang Badar, setiap tiga orang dari kami
menunggangi seekor unta. Abu Lubabah, Ali, dan Rasulullah saw. bergantian menaiki
unta. Ketika giliran Rasulullah saw. untuk berjalan kaki, keduanya berkata, Kami akan
menggantikanmu untuk berjalan kaki. Rasulullah saw. berkata, Kalian berdua tidaklah
sekuat diriku, dan aku tidak lebih membutuhkan pahala dari kalian berdua.
Rasulullah saw. mempercayakan panji berwarna putih kepada Mushab bin Umair.
Sementara di hadapan beliau sendiri terdapat dua buah bendera. Di sebelah kanan
beliau terdapat Zubair bin Awwam dan di sebelah kiri terdapat Miqdad bin Al-Aswad,
serta di belakangnya terdapat Qais bin Abi Shashaah.
Allah SWT gambarkan kisah mereka dalam firman-Nya:


Dan (ingatlah), ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan
(yang kamu hadapi) adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa yang tidak
mempunyai kekuatan senjata-lah yang untukmu (kamu hadapi, pent. Yaitu kafilah
dagang), dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya
dan memusnahkan orang-orang kafir. (Qs. Al Anfal: 7)
Kaum Musyrikin
Pasukan musyrikin berhasil memobilisasi 950 orang (sebagian riwayat 1300 orang) yang
kebanyakan mereka berasal dari Quraisy. Bersama mereka terdapat 200 ekor kuda dan
unta dalam jumlah yang sangat banyak sekali untuk mereka tunggangi sekaligus
membawa perbekalan dan makanan mereka selama di perjalanan. Mereka menyembelih
kadangkala sembilan atau sepuluh ekor unta sehari.
Orang-orang musyrikin tidak memiliki seorang pemimpin umum. Hanya saja di antara
mereka terdapat dua orang terpandang, yaitu Utbah bin Rabiah dan Abu Jahal beserta
sekian orang pemuka Quraisy lainnya. Pasukan bangsa Quraisy ini dipimpin oleh Abu
Jahal.
TAHAP PENGINTAIAN
Pasukan muslimin menyusuri jalur yang biasa dilalui oleh kafilah-kafilah dagang yang
terbentang di antara Badar dan Kota Madinah. Panjangnya sekitar 60 kilometer.
Rasulullah saw. mengutus beberapa orang melakukan pengintaian untuk kepentingan

informasi dan keamanan dari kemungkinan serangan tiba-tiba yang kiranya tidak dapat
mereka tangani.
Tahap Pertama
Rasulullah saw. mengutus Basbas bin Amr dan Ady bin Abi Zaghba. Mereka pun pergi
hingga sampai ke wilayah Badar. Mereka singgah di sebuah bukit dekat dengan sumber
air. Lalu mereka mengambil air dan meletakkannya pada tempat air kecil yang mereka
bawa lalu meminumnya. Mereka berdua bertugas untuk mengumpulkan informasi.
Akhirnya Ady dan Basbas mendengar dua orang anak perempuan dari penduduk sekitar
saling berselisih seputar air. Salah seorang dari mereka berkata,
Besok akan datang rombongan dan aku akan bekerja untuk mereka kemudian aku akan
mengganti hari yang seharusnya jadi milikmu.
Mereka berdua kemudian memberitahukannya kepada Rasulullah saw. dan para
sahabatnya untuk memberikan analisis atas informasi tersebut.
Tahap Kedua
Kemudian Rasulullah saw. mengutus Ali bin Abi Thalib r.a., Zubair bin Awwam, dan Sad
bin Abi Waqqash dalam satu regu untuk pergi ke sumber air di Badar sambil mencari
informasi. Mereka pun berhasil menawan beberapa orang Quraisy yang bertugas untuk
mengambil air. Beberapa dari mereka kemudian masuk Islam, di antaranya budak Bani
Hajjaj dan Aridh Abu Yasar budak Bani Ash bin Sad. Mereka membawanya kepada
Nabi untuk diinterogasi.
Rasulullah saw. menanyai keduanya. Mereka menjawab, Kami adalah milik pasukan
Quraisy dan kami tidak mengetahui apapun tentang Abu Sufyan. Rasulullah saw.
kembali bertanya, Berapa jumlah mereka? Keduanya menjawab, Banyak, kami tidak
tahu berapa jumlahnya. Rasulullah saw. melanjutkan, Berapa banyak unta yang mereka
sembelih untuk dimakan? Keduanya menjawab, Sembilan, dan hari lainnya sepuluh.
Rasulullah saw. berkata, Mereka sekitar 900 sampai 1.000 orang.
Beliau melanjutkan pertanyaannya, Siapa saja pemuka Quraisy yang ikut bersama
mereka? Keduanya menjawab, Utbah bin Rabiah, Syaibah, Abu Al-Buhturi bin Hisyam,
dan Hakim bin Hizam. Keduanya lalu menyebutkan beberapa orang pemuka Quraisy
lainnya. Kemudian Rasulullah saw. berkata, Kota Makkah ini telah melemparkan kepada
kalian kepingan-kepingan hatinya. Beliau mengatakannya dengan maksud untuk
meyakinkan dirinya sendiri.
Rasulullah Melakukan Pengintaian
Rasulullah saw. pergi bersama Abu Bakar untuk melakukan pengintaian dan
pengumpulan informasi. Beliau berjumpa dengan seorang badui yang sudah tua dan

bertanya kepadanya tentang perihal Quraisy, Muhammad serta para sahabatnya, dan
semua berita yang berhubungan dengan mereka. Orang tua itu pun menjawab,
Aku tidak akan memberitahu kalian sebelum kalian mengatakan siapa diri kalian
berdua?
Rasulullah saw. menjawab,
Jika engkau memberitahu kepada kami terlebih dahulu, maka kami pun akan
mengatakannya kepadamu.
Orang tua itu berkata, Atau itu dengan itu?
Rasulullah saw. menjawab, Ya.
Orang tua itu berkata, Aku dengar bahwa Muhammad dan sahabatnya keluar pada hari
fulan. Dan kalau orang yang memberitahuku jujur, berarti hari ini mereka telah sampai di
tempat fulan (yaitu di tempat di mana Rasulullah saw. ketika itu berada). Dan aku
mendengar bahwa Quraisy keluar pada hari fulan. Dan kalau orang yang memberitahuku
jujur, berarti hari ini mereka telah sampai di tempat fulan (yaitu tempat di mana pasukan
Quraisy berada.)
Setelah selesai berbicara orang tua itu pun bertanya, Dari mana kalian berdua?
Rasulullah saw. menjawab, Kami dari Maa` (air) Kemudian ia pergi meninggalkannya.
Orang tua itu kembali bertanya, Apa itu Maa`? Apakah Maa` yang ada di Irak?
Rasulullah SAW tidak hanya menyembunyikan identitas, tapi beliau menutup
kemungkinan laki-laki itu untuk berpikir bahwa beliau berdua bagian dari kelompok
Muslimin, dengan menanyakan keadaan pasukan Muslim sekaligus pasukan Quraisy
kepadanya. Tentu cara yang ditempuh Rasulullah SAW ini adalah cara yang amat cerdik.
Peristiwa yang disebutkan oleh Ibnu Hisyam dalam As Sirah An Nabawiyah (2/459) itu
menunjukkan bahwa praktik intelijen telah digunakan sejak masa Rasulullah SAW, juga
menunjukkan bahwa beliau sendiri amat memperhatikan pentingnya aktivitas ini, guna
melawan kekuatan Quraisy.
KAUM MUSLIMIN MENGANALISIS INFORMASI
Semua informasi yang diperoleh dari aktivitas intelejen menunjukkan bahwa rombongan
kafilah dagang telah selamat dan pasukan orang-orang musyriklah yang kini berada di
hadapan mereka. Pasukan Quraisy sekitar 900 hingga 1.000 orang. Di antara mereka
terdapat beberapa orang pemuka Quraisy. Jumlah mereka tidak dapat disepelekan. Lalu
apakah yang harus dilakukan umat Islam di hadapan informasi-informasi seperti ini?

Demikianlah kedua pasukan semakin berdekatan dan keduanya sama-sama tidak


mengetahui apakah yang akan terjadi di balik pertemuan yang menegangkan itu. Itulah
latar belakang meletusnya peperangan pertama di dalam sejarah Islam telah Allah swt.
susun sedemikan rupa. Sebuah peperangan antara kebenaran dan kebatilan. Allah swt.
berfirman,
Dan (ingatlah) ketika Allah menjanjikan kepada kalian salah satu dari dua kelompok
bahwa ia akan menjadi milik kalian. Kalian berharap bahwa kelompok yang tidak memiliki
kekuatanlah yang akan menjadi miliki kalian. Dan Allah swt. ingin menegakkan yang haq
dengan kalimatnya, dan memusnahkan orang-orang yang kafir. Agar Ia menegakkan
yang hak dan memusnahkan kebatilan meskipun orang-orang berhati durjana tidak
menyukainya. (Al-Anfal: 7-8)
PEPERANGAN DIMULAI
Kedua pasukan pun akhirnya saling berhadapan. Fanatisme jahiliah begitu tampak jelas
pada pada diri orang-orang musyrik. Setiap orang ingin memperlihatkan kedudukan dan
keberaniannya. Muncullah kemudian Al-Aswad bin Abdul Asad Al-Makhzumi. Ia dikenal
sebagai seorang yang sangat sadis dan biadab. Dengan nada tinggi ia menantang, Aku
berjanji kepada Tuhan bahwa aku akan meminum dari kolam mereka (yaitu kolam yang
dibikin oleh orang-orang muslim), atau aku akan menghancurkannya, atau aku akan mati
karenanya. Ia pun menyerang kolam tersebut. Hamzah bin Abdul Muththalib segera
bergerak. Ia ayunkan pedangnya hingga menebas setengah dari kaki bagian bawahnya
sebelum ia sempat sampai ke kolam tersebut. Namun demi keangkuhan sumpahnya ia
merayap. Hamzah pun langsung menenggelamkannya di dalam kolam. Utbah bin
Rabiah terpancing emosinya. Ia ingin menunjukkan keberaniannya. Tampil pula
bersamnya saudaranya, Syaibah dan anaknya Walid. Ia pun menantang untuk berduel.
Tiga orang pemuda dari kalangan Anshar gugur di hadapan mereka. Rasulullah saw. pun
kembali menjawab tantangan mereka. Maka majulah Ubaidah bin Al-Harits, Hamzah bin
Abdul Muththalib, dan Ali bin Abi Thalib, kesemuanya adalah dari keluarga Rasulullah
saw. Beliau mengutamakan kemampuan mereka atas dasar keberanian dan pengalaman
mereka dalam berperang sudah sangat masyhur. Dengan izin Allah swt. pula akhirnya
mereka berhasil mengalahkan orang-orang Quraisy. Semangat kaum muslimin kembali
terdongkrak dan kekuatan orang-orang kafir pun mulai berjatuhan.
Ubaidah (prajurit yang paling muda) berhadapan dengan Utbah, Hamzah berhadapan
dengan Syaibah, sementara Ali berhadapan dengan Walid bin Utbah.
Hamzah tidak mengulur-ulur waktu untuk membunuh Syaibah. Demikian pula halnya
yang dilakukan oleh Ali terhadap Walid. Berbeda dengan Ubaidah, baik ia maupun
Utbah sama-sama terluka. Ali dan Hamzah pun segera mengayunkan pedang mereka
hingga Utbah tersungkur mati. Lalu keduanya membawa Ubaidah ke perkemahan

pasukan untuk diobati. Peristiwa ini merupakan satu awal yang baik bagi kaum muslimin
sekaligus bencana bagi orang-orang musyrikin. Awal yang memilukan ini benar-benar
telah membuat mereka berang. Mereka mencoba memancing emosi kaum muslimin,
namun umat Islam kala itu mampu menahan diri hingga datang perintah dari Rasulullah
saw. untuk melakukan penyerangan.
Inilah korban Badar pertama kali yang menyulut peperangan.
Selanjutnya, muncul tiga penunggang kuda handal dari kaum Musyrikin. Ketiganya
berasal dari satu keluarga. Syaibah bin Rabiah, Utbah bin Rabiah, dan anaknya Al Walid
bin Utbah. Kedatangan mereka ditanggapi 3 pemuda Anshar, yaitu Auf bin Harits,
Muawwidz bin Harits, dan Abdullah bin Rawahah. Namun, ketiga orang kafir tersebut
menolak adu tanding dengan tiga orang Anshar dan mereka meminta orang terpandang
di kalangan Muhajirin. Kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan Ali,
Hamzah, dan Ubaidah bin Harits untuk maju. Ubaidah berhadapan dengan Al Walid, Ali
berhadapan dengan Syaibah, dan Hamzah berhadapan dengan Utbah. Bagi Ali dan
Hamzah, menghadapi musuhnya tidak ada kesulitan. Lain halnya dengan Ubaidah.
Masing-masing saling melancarkan serangan, hingga masing-masing terluka. Kemudian
lawan Ubaidah dibunuh oleh Ali radhiyallahu anhu. Atas peritiwa ini, Allah abadikan
dalam firmanNya,



Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka
saling bertengkar mengenai Rabb mereka (Allah) (Qs. Al Hajj: 19)
Setelah pertandingan satu lawan satu usai, Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam
meminta Ali untuk memberikan segenggam kerikil kepada beliau. Lantas, Ali pun
memberikan segenggam kerikil kepada Rasulullah. Dan sesaat kemudian, beliau
langsung melemparkannya ke muka pasukan Quraisy. Akibatnya, setiap orang Quraisy
yang terkena lemparan itu, kedua matanya penuh dengan kerikil. Karena kejadian ini,
turunlah firman Allah:
Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang
melempar. (QS. Al-Anfal: 17)
Selanjutnya, bertemulah dua pasukan. Pertempuran-pun terjadi antara pembela Tauhid
dan pembela syirik. Mereka berperang karena perbedaan prinsip beragama, bukan
karena rebutan dunia. Sementara itu, Nabishallallahu alaihi wa sallam berada di tenda
beliau, memberikan komando terhadap pasukan. Abu Bakar dan Saad bin Muadz
radhiyallahu anhuma bertugas menjaga beliau. Tidak pernah putus, Nabi shallallahu
alaihi wa sallam senantiasa melantunkan doa dan memohon bantuan dan pertolongan
kepada Allah. Terkadang beliau keluar tenda dan mengatakan, Pasukan (Quraisy) akan
dikalahkan dan ditekuk mundur

Beliau juga senantiasa memberi motivasi kepada para shahabat untuk berjuang. Beliau
bersabda, Demi Allah, tidaklah seseorang memerangi mereka pada hari ini, kemudian
dia terbunuh dengan sabar dan mengharap pahala serta terus maju dan pantang
mundur, pasti Allah akan memasukkannya ke dalam surga.
Tiba-tiba berdirilah Umair bin Al Himam Al Anshari sambil membawa beberapa kurma
untuk dimakan, beliau bertanya, Wahai Rasulullah, apakah surga lebarnya selebar langit
dan bumi? Nabi shallallahu alaihi wa sallammenjawab, Ya. Kemudian Umair
mengatakan: BakhBakh (ungkapan kaget). Wahai Rasulullah, antara diriku dan aku
masuk surga adalah ketika mereka membunuhku. Demi Allah, andaikan saya hidup
harus makan kurma dulu, sungguh ini adalah usia yang terlalu panjang. Kemudian beliau
melemparkan kurmanya, dan terjun ke medan perang sampai terbunuh.
Dalam kesempatan yang lain, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengambil
segenggam pasir dan melemparkannya ke barisan musuh. Sehingga tidak ada satu pun
orang kafir kecuali matanya penuh dengan pasir. Mereka pun sibuk dengan matanya
sendiri-sendiri, sebagai tanda kemukjizatan Beliau atas kehendak Dzat Penguasa alam
semesta.
Umat Islam benar-benar menunjukkan satu keberanian yang sangat luar biasa. Dan
ketika peperangan semakin memuncak hebat, Rasulullah saw. justru maju ke depan
barisan. Ali bin Abi Thalib berkata,
Jika keadaan semakin genting dan pandangan mata memerah, maka kami pun
berlindung di dekat Rasulullah saw. Tak seorang pun yang berani lebih dekat dengan
musuh selain dirinya. Aku melihat sendiri ketika Perang Badar kami berlindung di dekat
Rasulullah saw. dan ketika itu ia adalah orang yang paling dekat dengan musuh di antara
kami.
PASUKAN MALAIKAT TURUN MEMBANTU KAUM MUSLIMIN
Abdullah bin Abbas meriwayatkan bahwa ketika seorang sahabat mengejar dengan gigih
seorang musyrik yang ada di depannya, tiba-tiba ia mendengar suara pukulan dan suara
penunggang kuda yang menghentakkan kudanya. Lalu sahabat tersebut melihat orang
musyrik itu jatuh tewas terkapar dengan keadaan hidung dan wajahnya terluka berat
akibat pukulan keras. Hal tersebut ia ceritakan kepada Rasulullah SAW, beliau bersabda,
Kau benar, itu adalah pertolongan Allah dari langit ketiga. (H.R.Bukhari dan Muslim)
Sementara itu, Ahmad (Bukhari/al-Fath 15/181/no:3995) menceritakan: Seorang laki-laki
Anshar berperawakan pendek datang dengan membawa Abbas sebagai tawanan. Di
hadapan Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam, Abbas berkata, Wahai Rasulullah, demi
Allah, sesungguhnya orang ini (seraya menunjuk pada orang Anshar tadi) bukan yang
menawanku. Aku ditawan oleh seorang laki-laki botak, tetapi sangat tampan dan ia
menunggang seekor kuda belang. Sungguh, belum pernah aku melihat orang seperti itu
di pasukanmu). Maka, orang Anshar tadi menyela, Ya Rasulullah, akulah yang telah

menawannya. Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam spontan berkata, Diam Allah


telah memberikan kekuatan kepadamu dengan bantuan para malaikat yang mulia.
Umawi (Bukhari/al-Fath 15/180/no:3995) menuturkan: Saat berada di dalam kemahnya,
Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam mengangguk sebanyak satu kali (seperti terserang
rasa kantuk) kemudian tersadar. Setelah itu, beliau berkata kepada Abu Bakar, Wahai
Abu Bakar, kabarkanlah berita gembira ini. Sesungguhnya bantuan Allah telah datang
kepadamu. Aku melihat Jibril tengah melipat penutup kepalanya, mengambil tali kendali
kudanya, dan akan mengendarainya ke tengah-tengah peperangan yang tengah
bergejolak. Sungguh, bantuan dan pertolongan Allah telah datang kepadamu.
Kemenangan pada perang Badar menjadi pesta di kalangan para malaikat karena
peristiwa ini adalah pertama kalinya mereka diizinkan terjun ke gelanggang perang di
bawah komando Jibril dengan seribu pasukan malaikat pilihan.
Sesungguhnya Aku akan mendatangkan kepadamu bala bantuan dengan seribu
malaikat yang datang berturut-turut. (Q.S.An Anfal:9)
Para Malaikat yang terlibat dalam Perang Badar memiliki kemuliaan di antara semua
malaikat. Rafiah bin Rafi Az Zarqi mengatakan, Jibril berkata kepada Nabi SAW dan
berkata: Bagaimana kalian menganggap veteran Badar di antara kalian? Rasulullah
menjawab: Termasuk muslimin yang paling mulia. Jibril berkata: demikian pula malaikat
yang mengikuti perang Badar.
Allah SWT menyatakan bahwa bantuan berupa pasukan malaikat itu adalah untuk
memberikan bukti lahiriah yang menenteramkan hati orang-orang beriman. Tetapi
selanjutnya Allah SWT menegaskan, janganlah menganggap bahwa kemenangan itu
karena pertolongan malaikat. Karena sesungguhnya kemenangan dan pertolongan itu
datangnya dari Allah SWT semata, yang telah berkenan mengirimkan pasukan malaikat
tersebut.
Para malaikat itu diperintah oleh Allah SWT untuk melakukan apa saja seperti FirmanNya dalam Surat Al-Anfal Ayat 12:
Ketika Allah mewahyukan kepada para malaikat, Sesungguhnya Aku beserta kamu
sekalian, maka teguhkanlah (hati) orang-orang beriman. Akan Aku timpakan kedalam
hati orang-orang kafir rasa ketakutan. Maka tebaslah leher mereka dan juga jari-jemari
mereka.
Dari Ayat ini kita memperoleh pengetahuan bahwa para malikat itu tidak hanya
menguatkan hati dan meneguhkan pendirian orang-orang mukmin, melainkan juga
berperan aktif secara fisik dalam pertempuran. Abu Dawud Mazani dan Suhail bin Hanif

meriwayatkan bahwa, Ketika kami baru mengarahkan pedang kami kepada lawan, leher
mereka telah terpenggal sebelum pedang kami menyentuh mereka. Adalah kenyataan
bahwa para malaikat itupun melaksanakan tugas bertempur. Ayat 50 dari Surat Al-Anfal
menguraikan lebih jauh bagaimana kiprah para malaikat di medan pertempuran itu:
Dan Jika saja kamu dapat menyaksikan ketika para malaikat itu mencabut jiwa orangorang kafir itu, dihantamnya wajah-wajah mereka dan punggung-punggung mereka
seraya berkata, Rasakanlah olehmu siksaan api yang membakar.
Ayat ini menerangkan, bahwa ketika para malaikat memisahkan jiwa orang-orang kafir itu
dari tubuh mereka, mereka pun disiksa dengan pukulan cambuk besi yang panas
membara ke wajah dan punggung mereka.
Peristiwa menarik lainnya selama terjadinya pertempuran adalah kehadiran Syeitan
dalam wujud Surakah bin Malik, pemimpin Banu Bakr, bergabung dengan pasukan kafir.
Syeitan menjadikan perbuatan jahat orang-orang kafir tampak wajar bagi diri mereka, dan
mengobarkan semangat tempur orang-orang kafir dengan perkataan yang dijelaskan
Allah SWT didalam Surat Al-Anfal Ayat 48,
Dan syeitan menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka, dan mengatakan:
Tak seorang manusiapun yang bisa menang melawan kalian pada hari ini, dan akulah
pelindung kalian. Ketika pasukan kedua belah pihak sudah saling berhadap-hadapan,
syeitan berbalik arah melarikan diri seraya berkata, Sesungguhnya aku berlepas diri dari
kalian, aku melihat (pasukan malaikat) apa yang tidak bisa kalian lihat. Sesungguhnya
aku takut kepada Allah. Dan Allah sangat keras siksanya.
Dalam perang Badar ini, banyak sekali tentara kaum muslimin yang mendapatkan
karamah dan pertolongan dari Allah Subhanahu wa taala. Salah satunya adalah yang
dialami oleh Ukkasah ibn Mihshan. Syahdan, ia berperang dengan mempergunakan
pedangnya hingga pedang itu patah. Maka, Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam
memberikan kepadanya sebatang kayu sebagai ganti pedangnya agar ia terus
bertempur. Namun, tiba-tiba kayu itu berubah menjadi pedang yang berukuran panjang,
sangat kuat, dan mengkilat. Lalu, Ukkasah mempergunakan pedang tersebut pada
perang Badar dan perang-perang yang lainnya hingga akhirnya mengantarkan Ukkasah
pada pintu kesyahidan. Peperangan terakhir yang ia ikuti adalah perang Yamamah. Saat
itulah ia gugur sebagai syahid.
KEMATIAN ABU JAHAL
Abdurrahman bin Auf berkatan, Ketika Perang Badar aku benar-benar berada di tengah
barisan. Tiba-tiba saja dari sisi kanan dan kiriku muncul dua orang pemuda yang masih
sangat belia sekali. Seakan-akan aku tidak yakin akan keberadaan mereka. Aku berharap
seandainya saat itu aku berada di antara tulang-tulang rusuk mereka. Salah seorang dari

mereka berkata kepadaku sambil berbisik, Paman, tunjukkan kepadaku mana Abu
Jahal. Kukatakan kepadanya, Anakku, apa yang akan kau perbuat dengannya?
Pemuda itu kembali berkata, Aku mendengar bahwa ia telah mencela Rasulullah. Aku
pun berjanji kepada Allah seandainya aku melihatnya niscaya aku akan membunuhnya
atau aku yang akan mati di tangannya. Aku pun tercengang kaget dibuatnya. Lalu yang
lainnya langsung memelukku dan mengatakan hal yang sama kepadaku. Seketika itu aku
melihat Abu Jahal berjalan di tengah kerumunan orang. Aku berkata, Tidakkah kalian
lihat? Itulah orang yang kalian tanyakan tadi. Mereka pun saling berlomba
menghayunkan pedangnya hingga keduanya berhasil membunuh Abu Jahal.
Dalam salah satu riwayat, Abdurrahman bin Auf berkata,
Aku akan merasa senang sekali seandainya aku berada di antara mereka berdua. Maka
kutunjukkan kepada mereka yang mana Abu Jahal. Mereka pun meluncur layaknya dua
ekor elang hingga mereka berhasil membunuhnya. Kedua pemuda belia itu adalah anak
Afraa. Abdullah bin Masud mendapati Abu Jahal dengan sisa-sisa nafas terakhirnya.
Kemudian ia pun langsung membunuhnya. Anas bin Malik berkata, Rasulullah saw.
pernah mengatakan, Siapa yang pernah melihat apa yang telah dilakukan oleh Abu
Jahal? Ibnu Masud menjawab, Saya, wahai Rasulullah. Ia pun bergegas pergi. Lalu ia
menemukannya lemas di tangan kedua anak Afra. Ibnu Masud berkata, Aku pun
menarik jenggotnya. Dan kukatakan, engkau Abu Jahal! Ia menimpali, Apakah di atas
Abu Jahal ada laki-laki lain yang telah kalian bunuh? kemudian ia pun membunuhnya
lalu memberitahukannya kepada Rasulullah saw.
TERBUNUHNYA UMAYYAH BIN KHALAF
Umayyah bin Khalaf merupakan salah seorang pemuka Quraisy di Kota Makkah yang
pernah menyiksa Bilal dan orang-orang mukmin yang tinggal di sana. Peperangan Badar
benar-benar telah membuatnya kehilangan akal dan pikiran. Sampai-sampai ia berteriakteriak meminta pertolongan agar menyelamatkan dirinya dari tengah peperangan
tersebut.
Abdurrahman bin Auf berkata,
Aku berpapasan dengan Umayyah bin Khalaf. Ia berdiri bersama anaknya dengan
penuh kebingungan. Waktu itu aku membawa beberapa buah baju besi yang telah
menjadi harta rampasan perangku. Ketika ia melihatku, ia pun memanggilku.
Wahai hamba Tuhan!
Ya, jawabku.

Apakah engkau akan menjadikan kami berdua sebagai tawanan perang? Diriku lebih
baik dari baju-baju besi yang ada ditanganmu itu. Barangsiapa yang menawanku, maka
niscaya aku akan menebusnya dengan unta yang banyak susunya.
Abdurrahman berkata, Kulemparkan baju besi itu dan kuraih tangan mereka berdua.
Sementara itu ia berkata, aku tidak pernah melihat situasi seperti hari ini sebelumnya.
Kemudian ia berkata lagi, Wahai Abdullah, siapakah orang yang dikenal dengan bulu
yang lembut di dadanya? Abdurrahman berkata, Kukatakan kepadanya, Hamzah bin
Abi Muththalib. Lalu ia berkata, Itulah orang yang telah melakukan ini dan itu kepada
kami. Abdurrahman berkata, Demi Allah, aku akan benar-benar membalas mereka
berdua jika Bilal melihatnya bersamaku. Dialah yang dulu menyiksa Bilal di Makkah
karena ego jahiliah terhadap Islam. Ketika Bilal melihatnya, ia pun berkata, Pentolan
orang kafir Umayyah bin Khalaf. Aku tidak akan selamat jika ia selamat! Abdurrahman
berkata, Kukatakan, wahai Bilal, ia adalah tawananku. Bilal kembali berkata, Aku tidak
selamat jika orang itu masih juga selamat. Kemudian dengan nada lantang ia berteriak,
Wahai orang-orang Anshar, pentolan orang kafir adalah Umayyah bin Khalaf. Aku tidak
selamat jika orang itu masih juga selamat. Orang-orang pun berkumpul mengelilingi
kami. Lalu aku ikut bersama mereka. Salah seorang mengayunkan pedangnya ke
kakinya hingga ia terjatuh. Umayyah berteriak histeris, sesuatu yang belum pernah
kudengar sebelumnya. Abdurrahman berkata, Kukatakan kepada Umayyah,
Selamatkanlah dirimu sendiri! Sekarang tidak ada lagi keselamatan bagi dirimu! Demi
Allah, aku tidak akan menolongmu sedikitpun. Ia berkata, Orang-orang pun berkumpul
dan menghajarnya dengan pedang-pedang mereka sampai mereka membereskan
keduanya.
Adurrahman berkata, Semoga Allah swt. senantiasa merahmati Bilal, ia telah
menyakitiku dengan baju besi dan tawananku!!! Demikianlah, barangsiapa yang
berselisih dengan Allah, maka ia pun akan kalah. Dan barangsiapa yang menantang
Allah swt. dan Rasul-Nya, maka ia akan menjadi orang-orang yang begitu terhina. Dan
barangsiapa yang bersikap semena-mena terhadap hamba-Nya, maka niscaya Ia akan
membalasnya dengan balasan yang setimpal. Ia jadikan dirinya sendiri sebagai pelajaran
dan tanda kekuasaan-Nya. Dan azab akhirat itu benar-benar lebih menyakitkan dan lebih
dahsyat.
Dan Allah Maha Menguasai urusan-Nya, namun kebanyakan orang tidak menyadarinya.
KEMENANGAN KAUM MUSLIMIN
Menjelang berakhirnya perang, pasukan Muslim terbagi dalam tiga kelompok. Satu
kelompok mengejar pasukan kafir yang melarikan diri agar tidak kembali lagi. Kelompok
ke-dua mulai mengumpulkan sisa-sisa perang yang berserakan di arena pertempuran,
mereka ini muslim yang miskin dan begitu gembira mendapatkan aneka barang milik
musuh yang kaya yang ditinggalkan di medan pertempuran. Adapun kelompok ke-tiga

berdiri mengelilingi Nabi Muhammad SAW, berjaga-jaga jika saja ada seorang musuh
yang menyelinap hendak mencelakai Rasulullah SAW. Ketika tiga kelompok ini
berkumpul lagi di malam hari, timbul permasalahan diantara mereka perihal pembagian
harta sisa perang. Kelompok pengumpul menganggap itu adalah hak mereka mengingat
merekalah yang memungut harta-benda itu langsung dari arena pertempuran.
Kelompok yang lain berpendapat bahwa sudah selayaknya mereka mendapat bagian
mengingat merekalah yang memungkinkan adanya kesempatan kelompok lain
mengumpulkan harta-benda yang ditinggalkan musuh, sementara mereka mengejarngejar musuh yang berlarian menyelamatkan diri. Kelompok ke-tiga mengatakan bahwa
merekapun berhak atas pembagian harta itu karena mereka telah melakukan hal
terpenting, yakni melindungi Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana diriwayatkan oleh
Ubadah bin Samit RA, bahwa ini adalah persoalan serius sehingga diantara mereka
mulai bertingkah tidak lagi saling menghargai satu sama lain. Sejauh itu belum ada
perintah perihal pembagian harta sisa ini. Pada umat-umat terdahulu, mereka dilarang
memanfaatkan harta sisa perang. Biasanya mereka menyusun harta itu membentuk tiang
sehingga jika petir menyambar dan membakar tumpukan harta-benda itu, itulah pertanda
bahwa perjuangan (jihad) mereka diterima.
Allah SWT mewahyukan perintah pembagian harta sisa perang itu secara terperinci
kepada Nabi Muhammad SAW. Ini terdapat didalam Surat Al-Anfal. Segera setelah para
sahabat hadir untuk mengetahui isi petunjuk Allah SWT ini, perbedaan pendapat diantara
mereka pun sirna. Harta itu dibagikan kepada semua yang berpartisipasi dalam
pertempuran sesuai dengan petunjuk Allah SWT. Hal ini merupakan kemurahan Allah
SWT sebagai hadiah untuk umat Nabi Muhammad SAW, berupa kenikmatan dan
penghargaan kepada mereka dengan dijinkan-Nya memanfaatkan harta-benda yang
tersisa dari peperangan. Peristiwa ini juga mengajarkan kepada kita bagaimana para
sahabat Rasulullah SAW pada waktu itu bersatu-padu penuh semangat dalam mengikuti
petunjuk dari Allah SWT.
JUMLAH KORBAN DAN TAWANAN PERANG
Singkat cerita, pasukan musyrikin terkalahkan dan terpukul mundur. Pasukan kaum
muslimin berhasil membunuh dan menangkap beberapa orang di antara mereka. Ada
tujuh puluh orang kafir terbunuh dan tujuh puluh yang dijadikan tawanan. Di antara 70
yang terbunuh ada 24 pemimpin kaum Musyrikin Quraisy yang diseret dan dimasukkan
ke dalam lubang-lubang di Badar. Termasuk diantara 24 orang tersebut adalah Abu
Jahal, Syaibah bin Rabiah, Utbah bin Rabiah dan anaknya, Al Walid bin Utbah.
Pada peperangan ini, kaum muslimin berhasil membunuh 70 orang dari kalangan orangorang musyrikin dan menahan sekitar 70 orang. Rasulullah saw. memerintahkan untuk
membunuh 2 orang tawanan karena permusuhan dan kebencian mereka yang sudah di
luar batas, selain mereka berdua adalah orang yang paling banyak melakukan kelaliman.

Status keduanya lebih sebagai penjahat perang, bukan lagi sebagai tawanan perang.
Karena selama ini mereka begitu berambisi untuk berbuat makar kepada umat Islam dan
menyiksa orang-orang yang lemah dari kalangan mereka. Keduanya terkenal begitu
menantang Allah swt. dan Rasul-Nya. Sehingga jumlah tawanan tersisa 68 orang.
Rasulullah saw. meminta pendapat para sahabatnya seputar apa yang akan mereka
perbuat terhadap tawanan perang tersebut. Umar bin Khaththab berkata, Wahai
Rasulullah, mereka telah mendustakan, memerangi, dan mengusirmu. Menurutku
sebaiknya kau izinkan aku untuk menebas leher fulan (yaitu kerabatnya sendiri). Dan kau
izinkan Hamzah untuk membunuh Abbas, dan Ali membunuh Uqail. Begitulah agar
orang tahu bahwa tidak ada kecintaan sedikitpun di dalam hati kami terhadap orangorang yang musyrik. Aku melihat bahwa engkau tidak perlu menjadikan mereka sebagai
tawanan. Tebaslah semua leher mereka. Prajurit, para pemimpin, dan pemuka mereka.
Usulan ini disetujui oleh Sad bin Muadz dan Abdullah bin Rawahah.
Sementara Abu Bakar berkata, Wahai Rasulullah, mereka itu adalah kaum dan
keluargamu juga. Allah swt. telah menganugerahkan kemenangan kepadamu. Menurutku
sebaiknya engkau biarkan saja mereka sebagai tawanan dan kau minta dari mereka
tebusan. Sehingga tebusan tersebut dapat menjadi sumber kekuatan kita untuk
menghadapi orang-orang kafir. Dan semoga Allah swt. memberikan petunjuk-Nya kepada
mereka melalui dirimu sehingga mereka pun akan menjadi pembelamu.
Akhirnya Rasulullah saw. mengambil pendapat Abu Bakar. Beliau pun membagi-bagikan
sisa tawanan (68 orang) kepada sahabat-sahabatnya sambil berpesan, Perlakukanlah
para tawanan itu dengan baik kemudian beliau menerima tebusan dari para tawanan
tersebut. Orang kaya akan membayar satu orang tawanan sebesar sekitar 1.000 hingga
4.000 dirham. Sementara orang-orang miskin, sebagian mereka dibebaskan begitu saja
tanpa dimintai tebusan. Beliau pun menuntut dari para tawanan yang memiliki ilmu untuk
mengajarkan kepada anak-anak kaum muslimin membaca dan menulis sebagai tebusan
bagi diri mereka.
Abu Aziz bin Umair bin Hasyim, saudara Mushab bin Umair, menjadi tawanan Abu Yusr
Al-Anshari. Suatu hari Abu Aziz lewat dan bertemu dengan saudaranya Mushab.
Mushab pun berkata kepada Abu Yusr, Tahanlah tanganmu dari tawananmu, karena
ibunya adalah seorang yang kaya. Ia akan menebusnya untukmu dengan harta yang
banyak. Abu Aziz, saudaranya berkata, Wahai saudaraku, ini adalah perlakuanmu
kepadaku? Mushab berkata kepadanya, Sesungguhnya ia (Abu Yusr) adalah
saudaraku selain dirimu.
Dan ketika tebusannya diminta, ibunya bertanya berapa tebusan terbesar yang diberikan
untuk membebaskan orang Quraisy. Maka dikatakan kepadanya 4.000 dirham. Wanita itu
pun mengirim 4.000 dirham dan menebus anaknya. Demikianlah bagaimana ukhuwah

imaniah ternyata lebih berharga dari sekedar jalinan persaudaraan yang dibangun atas
dasar pertalian darah dan keturunan. Karena ukhuwah imaniah adalah persaudaraan
yang dibangun di atas kebenaran dan di jalan Allah swt.
MENANTU RASULULLAH PUN MENJADI TAWANAN PERANG
Abu Ash bin Rabi bin Abdul Uzza tertawan ketika Perang Badar. Ia adalah menantu
Rasulullah saw., suami dari putri beliau, Zainab. Abu Ash merupakan orang Makkah
yang cukup diperhitungkan dari segi harga, kejujuran, dan perdagangannya. Ibunya
adalah Halah binti Khuwailid, saudara perempuan Khadijah binti Khuwailid. Khadijahlah
yang dulu meminta kepada Rasulullah saw. agar menikahkan lelaki itu kepada putri
beliau, Zainab. Khadijah sudah menganggapnya seperti anak sendiri. Dan karena
pertimbangan itulah Rasulullah saw. tidak menolak permintaan istrinya tersebut. Hal ini
terjadi sebelum beliau diangkat menjadi seorang nabi.
Namun ketika wahyu telah diturunkan kepada Rasulullah saw. dan orang-orang Quraisy
pun mulia memusuhinya, Abu Lahab berkata, Buatlah Muhammad sibuk dengan dirinya
sendiri, dan ceraikanlah putri-putrinya dari suami-suami mereka. Ia pun memerintahkan
putranya, Utbah hingga akhirnya ia menceraikan putri Rasulullah saw. Ia juga
mendatangi Abu Ash bin Rabidan memintanya untuk menceraikan Zainab. Ceraikanlah
istrimu, setalah itu kami akan menikahkanmu dengan perempuan Quraisy mana saja
yang kau inginkan. Abu Ash menjawab, Tidak, demi tuhan, aku tidak akan
menceraikannya. Aku tidak ingin wanita Quraisy menggantikan istriku.
Rasulullah saw. memuji sikapnya kala itu. Dan ketika penduduk Makkah membawa
tebusan bagi tawanan perang, Zainab pun membawa harta untuk menebus suaminya,
Abu Ash. Ia membawa sebuah kalung yang dihadiahkan oleh ibunya, Khadijah, ketika ia
menikah dengan Abu Ash. Ketika Rasulullah saw. melihatnya, hatinya pun langsung
terenyuh dalam. Beliau berkata, Jika kalian bersedia untuk membebaskannya dan
mengembalikan barang miliknya, maka lakukanlah. Sahabat menjawab, Baiklah, wahai
Rasulullah. Mereka pun membebaskan Abu Ash dan mengembalikan kalung milik
Zainab. Hal ini beliau lakukan karena Abu Ash membiarkan Zainab turut berhijrah ke kota
Madinah. Rasulullah saw. sendiri telah membebaskan beberapa orang tawanan perang
tanpa ada tebusan ataupun bayaran sedikitpun, mengingat kondisi mereka yang
menuntut untuk hal tersebut.
Sumber: situs muslim.or.id, situs dakwatuna, situs imtiazahmad, situs hidayatullah

Anda mungkin juga menyukai