Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diawali dari perjanjian damai antara kaum muslimin Madinah dengan orang
musyrikin Quraisy yang ditandatangani pada nota kesepakatan Hudaibiyah pada
tahun 6 Hijriyah. Termasuk diantara nota perjanjian adalah siapa saja diizinkan
untuk bergabung dengan salah satu kubu, baik kubu Nabi shallallahu ‘alahi wa
sallam dan kaum muslimin Madinah atau kubu orang kafir Quraisy Makkah.
Maka, bergabunglah suku Khuza’ah di kubu Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam
dan suku Bakr bergabung di kubu orang kafir Quraisy. Padahal, dulu di zaman
Jahiliyah, terjadi pertumpahan darah antara dua suku ini dan saling bermusuhan.
Dengan adanya perjanjian Hudaibiyah, masing-masing suku melakukan gencatan
senjata. Namun, secara licik, Bani Bakr menggunakan kesempatan ini melakukan
balas dendam kepada suku Khuza’ah.
Haji wada’ adalah haji perpisahan. Sebagian penulis menyebut sebanyak 90
ribu orang dan sebagaian lagi menyebutkan 114 ribu orang. Dengan berbekal
iman, Hati penuh kegembiraan dan ketulusan, mereka bersama-sama hendak
menuju ke Baitullah yang suci. Haji yang untuk terakhir kalinya dilakukan oleh
Rasulullah saw, sebab setelah itu beliau tidak pernah lagi melakukakannya. Nabi
berangkat dengan membawa semua istrinya, masing-masing dalam tandunya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa latar belakang terjadinya Fathu Makkah?
2. Bagaimana berlangsungnya Fathu Makkah?
3. Bagaimana sejarah Haji Wada’?
4. Apa hikmah dari peristiwa Haji Wada?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui latar belakang Fathu Makkah.
2. Untuk mengetahui bagaimana berlangsungnya Fathu Makkah.
3. Untuk mengetahui sejarah Haji Wada’
4. Untuk mengetahui hikmah terjadinya Haji Wada’
BAB II

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Fathu Makkah


Berawal dari perjanjian hudaibiyah yang disepakati oleh kedua belah
pihak yaitu, pihak Madinah yang di wakili oleh Nabi Muhammad SAW dan
pihak Musrikin Makkah yang diwakili oleh Suhail bin Amr. Peristiwa tersebut
terjadi pada tahun 6 Hijriyah (628 M) dan menghasilkan beberapa kesepakatan.
Salah satu di antara perjanjian tersebut adalah "gencatan senjata selama 10
tahun dan siapapun boleh bergabung baik dengan penduduk Madinah maupun
penduduk Makkah". Maka, bergabunglah suku Khuza’ah di kubu Nabi
shallallahu ‘alahi wa sallam dan suku Bakr bergabung di kubu orang kafir
Quraisy. Padahal, dulu di zaman Jahiliyah, terjadi pertumpahan darah antara
dua suku ini dan saling bermusuhan. Dengan adanya perjanjian Hudaibiyah,
masing-masing suku melakukan gencatan senjata.
Sekitar dua tahun setelah perjanjian hudaibiyah, Bani Bakr menyerang
Bani Khuza'ah. Walaupun sebelumnya Bani Khuza'ah telah menyerang Bani
Bakr, akan tetapi permasalahan itu dapat diselesaikan dengan perjanjian elite.
Namun sayangnya, perjanjian tersebut tidak menyelesaikan akar dari
permasalahn tersebut, sehingga Bani Bakr masih menyimpan dendam terhadap
Bani Khuza'ah. Penyerangan Bani Bakr terhadap Bani Khuza'ah ternyata
dibantu oleh kaum Quraisy Makkah. Padahal, antara kaum Muslimin Madinah
dan penduduk Quraisy Makkah telah mengadakan perjanjian dan menyetujui
bahwa, tidak ada peperangan selama 10 tahun.
Penyerangan Bani Bakr dilakukan secara diam-diam. Pada malam hari
ketika Bani Khuza'ah sedang tidur terlelap. Kamu Quraisy mengirim sejumlah
pasukan untuk membantu Bani Bakr dalam rangka menyerang Bani Khuza'ah.
Akrirnya, mereka membunuh 20 orang dari suku Khuza'ah. Amir bin Salam
bersama 40 orang dari Bani Khuza'ah akrirnya menuju Madinah dengan
menunggang kuda menemui Rasulullah untuk melaporkan peristiwa yang baru
saja terjadi.
Berdasarkan pengaduan ini, Nabi Muhammad saw. segera
memerintahkan kaum muslimin untuk bersiap-siap guna menaklukkan kota
Makkah. Hal ini membuat kaum Quraisy menjadi gentar. Nabi Muhammad
saw. kemudian menyampaikan tiga pesan kepada kaum Quraisy Makkah.
Pesan itu berisi :
1. Kaum Quraisy harus membayar diyat (denda).
2. Kaum Quraisy harus memutuskan hubungan dengan Bani Bakar.
3. Kaum Quraisy menyatakan perjanjian Hudaibiyah telah batal dan tidak
berlaku lagi. Hal itu berarti kaum muslimin akan menyerang Makkah.

Ternyata kaum kafir Quraisy memilih pilihan ketiga.

2
Karena merasa bahwa dirinya telah melanggar perjanjian, orang kafir
Quraisy pun mengutus Abu Sufyan ke Madinah untuk memperbarui isi
perjanjian. Sesampainya di Madinah, dia memberikan penjelasan panjang lebar
kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, namun beliau tidak menanggapinya
dan tidak memperdulikannya. Akhirnya Abu Sufyan menemui Abu Bakar dan
Umar radliallahu ‘anhuma agar mereka memberikan bantuan untuk membujuk
Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Namun usahanya ini gagal. Terakhir kalinya,
dia menemui Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu agar memberikan
pertolongan kepadanya di hadapan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Untuk
kesekian kalinya, Ali pun menolak permintaan Abu Sufyan. Dunia terasa
sempit bagi Abu Sufyan, dia pun terus memelas agar diberi solusi.

B. Kejadian Fathu Makkah


1. Persiapan
Rasulullah memerintahkan para sahabatnya untuk mempersiapkan
perang tanpa memberi tahu maksud dan tujuan tersebut. Beliau
menginginkan hal itu sebagai sesuatu yang rahasia, dan agar Quraisy
berada dalam kondisi yang tidak siap untuk berperang. Rasul meminta
bantuan dari kabilah-kabilah yang berada di sekitar Madinah, diantaranya;
Suku Aslam, suku Hifaar, suku Mazinah, suku Juhainah, suku Asyja’, dan
suku Sulaim. Dengan tambahan pasukan dari kabilah-kabilah tersebut,
total jumlah pasukan kaum Muslimin ketika itu mencapai 10.000 prajurit.
Jumlah pasukan yang sangat besar ini, menunjukkan perkembangan
kekuatan Muslim dalam rentang waktu antara perjanjian Hudaibiyah, dan
penaklukan kota Mekkah. Untuk menjaga misi kerahasiaan ini, Rasulullah
mengutus satuan pasukan sebanyak 80 orang menuju perkampungan antara
Dzu Khasyab dan Dzul Marwah pada awal bulan Ramadhan. Hal ini beliau
lakukan agar ada anggapan bahwa beliau hendak menuju ke tempat
tersebut.
Sementara itu, ada seorang shahabat Muhajirin, Hatib bin Abi Balta’ah
menulis surat untuk dikirimkan ke orang Quraisy. Isi suratnya
mengabarkan akan keberangkatan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam
menuju Makkah untuk melakukan serangan mendadak. Surat ini beliau
titipkan kepada seorang wanita dengan upah tertentu dan langsung
disimpan di gelungannya. Namun, Allah Dzat Yang Maha Melihat
mewahyukan kepada NabiNya tentang apa yang dilakukan Hatib. Beliau-
pun mengutus Ali dan Al Miqdad untuk mengejar wanita yang membawa
surat tersebut. Setelah Ali berhasil menyusul wanita tersebut, beliau
langsung meminta suratnya. Namun, wanita itu berbohong dan
mengatakan bahwa dirinya tidak membawa surat apapun. Ali memeriksa
hewan tunggangannya, namun tidak mendapatkan apa yang dicari. Ali
radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku bersumpah demi Allah, Rasulullah

3
shallallahu ‘alahi wa sallam tidak bohong. Demi Allah, engkau keluarkan
surat itu atau kami akan menelanjangimu.” Setelah tahu kesungguhan Ali
radhiyallahu ‘anhu, wanita itupun menyerahkan suratnya kepada Ali bin
Abi Thalib.
Sesampainya di Madinah, Ali langsung menyerahkan surat tersebut
kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Dalam surat tersebut tertulis
nama Hatib bin Abi Balta’ah. Dengan bijak Nabi shallallahu ‘alahi wa
sallam menanyakan alasan Hatib. Hatib bin Abi Balta’ah pun menjawab:
“Jangan terburu menuduhku wahai Rasulullah. Demi Allah, aku orang
yang beriman kepada Allah dan RasulNya. Aku tidak murtad dan tidak
mengubah agamaku. Dulu aku adalah anak angkat di tengah Quraisy. Aku
bukanlah apa-apa bagi mereka. Di sana aku memiliki istri dan anak.
Sementara tidak ada kerabatku yang bisa melindungi mereka. Sementara
orang-orang yang bersama Anda memiliki kerabat yang bisa melindungi
mereka. Oleh karena itu, aku ingin ada orang yang bisa melindungi
kerabatku di sana.”
Dengan serta merta Umar bin Al Khattab menawarkan diri, “Wahai
Rasulullah, biarkan aku memenggal lehernya, karena dia telah
mengkhianati Allah dan RasulNya serta bersikap munafik.” Rasulullah
shallallahu ‘alahi wa sallam dengan bijak menjawab, “Sesungguhnya
Hatib pernah ikut perang Badar… (Allah berfirman tentang pasukan
Badar): Berbuatlah sesuka kalian, karena kalian telah Saya ampuni.” Umar
pun kemudian menangis, sambil mengatakan, “Allah dan rasulNya lebih
mengetahui.”
Demikianlah maksud hati Hatib. Beliau berharap dengan
membocorkan rahasia tersebut bisa menarik simpati orang Quraisy
terhadap dirinya, sehingga mereka merasa berhutang budi terhadap Hatib.
Dengan keadaan ini, beliau berharap orang Quraisy mau melindungi anak
dan istrinya di Makkah.
Setelah Kaum kafir Qurays telah melanggar perjanjian itu maka
Rasulullah langsung menyuruh pasukanya untuk menyerang makkah,
Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam membagi pasukan menjadi empat
sayap. Beliau mengangkat pemimpin bagi masing-masing sayap pasukan.
1. Sayap pertama dipimpin oleh Az-Zubair ibnul Awwam
Rodhiallahu ‘anhu. Mereka memasuki Makkah melalui dataran
tingginya.
2. Sayap kedua dipimpin oleh Khalid ibnul Walid Rodhiallahu
‘anhu. Mereka memasuki Makkah melalui dataran rendahnya.
3. Sayap ketiga dipimpin Abu Ubaidah ibnul Jarrah Rodhiallahu
‘anhu. Mereka memasuki Makkah dari arah timur.
4. Sayap keempat dipimpin Qais bin Sa’ad bin ‘Ubadah Rodhiallahu
‘anhu. Mereka memasuki Makkah dari arah yang lain.

4
2. Perjalanan
Kemudian, beliau keluar Madinah bersama sepuluh ribu shahabat yang
siap perang. Beliau memberi Abdullah bin Umi Maktum tugas untuk
menggantikan posisi beliau di Madinah. Di tengah jalan, beliau bertemu
dengan Abbas, paman beliau bersama keluarganya, yang bertujuan untuk
berhijrah dan masuk Islam. Kemudian, di suatu tempat yang disebut
Abwa’, beliau berjumpa dengan sepupunya, Ibnul Harits dan Abdullah bin
Abi Umayah. Ketika masih kafir, dua orang ini termasuk diantara orang
yang permusuhannya sangat keras terhadap Nabi shallallahu ‘alahi wa
sallam. Dengan kelembutannya, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam
menerima taubat mereka dan masuk Islam. Nabi shallallahu ‘alahi wa
sallam bersabda tentang Ibnul Harits radhiyallahu ‘anhu, “Saya berharap
dia bisa menjadi pengganti Hamzah –radhiyallahu ‘anhu-“.
Setelah beliau sampai di suatu tempat yang bernama Marra Dhahraan,
dekat dengan Makkah, beliau memerintahkan pasukan untuk membuat
obor sejumlah pasukan. Beliau juga mengangkat Umar radhiyallahu ‘anhu
sebagai penjaga.
Malam itu, Abbas berangkat menuju Makkah dengan menaiki bighal
(peranakan kuda dan keledai) milik Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam.
Beliau mencari penduduk Makkah agar mereka keluar menemui Nabi
shallallahu ‘alahi wa sallam dan meminta jaminan keamanan, sehingga
tidak terjadi peperangan di negeri Makkah. Tiba-tiba Abbas mendengar
suara Abu Sufyan dan Budail bin Zarqa’ yang sedang berbincang-bincang
tentang api unggun yang besar tersebut. “Ada apa dengan dirimu, wahai
Abbas?” tanya Abu Sufyan. “Itu Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam di
tengah-tengah orang. Demi Allah, amat buruklah orang-orang Quraisy.
Demi Allah, jika beliau mengalahkanmu, beliau akan memenggal lehermu.
Naiklah ke atas punggung bighal ini, agar aku dapat membawamu ke
hadapan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, lalu meminta jaminan
keamanan kepada beliau!” jawab Abbas.
Maka, Abu Sufyan pun naik di belakangku. Kami pun menuju tempat
Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Ketika melewati obornya Umar bin
Khattab, dia pun melihat Abu Sufyan. Dia berkata, “Wahai Abu Sufyan,
musuh Allah, segala puji bagi Allah yang telah menundukkan dirimu tanpa
suatu perjanjian-pun. Karena khawatir, Abbas mempercepat langkah
bighalnya agar dapat mendahului Umar. Mereka pun langsung masuk ke
tempat Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam.
Setelah itu, barulah Umar masuk sambil berkata, “Wahai Rasulullah,
ini Abu Sufyan. Biarkan aku memenggal lehernya.” Abbas pun
mengatakan, “Wahai Rasulullah, aku telah melindunginya.” Rasulullah
shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Kembalilah ke kemahmu wahai

5
Abbas! Besok pagi, datanglah ke sini!” Esok harinya, Abbas bersama Abu
Sufyan menemui Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Beliau
bersabda,”Celaka wahai Abu Sufyan, bukankah sudah tiba saatnya bagimu
untuk mengetahui bahwa tiada ilah (sesembahan) yang berhak disembah
selain Allah?” Abu Sufyan mengatakan, “Demi ayah dan ibuku sebagai
jaminanmu. Jauh-jauh hari aku sudah menduga, andaikan ada sesembahan
selain Allah, tentu aku tidak membutuhkan sesuatu apa pun setelah ini.”
Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,”Celaka kamu wahai Abu
Sufyan, bukankah sudah saatnya kamu mengakui bahwa aku adalah utusan
Allah?” Abu Sufyan menjawab,”Demi ayah dan ibuku sebagai jaminanmu,
kalau mengenai masalah ini, di dalam hatiku masih ada sesuatu yang
mengganjal hingga saat ini.” Abbas menyela, “Celaka kau! Masuklah
Islam! Bersaksilah laa ilaaha illa Allah, Muhammadur Rasulullah sebelum
beliau memenggal lehermu!” Akhirnya Abu Sufyan-pun masuk Islam dan
memberikan kesaksian yang benar.
Tanggal 17 Ramadhan 8 H, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam
meninggalkan Marra Dzahran menuju Makkah. Sebelum berangkat, beliau
memerintahkan Abbas untuk mengajak Abu Sufyan menuju jalan tembus
melewati gunung, berdiam di sana hingga semua pasukan Allah lewat di
sana. Dengan begitu, Abu Sufyan bisa melihat semua pasukan kaum
muslimin. Maka Abbas dan Abu Sufyan melewati beberapa kabilah yang
ikut gabung bersama pasukan kaum muslimin. Masing-masing kabilah
membawa bendera. Setiap kali melewati satu kabilah, Abu Sufyan selalu
bertanya kepada Abbas, “Kabilah apa ini?” dan setiap kali dijawab oleh
Abbas, Abu Sufyan senantiasa berkomentar, “Aku tidak ada urusan
dengan bani Fulan.” Setelah agak jauh dari pasukan, Abu Sufyan melihat
segerombolan pasukan besar. Dia lantas bertanya, “Subhanallah, wahai
Abbas, siapakah mereka ini?” Abbas menjawab: “Itu adalah Rasulullah
bersama muhajirin dan anshar.” Abu Sufyan bergumam, “Tidak seorang-
pun yang sanggup dan kuat menghadapi mereka.” Abbas berkata: “Wahai
Abu Sufyan, itu adalah Nubuwah.”
Bendera Anshar dipegang oleh Sa’ad bin Ubadah radhiyallahu ‘anhu.
Ketika melewati tempat Abbas dan Abu Sufyan, Sa’ad berkata, “Hari ini
adalah hari pembantaian. Hari dihalalkannya tanah al haram. Hari ini Allah
menghinakan Quraisy.” Ketika ketemu Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam,
perkataan Sa’ad ini disampaikan kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam.
Beliau pun menjawab, “Sa’ad keliru, justru hari ini adalah hari
diagungkannya Ka’bah dan dimuliakannya Quraisy oleh Allah.”
Kemudian, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam memerintahkan agar bendera
di tangan Sa’d diambil dan diserahkan kepada anaknya, Qois. Akan tetapi,
ternyata bendera itu tetap di tangan Sa’d. Ada yang mengatakan bendera
tersebut diserahkan ke Zubair dan ditancapkan di daerah Hajun.

6
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam melanjutkan perjalanan hingga
memasuki Dzi Thuwa. Di sana Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam
menundukkan kepalanya hingga ujung jenggot beliau yang mulia hampir
menyentuh pelana. Hal ini sebagai bentuk tawadlu’ beliau kepada Sang
Pengatur alam semesta. Di sini pula, beliau membagi pasukan. Khalid bin
Walid ditempatkan di sayap kanan untuk memasuki Makkah dari dataran
rendah dan menunggu kedatangan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam di
Shafa. Sementara Zubair bin Awwam memimpin pasukan sayap kiri,
membawa bendera Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan memasuki
Makkah melalui dataran tingginya. Beliau perintahkan agar menancapkan
bendera di daerah Hajun dan tidak meninggalkan tempat tersebut hingga
beliau datang.

3. Memasuki Kota Makkah


Nabi saw memasuki Mekkah dari dataran tinggi „Kida“ dan
memerintahkan Khalid bin Walid bersama pasukannya agar memasuki
Mekkah dari dataran rendah “Kida“. Akhirnya kaum Muslimin memasuki
Mekkah sebagaimana diperintahkan Nabi saw tanpa mendapatkan
perlawanan kecuali Khalid bin Walid. Ia menghadapi sejumlah kaum
Musyrikin yang di antara mereka terdapat Ikrimah bin Abu Jahal dan
Shofwan bin Umaiyah. Khalid memerangi mereka dan berhasil membunuh
24 orang dari Quraisy dan 4 orang dari Hudzail. Rasulullah saw melihat
kilatan pedang dari kejauhan kemudian nampak beliau tidak menyukainya.
Dikatakan kepadanya bahwa kilatan itu adalah Khalid bin Walid yang
diserang kemudian membalas serangan, sabda Nabi saw : “Ketentuan
Allah selalu baik.“
Nabi saw memasuki Mekkah langsung menuju Ka‘bah. Di sekitar
Ka‘bah masih terdapat 360 berhala. Kemudian Nabi saw
menghancurkannya satu persatu dengan sebuah pentungan di tangannya
seraya mengucapkan :“Kebenaran telah tiba dan lenyaplah kebathilan.
Kebenaran telah tiba dan kebathilan tak akan kembali lagi.“ Di dalam
Ka‘bah juga terdapat beberapa berhala sehingga Nabi saw enggan
memasukinya sebelum berhala-berhala itu dihancurkan. Kemudian
berhala-berhala itu dikeluarkan. Di antaranya terdapat patung Ibrahim dan
Isma‘il di kedua tangannya memegang Azlam (anak panah untuk berjudi).
Sabda Nabi saw :“Celakalah mereka, sesungguhnya mereka tahu bahwa
keduanya (Ibrahim dan Ismail as) tidak pernah berjudi sama sekali.“
Setelah itu Nabi saw masuk ke dalam Ka‘bah dan bertakbir di sudut-sudut
Ka‘bah kemudian keluar dan tidak melakukan shalat di dalamnya.

7
C. Setelah Fathu Makkah
Kemudian beliau berdiri di pintu Ka’bah. Orang-orang Quraisy berbaris di
Masjidil Haram. Mereka memandang beliau. Beliau bersabda: “Wahai
seluruh orang Quraisy, menurut kalian, apa yang akan kulakukan kepada
kalian?” Mereka menjawab: “Engkau akan bersikap baik. Engkau seorang
saudara yang murah hati. Dan engkau anak seorang saudara yang murah
hati.” Maka beliau berkata: “Pergilah. Kalian adalah orang-orang yang bebas,
Rasulullah tinggal di Makkah selama dua puluh hari. Selama tinggal di
Makkah, beliau mengutus beberapa sariyyah. Tugas mereka adalah
menghancurkan berhala-berhala dan menyebarkan Islam.

Shalat Kemenangan
Rasulullah saw. Memasuki rumah Ummu Hani' binti Abu Thalib pada
waktu Dhuha. Beliau kemudian mandi lalu shalat delapan rakaat di
rumahnya. Saat itu, Ummu Hani' memberi perlindungan aman pada dua
iparnya yang masih musyrik, sementara Ali bin Abu Thalib bermaksud untuk
membunuh keduanya. Ummu Hani' bertanya kepada Rasullah lalu beliau
berkata, "Kami melindungi siapa pun yang kau beri jaminan aman, wahai
Ummu Hani'. "
Ketika Tiba waktu shalat, Rasulullah memerintahkan Bilal untuk naik
ke atas Ka'bah dan mengumandangkan adzan di sana. Adzan ini sebagai
simbol kemenangan Islam. Kaum Muslimin merasa terharu mendengar suara
adzan ini, namun adzan ini membuat orang-orang musyrik merasa jengkel.
Segala puji bagi Allah, Rabb seluruh alam.1

Keberadaan Rasulullah di Makkah


Setelah penaklukan Makkah tuntas, kaum Anshar merasa khawatir
jangan-jangan Rasulullah akan menetap di sana, karena Makkah adalah
negeri beliau, negeri keluarga dan kaum beliau. Kekhawatiran kaum Anshar
ini terjadi ketika Rasullah berada di atas bukit Shafa sambil berdoa dengan
mengangkat kedua tangan. Seusai berdoa, beliau menegaskan kepada mereka,
"Aku berlindung kepada Allah. Tempat hidupku adalah tempat hidup kalian,
dan tempat matiku adalah tempat mati kalian". Kaum Anshar akhirnya
merasa tenang, kekhawatiran mereka sirna, dan mereka pun merasa senang.
Rasulullah berada di Makkah selama 19 hari untuk memperbarui simbol-
simbol Islam. Membersihkan semua itu dari pengaruh-pengaruh jahiliyah,
dan beliau memperbarui batasan-batasan tanah haram. Penyeru beliau
menyerukan, "Siapa beriman kepada Allah dan hari kemudian, janganlah ia
membiarkan satu pun berhala di rumahnya, melainkan menghancurkannya".

Uzza, Suwa', dan Manat Dihancurkan

1
Syaikh Shafiur Rahman, Sirah Nabi Muahham, cet.1, (Solo: Fatiha Publishing, 2017), hal 385

8
Pada tanggal 25 Ramadhan, Rasullah saw. Mengutus Khalid bin Walid
bersama 30 pasukan berkuda ke arah Nakhlah untuk menghancurkan Uzza
dan rumahnya. Khalid berangkat menuju Nakhlah lalu menghancurkan Uzza
adalah berhala terbesar kaum musyrikin.
Setelah itu, beliau mengutus Amr bin Ash pada bulan Ramadhan yang
sama untuk menghancurkan Suwa', berhala terbesar milik kabilah Hudzail.
Rumah berhala ini berada di Rahath sejauh 150 km di sebelah timur laut
Makkah. Amr bin Ash berangkat ke sana lalu menghancurkan berhala ini.
Penjaga berhala ini masuk Islam ketika melihat si berhala tidak mampu
berbuat apapun.
Setelah itu, beliau mengutus Sayyid bin Zaid Al-Asyhali pada bulan
Ramadhan yang sama bersama 20 pasukan berkuda dengan sasaran Manat.
Berhala ini terletak di jalan dekat Qudaid. Manat adalah berhala milik
kabilah Kalb, Khuza'ah, Ghassan, Aus, dan Khajraj. Sayyid bin Zaid
datang lalu menghancurkan berhala ini, juga merobohkan rumahnya.

Khalid Diutus ke Bani Judzaimah


Rasulullah mengutus Khalid pada bulan Syawwal dengan sasaran Bani
Judzaimah, untuk menyeru mereka menuju Islam. Khalid kemudian bergerak
bersama 350 pasukan yang terdiri dari kaum Muhajirin, Anshar dan Bani
Sulaim. Saat Khalid mengajak Bani Judzaimah masuk Islam, mereka
berkata, "kami meninggalkan agama nenek moyang, kami meninggalkan
agama nenek moyang". Karena salah faham, khalid langsung menyerang dan
menawan mereka. Seriap rekannya diserahi untuk membawa satu tawanan.
Setelah itu, Khalid memerintahkan agar semua yang membawa tawanan
harus membunuh tawanannya. Ibnu Umar dan rekan-rekannya enggan
melakukan instruksi Khalid ini. Setelah itu, mereka menemui Nabi dan
menyampaikan hal tersebut pada beliau. Nabi kemudian mengangkat kedua
tangan lalu berdo'a, "Ya Allah, sungguh aku melepaskan diri pada-Mu dari
apa yang telah diperbuat Khalid". Beliau ucapkan sebanyak dua kali.
Terkait kejadian ini, terlibat cek-cok antara Khalid bin Walid dan
Abdurrahman bin Auf. Pertengkaran ini terdengar Nabi, kemudian beliau
berkata kepada Khalid, "sebentar wahai Khalid! Jangan kau cela sahabat-
sahabat ku. Demi Allah, andai seseorang memiliki emas sebesar gunung
Uhud, kemudian ia menginfakkannya ke jalan Allah, tentu tidak akan setara
dengan jihad yang dilakukan para sahabat-sahabat ku pada pagi dan sore
hari".

D. Haji Wada’
1. Sejarah Haji Wada’
Pada tanggal 25 Dzulqa’dah tahun ke-10 hijriyah Beliau berangkat di
ikuti ribuan kaum muslimin. Sebagian penulis menyebut sebanyak 90 ribu

9
orang dan sebagaian lagi menyebutkan 114 ribu orang. Dengan berbekal
iman, Hati penuh kegembiraan dan ketulusan, mereka bersama-sama
hendak menuju ke Baitullah yang suci. Mereka bersama-sama hendak
menunaikkan ibadah haji besar.2
Haji wada’ adalah haji perpisahan. Haji yang untuk terakhir kalinya
dilakukan oleh Rasulullah saw, sebab setelah itu beliau tidak pernah lagi
melakukakannya. Beliau mulai bersisir, memakai minyak mengenakan
sarung dan jubah, lalu berangkat meninggalkan Madinah setelah
melakukan sholat dzuhur. Nabi berangkat dengan membawa semua
istrinya, masing-masing dalam tandunya. Dan pada hari keempat
Dzulhijah, jamaah haji sudah sampai di kota Makkah dan nabi bergegas
menuju Ka’bah diikuti kaum muslim.3
Hingga sampai di Dzulhulaifah sebelum sholat Ashar. Di tempat itu
beliau menunaikan sholat Ashar sebanyak dua raka’at (qashar), kemudian
bermalam disana. Ketika esok paginya beliau berkata, “Semalam aku
didatangi oleh seorang utusan dari Rabbku. Ia lalu berkata, sholatlah
engkau dilembah yang penuh berkah ini dan ucapkanlah : Aku berumrah
pada hajiku.” Selanjutnya Rasulullah mandi sebelum waktu dzuhur dan
memakaikan wangi wangian dengan minyak wangi yang dicampur misk
pada kepala dan badan beliau, mengenakan sarung dan jubah, dan
menunaikan sholat dzuhur sebanyak dua raka’at, serta bertalbiyah untuk
haji qiran. Di tempat sholat beliau mengucapkan :
ُ َََ‫اَللَّ ُه ََمَلَبَيْك‬
‫ع ْم َر َة َ ََوَ َح َجا‬
“Ya Allah, aku memenuhi panggilan-Mu untuk beumrah dan berhaji.”
Lalu beliau bertalbiyah :
‫َانَالحمدَوالنعمةَلكَوالملكَالَشريكَلك‬,‫َلبيكَالَشريكَلكَلبيك‬,‫لَبَيْكَََاللهمَلبيك‬
“ Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah. Aku penuhi panggilan-Mu yang
tidak ada sekutu bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya
segala puji dan kenikmatan adalah milik-Mu dan juga segala kerajaan
yang tidak ada sekutu bagi-Mu.”
Terkadang beliau mengucapkan :
‫لبيكَألهَالحق‬
“ Aku penuhi panggilan-Mu sebagai sesembahan yang hak (benar).”
Kemudian beliau beranjak dari tempat shalat, lalu menaiki Al-
Qashwa’ (unta tunggangan beliau) dan bertalbiyah kembali. ketika hewan
tunggangan itu melintas di padang pasir, beliaupun kembali bertalbiyyah.
Setelah selesai menunaikannya, beliau diberitahu tentang binatang hady
(yang akan disembelih untuk dihadiahkan bagi penduduk Makkah).

2
Muhammad Husai Haekal, penerjemah Ali Audah, Sejarah Hidup Muhammad, hlm 558.
3
Ibid., hlm.766

10
Beliaupun mengikatnya di Dzul-Hulaifah. Lalu beliau terus berjalan
hingga dekat dengan Makkah, lalu beliau bermalam di Dzu Thua dan
melakukan shalat fajar di sana. Selanjutnya beliau mandi dan berjalan
hingga memasuki Masjid Al-Haram. Hal itu terjadi pada waktu pagi di
hari Ahad tanggal 4 bulan Dzhul-Hijjah. Lalu melakukan thawaf di Ka’bah
dan Sa’i di antara bukit Ash-Shafa dan Al-Marwah. Kemudian beliau
berdiri di kota Makkah bagian atas di dekat Al-Hajun.
Beliau belum kembali melakukan thawaf, namun tetap dalam pakaian
ihram karena beliau telah menggandengkan antara ihram untuk haji dan
‘umrah disebabkan kondisi beliau yang telah membawa hewan untuk
hady. Beliaupun memerintahkan untuk memangkas rambutnya setelah
melakukan thawaf serta sa’i dan ia bisa bertahalul secara sempurna. Lalu
ia menjadikan pelaksanaan semua ini sebagai ‘umrah, maupun dengan
kedua-duanya. Kemudiaan beliau berkata, “Seandainya aku mengetahui
sebelumnya dari urusan ihramku ini apa yang akan terjadi nanti (berupa
situasi kraguan orang-orang seperti itu) maka sungguh aku tidak akan
membawa hewan hady (karena bisa membelinya di Makkah) dan aku
menjadikanya sebagai pelaksanaan ‘umrah lalu aku bertahalul. Maka
bertahalullah bagi orang-orang yang tidak membawa hady.
Kemudian beliau pada hari tarwiyyah yakni hari pada 8 tanggal
Dzhul-Hijjah menuju ke Mina dan memulai ihram kembali untuk haji bagi
tiap orang yang telah bertahalul.selanjutnya diMina, beliau menunaikan 5
shalat yakni Zhuhur, Ashr, Maghrib, isya’, dan Fajar. Beliau melakukan
shalat untuk 4 raka’at menjadi 2 raka’at secara qashar.
Kemudian berlalu dari Mina setelah terbit matahari hingga sampai di
‘Arafah. Beliau lalu menjumpai kubah yang dibuat berbintik. Beliau
singgah disana. Ketika matahari tergelincir, beliau menaiki Al-Qashwa’.
Sampai di lembah ‘Uranah, manusia telah berkumpul di sekeliling beliau.
Kemudian beliaupun berdiridi tengah-tengah mereka, menyampaikan
khutbah.

2. Isi Khutbah Haji Wada’


Beliau memuji Allah dan menyanjung-Nya, lalu mengucapkan
syahadat dan menyampaikan wasiat takwa kepada Allah, kemudian
berkata:
“Wahai manusia, dengarkanlah perkataanku. Karena sesungguhnya
aku tidak tahu, barangkali aku tidak bisa lagi bertemu dengan kalian
setelah tahun ini pada tempat wukuf ini selama-lamanya. Sesungguhnya
harta,darah, dan kehormatan kalian suci bagi kalian seperti sucinya hari
kalian ini (yakni hari ‘Arafah) pada bulan kalian ini (Dzul-Hijjah) dan di
negeri kalian ini (makkah). Ketahuilah segala sesuatu dari perkara
jahiliyyah tidak lagi berlaku. Hutang darah yang pertama kali aku batalkan

11
dari darah kami adalah darah putra Rabi’ah bin Al-Harits (ia mencari
susuan di Bani Sa’ad, lalu di bunuh oleh Kabilah Hudzail). Kemudian riba
ala jahiliyyahpun telah batal. Dan praktik riba yang pertama aku batalkan
dari riba kami adalah riba pada Al-‘Abbas bin ‘Abdul-Muththalib.
Makaitu semua batal seluruhnya. Bertaqwalah kalian kepada Allah dalam
urusan para wanita. Karena kalian telah mengambil mereka dengan amanat
dari Allah dan kalian menghalalkan kemaluan-kemaluan mereka dengan
kalimat Allah. Kaliapun memiliki hak atas mereka agar mereka tidak
menempatkan seseorang yang tidak kalian sukai pada tempat kalian. Jika
mereka melakukannya, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak
keras. Mereka juga memiliki hak atas kalian untuk di nafkahi dan diberi
pakaian dengan baik. Sungguh telah aku tinggalkan pada kalian sesuatu
yang kalian tidak akan sesat setelahnya, jika kalian mau berpegang teguh
dengannya yakni Kitabullah. Lalu jika kalian ditannya tetangku, maka apa
jawab kalian?” Merekapun menjawab, “Kami bersaksi bahwa engkau telah
menyampaikannya, menunaikannya, dan telah memberikan nasihat-
nasihat.” Maka beliau berkata dengan mengisyaratkan jari telunjuk beliau
ke langit dan memalingkannya kepada para manusia, “ Ya Allah,
saksikanlah!”
Dan beliau di dalam khutbah tersebut telah menjelaskan sejumlah perkara
lain. Kemudian ketika setelah selesai, turun kepada beliau firman Allah
Ta’ala :
ِ ‫ْاليَ ْو ََمَأَ ْك َم ْلتََُلَ ُك َْمَدِيءنَ ُك َْمَ َوأَتْ َم ْمتََُ َعلََْي ُك َْمَنِ ْع َمتِيَ َو ََر‬
َ ‫ضيْتََُلَ ُك َْمَاْإلَ ْس‬
‫لََ ََمَ َِدَ ْينًا‬
“Pada hari ini telah Kusempurnakan bagi kalian agama kalian, dan telah
Kuucapkan atas kalian nikmat-Ku, serta telah Kuridhai Islam itu menjadi
agama kalian.” (Al-Maidah:3).4

Inti isi khutbah Haji Wada’


I. Larangan Membunuh Jiwa dan Mengambil Harta Orang Lain
Tanpa Hak
Maknanya Perlindungan terhadapa Darah, harta, dan kehormatan
Umat Islam
II. Kewajiban Meninggalkan Tradisi Jahiliyah seperti
Pembunuhan Balasan dan Riba
Maknanya segala yang berkaitan dengan perkara kemanusiaan
seperti pembunuhan, dendam, dll) yang telah terjadi pada masa
Jahiliyah wajib ditinggalkan. Begitu juga Riba
III. Mewaspadai Gangguan Setan dan Kewajiban Menjaga Agama

4
Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfurry,Taman Cahaya di Atas Cahaya Perjalanan Hidup
Rasulullah,hlm 431-435.

12
Maknanya: nasehat gar mewaspadai gangguan setan karena setan
akan berbangga jika manusia melakukan kesalahan kecil terus
menerus
IV. Larangan Mengharamkan yang Dihalalkan dan Sebaliknya
Maknanya: Larangan mengubah bulan suci karena akan menambah
kekafiran. Bulan Suci itu antaranya Zul Qa’dah, Zul Hijjah,
Muharram, Rajab serta larangan menghalalkan yang haram dan
mengharamkan yang halal
V. Kewajiban Memuliakan Wanita (Isteri)
Maknanya Kewajiban suami terhadp isteri dan isteri terhadap
suami
VI. Kewajiban Berpegang Teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah
Maknanya : Rasulullah meninggalkan pada Al-Qur’an dan Hadits
agar umat islam berpegang teguh dan tidak tersesat
VII. Kewajiban Taat kepada Pemimpin Siapapun Dia Selama
Masih Berpegang Teguh pada Al Qur’an.
Maknanya umat islam harus taat pada pemimpin yang berpegang
teguh pada Al-Qur’an
VIII. Kewajiban Berbuat Baik kepada Hamba Sahaya.
Dengan cara memberi makan sebagaimana yang dimakan,
memberi pakaian sebagaimana yang dipakai. Jika mereka
melakukan kesalahan dan tidak bisa dimaafkan maka dilarang
untuk menyiksa tapi harus dijual
IX. Umat Islam adalah Bersaudara antara Satu dengan Lainnya.
Maknanya setiap muslim yang satu dengan muslim lainnya adalah
saudara dan seseorang tidak dibolehkan mengambil sesuatu milik
saudaranya kecuali dengan kerelaan pemiliknya yang telah
memberikannya dengan senang hati.
X. Kewajiban Menyampaikan Khutbah Rasulullah SAW kepada
Orang Lain

3. Hikmah Haji Wada’


I. Menerangkan bahwa hidup di dunia pasti ada pertemuan dan
perpisahan begitu juga haji wada'.
II. Menrangkan bahwa rasulullah merupakan rasul yang terakhir yang
diturunkan Allah.
III. Hakikatnya rasulullah juga merupakan mahluk biasa yang juga
bertemu kematian.
IV. Wafatnya rasul penanda bahwa islam telah sempurna.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Akibat melanggar perjanjian, kaum Quraisy akhirnya tertimpa kekalahan dan
kehilangan eksistensinya yang sejak dulu mereka jaga dan mereka bela. Anjuran
untuk mengelabuhi musuh agar dapat diserang secara tiba-tiba sebelum musuh
mengumpulkan kekuatan. Hal ini dilakukan agar musuh bisa cepat dikalahkan dan
meminimalisir korban.
Haji wada’ dilaksanakan setelah tanah suci bersih dari kesyirikan orang-orang
musyrik melalui dakwah yang dilakukan selama 23 tahun. Salah satu bentuk kasih
sayang Nabi adalah dibolehkannya merubah haji menjadi umrah demi
mempermudah umatnya.

B. Saran
Sebagai mahasiswa kita harus mengetahui tentang Fathu Makkah dan Haji
Wada’ agar kita tahu perjuangan Nabi Muhammad dalam agama Islam, dan agar
mengetahui bentuk kasih sayang Nabi Muhammad kepada umatnya yaitu
dibolehkannya merubah haji dan menjadi umrah demi mempermudah umatnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Rahman, Shafiur. 2017. Sirah Nabi Muahham. Cet.1. Solo: Fatiha Publishing.
Haekal, Muhammad Husai. 2014. Sejarah Hidup Muhammad. Semarang:
Tintamas Indonesia.
Rahman, Shafiyyur. 2003. Taman Cahaya di Atas Cahaya Perjalanan Hidup
Rasulullah. Depok: Ash-Shaf Media.
al-Buthi, Ramadhan. 2010. Sirah Nabawiyah. Jakarta Timur: Rabbani Press.

15

Anda mungkin juga menyukai