1
BAB II
PEMBAHASAN
A. FIRQAH AHMADIYYAH
Firqah Ahmadiyyah adalah sebuah sekte/aliran yang dimana pendirinya mengaku
menerima wahyu dari Tuhan dan mengaku diangkat menjadi Nabi. Firqah Ahmadiyyah
terbagi menjadi dua yaitu Ahmadiyyah Qadian dan Ahmadiyyah Lahore.
2
Akan tetapi dalam kalender Ahmadiyyah Qadian, nama-nama bulan dalam
kalender mereka adalah: ṣuluh, Tabligh, Aman, Shahadah, Hijrah, Iḥsan, Wafa’a, Zuhur,
Tabuk, Ikhfa’, Nubuwwah dan Fatah. Sedangkan tahun Ahamadiyah Qadian sekarang
adalah 1392 yang bertepatan dengan tahun 2013 M.
Mengenai informasi seputar perkembangan aliran dan penyebaran ajaran
Ahmadiyyah Qadian hingga saat ini sudah dikemas baik oleh Ahmadiyyah Qadian
sendiri maupun oleh pihak lain yang berkepentingan terus berlanjut.
Sejak tahun 1994 Ahmadiyyah Qadian sudah mulai melakukan transmisi luar
angkasa melalui satelit untuk merealisasikan penyebaran akidah dan informasi
Ahmadiyyah Qadian kepada mayoritas kaum muslimin di seluruh penjuru dunia. Yang
juga merupakan tujuan utamanya adalah dengan menggunakan beberapa stasiun televisi
dan radio. Maka berdirilah Muslim Television Ahmadiyya atau disingkat MTA yang
merupakan stasiun televisi milik Ahmadiyyah Qadian dengan menggunakan beberapa
bahasa dan menayangkannya setiap hari.
Adapun mengenai pendanaan, berdasarkan peraturan organisasi Ahmadiyyah
Qadian, setiap anggota diwajibkan mengeluarkan pendapatan bulanan sebesar 6 %
sebagai ‘Pendanaan Umum’. Di samping itu, wajib mengeluarkan biaya sebesar 10 % s/d
30 % jika dia mushi (orang yang dimakamkan di “Pekuburan Surga”). Ahmadiyyah
Qadian membuat tempat pemakaman khusus yang diberi nama “Bahesty Maqbaroh”.
Orang yang ingin dimakamkan di pemakaman ini harus menginfakkan 10 % dari
hartanya, dan akan mendapatkan “Sertifikat Wasiyyat”. Sehingga ada lebih dari 10
macam sumbangan yang diberikan oleh para jemaat Ahmadi, ada yang disebut dengan
sumbangan-sumbangan umum atau disebut dengan nama candah, dan sumbangan
wasiyat. Kedua macam sumbangan tersebut merupakan sarana primer perolehan dana
dari orang-orang Ahmadi. Ada juga sumbangan yang dinamakan Tabarruat Sanawiyyah
(Sumbangan Tahunan), meliputi Taḥrīk Jadīd (Kegiatan Baru), Waqaf Jadīd (Wakaf
Baru), dan Jalsah Salanah (Pertemuan Tahunan).
Setelah kematian Mirza Ghulam Ahmad, gerakan Ahmadiyyah Qadian terus
berlanjut dan dilanjutkan oleh para Khalifahnya. Pada masa-masa awal, gerakan
Ahmadiyyah Qadian berjalan di bawah “Petunjuk” pada majikannya yaitu penjajah
Inggris. Bahkan, sampai saat ini pun Pusat Gerakan Ahmadiyyah Qadian berada di kota
3
London, Inggris. Dan sekarang mereka mendapat sokongan dari Amerika Serikat dan
negara-negara anti-Islam lainnya.
Namun sekitar enam tahun setelah Mirza Ghulam Ahmad meninggal dunia, tahun
1914, Ahmadiyyah mulai mengalami kegoncangan pertama. Terjadi perbedaan pendapat
diantara para pengikutnya hingga akhirnya Ahmadiyyah terbagi menjadi dua, yakni
Ahmadiyyah Qadian dan Ahmadiyyah Lahore.
Sebab utama perpecahan jemaat Ahmadiyyah tersebut karena perbedaan
pandangan. Menurut kalangan Ahmadiyyah Qadian, perpecahan terjadi karena ketidak
setujuan sementara tokoh Ahmadiyyah terhadap pengangkatan khalifah II yaitu Mirza
Bashiruddin Mahmud Ahmad. Diantaranya adalah Mualvi Muhammad Ali dan Khawajah
Kamaluddin.
Sebelumnya, dalam periode khalifah I, para pengikut Mirza Ghulam Ahmad
terhimpun dalam organisasi yang dinamakan Jemaat Ahmadiyyah atau ada yang
menyebut Jamaah Ahmadi. Namun sepeninggal khalifah I, diantara mereka ada yang
menghendaki Muhammad Ali menjadi khalifah Masih II.
Namun dalam pemilihan khalifah tersebut mereka hanya mendapatkan dukungan
suara yang sedikit. Oleh karena kekalahan itu, mereka memisahkan diri dan pindah ke
Lahore dengan membentuk gerakan dibawah pimpinan Mualvi Muhammad Ali, yang
diberi nama Anjuman Ishaat Islam.
Akan tetapi kedua-duanya baik Ahmadiyyah Qadian maupun Ahmadiyyah
Lahore sama-sama mengakui bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai Isa al-Masih yang
dijanjikan oleh Nabi Muhammad. Perbedaan terletak pada keyakinan mengenai status
kenabian Mirza Ghulam Ahmad.
Ahmadiyyah Qadian secara umum mengakui dan mempercayai bahwa Mirza
Ghulam Ahmad adalah seorang nabi, sementara Ahmadiyyah Lahore yakin bahwa Mirza
Ghulam Ahmad hanyalah seorang pembaharu ajaran (mujaddid) dan bukanlah seorang
nabi.
Beberapa poin dalam keyakinan Ahmadiyyah Lahore adalah:
a. Percaya pada semua aqidah dan hukum-hukum yang tercantum dalam al-Qur’an dan
Hadith, dan percaya pada semua perkara agama yang telah disetujui oleh para ulama
salaf dan ahlusunnah wa al-jama’ah.
4
b. Nabi Muhammad adalah khatamun nabiyyin. Sesudahnya tidak akan datang nabi.
c. Sesudah kepada Nabi Muhammad, jibril tidak akan membawa wahyu nubuwwat
kepada siapa pun.
d. Apabila malaikat Jibril membawa wahyu nubuwwat satu kata saja kepada seseorang,
maka akan bertentangan dengan ayat : walakin rasulallahi wa khataman nabiyyin (Qs
33: 44) dan berarti membuka khatamun nubuwwat.
e. Sesudah Nabi Muhammad, silsilah wahyu nubuwwat telah tertutup, akan tetapi
silsilah wahyu wilayat tetap terbuka agar iman dan akhlak umat tetap cerah dan segar.
f. Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad bahwa didalam umat ini tetap akan datang
auliya Allah, dan para mujaddid dan para muhaddath, akan tetapi tidak akan datang
nabi.
g. Mirza Ghulam Ahmad adalah Mujaddid abad 14 H. Dan menurut Hadith, mujaddid
akan tetap ada.
h. Percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad bukan bagian dari Rukun Islam dan Rukun
Iman, maka dari itu orang yang tidak percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad tidak
bisa disebut kafir.
i. Ahmadiyyah Lahore berpendapat bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah pelayan dan
mengemban misi Muhammad.
Adapun Ahmadiyyah Qadian berkeyakinan bila Mirza Ghulam Ahmad adalah
seorang nabi. Oleh karena itu, sahabat-sahabatnya pun dianggap sama seperti sahabat
dimasa Rasulullah. Setelah Mirza Ghulam Ahmad meninggal, dia digantikan oleh para
penerusnya yang menyandang gelar khalifah.
5
1) Akidahnya dalam tauhid.
Mirza Ghulam Ahmad berkata, Allah ta’ala berfirman kepadaku:
6
“katakanlah, ‘Dialah Allah, yang maha esa. Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.
Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia”.
7
seorang Nabi. Allah berbicara dengannya dalam wahyu dengan ungkapanNya, ‘Wahai
seorang Nabi’.”
8
mendukungnya. Bagian yang paling dominan dalam obat ini adalah opium. Obat ini
pernah diberikan kepada khalifah pertama, Nuruddin. Sebagaimana dia sendiri juga
memakainya dari waktu ke waktu untuk tujuan-tujuan yang bermacam-macam.”
3) Tentang Khamar.
Mirza Ghulam Ahmad pernah menulis surat yang dikirimkan kepada salah
seorang muridnya di Lahore agar dia mengirimkan kepadanya wine yang harus dibeli di
suatu toko milik orang bernama Balumer. Ketika sang murid bertanya kepada Balumer
apakah sebenarnya wine itu?, maka Balumer menjawab bahwa wine adalah bagian dari
tumbuh-tumbuhan obat yang memabukkan dan merupakan bagian dari khamar yang
diimpor dari Inggris dalam botol-botol yang tertutup.
4) Tentang Pernikahan.
Dalam buku Riwayat Hidup Mirza Ghulam Ahmad - Imam Mahdi dan Masih
Mau’ud Pendiri Jemaat Ahmadiyyah, Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, Jemaat
Ahmadiyyah Indonesia, cetakan kedua, 1995: mengenai perkawinan Antar Sesama
Ahmadi, Mirza berkata:
“Pada tahun 1908 itu juga, untuk mendisiplinkan dan mengokohkan Jemaat,
serta untuk memelihara ciri khas keAhmadiyyahan, Hazrat Ahmad as. telah
menganjurkan kepada orang-orang Ahmadi peraturan-peraturan perkawinan serta
cara-cara pergaulan hidup, dengan menetapkan bahwa wanita Ahmadi tidak boleh
kawin dengan orang-orang non Ahmadi.”
Dengan terang-terangan Mirza Ghulam Ahmad menulis bahwa dirinya adalah :
a) Juru selamat.
“Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, Imam Mahdi/Masih Mau’ud a.s. atas petunjuk
Ilahi mengatakan di dalam risalah ini bahwa kejadian itu merupakan suatu tanda samawi
yang menunjang kebenaran kehadiran beliau sebagai Juru selamat yang dijanjikan…,”
b) Ajaran Ahmadiyyah sebagai Penyelamat.
“Sebagaimana Nabi Nuh a.s. diperintahkan untuk membangun bahtera, demikian
pula Hazrat Imam Mahdi a.s. diperintahkan Allah Ta’ala untuk membangun bahtera.
Naiklah kamu sekalian ke dalam bahtera ini dengan menyebut nama Allah di waktu
berlayar dan berlabuhnya. Tiada yang dapat melindungi hari ini dari takdir Ilahi selain
Allah Yang Maha Penyayang, demikian wahyu turun kepada beliau,”.
9
c) Orang yang berbai’āt kepada Mirza Ghulam Ahmad sama dengan berbai’āt
kepada Allah.
َ ْاِصْ ن َِع ْالفُ ْلكَ بِأ َْعيُنِنَا َو َوحْ يِنَا إِ َّن الَّ ِذ ْينَ يُبَايِعُوْ نَكَ ِإنَّ َما يُبَايِعُوْ نَ هللاَ يَد هللاِ فَو.
ق أَ ْي ِد ْي ِه ْم
10
Mirza Ghulam Ahmad mengatakan, “Hendaknya difahami dengan jelas bahwa
ikrar bai’āt secara lisan saja tidak berarti, selama bai’āt itu tidak dihayati dengan
sesempurna-sempurnanya disertai kebulatan tekad dalam hati. Jadi, barangsiapa
mengamalkan ajaranku dengan sesempurna-sempurnanya, ia masuk rumahku –perihal
rumah itu ada janji yang tersirat dalam Kalam Ilahi :
ِ إِنِّي أُ َح.
ِ اف ظ ُك ّل َم ْن فِ ْي ال َّد
ار
B. FIRQAH MU’TAZILAH
11
Mu’tazilah adalah salah satu aliran teologi Islam yang mengagungkan akal di atas
segala hal. Dalil-dalil nas Al-Quran dan hadis adalah penopang dari kapasitas akal yang
sudah dianugerahkan Allah SWT kepada manusia, demikian kesimpulan umum dari
doktrin ajaran Mu'tazilah. Penganut aliran Mu'tazilah meyakini bahwa akal bisa
mengantarkan pada keimanan dan ketaatan pada Allah SWT.
1. Sejarah terbentuknya firqah Mu’tazilah
Kaum Mu`tazilah merupakan sekelompok manusia yang pernah menggemparkan
dunia Islam selama lebih dari 300 tahun akibat fatwa-fatwa mereka yang menghebohkan,
selama waktu itu pula kelompok ini telah menumpahkan ribuan darah kaum muslimin
terutama para ulama Ahlus Sunnah yang bersikukuh dengan pedoman mereka. Sejarah
munculnya aliran Mu‟tazilah muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah,
tahun 105 – 110 H, tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan
dan khalifah Hisyam Bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah
mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha‟ Al-Makhzumi Al-
Ghozzal yang lahir di Madinah tahun 700 M, kemunculan ini adalah karena Wasil bin
Atha‟ berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin dan bukan kafir yang
berarti ia fasik. Imam Hasan al-Bashri berpendapat mukmin berdosa besar masih
berstatus mukmin.
Inilah awal kemunculan paham ini dikarenakan perselisihan tersebut antar murid
dan Guru, dan akhirnya golongan mu‟tazilah pun dinisbahkan kepadanya. Sehingga
kelompok Mu‟tazilah semakin berkembang dengan sekian banyak sektenya. kemudian
para petinggi mereka mendalami buku-buku filsafat yang banyak tersebar di masa
khalifah Al-Makmun. Maka sejak saat itulah manhaj mereka benar-benar diwarnai oleh
manhaj ahli kalam yang berorientasi pada akal dan mencampakkan dalil-dalil dari Al
Qur‟an dan As Sunnah.
Secara harfiah kata Mu‟tazilah berasal dari I‟tazala yang berarti berpisah atau
memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri, Mu‟tazilah, secara
etimologis bermakna: orang-orang yang memisahkan diri. Sebutan ini mempunyai suatu
kronologi yang tidak bisa dipisahkan dengan sosok Al-Hasan Al-Bashri, salah seorang
imam di kalangan tabi‟in. Asy-Syihristani berkata: Suatu hari datanglah seorang laki-laki
kepada Al-Hasan Al-Bashri seraya berkata: “Wahai imam dalam agama, telah muncul di
12
zaman kita ini kelompok yang mengkafirkan pelaku dosa besar. Dan dosa tersebut
diyakini sebagai suatu kekafiran yang dapat mengeluarkan pelakunya dari agama, mereka
adalah kaum Khawarij. Sedangkan kelompok yang lainnya sangat toleran terhadap
pelaku dosa besar, dan dosa tersebut tidak berpengaruh terhadap keimanan. Karena
dalam madzhab mereka, suatu amalan bukanlah rukun dari keimanan dan kemaksiatan
tidak berpengaruh terhadap keimanan sebagaimana ketaatan tidak berpengaruh terhadap
kekafiran, mereka adalah Murji‟ah umat ini. Bagaimanakah pendapatmu dalam
permasalahan ini agar kami bisa menjadikannya sebagai prinsip dalam beragama.
Al-Hasan Al-Bashri pun berpikir sejenak dalam permasalahan tersebut. Sebelum
beliau menjawab, tiba-tiba dengan lancangnya Washil bin Atha‟ berseloroh: “Menurutku
pelaku dosa besar bukan seorang mukmin, namun ia juga tidak kafir, bahkan ia berada
pada suatu keadaan di antara dua keadaan, tidak mukmin dan juga tidak kafir.” Lalu ia
berdiri dan duduk menyendiri di salah satu tiang masjid sambil tetap menyatakan
pendapatnya tersebut kepada murid-murid Hasan Al-Bashri lainnya. Maka Al-Hasan Al-
Bashri berkata: “ “ ” اِ ْع تَ تَ تَ ا تَ َّن ا تَ اِ ا ًل اWashil telah memisahkan diri dari kita”,
maka disebutlah dia dan para pengikutnya dengan sebutan Mu‟tazilah. Pertanyaan itu
pun akhirnya dijawab oleh Al-Hasan Al-Bashri dengan jawaban Ahlussunnah Wal
Jamaah: “Sesungguhnya pelaku dosa besar adalah seorang mukmin yang tidak sempurna
imannya. Karena keimanannya, ia masih disebut mukmin dan karena dosa besarnya ia
disebut fasiq yakni keimanannya menjadi tidak sempurna.
Versi lain dikemukakan Tasy Kubra Zadah yang menyatakan bahwa Qatadah bin
Da‟mah pada suatu hari masuk mesjid Basrah dan bergabung dengan majelis Amr bin
Ubaid yang disangkanya adalah majlis Hasan Al Basri. Setelah mengetahuinya bahwa
majelis tersebut bukan majelis Hasan Al Basri, ia berdiri dan meninggalkan tempat
sambil berkata, “ini kaum Mu‟tazilah.” Sejak itulah kaum tersebut dinamakan
Mu‟tazilah.Al-Mas‟udi memberikan keterangan tentang asal-usul kemunculan
Mu‟tazilah tanpa menyangkut-pautkan dengan peristiwa antara Washil dan Hasan Al
Basri. Mereka diberi nama Mu‟tazilah, katanya, karena berpendapat bahwa orang yang
berdosa bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi menduduki tempat diantara kafir
dan mukmin (al-manzilah bain al-manzilatain).
2. Pokok-pokok ajaran firqah Mu’tazilah
13
a. At- Tauhid (ke-Esaan)
At-tauhid (pengesaan Tuhan) merupakan prinsip utama dan intisari
ajaranmu‟tazilah. Sebenarnya, setiap mazhab teologis dalam islam memegang doktrin
ini.Namun bagi mu‟tazilah ,tauhid memiliki arti yang spesifik. Tuhan harus disucikan
dari segala sesuatu yang dapat mengurangi arti kemahaesaannya. Untuk memurnikan
keesaan Tuhan, Mu‟tazilah menolak konsep Tuhan memiliki sifat-sifat. Konsep ini
bermula dari founding father aliran ini, yakni Washil bin „Atho. Ia mengingkari bahwa
mengetahui, berkuasa, berkehendak, dan hidup adalah termasuk esensi Allah.
Menurutnya, jika sifat-sifat ini diakui sebagai kekal-azali, itu berarti terdapat “pluralitas
yang kekal” dan berarti bahwa kepercayaan kepada Allah adalah dusta belaka. Namun
gagasan Washil ini tidak mudah diterima. Pada umumnya Mu‟tazilah mereduksi sifat-
sifat Allah menjadi dua, yakni ilmu dan kuasa, dan menamakan keduanya sebagai sifat-
sifat esensial. Selanjutnya mereka mereduksi lagi kedua sifat dasar ini menjadi satu saja,
yakni keesaan.9 Doktrin tauhid Mu‟tazilah lebih lanjut menjelaskan bahwa Tuhan dapat
dilihat dengan mata kepala. Juga, keyakinan tidak ada satupun yang dapat menyamai
Tuhan, begitupula sebaliknya, Tuhan tidak serupa dengan makhluk-Nya. Tegasnya
Mu‟tazilah menolak antropomorfisme. Penolakan terhadap paham antropomorfistik
bukan semat-mata atas pertimbanagan akal, melainkan memiliki rujukan yang yang
sangat kuat di dalam Al qur‟an yang berbunyi (artinya) : “ tidak ada satupun yang
menyamainya. ( Q.S.Assyura : 9 )
b. Al – ‘Adl (keadilan Tuhan)
Ajaran dasar Mu‟tazilah yang kedua adalah al-adl, yang berarti Tuhan Maha Adil.
Adil ini merupakan sifat yang paling gamblang untuk menunjukkan kesempurnaan, karena
Tuhan Maha sempurna dia pasti adil. Faham ini bertujuan ingin menempatkan Tuhan
benar-benar adil menurut sudut pandang manusia. Tuhan dipandang adil apabila bertindak
hanya yang baik dan terbaik. Begitupula Tuhan itu adil bila tidak melanggar janjinya.
Dengan demikian Tuhan terikat dengan janjinya. Merekalah golongan yang
mensucikan Allah daripada pendapat lawannya yang mengatakan: bahwa Allah telah
mentaqdirkan seseorang itu berbuat maksiat, lalu mereka di azab Allah, sedang
Mu‟tazialah berpendapat, bahwa manusia adalah merdeka dalam segala perbuatan dan
bebas bertindak, sebab itu mereka di azab atas perbuatan dan tindakannya. Inilah yang
14
mereka maksud keadilan itu.11 Ajaran tentang keadilan berkaitan dengan beberapa hal,
antara lain :
1) Perbuatan manusia.
Manusia menurut Mu‟tazilah melakukan dan menciptakan perbuatannya sendiri,
terlepas dari kehendak dan kekuasaan Tuhan. Manusia benar-benar bebas untuk
menentukan pilihannya. Tuhan hanya menyuruh dan menghendaki yang baik. Konsep ini
memiliki konsekuensi logis dengan keadilan Tuhan, yaitu apapun yang akan diterima
manusia di akhirat merupakan balasan perbuatannya di dunia.
2) Berbuat baik dan terbaik
Maksudnya adalah kewajiaban Tuhan untuk berbuat baik, bahkan terbaik
bagimanusia. Tuhan tidak mungkin jahat atau aniaya karena itu akan menimbulkan
persepsi bahwa Tuhan tidak maha sempurna. Bahkan menurut Annazam, salah satu tokoh
mu‟tazilah konsep ini berkaiatan dengan kebijaksanaaan, kemurahan dan kepengasihan
Tuhan.
3) Mengutus Rasul.
Mengutus Rasul kepada manusia merupakan kewajiaban Tuhan karena alasan
berikut ini :
Tuhan wajib berbuat baik kepada manusia dan hal itu tidak dapat terwujud kecuali
dengan mengutus Rasul kepada mereka.
Al qur‟an secara tegas menyatakan kewajiban Tuhan untuk belas kasih kepada
manusia .Cara terbaik untuk maksud tersebut adalah dengan pengutusan rasul.
Tujuan di ciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepadaNya dengan jalan
mengutus rasul.
c. Al-Wa’ad wa al-Wa’id (Janji dan ancaman)
Ajaran ini berisi tentang janji dan ancaman. Tuhan yang Maha Adil tidak akan
melanggar janjinya dan perbuatan Tuhan terikat dan di batasi oleh janjinya sendiri. Ini
sesuai dengan prinsip keadilan. Ajaran ketiga ini tidak memberi peluang bagi Tuhan selain
menunaikan janjinya yaitu memberi pahala orang yang ta‟at dan menyiksa orang yang
berbuat maksiat, ajaran ini tampaknya bertujuan mendorong manusia berbuat baik dan
tidak melakukan perbuatan dosa.
d. Al-Manzilah bain Al-Manzilatain (tempat diantara kedua tempat)
15
Inilah ajaran yang mula-mula menyebabkan lahirnya mazhab mu‟tazilah. Ajaran
ini terkenal dengan status orang mukmin yang melakukan dosa besar, seperti dalam
sejarah, khawarij menganggap orang tersebut kafir bahkan musyrik, sedangkan menurut
pandangan Mu‟tazilah orang islam yang mengerjakan dosa besar yang sampai matinya
belum taubat, orang itu di hukumi tidak kafir dan tidak pula mukmin, tetapi diantara
keduanya. Mereka itu dinamakan orang fasiq, jadi mereka di tempatkan di suatu tempat
diantara keduanya.
e. Al Amr bi Al Ma’ruf wa Al Nahi an Al Munkar (Menyuruh kebaikan dan
melarang keburukan)
Ajaran ini menekankan keberpihakan kepada kebenaran dan kebaikan. Ini
merupakan konsekuensi logis dari keimananan seseorang. Pengakuan keimanan harus
dibuktikan dengan perbuatan baik, diantaranya dengan menyuruh orang berbuat baik dan
mencegahnya dari kejahatan. Perbedaan mazhab Mu‟tazilah dengan mazhab lain
mengenai ajaran kelima ini terletak pada tata pelaksanaanya. Menurut Mu‟tazilah jika
memang diperlukan kekerasan dapat ditempuh untuk mewujudkan ajaran tersebut.
BAB III
16
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kaum Ahmadiyyah adalah sekelompok manusia yang meyakini adanya nabi
setelah Muhammad SAW, yakni Mirza Ghulam Ahmad. Padahal, Allah telah menjelaskan
bahwa Rasulullah SAW adalah nabi terakhir. Ada banyak dalil yang menegaskan hal ini.
Salah satunya adalah Alquran surah al-Ahzab ayat 40.
Ahmadiyyah juga mempunyai kitab suci selain Alquran yang disebut Tadzkirah.
Padahal, Allah juga telah menyatakan, Islam adalah agama yang sempurna, sehingga tidak
ada lagi kitab suci sesudah Alquran.
Kaum Mu`tazilah merupakan sekelompok manusia yang pernah menggemparkan
dunia Islam selama lebih dari 300 tahun akibat fatwa-fatwa mereka yang menghebohkan,
selama waktu itu pula kelompok ini telah menumpahkan ribuan darah kaum muslimin
terutama para ulama Ahlus Sunnah yang bersikukuh dengan pedoman mereka.
Aliran mu‟tazilah merupakan aliran teologi Islam yang terbesar dan tertua Kaum
mu‟tazilah secara teknis terdiri dari dua golongan dan masing-masing golongan
mempunyai pandangan yang berbeda. Golongan tersebut ialah golongan pertama, (disebut
Mu‟tazilah I) muncul sebagai respon politik murni dan golongan kedua, (disebut
Mu‟tazilah II) muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang di kalangan
Khawarij dan Mur‟jiah akibat adanya peristiwa tahkim. Banyak sebutan mengenai kaum
mu‟tazilah salah satunya Ahlul ‘Adl Wa at-Tauhid (golongan yang mempertahankan
keadilan dan keesaan Allah). Sedangkan ajaran pokok mu‟tazilah yakni tentang : Keesaan
(at-Tauhid), Keadilan Tuhan (Al-Adlu), Janji dan ancaman (al-Wa‟du wal Wa‟idu),
Tempat di antara dua tempat (Al manzilatu bainal manzilatain), Menyuruh kebaikan dan
melarang keburukan („amar ma‟ruf nahi munkar). Dan yang paling penting yakni
kegiatan orang-orang mu‟tazilah baru hilang sama sekali setelah terjadi serangan orang-
orang mongolia atas dunia islam.
B. Saran
Semoga makalah ini bisa membuat pembaca lebih banyak menambah wawasan
tentang firqah-firqah apa saja yang terdapat di sekitar islam. Terutama firqah Ahmadiyyah
dan Mu’tazilah yang memiliki keterkaitan kuat dengan Ahlusunnah Wal Jamaah. Apabila
17
pembaca menemukan adanya aliran atau firqah yang tidak sesuai dengan ajaran Islam
Rasulullah SAW. maka janganlah mengkafirkan mereka, karena jika kita mengatakan
orang kafir, maka sesungguhnya kita lah yang kafir.
18