Disusun Oleh:
Kelompok 1
Alwan Sadni Pahmi (0301192139)
Imam Mhd Khairunnizam (0301192140)
Kartika Sari Putri (0301196021)
Syahlizahari (0301192159)
Rita Andriani Harahap (0301192083)
A. Latar Belakang
Kalimat dalam bahasa arab tersusun dari jumlah ismiyah dan jumlah fi’liyah. Yang
dimaksud jumlah ismiyah adalah jumlah yang diawali dengan kalimat isim. Atau dengan kata
lain yang tersusun dari mubtada dan khobar. Adapun jumlah fi’liyah adalah jumlah yang
diawali dengan kalimat fi’il. Atau dengan kata lain yang tersusun dari fi’il, fa’il, dan maf’ul
bih. Seperti halnya kalimat bahasa indonesia, kalimat bahasa arab pun terdiri dari tiga unsur
penting, yaitu subjek, predikat dan objek. Dalam makalah ini, penyusun membahas lebih
spesifik mengenai masalah fa’il ( subjek/pelaku) dalam sebuah susunan kalimat bahasa arab.
Hal tersebut perlu dikaji karena dalam kenyataannya, yang berkedudukan sebagai subjek tidak
selamanya ditampakkan dalam sebuah susunan kalimat bahasa arab. Adakalanya subjek tidak
dimunculkan karena adanya tujuan-tujuan tertentu, yang selanjutnya terdapat penggantian
subjek oleh objek dan sejenisnya, yang dikenal dengan istilah na’ibul fa’il.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun juga dapat membantu pembaca
untuk lebih memahami seputar materi fa’il dan na’ibul fa’il.
B. Rumusan Masalah
2. Syarat-syarat Fa’il
Syarat-syarat fa’il yaitu:
a. Berupa isim shorih (dhohir, dlomir baik bariz atau mustatir, isyaroh, dan maushul)
ه،أ َ هن, seperti: ،ٌَجا َء زَ ْيد
dan muawwal/ dita’wil baik dengan alat-alat mashdariah ataupun إن
d. Fa’il dhohir muannats haqiqi (nyata perempuan) madlinya harus diberi تأتأنيث
3. Pembagian Fa’il
a. Fa’il isim shorih
1) Fa’il isim dhohir
وهو ما دل على مسماه بال قيد
Yaitu kalimat yang menunjukkan terhadap yang dinamainya tanpa
disertai qoyyid (ketentuan takallum khitob dan ghoib).
Contoh: ٌب زَ ْيد َ ،ٌب زَ ْيد
َ ض َر ُ يَض ِْر
Alasan/ dalil:
ظ الهذِى قَ ْد ذُ ِك َرا نظم العمرطي
ُ الظاه ُِر الله ْف
فَ ه# ض َم َرا َ ُس ُم ْوه
ْ ظاه ًِرا َو ُم َوقَ ه
2) Fa’il isim dlomir
هو ما دل على متكلم أو مخاطب أو غائب
Yaitu lafadz yang menunjukkan kepada pembicara atau orang yang diajak bicara atau
orang yang dibicarakan.
َ ، ُض َربْت
Contoh: َض َربْت َ
Alasan/ dalil:
ان ْستَت َْر نظم الفية َ َ فَ ُه َو َو ِإ هَّل ف# ظ َه ْر
ِ ض ِمي ٌْر َ َوبَ ْعدَ فِ ْع ٍل فَا ِع ٌل فَإ ِ ْن
Macam-macam dlomir yang bisa dijadikan fa’il ada 2:
a) Dlomir Bariz
هو ما له صورة في الفظ كنحن ونحوها
Yaitu dlomir yang memiliki bentuk untuk diucapkan, seperti نحنdan lainnya.
1. Muttashil
هو الذى َّليفتتح به النطق وَّليقع بعد إَّل اختيارا
Adalah dlomir yang tidak bisa dibuat permulaan dan tidak boleh jatuh setelah إَّلselagi
tidak dlorurot.
Seperti dlomir ta’ ( )تdari ُقُ ْمت
Alasan/ dasar:
ُ قَا ُم ْوا َوقُ ْمنَ نَحْ ُو# ..................
َ ص ْمت ُ ْم
عا َما
نظم العمرطي......................... # صلَ ْة ِ ض َمائِ ُر ُمت ه
َ َو َه ِذ ِه
2. Munfashil
هو الذى يفتتح به النطق ويقع بعد إَّل
Adalah dlomir yang bisa dibuat di permulaan atau boleh jatuh
setelah إَّل. Seperti dlomir أناyang jatuh setelah )لَ ْم يَقُ ْم إِ هَّل أَنَا( إَّل.
Alasan/ dalil:
صلَ ْة
ِ َض َمائِ ُر ْال ُم ْنف
َو ِمثْلُ َها ال ه# ...................
ِ َغي ُْر دَي ِْن بِ ْال ِقي
اس يُ ْعلَ ُم نظم العمرطي َ َو# َكلَ ْم يَقُ ْم إِ هَّل أَنَا َوأ ْنت ُ ُم
b) Dlomir Mustatir
هو ماليس له صورة في اللفظ
Dlomir yang tidak memiliki bentuk ketika diucapkan.
Contoh: ب َ ٌزَ ْيد
َ ض َر
1. Jawaz
هو الذي يمكن أن يحل الظاهر محله
Dlomir yang mungkin bisa ditempati isim dhohir.
Contoh: ٌ ب اى زَ ْيد َ ٌ زَ ْيدdan ب اى ُه َو
َ ض َر َ ُه َو
َ ض َر
2. Wujub
هو الذي َّليمكن أن يحل الظاهر وَّلالضمير البارز معلمه
Dlomir yang tidak mungkin bisa ditempati isim dhohir dan dlomir.
Contoh: َإِض ِْربْ اى أ َ ْنت
c) Fa’il Isim Mubham (isim yang disamarkan ma’nanya)
1. Isim isyaroh
وهو مايدل على معين بواسطة إشارة حسية باليد ونحوها
Isim yang menunjukan sesuatu yang jelas dengan perantara isyaroh hissy, yakni
menggunakan tangan atau semacamnya.
Contoh: ب َب َهذَا ه
ُ الطا ِل َ َكت
Tingkatan musyar ilaih (yang di isharohi):
a) Musyar ilaih qorib (yang dekat), semacam ini menggunakan isim isyaroh yang tidak
kemasukan huruf kaf atau lam.
Contoh: ج ُل َهذَا ه
ُ الر
b) Musyar ilaih mutawasith (tidak jauh dan tidak dekat), semacam ini menggunakn isim
isyaroh yang kemasukan huruf kaf.
Contoh: ج ُل ذَاكَ ه
ُ الر
c) Musyar ilaih ba’id (yang jauh), semacam ini menggunakan isim isyaroh yang
kemasukan kaf dan lam atau isim isyaroh.
Contoh: ج ُل ذَالِكَ ه
ُ الر
2. Isim maushul
هو مايدل على معين بوسطة جملة أو شبه جملة
Adalah isim yang menujukan arti tertentu dengan perantara jumlah atau syibh jumlah.
Contoh: َطن ْ َب الهذ
َ ِي يَ ْف َ َكت
b. Fa’il muawwal bishorih
ْ هو الفعل المضارع الذي تدخل عليه األدوات المصدرية وهي
ّ أن
أن كي ما لو
Yaitu fi’il mudlori’ yang kemasukan perabot masdar, seperti لَ ْو، َما، َك ْي،أن ْ
ه،أن
Contoh: َظ ْالقُ ْرأن
َ َأن تَحْ ف
ْ س ُن
ُ ْيَح
B. NAIBUL FA’IL
1. Pengertian Naibul Fa’il
.هو اسم مرفوع يقع بعد الفعل المتعدى المبني للمجهول أو شبهه
Adalah isim yang dibaca rafa’ yang jatuh setelah fi’il mabni majhul atau yang
diserupakan dengan fi’il mabni majhul.
فِ ْي َما لَهُ َكنِ ْي َل َخي ُْر نَائِ ِل نظم الفية# ع ْن فَا ِع ِل
َ ب َم ْفعُ ْو ٌل بِ ِه
ُ يَنُ ْو
Dalam kitab lain disebutkan definisi dari naibul fa’il ialah:
.هو المفعول الذي يقوم مقام فاعله في جميع أحكامه بعد حذف الفاعل لغرض من األغراض
Ialah maf’ul yang menempati kedudukan fa’il dalam setiap hukum-hukumnya setelah
fa’ilnya dibuang karena maksud dan tujuannya sudah diketahui.
Contoh: ض ِع ْيفًا ُ س
َ ان ِ ْ َُخلِق
َ اإل ْن
Asal dari kalimat diatas adalah ض ِع ْيفَا
َ َسان ِ ْ ُ َخلَقَ هللا,lafadz هللاyang berkedudukan
َ اإل ْن
sebagai fa’il dalam kalimat tersebut dibuang karena maksudnya sudah diketahui bahwa yang
menciptakan manusia adalah Allah, sedangkan lafadz اإلنسانyang awalnya sebagai maf’ul
bih dan dibaca nashob beralih status menjadi naibul fa’il (pengganti fa’il yang dibuang) dan
dibaca rofa’.
ف نظم العمرطي ُ ُ َم ْفعُ ْولَه فِ ْي ُك ِّل َمالَه# ِف
ْ ع ِر ْ ام ْالفَا ِع ِل الهذ
ْ ِي ُحذ َ َأَقِ ْم َمق
2. Syarat-syarat Naibul Fa’il
Syarat-syarat naibul fa’il yaitu:
d. Menempatkan maf’ul bih (objek) ke tempat fa’il (subjek) yang dibuang dan mengikuti
hukum fa’ilnya yang dibuang (rafa’, baik harakat ataupun hurufnya), seperti: ٌ ب زَ ْيد
َ ض َر
َ
ع ْم ًرا
َ menjadi ع ْم ٌر
َ ب
َ ض ِر
ُ
A. Kesimpulan
Dari penjelasan yang telah disampaikan di atas, bahwa kalimat fi’il secara garis besar
memiliki dua pola bentuk atau mabni, yaitu mabni ma’lum dan mabni majhul. Dan dari mabni
majhul itulah yang nantinya akan melahirkan suatu tarkib yang di beri nama na’ibul fa’il
(pengganti pelaku). Na’ibul fa’il sendiri berasal dari maf’ul bih yang menggantikan kedudukan
fa’il setelah fa’il tersebut di tiadakan. Dan terbentuknya na’ibul fa’il bisa berasal dari fi’il
muta’addi maupun fi’il lazim.
B. Saran
Sebagai pelajar yang baru memulai belajar nahwu dan shorof tentunya banyak
kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami meminta saran dan motivasi yang dapat
membangun serta dapat menambah ilmu kami, supaya kedepannya kami dapat memahami ilmu
nahwu dan shorof, serta dapat membuat makalah yang lebih baik daripada yang saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Syekh Syarifuddin Yahya, Syarh ‘Imrithi, bab marfu’atul asma’, hal. 32.
A. Shohib Khaironi, Audlohul Manahij, hal. 161.
Abdul Haris, Metode Dasar Nahwu Sharaf, hal. 65.
A. Shohibul Khairon, Audlohul Manahij, hal.165
Abdul Haris, Metode Dasar Nahwu Shorof, hal.65
Mukhtashor Jiddan, hal.13