Anda di halaman 1dari 10

1.

Perjanjian Hudaibiyah

Hudaibiyah merupakan sebuah sumur yang terdapat di arah barat daya kota Mekah yaitu
sekitar 22 km. Peristiwa ini terjadi ketika Nabi Muhammad SAW beserta rombongan kaum
muslimin yang hendak melaksanakan umrah. Walaupun Nabi Muhammad SAW tahu bahwa
orang-orang Quraisy akan menghalanginya, dan akan terjadi kontak senjata.
Dalam rombongan ini kaum muslimin memilik jumlah sekitar seribu empat ratus orang, jumlah
ini menurut kesaksian lima orang sahabat yang menyaksikan langsung perjanjian tersebut.
Menurut riwayat imam Bukhari pada saat perjanjian Hudaibiyah kaum Muslimin membawa
peralatan senjata dan peralatan perang untuk mengantisipasi penyerangan yang akan dilakukan
oleh kaum musyrikin.

Saat rombongan kaum muslimin tiba di Dzulhulaifah, mereka melangsungkan shalat serta
berihram untuk melaksanakan umrah. Saat melakukan umrah rombongan juga membawa 70 ekor
unta yang dijadikan sebagai hadyu.

Setelah tiba di Usfan yaitu sekitar 80 Km dari kota Mekah, utusan Nabi Muhammad SAW
yaitu Busra bin Sufyun membawa kabar tentang kaum musyrikin yang tahu kedatangan
rombongan Nabi Muhammad SAW. Mereka akan menghalagi perjalanan umrah Nabi Muhammad
SAW ke Mekah dengan menyiapkan pasukan.

Dengan berita tersebut Nabi Muhammad SAW merespon dan meminta pendapat sahabat
tentang keinginan untuk menyerang orang yang membantu dan bersekutu dengan membantu kaum
Quraisy. Dan Abu Bakar Radhiyallahu anhu memberikan pendapatnya untuk terus fokus ke tujuan
utama yaitu umrah.

ISI PERJANJIAN HUDAIBIYAH

Rasulullah melakukan negosiasi sehingga akhirnya tercetusnya perjanjianHudaibiyah yang


isinya sebagai berikut:

a. Diberlakukannya gencatan senjata Mekah dengan Madinah selama 10 tahun.


b. Jika ada warga Mekah yang menyeberang kawasan Madinah tanpa seizin dari walinya
maka akan dikembalikan ke Mekah.
c. Jika ada warga Madinah yang menyeberang kawasan Mekah maka tidak diperbolehkan
kembali ke Madinah.
d. Ada warga selain dari Mekah dan Madinah, maka warga tersebut bebas untuk memilih
Madinah atau Mekah.
e. Kaum Muslimin yang menempuh perjalanan ke mekah, namun harus berpulang tanpa
menunaikan haji. Maka untuk tahun berikutnya mereka hanya diperbolehkan 3 hari di
mekah (tak cukup untuk berhaji).
f. Sebagian kaum muslimin merasa sangat kecewa dengan perjanjiantersebut. Bahkan saat
Nabi Muhammad SAW memberikan perintah untuk menyebelih hewan kurban tdak segera
mematuhi perintahnya.
Namun dengan perjanjian tersebut lambat laun terbukti hasilnya, iniliah Nabi Muhammad
SAW mempunyai visi politik yang sangat hebat. Ada dua hal yang sangat penting hasil dari
Perjanjian Hudaibiyah yaitu:

a. Perjanjian Hudaibiyah ditandatangani oleh Suhail bin Amr yaitu sebagai wakil kaum
Quraisy. Suku Quraisy merupakan suku terhormat di arab sehingga Madinah diakui
sebagai mempunyai otoritas sendiri.
b. Adanya perjanjian ini pihak Quraisy Mekah memberi kekuasaan kepada pihak Madinah
untuk menghukum pihak Quraisy yang menyalahi perjanjian ini.

Nabi Muhammad SAW sudah mengetahui betul karakter orang-orang Mekah, sehingga
beliau bahwa mereka akan melanggar perjanjian tersebut sebelum selesai 10 tahun. Itu terjadi,
sehingga pada saat itu menjadi landasan hukum untuk menaklukan kota mekah, dan pada
penaklukan kota Mekah tanpa adanya pertumpahan darah dan berjalan damai.

2. Perang Khaibar
Khaibar adalah daerah yang ditempati oleh kaum Yahudi setelah diusir
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Madinah tatkala mereka melanggar perjanian damai.
Di sana mereka menyusun makar untuk melampiaskan dendamnya terhadap
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Islam, dan kaum muslimin.
Dendam Yahudi memang telah menumpuk; mulai terusirnya Bani Qainuqa, Bani Nadhir,
terbunuhnya dua tokoh mereka, hingga pembantaian terhadap Bani Quraizhah dan sejumlah tokoh
mereka yang dibunuh oleh kaum muslimin.
Telah lewat pembahasan bahwa kaum Yahudi adalah penggerak pasukan Ahzab
padaPerang Khandaq. Ini berarti kali yang keempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam memerangi umat Yahudi agar kita mengetahui bagaimana sejarah hitam umat Yahudi dan
dendam mereka yang sangat mendalam terhadap Islam.
Sebelum subuh mereka tiba di halaman Khaibar, sedang Yahudi tidak mengetahuinya.
Tiba-tiba ketika berangkat ke tempat kerja, mereka (orang-orang Yahudi) dikejutkan dengan
keberadaan tentara; maka mereka berkata, “Ini Muhammad bersama pasukan perang.” Mereka
kembali masuk ke dalam benteng dalam keadaan takut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Allahu Akbar, binasalah Khaibar. Sesungguhnya jika kami datang di tempat
musuh maka hancurlah kaum tersebut.” (Bukhari dan Muslim)
Pada pagi hari itu para sahabat bergegas untuk berkumpul di hadapan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Masing-masing berharap akan diserahi bendera
komando. Akan tetapi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Dimanakah Ali?” Meraka
menjawab, “Dia sedang sakit mata, sekarang berada di perkemahannya.” Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengatakan, “Panggillah dia.” Maka mereka memanggilnya. Ali radhiallahu
‘anhu datang dalam keadaan sakit mata (trahom), lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam meludahi matanya dan sembuh seketika, seakan-akan tidak pernah merasakan sakit. Beliau
menyerahkan bendera perang dan berwasiat kepadanya, “Ajaklah mereka kepada Islam sebelum
engkau memerangi mereka. Sebab, demi Allah, seandainya Allah memberi hidayah seorang di
antara mereka lewat tanganmu maka sungguh itu lebih baik bagimu dari pada onta merah (harta
bangsa Arab yang paling mewah ketika itu).” (Muslim)
Perang Tanding
Tatkala berlangsung pengepungan benteng-benteng Yahudi, tiba-tiba pahlawan andalan
mereka bernama Marhab menantang dan mengajak sahabat untuk perang tanding. Amir bin
Akwa radhiallahu ‘anhu melawannya dan beliau terbunuh mati syahid. Lalu Ali radhiallahu
‘anhu melawannya hingga membunuhnya dan menyebabkan runtuhnya mental kaum Yahudi dan
sebagai sebab kekalahan mereka.
Benteng Khaibar terdiri dari tiga lapis, dan masing-masing terdiri atas tiga benteng. Kaum
muslimin memerangi dan menguasai benteng demi benteng. Setiap kali Yahudi kalah dari
pertahanan pada satu benteng, mereka berlindung dan berperang dalam benteng lainnya hingga
kemenagan mutlak berada di tangan kaum muslimin.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menyisipkan racun yang banyak
padanya.Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memakan, daging tersebut mengabari
beliau bahwa ia beracun. Maka beliau memuntahkannya. Ini merupakan mukjizat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lebih mulia daripada mukjizat Nabi Sulaiman
‘alaihissalam yang memahami bahasa semut sebab ia makhluk hidup yang bernyawa memiiki
mulut untuk berbicara, sedangkan sepotong daging tersebut sebagai makhluk yang mati bahkan
telah matang dipanggang dengan api.
Ghulul adalah mengambil rampasan perang sebelum dibagi. Mid’am, seorang pelayan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, meninggal dunia akibat terkena panah. Maka sahabat
mengatakan, “Alangkah nikmat, baginya surga.” Namun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Tidak, demi Allah, sesungguhnya pakaian yang diambilnya dari rampasan
Khaibar sebelum dibagi menjadi bahan bakar api neraka.” Mendengar ini, ada seseorang yang
datang mengaku, “Ini satu atau dua tali sandal aku peroleh sendiri.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Itu termasuk neraka.” (Bukhari dan Muslim)

3. Ekspedisi Militer dan Surat Rasulullah SAW Kepada Para Raja


Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diketahui mengirim beberapa surat kepada
raja dan penguasa di luar Jazirah Arab untuk mengajak mereka masuk Islam. Dalam sebuah surat
yang dikirim ke penguasa Mesir Al-Muqauqis pada tahun keenam hijriah, Rasulullah mengajaknya
masuk Islam dan mengatakan jika dia menjadi seorang Muslim, maka Allah akan melipatgandakan
pahalanya.
Nabi juga mengirim surat kepada Ashama ibn Abjar (Kaisar di Ethiopia), Heraclius (Kaisar
Bizantium), Chosroes (Raja Persia), Kaisar Munzir bin Sawa (Penguasa Bahrain), Himyarite
Harith (Pangeran Yaman), dan Harith Gassani (Gubernur Syam). Surat-surat Rasulullah yang
mengajak para raja untuk masuk Islam semuanya disimpulkan dengan pernyataan “Jika berpaling,
Anda akan menanggung dosa pengikut Anda.”
Menurut beberapa narasi bersejarah, Raja Chosroes di Persia merobek surat tersebut.
Ketika Rasulullah mendengarnya beliau pun berdoa, “Semoga Allah merobek-robek kerajaannya.”
Dan Allah Ta’ala pun mengabulkan doa tersebut.
4. Umrah al Qadha
Kemudian pada bulan Dzul Qaidah tahun ke-7 Hijrah Nabi saw berangkat menuju Mekkah
guna menunaikan umrah qadha. Bulan Dzul Qaidah adalah bulan dilarangnya Rasulullah saw
masuk Mekkah oleh kaum Musyrikin pada tahun sebelumnya. Ibnu Sa‘ad menyebutkan di dalam
Thabaqatnya bahwa orang-orang yang melaksanakan umrah pada bulan dan tahun ini bersama
Rasulullah saw sebanyak 2000 orang. Mereka terdiri dari ahlul Hudaibiyah dan orang-orang yang
bergabung kepada mereka. Seluruh Ahlul Hudaibiyah tidak ada yang ketinggalan kecuali yang
mati atau syahid di Khaibar.
Dalam thawaf ini beliau berlari kecil tiga keliling dan selebihnya berjalan biasa. Ibnu
Abbas berkata : Orang-orang mengira bahwa hal itu bukan sunnah umum, Rasulullah saw
melakukan hal itu sekedar untuk membantah desas-desus yang disebarkan oleh orang-orang
Quraisy tersebut. Tetapi pada haji wadah Rasulullah saw juga melakukannya sehingga hal ini
menjadi sunnah. Dalam kesempatan ini Nabi saw juga melangsungkan pernikahan dengan
Maimunah binti al-Harits. Dia katakan bahwa Nabi saw melangsungkan pernikahannya dalam
keadaan ihram (akad nikahnya saja). Tetapi riwayat lain mengatkaan setelah tahallul. Orang yang
menikahkan adalah Abbas bin Abdul Muthallib, suami Ummul Fadhal saudaranya Maimunah.
Setelah tiga hari Rasulullah saw tinggal di Mekkah (waktu yang disepakati dalam
perjanjian Hudaibiyah), orang-orang Musyrik datang kepada Ali seraya berkata : Katakan kepada
temanmu (Nabi saw) agar segera meninggalkan Mekkah karena waktunya telah habis. Akhirnya
Nabi saw keluar meninggalkan Mekkah. Rasulullah saw menyelenggarakan walimah (pesta)
pernikahannya dengan Maimunah di tengah perjalanan menuju Madinah, di sebuah tempat
bernama „Sarif“ dengat Tan‘im. Kemudian pada bulan Dzul Hijjah berangkat ke Madinah.
Umrah ini mengandung arti pengkondisian dan pendahuluan bagi „kemenangan besar“ (al
fat-hul-kabir) yang datang sesudahnya. Pemandangan berupa sejumlah besar dari kaum Muhajirin
dan Anshar yang mengelilingi Rasulullah saw dengan penuh semangat dan thawaf , sa‘i dan
seluruh upacara pelaksanaan ibadah umrah., yang disaksikan oleh kaum Musyrikin ini punya
pengaruh yang sangat mendalam terhadap jiwa mereka. Mereka telah dicekam rasa takut terhadap
kaum Muslimin setelah dikejutkan oleh kenyataan yang sama sekali bertentangan dengan
gambaran yang selama ini mereka percayai tentang kaum Muslimin.

5. Perang Mu'tah
Singkatnya, pasukan Islam yang berjumlah 3000 personel diberangkatkan. Ketika mereka
sampai di daerah Ma’an, terdengar berita bahwa Heraklius mempersiapkan 100 ribu pasukannya.
Selain itu, kaum Nasrani dari beberapa suku Arab pun telah siap dengan jumlah yang sama.
Mendengar kabar demikian, sebagian sahabat mengusulkan supaya meminta bantuan pasukan
kepada Rasulullah atau beliau memutuskan suatu perintah.

Abdullah bin Rawahah lantas mengobarkan semangat juang para Sahabat pada waktu itu
dengan perkataannya, “Demi Allah, sesungguhnya perkara yang kalian tidak sukai ini adalah
perkara yang kamu keluar mencarinya, yaitu syahadah (gugur di medan perang di jalan
Allah Subhanahu wa Ta’ala). Kita itu tidak berjuang karena jumlah pasukan atau kekuatan. Kita
berjuang untuk agama ini yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuliakan kita dengannya.
Bergeraklah. Hanya ada salah satu dari dua kebaikan: kemenangan atau gugur (syahid) di medan
perang.”Orang-orang menanggapi dengan berkata, “Demi Allah, Ibnu Rawahah berkata benar.”
Zaid bin Haritsah, panglima pertama yang ditunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, kemudian membawa pasukan ke wilayah Mu’tah. Dua pasukan berhadapan dengan sengit.
Komandan pertama ini menebasi anak panah-anak panah pasukan musuh sampai akhirnya tewas
terbunuh di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Bendera pun beralih ke tangan Ja’far bin Abi Thalib. Sepupu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam ini berperang sampai tangan kanannya putus. Bendera beliau pegangi dengan tangan kiri,
dan akhirnya putus juga oleh senjata musuh. Dalam kondisi demikian, semangat beliau tak
mengenal surut, saat tetap berusaha mempertahankan bendera dengan cara memeluknya sampai
beliau gugur oleh senjata lawab. Berdasarkan keterangan Ibnu Umar, salah seorang saksi mata
yang ikut dalam perang itu, terdapat tidak kurang 90 luka di bagian tubuh depan beliau baik akibat
tusukan pedang dan maupun anak panah. Giliran Abdullah bin Rawahah pun datang. Setelah
menerjang musuh, ajal pun menjemput beliau di medan peperangan.
Tsabit bin Arqam mengambil bendera yang telah tak bertuan itu dan berteriak memanggil
para sahabat Nabi agar menentukan pengganti yang memimpun kaum muslimin. Maka, pilihan
mereka jatuh pada Khalid bin Walid. Dengan kecerdikan dan kecemerlangan siasat dan strategi –
setelah taufik dari Allah Subhanahu wa Ta’ala—kaum muslimin berhasil memukul Romawi
hingga mengalami kerugian banyak.
Menyaksikan peperangan yang tidak seimbang antara kaum muslimin dengan kaum kuffar,
yang merupakan pasukan aliansi antara kaum Nashara Romawi dan Nashara Arab, secara logis,
kekalahan bakal dialami oleh para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Para ulama sejarah tidak bersepakat pada satu kata mengenai jumlah syuhada Mu’tah.
Namun, yang jelas jumlah mereka tidak banyak. Hanya berkisar pada angka belasan, menurut
hitungan yang terbanyak. Padahal, peperangan Mu’tah sangat sengit. Ini dapat dibuktikan bahwa
Khalid bin Walid menghabiskan 9 pucuk pedang dalam perang tersebut. Kesembilan pedang itu
patah. Hanya satu pedang yang tersisa, hasil buatan Yaman. Khalid berkata, “Telah patah sembilan
pedang di tanganku. Tidak tersisa kecuali pedang buatan Yaman.” (HR. Al-Bukhari 4265-4266)

6. Fathu Makkah

Diawali dari perjanjian damai antara kaum muslimin Madinah dengan orang musyrikin
Quraisy yang ditandatangani pada nota kesepakatan Shulh Hudaibiyah pada tahun 6 Hijriyah.
Termasuk diantara nota perjanjian adalah siapa saja diizinkan untuk bergabung dengan salah
satu kubu, baik kubu Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan kaum muslimin Madinah atau kubu
orang kafir Quraisy Makkah. Maka, bergabunglah suku Khuza’ah di kubu Nabi shallallahu
‘alahi wa sallam dan suku Bakr bergabung di kubu orang kafir Quraisy. Padahal, dulu di zaman
Jahiliyah, terjadi pertumpahan darah antara dua suku ini dan saling bermusuhan. Dengan adanya
perjanjian Hudaibiyah, masing-masing suku melakukan gencatan senjata. Namun, secara licik,
Bani Bakr menggunakan kesempatan ini melakukan balas dendam kepada suku Khuza’ah. Bani
Bakr melakukan serangan mendadak di malam hari pada Bani Khuza’ah ketika mereka sedang
di mata air mereka. Secara diam-diam, orang kafir Quraisy mengirimkan bantuan personil dan
senjata pada Bani Bakr. Akhirnya, datanglah beberapa orang diantara suku Khuza’ah menghadap
Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam di Madinah. Mereka mengabarkan tentang pengkhianatan
yang dilakukan oleh orang kafir Quraisy dan Bani Bakr.
Karena merasa bahwa dirinya telah melanggar perjanjian, orang kafir Quraisy pun
mengutus Abu Sufyan ke Madinah untuk memperbarui isi perjanjian. Sesampainya di Madinah,
dia memberikan penjelasan panjang lebar kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, namun
beliau tidak menanggapinya dan tidak memperdulikannya. Akhirnya Abu Sufyan menemui Abu
Bakar dan Umar radliallahu ‘anhuma agar mereka memberikan bantuan untuk membujuk
Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Namun usahanya ini gagal. Terakhir kalinya, dia menemui
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu agar memberikan pertolongan kepadanya di hadapan
Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Untuk kesekian kalinya, Ali pun menolak permintaan Abu
Sufyan. Dunia terasa sempit bagi Abu Sufyan, dia pun terus memelas agar diberi solusi.
Kemudian, Ali memberikan saran, “Demi Allah, aku tidak mengetahui sedikit pun solusi yang
bermanfaat bagimu. Akan tetapi, bukankah Engkau seorang pemimpin Bani Kinanah? Maka,
bangkitlah dan mintalah sendiri perlindungan kepada orang-orang. Kemudian, kembalilah ke
daerahmu.”
Dengan adanya pengkhianatan ini, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam memerintahkan
para shahabat untuk menyiapkan senjata dan perlengkapan perang. Beliau mengajak semua
shahabat untuk menyerang Makkah. Beliau barsabda, “Ya Allah, buatlah Quraisy tidak melihat
dan tidak mendengar kabar hingga aku tiba di sana secara tiba-tiba.”
Dalam kisah ini ada pelajaran penting yang bisa dipetik, bahwa kaum muslimin
dibolehkan untuk membatalkan perjanjian damai dengan orang kafir. Namun pembatalan
perjanjian damai ini harus dilakukan seimbang. Artinya tidak boleh sepihak, tetapi masing-
masing pihak tahu sama tahu.
Tanggal 17 Ramadhan 8 H, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam meninggalkan Marra
Dzahran menuju Makkah. Sebelum berangkat, beliau memerintahkan Abbas untuk mengajak
Abu Sufyan menuju jalan tembus melewati gunung, berdiam di sana hingga semua pasukan
Allah lewat di sana. Dengan begitu, Abu Sufyan bisa melihat semua pasukan kaum muslimin.
Maka Abbas dan Abu Sufyan melewati beberapa kabilah yang ikut gabung bersama pasukan
kaum muslimin. Masing-masing kabilah membawa bendera. Setiap kali melewati satu kabilah,
Abu Sufyan selalu bertanya kepada Abbas, “Kabilah apa ini?” dan setiap kali dijawab oleh
Abbas, Abu Sufyan senantiasa berkomentar, “Aku tidak ada urusan dengan bani Fulan.”
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam melanjutkan perjalanan hingga memasuki Dzi
Thuwa. Di sana Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam menundukkan kepalanya hingga ujung
jenggot beliau yang mulia hampir menyentuh pelana. Hal ini sebagai bentuk tawadlu’ beliau
kepada Sang Pengatur alam semesta. Di sini pula, beliau membagi pasukan. Khalid bin Walid
ditempatkan di sayap kanan untuk memasuki Makkah dari dataran rendah dan menunggu
kedatangan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam di Shafa. Sementara Zubair bin Awwam
memimpin pasukan sayap kiri, membawa bendera Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan
memasuki Makkah melalui dataran tingginya. Beliau perintahkan agar menancapkan bendera di
daerah Hajun dan tidak meninggalkan tempat tersebut hingga beliau datang.
Kemudian, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam memasuki kota Makkah dengan tetap
menundukkan kepala. Beliau mengumumkan kepada penduduk Makkah, “Siapa yang masuk
masjid maka dia aman, siapa yang masuk rumah Abu Sufyan maka dia aman, siapa yang masuk
rumahnya dan menutup pintunya maka dia aman.” Beliau terus berjalan hingga sampai di
Masjidil Haram. Beliau thawaf dengan menunggang onta sambil membawa busur yang beliau
gunakan untuk menggulingkan berhala-berhala di sekeliling Ka’bah yang beliau lewati.
Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam diizinkan Allah untuk berperang di Makkah hanya
pada hari penaklukan kota Makkah dari sejak terbit matahari hingga ashar. Beliau tinggal di
Makkah selama sembilan hari dengan selalu mengqashar shalat dan tidak berpuasa Ramadhan
di sisa hari bulan Ramadhan.
Sejak saat itulah, Makkah menjadi negeri Islam, sehingga tidak ada lagi hijrah dari
Makkah menuju Madinah. Demikianlah kemenangan yang sangat nyata bagi kaum muslimin.
Telah sempurna pertolongan Allah. Suku-suku arab berbondong-bondong masuk Islam.
Demikianlah karunia besar yang Allah berikan.
7. Perang Hunain
Dengan perasaan gembira karena kemenangan yang telah diberikan Allah, kaum Muslimin
masih tinggal di Makkah setelah kota itu dibebaskan. Mereka sangat gembira karena kemenangan
besar ini tidak banyak meminta korban.
Setiap terdengar suara Bilal mengumandangkan azan shalat, mereka segera beranjak ke
Masjid Suci. Berebut-rebutan di sekitar Rasulullah, di mana saja beliau berada dan ke mana saja
beliau pergi. Kaum Muhajirin pun sekarang dapat pulang, dapat berhubungan dengan keluarga
mereka, yang kini telah mendapat petunjuk Ilahi. Hati mereka pun sudah yakin bahwa keadaan
Islam sudah mulai stabil, dan sebagian besar perjuangan sudah membawa kemenangan.
Namun 15 hari kemudian, setelah mereka tinggal di Makkah, tiba-tiba tersiar berita yang
membuat mereka harus segera sadar kembali. Soalnya ialah Kabilah Hawazin yang tinggal di
pegunungan tidak jauh di sebelah timur laut Makkah—setelah melihat kemenangan Muslimin
yang telah membebaskan Makkah dan menghancurkan berhala-berhala—khawatir akan mendapat
giliran diserang pihak Muslimin. Oleh sebab itu, Malik bin Auf dari Bani Nashr berusaha
mengumpulkan kabilah-kabilah Hawazin dan Tsaqif, demikian juga kabilah-kabilah Nashr dan
Jusyam. Dari pihak Hawazin semuanya ikut, kecuali Ka'ab dan Kilab.
Malik memerintahkan mereka agar berangkat ke puncak gunung dan ke Lembah Hunain.
Jika kaum Muslimin turun ke lembah itu, maka mereka harus menyerang, sehingga dengan
serangan satu orang saja barisan kaum Muslimin akan lemah, kocar-kacir, dan saling menghantam
satu sama lain. Dengan demikian mereka akan hancur, dan pengaruh kemenangan mereka ketika
membebaskan Makkah sudah tak berarti lagi. Yang ada hanyalah kemenangan kabilah-kabilah
Hunain itu saja di seluruh jazirah Arab.
Pihak Muslimin sendiri—setelah dua pekan tinggal di Makkah—segera melakukan
persiapan senjata dan tenaga yang belum pernah mereka alami sebelum itu. Rasulullah SAW
memimpin mereka bergerak dalam jumlah 12.000 orang. Mereka mengenakan pakaian berlapis
besi yang didahului oleh pasukan berkuda dan unta yang membawa perlengkapan dan bahan
makanan.
Keberangkatan Muslimin dengan pasukan sedemikian besar ini, belum pernah dikenal di
seluruh jazirah. Setiap kabilah didahului oleh panjinya masing-masing, tampil ke depan dengan
hati bangga karena jumlah yang begitu besar, yang takkan terkalahkan. Sampai-sampai mereka
berkata satu sama lain, "Karena jumlah kita yang besar ini, sekarang kita takkan dapat dikalahkan."
Menjelang sore hari mereka sudah sampai di Hunain. Di pintu-pintu masuk wadi itu mereka
berhenti dan tinggal di sana sampai fajar keesokan harinya. Ketika itulah pasukan mulai bergerak
lagi. Rasulullah mengikuti dari belakang dengan menunggang bagalnya yang putih. Sementara
Khalid bin Walid yang memimpin Bani Sulaim berada di depan.
Dari selat Hunain itu mereka menyusur ke sebuah wadi di Tihamah. Akan tetapi, begitu
mereka menuruni lembah itu, tiba-tiba datanglah serangan mendadak secara bertubi-tubi dari
kabilah-kabilah yang dikomandoi Malik bin Auf. Dalam keremangan subuh itu mereka dihujani
panah oleh pihak Malik. Ketika itulah keadaan Muslimin jadi kacau-balau. Dalam keadaan
terpukul demikian, mereka berbalik surut dengan ketakutan dan kegentaran dalam hati. Bahkan
ada pula yang lari tunggang-langgang.
Sementara Rasulullah tetap tabah tiada bergerak di tempatnya. Beberapa orang dari
kalangan Muhajirin, Anshar serta kerabat-kerabatnya tetap berada di sekelilingnya. Beliau
memanggil orang-orang yang melarikan diri itu, "Hai orang-orang, kalian mau ke mana? Mau ke
mana?". Namun orang-orang yang penuh ketakutan itu sudah tidak mendengar apa-apa lagi. Yang
tergambar di benak mereka hanya Hawazin dan Tsaqif yang kini sedang meluncur turun dari
perkubuan di puncak-puncak gunung. Pihak Hawazin turun dari tempat semula, didahului oleh
seseorang di atas seekor unta berwarna merah, dan membawa sebuah bendera hitam yang
dipancangkan pada sebilah tombak panjang. Setiap ia bertemu dengan pihak Muslimin
ditetakkannya tombak itu kepada mereka, sementara pihak Hawazin, Tsaqif dan sekutu-sekutunya
terus meluncur turun dari belakang sambil terus menghantam.
Semangat baru timbul dalam hati Rasulullah. Dengan bagalnya yang putih itu beliau ingin
menerjang sendiri ke tengah-tengah musuh yang sedang meluap-luap seperti banjir itu. Akan tetapi
Abu Sufyan bin Harits menahan kekang bagal dan dimintanya jangan maju dulu. Abbas bin Abdul
Muthalib, seorang laki-laki yang berperawakan besar dan lantang suaranya berseru, "Saudara-
saudara dari kalangan Anshar yang telah memberikan tempat dan pertolongan. Saudara-saudara
dari Muhajirin yang telah memberikan ikrar di bawah pohon. Marilah saudara-saudara,
Muhammad masih hidup!"
Seruan itu diulang-ulang oleh Abbas, sehingga suaranya bergema ke segenap penjuru wadi.
Di sinilah adanya mukjizat itu: Orang-orang Aqabah mendengar nama Aqabah, teringat oleh
mereka akan Rasulullah, teringat akan janji dan kehormatan diri mereka. Demikian juga dengan
orang-orang Muhajirin dan Anshar. Mereka-semua kini kembali, dan bertempur lagi secara heroik.
Pihak Hawazin yang sudah menyusur turun dari tempatnya semula, kini berhadapan dengan
Muslimin dalam lembah itu. Sinar mentari mulai tampak dan remang pagi dengan sendirinya
menghilang. Di samping Rasulullah kini telah berkumpul beberapa ratus orang yang siap
berhadapan dengan kabilah-kabilah itu. Perasaan lega mulai terasa oleh Rasulullah tatkala
dilihatnya mereka kini kembali lagi.
Menyaksikan berkobarnya pertempuran yang semakin sengit dan melihat moril kaum
Muslimin makin tinggi dalam memukul lawan, Rasulullah bersabda, "Sekarang pertempuran
benar-benar berkobar. Allah tidak menyalahi janji kepada Rasul-Nya." Akhirnya kaum Muslimin
berhasil memukul mundur dan mengalahkan musuh-musuh Allah. Dengan demikian nyatalah
sudah kemenangan orang-orang beriman itu dan nyata pula kehancuran orang-orang musyrik.
Kemenangan Muslimin yang sangat menentukan itu ialah karena ketabahan Rasulullah dan
sejumlah kecil orang-orang di sekelilingnya.
8. Perang Tabuk
Perang Tabuk adalah peperangan yang sangat masyhur, inilah perang terakhir yang diikuti
oleh Rasulullah SAW. Begitu tabahnya sahabat dalam melaksankan perintah Rasuullah SAW dan
mengharap ridha Allah dari peperangan ini. Sebab, saat kepergian mereka ke medan perang
bertepatan dengan masa panen.
Ketika itu, cuaca sangat panas dan musuh pun sangat besar. Nabi SAW mengumumkan
kepada pasukan Muslim bahwa mereka akan berangkat untuk menghadapi Raja Romawi dan
mempersiapkan diri sebaik mungkin. Maka untuk itu, Beliau menganjurkan pengumpulan dana.
Pertempuran inilah yang menyebabkan Abu Bakar ra mengorbankan seluruh hartanya, sehingga
ketika ia ditanya oleh Nabi SAW, “Apa yang kamu tinggalkan di rumahmu? Ia menjawab,
“Kutinggalkan Allah dan Rasul-Nya bersama mereka.”
Di tengah perjalanan, mereka melewati puing-puing perkampungan kaum Tsamud. Nabi
SAW menutupi wajahnya yang penuh nur sambil mempercepat untanya dan memerintahkan para
sahabat berbuat serupa.
Beliau bersabda, “Kita harus segera melewati tempat ini. Menangislah dan tanamkan rasa
takut setiap melewati tempat orang-orang zhalim. Semoga adzab tersebut tidak diturunkan ke atas
kalian, sebagaimana telah diturunkan ke atas mereka.”
Walaupun Rasulullah SAW adalah kekasih Allah, Beliau tetap merasa takut ketika melewati
tempat orang-orang yang pernah diadzab oleh Allah. Begitu pula para sahabat, walaupun keadaan
mereka sangat memprihatinkan, mereka tetap menunjukkan kesetiaan. Beliau menyuruh mereka
pergi sambil menangis, jangan-jangan adzab turun kepada mereka.
9. Masjid Dhirar

Ketika Rasulullah SAW masuk ke Madinah, menghimpun kekuatan islam dan membangun
peradaban kaum muslimin disana, Abu Amir merasa tidak suka dengan keberadaan Rasulullah
SAW dan menunjukkan bibit permusuhan. Kemudian dia pergi ke Mekkah untuk mengumpulkan
dukungan kaum Kafir Quraisy untuk melawan Rasulullah SAW.
Melihat Dakwah rasulullah yang sudah menyebar luas, semakin kuat dan maju, diapun
pergi mencari dukungan kepada Raja Romawi, Heraclius. Heraclius menyambut baik kedatangan
Abu Amir dan menjanjikan apa yang diinginkannya. Abu Amirpun tinggal di Negeri Heraclius
sembari mengendalikan kaum munafik di Madinah Abu Amir mengirim sebuah surat kepada kaum
munafik Madinah. Ia mengabarkan bahwa Heraclius akan memberi apa yang mereka inginkan.
Abu Amir memerintahkan kaum munafik untuk membuat markas tempat mereka berkumpul untuk
merencanakan aksi-aksi jahat mereka kepada kaum muslimin.
Kaum Munafik kemudian membangun sebuah masjid yang diberi nama Masjid Dhirar.
Masjid tersebut dibangun di dekat masjid Quba’. Ketika masjid Dhirar telah berdiri, kaum munafik
menemui Rasulullah SAW dan meminta beliau untuk Shalat di masjid Dhirar sebagai tanda
persetujuan Rasul atas berdirinya masjid tersebut. Mereka berdalih masjid ini didirikan untuk
orang-orang yang tidak dapat keluar saat malam sangat dingin. Pada waktu itu Rasul hendak
berangkat ke Tabuk, dan beliau mengatakan kepada kaum munafik, “Kami sekarang mau
berangkat, Insya Allah nanti setelah pulang”. Allah melindungi Rasul untuk tidak shalat di masjid
tersebut. Beberapa hari sebelum Rasulullah SAW tiba di Madinah, Jibril turun membawa berita
tentang masjid Dhirar yang sengaja dibuat untuk memecah belah kaum muslimin. Rasulullah SAW
kemudian mengutus Sahabat untuk menghancurkan masjid tersebut sebelum Rasul tiba di
Madinah.
Dari kisah diatas bisa kita simpulkan bahwa Kaum Munafik telah melakukan perbuatan
konspirasi kejahatan untuk memerangi dan memcah belah Rasulullah SAW dan kaum muslimin.
karena itu Rasulullah SAW tidak membiarkan tindakan ini, dan langsung mengambil tindakan
tegas dan keras. Dalam menyikapi makar jahat dan konspirasi kaum munafik yang membahayakan
kaum muslimin, kita sebagai umat Islam harus tegas tanpa kompromi dalam menghancurkan setiap
perangkat jahat dan tipu daya yang mereka bangun.

10. Masuk Islamnya Kabilah Arab


Sejak Ali bin Abi Thalib membacakan awal Surat Bara'ah kepada orang-orang yang pergi
haji, yang terdiri dari orang-orang Islam dan musyrik, waktu Abu Bakar memimpin jemaah haji.
Dan sejak ia mengumumkan kepada mereka, bahwa orang kafir tidak akan masuk surga, dan
sesudah tahun ini orang musyrik tidak boleh lagi naik haji, tidak boleh lagi thawaf di Ka'bah
dengan telanjang, sejak itu pula orang-orang musyrik di Jazirah Arab yakin bahwa tak lagi ada
tempat untuk terus hidup dalam paganisme.
Seruan yang telah disampaikan oleh Ali tatkala Abu Bakar memimpin jamaah haji itu
merupakan puncak dari masuknya penduduk jazirah bagian selatan ke dalam Islam. Setelah Islam
tersiar di kawasan Yaman, Nabi mengutus Mu'adz bin Jabal ke daerah itu untuk memberikan
pelajaran kepada penduduk serta untuk memperdalam hukum Islam. Rasulullah berpesan kepada
Mu'adz, "Permudahlah dan jangan dipersulit. Gembirakan dan jangan ditakut-takuti. Engkau akan
bertemu dengan golongan Ahli Kitab yang akan bertanya kepadamu, 'Apa kunci surga?' Maka
jawablah, 'Suatu kesaksian, bahwa tak ada tuhan selain Allah Yang tiada bersekutu."
Mu'adz pun berangkat, disertai beberapa orang dari kalangan Muslimin. Dengan
tersebarnya Islam di seluruh kawasan jazirah itu—dari timur sampai ke barat, dari utara sampai ke
selatan—maka seluruh lingkungan itu telah menjadi satu di bawah satu panji, yaitu panji
Muhammad Rasulullah SAW. Dan berada dalam satu agama, yaitu Islam. Jantung mereka pun
hanya satu pula arahnya, yaitu menyembah Allah Yang Tunggal tiada bersekutu.
Kepada mereka ini Nabi mengutus Ali bin Abi Thalib dengan tugas mengajak mereka ke
dalam Islam. Pada mulanya mereka sangat congkak, dan menyambut ajakan Ali dengan serangan.
Namun, Ali—dengan usianya yang masih begitu muda dan hanya membawa 300 orang—mampu
membuat mereka cerai-berai. Mereka pun menyerah. Dengan demikian, mereka lalu masuk Islam
dan menjadi Muslim yang baik. Sementara Ali sedang bersiap-siap kembali ke Makkah, Nabi pun
sedang dalam persiapan pula hendak menunaikan ibadah haji. Dan beliau meminta kaum Muslimin
untuk bersiap-siap.

Anda mungkin juga menyukai