Anda di halaman 1dari 8

Sejarah Perjanjian Hudaibiyah

A. Latar Belakang Timbulnya Perjanjian

Perjuangan dalam rangka menyebarkan risalah tauhid yang dilakukan oleh


Rasulullah SAW dan kaum muslimin sungguh sangat berat. Berbagai tantangan
dan halangan kerap dijumpai, di era Makkah ketika islam baru sedikit
pengikutnya, kaum mushrikin Quraysh begitu gencar menghalang-halangi dan
mengintimidasi kaum muslimin agar jangan sampai dakwah islam tersebar lebih
luas lagi.

Di era Madinah ketika Rasulullah SAW dan para sahabatnya telah hijrah
meninggalkan Makkah, orang-orang yang membenci dan memusuhi islam juga
bertambah. Tidak hanya orang mushrikin Quraysh, di Madinah ada kelompok
Yahudi dan kaum munafik yang begitu berambisi untuk menghancurkan islam,
namun usaha demi usaha yang mereka lakukan gagal. Kaum muslimin
memenangkan peperangan demi peperangan yang terjadi baik yang besar maupun
kecil kecuali perang Uhud, mulai peperangan pertama, yakni perang Badar,
perang Khandak atau Ahzab yang terjadi pada bulan Syawal tahun ke-4 H sampai
perang Bani Lahyan yang terjadi pada bulan Jumadil Awal tahun ke-6 H.

Akhirnya setelah melewati beberapa ujian dan cobaan yang sedemikian


berat, setelah ketakwaan dan kebulatan hati mereka diuji dengan kesanggupan
serta kerelaan mengorbankan jiwa, raga dan harta 61 benda demi tegaknya
kebenaran Allah dan rasul-Nya di muka bumi. Bersamaan dengan itu kedhaliman
kaum mushrikin telah mencapai batas ketinggian puncaknya, tidak ada kebenaran
Allah yang tidak mereka ingkari. Segala cara telah mereka tempuh untuk
membendung jalan Allah serta memerangi kaum muslimin.

Cukuplah sudah kesempatan yang diberikan kepada mereka untuk


membedakan yang hak dari yang batil, untuk kembali ke jalan yang lurus, untuk
meninggalkan pemujaan patung-patung berhala, dan untuk mengakui bahwasanya
tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad Rasulullah. Setelah semuanya itu
berlangsung selama kurang lebih 13 tahun Rasulullah SAW berada di Makkah
dan 6 tahun beliau hijrah ke Madinah.

Kini tibalah Allah SWT menghendaki agama islam lebih kokoh lagi
setelah kian lama kaum muslimin terdidik dan terlatih menghadapi segala
kesukaran dan rintangan. Allah menghendaki cara lain untuk menundukkan
manusia-manusia keras kepala kepada kebenaran dan kekuasaan-Nya. Allah
menghendaki agar kaum mukmin memperlihatkan kekuatan nyata yang dapat
menggetarkan kaum mushrikin Makkah, kota itu harus berada di bawah naungan
islam dan baitullah harus segera disucikan dan dibersihakan dari patung-patung
berhala dan segala macam kepercayaan jahiliyyah yang membelenggu kota suci
itu. Untuk kesemuanya itu Allah menciptakan sebab dan sarana, sebab itu adalah
Perjanjian Hudaibiyah.

Berawal dari apa yang disampaikan Rasulullah kepada para sahabatnya


ihwal mimpi beliau yang masuk kota Makkah dan berṭawaf mengitari Baitullah
al-Haram, tanpa kejelasan mengenai waktu, bulan dan tahunnya. Para sahabat
utamanya kaum Muhajirin sangat gembira dengan kabar yang disampaikan oleh
Rasulullah itu. Mereka pun tidak meragukan sama sekali bahwa mimpi beliau
pasti terjadi dan akan menjadi kenyataan dalam tahun itu juga. Pentakwilan
mereka seperti itu terpadu dengan hasrat serta keinginan mereka yang demikian
besar sehingga membangkitkan kerinduan yang telah sekian lama terpendam.
Itulah antara lain yang membuat mereka begitu semangat dan antusias untuk siap-
siap berangkat ke Makkah bersama Rasulullah.

Di bulan Dzulqa’dah tahun ke-6 H, Rasulullah bersama rombongan kaum


muslimin sebanyak 140047 orang berangkat ke Makkah, dengan maksud untuk
berumrah, bukan untuk berperang. Dalam perjalanan menuju Makkah Rasulullah
berusaha menampakkan dengan gamblang niat beliau menghormati Ka’bah dan
kerena itu Rasulullah membawa 70 ekor unta yang gemuk-gemuk dan beberapa
domba. Setibanya mereka di sebuah tempat bernama Dzu al-Halifah48 mereka
berihram umrah, agar orang-orang Makkah mengetahui bahwa kedatangan
Rasulullah ke Makkah bersama romobongan kaum muslimin tidak bermaksud lain
kecuali hendak berziarah ke Baitullah.

B. Sejarah Perjanjian Hudaibiyah

Perjanjian Hudaibiyah adalah perjanjian yang terjadi antara pihak Qurais


Mekkah dengan pihak Muslim Madinah (yang dipimpin oleh Nabi Muhammad
SAW). Perjanjian ini terjadi karena kaum Qurais Mekkah melarang kamum
Muslim Madinah untuk masuk ke Mekkah dalam rangka melaksanakan ibadah
haji umrah. Pada akhirnya Nabi Muhammad SAW mengajak mereka untuk
bernegosiasi hingga mengadakan perjanjian damai. Kaum Muslim Madinah pun
menyetejui langkah Nabi Muhammad SAW, yaitu bahwa jalur diplomasi lebih
baik daripada berperang. Kejadian ini pun diabadikan dalam Alqur’an QS Al Fath
ayat 24.

Gambaran secara rinci mengenai awal mula terdapatnya sejarah Perjanjian


Hudaibiyah yakni Nabi Muhammada SAW mengizinkan kaum Muslim untuk
mengadakan perjalanan ke Mekkah. Perjalanan tersebut bertujuan untuk
melaksanakan ibadah haji. Hal ini disambut gembira oleh kaum Muslim Madinah.
Kira-kira sebanyak 1.000 orang mulai berangkat menuju Mekkah pada tahun 6 H
atau 628 M. Demi menghilangkan prasangka kaum Quraisy Mekkah, maka Nabi
pun melarang kaum Muslimin untuk membawa senjata kecuali binatang korban
dan pedang untuk memotong binatang. Selain itu, kaum Muslimin hanya
diperbolehkan mengenakan pakaian ihram.

Berita mengenai perjalanan Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin


untuk menunaikan ibadah umrah akhirnya sampai ke telinga masyarakat Quraisy.
Mereka curiga karena bisa saja sebagai taktik belaka untuk menembus kota
Mekkah. Para pemuka Qurais pun tetap berpegang teguh pada pendiriannya untuk
melarang Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin masuk ke Mekkah.

Kaum Qurais mulai menyiapkan pasukan sekitar 200 orang di bawah


pimpinan Panglima Khalid Ibnu Walid untuk menghalangi Nabi dan pengikutnya
masuk ke Madinah. Rombongan dari Madinah yang sedang menuju Mekkah
akhirnya mengetahui hal tersebut setelah Nabi bertemu dengan seseorang dari
suku Ka’ab. Seseorang tersebut mengatakan bahwa kaum Qurais telah menuju ke
suatu daerah Kiral Gharim dan mereka bersumpah untuk menghalangi Nabi
Muhammada SAW dan kaum Muslimin memasuki kota Mekkah.

Nabi Muhammad SAW berupaya mencari jalan lain untuk menghindari


agar tidak bertemu dengan kaum Qurais. Satu-satunya jalan yang dapat ditempuh
adalah berkeliling dengan mengitari pegunungan, sedangkan untuk mengitari jalan
baru tersebut amatlah sukar. Setelah menempuh perjalanan yang amat melelahkan,
akhirnya rombongan tersebut sampai di suatu daerah yang bernama Al-
Hudaibiyah.

Melihat kondisi tersebut, kaum Qurais pun mulai ragu untuk mengambil
inisiatif penyerangan. Mereka akhirnya mengutus beberapa orang dari
kalangannya yaitu Budail Ibnu Warqa dan Hulais Ahabisy untuk menanyakan
maksud sebenarnya menuju kota Mekkah. Nabi Muhammad SAW menjawab
bahwa tujuan sebenarnya hanyalah untuk melaksanakan ibadah haji umrah dan
bukan untuk memerangi mereka.

Namun, pihak Qurais tidak percaya begitu saja. Mereka pun kembali
mengirimkan utusanya untuk bertemu Rasulullah, yaitu Urwah Ibnu Mas’ud Al-
Thaqafi. Laporan Urwah, seseorang yang cukup disegani di masyarakatnya, pun
tidak ditanggapi. Para pemuka kaum Qurais menyuruh sekitar 40 warganya keluar
pada malam hari untuk melempari kemah Rasulullah dan rombongannya.
Sebelum mereka melancarkan aksinya, pihak Nabi Muhammad SAW sudah
mengetahuinya dan mereka tertangkap basah lalu digiring ke hadapan Nabi. Nabi
pun memaafkan dan melepaskan semuanya tanpa tinggal seorangpun.
Nabi Muhammad SAW mengambil langkah positif dengan mengutus
Usman Bin Affan kepada pemuka kaum Qurais. Perundingan tersebut akhirnya
menghasilkan kesimpulan bahwa hanya memperbolehkan Usman bin Affan untuk
melaksanakan ibadah umrah. Perdebatan panjang dan waktu yang cukup lama
tersebut menyebabkan munculnya desas-desus bahwa Usman telah dibunuh secara
muslihat.

Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya merasa gelisah. Merekapun


menunjukkan rasa solidaritas yang kuat dengan saling meletakkan tangannya di
atas beberapa pedang yang dibawanya untuk keperluan pemotongan binatang
kurban. Sumpah setia ini dalam sejarah Islam dikenal dengan nama Bai’atur
Ridwan.

Sumpah setia ini pun sampai ke pihak Qurais dan menggetarkan hati
mereka. Mereka segera mengadakan sidang darurat untuk mencari cara
menghadapi ancaman kaum Muslimin. Kaum Qurais sejatinya mengalami
kejatuhan mental karena mereka masih trauma dengan kekalahan mereka pada
Perang Badar. Pada Perang Badar, kaum muslimin dapat mengalahkan kaum
Qurais walaupun dengan pasukan yang jauh lebih sedikit.

Kabar mengenai kejatuhan mental para petinggi Qurais dan kepulangan


Usman bin Affan membuat kaum Qurais percaya bahwa kedatangan Nabi dan
pengikutnya hanyalah untuk melakukan ibadah umrah dan bukan untuk
berperang. Pihak Qurais pun akhirnya mengirimkan utusannya untuk
melaksanakan perundingan guna menghindari kesalahpahaman. Upaya untuk
mencapai titik komporomi diwakili oleh Suhail Ibnu Umar (menurut Jalaluddin
Rakhmat pihak Qurais diwakili oleh Urwah Ats-Tsaqafi) dan kaum Muslimin
diwakili oleh Nabi Muhammad SAW. Maka pertemuan tersebut menghasilkan
Perjanjian Hudaibiyah.

C. Isi dan Tujuan Perjanjian Hudaibiyah

Secara garis besar isi dari Perjanjian Hudaibiyah adalah:


“Dengan nama Tuhan. Ini perjanjian antara Muhammad (SAW) dan Suhail bin
‘Amru, perwakilan Quraisy. Tidak ada peperangan dalam jangka waktu sepuluh
tahun. Siapapun yang ingin mengikuti Muhammad (SAW), diperbolehkan secara
bebas. Dan siapapun yang ingin mengikuti Quraisy, diperbolehkan secara bebas.
Seorang pemuda, yang masih berayah atau berpenjaga, jika mengikuti
Muhammad (SAW) tanpa izin, maka akan dikembalikan lagi ke ayahnya dan
penjaganya. Bila seorang mengikuti Quraisy, maka ia tidak akan dikembalikan.
Tahun ini Muhammad (SAW) akan kembali ke Madinah. Tapi tahun depan,
mereka dapat masuk ke Mekkah, untuk melakukan tawaf disana selama tiga hari.
Selama tiga hari itu, penduduk Quraisy akan mundur ke bukit-bukit. Mereka
haruslah tidak bersenjata saat memasuki Mekkah”

Berdasarkan pernyataan tersebut maka inti dari Perjanjian Hudaibiyah


adalah:

1. Diberlakukannya gencatan senjata antara Mekkah dengan Madinah selama


10 tahun.
2. Warga Mekkah yang menyeberang ke Madinah tanpa seizin walinya harus
dikembalikan ke Mekkah.
3. Warga Mekkah yang menyeberang ke Madina tanpa seizing walinya harus
dikembalikan ke Mekkah.
4. Warga Madinan yang menyeberang ke Mekkah maka tidak boleh kembali
ke Madinah.
5. Selain warga Mekkah dan Madinah, dibebaskan memilih untuk berpihak
ke Mekkah atau Madianah.
6. Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya harus meninggalkan Mekkah,
tetapi diperbolehkan lagi kembali ke Mekkah setahun setelah perjanjian
itu. Mereka akan dipersilakan tinggal selama 3 hari dengan syarat hanya
membawa pedang dalam sarungnya (maksudnya membawa pedang hanya
untuk berjaga-jaga, bukan digunakan untuk menyerang). Selama 3 hari itu,
kaum Quraisy Mekkah akan menyingkir keluar Mekkah.
D. Akibat Perjanjian Hudaibiyah

Sebagian kaum Muslimin merasa kecewa atas hasil Perjanjian Hudaibiyah.


Mereka menilai bahwa perjanjian itu merupakan suatu kelemahan dan kekalahan.
Bahkan ketika Nabi Muhammada SAW memberikan perintah untuk menyembelih
hewan kurban, mereka tidak segera mematuhi perintahnya. Umar bin Khattab
meronta tidak rela atas kesepakatan yang telah dicapai antara kedua belah pihak.
Perjanjian tersebut seperti sebuah sikap perendahan dan penghinaan terhadap
Islam, Nabi dan para pengikutnya.

Seiring berjalannya waktu, hasil dari perjanjian ini pun mulai terlihat.
Sejarah Perjanjian Hudaibiyah ibarat suatu kemenangan nyata bagi kaum
Muslimin dan perjuangan Islam. Terdapat beberapa hal yang sangat penting dari
hasil Perjanjian Hudaibiyah yakni sebagai berikut:

1. Perjanjian Hudaibiyah ditandatangani oleh Suhail bin Amr sebagai wakil


kaum Quraisya Mekkah. Suku Quraisy adalah suku yang sangat dihormati
di Arab, sehingga Madinah diakui mempunyai otoritas sendiri.
2. Perjanjian Hudaibiyah ini menyebabkan kaum Quraisy Mekkah memberi
kekuasaan kepada pihak Madinah untuk menghukum pihak Quraisy yang
menyalahi isi perjanjian tersebut.
3. Perjanjian Hudaibiyah memperlihatkan keseimbangan karena adanya
kebebasan masing-masing suku yang ingin menggabungkan diri atau
bersekutu kepada salah satu pihak tanpa adanya tekanan dan paksaan.

Nabi Muhammad SAW sudah memahami betul karakter orang-orang


Mekkah, sehinga beliau memastikan bahwa kaum Qurais Mekkah akan melanggar
perjanjian tersebut sebelum selesai 10 tahun. Perjanjian Hudaibiyah pun dilanggar
oleh kaum Qurais, sehingga perjanjian ini menjadi landasan hukum untuk
menaklukan kota Mekkah.

Pelanggaran Perjanjian Hudaibiyah mampu diatasi oleh kaum Muslimin.


Kaum Muslimin bisa membalasnya dengan penaklukan Mekkah (Fathul Makkah)
pada tahun 630 Masehi. Kaum Muslimin berpasukan sekitar sepuluh ribu tentara.
Mereka hanya menemui sedikit rintangan di Mekkah. Akhirnya kaum Muslim pun
mampu menaklukan Mekkah. Mereka meruntuhkan segala simbol keberhalaan di
depan Ka’bah. Hal ini berarti Perjanjain Hudaibiyah juga terkait dengan sejarah
Kabah.

Anda mungkin juga menyukai