Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM


PERKEMBANGAN DAKWAH NABI MUHAMMAD SAW
PERIODE MADINAH
Makalah ini disusun sebagai bukti hasil tugas kelompok

Disusun oleh:

1. Aulia Ayu Kirana


2. Fitra Sayida Khairilia
3. Jeny Padiah
4. Mart Fadhilah Alfath
5. Rahma Fitriyatun Nisa

MAN KOTA PALANGKA RAYA


Jl. Tjilik Riwut Km. 4,5 Palangka Raya, Kalimantan Tengah 73112 
Telp. (0536) 3231286, Email: man.model._plkaraya@gmail.com 

2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena berkat dan rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah Sejarah Kebudayaan Islam yang berjudul”Perkembangan
Dakwah Nabi Muhammad Periode Madinah”. Kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini hingga sampai kepada pembaca.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun kesempurnaan makalah ini.

Semoga apa yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis, dapat
dimanfaatkan sesuai dengan keperluan yang dibutuhkan. Mohon maaf jika terdapat
kesalahan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Palangka Raya, Juli 2019

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kita yakini Rasulullah sebagai sebaik-baiknya suri tauladan (uswatun
hasanah), dari berbagai sisi kehidupan beliau. Sebab-sebab terjadinya Fathul Makkah
adalah karena kaum Quraisy telah mengkhianati perjanjian Hudaibiyah. Maka, pada
tanggal 10 Ramadhan, beliau berangkat bersama puluhan ribu (10.000) pasukan
menuju Mekkah. Kaum muslimin memasuki Mekkah tanpa terjadi peperangan, di
mana kaum Quraisy menyerah dan tidak melakukan perlawanan karena berbagai
sebab. Abbas mengajak Abu Sufyan untuk menyerah kepada Nabi Muhammad Saw.
dan menyatakan keislamannya. Setelah Abu Sufyan memeluk Islam, ia diberi
kehormatan oleh Rasulullah Saw. dengan menyatakan ” barang siapa di antara kaum
Quraisy yang memasuki rumah Abu Sufyan akan aman, barang siapa yang masuk
Masjidil Haram akan aman, dan barang siapa yang akan menutup pintunya akan aman
pula”. Allah Swt. telah memberikan kemenangan kepada kaum muslimin. Lalu
Rasulullah Saw. menuju Ka’bah untuk melakukan thawaf dan shalat dua rakaat di
dalamnya. Setelah itu, beliau menghancurkan berhala-berhala yang ada di dalam
Ka’bah dan sekitarnya. Pada waktu penghancuran turunlah ayat dalam surat Al-Isra
ayat 81. Artinya : “Dan Katakanlah: Yang benar telah datang dan yang batil telah
lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” Rasulullah
Saw berdiri di pintu Ka’bah sedangkan kaum Quraisy berbaris di masjid Haram
menantikan apa yang akan dilakukan Rasulullah. Rasulullah berkata kepada kaum
Quraisy: “Wahai kaum Quraisy, apakah yang akan aku lakukan terhadap kalian?”
Mereka menjawab: “Kebaikan (engkau) saudara yang baik dan anak dari saudara
yang baik pula” Rasulullah berkata: “Pergilah!, kalian telah bebas”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor-faktor keberhasilan Fathul Mekkah 9 Hijriah?
2. Wafatnya Rasulullah Saw
3. Bagaimana tanggapan kaum muslimin tentang wafatnya Rasulullah?
4. Bagaimana perkembangan Islam sepeninggalan Rasulullah?
C. Tujuan Makalah
1. Mengetahui faktor-faktor keberhasilan Fathul Mekkah
2. Mengetahui wafatnya Rasulullah
3. Mengetahui tanggapan kaum muslimin tentang wafatnya Rasulullah
4. Mengetahui perkembangan Islam sepeninggalan Rasulullah
D. Manfaat Makalah
Pembuatan makalah ini hendaknya dapat membantu kebutuhan pembaca
dalam memahami materi tentang Perkembangan Dakwah Nabi Muhammad periode
Madinah. Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan keilmuan
pembaca dan masyarakat luas agar mengetahui sejarah Islam dan perjuangan Islam.
E. Metode Penulisan
Dalam pembuatan makala ini kami menggunakan metode internet(web
research).
BAB II
PEMBAHASAN

A. Faktor-Faktor keberhasilan Fathul Makkah Tahun 9 Hijriyah


Fathu Makkah adalah peristiwa pembebasan kota Mekah oleh kaum Muslimin. Kaum
Muslim datang dengan 10.000 pasukan untuk menduduki Mekah. Peristiwa tersebut
terjadi pada tahun 8 H/629 M. Menurut sejarawan Ibnu Ishak. Fathu Makkah dipicu oleh
pengkhianatan kaum kafir Quraisy terhadap perjanjian Hudaibiyah.
Ibnu Ishak mengemukakan, terjadi perselisihan antara Bani Khuza‘ah dengan Bani
Bakar, permusuhan tersebut reda setelah ada perjanjian Hudaibiyah. Dalam perjanjian
itu, disebutkan keduanya mengadakan perdamaian dan tidak saling menyerang, keduanya
juga boleh bebas memilih sekutunya. Bani Khuza‘ah bergabung dengan Nabi
Muhammad saw. dan Bani Bakar ke kafir Quraisy. Namun demikian, Bani Bakar
melanggar perjanjian ini, dengan bantuan kafir Quraisy menyerang Bani Khuza‘ah.
Dengan demikian, Bani Bakar melanggar perjanjian Hudaibiyah.
Pada saat itulah, Bani Khuza‘ah meminta bantuan kepada Rasulullah saw. Beliau
menyiapkan 10.0000 pasukan guna membantu Bani Khuza‘ah. Mendengar berita ini,
kafir Quraisy mengutus Abu Sufyan ke Madinah, dengan maksud supaya persetujuan itu
diperkuat kembali dan diperpanjang waktunya. Perjanjian tersebut sudah berlaku selama
dua tahun. Kaum Quraisy menginginkan agar perjanjian tersebut diperpanjang 10 tahun.
Abu Sufyan, sebagai pemimpin mereka dan sebagai orang yang bijaksana di kalangan
mereka kini berangkat menuju Madinah. Abu Sufyan menuju ke rumah putrinya, Ummu
Habibah, istri Nabi saw., Abu Bakar, Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, dan
Fatimah. Ia mengemukakan maksud kedatangannya dan minta mereka untuk menjadi
perantara dialog dengan Rasul saw. Tetapi semua mengatakan bahwa tak ada orang yang
dapat mempengaruhi sesuatu yang telah menjadi keputusan Rasul saw. Abu Sufyan lalu
pergi ke masjid dan di sana ia mengumumkan bahwa ia sudah meminta perlindungan
khalayak ramai. Kemudian ia menaiki untanya dan berangkat pulang ke Mekah dengan
tanpa membawa hasil apa pun. Abu Sufyan kembali ke Mekah, melaporkan kepada
masyarakatnya segala yang dialaminya selama di Madinah serta perlindungan Yang
dimintanya dari masyarakat umum atas saran Ali, dan bahwa Muhammad belum
memberikan persetujuan.
Sebaliknya Rasulullah saw. mempersiapkan kaum Muslimin berjumlah 10.000 orang
untuk merebut kota Mekah. Beliau percaya pada kekuatan sendiri dan pada pertolongan
Tuhan kepadanya. Dengan menyerang secara tiba-tiba, diharapkan kafir Quraisy tidak
sempat mengadakan perlawanan dan dengan demikian mereka menyerah tanpa
pertumpahan darah. Rasulullah juga berdoa kepada Allah swt., mudah-mudahan kaum
Quraisy tidak mengetahui berita perjalanan kaum Muslimin. Selanjutnya pasukan kaum
Muslimin sudah mulai bergerak dari Madinah menuju Mekah, dengan tujuan
membebaskan kota itu serta menguasai Rumah Suci, yang oleh Tuhan telah dijadikan
tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Pasukan ini bergerak dalam
jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mereka terdiri dari kabilah-kabilah
Sulaim, Muzainah, Ghatafan dan yang lain, yang telah menggabungkan diri, baik kepada
Muhajirin atau pun kepada Anshar. Mereka berangkat bersama-sama dengan
mengenakan pakaian besi. Mereka yang terdiri dari ribuan orang itu telah mengadakan
gerak cepat. Setiap mereka melangkah maju, kabilah-kabilah lain ikut bergabung, yang
berarti menambah jumlah dan menambah kekuatan juga. Mereka semua berangkat
dengan hati yang penuh iman, bahwa dengan pertolongan Allah mereka akan mendapat
kemenangan. Perjalanan ini dipimpin oleh Rasulullah dengan pikiran dan perhatian
tertuju hanya hendak memasuki Rumah Suci tanpa akan ada pertumpahan darah sedikit
pun.
Sementara kaum Quraisy tidak mengetahui hal ini. Mereka masih berbeda pendapat,
bagaimana cara menghadapi serangan Muhammad. Abbas bin Abdul Muthalib, paman
Nabi meninggalkan mereka dalam perdebatan dan berangkat menemui Nabi Muhammad
saw. di Juhfah. Abbas cemas dengan kekuatan pasukan Islam. Meski beliau sudah masuk
Islam, namun ia tetap khawatir akan adanya bencana yang akan menimpa Mekah jika
kekuatan pasukan yang belum pernah ada bandingannya di seluruh Jazirah Arab itu kelak
menyerbu Mekah. Pihak Quraisy sudah mulai merasakan adanya bahaya yang sedang
mendekati mereka. Mereka mengutus Abu Sufyan bin Harb, Budail bin Warqa’ dan
Hakim bin Hizam (masih kerabat Khadijah) untuk menyelidiki seberapa jauh bahaya
yang mungkin mengancam mereka.
Sementara Abbas sedang di atas tandu Nabi saw. yang putih itu, tiba-tiba ia
mendengar ada percakapan antara Abu Sufyan dengan Budail. Abbas yang telah
mengenal suara Abu Sufyan, berkata, “Rasulullah berada di tengah-tengah rombongan
itu. Apa yang akan menimpa kaum Quraisy jika mereka memasuki Mekah dengan
kekerasan.” “Apa yang harus kita perbuat?” Jawab Abu Sufyan dengan gusar. Abbas
menaikkan Abu Sufyan di belakang tandu untanya dan diajak berangkat bersama-sama,
sedang kedua temannya disuruh kembali ke Mekah. Dengan tanpa halangan, tandu itu
sampai di depan api unggun Umar bin Khattab, kemudian Umar pergi ke kemah Nabi
saw. dan meminta izin untuk memancung kepala Abu Sufyan, musuh bebuyutan Islam
dan kaum muslimin. Saat itu Abbas yang sudah berada di depan Rasulullah berkata,
“Wahai Rasulullah. Saya sudah melindunginya.” Menghadapi situasi seperti ini pada
waktu sudah larut malam juga, dan perdebatan yang seru antara Umar dan Abbas, Nabi
saw. berkata, “Bawalah dia dulu ke tempatmu, Abbas. Pagi-pagi besok bawa kemari.”
Keesokan harinya Abu Sufyan sudah dibawa lagi menghadap Nabi saw. dan disaksikan
oleh pembesar-pembesar dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Nabi saw. berkata,
“Bukankah sudah tiba waktunya sekarang engkau harus mengetahui, bahwa tidak ada
tuhan selain Allah!?” Abu Sufyan menjawab, “Demi ibu-bapakku! Sungguh bijaksana
engkau! Sungguh pemurah engkau dan suka memelihara hubungan keluarga! Aku
memang sudah menduga, bahwa tidak ada tuhan selain Allah, itu sudah mencukupi
segalanya.” Nabi saw. menjawab, “Bukankah sudah tiba waktunya engkau harus
mengetahui, bahwa aku Rasulullah?” Abu Sufyan menjawab, “Demi ibu-bapakku!
Sungguh bijaksana engkau! Sungguh pemurah engkau dan suka memelihara hubungan
keluarga! Tetapi mengenai hal ini, sungguh sampai sekarang masih ada sesuatu dalam
hatiku." Kemudian Abbas meminta Abu Sufyan agar ia mau menerima Islam dan
bersaksi bahwa tak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasul-Nya.
Akhirnya Abu Sufyan masuk Islam.
Atas saran Abbas, Rasulullah saw. membuat sebuah aturan. “Siapa datang ke rumah
Abu Sufyan, orang itu selamat, dan siapa menutup pintu rumahnya, orang itu selamat dan
siapa masuk ke dalam masjid orang itu juga selamat." Dari kisah tersebut kaum
Muslimin dan seluruh manusia bersaksi betapa cermat dan pandainya Nabi Muhammad
saw. dapat menguasai suatu peperangan terbesar dalam sejarah Islam tanpa pertempuran
dan tanpa pertumpahan darah. Islamnya Abu Sufyan tidak akan mengurangi
kewaspadaan dan kesiap-siagaan Nabi Muhammad saw. dalam menyiapkan diri hendak
memasuki Mekah.
Setelah melihat kekuatan kaum Muslimin, Abu Sufyan dibebaskan pergi menemui
golongannya dan dengan suara keras ia berteriak kepada mereka, “Saudara-saudara
Quraisy! Muhammad sekarang datang dengan kekuatan yang takkan dapat kamu lawan.
Tetapi bagi siapa yang datang ke rumah Abu Sufyan orang itu selamat, siapa menutup
pintu rumahnya, orang itu selamat dan siapa masuk ke dalam masjid orang itu juga
selamat!” Nabi Muhammad saw. sudah berangkat bersama pasukannya sampai ke Dhu
Tuwa. Setelah dilihatnya dari tempat itu tak ada perlawanan dari pihak Mekah,
pasukannya dihentikan. Beliau membungkuk menyatakan rasa syukur kepada Allah swt.,
yang telah membukakan pintu Lembah Wahyu dan tempat Rumah Suci itu kepadanya
dan kepada kaum Muslimin, sehingga mereka dapat masuk dengan perasaan aman dan
tenteram. Nabi Muhammad saw. merasa bersyukur kepada Allah swt. karena pintu
Mekah kini telah terbuka. Tetapi sungguh pun demikian ia tetap selalu waspada dan
berhati-hati. Beliau memerintahkan pasukannya supaya dipecah menjadi empat bagian,
dan jangan sampai melakukan pertempuran, serta jangan sampai meneteskan darah,
kecuali jika sangat terpaksa sekali.
Saat itu Zubair bin Awwam memimpin pasukan pada sayap kiri dan memasuki Mekah
dari sebelah utara. Khalid bin Walid berada pada posisi sayap kanan dan diperintahkan
supaya memasuki Mekah dari jurusan bawah. Sa'ad bin Ubadah yang memimpin orang
Madinah supaya memasuki Mekah dari sebelah barat, sedang Abu Ubaidah bin Al-Jarrah
ditempatkan ke dalam barisan Muhajirin dan bersama-sama memasuki Mekah dari
bagian atas, di kaki Gunung Hind. Ketika pasukan sudah memasuki kota, dari pihak
Mekah tidak ada perlawanan, kecuali pasukan Khalid bin Walid yang mendapatkan
perlawanan dari mereka yang tinggal di daerah bagian bawah Mekah. Mereka terdiri dari
orang-orang Quraisy yang paling keras memusuhi Nabi Muhammad saw. dan yang ikut
serta dengan Bani Bakar melanggar Perjanjian Hudaibiyah dengan mengadakan serangan
terhadap Khuza‘ah.
Ketika pasukan Khalid datang, mereka menghujaninya dengan serangan Panah, tetapi
dengan cepat Khalid berhasil mencerai-beraikan mereka walaupun ada dua anggota
pasukannya tewas karena mereka ini ternyata sesat jalan dan terpisah dari induk
pasukannya. Kaum kafir Quraisy kehilangan sekitar 13 sampai 28 orang. Melihat
malapetaka yang sekarang sedang menimpa mereka, Shafwan, Suhail dan Ikrimah cepat-
cepat melarikan diri, dengan meninggalkan orang-orang yang tadinya mereka kerahkan
mengadakan perlawanan menghadapi kekuatan dan pukulan Khalid yang heroik itu.
Selanjutnya Nabi Muhammad saw. berhenti di hulu kota Mekah, di hadapan Bukit Hind.
Di tempat itu, beliau membangun sebuah kubah (kemah lengkung), tidak jauh dari
makam Abu Thalib dan Khadijah. Kemudian beliau masuk ke dalam kemah lengkung
itu, lalu beristirahat dengan hati penuh rasa syukur kepada Allah swt., karena telah
kembali dengan terhormat, dengan membawa kemenangan ke dalam kota, di kota itu
beliau telah mengalami gangguan, siksaan, bahkan pengusiran yang dilakukan oleh kaum
kafir Quraisy. Saat itu juga Rasulullah merasa tugasnya sebagai komandan sudah selesai.
Tidak lama tinggal dalam kemah itu, ia segera keluar lagi. Beliau menaiki untanya Al-
Qashwa, dan pergi meneruskan perjalanan ke Ka'bah, bertawaf di Ka‘bah tujuh kali dan
menyentuh sudut (hajar aswad) dengan sebatang tongkat di tangan. Selesai melakukan
tawaf, beliau memanggil Utsman bin Thalhah dan pintu Ka‘bah dibuka. Sekarang Nabi
Muhammad saw. berdiri di depan pintu, orang pun mulai berbondong-bondong. Ia
berkhutbah di hadapan umat Islam serta membacakan firman Allah swt.:”Wahai
manusia! sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar
kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” (QS. Al-
Hujurat: 13). Kemudian beliau bertanya kepada mereka, “Wahai orang-orang Quraisy!,
menurut pendapat kamu, apa yang akan kuperbuat terhadap kamu sekarang?” ”Yang
baik-baik, saudara yang pemurah, sepupu yang pemurah,” jawab mereka. ”Pergilah kamu
sekalian. Kamu sekarang sudah bebas!” kata beliau.
Dengan ucapan itu maka kepada orang Quraisy dan seluruh penduduk Makkah telah
diberikan ampunan. Alangkah indahnya pengampunan itu dikala ia mampu! Alangkah
besarnya jiwa beliau, jiwa yang telah melampaui segala jiwa besar, melampaui segala
rasa dengki dan dendam di hati! Jiwa yang telah dapat menjauhi segala perasaan
duniawi, telah mencapai segala yang di atas kemampuan insani! Hal ini membuktikan
bahwa Nabi Muhammad saw., bukanlah manusia yang mengenal permusuhan, atau yang
akan membangkitkan permusuhan di kalangan umat manusia. Dia bukan seorang tiran,
bukan mau menunjukkan sebagai orang yang berkuasa. Tuhan telah memberi keringanan
kepadanya dalam menghadapi musuh, dan dalam kemampuannya itu ia memberi
pengampunan. Dengan itu, kepada seluruh dunia dan semua generasi beliau telah
memberi teladan tentang kebaikan dan keteguhan menepati janji, tentang kebebasan jiwa
yang belum pernah dicapai oleh siapa pun!
Namun demikian, ada sekitar 17 orang dikecualikan dari pengampunannya. Sejak
beliau memasuki Mekah, sudah mengeluarkan perintah agar mereka itu, golongan laki-
lakinya dibunuh, meskipun mereka sudah berlindung ke tirai Ka‘bah. Di antara mereka
itu ada yang bersembunyi dan ada pula yang sudah lari. Keputusan Nabi Muhammad
saw. supaya mereka dibunuh bukan didorong oleh rasa dengki atau karena marah kepada
mereka, melainkan karena kejahatan-kejahatan besar yang mereka lakukan. Beliau tidak
pernah mengenal rasa dengki. Di antara mereka itu terdapat Abdullah bin Abi Sharah,
orang yang dulu sudah masuk Islam dan menuliskan wahyu, kemudian berbalik murtad
menjadi musyrik di pihak Quraisy. Dia menggembar-gemborkan bahwa dia telah
memalsukan wahyu itu waktu ia menuliskannya. Juga Abdullah bin Khatal, yang dulu
sudah masuk Islam kemudian membunuh salah seorang bekas budak. Ia berbalik menjadi
musyrik dan menyuruh kedua budaknya, Fartanah dan temannya, menyanyi-nyanyi
mengejek Nabi Muhammad saw. Di samping itu Ikrimah bin Abu Jahal, orang yang
paling keras memusuhi Nabi Muhammad saw. dan kaum Muslimin dan sampai waktu
Khalid bin Walid datang memasuki Mekah dari arah bawah itu pun tiada henti-hentinya
mengadakan permusuhan. Ketika itu Abu Bakar datang membawa ayahnya yang saat itu
belum memeluk Islam ke hadapan Nabi, Nabi Muhammad saw. berkata, ”Kenapa orang
tua ini tidak tinggal saja di rumah, biar saya yang datang ke sana Rasulullah,” kata Abu
Bakar, ”Sudah pada tempatnya dia yang datang kepadamu daripada engkau yang
mendatanginya”. Nabi mempersilahkan orang tua itu duduk dan dielus-elusnya dadanya,
kemudian katanya, ”Sudilah menerima Islam.” Kemudian ia menyatakan diri masuk
Islam dan menjadi orang Islam yang baik.
Faktor-faktor keberhasilan Nabi Muhammad saw. pada peristiwa Fathu Makkah tidak
terlepas dari perasaan seiman seagama (Islam) yang sudah terlebih dahulu dibina oleh
beliau. Umat Islam bersatu dalam satu kalimat tauhid, hanya kepada Allah berserah diri,
maka dengan kekuatan yang ada pada waktu itu dengan 10.000 pasukan berkeyakinan
dapat menaklukkan kota Mekah. Di samping itu, persaudaraan Muhajirin dan Anshar
yang sudah semakin mapan karena telah dibina oleh Nabi Muhammad saw. selama
keduanya tinggal di Madinah, sehingga semakin memperkokoh persatuan. Di samping
itu, beliau melakukan diplomasi dengan memamerkan 10.000 pasukan kepada tokoh
Mekah, Abu Sufyan juga turut andil membuat penduduk kafir Quraisy Mekah merasa
ketakutan karena harus menghadapi bala tentara yang sangat banyak dan belum pernah
ada sebelumnya. Nabi Muhammad saw. juga melakukan cara persuasif, walau dapat
dipastikan menang, tetapi beliau tetap menyanjung tokoh Quraisy Mekah, Abu Sufyan,
dengan mengampuni setiap penduduk Mekah yang ingin selamat dan aman maka harus
masuk ke rumah Abu Sufyan. Perlu diketahui bahwa Abu Sufyan sangat gila
kehormatan, dengan cara seperti itu, maka para penduduk Mekah berduyun-duyun masuk
agama Islam, seperti Abu Sufyan yang juga masuk Islam menjelang Fathu Makkah.

B. Wafatnya Rasulullah Saw


 Nabi Muhammad saw sakit
Nabi Muhammad saw mulai sakit ketika hari senin bertepatan pada tanggal 29
shafar11 H/ 24 mei 633 M. setelah memberikan pesan kepadaUsamah bin Zaid
supaya menjadi pemimpin perang di Palestina. Ketika pasukan Usamah sudah siap
untuk berangkat perang tiba-tiba Nabi jatuh sakit yang sama sekali Nabi belum pernah
mengalami sakit yang seperti ini sebelumnya. Penyakit yang pernah diderita oleh
beliau tidak lain hanyalah kehilangan nafsu makan dan makan daging yang beracun
akibat dari pemberian wanita yahudi.
Pasukan Usamah tidak jadi berangkat ke medan perang karena Nabi jatuh
sakit, ada riwayat dari Abu Muwaibah menyebutkan bahwa pasukan Usamah tidak
jadi berangkat bukan semata-mata dikarenakan Nabi sakit, tetapi karena orang yang
menggerutu akan penunjukan Usamah sebagai pemimpin pasukan perang dalam usia
yang masih sangat muda.
Sakit yang diderita Nabi semakin lama semakin tambah parah, tetapi dari
keadaan sakit yang diderita beliau masih sempat bergurau sama ‘Aisyah. Ketika
demam semakin tinggi sehingga beliau merasa seperti dibaka rmaka beliau berkata
kepada istri-istri dan keluarganya: “Tuangkanlah tujuh air kirbat dari berbagai sumur,
supaya saya dapat menemui orang-orang dan berpesan kepada mereka.
 Pergi ke Masjid
Setelah beliau merasa lebih ringan, kemudian beliau masuk masjid dengan
kepala yang diikat, hingga beliau duduk di atas mimbar, kemudian beliau berpidato
dihadapan orang-orang yang duduk dihadapan beliau, “Kutukan Allah kepada orang-
orang Yahudi dan Nashrani, karena mereka menjadikan kuburan para nabi mereka
menjadikan masjid. “Dalam riwayat lain disebutkan, “Allah akan memerangi orang-
orang Yahudi dan Nashrani, karena menjadikan kuburan para Nabi mereka menjadi
masjid. “ Lalu beliau melanjutkannya, “Janganlah kalian menjadikan kuburanku
sebagai berhala yang disembah.” Ada juga yang meriwayatkan bahwa beliau
berpidato tentang kepemimpinan Usamah. Setelah beliau melaksanakan shalat dzuhur,
beliau mengulangi pidato yang disampaikan kepada orang-orang di hadapan beliau.
Kemudian beliau memberi pesan kepada Kaum Muhajirin dan Anshar “Aku
wasiatkan kepada kalian tentang orang-orang Anshar. Mereka adalah familiku dan
aibku. Mereka telah melaksanakan kewajiban dan apa yang menyisa adalah milik
mereka. Terimalah orang yang baik di antara mereka.” Dalam suatu riwayat
disebutkan bahwa beliau bersabda: “Sesungguhnya manusia akan semakin bertambah
banyak sedangkan orang-orang Anshar semakin sedikit, hinggaakhirnya mereka
seperti garam dalam makanan. Barang siapa di antara kalian ada yang menangani
suatu urusan yang bias membahayakan dan bermanfaat bagi seseorang, maka
hendaklah dia mau menerima orang yang baik di antara mereka dan memaafkan orang
yang buruk di antara mereka.”
Beliau melanjutkan, “Sesungguhnya ada seorang hamba yang diberi pilihan
oleh Allah, antara diberi kewenangan dunia menurut kehendaknya ataukah apa yang
ada di sisi-Nya.” Abu Said Al-Khudri menuturkan, “Lalu Abu Bakar menangis
sembari berkata, “Demi ayah dan ibu kami sebagai tebusanmu. ”Rasulullah saw
berkata lagi: “Saya belum tahu ada orang yang lebih bermurah hati dalam
persahabatannya dengan saya seperti dia. Sekiranya ada dari hamba Allah yang akan
saya ambil sebagai khalil (teman dekat) maka Abu Bakarlah khalil saya, tetapi
persahabatan dan persaudaraan kita dalam iman, sampai tiba saatnya Allah
mempertemukan kita di sisi-Nya.”
 Kesadaran Nabi Muhammad saw sebelum wafat
Nabi mengingat apa yang telah dilakukan selama hidupnya. Beliau mengingat
ketika diutus oleh Allah sebagai pembimbing dan nabi, mengenang segala yang
pernah dialaminya selama itu, kenikmatan yang diberikan Allah kepadanya sampai
selesai, dan hati Nabi merasa lega karena qalbu orang-orang Arab itu sudah terbuka
menerima agama yang benar. Ataukah selama itu beliau tinggal hanya meminta
ampunan kepada Allah dan dengan sepenuh hati beliau menghadapkan diri seperti
yang biasanya dilakukan selama hidupnya? Ketika Abdurrahman bin Abu Bakar
masuk sambil memegang siwak, ‘Aisyah melihat beliau melirik ke siwak di tangan
Abdurrahman. Karena aku tahu beliau amat suka kepada siwak, maka aku bertanya,
“Apakah aku boleh mengambil mengambil siwak itu untuk engkau?”
Beliau mengiyakan dengan isyarat kepala. Maka aku menggosokkan ke mulut
beliau. Ternyata gosokanku terlalu keras bagi beliau. Kemudian aku menggosokkan
dengan pelan sekali. Di dekat beliau saat itu ada bejana berisi air. Beliau mencelupkan
kedua tangan ke dalam air lalu mengusapkannya ke wajah, sambil bersabda, “Tiada
Ilah selain Allah. Sesungguhnya kematian itu ada sekaratnya.”
Seusai bersiwak beliau mengangkat tangan atau jari-jari, mengarahkan
pandangan ke arah langit-langit rumah dan kedua bibir beliau bergerak-gerak. ‘Aisyah
masih sempat mendengar sabda beliau pada saat-saat itu, “Bersama orang-orang yang
engkau beri nikmat atas mereka dari para nabi, shiddiqin, syuhada, dan shalihin. Ya
Allah, ampuni dosaku dan rahmati aku. Pertemukan aku dengan kekasih Yang Maha
Tinggi ya Allah, Kekasih Yang Maha Tinggi.
Ketika sedang sakaratul maut Nabi berdo’a kepada Allah: “ Ya Allah..
Tolonglah aku dalam sakaratulmaut ini.” Aisyah berkata yang pada waktu itu kepala
Nabi berada di pangkuan ‘Aisyah. Saya perhatikan mukanya, ternyata pandangannya
menatap ke atas seraya berkata: “Dengan sahabat dari surga.” Dan Nabi Muhammad
pulang ke rahmatullah ketika di pangkuan ‘Aisyah.
Saya perhatikan air mukanya, ternyata pandangannya menatap ke atas seraya
berkata: “Dengan sahabat dari surga.” Kataku: “Anda yang telah dipilih maka Anda
memilih yang mengutus Anda dengan membawa kebenaran.” Maka Rasulullah pun
berpulang sambil bersandar antara dada dan leher saya, sehingga saya tidak
merugikan orang lain. Karena kurang pengalaman dan usia saya masih muda,
Rasulullah saw berpulang ketika beliau di pangkuan saya. Kemudian baru saya
letakkan kepalanya di atas bantal, saya berdiri dan bersama-sama perempuan-
perempuan lain saya memukul-mukul muka saya.”
Benarkah Nabi Muhammad sudah meninggal? Itulah yang masih
diperselisihkan orang-orang ketika itu, sehingga hampir-hampir timbul fitnah di
kalangan mereka dengan segala akibat yang akan menjurus kepada perang saudara,
kalau tidak karena Allah yang menghendaki kebaikan juga untuk mereka dan untuk
agama yang lurus, agama yang murni ini.
 Pemakaman Nabi Muhammad saw
Pemakaman Nabi Muhammad dilaksanakan dua hari setelah beliau wafat,
karena banyak peristiwa yang terjadi setelah beliau wafat. Umar bin Khattab sempat
tidak percaya akan berita tentang wafat Nabi. Ia keliru dalam menafsirkan salah satu
ayat al-qur’an, yang menurut pemahannya, Nabi akan hidup lebih lama daripada
mereka semua hingga datang generasi lain. Hingga dia berkata: “ Barang siapa yang
mengatakan bahwa Nabi Muhammad telah mati maka inilah pedangku. Abu Bakar
sebagai shahabat yang lebih tua dan sangat sabarpun berkata: “ Sabar, sabar Umar!”
Abu Bakar berkata: “ Hai manusia! Barang siapa menyembah Muhammad,
sesungguhnya Muhammad telah meninggal, dan barang siapa menyembah Allah,
maka sesungguhnya Allah itu Maha Hidup dan tidak akan pernah mati”. Kemudian
Abu Bakar membacakan firman Allah yang diturunkan sesudah Perang Uhud:
‫ومامحمداالرسول قدخلت من قبله الرسل افائن مات اوقتل انقلبتم على اعقابكم ومن ينقلب ومن ينقلب على عقبيه فلن‬
)143:‫(ال عمر‬.‫يضر هللا شيأوسيجزهللا الشاكرين‬
Artinya: Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul ,sungguh telah berlalu
sebelumnya beberapa rasul. Apakah jika ia wafat atau dibunuh kamu berpaling
kebelakang? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat
mendatangkan manfa’at dan madlarat kepada Allah sedikit pun. Dan Allah akan
memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.
Ibnu Abbas menuturkan, “Demi Allah, seakan-akan mereka tidak tahu bahwa
Allah telah menurunkan ayat ini. Tak seorang pun di antara mereka yang
mendengarnya melainkan membacanya.”
Ibnu Musayyab menuturkan, bahwa Umar berkata: “Demi Allah setelah mendengar
Abu Bakar membacakan ayat tersebut, aku pun menjadi linglung, hingga aku tak
kuasa mengangkat kedua kakiku, hingga aku terduduk ke tanah saat mendengarnya.
Kini aku sudah tahu bahwa Nabi saw memang sudah meninggal dunia.”
Selain ada kejadian Umar yang belum bisa menerima bahwa Nabi Muhammad
telah juga ada berbagai kejadian yang harus diselesaikan sebelum nabi dimakamkan.
Di antara kejadian yang menjadi sebab pemakaman Rasulullah dilaksanakan dua hari
setelahnya adalah:
 Ikrar tsaqifah
ikrar yang diberikan oleh Umar dan Muslimin kepada Abu Bakar untuk menjadikan ia
sebagai khalifah.
 Ikrar umum
ikrar yang diberikan kepada Abu Bakar ketika Umar selesai berceramah, dan ikrar ini
dilaksanakan secara ramai-ramai.
 Pidato khalifah yang pertama
Pidato yang disampaikan Abu Bakar kepada orang-orangyang dihadapannya setelah
Abu Bakar dibaiat. Pidato yang disampaikan adalah:
“Kemudian, Saudara-saudara. Saya sudah terpilih untuk memimpin kalian. Kalau saya
berlaku baik, bantulah saya. Kebenaran adalah suatu kepercayan, dan dusta adalah
suatu penghianatan. Orang yang lemah di kalangan kalian adalah kuat di mata saya,
sesudah haknya nanti saya berikan kepadanya insya Allah dan orang yang kuat, buat
saya adalah lemah sesudah haknya nanti saya ambil insya allah. Apabila ada golongan
yang meninggalkan perjuangan di jalan Allah, maka Allah akan menimpakan
kehinaan kepada mereka. Apabila kejahatan sudah meluas pada suatu golongan, maka
Allah akan menyebarkan bencana pada mereka. Taatilah saya selama saya tat kepada
Allah dan RasulNya. Tetapi apabila saya melanggar perintah Allah dan Rasul maka
gugurlah kesetianmu kepada saya. Laksanakanlah shalat kamu, Allah akan merahmati
kita semua.”
Tidak berkisar itu saja yang menjadi sebab pemakaman Nabi dilaksanakan dua
hari setelah beliau wafat. Di mana Rasulullah dimakamkan? Itu juga menjadi
perdebatan antara kaum Muhajirin dan kaum Muslimin pada waktu itu.
Kaum Muhajirin berpendapat bahwa sebaiknya Rasulullah dimakamkan di Makkah.
karena Makkah merupakan tumpah darah beliau, tapi Muslimin tidak setuju dengan
pendapat itu. Ada juga yang berpendapat bahwa sebaiknya Rasulullah dimakamkan di
Baitul-Maqdis(Yerussalem), karena para nabi dulu dimakamkan di sana. Muslimin
pun tidak menyetujui pendapat ini. Mereka berpendapat bahwa yang paling tepat
adalah di Madinah, kota yang telah memberikan perlindungan, pertolongan dan kota
yang semula bernaung di bawah bendera Islam. Setelah diputuskan Rasulullah akan
dimakamkan di Madinah, selanjutnya kaum Muhajirin dan Muslimin merundingkan
lagi di tempat mana Rasulullah dimakamkan? Satu pihak mengatakan: dimakamkan
di Masjid, tempat beliau berkhutbah dan bimbingan serta memimpin orang shalat, dan
menurut pendapat mereka supaya dimakamkan di tempat mimbar atau di sampingnya.
Tetapi pendapat ini di tolak, mengingat adanya keterangan dari ‘Aisyah , bahwa
ketika Nabi sedang sakit keras, beliau pernah berkata: “Laknat Allah kepada suatu
golongan yang mempergunakan pekuburan nabi-nabi sebagai Masjid.”
Kemudian Abu Bakar memberi keputusan kepada orang-orang yang hadir
dengan mengatakan: “Saya pernah mendengarkan Radulullah saw berkata- Setiap ada
Nabi yang meninggal dimakamkan di tempat dia meninggal.”
Atas dasar itulah maka diambil keputusan, bahwa di tempat tidur ketika Nabi
meninggal, di tempat itulah akan digali.
Di antara keluarga sekaligus shahabat Nabi yang memandikan beliau adalah:
Ali bin Abi thalib, Abbas bin Abdul Muttalib serta kedua putranya, Fadl dan Qusam
serta Usamah bin Zaid. Ketika beliau dimandikan maka bau harum segera timbul dari
badannya, sehingga Ali berkata: “Demi ibu bapaku! Alangkah sedapnya Anda di
waktu hidup, alangkah sedapnya pula Anda sesudah meninggal.” Pemakaman Nabi
pun dilaksanakan setelah proses pemandian dan setelah melakukan perpisahan dengan
jenazah yang suci. Pemakaman dilaksanakan ketika tengah malam yaitu malam Rabu
14 Rabi’ul-awwal 11 H/ 10 Juni 633 M.

C. Tanggapan Kaum Muslimin Tentang Wafatnya Rasulullah

Pada suatu hari pada akhir bulan Safar tahun 10 Hijrah sekembalinya dari makam Al
Baki’ul Ghazbah dan sampai di rumah Aisyah Rasulullah Saw merasa sakit kepala dan
semakin lama semakin berat. Untuk menggantikannya menjadi imam shalat Rasulullah
Saw memerintahkan kepada Abu Bakar dan meskipun Aisyah menghalangi penunjukkan
ini karena takut tidak disetujui orang banyak, namun perintah Rasulullah Saw tetaplah
perintah itu dilaksanakan Abu Bakar dan tidak seorang pun yang tidak menyetujuinya,
sehingga perintah Rasulullah Saw dapat dilakasanakan dengan baik.

Pada hari Senin 12 Rabiul Awal 11 Hijrah atau 8 Juni 632 Hijrah, sepulang dari
masjid dan tiba di rumah Aisyah habislah tenaga Rasulullah Saw, dan akhirnya beliau
wafat di atas pangkuan Aisyah. Melihat wafatnya Rasulullah Saw segera Aisyah keluar
rumah dan memberitahukan kepada kaum muslimin, sehingga berkumpullah kaum
muslimin di masjid sekitar rumah Aisyah. Mereka bingung dan cemas menghadapi
kenyataan bahwa Rasulullah Saw yang mereka cintai telah berpulang ke rahmatullah.

Begitu melihat Rasulullah Saw. wafat kaum muslimin menjadi bingung apa yang
harus diperbuat fikiran mereka tidak sanggup menghadapi kenyataan itu. Para sahabat
tidak membayangkan bahwa Rasulullah Saw benar-benar sudah wafat, sehingga Umar
bin Khattab mengatakan akan membunuh siapa yang mengatakan Rasulullah Saw telah
wafat. Setelah Abu Bakar mengetahui bahwa Rasulullah Saw benar-benar telah wafat,
kemudian berpidato di hadapan kaum muslimin memberitahukan kemangkatan
Rasulullah Saw dan membacakan Surat Ali Imran ayat 144 yang artinya : “Muhammad
itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh Telah berlalu sebelumnya beberapa orang
rasul. apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)?
barangsiapa yang berbalik ke belakang, Maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat
kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang
bersyukur.” (QS. Ali Imran : 144).

Mendengar pidato dan ayat yang dibacakan Abu Bakar maka Umar bin Khattab dan
kaum muslimin yang lain pun insaf dan sadar bahwa Rasulullah Saw yang sangat mereka
cintai dan muliakan memang telah wafat. Sebelum jenazah Rasulullah Saw dimakamkan
telebih dahulu diselenggarakan pemilihan khalifah yang akan menggantikan kedudukan
Rasulullah Saw sebagai pemimpin umat Islam.

Setelah didahului oleh perselisihan antara kaum Anshar dan Muhajirin, akhirnya
terpilihlah Abu Bakar sebagai khalifah. Semua orang menyetujui pengangkatan Abu
Bakar sebagai khalifah. Sepeninggalan Rasulullah Saw seluruh kaum muslimin merasa
sedih yang amat sangat dan setiap kali dibacakan nama ”Muhammad Rasulullah” pada
azan bercucuranlah air mata kaum muslimin mendengarkannya. Mereka mengingat
kembali Rasulullah Saw. Sebagian kaum muslimin telah murtad dari Islam dan tidak
mau membayar zakat. Mereka menganggap bahwa zakat hanyalah upeti yang harus
diberikan kepada Rasulullah Saw, maka setelah Rasulullah Saw wafat zakat tidak perlu
diberikan lagi. Di samping itu beberapa sebagai kaum muslimin lain telah membuat dan
mengangkat nabi palsu. Di antara mereka yang mengangkat dirinya sebagai nabi adalah :

1. Thulaihan bin Khuwailid.

2. Sa’jah Tamimiyah.

3. Musailamah Al-Kazzab.

Kejadian-kejadian ini akhirnya dapat ditumpas oleh Abu Bakar selama masa
pemerintahannya yaitu 2 tahun 3 bulan dengan manyiapkan 11 pasukan tentara kaum
muslimin untuk memberantas para perusuh itu. Dengan keberhasilannya Abu Bakar
menumpas para perusuh tersebut suasana dalam negeri kembali tenteram dan kaum
muslimin dapat melaksanakan kehidupan sehari-hari sebagaimana bisanya.

D. Perkembangan Islam Sepeninggalan Rasulullah

Di zaman Rasulullah seluruh Jazirah Arab telah dikuasai kaum Muslimin. Daerah-
daerah Romawi di Syiria telah jatuh ke tangan Islam pada masa peperangan Mukhtah
tahun 8 Hijrah. Dalam perang ini telah gugur Zaid bin Haritssah, Abdullah bin
Rawahahy dan Ja’far bin Abi Thalib dan pemimpin tentara ditunjuk Khalid bin Wa’lid.
Kemudian pada tahun 9 Hijriyah, penyerangan Khalid diteruskan ke Tabuk yaitu sekitar
daerah antara Madinah – Palestina dan diikatlah perdamaian daerah kabilah dari Aylah di
pinggir laut Kalzum. Lalu dilanjutkan ke Daumatul Jandal.

Menjelang wafat Rasulullah beliau mengirim panglima Usamah bin Haritsah ke Utara
di Palestina pada tahun 11 Hijriyah. Tetapi karena terhalang wafat Rasulullah akhirnya
penyerangan Usamah ditunda dan baru diteruskan pada zaman Abu Bakar. Dengan
demikian maka daerah kekuasaan Islam sepeninggalan Rasulullah berbatasan dengan
Yerusalam sebelah Utara Laut Merah di sebelah Barat. Dalam Kitab Suci Al Quran dapat
kita baca yaitu:

‫فى َرسُو ِل هَّللا ِ اُس َوةٌ َح َسنَةٌ لِ َمن َكانَ يَر ُجوهَّللا َ َواليَو َم اآل ِخ َر َو َذ َك َر هَّللا َ َكثِيرًا‬
ِ ‫لَقَد َكانَ لَ ٌكم‬

Artinya : “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab :
21)
Rasullulah SAW wafat pada 2 Rabiul Awal 11 H tanpa meninggalkan surat wasiat
kepada seseorang untuk eneruskan kepemimpinannya (keKhalifahan). Sekelompok orang
berpendapat bahwa Abu bakar lebih berhak atas kekhalifahan karena Rasulullah
meridhainya dalam soal-soal agama, salah satunya dengan mengimami shalat berjamaah
selama beliau sakit.
Oleh karena itu, mereka menghendaki agar Abu bakar memimpin urusan keduaniaan,
yakni kekhalifahan. Kelompok yang lain berpendapat bahwa orang yang paling berhak
atas kekhalifahan adalah Ahlul bait Rasulullah SAW, yaitu Abdullah bin Abbas atau Ali
bin Abu Thalib.
Selain itu, masih ada sekelompok lain yang berpendapat bahwa yang paling berhak
atas kekhalifahan adalah salah seorang kaum Quraisy yang termasuk dalam kaum
Muhajirin gelombang pertama. Kelompok lainnya berpendapat, bahwa yang paling
berhak atas kekhalifahan yaitu kaum Anshar. Ada tiga golongan yang bersaing keras
terhadap perebutan kepemimpinan ini, yaitu Anshar, Muhajirin dan keluarga Hasyim.
Dalam pertemuan dibalai pertemuan Bani Saidah di Madinah, kaum Anshar
mencalonkan Saad bin Ubadah, pemuka Kazraj, sebagai pemimpin umat. Sedangkan,
Muhajirin mendesak Abu Bakar sebagai calon mereka karena dipandang paling layak
untuk menggantikan nabi. Di pihak lain, terdapat sekelompok orang yang menghendaki
Ali bin Abi Thalib, karena nabi telah merujuk secara terang-terangan sebagai
penggantinya, di samping Ali merupakan menantu dan kerabat nabi.
Masing-masing golongan merasa paling berhak menjadi penerus nabi. Namun, berkat
tindakan tegas dari tiga orang, yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Abu Ubaidah bin
Jarrah yang dengan melakukan semacam kudeta (coup detat) terhadap kelompok,
memaksa Abu Bakar sendiri sebagai deputi nabi. Besar kemungkinan tanpa intervensi
mereka persatuan umat yang menjadi modal utama bagi hari depan komunitas muslim
yang masih muda itu berada dalam tanda tanya besar.
Dengan semangat ukhuwah Islamiyah, terpilihlah Abu Bakar, Ia adalah orang Quraisy
yang merupakan pilihan ideal karena sejak pertama menjadi pendamping nabi, ia sahabat
yang paling memahami risalah Muhammad, bahkan ia merupakan kelompok as-sabiqun
al-awwalun yang memperoleh gelar Abu Bakar Ash-Shiddiq.

1. Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq (13/632-634 M)

Abu Bakar, nama lengkapnya ialah Abdullah bin Abi Quhafa AtTamimi. Dia
memangku jabatan khalifah selama dua tahun lebih sedikit, yang dihabiskannya
terutama untuk mengatasi berbagai masalah dalam negeri yang muncul akibat
wafatnya nabi. Terpilihnya Abu Bakar telah membangun kembali kesadaran dan
tekad umat untuk bersatu melanjutkan tugas tugas mulia nabi. Ia menyadari bahwa
kekuatan kepemimpinannya bertumpu pada komunitas yang besatu ini, yang pertama
kali menjadi perhatian khalifah adalah merealisasikan keinginan nabi yang hampir
tidak terlaksana, yaitu mengirimkan ekspedisi ke perbatasan Suriah di bawah
pimpinan Usamah. Hal tersebut dilakukan untuk membalas pembunuhan ayahnya,
Zaid, dan kerugian yang diderita oleh umat Islam dalam perang Mutah.

Sebagian sahabat menetang kersa rencana ini, tetapi khalifah tidak peduli.
Nyatanya ekpedisi itu sukses dan membawa pengaruh positif bagi umat Islam,
khususnya di dalam membangkitkan kepercayaan diri mereka yang nyaris pudar. Hal
menarik dari Abu Bakar, bahwa pidato inaugurasi yang diucapkan sehari setelah
pengangkatannya, menegaskan totalitas kepribadian dan komitmen Abu Bakar
terhadap nilai-nilai Islam dan Strategi meraih keberhasilan tertinggi bagi umat
sepeninggal Rasulullah.

Wahai manusia! Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu,padahal


aku bukanlah orang yang terbaik diantaramu. Maka jikalau aku dapat menunaikan
tugasku dengan baik, bantulah (ikutlah) aku, tetapi jika aku nerlaku salah, maka
luruskanlah! Orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat
mengambil hak dari padanya. Sedangkan orang yang kamu lihat lemah, aku pandang
kuat sampai aku dapat mengembalikan haknya kepadanya. Maka hendakklah kamu
taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, namun bila mana aku
tiada mematuhi Allah dan Rasul-Nya, kamu tidak perlu mematuhiku," kata Abu bakar
dalam pidato inauguarsinya.

Kebijakan Abu Bakar selama memimpin, yaitu engiriman pasukan dibawah


Pimpinan Usamah ke Romawi, Memberantas Pembangkang zakat. Kemudian Perang
Riddah dan pengumpulan Al-Quran, Perluasan wilayah ke Irak, Syiria, Hirab,
Memerangi Nabi palsu, Kekuasaan bersifat sentralistik, legislatif, eksekutif dan
yudikatif juga hukum dipegang langsung oleh khalifah, beliau wafat pada hari Senin,
23 Agustus 624 M, setelah lebih kurang selama 15 hari terbaring di tempat tidur. Ia
berusia 63 selama kekhalifahannya berlangsung 2 tahun 5 bulan 11 hari. karena sakit
dan mewasiatkan agar Umar menggantikan sepeninggalnya.
2. Umar Bin Khatthab (13-23 H/634-644 M)

Umar bin Khatthab nama lengkapnya adalah Umar Bin Khatthab bin Nufail
keturunan Abdul Uzza Al-Quraisy dari suku Adi; salah satu suku yang terpandang
mulia. Umar dilahirkan di Mekah empat tahun sebelum kelahiran Nabi SAW. Umar
masuk Islam pada tahun kelima setelah kenabian, dan menjadi salah satu sahabat
terdekat Nabi SAW. Kemudian oleh Rasulullah dijadikan sebagai tempat rujukan oleh
nabi mengenai hal-hal yang penting. Ia dapat memecahkan masalah yang rumit
tentang siapa yang berhak menggantikan Rasulullah dalam memimpin umat setelah
wafatnya Rasulullah SAW.

Dengan memilih dan menbaiat Abu Bakar sebagai khalifah Rasulullah


sehingga ia mendapat penghormatan yang tinggi dan dimintai nasihatnya serta
menjadi tangan kanan khalifah yang baru itu. Sebelum meninggal dunia, Abu Bakar
telah menunjuk Umar bin Khatthab menjadi penerusnya. Rupanya masa dua tahun
bagi khalifah Abu Bakar belumlah cukup menjamin stabilitas keamanan terkendali,
maka penunjukkan ini dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan terjadinya
perselisihan di kalangan umatnya.

Umar bin Khatthab menyebut dirinya Khalifah Khalifati Rasulillah atau


pengganti dari pengganti Rasulullahh. Ia juga mendapat gelar Amir Al Mukminin
(komandan orang-orang beriman) sehubungan dengan penaklukan-penaklukan yang
berlangsung pada masa pemerintahannya. Khalifah Umar juga meletakkan prinsip-
prinsip demokratis dalam pemerintahannya dengan membangun jaringan
pemerintahan sipil yang sempurna.

Kekuasaan Umar tidak memberikan hak istimewa tertentu. Tiada istana atau
pakaian kebesaran, baik untuk Umar sendiri maupun bawahannya sehingga tidak ada
perbedaan antara penguasa dan rakyat, dan mereka setiap waktu dapat dihubungi oleh
rakyat. Kehidupan khalifah memang merupakan penjelmaan yang hidup dari prinsip-
prinsip egaliter dan demokratis yang harus dimiliki seorang kepala Negara.

Khalifah Umar memerintah selama 10 tahun lebih 6 bulan 4 hari. Kematiaanya


sangat tragis, seorang budak bangsa Persia bernama Fairus atau Abu Luluah secara
tibatiba menyerang dengan tikaman pisau tajam kea rah khalifah yang akan
mendirikan shalat subuh yang telah ditunggu oleh jamaahnya di masjid Nabawi di
pagi buta itu. Khalifah terluka parah, dari para pembaringannya ia mengangkat Syura
(komisi pemilih) yang akan memilih penerus tongkat kekhalifahannya. Khalifah Umar
wafat 3 hari setelah penikaman atas dirinya, yakni 1 Muharam 23 H/644 M.

3. Usman Bin Affan (23-36 H/644-656 M)

Khalifah ketiga adalah Utsman bin Affan, Nama lengkapnya ialah Utsman bin
Affan bin Abil Ash bin Umayyah dari suku Quraisy. Ia memeluk Islam karena ajakan
Abu Bakar, dan menjadi salah seorang sahabat dekat Nabi SAW. Meski memiliki
kekayaan melimpah tapi Usman berlaku sederhana, dan sebagian besar kekayaannya
digunakan untuk kepentingan Islam. Ia mendapat julukan zun nurain, artinya yang
memiliki dua cahaya, karena menikahi dua putrid Nabi SAW secara berurutan setelah
salah satu meninggal.

Selain itu. Usman juga merasakan penderitaan yang disebabkan oleh tekanan
kaum Quraisy terhadap kaum muslimin Mekah, dan ikut hijrah ke Abenesia beserta
istrinya.Utsman menyumbang 950 ekor unta dan 50 bagal serta 1000 dirham dalam
ekspedisi untuk melawan Bizantium di perbatasan Palestina. Ia juga membeli mata air
orang-orang Romawi yang terkenal dengan harga 20.000 dirham untuk selanjutnya
diwakafkan bagi kepentingan umat Islam, dan pernah meriwayatkan hadis kurang
lebih 150 hadis.

Seperti halnya Umar, Utsman diangkat menjadi khalifah melalui proses


pemilihan. Bedanya, Umar dipilih atas penunjukan langsung sedangkan Utsman
diangkat atas penunjukan tidak langsung, yaitu melewati badan Syura yang dibentuk
oleh Umar menjelang wafatnya. Karya monumental Utsman lain yang
dipersembahkan kepada umat Islam ialah penyusunan kitab suci Alquran.

Penyusunan Alquran dimaksudkan untuk mengakhiri perbedaan-perbedaan


serius dalam bacaan Alquran. Disebutkan bahwa selama pengiriman ekspedisi militer
ke Armenia dan Azerbaijan, perselisihan tentang baccan Alquran muncul dikalangan
tentara muslim, sebagiannya direkrut dari Suriah dan sebagian lagi dari Irak. Adapun
ketua dewan penyusunan Alquran, yaitu Zaid bin Tsabit, sedangkan yang
mengumpulkan tulisan-tulisan Alquran antara lain adalah dari Hafsah, salah seorang
istri Nabi SAW. Kemudian dewan itu membuat beberapa salinan naskah Alquran
untuk dikirimkan ke berbagai wilayah kegubernuran sebagai pedoman yang benar
untuk masa selanjutnya.

Sekelompok orang mengepung rumah khalifah, dan membunuhnya ketika


Khalifah Utsman sedang membaca Alquran, pada tahun 35 H/17 juni 656 M.

4. Ali Bin Abi Thalib (36-41 H/656-661 H)

Khalifah keempat adalah Ali bin Abi Thalib. Ali adalah keponakan dari
menantu nabi. Ali putra Abi Thalib bin Abdul Muthalib. Ia sepupu nabi SAW yang
telah ikut bersamanya sejak bahaya kelaparan mengancam kota Mekah, demi untuk
membantu keluarga pamannya yang mempunyai banyak putra. Abbas, paman nabi
yang lain membantu Abu Thalib dengan memelihara Jafar, anak Abu Thalib yang
lain. Ia telah masuk Islam pada usia sangat muda.

Ketika nabi menerima wahyu yang pertama, menurut Hasan Ibrahim Hasan
Ali berumur 13 tahun, atau 9 tahun menurut Mahmudunnasir. Ia menemani nabi
dalam perjuangan menegakkan Islam, baik di mekah maupun di Madinah, dan ia
diambil menantu oleh Nabi SAW dengan menikahkannya dengan Fathimah, salah
seorang putri Rasulullah, dan dari sisi keturunan Nabi SAW berkelanjutan. Karena
kesibukannya merawat dan memakamkan jenazah Rasulullah SAW, ia tidak
berkesempatan membaiat Abu Bakar sebagai khalifah, tetapi ia baru membaiatnya
setelah Fathimah wafat.

Ali adalah seorang yang memiliki banyak kelebihan, selain itu ia adalah
pemegang kekuasaan. Pribadinya penuh vitalitas dan energik, perumus kebijakan
dengan wawasan yang jauh ke depan. Ia adalah pahlawan yang gagah berani,
penasihat yang bijaksana, penasihat hukum yang ulung, dan pemegang teguh tradisi,
seorang sahabat sejati, dan seorang lawan yang dermawan. Ia telah bekerja keras
sampai akhir hayatnya dan merupakan orang kedua yang berpengaruh setelah
Muhammad.

Tugas pertama yang dilakukan oleh Khalifah Ali ialah menghidupkan cita-cita
Abu Bakar dan Umar, menarik kembali semua tanah hibah yang telah di bagikan oleh
Utsman kepada kaum kerabatnya ke dalam kepemilikan negara. Ali juga segera
menurunkan semua gubernur yang tidak disenangi rakyat. Utsman bin Hanif diangkat
menjadi penguasa Basrah menggantikan Ibnu Amir, dan Qais bin Saad dikirim ke
Mesir untuk menggantikan gubernur negeri itu yang dijabat oleh Abdullah. Gubernur
Suriah, Muawwiyah, juga diminta meletakkan jabatan, tetapi ia menolak perintah Ali,
bahkan ia tidak mengakui kekhalifahannya. Tepat pada 17 Ramadhan 40 H (661),
khalifah Ali terbunuh pembunuhnya adalah Ibnu Muljam, seorang anggota Khawarij
yang sangat fanatik. Pada tanggal 10 Ramadhan 40 H (660 M) masa pemerintahan Ali
berakhir.

Anda mungkin juga menyukai