Anda di halaman 1dari 16

PEMBENTUKAN PERADABAN PERIODE KENABIAN

FASE MAKKAH
Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Peradaban Islam

Dosen Pengampu:

Bapak Dr. H. Khotib M.Ag

Disusun oleh:

1. Ahmad Baihaqi (07020323030)


2. Alfaizah Fiddaroini (07050323122)
3. Aisyah Mufarrohah (07040323074)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2023

I
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas ke hadirat Allah Swt. yang telah menciptakan ilmu yang
berlimpah agar semua manusia berilmu dan dapat mengamalkan ilmunya. Atas
segala Rahmat, Hidayat dan Inayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Pembentukan Peradaban Periode Kenabian Fase Makkah” dengan tepat
waktu, sholawat serta salam tetap tercurah limpahkan kepada baginda agung Nabi
Muhammad SAW. Yang telah menjadi petunjuk umat manusia dari kegelapan
dengan cahaya Al Quran, semoga kita kelak bisa mendapatkan syafa’atnya kelak
di hari akhir nanti amiiin.

Pada makalah ini kami akan mengulas seputar konsep dakwah nabi pada
periode Makkah.

Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah
Peradaban Islam. Oleh karena itu, kami mengetahui bahwa makalah ini pasti
penuh kekurangan, kami mohon kritik dan saran yang membangun agar kami bisa
membuat makalah yang lebih baik ke depannya. Akhir kata kami sampaikan
terima kasih.

Surabaya, 10 Oktober 2023

Tim Penyusun

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................II
DAFTAR ISI.........................................................................................................III
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................2
PEMBAHASAN.....................................................................................................2
A. Asal Usul dan Karakteristik Kepribadian Nabi.............................................2
B. Strategi Dakwah Fase Makkah.....................................................................4
BAB III..................................................................................................................12
KESIMPULAN dan SARAN..............................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13

III
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dalam sejarah Islam, fase Makkah merupakan periode awal


peradaban Islam yang penuh dengan tantangan dan rintangan. Nabi
Muhammad SAW, sebagai rasul terakhir dalam ajaran Islam, menghadapi
berbagai macam perlawanan dan kesulitan dalam menyampaikan
dakwahnya. Dalam fase ini, Nabi Muhammad menggunakan berbagai
strategi dakwah untuk mengajarkan ajaran tauhid dan nilai-nilai Islam
kepada masyarakat Makkah yang pada saat itu masih hidup dalam tradisi
jahiliyah.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana asal-usul dan karakteristik Nabi Muhammad saw.?


2. Apa strategi dakwah yang diterapkan Nabi Muhammad SAW. dalam
penyebaran agama islam selama di Makkah?

C. Tujuan

1. Mengetahui asal-usul dan karakteristik Nabi Muhammad saw.


2. Mengetahui strategi dakwah yang diterapkan Nabi Muhammad SAW.
dalam penyebaran agama islam selama di Makkah.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Asal Usul dan Karakteristik Kepribadian Nabi

Nabi Muhammad SAW merupakan keturunan dari bani Hasyim,


kabilah yang berkuasa dalam suku Quraisy. Kelahiran Nabi Muhammad
bertepatan dengan peristiwa tahun gajah. Pada saat itu, pasukan
penunggang gajah yang dipimpin oleh Abraham, gubernur kerajaan
Habsyi (Ethopian) hendak menyerang Makkah untuk menghacurkan
ka’bah. Namun atas kuasa Allah tentara itu hancur diserang oleh burung
ababil yang menghujani mereka dengan batu berapi yang berasal dari
neraka.

Ayah Nabi Muhammad bernama Abdullah bin Abdul Mutthalib bin


Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin
Luay bin Ghalib bin Fihr (Quraisy) bin Malik ibn al-Nadhr bin Kinanah,
Abdul Mutthalib adalah seorang kepala suku Quraisy yang besar
pengaruhnya. Ayahnya salah seorang anak Nazar bin Ma’ad bin Adnan.
Mereka adalah anak cucu Nabi Ibrahim as. Sedangkan, ibunya adalah
Aminah bin Wahb al-Zuhriyyah al-Quraisyiyyah, (Amin, 2010).

Muhammad dilahirkan di Makkah pada hari Senin, 12 Rabiul Awal


di tahun Gajah sekitar tahun 570 M/ 52 sebelum Hijriah. Ia terlahir dalam
keadaan yatim karena ayahnya wafat ketika ia masih dalam kandungan.
Tidak hanya itu, kebiasaan orang arab menggunakan jasa susuan membuat
Muhammad tidak banyak mendapatkan asuhan ibu secara langsung.
Tercatat dalam sejarah bahwa perempuan yang pertama kali menyusui
Muhammad adalah Tsuwaibah al-Aslamiyah. Sementara perempuan yang
mengasuhnya adalah Ummu Ayman Barakah.1 Setelah itu ia disusui oleh

1
Ibnu Katsir, al-Si>rah al-Nabawiyyah, ed. Mushtafa Abdul Wahid (Beirut: Daru al-Ma’rifah,
1976), hal. 223

2
Sayyidah Halimah al-Sa’diyyah hingga berusia 4 tahun. 2 Setelah itu,
Muhammad kembali diasuh oleh ibu kandungnya namun hanya selama
dua tahun, Ketika Muhammad memasuki usia 6 tahun, ibunya wafat
setelah berziarah ke makam suaminya di desa al-Abwa’ yang berlokasi di
antara Makkah dan Yatsrib.3

Sepeninggalan Aminah, Muhammad kecil dirawat oleh kakeknya


yaitu Abdul Muthalib. Namun, 2 tahun kemudian kakeknya pun meninggal
dunia karena usia yang sudah tua. Dan saat itu, usia Muhammad sudah 8
tahun dan akhirnya diasuh oleh pamannya, Abu Thalib. Dalam usia muda,
Muhammad berprofesi sebagai seorang pengembala kambing. Dengan
kejujurannya, beliau dipercaya untuk mengembalakan kambing bangsa
Arab pada saat itu. Muhammad selalu menghidarkan dirinya dari segala
sesuatu perilaku yang tercela sampai akhirnya ia dijuluki sebagai al-amin
yang artinya orang yang terpercaya.

Pada usia 25 tahun, Muhammad melakukan perjalanan ke Syiria


(Syam) untuk berdagang dengan membawa barang dagangan janda kaya
yang bernama Siti Khadijah. Khadijah tertarik untuk bekerja sama dengan
Muhammad setelah mendengar tentang kepribadiannya yang luar biasa.
Berkat kejujuran dan keamanahannya, Muhammad mendapatkan hasil
yang berlipat ganda dari keuntungan kebiasaan orang lain ketika
berdagang. Siti Khadijah pun semakin kagum dibuatnya dan memutuskan
untuk melamarnya. Pernikahan pun terjadi antara Muhammad dan Siti
Khadijah. Pasangan itu dikaruniai 6 orang anak, 2 orang anak laki-laki dan
4 orang perempuan yaitu Qosim, Abdullah, Zainab, Ruqayah, Ummu
Kalsum dan Fatimah. Kedua putranya meninggal ketika masih kecil. Nabi
Muhammad tidak kawin lagi sampai umur 50 tahun, (Hugiono, 1992).

Ada perisitiwa penting dalam sejarah ketika Nabi Muhammad


menjadi penengah antara para pemuka kaum Arab yang sedang berselisih

2
Ali al-Shollabi, al-Si>rah al-Nabawiyyah, hal. 49
3
Ibid., 53

3
tentang peletakan Hajar Aswad. Saat Nabi Muhammad berumur tiga puluh
lima tahun semua suku Quraisy berencana merenovasi bangunan Ka’bah
yang rusak dikikis air banjir. Masing-masing suku berebut dan tidak
menemukan solusi hingga hampir berujung pada pertikaian antar suku.
Hingga akhirnya Abu Umayyah ibn Mughiro al-Makhzumi datang dan
memberi solusi pada semua suku Quraisy agar mengangkat seseorang
yang disepekati oleh semua suku sebagai penengah. Penengah yang
diusulkan adalah siapa saja yang pertama kali memasuki pintu masjid. 4
Ternyata orang pertama yang masuk melalui pintu masjid adalah Nabi
Muhammad. Semuanya pun sepakat untuk mengangkat Nabi Muhammad
sebagai penengah dalam menyelesaikan kasus ini. Nabi Muhammad
memberi solusi agar diberi sebuah kain besar sebagai alat mengangkat
Hajar aswad. Setiap kepala suku diberi kehormatan memegang ujung kain
sehingga semua suku mendapatkan kehormatan mengangkat Hajar aswad
dan tidak ada yang saling iri di antara mereka. Dengan begitu
permasalahan yang timbul dapat terselesaikan.5

B. Strategi Dakwah Fase Makkah

Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi seorang nabi ketika


menginjak usia 40 tahun. Turunnya wahyu pertama yakni surat al-alaq 1-5
menjadi tanda dimulainya peradaban Islam di Makkah. Ketika itu
Rasulullah sedang berdiam di gua hira yang sering didatangi berkali-kali
untuk mengasingkan diri (uzlah) merenungi keadaan kaumnya yang
semakin jauh dari jalan kebenaran. Setelah menerima wahyu pertama yang
disampaikan oleh Malaikat Jibril, Rasulullah pulang ke rumah Khadijah
(istrinya) dalam keadaan takut dan gemetar. Khadijah (istrinya) adalah

4
Ibnu Hisyam, al-Si>rah al-Nabawiyah, Jilid I, hal. 16
5
Badrut Tamam, “Nabi Muhammad Pra dan Pasca Kenabian: Proses Pembentukan Pribadi Luhur
dan Karakter Agung Sang Rasul,” al Dhikra | Jurnal Studi Qur’an dan Hadis 2, no. 1 (26
September 2022)

4
orang pertama yang mendengar kenabian dan mempercayainya sehingga ia
disebut sebagai wanita pertama yang masuk Islam (assabiqunal awwalun).

Setelah wahyu pertama turun, terjadilah masa-masa kekosongan


wahyu (fatratul wahyi), yakni tidak adanya wahyu yang turun selama
beberapa waktu. Setelah melalui masa fatratul wahyi ini, kemudian
turunlah wahyu kedua yakni surat al-muddatsir ayat 1-7. Turunnya wahyu
pertama menjadi tanda pengangkatan Rasulullah menjadi nabi, sementara
turunnya wahyu kedua menjadi tanda pengangkatan beliau menjadi rasul
Allah yang dianugerahi tugas untuk menyampaikan wahyu-Nya kepada
umat manusia. Ada tiga tahapan dalam strategi dakwah Rasulullah yang
dilakukan dikota mekkah diantaranya:

1. Dakwah secara sembunyi-sembunyi (sirriyah)


Pokok materi dakwah pada fase Makkah ini lebih berfokus
pada penanaman ketauhidan dan Al-Quran. Pada saat itu, tauhid
menjadi hal yang sangat asing bagi penduduk Makkah. Apabila
penyampaian dakwah tauhid dilakukan dengan metode yang tidak
tepat, tentu akan menyebabkan penduduk Makkah terkejut dan
berujung menolak ajaran yang disampaikannya. Oleh sebab itu,
Rasulullah memulai strategi dakwah pertamanya dengan beberapa
metode pendekatan.
a. Pendekatan Personal (Manhaj Da'wah Fardiyyah).
Pendekataan ini digunakan dengan menyampaikan pesan
dakwah kepada orang-orang terdekatnya secara sembunyi-
sembunyi, mulai dari keluarga dekat dan karib sahabatnya.
Pendekatan ini diambil untuk mendapatkan dukungan dari pihak-
pihak terdekat dan untuk menghindari penolakan dan kontroversi
yang dapat menimbulkan kegaduhan sosial, khususnya di
kalangan pemuka dan pembesar Quraisy.
Melalui pendekatan ini, terdapat para tokoh dan orang
terpandang yang bersedia memeluk agama Islam, antara lain:

5
Khadijah binti Khuwailid (istri Nabi), Abu Bakar al-Shiddiq, Ali
bin Abi Thalib (sepupu Nabi), Zaid bin Haritsah, (anak angkat
Nabi), Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin
Auf, Saad bin Abi Waqqash, dan Thalhah bin Ubaidillah, serta
beberapa tokoh Quraisy laki-laki dan perempuan dan sejumlah
Maula atau bekas budak dan beberapa perempuan.
Sikap dan pendekatan yang diambil ini menunjukkan
kombinasi antara usaha yang maksimal dan ketawakkalan yang
tinggi. Meski dakwah ini merupakan perintah Allah dan
kesuksesannya berada dalam jaminan-Nya, namun
pelaksanaannya tetap memperhatikan sisi kemanusian, khususnya
terkait aspek keamanan dan kondusifitas dalam masyarakat.
Analisa terhadap situasi harus dilakukan sebelum memulai
dakwah. Jika kondisi tidak memungkinkan umtuk menyampaikan
dakwah secara terbuka, maka dakwah secara personal tentu
menjadi pilihan yang efektif dan efisien.
b. Pendekatan Majalis Ta'limiyah (Manhaj Barnamij Tarbawiyah).
Pendekatan ini merupakan kelanjutan dari pendekatan
sebelumnya. Jika pada tahap awal, dakwah Nabi dilakukan secara
sembunyi dengan cara personal, pada tahap ini nabi mulai
melakukannya secara kolosal dengan memberikan fokus
pembelajaran secara bersama-sama dalam satu momen. Meski
belum sampai tahap terbuka, namun pendekatan melalui majlis
ta'lim ini telah membuka ruang kebersamaan di antara para
pemeluk Islam awal. Pada era ini, tempat yang menjadi lokasi
pelaksaan dakwah adalah rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam
(Patmawati, 2014).
Selain rumah al-Arqam Ibn al-Arqam, kediaman Rasulullah
menjadi tempat istimewa untuk menyampaikan dakwah. Hal ini
dilakukan sejak awal, terlebih lagi setelah dinilai bahwa
pendekatan ini sangat efektif. khususnya dalam membentuk kader

6
dan pejuang dakwah yang menjadi pendukung dan pembela
risalah dakwah.
Melalui rumah Rasulullah dan rumah al-Arqam inilah
cahaya hidayah menyebar dan menyelimuti Mekkah. Tokoh
Quraisy tidak pernah memproyeksikan, melalui pendekatan
personal ini, para objek dakwah Rasulullah menjadi pemeluk
setia, penyebar dan pejuang tangguh sejak dari awal hingga
kewafatan dan pasca wafatnya Rasulullah SAW. Melalui
pendekatan ini ini juga pemimpin-pemimpin hebat yang
kemudian menjadi pewaris setelah kewafatannya (al-Khulafa' al-
Rasyidun al-Arba'ah).
2. Dakwah Terang-Terangan
Strategi dakwah ini dimulai setelah Rasulullah SAW menerima
wahyu QS Asy-Syuara ayat 214 atau al-hijr: 94. Sejak saat itu, Rasulullah
mulai berdakwah secara lebih luas dengan menggunakan berbagai cara,
mulai dengan berkomunikasi secara terbuka dengan Bani Abdul Muthalib,
berdialog secara terbuka dengan seluruh masyarakat di bukit Shafa, dan
menyebarluaskan ajaran tauhid dan mengajarkan kesamaan derajat antara
manusia. Kemudian pertemuan khusus untuk mempelajari tilawah Al-
Qur’an dan sebagainya kepada orang-orang yang beriman kepada beliau.
Setelah strategi dakwah ini mulai menunjukkan keberhasilannya,
karena pengikut dakwah Rasulullah mulai bertambah, para pemuka suku
Quraisy mulai resah dan marah serta semakin keras ancaman yang
ditunjukkan kepada Nabi Muhammad. Hal tersebut disebabkan karena
berbagai faktor,6 yakni:
a. Mereka tidak dapat memilah dan memisahkan antara kenabian dengan
kekuasaan. Mereka beranggapan bahwa mengikuti seruan Muhammad
berarti menyatakan diri tunduk dan taau kepada Bani Abdul Muthalib.

6
Dean Antania S dkk., “Pembentukan Peradaban Periode Kenabian: Makkah,” Jurnal Pendidikan
Dan Konseling (JPDK) 4, no. 6 (8 Desember 2022): 1–11, https://doi.org/10.31004/jpdk.v4i6.9902.

7
b. Nabi Muhammad mengkampanyekan persamaan hak dan kedudukan
antara kalangan bangsawan dan hamba sahaya.
c. Ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW menyalahi budaya
mereka, yaitu taklid kepada ajaran dan kepercayaan nenek moyang
yang sudah mengakar pada bangsa Arab. Para pemuka Quraisy juga
tidak terima ajaran Nabi Muhammad tentang hari kebangkitan dan
pembalasan di alam akhirat.
d. Pemahat dan pedagang patung beranggapan bahwa Islam sebagai
agama yang menghambat rezeki mereka, karena semakin banyak
orang yang meninggalkan menyembah berhala.
Banyak cara yang ditempuh para pemimpin Quraisy untuk
mencegah perjuangan Nabi Muhammad. Pertama-tama mereka
menyangka jika kekuatan Nabi SAW terletak pada perlindungan dan
pembelaan paman beliau, yakni Abu Thalib yang sangat disegani. Sebab
itu, mereka menyusun taktik untuk melepaskan hubungan dan
perlindungan nabi Muhammad dari Abu Thalib dengan cara
mengancamnya. Pemimpin Quraisy meminta Abu Thalib memilih dua
opsi, pertama memerintahkan Nabi Muhammad menghentikan dakwahnya
atau menyerahkan Nabi Muhammad kepada mereka. Sebagai balasannya
Abu Thalib dijamin terhindar dari kesulitan yang tidak diinginkan. Karena
diplomasi kaum Quraisy tersebut, Abu Thalib merasa terancaman,
sehingga ia mengharapkan Nabi Muhammad menghentikan dakwahnya.
Namun Nabi Muhammad menolak menghentikan dakwahnya meski
dengan resiko dikucilkan oleh seluruh anggota keluarga. Karena terharu
dengan tekad Nabi Muhammad, Abu Thalib akhirnya mempersilahkan
keponakannya itu untuk terus berdakwah dan berjanji akan terus
membelanya.
Merasa gagal dengan taktik ini, kaum Quraisy selanjutnya
mengutus Walib ibn Mughirah bersama Umarah ibn Walid, seorang
pemuda yang gagah dan tampan untuk ditukarkan dengan Nabi
Muhammad. Walid ibn Mughirah menawarkan Umarah kepada Abu

8
Thalib, sebagai gantinya Umarah meminta Nabi Muhammad. Namun hal
ini ditolak keras oleh Abu Thalib.
Berikutnya kuam Quraisy menemui langsung Nabi Muhammad.
Mereka mengutus Utbah ibn Rabiah, seorang pakar retorika untuk
membujuk nabi, mereka menawarkan tahta, harta dan wanita agar Nabi
Muhammad meninggalkan kegaitan dakwahnya. Semua tawaran dari
kaum Quraisy itu ditolak oleh nabi. Nabi Muhammad menyatakan tekad
yang bulat tidak akan berhenti berdakwah meski kaum Quraisy bisa
meletakkan matahari di tangan kanan dan bulan di tangan kirinya.
Setelah menempuh cara-cara diplomasi, kaum Quraisy tetap gagal
membujuk Nabi Muhammad, meski kekerasan secara fisik yang
sebelumnya sudah dijalankan semakin ditingkatkan. Bahkan Abu Jahal
sampai ingin membunuh Nabi Muhammad dengan berusaha
menghancurkan kepala beliau saat sujud dalam sholatnya menggunakan
batu besar, kemudian paman Rasulullah Abu Lahab bin Abdul Muthalib
juga membenci Rasulullah sampai-sampai melempar kotoran ke pintu
rumah Rasulullah. Adapula seseorang yang meludahi Rasulullah ketika
beliau berdakwah yaitu Aqobah bin Mu’itah, semua itu dilakukan agar
dakwah Rasulullah terhenti.
Tindakan kekerasan semakin mereka intensifkan jika mereka
mengetahui bahwa di lingkungan rumah tangga mereka ada yang pindah
ke agama Islam. Budak-budak mereka yang selama ini dianggap sebagai
harta sebagian sudah memeluk agama Islam dan memiliki kepercayaan
yang berbeda dengan tuannya. Karena pindah agama, mereka disiksa
tuannya dengan cara yang sangat kejam. Para pemimpin Quraisy juga
memerintahkan setiap keluarga menyiksa anggota keluarganya yang
pindah memeluk agama Islam hingga ia murtad kembali.
Puncak dari penghalang dakwah tersebut adalah pemboikotan
ekonomi oleh kaum Quraisy pada keturunan Nabi Muhammad SAW dan
kaum Muslimin, serta kaum Hasyim dan Muthalib. Adapun isi dari
pemboikotan tersebut adalah kaum kafir Quraisy tidak mau berbicara

9
dengan orang islam, tidak mau melakukkan jual beli dengan orang islam,
dan tidak mau menikah dengan orang islam. Semua itu dilakukan agar
Rasulullah tau bahwa kaum Quraisy menentang dakwah beliau.

3. Dakwah di Luar Makkah


Penyiksaan dan penindasan kaum muslimin yang terus-menerus
dilakukan oleh para kafir Quraisy menyebabkan Nabi Muhammad SAW
memutuskan untuk berdakwah di luar kota Makkah. Pada perode ini, Nabi
Muhammad memutuskan untuk pergi berdakwah ke luar Makkah, yaitu
wilayah Taif sebelah tenggara Makkah dengan ditemani Zaid bin Haritsah.
Ketika di taif, Nabi Muhammad mendatangi para pemuka dan
menyampaikan dakwahnya. Namun, kondisi masyarakat di Taif tidak lebih
baik dibandingkan penduduk Makkah, sehingga dakwah Nabi Muhammad
di Taif tidak diterima sampai akhirnya Nabi kembali ke Makkah.
Atas perintah Allah, Rasulullah kemudian memerintahkan sebagian
sahabat untuk berhijrah ke Habasyah. Beliau tahu bahwa pemimpin
Habasyah pada saat itu, Ashamah an-Najasyi, adalah raja yang adil dan
tidak akan membiarkan kedzaliman terjadi di hadapannya.
Pendelegasian pertama dalam lipatan sejarah dakwah adalah
diutusnya Ja'far bin Abu Talib dan beberapa sahabat ke Habasyah
(Ethiopia) (Ibnu al-Qayyim, 2006). Meskipun pendelegasian Ja'far
bertujuan untuk meminta perlindungan kepada Raja Najasyi. tetapi
pendekatan ini telah mampu membuka mata Raja Najasyi tentang sosok
nabi akhir zaman, eksistensi kenabian Isa bin Maryam serta kemukjizatan
Al-Qur'an.
Kemampuan logika Ja'far bin Abu Thalib dalam perdebatan dengan
utusan kaum Quraisy di hadapan raja bukan sekedar dapat menyelematkan
mereka dari ancaman jiwa, namun berhasil mengambil hati Raja Najasyi
hingga memberikan dukungan dakwah jaminan keselamatan (Ibnu Katsir,
2003). Pendekatan ini terbilang efektif dalam menjelaskan hakikat Islam,

10
khususnya di hadapan objek dakwah yang memiliki kejernihan jiwa dan
kebersihan logika serta pengaruh yang besar di kalangan manusia lain (Ab.
Aziz Mohd. Zin, 2005). Ja'far bin Abu Thalib, bukan hanya
mendakwahkan Islam di hadapan pembesar dan Raja Najasyi, namun juga
dapat menunjukkan kedhaliman yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam
dari kalangan pembesar kafir.

11
BAB III

KESIMPULAN dan SARAN

Berbagai macam pendekatan yang dilakukan oleh rasulallah semata mata


untuk menyebar luaskan risalah yang dibawa beliau.rasulullah melakukan analisis
terhadap kondisi Masyarakat pada saat itu dan menerapkan strategi dakwah
dengan bimbingan wahyu dari allah SWT. berbagai macam siksaan dan ancaman
yang ditujukan kepada Rasulallah dan umatnya tak membuat semangat mereka
surut dalam menempuh jalan kebenaran. Dengan begitu kita bisa mengambil
hikmah dan suri tauladan dari perjuangan rasulallah dan umat terdahulu,semoga
kita ditakdirkan menjadi pribadi yang dapat menerapkan semangat rasulallah
dalam aktifitas kita, waallahu a’lam bis showwab

Wabillahi taufiq wal hidayah,wassalamualaikum.wr.wb

12
DAFTAR PUSTAKA

Dean Antania S, Dinda Oktovia, Dhitami Dhitami, dan Tri Yunita Nabila.
“Pembentukan Peradaban Periode Kenabian: Makkah.” Jurnal Pendidikan
Dan Konseling (JPDK) 4, no. 6 (8 Desember 2022): 1–11.
https://doi.org/10.31004/jpdk.v4i6.9902.
Hisyam, Ibnu al-sirah al nabawiyah. Jilid I
Tamam, Badrut. “Sang Rasul Nabi Muhammad Pra dan Pasca Kenabian: Proses
Pembentukan Pribadi Luhur dan Karakter Agung,” al Dhikra Jurnal Studi
Qur’an dan Hadis 2, no. 1

13

Anda mungkin juga menyukai