Anda di halaman 1dari 6

1.

Makna Hijrah Nabi Muhammad SAW


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi hijrah dalam bentuk nominal
berarti perpindahan Nabi Muhammad SAW bersama sebagian pengikutnya dari
Makkah ke Madinah untuk menyelamatkan diri dari tekanan kaum kafir Quraisy,
Makkah.

Sedangkan dalam bentuk verbal, hijrah berarti berpindah atau menyingkir untuk
sementara waktu dari suatu tempat ke tempat lain yang lebih baik dengan alasan
tertentu (keselamatan, kebaikan, dan sebagainya).

Dalam sudut pandang Islam, hijrah tidak hanya dimaknai sebagai perpindahan
tempat semata, melainkan juga dipahami sebagai perpindahan dari satu situasi yang
tidak baik ke situasi yang lebih baik.
Sejarah hijrah Rasulullah ke Madinah memiliki hikmah yang dapat dipetik. Semua ini
bermula dari perjalanan Rasulullah berdakwah di Kota Mekkah. Setelah tiga tahun
berdakwah sembunyi-sembunyi, Rasulullah mengumumkan syiar Islam di Mekkah.
Dakwah adalah perjalanan panjang, tidak selalu berjalan mulus hingga Rasulullah
melangsungkan hijrah. Berikut ini adalah sejarah hijrah rasulullah ke Madinah.

2. Keadaan Dakwah Islam di Mekkah


Tidak semua orang Mekkah dapat menerima syiar Islam. Bila menerima, maka
konsekuensinya adalah mereka harus meninggalkan adat dan tradisi yang telah
dilakukan secara turun temurun. Seperti berhenti menyembah berhala, api,
pengundian nasib, dan masih banyak lagi. Kaum Quraisy juga khawatir, apabila
Islam terus berkembang di Mekkah, dapat menggantikan posisi mereka yang selama
ini berkuasa.

Berbagai upaya dilakukan oleh kaum kafir Quraisy untuk menghentikan dakwah
Rasulullah, dari cara yang paling halus sampai menggunakan kekerasan. mengusik
umat muslim, menyiksa para budak, melemahkan ekonomi umat muslim, hingga
membuat Mekkah menjadi tempat yang tidak aman untuk bermukim.

Rasulullah memikirkan bagaimana cara umatnya dapat hidup dengan aman


memeluk agama Islam. Ada usulan untuk menghijrahkan seluruh umat muslim ke
tempat lain, namun hijrah bukanlah hal yang dapat dilakukan semudah membalikan
telapak tangan. Perlu perencanaan, selain itu belum adanya perintah dari Allah SWT
untuk melakukan hijrah. 

3. Perjanjian Aqabah, Awal Mula Sejarah Hijrah Rasulullah ke


Madinah
Suatu hari pada tahun kenabian yang ke-12, datang 12 rombongan jamaah haji dari
Kota Yastrib bertemu dengan Rasulullah. Rasulullah memberikan dakwah kepada
mereka, dan disambut baik. Setelah menerima dakwah dari Rasulullah, 12 jamaah
ini menyatakan keislaman dan melakukan bai’at kepada Nabi Muhammad. Bai’at
atau perjanjian ini dilakukan di Bukit Aqabah, yang menyatakan kesetiaan kepada
Nabi Muhammad SAW serta tidak akan menyekutukan Allah. Berjanji tidak akan
membunuh ataupun melakukan perbuatan curang dan dusta.

Rasulullah mengirimkan Mush’ab bin ‘Umair dan ‘Amr bin Ummi Maktum untuk pergi
ke Yatsrib, dengan tujuan mensyiarkan Islam, mengajarkan shalat dan nilai-nilai
Agama Allah. Pada tahun kenabian ke-13, Rasulullah kembali melakukan bai’at
aqabah yang kedua, kepada 73 orang pria dan dua orang wanita dari Yastrib saat
tengah malam. Dalam perjanjian kedua, perjanjian tersebut menyatakan bahwa
penduduk Yastrib bersedia untuk melindungi Nabi Muhammad SAW, ikut
memajukan dan menyiarkan agama Islam, serta menerima segala risiko.

Setelah Bai’at Aqabah kedua, Rasulullah memerintahkan umat muslim untuk hijrah
secara sembunyi-sembunyi dan berkelompok secara bergantian, agar tidak
diganggu oleh kaum kafir Quraisy. Hanya Umar bin Khattab saja yang hijrah secara
terang-terangan.

Kota Yastrib merupakan nama yang digunakan sebelum ‘Madinah’. Kota di mana
terdapat dua suku yang besar, yang selalu bertengkar selama puluhan tahun. Oleh
sebab itu disebut sebagai kota Yastrib yang memiliki arti mencela dan menghardik.
Saat hijrah, Nabi Muhammad mengganti nama Yastrib menjadi al-Madinah al-
Munawwarah, yang artinya ‘Kota yang Bercahaya’.

4. Sejarah Perjalanan Hijrah Rasulullah ke Madinah


Informasi umat muslim melakukan hijrah, terdengar sampai ke telinga para
penguasa Mekkah. Mereka khawatir kekuatan Umat Islam semakin kuat apabila
pindah ke tempat lain, lalu kemudian suatu hari datang menyerang mereka merebut
kekuasaan Mekkah. Oleh sebab itu, mereka hendak menggagalkan perkembangan
Islam. 

Ketika seluruh umat muslim telah keluar Mekkah, tinggal Nabi Muhammad dan Abu
Bakar yang belum keluar dari Mekkah. Kaum kafir Quraisy berencana menghentikan
syiar Islam dengan membunuh Nabi Muhammad.

Pada suatu malam, orang Quraisy hendak menghampiri rumah Nabi Muhammad
untuk membunuhnya. Namun, sebelum itu terjadi, Nabi Muhammad telah meminta
Ali bin Abi Thalib untuk pura-pura berbaring menggunakan mantelnya di Rumah
Nabi Muhammad, dan kemudian pergi diam-diam ke rumah Abu Bakar. Sebelumnya
Abu Bakar telah menyiapkan dua ekor unta untuk mereka pergi ke Madinah. Namun,
Nabi Muhammad lebih memilih cara lain untuk pergi ke sana. 
Pada malam hari, Rasulullah dan Abu Bakar pergi bertolak ke arah selatan menuju
Gua Tsur, tempat persembunyiannya. Tidak ada seorang pun yang tahu tempat
persembunyian mereka kecuali Abdullah bin Abu Bakar, Aisyah dan Asma binit Abu
Bakar, serta Amir bin Fuhairah.

Dalam proses perjalanan sejarah hijrah Rasulullah ke Madinah, orang-orang Quraisy


terus menyusuri Mekkah dan sekitarnya, niat mereka untuk membunuh Nabi
Muhammad sangat besar. Saat mereka tiba di depan Gua Tsur, kemudian
berpapasan dengan seorang gembala, dan bertanya kepadanya.

Salah satu dari orang Quraisy mendekati mulut Gua Tsur dan kembali turun lagi.
Kawan-kawannya bertanya, kenapa tidak melihat masuk ke dalam gua.

Orang tersebut menjawab, “Ada sarang laba-laba di gua itu yang masih utuh, tidak
rusak, dan memang sudah ada sejak Muhammad lahir. Aku juga melihat dua ekor
burung di gua, jadi aku tahu tidak ada orang di dalam gua.”

Kaum Quraisy sama sekali tidak tahu, bahwa di dalam Gua Tsur ada Rasulullah
yang sedang berdoa dan Abu Bakar yang sedang ketakutan, mendekatkan dirinya
ke Nabi Muhammad. “La Tahzan Innallaha Ma’ana”, bisik Rasulullah di telinga Abu
Bakar yang artinya “jangan bersedih, Allah bersama kita”.

Sarang laba-laba dan dua ekor burung tersebut merupakan kuasa Allah yang telah
dijelaskan dalam firman-Nya Quran Surat Al-Anfaal ayat 30 yang berbunyi, "Dan
(ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu
untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu.
Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah
sebaik-baik Pembalas tipu daya."

Allah memberikan tipu daya yang kepada Kaum Quraisy, sehingga mereka tidak
dapat menangkap Nabi Muhammad dan Abu Bakar. Melalui peristiwa ini, Allah
juga menguatkan mental Nabi Muhammad dan Abu Bakar untuk melanjutkan hijrah
ke Madinah.

Pada hari ke-3, Asma puteri Abu Bakar datang menemui mereka untuk memberikan
perbekalan. Kemudian Rasulullah dan Abu Bakar berangkat ke Madinah melalui
jalan yang tidak biasa dilalui orang, bersama Abdullah bin Uraiqit, sebagai penunjuk
jalan. Mereka menuju Tihama, daerah dekat laut merah. Berjalan siang malam tanpa
kenal lelah hingga tiba di Madinah dan disambut dengan penuh kerinduan oleh Umat
Muslim.

Ketika tiba di Madinah, banyak orang yang meminta Rasulullah untuk tinggal di
rumahnya. Namun Rasulullah membiarkan untanya memilih rumah. Hingga berhenti
di sebuah rumah punya dua anak yatim, Sahl dan Suhail bin Amr. Di situlah
Rasulullah tinggal dan membangun Masjid pertama di Madinah.
5. Strategi Dakwah Nabi Muhammad SAW di Madinah

Setelah hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad SAW menerapkan sejumlah strategi


dakwah untuk menjadikan Madinah sebagai pusat pemerintahan Islam di kala itu.

1. Mendirikan Rumah Ibadah

Setelah beberapa bulan Rasulullah sampai di Madinah, beliau


memerintahkan umat Islam untuk membangun masjid di tanah yang dibeli
dari dua anak yatim, yaitu Sahal dan Suhail asuhan Mu'adz bin Afra.

Masjid itu kelak dikenal sebagai Masjid Nabawi, sebagai pusat dakwah, selain
untuk melaksanakan ibadah, dan mengajarkan nilai-nilai persaudaraan. Tidak
hanya itu, Masjid Nabawi juga menjadi sarana penting untuk merundingkan
masalah-masalah yang dihadapi umat Islam.

2. Menciptakan Persaudaraan Baru

Umat Islam yang meninggalkan Makkah ke Madinah dikenal sebagai


golongan Muhajirin dan orang-orang Madinah disebut kaum Anshar. Ketika
berhijrah ke Madinah, banyak kaum muslimin Makkah yang menderita
kemiskinan karena meninggalkan harta kekayaan mereka di Makkah.

Untuk mengatasi hal tersebut, Nabi Muhammad SAW mengikat persaudaraan


baru antara kaum Muhajirin dan Anshar. Sebagai misal, Abu Bakar
dipersaudarakan dengan Kharijah bin Zuhair, Ja'far ibnu Abi Thalib dengan
Mu'az ibnu Jabal, dan lain sebagainya. Persaudaraan yang dibangun atas
ukhuwah agama dan disatukan sendiri oleh Nabi Muhammad itu memiliki
pertalian erat, serta kekuatan utuh dalam Islam.

Dengan mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar, nabi Muhammad


SAW mengajarkan kepada kita bahwa sesama muslim itu seperti saudara. 
Seperti dalam hadis nabi Muhammad SAW bersabda “Seorang muslim itu
adalah saudara muslim lainnya, dia tidak boleh menzaliminya dan
menghinakannya. Barang siapa yang membantu keperluan saudaranya,
maka Allah akan memenuhi keperluannya. Barang siapa yang melapangkan
satu kesusahan seorang muslim, maka Allah akan melapangkan satu
kesusahan di antara kesusahan-kesusahan hari Kiamat nanti. Dan barang
siapa yang menutup aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya
pada hari Kiamat.” (HR. Muslim, 4677).

3. Perjanjian dengan Masyarakat Non-Muslim Madinah

Selain mempunyai hubungan baik dengan kabilah-kabilah Arab di Madinah,


Nabi Muhammad kemudian membuat perjanjian damai dengan masyarakat
Yahudi dan non-muslim Madinah.

Perjanjian itu dikenal dengan sebutan Piagam Madinah yang berisi


pernyataan bahwa para warga muslim dan non-muslim di Yatsrib (Madinah)
adalah satu bangsa, dan orang Yahudi dan Nasrani, serta non-muslim lainnya
akan dilindungi dari segala bentuk penistaan dan gangguan.

Piagam Madinah yang berisi 47 pasal itu mengatur perpolitikan, keamanan,


kebebasan beragama, serta kesetaraan di muka hukum, perdamaian, dan
pertahanan Madinah di masa itu.

4. Membangun Pranata Sosial dan Pemerintahan

Nabi Muhammad SAW mendakwahkan Islam di Madinah bukan hanya dalam


bentuk agama, melainkan juga sistem politik, pemerintahan, militer, dan lain
sebagainya. Karena itu juga, ayat-ayat Al-Quran yang turun di di periode
Madinah (ayat-ayat Madaniah) sebagian besar berisi aturan muamalah dan
pembinaan hukum.

Strategi dakwah Nabi Muhammad adalah strategi membentuk pratana sosial


dan pemerintahan dalam bentuk negara Islam, yang pusat pemerintahannya
di Madinah. Dakwah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW di Madinah
memperoleh sambutan beragam.

Ada yang menerimanya dengan tangan terbuka, ada yang menolaknya


terang-terangan, dan ada juga yang diam-diam tidak suka atas dakwah
tersebut, namun tidak berani berterus-terang karena umat Islam berjumlah
mayoritas di Madinah.

6.Hikmah dari Perjalan Hijrah Nabi Muhammad SAW

Perjalanan hijrah Nabi Muhammad SAW sejatinya bukan sekedar perjalanan dari
satu tempat ke tempat lainnya, tetapi sebuah perjalanan spiritual yang memiliki
hikmah dan pelajaran yang dapat kita petik sebagai umatnya.  Beberapa pelajaran
tersebut adalah sebagai berikut:

1. Jika di suatu tempat terjadi kemunkaran dan umat Islam tidak mampu untuk
mengubah kemunkaran tersebut, maka hendaknya ia tidak berdiam diri dan segera
meninggalkan tempat itu. Namun, bila upaya perbaikan masih bisa diusahakan
walaupun sedikit demi sedikit, maka tidak mengapa untuk bertahan di tempat
tersebut dan beriktiar menumpas kemunkaran.

2. Selama berlangsungnya hijrah, Rasulullah SAW telah menunjukkan betapa


rapinya Beliau dalam merancang dan menjalankan strategi dakwah. Meskipun
dakwah ini pasti mendapat pertolongan dari Allah SWT tetapi Rasulullah SAW tetap
menjalani semua sunnatullah (hukum sebab akibat) dalam keberhasilan dakwahnya
sebagaimana manusia biasa lainnya.

3. Kegigihan Nabi Muhammad SAW dalam berdakwah terlihat jelas melalui usaha
Beliau dalam mencoba berbagai inovasi baru dalam berdakwah.dan disertai dengan
alasan-alasan yang relevan yang melatar-belakanginya.

4. Sebagai seorang pemimpin, Rasulullah SAW sangat bertanggung jawab dan


memikirkan umatnya. Segala cara Beliau upayakan agar umatnya terhinar dari
siksaan dan provokasi pihak lain. Bahkan, Nabi Muhammad SAW pula yang paling
terakhir keluar dari Makkah setelah semua umat Islam selamat dalam hijrahnya
menuju Madinah.

Anda mungkin juga menyukai