Anda di halaman 1dari 32

Dakwah Nabi Muhammad Periode Madinah

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dikota mekkah telah kita ketahui bahwa bangsa quraisy dengan segala upaya akan
melumpuhkan gerakan Muhammad Saw. Hal ini di buktikan dengan pemboikotan yang
dilakukan mereka kepada Bani Hasyim dan Bani Mutahlib. Di antara pemboikotan tersebut
adalah:
- Memutuskan hubungan perkawinan
- memutuskan hubungan jual beli
- memutuskan hubungan ziarah dan menziarah dan lain-lain

Pemboikotan tersebut tertulis di atas kertas shahifah atau plakat yang di gantungkan di
kakbah dan tidak akan di cabut sebelum Nabi Muhammad Saw. Menghentikan gerakannya.
Nabi Muhammad Saw. Merasakan bahwa tidak lagi sesuai di jadikan pusat dakwah Islam
beliau bersama zaid bin haritsah hijrah ke thaif untuk berdakwah ajaran itu ditolak dengan
kasar. Nabi Saw. Di usir, di soraki dan dikejar-kejar sambil di lempari dengan batu.
Walaupun terluka dan sakit, Beliau tetap sabar dan berlapang dada serta ikhlas. Meghadapi
cobaan yang di hadapinya.
Saat menghadapi ujian yang berat Nabi Saw bersama pengikutnya di perintahkan oleh
Allah SWT untuk mengalami isra dan mi’raj ke baitul maqbis di palestina, kemudian naik
kelangit hingga ke sidratul muntaha.
Kejadian isra dan mi’raj terjadi pada malam 17 rajab tahun ke-11 dari kenabiannya
(sekitar 621 M) di tempuh dalam waktu satu malam.

1.2. Tahapan Periode Madinah


Dengan berpindahnya Nabi saw dari Mekkah maka berakhirlah periode pertama
perjalanan dakwah beliau di kota Mekkah. Beliau berjuang antara hidup dan mati
menyerukan agama Islam di tengah masyarakat Mekkah dengan jihad kesabaran, harta benda,
jiwa dan raga. Sebelum memasuki Yatsrib, Nabi saw singgah di Quba selama 4 hari
beristirahat, Nabi mendirikan sebuah masjid quba dan masjid pertama dalam sejarah Islam.
Tepat hari Jumat 12 Rabiul awal tahun 1 hijrah bertepatan 24 September 6 M, Nabi saw
mengadakan shalat Jum'at yang pertama kali dalam sejarah Islam dan Beliau pun berkhotbah
di hadapan muslimin Muhajirin dan Anshar.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Faktor Hijrahnya Kaum Muslimin ke Madinah

1. Rencana-rencana jahat kafir Quraisy terhadap diri Nabi Muhammad dan kaum Muslimin
diantaranya,
2. Fitnah tentang Nabi Muhammad dituduh juru penerang yang memecah belah masyarakat
3. Abu Jahal sangat memusuhi Nabi Muhammad sehingga dia ingin membunuhnya
4. Kaum Muslimin yang di Makkah dikucilkan oleh masyarakat Makkah selama tiga tahun.

Faktor Dipilihnya Kota Yastrib untuk Hijrah :


1. Madinah adalah tempat yang paling dekat dengan Makkah
2. Sebelum jadi Nabi, Muhammad telah mempunyai hubungan yang baik dengan penduduk
madinah karena kakek nabi, Abdul Mutholib, mempunyai istri orang Madinah
3. Penduduk Madinah sudah dikenal Nabi bahwa mereka memiiki sifat yang lemah lembut.
4. Nabi Muhammad SAW mempunyai kerabat di madinah yaitu bani Nadjar.
5. Bagi diri Nabi sendiri, hijrah ke Madinah karena perintah Allh SWT.

Pada tahun ke-13 sesudah Nabi Muhammad diutus, 73 orang penduduk Madinah
berkunjung ke Makkah untuk mengunjungi Nabi dan meminta beliau agar pindah ke
Madinah. Dikarenakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan penduduk Madinah mudah
menerima ajaran Islam yaitu :

1. Bangsa arab Yastrtib lebih memahami agama-agama ketuhanan Karena mereka sering
mendengar tentang Allah, wahyu, kubur, hisab, berbangkit, surga dan neraka.
2. Penduduk Yastrib memerlukan seorang pemimpin yang mampu mempersatukan suku-suku
yang saling bermusuhan.
Selama dalam perjalanan ke Madinah beliau mengalami banyak gangguan selain diganggu
oleh Suraqah yang mengejar beliau sekaligus pembunuh bayaran, beliaupun sempat singgah
ke Kubah dan mendirikan masjid yang dikenal dengan Masjid Kuba, dalam Al-Qur'an disebut
dengan Masjid Taqwa . Masjid inilah yang pertama kali dibangun oleh Nabi Muhammad
SAW.
Setelah ada berita bahwa Nabi Muhammad dalam perjalanan menuju kota Madinah maka
kaum Muslimin Madinah sudah nenunggu kedatangan beliau dengan penuh kerinduan dan
penghormatan. Pada hari Jum'at tahun pertama hijriah bertepatan dengan tanggal 2 Juli 622
M, Nabi beserta rombongan Muhajirin lainnya disambut meriah oleh penduduk Madinah
sambil melagukan sebuah syair yang terkenal. Pada hari jum'at itu pula Nabi untuk pertama
kali mengadakan Shalat Jum'at bersama kaum Muhajirin dan Anshor.
Setelah Nabi menetap di Madinah, barulah Nabi mulai mengatur semua untuk kebaikan dan
kepentingan penduduk Madinah serta kepentingan umat Islam. Peristiwa hijrah nabi ke
Madinah akhirnya dijadikan sebagai awal perhitungan tahun hijriah.
2.2.Arti Hijrah dan Tujuan Hijrah Rasulullah SAW

Hijrah adalah berpindah. Maka dari itu istilah hijrah di sini dapat diartikan sebagai
pindahnya Rasul dari Mekah ke Madinah. Tanggal 12 Rabiul awal tahun pertama hijrah,
tepatnya tanggal 28 Juni 622 M.
Bertujuan untuk:
1. Menyelamatkan diri dari berbagai macam tekanan kaum kafir kuraisy yang diterima
oleh umat islam
2. Untuk mendapatkan keamanan dan kebebasan dalam berdakwah serta beribadah,
sehingga dapat meningkatkan dakwah di jalan Allah dalam rangka menegakan
kalimat tauhid.
Madinah adalah kota mulia. Kemuliaannya karena beberapa aspek; Madinah adalah
Daar Al-Hijrah Rasulullah SAW dan sahabatnya, ia adalah markaz da’wah Rasulullah
sekaligus tempatnya wafat dan dimakamkan, tempat turunnya syariat Islam, titik tolak
(nuqthah inthilaq) perjuangan dan penyebaran Islam, pusat pemerintahan Islam hingga masa
Utsman bin Affan, dan Madinah adalah kota mulia karena didiami oleh orang-orang mulia
dan dimuliakan Allah swt. Bukti kemuliaan kota Madinah termaktub bukan hanya dalam
kitab sirah, tetapi dalam hadis-hadis Rasulullah saw.
َ‫سولُكَ أَدْعُوكَ ِِل َ ْه ِل ْال َمدِينَ ِة ِمثْ َل َما دَ َعاك‬ ُ ‫ِيم َخ ِليلَكَ َو َع ْبدَكَ َونَبِيَّكَ دَ َعاكَ ِِل َ ْه ِل َم َّكةَ َوأَنَا ُم َح َّمد ٌ َع ْبد ُكَ َونَبِيُّكَ َو َر‬ َ ‫اللَّ ُه َّم إِ َّن إِب َْراه‬
َ‫ار ِه ْم اللَّ ُه َّم َحبِبْ إِلَ ْينَا ْال َمدِينَةَ َك َما َحبَّبْتَ إِلَ ْينَا َم َّكة‬ َ ‫اركَ لَ ُه ْم فِي‬
ِ ‫صا ِع ِه ْم َو ُم ِد ِه ْم َوثِ َم‬ ِ َ‫عوكَ أ َ ْن تُب‬
ُ ْ‫بِ ِه إِب َْراهِي ُم ِِل َ ْه ِل َم َّكةَ نَد‬
Artinya : Ya Allah, sesungguhnya Ibrahim kekasih, hamba, dan Nabi-Mu, ia telah berdoa
kepada-Mu untuk penduduk Mekkah, dan aku Muhammad hamba, Nabi, dan Rasul-Mu
berdoa kepada-Mu bagi penduduk Madinah sebagaimana doa Ibrahim bagi penduduk
Mekkah, kami memohon kepada-Mu kiranya Engkau memberkahi perdagangan dan
pertanian mereka. Ya Allah jadikanlah cinta kami kepada Madinah sebagaimana Engkau
menjadikan cinta kami.
Nama-Nama Ulama Madinah Dari Zaman Nabi Sampai Sekarang adalah sebagai
Berikut:
 Abu Bakar Ash-Shidiq (Sahabat)
 Umar bin Khattab (Sahabat)
 Utsman bin Affan (Sahabat)
 Ali bin Abi Thalib (Sahabat)
 Abu Hurairah (Sahabat)
 Abdullah bin Umar (Sahabat)
 Abi Said al-Khudri (Sahabat)
 Zaid bin Sabit (Sahabat)
 Sa’id bin al-Musayyab (Tabi’in)
 Urwah bin Zubair (Tabi’in)
 Ibnu Syihab Al-Zuhri (Tabi’in)
 Malik bin Anas (Tabi’ut Tabi’in)
 Ibnu Taimiyah (Kholaf)
 Abdullah bin Baz (Kholaf)
 Syaikh Al-Utsaimin (Kholaf)
2.3.Dakwah Rasullullah SAW. Periode Madinah
Setelah tiba dan diterima penduduk Yatsrib (Madinah), Nabi resmi menjadi pemimpin
penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai. Berbeda dengan periode
Makkah, pada periode Madinah, Islam, merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang
berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad
mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala Negara.
Dengan kata lain, dalam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spiritual dan
kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai Rasul secara otomatis merupakan kepala Negara.
Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah berlangsung selama sepuluh tahun, yakni
dari semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijriah sampai dengan wafatnya
Rasulullah SAW, tanggal 12 Rabiul Awal tahun ke-11 hijriah.
Materi dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW pada periode Madinah, selain
ajaran Islam yang terkandung dalam 89 surat Makiyah dan Hadis periode Mekah, juga ajaran
Islam yang terkandung dalam 25 surat Madaniyah dan hadis periode Madinah. Adapun ajaran
Islam periode Madinah, umumnya ajaran Islam tentang masalah sosial kemasyarakatan.
Mengenai dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang belum masuk Islam bertujuan
agar mereka bersedia menerima Islam sebagai agamanya, mempelajari ajaran-ajarannya dan
mengamalkannya, sehingga mereka menjadi umat Islam yang senantiasa beriman dan
beramal saleh, yang berbahagia di dunia serta sejahtera di akhirat.
Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT bukan hanya untuk bangsa Arab, tetapi untuk
seluruh umat manusia di dunia, Allah SWT berfirman:
Artinya: “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam.” (QS. Al-Anbiyaa’, 21:107)

Tujuan dakwah Rasulullah SAW yang luhur dan cara penyampaiannya yang terpuji,
menyebabkan umat manusia yang belum masuk Islam banyak yang masuk Islam dengan
kemauan dan kesadaran sendiri. Namun tidak sedikit pula orang-orang kafir yang tidak
bersedia masuk Islam, bahkan mereka berusaha menghalang-halangi orang lain masuk Islam
dan juga berusaha melenyapkan agama Islam dan umatnya dari muka bumi. Mereka itu
seperti kaum kafir Quraisy penduduk Mekah, kaum Yahudi Madinah, dan sekutu-sekutu
mereka.
Setelah ada izin dari Allah SWT untuk berperang, sebagaimana firman-Nya dalam surah
Al-Hajj ayat 39 dan Al-Baqarah ayat 190, maka kemudian Rasulullah SAW dan para
sahabatnya menyusun kekuatan untuk menghadapi peperangan dengan orang kafir yang tidak
dapat dihindarkan lagi.
Artinya: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena
Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa
menolong mereka itu” (Q.S. Al-Hajj, 22:39).
Artinya: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena
Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa
menolong mereka itu” (Q.S. Al-Hajj, 22:39).
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang
lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl, 16: 125)

2.4.Strategi Dakwah Rasulullah Saw Periode Madinah


Pokok-pokok pikiran yang dijadikan strategi dakwah Rasulullah SAW periode Madinah
adalah:
1. Berdakwah dimulai dari diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak orang lain meyakini
kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya, maka terlebih dahulu orang yang
berdakwah itu harus meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya.
2. Cara (metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Surah An-
Nahl, 16: 12
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl, 16: 125)
3. Berdakwah itu hukumnya wajib bagi Rasulullah SAW dan umatnya sesuai dengan petunjuk
Allah SWT dalam Surah Ali Imran, 3: 104
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-
orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran, 3: 104)
4. Berdakwah dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata, bukan dengan untuk
memperoleh popularitas dan keuntungan yang bersifat materi.
Masyarakat Islam atau masyarakat madani adalah masyarakat yang menerapkan ajaran Islam
pada seluruh aspek kehidupan, sehingga terwujud kehidupan bermasyarakat yang baldatun
tayyibatun wa rabbun gafur, yakni masyarakat yang baik, aman, tenteram, damai, adil, dan
makmur di bawah naungan rida Allah SWT dan ampunan-Nya.
2.5 Peperangan pada saat di Madinah
1. Perang Badar
Terjadi tanggal 17 Ramadhan tahun 2 hijrah bertepatan 8 januari 623 M. Kaum
muslimin berjumlah 314 orang sedangkan kafir kuraisy berjumlah 1000 orang.

2. Perang Uhud
Terjadi pada pertengahan bulan sya”ban tahun ke 3 hijrah bulan januari tahun 625 M.
Terjadi di Gunung Uhud, sebelah utara kota Madinah. Perang ini terjadi karena kaum kafir
Kuraisy ingin membalas kekalahan di perang sebelumnya. Kaum muslimin berkekuatan 700
orang, kaum kuraisy berjumlah 3000 orang. Peperangan umat islam di pimpin oleh Nabi
Muhammad SAW, Kaum kuraisy di pimpin oleh Abu Sufyan bin Harb yang di damping
istrinya Hindun.
Penyebab kekalahan kaum muslimin antara lain:
1. Tentara panah berjumlah 50 orang ingkar pada Rasull
2. Adanya kaum munafik 300 orang
3. Perbedaan pendapat antara kaum tua dan muda

3. Perang Khandaq ( Ahzab)


Terjadi pada bulan syawal tahun ke lima hijrah pada bulan maret tahun 627 M,
Terjadi di sebelah utara kota Madinah. Di sebut Khandaq(parit) karena kaum muslimin
membuat parit pertahanan, Dinamakan perang ahzab karena kaum kuraisy bersekutu dengan
penduduk lain yang berada di kota Mekah. Kaum muslimin berkekuatan 3000 oarng, kaum
kuraisy berjumlah 10000 orang.

2.6 Usaha Rasulullah untuk membentuk masyarakat islam

1. Membangun Masjid
Masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah SAW di Madinah ialah Masjid Quba,
yang berjarak ± 5 km, sebelah barat daya Madinah. Masjid Quba dibangun pada tanggal 12
Rabiul Awal tahun pertama hijrah (20 September 622 M).
Setelah Rasulullah SAW menetap di Madinah, pada setiap hari Sabtu, beliau mengunjungi
Masjid Quba untuk salat berjamaah dan menyampaikan dakwah Islam.
Masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah Masjid
Nabawi di Madinah. Masjid ini dibangun secara gotong-royong oleh kaum Muhajirin dan
Ansar, yang peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan peletakan
batu kedua, ketiga, keempat dan kelima dilaksanakan oleh para sahabat terkemuka yakni:
Abu Bakar r.a., Umar bin Khatab r.a., Utsman bin Affan r.a. dan Ali bin Abu Thalib r.a.
Mengenai fungsi atau peranan masjid pada masa Rasulullah SAW adalah sebagai berikut:
1. Masjid sebagai sarana pembinaan umat Islam di bidang akidah, ibadah, dan akhlak.
2. Masjid merupakan sarana ibadah, khususnya shalat lima waktu, shalat Jumat, shalat Tarawih,
shalat Idul Fitri dan Idul Adha.
3. Masjid merupakan tempat belajar dan mengajar tentang agama Islam yang bersumber kepada
Al-Qur’an dan Hadis.
4. Masjid sebagai tempat pertemuan untuk menjalin hubungan persaudaraan sesama Muslim
(ukhuwah Islamiah) demi terwujudnya persatuan.
5. Menjadikan masjid sebagai sarana kegiatan sosial. Misalnya sebagai tempat penampungan
zakat, infak, dan sedekah dan menyalurkannya kepada yang berhak menerimanya, terutama
para fakir miskin dan anak-anak yatim terlantar.
6. Menjadikan halaman masjid dengan memasang tenda, sebagai tempat pengobatan para
penderita sakit, terutama para pejuang Islam yang menderita luka akibat perang melawan
orang-orang kafir.

7. Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Ansar


Muhajirin adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk Mekah yang berhijrah ke Madinah.
Ansar adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk asli Madinah yang memberikan
pertolongan kepada kaum Muhajirin.
Rasulullah SAW bermusyawarah dengan Abu Bakar r.a. dan Umar bin Khatab tentang
mempersaudarakan antara Muhajirin dan Ansar, sehingga terwujud persatuan yang tangguh.
Hasil musyawarah memutuskan agar setiap orang Muhajirin mencari dan mengangkat
seorang dari kalangan Ansar menjadi saudaranya senasab (seketurunan), dengan niat ikhlas
karena Allah SWT. Demikian juga sebaliknya orang Ansar.
Rasulullah SAW memberi contoh dengan mengajak Ali bin Abi Thalib sebagai saudaranya.
Apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dicontoh oleh seluruh sahabat misalnya:
· Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW, pahlawan Islam yang pemberani
bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, mantan hamba sahaya, yang kemudian dijadikan anak
angkat Rasulullah SAW.
· Abu Bakar ash-Shiddiq, bersaudara dengan Kharizah bin Zaid.
· Umar bin Khattab bersaudara denga Itban bin Malik al-Khazraji (Ansar).
· Abdurrahman bin Auf bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi (Ansar).
Demikianlah seterusnya setiap orang Muhajirin dan orang Ansar, termasuk Muhajirin setelah
hijrahnya Rasulullah SAW, dipersaudarakan secara sepasang- sepasang, layaknya seperti
saudara senasab.
Persaudaraan secara sepasang–sepasang seperti tersebut, ternyata membuahkan hasil sesama
Muhajirin dan Ansar terjalin hubungan persaudaraan yang lebih baik. Mereka saling
mencintai, saling menyayangi, hormat-menghormati, dan tolong-menolong dalam kebaikan
dan ketakwaan.
Kaum Ansar dengan ikhlas memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin berupa tempat
tinggal, sandang-pangan, dan lain-lain yang diperlukan. Namun kaum Muhajirin tidak diam
berpangku tangan, mereka berusaha sekuat tenaga untuk mencari nafkah agar dapat hidup
mandiri. Misalnya, Abdurrahman bin Auf menjadi pedagang, Abu Bakar, Umar bin Khattab
dan Ali bin Abu Thalib menjadi petani kurma.
Kaum Muhajirin yang belum mempunyai tempat tinggal dan mata pencaharian oleh
Rasulullah SAW ditempatkan di bagian Masjid Nabawi yang beratap yang disebutSuffa dan
mereka dinamakan Ahlus Suffa (penghuni Suffa). Kebutuhan-kebutuhan mereka dicukupi
oleh kaum Muhajirin dan kaum Ansar secara bergotong-royong. Kegiatan Ahlus Suffa itu
antara lain mempelajari dan menghafal Al-Qur’an dan Hadis, kemudian diajarkannya kepada
yang lain. Sedangkan apabila terjadi perang anatara kaum Muslimin dengan kaum kafir,
mereka ikut berperang.

8. Pembangunan pranata sosial dan pemerintahan.


Pada saat Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah, masyarakatnya terbagi menjadi berbagai
kelompok besar, yaitu kelompok Muhajirin dan kelompok Anshar, Yahudi, Nasrani, dan
penyembah berhala. Pada awalnya, mereka semua menerima kedatangan Nabi dan umat
Islam. Namun setelah masyarakat muslim berkembang menjadi besar dan berkuasa, mereka
mulai menaruh rasa dendam dan tidak suka.
Untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut, Nabi saw mencoba menata sistem sosial agar
mereka dapat hidup damai dan tenteram. Untuk kalangan umat Islam, Nabi saw telah
mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshar. Sementara untuk kalangan non muslim,
mereka diikat dengan peraturan yang dirancang Nabi dan umat Islam yang tertuang di dalam
Piagam Madinah.
Pada masa Rasulullah, penduduk Madinah mayoritas sudah beragam Islam, sehingga
masyarakat Islam sudah terbentuk, maka adanya pemerintahan Islam merupakan keharusan.
Rasulullah SAW selain sebagai seorang Nabi dan Rasul, juga tampil sebagai seorang Kepala
Negara (khalifah).
Sebagai Kepala Negara, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar bagi setiap sistem politik
Islam, yakni musyawarah. Melalui musyawarah, umat Islam dapat mengangkat wakil-wakil
rakyat dan kepala pemerintahan, serta membuat peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh
seluruh rakyatnya. Dengan syarat, peraturan-peraturan itu tidak menyimpang dari tuntutan
Al-Qur’an dan Hadis.

9. Mengadakan Perjanjian perdamaian dengan kaum Yahudi


Rasull telah mengambil langkah yang tepat yakni mengadakan perjanjian perdamain
dengan bangsa yahudi dan tindakan ini belum pernah dilakukan Rasull-Rasull sebelumnya.
Isi perjanjian kaum Yahudi:
a. Kaum Yahudi berdampingan dengan kaum Yahudi Muslim
b. Kedua belah pihak wajib menolong
c. Kota Madinah dijadikan Kota suci
d. Jika terjadi perselisihan antar mereka, penyelesaian diserahkan pada Rasulullah SAW
e. Siapa saja yang tinggal di dalam/di luar Madinah wajib di lindungi keuamanan-nya

2.7 Haji Wada’ dan Wafatnya Rasulullah SAW

Dalam kesempatan menunaikan ibadah haji yang terakhir, haji wada’, tahun 10 H (631
M), Nabi saw menyampaikan khotbahnya yang sangat bersejarah. Isi khotbah itu antara lain:
larangan menumpahkan darah kecuali dengan haq dan larangan mengambil harta orang lain
dengan batil, karena nyawa dan harta benda adalah suci; larangan riba dan larangan
menganiaya; perintah untuk memperlakukan para istri dengan baik dan lemah lembut dan
perintah menjauhi dosa; semua pertengkaran antara mereka di zaman Jahiliyah harus saling
dimaafkan; balas dendam dengan tebusan darah sebagaimana berlaku di zaman Jahiliyah
tidak lagi dibenarkan; persaudaraan dan persamaan di antara manusia harus ditegakkan;
hamba sahaya harus diperlakukan dengan baik, mereka makan seperti apa yang dimakan
tuannya dan memakai seperti apa yang dipakai tuannya; dan yang terpenting adalah bahwa
umat Islam harus selalu berpegang kepada dua sumber yang tak pernah usang, Al-Qur’an dan
sunnah Nabi.
Isi khotbah ini merupakan prinsip-prinsip yang mendasari gerakan Islam. Selanjutnya,
prinsip-prinsip itu bila disimpulkan adalah kemanusiaan, persamaan, keadilan sosial, keadilan
ekonomi ,kebajikan dan solidaritas.
Wafatnya Rasulullah saw.
Setelah itu, Nabi saw segera kembali ke Madinah. Beliau mengatur organisasi
masyarakat kabilah yang telah memeluk agama Islam. Petugas keagamaan dan para dai
dikirim ke berbagai daerah dan kabilah untuk mengajarkan ajaran-ajaran Islam, mengatur
peradilan, dan memungut zakat.
Dua bulan setelah itu, Nabi saw menderita sakit demam. Tenaganya dengan cepat
berkurang. Pada hari senin, tanggal 12 Rabi’ul Awal 11 H / 8 Juni 632 M, Rasulullah SAW
wafat di rumah istrinya Aisyah ra.
Dari perjalanan sejarah Nabi ini, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad SAW, di
samping sebagai pemimpin agama, juga seorang negarawan, pemimpin politik dan
administrasi yang cakap. Hanya dalam waktu sebelas tahun menjadi pemimpin politik, beliau
berhasil menundukkan seluruh jazirah Arab ke dalam kekuasaannya.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah bahwasanya Nabi Muhammad saw merupakan
nabi dan rasul yang diutus kepada manusia untuk memberikan bimbingan kepada jalan yang
lurus dengan perjuangan yang gigih. Beliau berhasil merubah kebiasaan umat manusia dari
keburukan kepada jalan kebenaran untuk menyembah allah swt.
Dan bagaimana kita sebagai umat islam untuk menjadikan beliau sebagai contoh dan
suri taulaadan bagi kita dalam kehidupan sehari-hari. Baik dalam lingkungan keluarga,
agama, masyarakat, dan bernegara.

3.2 Saran

Adapun saran penulis kepada pembaca agar dapat lebih mengetahui tentang
kehidupan nabi Muhammad SAW, proses turunnya wahyu yang pertama, hijrahnya nabi ke
Madinah, dan proses pembentukan Negara Madinah sekaligus dapat memahami isi-isi
piagam Madinah. Selain dari pada itu, bila terdapat kesalahan kami mohon maaf karena
masih dalam proses pembelajaran.

"dakwah nabi muhammad periode madinah"

Sebutkan strategi dakwah nabi muhammad


periode madinah
mendirikan mesjid
2. mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Ansar
3. menciptakan perdamaian antarsuku
4. memprakarsai perjanjian piagam madinah
5. menggalang kekuatan untuk mempertahankan agama

Dakwah Nabi Muhammad SAW Periode Madinah


1. Berdakwah dimulai dari diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak orang lain meyakini
kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya, maka terlebih dahulu orang yang berdakwah itu
harus meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya.
2. Cara (metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Surah An-Nahl,
16: 12
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl, 16: 125)

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam kehidupan kaum muslimin, sejarah mengenai Nabi Muhammad memiliki nilai
dan arti yang amat penting dalam perkembangan Islam. Baik yang menceritakan kehidupan
beliau, keluarga, sahabat, serta konsiostensi beliau dalam menyebarkan dakwah di muka
bumi ini. Terlebih lagi Nabi Muhammad sendiri adalah seorang utusan Allah yang
merupakan manusia terbaik dan teladan bagi seluruh umat.
Kegiatan mempelajari, menelaah dan mengeksplorasi sejarah mengenai kehidupan
Rasulullah sejatinya adalah suatu hal yang dapat menambah pengetahuan dan kecintaan kita
kepada Nabi Muhammad. Mulai dari bagaimana beliau menjalani hidup, menata hidup, dan
memposisikan diri dalam kehidupan yang merupakan suri tauladan bagi kita di kehidupan
sehari-hari.
Tidak hanya itu, masih banyak hal lain yang bisa didapatkan ketika kita mempelajari
sejarah perjuangan Rasulullah bersama sahabat beliau dalam menyebarkan Islam di bumi ini.
Kebijakan, strategi, kesabaran dan kebijaksanaan beliau dapat menjadi panutan bagi setiap
muslimin dalam mengambil keputusan baik dalam kehidupan sehari-hari ataupun pada saat
berdakwah.
Atas dasar pentingnya mempelajari sejarah perjuangan Nabi Muhammad, kami ingin
mengangakat kisah mengenai perjuangan dakwah beliau di Madinah yang kami harap dapat
menambah pengetahuan pembaca dan memupuk spirit dakwah kita semua sebagaimana yang
dicontohkan Nabi untuk mengembalikan kejayaan Islam pada masa lampau. Mulai dari
pembahasan mengenai persiapan hijrah dan alasan nabi memilih kota Madinah sebagai
tempat hijrah, strategi dakwah yang beliau laksanakan dan juga hambatan yang ditemui Nabi
Muhammad dalam memperjuangkan Islam, yang semuanya akan kami jabarkan pada bab
pembahasan.
2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana persiapan hijrah dan penentuan Madinah sebagai daerah hijrah?
2. Apa saja substansi dan strategi dakwah yang Rasulullah lakukan?
3. Apa sajakah hambatan yang ditemui Nabi dalam mensyiarkan islam di Madinah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Madinah (Yatsrib) Sebagai Daerah Tujuan Hijrah
Hijrah bukanlah rekreasi atau tamasya yang dapat menyenangkan hati manusia. Akan
tetapi, hijrah adalah meninggalkan tempat kelahiran, keluarga, sahabat, serta tempat usaha
yang dicintai. Oleh karena itu, Nabi mempersiapkan semuanya dengan matang yang
dilakukan dalam dua arah; mempersiapkan orang yang berhijrah dan mempersiapkan tempat
berhijrah.
Diantara hikmah Allah menetapkan Madinah sebagai tempat hijrah adalah posisinya
yang memiliki benteng tempur secara alamiah, tidak disesaki oleh kota-kota terdekat lain dan
memiliki kotur tanah yang sesuai untuk perang. Para penduduk Madinah yaitu suku Khazraj
dan Aus adalah orang-orang yang berjiwa tegar, ksatria, dan menjunjung harga diri serta
kehormatan. Diantara keutamaan Madinah: 1.) Kecintaan dan doa Rasulullah untuk Madinah.
2.) Doa Rasulullah agar Madinah mendapat keberkahan dua kali lipat dari Makkah. 3.)
Madinah steril dari Dajjal dan wabah Tha’un. 4.) Tanah suci. 5.) Allah menjaganya dari
tangan-tangan jahat, dan masih banyak lagi.1[1]
Setelah peristiwa Isra’ Mi’raj, suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah
Islam terjadi. Permulaan yang menguntungkan itu terjadi pada musim haji pada tahun ke-10
kenabian. Yaitu dengan kedatangan orang-orang dari suku Khazraj di dekat Aqabah di
kawasan Mina. Mulanya, Nabi meminta kepada mereka untuk berbicara sebentar dan mereka
menerima dengan senang hati karena Nabi pun tidak meminta dengan paksaan. Jumlah
mereka ada enam orang, yaitu Abu Umamah, As’ad bin Zurarah, Auf bin Al-Harits dari bani
Najjar, Rafi’ bin Malik, Quthbah bin Amir dan Uqbah bin Amir serta Jabir bin Abdillah bin
Riab. Merekapun duduk bersama Nabi Muhammad lalu mulailah beliau berdakwah dan
mengajak mereka ke jalan yang diridhoi Allah serta membacakan Al-Qur’an kepada mereka.
Atas izin Allah, sekelompok tersebut serta merta menerima seruan Islam itu. Malah, mereka
bersedia mengajak para penduduk lain untuk beriman sekembalinya mereka ke Yatsrib.
Ketika mereka tiba di Yatsrib, mereka langsung menemui kaumnya dan menyebutkan
tentang Rasulullah, mengajak kepada Islam hingga tersebar dikalangan mereka. Inilah awal
mula perintis tersebarnya Islam di Yatsrib. Kemudian pada tahun ke-12 kenabian atau tahun
621 M, datanglah kembali perwakilan dari suku Aus dan Khazraj karena mereka benar-benar
merindukan perdamaian. Mereka berjumlah 12 orang yang terdiri dari 10 orang suku Khazraj
dan 2 orang suku Aus serta seorang wanita. Mereka menemui Nabi di suatu tempat bernama
Aqabah dan menyatakan kesetiaan mereka yang kemudian disebut dengan “Baiat Aqabah
Pertama”. Rombongan ini kemudian kembali ke Yatsrib sebagai juru dakwah disertai
Mush’ab bin Umair yang diutus Nabi untuk berdakwah bersama mereka.
Pada tahun ke-13 kenabian atau tahun 622 M, mereka datang kembali kepada Nabi
dengan jumlah yang fantastis yaitu 73 orang laki-laki dan 2 orang perempuan. Atas nama
penduduk Yatsrib, mereka meminta kepada Nabi agar berkenan pindah ke Yatsrib dan
mereka berjanji akan membela Nabi dari segala ancaman. Perjanjian ini disebut “Baiat
Aqabah Kedua”. Pertemuan diantara Nabi dan delegasi Yatsrib ini dilakukan secara
sembunyi-sembunyi pada saat melaksanakan haji di pertengahan hari Tasyriq. Nabi datang
bersama Abbas bin Abdul Muthalib yang mana pada saat itu masih memeluk agama kaumnya
akan tetapi ingin mendukung keponakannya yang tak lain adalah Nabi Muhammad yang
ingin melakukan hijrah ke Yatsrib. Sebab itulah Abbas ingin memastikan perlindungan kaum
Anshar.2[2]
Kita perhatikan, pada saat pertama Rasulullah tidak tergesa-gesa untuk segera hijrah
ke Yatsrib, namun beliau menunggu hingga 2 tahun lamanya sampai dapat memastikan basis
yang relatif luas dan memastikan persiapan kaum Anshar telah mencapai puncaknya yang
terbukti pada Baiat Aqabah Kedua.
Ketika kaum musyrikin mengetahui bahwa kaum Anshor telah dibaiat oleh Nabi
Muhammad, amarah kaum musyrikin semakin bergejolak, mereka semakin meyakiti kaum
muslimin. Nabi pun mengizinkan kaum muslimin untuk hijrah ke Yatsrib dengan tujuan
utama untuk mendirikan negara Islam dan mengemban tugas dakwah dan berjuang dijalan
Allah hingga tidak terjadi lagi penyiksaan dan intimidasi. Pada saat kaum muslimin hendak
menuju ke Yatsrib, orang-orang Quraisy memarahi mereka, memerangi dan mengamuk
kepada pemuda-pemuda mereka yang ikut serta hijrah.
Semua kaum muslimin, kurang lebih 150 orang hijrah ke Yatsrib, tidak ada yang
tersisa di Makkah kecuali Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib, serta orang-orang gila, sakit, atau
tidak berdaya untuk ikut keluar. Mereka berdua tetap tinggal untuk menemani Nabi karena
kaum Quraisy berencana akan membunuh Nabi. Sahabat Rasulullah pertama yang datang ke
Yatsrib adalah Abu Salamah bin Abdul Asad lalu disusul oleh Amir bin Rabi’ah bersama
istrinya dan mereka tinggal di rumah-rumah kaum Anshar. Kaum Anshar pun memberikan
mereka pertolongan dan perlindungan. Ketika orang pertama yang berhijrah telah sampai di
Quba, kaum Anshar langsung bergegas pergi ke Makkah untuk memberi tahu Nabi.3[3]
Setelah kaum Quraisy gagal menghalangi para sahabat Nabi untuk hijrah ke Yatsrib,
selanjutnya mereka berencana membunuh Nabi yang pada saat itu masih berada di Makkah.
Maka Allah memberitahu rencana itu kepada Nabi-Nya yang kemudian Ali bin Abi Thalib
bertugas menggantikan Nabi di tempat tidur beliau pada malam tersebut. Kemudian hijrahlah
Nabi bersama Abu Bakar dan gagallah rencana pembunuhan tersebut. Kaum Quraisy
mengikuti jejak Nabi namun hanya sampai pada gua Tsur. Mereka berpikir bahwa tidak
mungkin Nabi bersembunyi di gua yang terdapat jaring laba-laba di mulut guanya. Di gua itu,
Rasulullah bersembunyi didalamnya selama tiga malam.
Ketika tiba di Quba, sebuah desa yang jaraknya lima kilometer (tetapi sumber lain
menyebutkan kurang lebih sepuluh kilometer) dari Yatsrib, Nabi beristirahat beberapa hari
lamanya dirumah Kulsum bin Hindun dan dihalaman rumah ini Nabi membangun masjid
pertama yang diberi nama Masjid Quba tepat pada 12 Rabiulawwal tahun 1 Hijriah / 24
September 622 M. Tak lama kemudian, Ali menyusul seteah menyelesaikan segala urusan di
Makkah. Sementara itu, penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatangan Nabi dan
menyambut kedatangan Nabi dengan penuh kegembiraan. Sebagai penghormatan, nama kota
Yatsrib dirubah menjadi Madinatun Nabi (Kota Nabi) atau sering pula disebut Madinatul
Munawwarah (Kota yang Bercahaya) yang dalam sehari-hari lebih sering disebut Madinah
saja.4[4]
B. Substansi dan Strategi Dakwah Rasulullah
Setelah tiba dan diterima penduduk Madinah, babak baru dalam dunia Islam pun
dimulai. Pada periode Madinah, Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang
berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Hal ini karena Nabi
mempunyai kedudukan buakan saja sebagai kepala agama, namun juga sebagai kepala
negara. Dengan kata lain, terkumpullah dua kekuasaan yaitu sebagai rasul dan sebagai kepala
negara.
Oleh karena itu, dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru tersebut,
Nabi mulai mengembangkan strategi dakwahnya melalui peletakan dasar-dasar kehidupan
bermasyarakat.
a. Membangun Masjid Agung di Madinah
Bahwa ketika Rasulullah sampai di Madinah dengan menunggangi untanya, unta
tersebut berhenti dan menderum di sebuah tempat pengeringan kurma milik Sahal dan Suhail,
dua pemuda yatim yang dalam asuhan Sa’ad bin Zurarah. Kemudian rasul memutuskan
bahwa tempat tersebut akan didirikan rumah. Ketika Rasulullah menanyakan harganya, dua
pemuda tersebut malah ingin memberikannya secara gratis kepada Rasulullah. Namun Rasul
menolak sampai akhirnya kedua pemuda tersebut bersedia menjualnya. Dalam kawasan itu
terdapat pohon kurma, kuburan orang musyrik dan reruntuhan bangunan, maka Rasul
meminta kepada sahabat untuk membersihkan tempat tersebut dan Rasul pun ikut
membersihkannya.
Kemudian dibangunlah masjid dengan fondasinya sedalam tiga hasta, adonannya
terbuat dari susu dan tanah (layaknya semen), atap dan jendelanya terbuat dari daun dan
pelepah kurma, dan pintunya terdiri dari tiga bagian, yang akhirnya masjid tersebut diberi
nama Masjid Nabawi. Bagian belakang masjid (Ash-Suffah) dipergunakan untuk tempat
berlindung dan rumah bagi mereka yang belum mendapat tempat tinggal.
Telah dibangun disebelah masjid tersebut rumah Rasulullah yang sangat sederhana
untuk tempat tinggal Rasul dan keluarganya, yang kamarnya menyatu dengan masjid,
atapnya terbuat dari daun kurma dan dapat dijangkau tangan anak kecil, amat sederhana.
Fungsi masjid itu sendiri yaitu:
 Sebagai pusat peribadatan dan penyampaian ajaran Islam dan tempat menimba ilmu seluruh
umat. Disinilah beliau bertindak sebagai hakim.
 Tempat bermusyawarah dengan para sahabat dan tempat berkumpulnya kaum muslimin.
 Pusat pemerintahan dalam bidang militer, sipil dan penyebaran berita.
 Sebagai rumah sakit bagi tentara yang terluka dalam perang.
 Tempat tinggal penghuni Shuffah ataupun orang asing yang dalam perjalanan.
 Sabagai tempat kontrol masyarakat muslim dan dapat mengetahui gerakan-gerakan musuh.
Di awal masa hijrah, telah disyari’atkan azan; suara lantunan yang keras yang
menggema di angkasa lima kali sehari yang menjadikan seluruh alam nyata ikut menggema,
untuk memberitahu kepada seluruh umat manusia bahwa telah masuk waktu shalat. Diantara
yang berpendapat dengan mengangkat bendera, menyalakan api di dataran tinggi, ataupun
membunyikan lonceng yang kesemuanya itu adalah adat kaum musyrikin. Akhirnya
dipilihlah adzan sesuai mimpi Abdullah bin Zaid Al-Ansari dan Umar bin Khattab, dan
terpilihlah Bilal sebagai juru adzan di Madinah karena menurut Rasulullah Bilal lah yang
bersuara keras. Dan di masjid inilah Rasulullah pertama kali melaksanakan khutbah.5[5]
b. Penegakan Ukhuwah Islamiyah
Selanjutnya, Nabi mempersaudarakan golongan Muhajirin dan golongan Anshar.
Persaudaraan berdasar agama, menggntikan persaudaraan berdasarkan darah. Persaudaraan
ini sebagai sebuah ikatan yang kuat untuk melepaskan perbedaan-perbedaan yang ada antar
dua kelompok tersebut. Pembentukan sebuah masyarakat yang memegang teguh agama
Allah, tidak hanya sebatas ucapan, mereka menyatukan secara beriringan antara iman dan
amal, bahkan hingga Rasulullah wafat, persaudaraan tersebut tetap terjalin. Sahabat-sahabat
Nabi banyak yang menjalin tali persaudaraan dengan kaum Anshar seperti Abu Bakar dengan
Kharijah bin Zuhair, Umar bin Khattab dengan Itban bin Malik dan masih banyak lagi.6[6]
c. Pembuatan Piagam Perjanjian (Piagam Madinah)
Disamping melakukan akad mempersaudarakan sesama orang beriman, Rasulullah juga
membuat akad perjanjian yang mampu menyingkirkan lumut-lumut jahiliyyah dan konflik
antar kabilah dengan menciptakan toleransi antara kaum muslimin dan kaum nonmuslimin.
Beliau juga membahas batasan hak dan kewajiban. Beliau mengatur etika hubungan antar
penduduk Madinah dan menjadi keharusan untuk mentaatinya bagi penduduk Madinah, yang
kemudian disebut sebagai Piagam Madinah.
Piagam ini merupakan dokumen yang disusun oleh Nabi yang merupakan suatu
perjanjian formal antara Bani Aus, Bani Khazraj, kaum Yahudi, komunitas penyembah
berhala dan suku-suku di Yatsrib. Dokumen tersebut disusun sejelas-jelasnya yang terdiri dari
47 pasal seputar pembentukan umat, persatuan seagama, peraturan segenap warga negara,
tugas warga negara, perlindungan negara, pimpinan negara dan politik perdamaian.7[7]
d. Meletakkan Dasar-dasar Politik, Ekonomi dan Sosial untuk Masyarakat Baru
Ketika masyarakat Islam terbentuk maka diperlukan dasar-dasar yang kuat bagi
masyarakat yang baru tersebut. Oleh karena itu, ayat-ayat Al-Qur’an yang turun pada periode
utama ditujukan kepada pembinaan hukum. Ayat-ayat ini kemudian diberi penjelasan oleh
Rasulullah baik dengan lisan maupun dengan perbuatan langsung beliau sehingga terdapat
dua sumber hukum dalam Islam, yaitu Al-Qur’an dan hadis. Dari kedua sumber hukum Islam
tersebut didapatkan suatu sistem untuk bidang politik, yaitu sistem musyawarah. Dan untuk
bidang ekonomi dititik beratkan pada jaminan keadilan sosial, serta dalam bidang
kemasyarakatan diletakkan pula dasar-dasar persamaan derajat antar manusia. Bahwa yang
menentukan derajat seseorang adalah ketaqwaannya.8[8]

C. Hambatan yang Ditemui Rasulullah Ketika Mensyiarkan Islam di Madinah


a. Upaya Kaum Yahudi untuk Memecah-belah Front Internal
Diantara cara mereka yang keji dalam memerangi Islam adalah dengan memecah-
belah barisan kaum muslimin dan menghancurkannya dari dalam. Salah satu pemuka mereka
yang sudah tua melakukan tipu muslihat yang bertujuan memecah-belah kaum Anshar
dengan cara menyebarkan fanatisme golongan diantara mereka, agar kembali kepada
kejahiliyahan mereka. Muhammad bin Ishaq menuturkan melintaslah pemuka yahudi yang
sudah lanjut usia yang amat membenci persatuan kaum muslimin dan mulailah ia menyuruh
pemuda yahudi untuk mengejek kaum muslimin. Dia mengungkap kembali api dendam yang
menyebabkan tiap suku saling membanggakan sukunya msing-masing. Kemudian
melompatlah dua laki-laki dari kedua suku diatas kuda, dan akhirnya hampir meletuslah
peperangan antara suku Aus dan Khazraj.
Maka sampailah berita ini kepada Rasulullah dan beliaupun langsung menyadarkan
masing-masing suku, bahwa hal tersebut hanyalah akan membawa mereka kembali ke zaman
jahiliyah. Mereka luluh akan perkataan Rasulullah. Kedua pemuda tersebut tersadar dan
menangis menyadari kesalahan mereka, dan turunlah Q.S. Ali Imran ayat 100-105.9[9]

b. Kaum Yahudi Menyerang Dzat Allah

Ketika itu, Abu Bakar melihat banyak orang berkerumun dihadapan seorang laki-laki
bernama Finhash, seorang pendeta. Bersamanya, terdapat pemuka dan pendeta lainnya. Abu
Bakar menyeru kepada mereka untuk bertaqwa kepada Allah, namun mereka menyangkalnya
seraya berkata “Demi Allah, wahai Abu Bakar, kami bukanlah orang yang membutuhkan
Allah. Akan tetapi Dia lah yang membutuhkan kami. Jika memang Dia kaya, mengapa Dia
meminjam harta-harta kami, sebagaimana prasangka terhadap sahabatmu. Dia melarangmu
berbuat riba, namun Dia memberi kami itu, jika memang Dia kaya maka tidaklah Ia memberi
kami hasil riba”
Atas ucapan itu, Abu Bakar marah dan menampar wajah Finhash. Maka Finhash
mendatangi Rasul dan melaporkan hal itu, namun ia menyangka bahwa ia telah menghina
Dzat Allah. Maka Allah menurunkan Q.S. Ali Imran ayat 181. Maka dari itu, mereka menjadi
sangat marah dan benci serta semakin mendorong mereka untuk berlaku tidak beradab
kepada Allah dan Rasulullah.10[10]

c. Intimidasi Kaum Yahudi


Ketika Rasulullah tiba di Madinah, datanglah Abdullah bin Salam dengan membawa
tiga pertanyaan yang ingin diajukan kepada Nabi. Mendengar jawaban dari Nabi, ia merasa
puas dan kemudian bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Bahwa Muhammad utusan
Allah. Mengetahui hal itu, pendeta Yahudi berkata “Tidak beriman kepada Muhammad
kecuali orang-orang yang jelek dari golongan kami”. Mereka terus mencela siapa saja yang
menyatakan ke-Islamannya dan keluar dari kaum yahudi dan mereka akan terus menebarkan
keraguan dan menuduhnya sebagai seorang yang batil.

d. Menyebarkan Berita Dusta mengenai Nabi Muhammad dan Kaum Muslimin


Pada awal hijriah, mereka menyebarkan isu bahwa mereka telah menyihir kaum
muslim supaya mereka tidak dapat memiliki keturunan/melahirkan. Mereka melakukan hal
itu untuk memojokkan kaum muslim serta merusak kehidupan baru di lingkungan tempat
tinggal Rasulullah. Akan tetapi, hal tersebut tidak terbukti adanya. Setelah beberapa waktu
berselang, kaum muslimin merasakan kebahagiaan ketika dilahirkannya seorang anak laki-
laki oleh Zubair dari kaum Muhajirin. Ia melahirkan di Quba dan bayi tersebut dibawa
kepada Rasulullah agar didoakan. Kemudian beliau mendoakan dan memberkatinya lewat
kurma yang telah dikunyah beliau. Dia adalah anak pertama yang dilahirkan dalam suasana
Islam di Madinah. Ia bernama Abdullah. Hal ini membuktikan bahwa isu mengenai
penyihiran tersebut tidak benar.
e. Dukungan Golongan Munafik dan Propaganda Mereka
Orang-orang Yahudi di Madinah bersekongkol dengan kaum munafik untuk melawan
kaum muslim. Ini akibat pengaruh pemikiran Yahudi terhadap kaum munafik yang semakin
menambah kebencian terhadap kaum muslimin. Mereka mengajarkan dasar-dasar serangan,
demonstrasi, tipu daya, penyebaran fitnah dan celaan. Hal itu digunakan mereka untuk
menambah kekuatan untuk membelot kaum Nabi Muhammad dan memojokkan umatnya agar
kembali kepada zaman kejahiliyahan. Ancaman, serangan, dan fitnah terus disebarkan
diantara penduduk Madinah. Hal ini dikarenakan mereka khawatir jika umat Islam dapat
menyaingi kekuatan kaum Yahudi baik yang di Makkah maupun di Madinah. 11[11]

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ketika keadaan Makkah sudah sangat tidak memungkinkan bagi umat muslim untuk
meneruskan dakwah, Allah menetapkan Madinah sebagai temoat hijrah. Alasan Allah
menetapkan Madinah sebagai tempat hijrah adalah posisinya yang memiliki benteng tempur
secara alamiah, tidak disesaki oleh kota-kota terdekat lain dan memiliki kotur tanah yang
sesuai untuk perang. Para penduduk Madinah yaitu suku Khazraj dan Aus adalah orang-orang
yang berjiwa tegar, ksatria, dan menjunjung harga diri serta kehormatan. Diantara keutamaan
Madinah: 1.) Kecintaan dan doa Rasulullah untuk Madinah. 2.) Doa Rasulullah agar Madinah
mendapat keberkahan dua kali lipat dari Makkah. 3.) Madinah steril dari Dajjal dan wabah
Tha’un. 4.) Tanah suci. 5.) Allah menjaganya dari tangan-tangan jahat, dan masih banyak
lagi. Melaui proses baiat dan permintaan dari kaum Yatsrib, akhirnya Nabi Muhammad resmi
mengizinkan umatnya hijrah ke Yatsrib untuk memperluas sayap Islam.
Substansi dan strategi dakwah yang diterapkan Nabi di Madinah yaitu: membangun
masjid agung di Madinah, penegakan ukhuwah islamiyah, pembuatan piagam perjanjian
(Piagam Madinah), serta meletakkan dasar-dasar politik, ekonomi dan sosial untuk
masyarakat baru.
Disetiap dakwah, pastilah ada pihak yang kurang suka terhadap kaum muslimin.
Mereka melakukan segala cara untuk menghambat proses dakwah Islam. Mereka berupaya
memecah-belah front internal, menyerang dzat Allah, mengintimidasi kaum yahudi yang
masuk Islam dan menyebarkan berita dusta mengenai Nabi Muhammad dan kaum muslimin.
Hal ini cukup menghambat dakwah Rasulullah di Madinah, tapi bukan berarti menghentikan
dakwah Rasulullah, justru hal ini digunakan Nabi untuk menambah keimanannya kepada
Allah.

DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shallabi, Ali Muhammad, 2012, Sejarah Lengkap Rasulullah, Jakarta Timur:
Pustaka Al-Kautsar.

Amin ,Samsul Munir, 2010, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah.

Yatim, Badri Yatim, 2007, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Al-Mubarakfuri, Syeikh Shafiyurrahman, 2013, Sirah Nabawiyah, Jakarta: Gema


Insani.

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW Beserta Umat Islam Berhijrah
Setidaknya ada dua macam arti hijrah yang harus diketahui oleh umat Islam. Pertama
hijrah berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dimurkai Allah SWT. untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, yang diperintahkan Allah SWT dan diridhai-Nya.
Arti kedua hijrah ialah berpindah dari suatu negeri kafir (non-Islam), karena di negeri itu
umat Islam selalu mendapat tekanan, ancaman, dan kekerasan, sehingga tidak memiliki
kebebasan dalam berdakwah dan beribadah. Kemudian umat Islam di negeri kafir itu
berpindah ke negeri Islam agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah dan
beribadah.

Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan umat Islam, yakni
berhijrah dari Mekah ke Yastrib pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah,
bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M.

Tujuan hijrahnya Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekah ke Yastrib adalah:
 Menyelamatkan diri dan umat Islam dari tekanan, ancaman dan kekerasan kaum kafir
Quraisy. Bahkan pada waktu Rasulullah SAW meninggalkan rumahnya di Mekah
untuk berhijrah ke Yastrib (Madinah), rumah beliau sudah dikepung oleh kaum
Quraisy dengan maksud untuk membunuhnya.
 Agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah serta beribadah,
sehingga dapat meningkatkan usaha-usahanya dalam berjihad di jalan Allah SWT,
untuk menegakkan dan meninggikan agama-Nya (Islam).

Rencana hijrah Rasulullah diawali karena adanya perjanjian antara Nabi Muhammad
SAW. dengan orang-orang Yatsrib yaitu suku Aus dan Khazraj saat di Mekkah yang
terdengar sampai ke kaum Quraisy hingga Kaum Quraisy pun merencanakan untuk
membunuh Nabi Muhammad SAW.

Pembunuhan itu direncanakan melibatkan semua suku. Setiap suku diwakili oleh
seorang pemudanya yang terkuat. Rencana pembunuhan itu terdengar oleh Nabi SAW.,
sehingga Ia merencanakan hijrah bersama sahabatnya, Abu Bakar. Abu Bakar diminta
mempersiapkan segala hal yang diperlukan dalam perjalanan, termasuk 2 ekor unta.
Sementara Ali bin Abi Thalib diminta untuk menggantikan Nabi SAW. menempati tempat
tidurnya agar kaum Quraisy mengira bahwa Nabi SAW masih tidur.

Pada malam hari yang direncanakan, di tengah malam buta Nabi SAW. keluar dari
rumahnya tanpa diketahui oleh para pengepung dari kalangan kaum Quraisy. Nabi SAW.
menemui Abu Bakar yang telah siap menunggu. Mereka berdua keluar dari Mekah menuju
sebuah Gua Tsur, kira-kira 3 mil sebelah selatan Kota Mekah. Mereka bersembunyi di gua itu
selama 3 hari 3 malam menunggu keadaan aman.

Pada malam ke-4, setelah usaha orang Quraisy mulai menurun karena mengira Nabi
SAW sudah sampai di Yatsrib, keluarlah Nabi SAW dan Abu Bakar dari persembunyiannya.
Pada waktu itu Abdullah bin Uraiqit yang diperintahkan oleh Abu Bakar pun tiba dengan
membawa 2 ekor unta yang memang telah dipersiapkan sebelumnya. Berangkatlah Nabi
SAW. bersama Abu Bakar menuju Yatsrib menyusuri pantai Laut Merah, suatu jalan yang
tidak pernah ditempuh orang.

Setelah 7 hari perjalanan, Nabi SAW dan Abu Bakar tiba di Quba, sebuah desa yang
jaraknya 5 km dari Yatsrib. Di desa ini mereka beristirahat selama beberapa hari. Mereka
menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini Nabi SAW membangun
sebuah masjid yang kemudian terkenal sebagai Masjid Quba. Inilah masjid pertama yang
dibangun Nabi SAW sebagai pusat peribadatan.

Tak lama kemudian, Ali menggabungkan diri dengan Nabi SAW. Sementara itu penduduk
Yatsrib menunggu-nunggu kedatangannya. Menurut perhitungan mereka, berdasarkan
perhitungan yang lazim ditempuh orang, seharusnya Nabi SAW sudah tiba di Yatsrib. Oleh
sebab itu mereka pergi ke tempat-tempat yang tinggi, memandang ke arah Quba, menantikan
dan menyongsong kedatangan Nabi SAW dan rombongan.

Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Dengan perasaan bahagia, mereka mengelu-
elukan kedatangan Nabi SAW. Mereka berbaris di sepanjang jalan dan menyanyikan lagu
Thala’ al-Badru, yang isinya:

“Telah tiba bulan purnama, dari Saniyyah al-Wadâ’i (celah-celah bukit). Kami wajib
bersyukur, selama ada orang yang menyeru kepada Ilahi, Wahai orang yang diutus kepada
kami, engkau telah membawa sesuatu yang harus kami taati. Setiap orang ingin agar Nabi
SAW. singgah dan menginap di rumahnya.”

Tetapi Nabi SAW hanya berkata,

“Aku akan menginap dimana untaku berhenti. Biarkanlah dia berjalan sekehendak hatinya.”

Ternyata unta itu berhenti di tanah milik dua anak yatim, yaitu Sahal dan Suhail, di
depan rumah milik Abu Ayyub al-Anshari. Dengan demikian Nabi SAW memilih rumah Abu
Ayyub sebagai tempat menginap sementara. Tujuh bulan lamanya Nabi SAW tinggal di
rumah Abu Ayyub, sementara kaum Muslimin bergotong-royong membangun rumah
untuknya.

Sejak saat itu nama kota Yatsrib diubah menjadi Madinatun Nabi (kota nabi). Orang sering
pula menyebutnya Madinatul al-Munawwarah (kota yang bercahaya), karena dari sanalah
sinar Islam memancar ke seluruh dunia.

B. Dakwah Rasulullah SAW. Periode Madinah

Setelah tiba dan diterima penduduk Yatsrib (Madinah), Nabi resmi menjadi pemimpin
penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai. Berbeda dengan periode
Makkah, pada periode Madinah, Islam, merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang
berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad
mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala Negara.
Dengan kata lain, dalam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spiritual dan
kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai Rasul secara otomatis merupakan kepala Negara.

Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah berlangsung selama sepuluh tahun, yakni
dari semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijriah sampai dengan wafatnya
Rasulullah SAW, tanggal 12 Rabiul Awal tahun ke-11 hijriah.

Materi dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW pada periode Madinah, selain
ajaran Islam yang terkandung dalam 89 surat Makiyah dan Hadis periode Mekah, juga ajaran
Islam yang terkandung dalam 25 surat Madaniyah dan hadis periode Madinah. Adapun ajaran
Islam periode Madinah, umumnya ajaran Islam tentang masalah sosial kemasyarakatan.

Mengenai objek dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah adalah orang-orang
yang sudah masuk Islam dari kalangan kaum Muhajirin dan Anshar. Juga orang-orang yang
belum masuk Islam seperti kaum Yahudi penduduk Madinah, para penduduk di luar kota
Madinah yang termasuk bangsa Arab dan tidak termasuk bangsa Arab.

Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT bukan hanya untuk bangsa Arab, tetapi untuk
seluruh umat manusia di dunia, Allah SWT berfirman:

   


 
Artinya: “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam.” (QS. Al-Anbiyaa’, 21:107)

Dakwah Rasulullah SAW yang ditujukan kepada orang-orang yang sudah masuk Islam (umat
Islam) bertujuan agar mereka mengetahui seluruh ajaran Islam baik yang diturunkan di
Mekah ataupun yang diturunkan di Madinah, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari, sehingga mereka betul-betul menjadi umat yang bertakwa. Selain itu, Rasulullah
SAW dibantu oleh para sahabatnya melakukan usaha-usaha nyata agar terwujud persaudaraan
sesama umat Islam dan terbentuk masyarakat madani di Madinah.

Mengenai dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang belum masuk Islam
bertujuan agar mereka bersedia menerima Islam sebagai agamanya, mempelajari ajaran-
ajarannya dan mengamalkannya, sehingga mereka menjadi umat Islam yang senantiasa
beriman dan beramal saleh, yang berbahagia di dunia serta sejahtera di akhirat.

Tujuan dakwah Rasulullah SAW yang luhur dan cara penyampaiannya yang terpuji,
menyebabkan umat manusia yang belum masuk Islam banyak yang masuk Islam dengan
kemauan dan kesadaran sendiri. Namun tidak sedikit pula orang-orang kafir yang tidak
bersedia masuk Islam, bahkan mereka berusaha menghalang-halangi orang lain masuk Islam
dan juga berusaha melenyapkan agama Islam dan umatnya dari muka bumi. Mereka itu
seperti kaum kafir Quraisy penduduk Mekah, kaum Yahudi Madinah, dan sekutu-sekutu
mereka.

Setelah ada izin dari Allah SWT untuk berperang, sebagaimana firman-Nya dalam
surah Al-Hajj ayat 39 dan Al-Baqarah ayat 190, maka kemudian Rasulullah SAW dan para
sahabatnya menyusun kekuatan untuk menghadapi peperangan dengan orang kafir yang tidak
dapat dihindarkan lagi.

  


    
   
Artinya: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena
Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa
menolong mereka itu” (Q.S. Al-Hajj, 22:39).

   


  
     
 
Artinya:“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu
melampaui batas, Karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas.” (QS. Al-Baqarah, 2:190

Peperangan-peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para pengikutnya


itu tidaklah bertujuan untuk melakukan penjajahan atau meraih harta rampasan perang, tetapi
bertujuan untuk:

 Membela diri dan kehormatan umat Islam.


 Menjamin kelancaran dakwah, dan memberi kesempatan kepada mereka yang hendak
menganutnya.
 Untuk memelihara umat Islam agar tidak dihancurkan oleh bala tentara Persia dan
Romawi.
Setelah Rasulullah SAW dan para pengikutnya mampu membangun suatu negara
yang merdeka dan berdaulat, yang berpusat di Madinah, mereka berusaha menyiarkan dan
memasyhurkan agama Islam, bukan saja terhadap para penduduk Jazirah Arabia, tetapi juga
keluar Jazirah Arabia, maka bangsa Romawi dan Persia menjadi cemas dan khawatir kekuaan
mereka akan tersaingi. Oleh karena itu, bangsa Romawi dan bangsa Persia bertekad untuk
menumpas dan menghancurkan umat Islam dan agamanya. Untuk menghadapi tekad bangsa
Romawi dan Persia tersebut, Rasulullah SAW dan para pengikutnya tidak tinggal diam
sehingga terjadi peperangan antara umat Islam dan bangsa Romawi, yaitu diantaranya perang
Mut’ah, perang Tabuk, perang Badar, perang Uhud, perang Khandaq, perjanjian Hudaibiyah,
perang Hunain.

C. Strategi Dakwah Nabi Muhammad SAW. Periode Madinah

Pokok-pokok pikiran yang dijadikan strategi dakwah Rasulullah SAW periode


Madinah adalah:

1. Berdakwah dimulai dari diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak orang lain
meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya, maka terlebih dahulu orang
yang berdakwah itu harus meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya.
2. Cara (metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam
Surah An-Nahl ayat 125.

   


 
  
     
    
   
 

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang
lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl, 16: 125)

 Berdakwah itu hukumnya wajib bagi Rasulullah SAW dan umatnya sesuai dengan petunjuk
Allah SWT dalam Surah Ali Imran, 3: 104.
   
  
  
   
 
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran, 3: 104)

 Berdakwah dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata, bukan dengan untuk
memperoleh popularitas dan keuntungan yang bersifat materi.
Umat Islam dalam melaksanakan tugas dakwahnya, selain harus menerapkan pokok-
pokok pikiran yang dijadikan sebagai strategi dakwah Rasulullah SAW, juga hendaknya
meneladani strategi Rasulullah SAW dalam membentuk masyarakat Islam atau masyarakat
madani di Madinah.

Masyarakat Islam atau masyarakat madani adalah masyarakat yang menerapkan ajaran Islam
pada seluruh aspek kehidupan, sehingga terwujud kehidupan bermasyarakat yang baldatun
tayyibatun wa rabbun ghafur, yakni masyarakat yang baik, aman, tenteram, damai, adil, dan
makmur di bawah naungan ridha Allah SWT dan ampunan-Nya.

Usaha-usaha Rasulullah SAW dalam mewujudkan masyarakat Islam seperti tersebut adalah:

 Membangun Masjid
Masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah SAW di Madinah ialah Masjid
Quba, yang berjarak ± 5 km, sebelah barat daya Madinah. Masjid Quba dibangun pada
tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah (20 September 622 M).

Setelah Rasulullah SAW menetap di Madinah, pada setiap hari Sabtu, beliau mengunjungi
Masjid Quba untuk salat berjamaah dan menyampaikan dakwah Islam.

Masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah
Masjid Nabawi di Madinah. Masjid ini dibangun secara gotong-royong oleh kaum Muhajirin
dan Ansar, yang peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan
peletakan batu kedua, ketiga, keempat dan kelima dilaksanakan oleh para sahabat terkemuka
yakni: Abu Bakar r.a., Umar bin Khatab r.a., Utsman bin Affan r.a. dan Ali bin Abu Thalib
r.a.
Mengenai fungsi atau peranan masjid pada masa Rasulullah SAW adalah sebagai berikut:

1. Masjid sebagai sarana pembinaan umat Islam di bidang akidah, ibadah, dan akhlak.
2. Masjid merupakan sarana ibadah, khususnya shalat lima waktu, shalat Jumat, shalat
Tarawih, shalat Idul Fitri dan Idul Adha.
3. Masjid merupakan tempat belajar dan mengajar tentang agama Islam yang bersumber
kepada Al-Qur’an dan Hadis.
4. Masjid sebagai tempat pertemuan untuk menjalin hubungan persaudaraan sesama
Muslim (ukhuwah Islamiah) demi terwujudnya persatuan.
5. Menjadikan masjid sebagai sarana kegiatan sosial. Misalnya sebagai tempat
penampungan zakat, infak, dan sedekah dan menyalurkannya kepada yang berhak
menerimanya, terutama para fakir miskin dan anak-anak yatim terlantar.
6. Menjadikan halaman masjid dengan memasang tenda, sebagai tempat pengobatan
para penderita sakit, terutama para pejuang Islam yang menderita luka akibat perang
melawan orang-orang kafir.

 Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Ansar


Muhajirin adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk Mekah yang berhijrah ke
Madinah. Ansar adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk asli Madinah yang
memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin.

Rasulullah SAW bermusyawarah dengan Abu Bakar r.a. dan Umar bin Khatab tentang
mempersaudarakan antara Muhajirin dan Ansar, sehingga terwujud persatuan yang tangguh.
Hasil musyawarah memutuskan agar setiap orang Muhajirin mencari dan mengangkat
seorang dari kalangan Ansar menjadi saudaranya senasab (seketurunan), dengan niat ikhlas
karena Allah SWT. Demikian juga sebaliknya orang Ansar.

Rasulullah SAW memberi contoh dengan mengajak Ali bin Abi Thalib sebagai saudaranya.
Apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dicontoh oleh seluruh sahabat misalnya:

 Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW, pahlawan Islam yang
pemberani bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, mantan hamba sahaya, yang
kemudian dijadikan anak angkat Rasulullah SAW.
 Abu Bakar ash-Shiddiq, bersaudara dengan Kharizah bin Zaid.
 Umar bin Khattab bersaudara denga Itban bin Malik al-Khazraji (Ansar).
 Abdurrahman bin Auf bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi (Ansar).

Demikianlah seterusnya setiap orang Muhajirin dan orang Ansar, termasuk Muhajirin
setelah hijrahnya Rasulullah SAW, dipersaudarakan secara sepasang- sepasang, layaknya
seperti saudara senasab.

Persaudaraan secara sepasang–sepasang seperti tersebut, ternyata membuahkan hasil


sesama Muhajirin dan Ansar terjalin hubungan persaudaraan yang lebih baik. Mereka saling
mencintai, saling menyayangi, hormat-menghormati, dan tolong-menolong dalam kebaikan
dan ketakwaan.

Kaum Ansar dengan ikhlas memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin berupa
tempat tinggal, sandang-pangan, dan lain-lain yang diperlukan. Namun kaum Muhajirin tidak
diam berpangku tangan, mereka berusaha sekuat tenaga untuk mencari nafkah agar dapat
hidup mandiri. Misalnya, Abdurrahman bin Auf menjadi pedagang, Abu Bakar, Umar bin
Khattab dan Ali bin Abu Thalib menjadi petani kurma.

Kaum Muhajirin yang belum mempunyai tempat tinggal dan mata pencaharian oleh
Rasulullah SAW ditempatkan di bagian Masjid Nabawi yang beratap yang disebut Suffa dan
mereka dinamakan Ahlus Suffa (penghuni Suffa). Kebutuhan-kebutuhan mereka dicukupi
oleh kaum Muhajirin dan kaum Ansar secara bergotong-royong. Kegiatan Ahlus Suffa itu
antara lain mempelajari dan menghafal Al-Qur’an dan Hadis, kemudian diajarkannya kepada
yang lain. Sedangkan apabila terjadi perang antara kaum Muslimin dengan kaum kafir,
mereka ikut berperang.

 Perjanjian dengan masyarakat Yahudi Madinah


Pada waktu Rasulullah SAW menetap di Madinah, penduduknya terdiri dari tiga
golongan, yaitu umat Islam, umat Yahudi (Bani Qainuqa, Bani Nazir dan Bani Quraizah) dan
orang-orang Arab yang belum masuk Islam. Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan,
Nabi Muhammad SAW mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka. Sebuah piagam yang
menjamin kebebasan beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas dikeluarkan.
Setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan.
Kemerdekaan beragama dijamin dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban
mempertahankan keamanan negeri itu dari serangan luar.

Piagam ini mestilah dipatuhi oleh semua penduduk Madinah yang muslim atau bukan
Muslim. Strategi ini telah menjadikan Madinah sebagai model Negara Islam yang adil,
membangun serta digrandungi oleh musuh-musuh Islam. Piagam ini dikenal dengan sebutan
Piagam Madinah.

Menurut Ibnu Hisyam, Rasulullah SAW membuat perjanjian dengan penduduk Madinah non-
Islam dan tertuang dalam Piagam Madinah. Piagam Madinah itu antara lain berisi:

1. Setiap golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak pribadi,
keagamaan dan politik. Sehubungan dengan itu setiap golongan penduduk Madinah
berhak menjatuhkan hukuman kepada orang yang membuat kerusakan dan memberi
keamanan kepada orang yang mematuhi peraturan.
2. Setiap individu penduduk Madinah mendapat jaminan kebebasan beragama.
3. Seluruh penduduk kota Madinah yang terdiri dari kaum Muslimin, kaum Yahudi dan
orang-orang Arab yang belum masuk Islam sesama mereka hendaknya saling
membantu dalam bidang moril dan materiil. Apabila Madinah diserang musuh, maka
seluruh penduduk Madinah harus bantu-membantu dalam mempertahankan kota
Madinah.
4. Rasulullah SAW adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah. Segala perkara dan
perselisihan besar yang terjadi di Madinah harus diajukan kepada Rasulullah SAW
untuk diadili sebagaimana mestinya.

 Pembangunan pranata sosial dan pemerintahan.


Pada saat Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah, masyarakatnya terbagi menjadi
berbagai kelompok besar, yaitu kelompok Muhajirin dan kelompok Anshar, Yahudi, Nasrani,
dan penyembah berhala. Pada awalnya, mereka semua menerima kedatangan Nabi dan umat
Islam. Namun setelah masyarakat muslim berkembang menjadi besar dan berkuasa, mereka
mulai menaruh rasa dendam dan tidak suka.

Untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut, Nabi saw mencoba menata sistem sosial
agar mereka dapat hidup damai dan tenteram. Untuk kalangan umat Islam, Nabi saw telah
mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshar. Sementara untuk kalangan non muslim,
mereka diikat dengan peraturan yang dirancang Nabi dan umat Islam yang tertuang di dalam
Piagam Madinah.

Pada masa Rasulullah, penduduk Madinah mayoritas sudah beragam Islam, sehingga
masyarakat Islam sudah terbentuk, maka adanya pemerintahan Islam merupakan keharusan.
Rasulullah SAW selain sebagai seorang Nabi dan Rasul, juga tampil sebagai seorang Kepala
Negara (khalifah).

Sebagai Kepala Negara, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar bagi setiap sistem
politik Islam, yakni musyawarah. Melalui musyawarah, umat Islam dapat mengangkat wakil-
wakil rakyat dan kepala pemerintahan, serta membuat peraturan-peraturan yang harus ditaati
oleh seluruh rakyatnya. Dengan syarat, peraturan-peraturan itu tidak menyimpang dari
tuntutan Al-Qur’an dan Hadis.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan makalah di atas, maka dapat di ambil kesimpulan bahwa dakwah
Rasulullah SAW periode Madinah itu merupakan dakwah lanjutan yang dilakukan Rasulullah
SAW pada saat beliau hijrah dari kota Mekah ke kota Madinah. Dimana dalam periode
Madinah ini, pengembangan Islam lebih ditekankan pada dasar-dasar pendidikan masyarakat
Islam dan pendidikan sosial kemasyarakatan.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini, masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kritikan dan saran yang sifatnya membangun sangat kami
harapkan guna perbaikan makalah kami dimasa yang akan datang.

REFERENSI
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hal. 63.
http://kajian-muslimah.blogspot.com/2005/05/shirah-tentang-fase-dakwah-di-madinah.html,
di akses pada 14 Maret 2013.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, ), hal. 25.
http://saminsyb.blogspot.com/2012/01/ski-sejarah-dakwah-rasulullah-saw.html, diakses pada
14 Maret 2013.
http://kajian-muslimah.blogspot.com/2005/05/shirah-tentang-fase-dakwah-di-madinah.html,
di akses pada 14 Maret 2013.
Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Semarang: PT Karya Toha Putra, 2009), hal. 18.

Anda mungkin juga menyukai