Anda di halaman 1dari 8

A.

    SEJARAH DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MADINAH


1.    Arti Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW dan Umat Islam Berhijrah
Setidaknya ada dua macam arti hijrah yang harus diketahui umat Islam.
Pertama, hijrah berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dimurkai
Allah SWT untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, yang disuruh Allah
SWT dan diridai-Nya. Contohnya, semula siswa itu malas mengerjakan salat 5
waktu dan malas belajar. Kemudian dia membuang jauh sifat malasnya itu, sehingga
ia menjadi siswa yang berdisiplin dalam salat lima waktu dan rajin dalam menuntut
ilmu. Arti hijrah dalam pengertian pertama ini wajib dilaksanakan oleh setiap umat
Islam. Rasuluilah SAW bersabda :

Artinya : “Orang berhijrah itu ialah orang yang meninggalkan segala apa yang dilarang Allah
SWT”(H. R. Bukhari)

Arti kedua dari hijrah ialah berpindah dari suatu negeri kafir (non-Islam), karena
di negeri itu umat Islam selalu mendapat tekanan, ancaman dan kekerasan,
sehingga tidak memiliki kebebasan dalam berdakwah dan beribadah. Kemudian
umat Islam di negeri kafir itu, berpindah ke negeri Islam agar memperoleh
keamanan dan kebebasan dalam berdakwah dan beribadah.
Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan umat
Islam, yakni berhijrah dari Mekah ke Yatsrib pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun
pertama hijrah, bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M.
Tujuan hijrahnya Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekah (negeri kafir) ke
Yatsrib (negeri Islam) adalah :
-     Menyelamatkan diri dan umat Islam dari tekanan, ancaman, dan kekerasan kaum
kafir Quraisy. Bahkan pada waktu Rasulullah SAW meninggalkan rumahnya di
Mekah untuk berhijrah ke Yatsrib (Madinah), rumah beliau sudah dikepung oleh
kaum kafir Quraisy dengan maksud untuk membunuhnya.
-     Agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah serta beribadah,
sehingga dapat meningkatkan usaha-usahanva dalam berjihad di jalan Allah SWT,
untuk menegakkan dan meninggikan agama-Nya (Islam) (lihat dan pelajari Q.S. An-
Nahl, 16: 41-42)

2.    Dakwah Rasulullah SAW Periode Madinah


Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah berlangsung selama sepuluh tahun,
yakni dari semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah sampai dengan
wafatnva Rasulullah SAW tanggal 13 Rabiul Awal tahun ke-11 hijrah.
Materi dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW pada periode Madinah,
selain ajaran Islam yang terkandung dalam 89 surah Makkiyah dan Hadis periode
Mekah, juga ajaran Islam yang rerkandung dalam 25 surah Madaniyah dan hadis
periode Madinah. Adapun ajaran Islam periode Mekah sudah dikemukakan dalam
Bab 6 semester pertama buku ini. Sedangkan ajaran Islam yang rerkandung pada
25 surah Madaniyah dan hadis periode Madinah, umumnya ajaran Islam tentang
masalah sosial kemasyarakatan.
Mengenai objek dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah adalah orang-
orang yang sudah masuk Islam dan kalangan Muhajirin dan Ansar. Juga orang-
orang yang belum masuk Islam seperti kaum Yahudi penduduk Madinah, para
penduduk di luar kota Madinah yang termasuk bangsa Arab, dan yang tidak
termasuk bangsa Arab.
Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT bukan hanya untuk bangsa Arab tetapi
untuk seluruh umat manusia di dunia, Allah SWT berfirman :

Artinya: “Dan tidaklah kami mengutus kamu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi alam
semesta.” (QS. Al-Anbiyã’, 21: 107)

Dakwah Rasulullab SAW yang ditujukan kepada orang-orang yang sudah


masuk Islam (umat Islam) bertujuan agar mereka mengetahui seluruh ajaran Islam
baik yang diturunkan di Mekah ataupun yang diturunkan di Madinah, kemudian
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka betul-betul
menjadi umat yang bertakwa. Selain itu Rasulullah SAW dibantu oleh para
sahabatnya melakukan usaha-usaha nyata agar terwujud persaudaraan sesama
umat Islam dan terbentuk masyarakar madani di Madinah. Usaha-usaha nyata
Rasulullah SAW seperti tersebur akan dibahas pada sub pokok bahasan tentang
strategi Rasulullah dalam membentuk masyarakat madani di Madinah.
Mengenai dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang belum masuk
Islam bertujuan agar mereka bersedia menerima Islam sebagai agamanya,
mempelajari ajaran-ajarannya dan mengamalkannya, sehingga mereka menjadi
umat Islam yang senantiasa beriman dan beramal saleh, yang berbahagia di dunia
serta sejahtera di akhirat.
Tujuan dakwah Rasulullah SAW yang luhur dan cara penyampaiannya yang
terpuji, menyebabkan umat manusia yang belum masuk Islam banyak yang masuk
Islam dengan kemauan dan kesadaran sendiri. Namun tidak sedikit pula orang-
orang kafir yang tidak bersedia masuk Islam, bahkan mereka berusaha menghalang-
halangi orang lain masuk Islam dan juga berusaha melenyapkan agama Islam dan
umatnya dari muka bumi. Mereka itu seperti kaum kafir Quraisy penduduk Mekah,
kaum Yahudi Madinah, dan sekutu-sekutu mereka.
Setelah ada izin dari Allah SWT untuk berperang, sebagaimana firman-Nya
dalam Surah Al-Hajj, 22 : 39 dan Al-Baqarah, 2 : 90, maka kemudian Rasulullah
SAW dan para sahabatnya menyusun kekuatan untuk menghadapi peperangan
dengan orang kafir yang tidak dapat dihindarkan lagi.
Peperangan-peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para
pengikutnya itu tidaklah bertujuan untuk melakukan penjajahan atau meraih harta
rampasan perang, tetapi bertujuan untuk :
-      Membela diri kehormatan, dan harta.
-      Menjamin kelancaran dakwah, dan memberi kesempatan kepada mereka yang
hendak menganutnya.
-      Untuk memelihara umat Islam agar tidak dihancurkan oleh bala tentara Persia dan
Romawi.
Setelah Rasulullah SAW dan para pengikutnya mampu membangun suatu
negara yang merdeka dan berdaulat, yang berpusat di Madinah, mereka berusaha
menyiarkan dan memasyhurkan agama Islam, bukan saja terhadap para penduduk
Jazirah Arabia, tetapi juga ke luar Jazirah Arabia, maka bangsa Romawi dan Persia
menjadi cemas dan khawatir kekuasaan mereka akan tersaingi. Oleh karena itu,
bangsa Romawi dan bangsa Persia bertekad untuk menumpas dan menghancurkan
umat Islam dan agamanya. Untuk menghadapi tekad bangsa Romawi dan Persia
tersebut, Rasulullah dan para pengikutnya tidak tinggal diam sehingga terjadi
peperangan antara umat Islam dan bangsa Romawi, yaitu pertama Perang Mut’ah
pada tahun 8 H, di dekat desa Mut’ah, bagian utara Jazirah Arabia dan kedua
Perang Tabuk pada tahun 9 H di kota Tabuk, bagian utara Jazirah Arabia.
Sedangkan bangsa Persia selalu mengadakan penyerangan kepada wilayah
kekuasaan umat Islam.
Peperangan lainnya yang dilakukan pada masa Rasulullah SAW seperti :
(1)  Perang Badar Al-Kubra, terjadi pada tanggal 17 Ramadan tahun 2 H di sebuah
tempat dekat Perigi Badar, yang letaknya antara Mekah dan Madinah. Peperangan
ini terjadi antara Rasulullah SAW dan para pengikutnya dengan kaum kafir Quraisy
yang telah mengusir kaum Muslimin penduduk Mekah untuk pindah ke Madinah
dengan meninggalkan rumah dan harta benda. Mereka masih tetap bertekad untuk
menghancurkan Islam dan kaum Muslimin di Madinah. Dalam Perang Badar ini
kaum Muslimin memperoleh kemenangan yang gilang-gemilang.
(2)  Perang Ubud, terjadi pada pertengahan Sya’ban tahun 3 H. Pada peperangan ini
kaum Muslimin mengalami kekalahan.
(3)  PerangAhzab (Khandaq), terjadi pada bulan Syawal tahun 5 H. Ahzab artinya
golongan-golongan, yaitu gabungan kaum kafir Quraisy, kaum Yahudi, Bani Salim,
Bani Asad, Gathfan, Bani Murrah, dan Bani Asyja, sehingga berjumlah 10.000 lebih.
Pasukan Azhab ini menyerbu Madinah untuk menumpas Islam dan umat Islam. Atas
inisiatif dari Salman Al-Farisi, untuk mempertahankan kota Madinah dibuat parit
yang dalam dan lebar. Berkat inisiatif itu, kekompakan umat Islam dan pertolongan
Allah SWT, dalam perang Ahzab ini umat Islam memperoleh kemenangan.
Pada tahun keenam hijriah Rasulullah SAW dan para pengikutnya umat Islam
penduduk Madinah yang berjumlah 1000 orang berangkat menuju Mekah untuk
melakukan umrah. Agar kaum kafir Quraisy tidak menduga bahwa kedatangan kaum
Muslimin ke Mekah itu untuk memerangi mereka maka jauh sebelum mendekati kota
Mekah umat Islam sudah mengenakan pakaian ihram, tidak membawa alat-alat
perang, kecuali pedang dalam sarungnya, sekadar untuk menjaga diri di perjalanan.
Rombongan kaum Muslimin tiba di suatu tempat yang bernama ”Al
Hudaibiyah”, yang letaknya beberapa kilometer dari kota Mekah, dengan maksud
selain untuk beristirahat, juga untuk melihat situasi. Sebenarnya saat itu termasuk
bulan yang disucikan oleh bangsa Arab sebelum Islam. Mereka dilarang melakukan
peperangan di dalamnya. Namun dalam kenyataannya, kaum kafir Quraisy telah
menempatkan sejumlah bala tentara yang cukup besar di perbatasan kota Mekah,
siap untuk melakukan peperangan.
Membaca situasi yang demikian, kemudian Rasulullah SAW mengutus sahabat
Utsman bin Affan memasuki kota Mekah untuk menemui pimpinan kaum kafir
Quraisy dan menjelaskan kepadanya, bahwa kedatangan mereka ke Mekah bukan
untuk berperang, tetapi semata-mata untuk melakukan ibadah umrah. Namun kaum
kafir Quraisy bersikeras tidak mengizinkan kaum Muslimin memasuki kota Mekah,
dengan alasan akan menjatuhkan kewibawaan kaum kaflr Quraisy pada pandangan
bangsa Arab.
Sahabat Utsman ditahan oleh kaum kafir Quraisy, bahkan tersiar kabar bahwa
beliau telah dibunuh. Menyikapi kabar tersebut kaum Muslimin telah bersepakat
mengadakan “sumpah setia” (baiat), untuk berperang melawan kafir Quraisy, sampai
meraih kemenangan. Sumpah setia itu disebut “Baiatur Ridwan”.
Untunglab di saat-saat genting seperti itu sahabat Utsman bin Affan muncul,
membawa berita akan diadakannya perundingan antara kaum kafir Quraisy dengan
kaum Muslimin. Maka terjadilah perundingan antara delegasi kaum kafir Quraisy
yang dipimpin oleh Suhail Ibnu Umar dan delegasi umat Islam yang dipimpin oleh
Nabi Muhammad SAW.
Perundingan tersebut melahirkan kesepakatan antara dua belah pihak, dan
melahirkan sebuah perjanjian, yang dikenal dalam sejarah sebagai perjanjian
Hudaibiyah (Sulhul Hudaibiyah). Isi perjanjian itu sebagai berikut :
(1)  Selama sepuluh tahun diberlakukan gencatan senjata antara kaum Quraisy
penduduk Mekah dan umat Islam penduduk Madinah.
(2)  Orang Islam dari kaum Quraisy yang datang kepada umat Islam, tanpa seizin
walinya hendaklah ditolak oleh umat Islam.
(3)  Kaum Quraisy tidak akan menolak orang-orang Islam yang kembali dan bergabung
dengan mereka.
(4)  Tiap kabilah yang ingin masuk dalam persekutuan dengan kaum Quraisy, atau
dengan kaum Muslimin dibolehkan dan tidak akan mendapat rintangan.
(5)  Kaum Muslimin tidak jadi mengerjakan umrah saat itu, mereka harus kembali ke
Madinah, dan boleh mengerjakan umrah di tahun berikutnya, dengan persyaratan :
•     Kaum Muslimin memasuki kota Mekah setelah penduduknya untuk sementara
keluar dari kota Mekah.
•     Kaum Muslimin memasuki kota Mekah, tidak boleh membawa senjata.
•     Kaum Muslimin tidak boleh berada di dalam kota Mekah lebih dari tiga hari-tiga
malam.
Kaum kafir Quraisy mengetahui, bahwa perjanjian Hudaibiyah itu sangat
menguntungkan kaum Muslimin. Umat Islam semakin kuat, karena hampir seluruh
semenanjung Arab, termasuk suku-suku bangsa Arab yang paling selatan telah
menggabungkan diri kepada Islam. Kaum kafir Quraisy merasa terpojok, dan
mereka secara sepihak berniat membatalkan perjanjian Hudaibiyah itu, dengan cara
menyerang Bani Khuza’ah yang berada di bawah perlindungan Islam. Sejumlah
orang dari Bani Khuza’ah mereka bunuh dan selebihnya mereka cerai-beraikan.
Bani Khuza’ah segera mengadu kepada Rasulullah SAW dan mohon keadilan.
Mendapat pengaduan seperti itu kemudian Nabi Muhammad SAW dengan
sepuluh ribu bala tentaranya berangkat menuju kota Mekah untuk membebaskan
kota Mekah dari para penguasa kafir yang zalim, yang telah melakukan
pembunuhan secara kejam terhadap umat Islam dan Bani Khuza’ah.
Rasulullah SAW sebenarnya tidak menginginkan terjadinya peperangan, yang
sudah tentu akan menelan banyak korban jiwa. Untuk itu Rasulullah SAW dan bala
tentaranya berkemah di pinggiran kota Mekah dengan maksud agar kaum kafir
Quraisy melihat sendiri, kekuatan besar dan bala tentara kaum Muslimin.
Taktik Rasulullah SAW seperti itu ternyara berhasil, sehingga dua orang
pemimpin Quraisy yaitu Abbas (paman Nabi SAW) dan Abu Sufyan (seorang
bangsawan Quraisy yang lahir tahun 567 M dan wafar tahun 652 M) datang
menemui Rasulullah SAW dan menyatakan diri masuk Islam.
Dengan masuk Islamnya kedua orang pemimpin kaum kafir Quraisy itu,
Rasulullah SAW dan bala tentaranya dapat memasuki kota Mckah dengan aman
dan membebaskan koba itu dari para penguasa kaum kafir Quraisy yang zalim.
Pembebasan kota Mekah ini terjadi pada tahun 8 H secara damai tanpa adanya
pertumpahan darah.
Bahkan setelah itu, kaum Quraisy berbondong-bondong menyatakan diri
masuk Islam, menerima ajakan Rasulullah dengan kerelaan hati. Kernudian
bersama-sama bala tentara Islam mereka membersihkan Ka’bah dan berhala-
berhala dan menghancurkan berhala-berhala itu.
Kaum Muslimin masih menghadapi kaum musyrikin, yang semula bersekutu
dengan kaum kafir Quraisy yang telah masuk Islam itu, yaitu ; Bani Saqif, Bani
Hawazin, Bani Nasr, dan Bani Jusyam. Kaum musyrikin tersebut bersatu di bawah
pimpinan Malik bin Auf (Bani Nasr) berangkat menuju Mekah untuk menyerbu kaum
Muslimin, yang telah menghancurkan berhala-berhala yang mereka sembah.
Mendengar berita bahwa kaum musyrikin itu akan menyerang umat Islam di
Mekah, maka Rasulullah SAW memimpin bala tentaranya sebanyak 12000 orang
menuju ke lembah Hunain tempat kaum musyrikin berkemah. Maka terjadilah
pertempuran sengit antara pasukan Islam dan pasukan musyrikin, yang berakhir
dengan kemenangan di pihak Islam. Perang Hunain ini terjadi dua minggu setelah
peristiwa pembebasan kota Mekah.
Sisa pasukan musyrikin melarikan diri ke Thaif. Rasulullab SAW dan bala
tentaranya mengejar mereka sampai ke Thaif, lalu mengadakan pengepungan
selama beberapa hari lamanya sehingga pemimpin mereka Malik bin Auf dengan
seluruh pasukan gabungannya, yaitu: Bani Saqif, Bani Hawazim, Bani Nasr, dan
Bani Jusyam menyatakan masuk Islam.
Pada tabun ke-9 dan 10 H berbagai kabilah bangsa Arab seperti Bani Tamim,
Bani Amr, Bani Sa’ad Ibnu Bakr, dan Bani Abdul Haris datang ke Madinah
menghadap Rasulullah SAW untuk menyatakan dukungannya.
Dengan demikian seluruh Jazirah Arabia telah masuk Islam, dan masuk
wilayah pemerintahan Islam yang berpusat di Madinah. Rasulullab SAW dan umat
Islam memperoleh kemenangan yang gilang-gemilang (lihat dan pelajari Q.S. An -
Nasr, 110: 1-3).

3.    Dakwah Islamiah Keluar Jazirah Arabia


Rasulullah SAW menyeru umat manusia di luar Jazirah Arabia agar memeluk
agama Islam, dengan jalan mengirim utusan untuk menyampaikan surat dakwah
Rasulullah SAW kepada para penguasa atau para pembesar mereka.
Para penguasa atau para pembesar negara yang dikirimi surat dakwah
Rasulullab SAW itu  seperti :
1.    Heraclius, Kaisar Romawi Timur
Yang menenima surat dakwah Rasulullah, melalui utusannya Dihijah bin Khalifah.
Heraclius tidak menenima seruan dakwah Rasulullab SAW karena tidak mendapat
persetujuan dari para pembesar negara dan pendeta. Namun surat dakwah itu
dibalasnya dengan tutur kata sopan,disamping mengirimkan hadiah untuk
Rasulullab SAW
2.    Muqauqis, Gubernur Romawi di Mesir
Rasulullah SAW mengirim surat dakwah kepada Muqauqis melalui utusannya yang
bernama Hatib. Setelah surat itu dibaca Muqauqis belum bisa menerima seruan
untuk masuk Islam, namun dia menyampaikan surat balasan kepada Rasulullah
SAW dan mengirim hadiah-hadiah berupa seorang budak wanita, kuda, keledai, dan
pakaian-pakaian.
3.    Syahinsyah, Kaisar Persia
Syahinsyah adalah penguasa yang lalim dan sombong. Karena kesombongannya
surat dakwah Rasulullah SAW itu dirobek-robeknya. Merigetahui surat dakwah itu
dirobek-robek, Rasulullah menjelaskan bahwa Syahin yang sombong itu akan
dibunuh oleh anaknya sendiri pada malam Selasa tanggal 10 Jumadil Awal tahun
ke-7 hijrah. Apa yang diucapkan Rasulullah SAW ternyata sesuai dengan
kenyataan. Syahinsyah dibunuh oleh anaknya sendiri Asv-Syirwaih karena
kelalimannya.
Kemudian surat dakwah Rasulullah SAW dikirimkan pula kepada An-Najasyi (Raja
Ethiopia), Al-Munzir bin Sawi (Raja Bahrain), Hudzah bin Ali (Raja Yamanah), dan
Al-Haris (Gubernur Romawi di Syam). Di antara penguasa-penguasa tersebut yang
menerima seruan dakwah Rasulullah, hanyalah Al-Munzir bin Sawi penguasa
Bahrain yang menyatakan masuk Islam dan mengajak para pembesar negara dan
rakyatnya agar masuk Islam.

B.    STRATEGI DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MADINAH


Pokok-pokok pikiran yang dijadikan strategi dakwah Rasulullah SAW periode
Madinah adalah :
1.   Berdakwah dimulai dan diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak orang lain
meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya, maka terlebih dahulu orang
yang berdakwah itu harus meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya.
2.   Cara (metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam
Surah An-Nahl, 16: 125. (Coba kalian cari dan pelajari!)
3.   Berdakwah itu hukumnya wajib bagi Rasulullah SAW dan umatnya. Dalil wajibnya:
Al-Qur’an Surah Ali ‘Imrãn, 3: 104, dan Hadis Rasulullah SAW:

Artinya: “Sampaikanlah, apa yang berasal dariku (tentang Islam), walaupun hanya satu ayat.“ (H.R.
Bukhari)
4.   Berdakwah dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata, bukan dengan
niat untuk memperoleh popularitas dan keuntungan yang bersifat materi.
Umat Islam dalam melaksanakan tugas dakwahnya, selain harus menerapkan
pokok-pokok pikiran yang dijadikan sebagai strategi dakwah Rasulullah SAW, juga
hendaknya meneladani strategi Rasulullah SAW dalam membentuk masyarakat
Islam atau masyarakat madani di Madinah.
Masyarakat Islam atau masyarakat madani adalah masyarakat yang
menerapkan ajaran Islam pada seluruh aspek kehidupan sehingga terwujud
kehidupan bermasyarakat yang baldatun tayyibatun wa rabbun gafur, yakni masyarakat
yang baik, aman, tenteram, damai, adil, dan makmur di bawah naungan rida Allah
SWT dan ampunan-Nya.
Usaha-usaha Rasulullah SAW dalam mewujudkan masyarakat Islam seperti
tersebut adalah :
a.    Membangun Masjid
Masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah SAW di Madinah ialah
Masjid Quba, yang berjarak ± 5 km, sebelah barat daya Madinah. Masjid Quba ini
dibangun pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah (20 September 622 M).
Setelah Rasulullah SAW menetap di Madinah, pada setiap hari Sabtu, beliau
mengunjungi Masjid Quba untuk salat berjamaah dan menyampaikan dakwah Islam.
Masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya ada
Masjid Nabawi di Madinah. Masjid ini dibangun secara gotong royong oleh kaum:
Muhajirin dan Anshor, yang peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW dan peletakan batu kedua, ketiga, keempat, dan kelima
dilaksanakan oleh para sahabat terkemuka yakni : Abu Bakar r.a., Umar bin Khattab
r.a., Utsman bin Affan r.a., dan Ali bin Abu Thalib k.w.
Mengenai fungsi atau peranan masjid pada masa Rasulullah SAW adalah
sebagai berikut :
Ø  Masjid sebagai sarana pembinaan umat Islam di bidang akidah, ibadah, dan akhlak.
Ø  Masjid merupakan sarana ibadah, khususnya salat lima waktu, salat Jumat Tarawih,
salat Idul Fitri, dan Idul Adha. (Lihat Q.S. Al-Jinn, 72 : 18 !).
Ø  Masjid merupakan tempat belajar dan mengajar tentang agama Islam bersumber
kepada A1-Qur’an dan Hadis.
Ø  Menjadikan masjid sebagai sarana kegiatan sosial. Misalnya sebagai tempat
penampungan zakat, infak, dan sedekah dan menyalurkannya kepada yang berhak
menerimanya, terutama para fakir miskin dan anak-anak yatim terlantar.
Ø  Masjid sebagai tempat pertemuan untuk menjalin hubungan persaudaraan sesama
Muslim (ukhuwah Islamiah) demi terwujudnya persatuan.
Ø  Menjadikan halaman masjid dengan memasang tenda, sebagai tempat pengobatan
para penderita sakit, terutama para pejuang Islam yang menderita luka ikibat perang
melawan orang-orang kafir. Sejarah mencatat adanya seorang perawat wanita
terkenal pada masa Rasulullah SAW yang bernama “Rafidah”.
Ø  Rasulullah SAW menjadikan masjid sebagai tempat bermusyawarah dengan para
sahahatnya. Masalah-masalah yang dimusyawarahkan antara lain ; usaha usaha
untuk mengatasi kesulitan, usaha-usaha untuk memajukan umat Islam, dan strategi
peperangan melawan musuh-musuh Islam agar memperoleh kemenangan,
b.    Mempersaudarakan antara Kaum Muhajirin dan Ansar
Muhajirin adalah para sahahat Rasulullah SAW penduduk Mekah yang
berhijrah ke Madinah. Ansar adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk asli
Madinah yang memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin.
Rasulullah SAW bermusyawarah dengan Abu Bakar r.a. dan Umar bin Khattab
r.a. mempersaudarakan antara Muhajirin dan Ansar, sehingga terwujud persatuan
yang tangguh. Hasil musyawarah memutuskan agar setiap orang Muhajirin mencari
dan mengangkat seorang dari kalangan Ansar menjadi saudaranya senasab
(seketurunan), dengan niat ikhlas karena Allah SWT. Demikian juga sebaliknya
orang Ansar.
Rasulullah SAW memberi contoh dengan mengangkat Ali bin Abu Thalib
sebagai saudaranya. Apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dicontoh oleh
seluruh sahahatnya misalnya :
Ø  Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasuluhlah SAW, pahlawan Islam yang
pemberani bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, mantan hamba sahaya, yang
kemudian dijadikan anak angkat Rasulullah SAW.
Ø  Abu Bakar Ash-Shiddiq, bersaudara dengan Kharizah bin Zaid.
Ø  Umar bin Khattab bersaudara dengan Itban bin Malik Al Khazraji (Ansar).
Ø  Utsman bin Affan bersaudara dengan Aus bin Tsabit.
Ø  Abdurrahman bin Auf bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi (Ansar).
Demikianlah seterusnya setiap orang Muhajirin dan orang Ansar, termasuk
Muhajirin setelah hijrahnya Rasulullah SAW dipersaudarakan secara sepasang-
sepasang, layaknya seperti saudara senasab.
Persaudaraan secara sepasang-sepasangseperti rersebut, ternyata
membuahkan hasil sesama Muhajirin dan Ansar terjalin hubungan persaudaraan
yang lebih baik. Mereka saling mencintai, saling menyayangi, hormat-menghormati,
dan tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
Kaum Ansar dengan ikhlas memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin
berupa tempat tinggal, sandang pangan, dan lain-lain yang diperlukan. Namun kaum
Muhajirin juga tidak diam berpangku tangan, mereka berusaha sekuat tenaga untuk
mencari nafkah agar dapat hidup mandiri. Misalnya Abdurrahman bin Auf menjadi
pedagang, Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Ali bin Abu Thalib menjadi petani
kurma.
Kaum Muhajirin yang belum mempunyai tempat tinggal dan mata pencaharian
oleh Rasulullah SAW ditempatkan di bagian Masjid Nabawi yang beratap yang
disebut Suffa dan mereka dinamakan Ahlus Suffa (penghuni Suffa). Kebutuhan-
kebutuhan mereka dicukupi oleh kaum Muhajirin dan Ansar secara bergotong-
royong. Kegiatan Ahlus Suffaitu antara lain mempelajari dan menghafal Al-Qur’an dan
Hadis, kemudian diajarkannya kepada yang lain. Sedangkan apabila terjadi perang
antara kaum Muslimin dengan kaum kafir, mereka ikut berperang.

c.    Perjanjian Bantu-Membantu antara Umat Islam dan Umat Non-Islam


Pada waktu Rasulullah SAW menetap di Madinah, penduduknya terdiri dari tiga
golongan, yaitu umat Islam, umat Yahudi (Bani Qainuqa, Bani Nazir dan Bani
Quraizah), dan orang-orang Arab yang belum masuk Islam.
Rasulullah SAW membuat perjanjian dengan penduduk Madinah non-Islam
dan tertuang dalam Piagam Madinah. Isi Piagam Madinah itu antara lain:
(1)  Setiap golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak pribadi,
keagamaan dan politik. Sehubungan dengan itu setiap golongan penduduk Madinah
berhak menjatuhkan hukuman kepada orang yang membuat kerusakan dan
memberi keamanan kepada orang yang mematuhi peraturan.
 (2) Setiap individu penduduk Madinah mendapat jaminan kebebebasan beragama.
(3)  Seluruh penduduk Madinah yang terdiri dan kaum Muslimin, kaum Yahudi, dan
orang-orang Arab yang belum masuk Islam sesama mereka hendaknya saling
membantu dalam bidang moril dan materil. Apabila madinah diserang musuh, maka
seluruh penduduk Madinah harus bantu-membantu dalam mempertahankan kota
Madinah.
(4)  Rasulullah SAW adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah. Segala perkara dan
perselisihan besar yang terjadi di Madinah harus diajukan kepada Rasulullah SAW
untuk diadili sebagaimana mestinya.

d.    Meletakkan Dasar-dasar Politik, Ekonomi, dan Sosial yan Islami demi


Terwujudnya Masyarakat Madani
Islam tidak hanya mengajarkan bidang akidah dan ibadah, tetapi mengajarkan
juga bidang politik, ekonomi, dan sosial, yang kesemuanya bersumber pada Al
Qur’an dan Hadis.
Pada masa Rasulullah, penduduk Madinah mayoritas sudah beragama Islam,
sehingga masyarakat Islam sudah terbentuk, maka adanya pemerintahan Islam
merupakan keharusan. Rasulullah SAW selain sebagai seorang nabi dan rasul, juga
tampil sebagai seorang kepala negara (khalifah).
Sebagai kepala negara, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar bagi sistem
politik islam, yakni musyawarah. Melalui musyawarah, umat Islam dapat
mengangkat wakil-wakil rakyat dan kepala pemerintahan, serta membuat peraturan
peraturan yang harus ditaati oleh seluruh rakyatnya. Dengan syarat, peraturan
peraturan itu tidak menyimpang dan tuntunan Al-Qur’an dan Hadis (dalil naqlinya
lihat QS. An-Nisã’, 4: 59).
Dalam bidang ekonomi Rasulullah SAW telah meletakkan dasar bahwa system
ekonomi Islam itu harus dapat menjamin terwujudnya keadilan sosial.
Dalam bidang sosial kemasyarakatan, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar
antara lain adanya persamaan derajat di antara semua individu, semua golongan,
dan semua bangsa. Sesuatu yang membedakan derajat manusia ialah amal
salehnya atau hidupnya yang bermanfaat (lihat Q.S. Al-Hujurat, 49: 13)

Anda mungkin juga menyukai