Anda di halaman 1dari 16

KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN YANG VISIONER

Oleh :

Nuzoela Mawardati (17110132)

Ilmiyatun Nadiroh (17110149)

Aidar Syahmahasadika (17110160)

Jurusan Pendidikan Agama Islam

Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Jalan Gajayana No.50 Malang

info@uin-malang.ac.id

Abstract

Hijrah adalah berpindahnya sesuatu dari satu tempat ke tempat lainnya. Pada masa
hidupnya Rasulullah saw melakukan perjalanan hijrah beberapa kali dimulai dari makkah,
Habasyah, Thaif, hingga Madinah. Hijrah yang dilakukan oleh Rasulullah saw ini bertujuan
untuk menyampaikan kebenaran agama Islam kepada seluruh makhluk yang ada dimuka
bumi sesuai dengan tugas yang diberikan oleh Allah swt. Dalam penyampaian dakwahnya
Rasulullah menggunakan metode secara diam-diam dan secara terbuka sesuai dengan
situasi dan kondisi saat itu. Dakwah Rasulullah saw mencapai puncaknya ketika berhasil
mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshor sehingga menjadi satu
kekuatan tangguh bagi kaum Muslim pada masa itu.

Keyword

Hijrah, Muhajirin, Anshor


1
A. PENDAHULUAN
Perjuangan Rasulullah saw sebagai nabi dan rosul sangat berliku-liku, banyak tantangan-
tantangan yang harus dilalui dengan menggunakan strategi yang tepat sehingga kehadiran
Rasulullah saw membawa ajaran agama Islam dapat diterima oleh masyarakat Arab pada
masa itu. Pemilihan metode dan strategi dakwah yang tepat didasarkan pada berbagai kriteria
yang menjelaskan situasi, kondisi dan karakteristik masyarakat Arab pada masa itu.
Dakwah Rasulullah saw mencapai puncaknya ketika berhasil mempersaudarakan
antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshor sehingga menjadi satu kekuatan tangguh
bagi kaum Muslim pada masa itu.
Keberhasilan Rasulullah dalam menjalankan tugas sebagai nabi dan rasul menjadi suri
tauladan yang tidak bisa dilupakan dan harus kita pelajari sebagai generasi penerus umat
Islam. Sehingga ajaran agama Islam tetap terjaga kemurniannya.
B. METODE PENULISAN
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode studi pustaka karena
penulis menghimpun informasi yang penulis butuhkan dengan mencari referensi-referensi
yang berhubungan terkait dengan makalah yang penulis kerjakan, referensi tersebut dapat
penulis peroleh dari buku-buku dan internet,.

C. PEMBAHASAN
1. Latar Belakang Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah

Nabi Muhammad sudah pernah hijrah ke dua tempat yakni Habsyi dan Thaif, dan
setelahnya Nabi Muhammad SAW hijrah selanjutnya yakni ke kota Madinah, dalam
perginya hijrah tersebut di latar belakangi oleh berbagai faktor. Pertama, bangsa Yastrib
telah lebih dulu memahami agama Islam sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah. Islam
sudah menyebar di Madinah setelah Baiat Aqabah pertama di tahun ke-10 kenabian yang
dilakukan oleh 6 dari kalangan suku Khazraj yang datang ke Mekkah pada bulan Haji dan
sepulangnya ke Madinah lalu mereka mengajak masyarakat Madinah untuk masuk Islam.
Yang mana hal tersebut dilanjutkan pada tahun ke-13 kenabian yang menjadi peristiwa
Baiat Aqabah kedua yang dilakukan oleh 10 orang dari suku Khazraj dan 2 orang dari

2
suku Aus. Hal tersebut menyebabkan penduduk Madinah mayoritas memeluk agama
Islam serta menerima dengan sangat jika Rasulullah SAW hijrah ke kota Madinah.
Kedua, perbedaan iklim atau suasana yang banyak pepohonan nan subur yang
mayoritas penduduknya bermata pencaharian bertani, hal itu berpengaruh kepada watak
mereka yang lembut dan tenang sehingga sangat mendorong untuk penyebaran dan
pengembangan Agama Islam. Karena di kota Mekkah hal itu tidak dijumpai
Ketiga, Nabi Muhammad tidak diterima oleh Kaum Quraisy dan agama Islam
ditentang keras. Di sisilain sepeninggal dari Istrinya Khadijah dan pamannya Abu Thalib,
makan perlindungan kepada Nabi Muhammad SAW berkurang hingga sampai-sampai
Kaum Quraisy selalu membuat rencana jahat untuk memberhentikan dakwah Rasulullah.
Hingga akhirnya Nabi Muhammad terancam akan di bunuh oleh Kaum Quraisy, yang
mana hal tersebut keamanan untuk Nabi Muhammad sangat terancam yang menyebabkan
Nabi hijrah ke kota Madinah.
Keempat, tantangan Nabi Muhammad yang akan dihadapi di Madinah tidakkalh
sekeras di Mekkah. Karena golongan pendeta dan kaum ningrat Quraisy yang ada di
Madinah memang benar menganggap Islam beretentangan dengan kepentingan mereka,
hanya saja sikap mereka berbeda daripada penduduk Mekkah, mungkin saja faktor lain
dikarenakan mereka penduduk minoritas.
Kelima, penduduk Madinah memerlukan pemimpin yang bisa bersikap bijaksana
dan dapat mempersatukan Bangsa. Karena penduduk Madinah yakni suku Khazraj dan
dan suku Aus yang mana mereka selalu bermusuhan yang menyebabkan hubungan
mereka kurang harmonis. Permusuhan dari kedua suku tersebut awalnya disebabkan oleh
kedua suku itu menyaingi bidang ekonomi kaum Yahudiyang ada di Madinah, sehingga
kaum Yahudi menerapkan “Politik pecah belah” yang mana hal tersebut dipergunakan
untuk mengadu domba kedua suku itu hingga terajadi perang Bu’ats selama 5 tahun,
padahal kedua suku tersebut berasal dari rumpun yang sama. Hingga pada akhirnya Nabi
Muhammad hijrah ke kota Madinah dan membuang fanatisme kesukuan serta
menggantinya dengan ukhuwah Islamiyyah yang menyatukan suku Khazraj dan suku Aus
di bawah panji Islam.

2. Perjalanan Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah

3
Setelah kaum Musyrikin mengtahui perjanjian Aqaba, hal ini mengancam
keamanan kaum muslimin di Mekkah sehingga Nabi memerintahkan para sahabatnya
untuk hijrah terlebih dahulu ke Yastrib. Dalam waktu dua bulan, hampir semua kaum
Muslimin yang kurang lebih berjumlah 150 orang telah meninggalkan kota Mekkah dan
yang tertinggal hanya Ali, Abu bakar dan Nabi Muhammad.
Kaum Quraisy takut apabila Nabi Muhammad hijrah ke Madinah maka beliau
akan menjadi pemimpin di Madinah yang gigih dan bijaksana dan akan memerangi kaum
Quraisy yang ada di Mekkah sehingga mereka mendiskusikan untuk menyusun rencana
jahat untuk membunuh Nabi Muhammad SAW. Jikalau mereka mencegah Nabi hijrah
dengan paksa, di takutkan orang-orang Yastrib akan marah dan memeranginya demi
Agama dan Nabinya. Namun rencana Kaum Quraisy telah diketahui oleh Rasulullah
SAW, tapi Nabi SAW menunggu perintah dari Allah SWT untuk hijrah, karena beliau
sangat yakin akan pertolongan Allah kepadanya. Dan telah datang wahyu QS Al Anfal
ayat 30

ۚ ‫َو إ ِ ذْ ي َ ْم ك ُ ُر ب ِ َك ا ل َّ ِذ ي َن كَ ف َ ُر وا لِ ي ُث ْ ب ِ ت ُو َك أ َ ْو ي َ قْ ت ُل ُ و َك أ َ ْو ي ُ ْخ ِر ُج و َك‬
‫َّللا ُ َخ يْ ُر ا لْ َم ا ِك ِر ي َن‬ َّ ‫َو ي َ ْم كُ ُر و َن َو ي َ ْم كُ ُر‬
َّ ‫َّللا ُ ۖ َو‬
“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya
terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau
mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan
Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.”
Setelah datang perintah dan pertolongan Allah, lalu beliau menemui sahabatnya
yakni Abu Bakar yang mana Abu Bakar akan menjadi temannya untuk berhijrah ke kota
Madinah. Tidak mungkin bagi keduanya untuk keluar dari Mekkah pada siang hari tanpa
diketahui orang, sehingga Nabi Muhammad dan Abu Bakar keluar dari Mekkah pada
malam hari. Namun ketika malam turun sekelompok pemuda dari kaum kafir Quraisy
mengepung rumah Rasululah SAW. Kemudian diperintahnya Ali bin Abi Thalib untuk
tidur di tempat tidur beliau pada malam itu, dan ia mengenakan jubah hijaunya.
Pada paruh kedua malam, Nabi Muhammad SAW keluar dari rumahnya dan pergi
ke rumah Abu Bakar serta dengan kuasa Allah Nabi tidak tampak ketika beliau keluar
Rumah. Setibanya di Rumah Abu Bakakr, Nabi SAW dan Abu Bakar keluar dari rumah

4
Abu Akar memalui belakang rumahnya, dikisahkan ada yang lewat jendela belakang
ataupun pintu rahasia. Meraka berdua pergi dengan hanya membawa lima ribu dinak
milik Abu Bakar, karena harta Rasulullah sepenuhnya sudah habis untuk berdakwah
seperti membebaskan budan dan membantu orang Muslimin yang miskin.
Mereka mula-mula berangkat ke arah selatan yakni ke arah Yaman yang
berlawanan dengan arah menuju Yastrib lalu bersembunyi ke gua Tsur. Asma’ binti
Bakar biasa mengantarkan makanan kepada mereka di gua Tsur sedangkan anak laki-laki
Abu Bakar menjadi mata-mata kaum Quraisy yang mana beritanya dibawakan kepada
Anbi SAW dan ayahnya yang ada di gua Tsur. Ada juga dari budak yang telah
merdekakan oleh Abu Bakar yakni Amir bin Fuhairah, ia di beri pekerjaan untuk
menggembala kambing dan setiap malam diperahnya susu untuk diminum oleh
Rasulullah dan Abu Bakar, serta kambing tersbut di biarkan berjalan-jalan di atas jejak
kaki Asma’ dan Abdullah agar jejak tersebut terhapuskan hingga Kaum Quraisy tidak
mengetahuinya.
Kaum Musyrikin datang mencari-cari dan mengejar Rasulullah dan Abu Bakar di
gua Tsur, namun sesampainya disana terihat pintu gua itu tertutup oleh jaring laba-laba
dan terdapat sarang burung merpati yang ada telur di dalamnya. Sehingga menurut kaum
Musyrikin sangat mustahil apabila mereka berdua berada di dalam, karena sepertinya gua
ini tidak pernah di masuki oleh seseorang dalam kurun waktu dekat.
Dan setelah tiga hari di gua Tsur, mereka berjanji bertemu dengan Abdullah bin
Uraiqith yang telah disewa oleh Abu Bakar untuk menjadi petunjuk jalan yang mahir dan
terampil dengan jalan-jalan menuju kota Madinah walaupun lelaki ini masih menganut
agama dari kaumnya, ia datang bersama Amir bin Fuhairah dengan membawa kendaraan
berupa tiga unta. Dan mereka menuju ke Madinah melalui rute yang jarang di lewati oleh
orang-orang.
Dalam perjalanan Rasulullah singgah di daerah yang bernama Quba yang berjarak
5 km dari kota Madinah. Beliau singgah beberapa hari di kediaman Kalsum bin Hindun
dan di halaman kediamannya, Rasululah mendirikan masjid yang bernama Masjid Quba.
Dan Nabi Muhammad melaksanakan sholat jum’at pertama kali di masjid itu.
Nabi tiba di Madinah pada tanggal 12 Rabiul Awal / 27 September 822 M, yang
pada pada tanggal itu pula Umar bin Khattab menetapkan sebagai tahun pertama

5
Hijriyah. Kaum Muslimin Yastrim keluar dengan memakai perhiasan dan senjata dalam
rangka menyambut kedatangan RAsulullah SAW. Penduduk Madinah sangat gembira
sekali karena Nabi yang di tunggu-tunggu telah datang, mereka langsung menemui beliau
dengan wajah ceria, kagum dan cemas.
Kemudian Nabi SAW membebaskan tali kekang untanya, hingga unta tersebut
berhenti di sepetak tanah milik dua orang anak yatim Bani Najjar yaitu Sahl dan Suhail.
Lalu Rasulullah membeli tanah tersebut dan dibangunnya sebuah masjid yang sekarang
bernama masjid Nabawi, serta di sisinya dibangunnya pula rumah beliau yang sederhana.
Yastrib, kota dimana kakeknya dibesarkan, tempat ayah dan ibunya di makamkan
sehingga Nabi Muhammad SAW mengubah nama kota Yastrib menjadi sebutan yang
lebih mulia yakni kota “Yang Bercahaya” atau “Madinah al-Munawarrah” karena dari
sanalah Islam memancar ke seluruh dunia.

3. Hikmah Nabi Muhammad SAW melakukan Hijrah


a. Mengorbankan Harta untuk memperjuangkan Akidah dan Agama
Pada proses perjalan hijrah yang panjang, sesungguhnya Allah SWT
menjadikan kesucian agama dan akidah diatas segalanya. Oleh karena itulah segala
harta benda dan kedudukan tidak lagi berarti jika akidah dan syariat agama terancam
oleh perang dan penghancuran. Allah SWT mewajibkan hambaNya mengorbankan
segala harta benda untuk menyelamatkan akidah dan agama.

Allah SWT menetapkan kekuatan spiritual yang diimplementasikan dalam


akidah yang murni dan agama yang benar sebagai penjaga bagi kekuatan material
dan sumber penghidupan. Jadi, jika suatu umat memiliki akhlak yang bersih dan
selalu berpegang kepada agama yang benar, kekuatan material yang tampak dan
wilayah kekuasaan, harta, dan kedudukan mulia yang mereka miliki akan menjadi
lebih kuat, lestari, dan kokoh. Sebaliknya, jika suatu umat tidak memiliki tatanan
akhlak yang baik, apalagi kidahnya juga sesat, kekuatan material yang mereka miliki
akan lemah dan mudah hancur. Ingat, sejarah menjadi saksi paling jujur tentang
semua itu. Atas dasar itulah, Allah SWT menganjurkan kita untuk mengorbankan
harta dan tempat tinggal dalam perjuangan dijalan akidah dan agama. Tentu saja jika
pengorbanan seperti itu memang dibutuhkan.

6
Dengan kekuatan spiritual itulah, umat Islam berhasil meraih kejayaan di
wilayah kekuasaan dan kehidupan secara umum meskipun pada mulanya mereka
seolah‐olah kehilangan semua itu. Salah satu bukti paling jelas akan hal itu adalah
hijrahnya Rasulullah SAW dari Mekkah ke Madinah. Dalam peristiwa itu, secara
lahir, Rasulullah tampak kehilangan tanah kelahirannya. Akan tetapi, secara faktual,
hal yang dilakukan Rasulullah SAW itu justru melindungi sesuatu yang beliau miliki.
Berapa banyak hakikat kelanggengan atas kepemilikan sesuatu justru muncul ketika
sesuatu tersebut ditinggal pergi. Beberapa tahun setelah hijrah meninggalkan
Mekkah, ternyata Rasulullah SAW dapat kembali ke tanah kelahirannya dalam
keadaan mulia dan memiliki banyak kekuatan. Tak ada satu pun dari penduduk
Mekkah yang merancang makar untuk membunuhnya, seperti dulu.

b. Memilih sahabat yang baik

Salah satu fakta paling menonjol yang dapat kita lihat dari kisah perjalanan
hijrah Rasulullah SAW adalah permintaan beliau agar Abu Bakar RA., menjadi
teman dalam perjalanan panjang ini. Dari fakta itu Para ulama menarik kesimpulan
bahwa Rasulullah SAW ternyata begitu mencintai Abu Bakar RA. Abu Bakar lah
sahabat yang paling dekat dengan Rasulullah, maka Abu Bakar lah sosok yang paling
pantas memangku jabatan khalifah sepeninggal Rasulullah SAW. Kesimpulan ini
semakin diperkuat adanya sekian banyak fakta lain yang menegaskan keutamaan
Abu Bakar RA. Salah satu yang paling menonjol adalah ketika ia ditunjuk Rasulullah
SAW untuk memimpin salat jamaah di Masjid Nabi karena Rasulullah SAW saat itu
sedang sakit keras. Bahkan, Rasulullah SAW mewanti‐wanti agar jangan ada sahabat
lain yang menggantikan beliau menjadi imam selain Abu Bakar RA. Selain itu,
Rasulullah SAW pernah bersabda, "Kalau aku dibolehkan mengangkat seorang
kesayangan (khalil), tentulah aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai
kesayanganku." (HR Muslim)

Sebagaimana dapat kita lihat, selain memiliki kedudukan amat istimewa yang
dianugerahkan Allah SWT. Abu Bakar RA. juga menjadi contoh seorang sahabat
tepercaya. Bahkan, sahabat yang siap berkorban nyawa dan harta demi membela
Rasulullah SAW. Sebagaimana kita ketahui, Abu Bakar RA memilih masuk lebih

7
dulu kedalam gua Tsur. la siap menggantikan Rasulullah SAW menghadapi risiko
apa pun, termasuk jika ternyata di dalam gua tersebut terdapat binatang buas atau
ular. Bukan hanya itu, Abu Bakar RA bahkan juga mempersembahkan harta, anak,
dan para penggembala dombanya untuk melayani Rasulullah SAW dalam perjalanan
hijrah yang amat berat. Rasulullah SAW pernah bersabda, "Tidaklah beriman
seseorang dari kalian sampai diriku lebih ia cintai daripada anak, orangtua, dan
manusia semuanya." (HRMuttafaq'alaih).

c. Memilih metode dakwah yang sesuai dengan kondisi dan situasi

Diantara pelajaran penting lainnya adalah mungkin kita akan


mempertanyakan perbedaan hijrah Umar ibn Khathab RA dengan hijrah Rasulullah
SAW mengapa Umar ibn Khaththab RA hijrah secara terang‐terangan, bahkan
menantang orang‐orang musyrik tanpa sedikit pun merasa takut, sementara
Rasulullah SAW mengawali hijrah secara sembunyi‐sembunyi demi menjaga
keselamatan diri, Apakah Umar ibn Khaththab RA lebih berani dibandingkan
Rasulullah SAW?. Jawabannya, apa pun yang dilakukan Umar ibn Khaththab RA
atau muslim mana pun selain Rasulullah SAW harus dianggap sebagai tindakan
pribadi yang tidak memiliki implikasi syariat sama sekali. Jadi, mereka dapat
memilih salah satu di antara sekian banyak jalan dan cara untuk melakukan sebuah
perintah agama, sesuai dengan kesempatan, kekuatan, keberanian, atau keimanan
yang bersangkutan.

Sementara itu, Rasulullah SAW bisa dibilang sebagai penetap syariat


(musyarri'). Dengan kata lain, semua tindakan beliau yang berhubungan dengan
agama dianggap sebagai syariat bagi umat Islam. Itulah mengapa semua sunnah yang
beliau lakukan dianggap sebagai sumber kedua dari beberapa sumber hukum syariat,
baik itu berupa ucapan, tindakan, sifat‐sifat, atau persetujuan beliau atas perbuatan
sahabat. Jadi, kalau saja Rasulullah SAW melakukan hijrah dengan cara seperti yang
dilakukan Umar ibn Khathab RA, maka semua umat Islam pada saat itu akan
mengira bahwa cara hijrah seperti itulah yang wajib dilakukan. Mereka akan
menganggap kehati‐hatian, atau hijrah dengan cara sembunyi‐sembunyi karena
khawatir akan serangan orang‐orang musyrik adalah sesuatu yang diharamkan.

8
Padahal Allah SWT selalu menegakkan syariat‐Nya didunia dengan
mengikuti prinsip‐prinsip sebab‐musabab. Jadi, jika ada sesuatu yang terjadi, maka
tidak perlu dilakukan lagi bahwa hal itu adalah disebabkan kehendak Allah SWT.
Atas dasar ini, maka Rasulullah SAW memilih menggunakan semua cara dan jalan
"material" yang dapat dicerna akal sehat manusia biasa. Bahkan, beliau melakukan
hal itu secara sempurna tanpa celah sedikit pun. Ketika melakukan hijrah, Rasulullah
SAW memerintahkan Ali ibn Abi Thalib RA untuk tidur di atas ranjang beliau.
Mengenakan selimut yang beliau kenakan. Selain itu, Rasulullah SAW meminta
bantuan seorang musyrik sebagai penunjuk jalan ke Madinah, jalan yang tidak biasa
dilalui orang sehingga tidak mudah dikejar musuh. Bahkan, Rasulullah SAW juga
menginap tiga malam di gua Tsur untuk bersembunyi.

Demikianlah Rasulullah SAW melakukan semua hal rasional yang dapat


diterima akal sehat. Jadi, keimanan kepada Allah SWT ternyata tidak serta merta
menafikan penggunaan jalan "material" yang masuk akal, yang telah ditetapkan oleh
Allah SWT melakukan itu bukan karena mengkhawatirkan keselamatan jiwa sendiri.
Bukan pula karena menduga orang‐orang musyrik akan berhasil menangkap beliau
sebelum tiba di Madinah.

d. Selalu memohon petunjuk dan perlindungan Allah SWT

semua tindakan Rasulullah SAW dalam perjalanan hijrah itu merupakan


keharusan syariat. Ketika semua itu sudah dipenuhi dengan baik, Rasulullah SAW
selanjutnya berserah diri kepada Allah SWT, memohon perlindungan dan taufikNya.
Tujuannya tak lain adalah agar setiap muslim dapat mengetahui bahwa tidak ada satu
pun yang boleh dijadikan sandaran dalam melakukan tindakan apapun, selain Allah
SWT. Walaupun hal itu tidak boleh menafikan hukum kausalitas yang ditetapkan
Allah
SWT bagi semua ciptaanNya.

Salah satu bukti paling jelas berkenaan dengan hal ini adalah ketika
Rasulullah SAW nyaris disusul oleh Suraqah yang ingin membunuhnya. Sebenarnya,
adalah wajar jika dengan segala kehati‐hatian yang beliau lakukan dalam perjalanan

9
hijrah, Rasulullah SAW merasa takut dirinya akan tertangkap atau mati ditangan
musuh. Akan tetapi, Rasulullah SAW sama sekali tidak merasa ketakutan seperti itu.
Alih‐alih, beliau justru sibuk menghafalkan ayat‐ayat Al‐Qur'an dan terus bermunajat
kepada Allah SWT. Rasulullah SAW sadar betul bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala
yangmemerintahkan beliau hijrah pasti akan melindunginya dari segala macam
keburukan pihak musuh.

e. Tetap berbuat baik kepada yang memusuhi

Diantara pelajaran penting yang lainnya adalah, dari tindakan Ali ibn Abi
Thalib RA mengembalikan semua barangtitipan kepadayang memiliki, kita
menemukan bukti yang sangat jelas akan adanya standar ganda yang diterapkan
orang-orang musyrik terhadap Rasulullah SAW. Ketika mereka beramai‐ramai
mendustakan semua yang disampaikan Rasulullah SAW, bahkan terus mencaci
beliau sebagai penyihir dan penipu, pada saat yang sama mereka tidak menemukan
orang lain yang lebih dapat dipercayai selain Rasulullah SAW sendiri. Dengan penuh
kepercayaan, mereka justru menitipkan semua barang berharga yang mereka miliki
kepada Rasulullah SAW.

Jadi, hal ini jelas membuktikan bahwa kekufuran dan pembangkangan yang
dilakukan orang‐orang musyrik Mekkah sebenarnya bukan disebabkan keraguan
mereka akan tingkat kejujuran Muhammad SAW, melainkan lebih dikarenakan
kesombongan mereka dalam menghadapi kebenaran yang dibawanya. Selain itu,
karena takut kehilangan kedudukan dihadapan para pengikut mereka.

4. Alasan Nabi Muhammad SAW mempersaudarakan kaum anshor dan kaum


muhajirin
a. Kondisi sosial dan budaya

Masyarakat Madinah adalah masyarakat yang sifatnya heterogen. Terdapat


berbagai suku dan agama pada masyarakatnya. Penduduk Madinah awal mulanya
terbagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu kelompok Yahudi, kelompok arab pagan,
dan kelompok penganut Kristen atau nasrani.

10
Di kota Madinah terdapat golongan suku dari bangsa Arab yang sudah lama
menetap yaitu suku Aus dan Khazraj. Kedua suku inilah yang sering terlibat dalam
perselisihan konflik yang cukup lama. Dari tahun ke tahun kehidupan masyarakat
Madinah semakin tidak stabil. Hal ini terjadi karena konflik yang berkepanjangan
antar suku, antar golongan dan antar agama.

Kedatangan kaum muhajirin bersama Rosulullah SAW memperkuat


kelompok bangsa Arab yang menetap di kota Madinah sehingga penindasan dan
kesewenang-wenangan dapat terkikis serta keadilan dapat ditegakkan. Kesamaan
struktur sosial dan budaya masyarakat Makkah dan Madinah membuat kaum Anshor
dan Muhajirin lebih mudah beradaptasi, sehingga kesesuaian dan kecocokan sosial
budaya ini dapat dijadikan pondasi kuat untuk membangun sebuah kekuatan baru di
kota Madinah.

b. Kondisi Agama

Sebelum agama Islam datang. Masyarakat Madinah telah mengenal dan


memeluk berbagai agama diantaranya Yahudi, Nasrani dan berbagai aliran
kepercayaan. Dari keberagaman agama yang hampir sama dengan penduduk Makkah
itu akhirnya muncul berbagai tradisi maupun ritual keagamaan yang hampir sama
pula.

Kesamaan kondisi Agama tersebut mempermudah Rosulullah SAW untuk


mempersatukan kaum Anshor dan Muhajirin, bukan hanya keberhasilan
mempersaudarakan kaum Anshor dan Muhajirin tetapi Rosulullah SAW juga mampu
mempersatukan segala keragaman masyarakat madinah sehingga menjadi satu
kesatuan yang utuh.

c. Kondisi Politik

Kondisi politik yang tidak lagi sehat senantiasa tumbuh pada perkembangan
kehidupan masyarakat Madinah. Persaingan antar golongan, suku, dan agama untuk
saling mendominasi dalam kehidupan akhirnya harus ditempuh dengan cara-cara
yang merugikan golongan, suku dan agama lain.

11
Kehadiran Rosulullah di Kota Madinah membuat kompetisi politik menjadi
lebih baik. Rosulullah SAW dalam kebijakan politiknya mengutamakan
kemanusiaan, kesetaraan, dan keamanan. Sehingga semua golongan menjadi
kesatuan untuk melaksanakan kebijakan Rosulullah SAW.

Begitupula sikap kaum anshor kepada muhajirin yang menganggap bahwa


mereka rombongan kaum muhajirin adalah golongan yang memerlukan bantuan
kemanusiaan sehingga kaum anshor menganggap kaum muhajirin sebagai saudara
bahkan sampai merelakan segala harta benda untuk mereka.

d. Kondisi Ekonomi

Masyarakat Madinah khususnya bangsa Yahudi memiliki semangat yang kuat


untuk menumpuk harta kekayaan untuk mencari perhatian suku-suku yang lain di
Madinah yang lain sehingga sering memicu konflik dengan antar suku, golongan dan
agama.

Kondisi ekonomi masyarakat Madinah bertumpu pada sektor pertanian,


peternakan, dan industri tenun. dan perputaran ekonomi dipusatkan pada
perdagangan pasar. Kondisi ekonomi masyrakat ini tidak beda jauh dengan kondisi
ekonomi arab sehingga persaudaraan antara kaum anshor dan muhajirin dapat
memperkokoh roda perekonomian masyarakat islam.

5. Cara Nabi Muhammad SAW Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Kaum


Anshar

Setibanya Rasulullah di Madinah, beliau tidak hanya membangun masjid,


tetapi membangun relasi antara sesama kaum muslimin dengan cara
mempersaudarakan kaum Muhajirin (orang-orang Mekkah yang berhijrah ke
Madinah) dengan kaum Anshar (orang-orang Madinah yang menolong kaum
Muhajirin). Rasulullah mempersaudarakan Ja’far bin Abu Thalib dengan Mu’adz bin
Jabal, Hamzah bin Abdul Muththalib dengan Zaid bin Haritsah, Abu Bakar ash-
Shiddiq dengan Kharijah bin Zuhair, Umar bin al-Khaththab dengan Utbah bin
Malik, dan Abdurrahman bin Auf dengan Sa’ad bin ar-Rabi’.

12
Rasulullah tidak hanya mengikat tali persaudaraan sesama kaum muslimin
secara spiritual, tapi bahkan juga secara material, yakni benar-benar menjadi saudara
dalam pengertian satu darah (keluarga) yang dengan itu bisa mendapatkan harta
warisan. Namun, persaudaraan seperti ini kemudian dihapus ketika terjadi Perang
Badar dengan turunnya ayat Alquran, “Dan orang-orang yang beriman sesudah itu,
kemudian berhijrah dan berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk
golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan itu sebagiannya lebih
berhak terhadap sesamanya (daripada yang kerabat) di dalam kitab Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS Al-Anfal: 75)
Dengan ayat ini, hubungan secara material yang masuk pada ranah
pembagian waris pun dihapus, dikembalikan pada hukum semula, yakni bahwa waris
hanya berlaku bagi anggota keluarga atau nasab dan memiliki hubungan darah.
Namun, meski begitu, semua kaum muslimin tetaplah sebagai satu saudara.
Rasulullah dalam sebuah hadisnya mengatakan, “Seorang muslim itu satu dengan
yang lainnya adalah saudara. Karena itu, janganlah ia menzaliminya atau
membiarkannya terzalimi. Siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah
akan memenuhi kebutuhannya. Siapa yang membantu menghilangkan kesulitan yang
dialami oleh saudaranya, maka Allah akan menghilangkan kesulitan-kesulitan yang
menimpanya pada hari kiamat. Siapa yang menutupi aib saudaranya, maka Allah
akan menutupi aibnya pada hari kiamat.” (HR Bukhari dari Abdullah bin Umar)
Upaya Rasulullah untuk mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan Anshar
merupakan sebuah langkah progresif-visioner. Beliau tidak hanya mempersatukan
kaum muslimin dalam masjid dengan ikatan keyakinan akan kebenaran, tapi juga
mempersatukan mereka dengan ikatan kekeluargaan yang menyadarkan mereka
bahwa mereka adalah satu unit keluarga yang harus saling menolong, saling
membantu, dan saling berjuang demi kebenaran yang diyakini mereka. Dengan
mendirikan masjid, Rasulullah telah mengikat kaum muslimin untuk selalu
berhubungan dengan Allah, dan dengan mempersaudarakan mereka Rasulullah telah
mengikat mereka untuk selalu menjalin hubungan sosial yang harmonis.
Sebelum Rasulullah dan kaum Muhajirin ke Madinah, dalam Baiat Aqabah
kedua sendiri orang-orang Madinah sudah berjanji akan melindungi Rasulullah dan

13
menjadikan beliau sebagai bagian dari keluarga mereka. Tidak hanya untuk beliau
janji itu mereka katakan, tetapi kepada kaum muslimin di Mekkah yang berada
dalam tekanan hebat. Artinya, orang-orang Madinah sudah memiliki itikad yang baik
untuk membantu kaum muslimin. Maka, ketika Rasulullah mempersaudarakan
orang-orang Muhajirin dan Anshar, mereka pun dengan suka cita dan tulus
menerimanya.
Persaudaraan melahirkan sikap saling memahami, menghormati, dan
menghargai, selain mempersatukan mereka yang berlatar belakang dan berstatus
sosial berbeda dalam wadah cita-cita dan harapan yang sama. Persaudaraan
menghilangkan egoisme dan sikap individualistik. Pada saat yang sama
menumbuhkan kepedulian dan sikap altruis, bahkan dalam tingkat tertentu,
pengorbanan demi orang yang menjadi saudaranya. Persaudaraan juga melahirkan
cinta dan kasih sayang, dan menghilangkan perasaan ingin menyakiti atau bahkan
membiarkan saudaranya tersakiti oleh orang lain.
Kebenaran tidak bisa diperjuangkan sendiri. Rasulullah mulai dari awal
mengajak orang-orang untuk ikut bersamanya memperjuangkan kebenaran itu. Dan,
ketika ada cukup banyak orang terkumpul, Rasulullah mengimbau mereka untuk
bersatu, karena sebuah perjuangan tidak serta merta berhasil tanpa adanya persatuan
di antara mereka. Tetapi, persatuan juga tidak akan terbentuk sebelum mereka terikat
oleh tali persaudaraan yang membuat mereka merasa sebagai satu bagian, satu
entitas, satu keluarga, yang satu sama lain berkewajiban untuk saling membantu.
Maka, Rasulullah pun mempersaudarakan kaum muslimin dengan yang lainnya. Kita
tahu, orang-orang Arab sangat fanatik dengan klannya masing-masing. Rasulullah
tahu itu, karena itu beliau ingin mendobrak hal seperti itu dan mengubahnya menjadi
fanatisme terhadap kebenaran. Kebenaranlah yang harus dibela bersama, bukan klan.
Persaudaraan telah menghapus fanatisme klan secara mendasar.
6. Hikmah Nabi Muhammad SAW Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Kaum
Anshar
Dengan kedekatan dan persaudaran itu, maka terjadilah proses saling
menasihati dan memperbaiki diri masing-masing. Seorang saudara bisa mendapat
pengingatan dari saudaranya atau sebaliknya mengingatkan saudaranya jika melihat

14
terjadinya penyimpangan atau kekeliruan. Setiap manusia selalu butuh pihak lain
yang memberikan motivasi di saat lesu dalam beramal dan berjuang, atau
menenangkan jiwa di kala galau, atau meneguhkan hati agar tetap sabar saat
berhadapan dengan segala ujian, rintangan, dan tantangan. Dan, semua itu dapat kita
peroleh manakala ada sebuah lingkaran persudaraaan yang erat dan solid yang setiap
orang bertanggung jawab tentang kondisi saudaranya. Muakhah yang dilakukan
Rasulullah Saw. paling tidak mempunyai tujuan-tujuan berikut:
1. Untuk menghilangkan rasa keterasingan dan kesendirian dalam hati para
Muhajirin dengan keberadaan mereka di negeri orang. Sementara mereka hadir
di negeri itu dengan meninggalkan tanah kelahiran, harta, bahkan sanak famili.
2. Untuk merealisasikan atau mewujudkan nilai-nilai al-wala (kesetiaan) dan al-
bara (pemutusan hubungan kesetiaan atau berlepas diri).
3. Setia dan cinta kepada orang-orang beriman dan menolak kepatuhan dalam
kemaksiatan dan kemungkaran.
4. Menanamkan ruh senasib sepenanggungan, saling meringankan beban, dan
saling berempati kepada sesama.
5. Muakhah juga dimaksudkan untuk menjadi solusi bagi persoalan ekonomi kaum
Muhajirin. Mereka datang hanya membawa keiman dan kecintaan kepada Allah
serta Rasul-Nya. Sedangkan harta, bisnis, ladang, dan ternak mereka tinggalkan
di Mekkah.
6. Muakhah merupakan sarana teramat penting bagi upaya konsolidasi umat
Rasulullah Saw. dengan segala potensi dan kekuatannya. Ini adalah upaya
Rasulullah Saw. untuk memastikan bahwa orang-orang beriman benar-benar
bagaikan satu tubuh atau satu bangunan.
Setelah adanya sistem Mukhkhah ini kaum Muhajirin merasa senang karena
kaum Anshar sangat berbaik hati dengan mencukupi kebutuhan sehari hari dan
memberikan pekerjaan kepada kaum Muhajirin, namun kaum Muhajirin merasa
cemas dan khawatir jika kaum Anshar akan mengangkut semua pahala. Mendengar
hal ini Nabi langsung merespon bahwasanya pikiran itu tidak benar dan
sesungguhnya jika kaum Muhajirin memuji dan mendoakan kaum Anshar maka kaum
Muhajirin juga akan mendapatkan pahala.

15
Atas kebaikan kaum Anshar ini, nabi Muahammad menyuruh kaum Muhajirin
untuk memberikan pujian dan mendoakan kaum Anshar. Selain mendapat pujian dari
nabi Muhammad dan kaum Muhajirin, Allah juga memberikan pujian terhadap kaum
Anshar, sebagaimana tercantum dalam surat Al-Hasyr ayat 9 : Saling mewarisi atas
dasar persaudaraan agama ini dilakukan sebelum perang badar, namun setelah perang
badar saling mewarisi harta atas dasar persaudaraan agama ini tidak berlaku lagi. Dan
yang berlaku adalah sitem saling mewarisi atas dasar hubungan kekerabatan. Hal ini
dikarenakan turunya ayat Allah yang menasakh hukum sebelumnya. Adapun ayat
tersebut ialah surat Al-Anfaal ayat 75 :“dan orang-orang yang beriman sesudah itu
kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu Maka orang-orang itu Termasuk
golonganmu (juga). orang-orang yang mempunyai hubungan Kerabat itu
sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat)di
dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”

D. KESIMPULAN

REFERENSI
Arif Mulyadi. 2009. Teladan Abadi Muhammad SAW. Jakarta: Al-Huda
Badri Yatim. 2013. Sejarah Peradaban Islam. Depok: PT Rajagrafindo Persada
Ibnu Katsir. 2009. Sejarah Nabi Muhammad SAW. Solo: At Tibyan
Imam Fu’adi. 2011. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Teras
Tahia al-Ismail. 1996. Tarikh Muhammad SAW. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

16

Anda mungkin juga menyukai