KELAS : IV A
SD NEGERI 1 CISAAT
KABUPATEN SUKABUMI
Berbeda dengan sebagian agama yang menandai hari kelahiran atau kematian
pendiri mereka sebagai titik awal, Islam tidak memberikan banyak perhatian pada hari
kelahiran Muhammad. Namun peristiwa Hijrah-lah yang menempati posisi terpenting
dalam sejarah Islam sehingga digunakan sebagai tonggak sejarah dimulainya babakan
baru dunia Islam, proses migrasi Muhammad dan Abu Bakar kemudian diikuti para
shahabat lainnya dari kota Makkah ke Madinah.
Kata hijrah berarti pemutusan hubungan, Makna hijrah juga bukan sekedar
upaya melepaskan diri dari cobaan dan cemoohan semata, tetapi di samping makna itu
hijrah juga dimaksudkan sebagai batu loncatan untuk mendirikan sebuah masyarakat
baru di negeri yang aman, juga memiliki makna penegasan mengenai posisi
Muhammad dan pengikutnya, dengan era sebelumnya. Sebelum hijrah Muhammad
adalah seorang pendakwah dengan pengikut individual, setelah Hijrah beliau adalah
tempat masyarakat untuk mendapatkan lebih dari sekedar spiritulitas-teologis tetapi
juga pemimpin politik-sosial bukan sekedar spiritual-teologis. Hijrah juga
menunjukkan terbentuknya ummah sehingga Islam bukan sekedar cita-cita individual
namun sudah bersifat komunal.
Pada pelaksanaan haji tahun berikutnya, ada 12 orang yang datang, lima
diantara mereka adalah enam orang yang sudah bertemu Rasulullah sebelumnya.
Mereka menyatakan diri masuk Islam dan melaksanakan pembai’atan Aqabah.
Adapun isi baiat tersebut yaitu: tidak akan menyekutukan Allah, tidak mencuri tidak
berzina, tidak membunuh anak-anak sendiri, tidak akan berbuat dusta, tidak
mendurhakai Nabi, barangsiapa yang menepatinya maka akan mendapat pahala dari
Allah dan yang mendurhakainya akan mendapat balasan yang setimpal dari Allah.
Setelah bai’at itu terlaksana, beliau mengirim Mush’ab bin Umair Al-Abdary
sebagai utusan yang pertama yang menyebarkan agama islam dikalangan penduduk
Yastrib. Ia menginap di rumah As’ad bin Zurarah. Suatu hari mereka pergi bersama
ke perkampungan Bani Abdul Asyhal dan Bani Zhafar.
Sementara itu Sa’ad bin Mu’adz dan Usaid bin Hudhair sebagai pemimpin
kaum Bani Asyhal yang masih musyrik, mendengar kedatangan mereka dan ingin
menghalangi mereka menyebarkan agama Islam. Namun, setelah bertemu dengan
Mush’ab dan mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an serta penjelasan tentang Islam,
Sa’ad menyatakan masuk Islam dan juga mengajak kaumnya untuk masuk Islam.
Pada musim haji berikutnya, yaitu tahun ketiga belas dari nubuwah, tepatnya
pada bulan Juni 622 M, tujuh puluh tiga orang laki-laki dan tiga orang perempuan
Yastrib yang telah memeluk Islam datang ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji.
Mereka menginginkan Nabi hijrah ke Yastrib untuk menyelamatkan beliau dari kafir
Quraisy Makkah. Tak lama setelah itu, mereka sepakat untuk berkumpul secara
rahasia, disebuah bukit di Aqabah dan membentuk perjanjian Aqabah kedua dengan
Nabi, yang berisi:
Untuk mendengar dan taat dalam segala keadaan yang dialami Nabi.
Untuk menafkahkan harta ketika dalam sulit dan mudah
Untuk menyuruh kepada yang benar dan mencegah dari yang salah.
Untuk mengharap Ridhla Allah dan tidak takut atau risau dengan celaan orang.
Untuk menolong Nabi jika Nabi datang kepada penduduk Madinah, melindungi
Peristiwa Hijrah merupakan suatu indikasi kebenaran ajaran Nabi dan latihan
bagi para pengikutnya. Dengan proses itu, mereka menjadi mampu untuk memikul
tanggung jawab sebagai khalifah Allah di muka bumi, untuk mengimplementasikan
hukum-hukum Allah, melaksanakan perintah-Nya dan berjuang di jalan-Nya. Mereka
menjadi ahli (mampu) saat harus terlibat dalam pembentukan Negara Madinah setelah
sebelumnya,”tertindas dimuka bumi (Mekah), dan takut orang-orang akan
menganiaya dan menculik mereka …” (al-Anfal:26)