Anda di halaman 1dari 4

Isi perjanjian Hudaibiyah disepakati oleh Nabi Muhammad SAW dan kaum Quraisy

Makkah pada bulan Dzulqa'dah, tahun ke-6 Hijriyah, atau sekitar bulan Maret 628 M. Salah satu
poin isi perjanjian Hudaibiyah adalah kesepakatan gencatan senjata antara umat Islam dan
kaum Quraisy selama 10 tahun. Poin itulah yang kemudian dilanggar oleh kaum Quraisy, saat
sekutu mereka Kabilah Bani Bakr menyerang Kabilah Khuza’ah yang beraliansi dengan umat
Islam. Pelanggaran tersebut memicu peristiwa akbar dalam sejarah Islam di masa kenabian
Rasulullah Muhammad SAW, yakni Fathul Makkah. Hudaibiyah sebenarnya nama sebuah
sumber air. Lokasi Hudaibiyah berjarak sekitar 22 km arah barat laut dari Kota Makkah. Di
sekitar sumber air itu, tumbuh banyak taman dan berdiri masjid bernama Ar-Ridhwan.

Persitiwa terbentuknya Perjanjian Hudaibiyah terjadi setelah meletup rentetan


bentrok militer antara umat Islam dengan kaum Quraisy, termasuk perang Badar, Uhud, hingga
Khandaq. Sebelum perjanjian itu diteken, hubungan Madinah-Makkah dalam situasi
menegangkan sehigga kedua kubu saling bersiaga. Latar Belakang Perjanjian Hudaibiyah
Rangkaian peristiwa yang berujung pada perjanjian Hudaibiyah berawal dari mimpi Rasulullah
SAW pada tahun ke-6 setelah beliau hijrah ke Madinah. Dalam mimpinya itu, Rasulullah SAW
bersama para sahabat memasuki Makkah dengan aman, menginjakkan kaki di Masjidil Haram,
mengambil kunci Ka'bah, dan melaksanakan ibadah umrah. Rasulullah SAW lantas
menceritakan mimpi itu kepada para sahabatnya. Nabi Muhammad SAW pun bilang ke para
sahabat soal rencananya menunaikan ibadah umrah ke Makkah. Para sahabat setuju dan
segera bersiap melakoni perjalanan yang penuh risiko itu. Maka itu, pada awal bulan
Dzulqa'dah tahun ke 6 Hijriyah, Rasulullah SAW bersama 1500-an sahabat berangkat ke
Makkah.

Adapun kepemimpinan di Madinah dipasrahkan untuk sementara kepada Abdullah bin


Ummi Maktum. Nabi Muhammad dan semua sahabatnya yang berangkat ke Makkah sama
sekali tidak membawa senjata, kecuali pedang dan sarungnya sebagaimana para musafir di
masa itu. Dalam rombongan Rasulullah SAW, juga ada puluhan unta dengan tanda di lambung
kanannya sebagai petunjuk bahwa hewan-hewan itu untuk kurban, bukan kendaraan perang.
Pesan terang benderang ditunjukkan Rasulullah SAW bahwa kedatangannya ke Makkah bukan
untuk bertempur dengan kaum Qurays. Bahkan saat sampai di tempat bernama Dzul Hulaifah,
Rasulullah SAW meminta para sahabatnya segera memakai pakain ihram, berniat
melaksanakan umrah, dan membaca talbiah sepanjang perjalanan. Meskipun begitu, kaum
Qurays di Makkah tetap curiga dan bahkan berusaha menghalangi rombongan Rasulullah SAW
agar tidak bisa masuk ke Kota Makkah.
Mereka pun sempat mengirim pasukan di bawah pimpinan Khalid bin Walid untuk
melakukan penghadangan, tapi Rasulullah SAW memutuskan untuk melewati jalur berbeda
agar tidak terjadi konfrontasi. Artinya, situasi tegang antara kedua kubu belum mereda. Banyak
kaum Qurays menganggap kedatangan Rasulullah SAW sebagai serbuan mendadak, meski
ada sinyal jelas bahwa rombongan dari Madinah berniat menjalankan ibadah. Sementara itu, di
tengah perjalanan menuju Makkah, Rasulullah SAW meminta rombongannya untuk berhenti
dan berkemah di sebuah lembah yang lantas jadi lokasi perundingan Hudaibiyah.

Di tempat itu pula, Nabi Muhammad SAW menerima beberapa utusan dari kaum
Qurays. Utusan-utusan itu dikirim oleh kaum Qurays untuk mengonfimasi maksud rombongan
Rasulullah SAW datang ke Kota Makkah. Ada 4 utusan yang dikirim secara bergilir oleh kaum
Qurays, yaitu Badil bin Warqa (Bani Khuzaah), Makraz bin Haf, Hulais (Kabilah Ahabsy), Urwah
bin Mas’ud as-Saqaf. Namun, kaum Qurays masih tidak percaya bahwa rombongan Nabi
Muhammad SAW datang ke Makkah untuk umrah. Karena itu, Rasulullah SAW kemudian
mengutus Khurasy bin Umayyah al-Khuza’i untuk menegaskan keterangan ke kaum Qurays
bahwa tidak ada niat perang. Akan tetapi, unta yang dikendarai Khurasy dibunuh dan ia sendiri
nyaris kehilangan nyawa. Setelah insiden tersebut, dikutip dari situs Kemenag, Rasulullah
mengutus Utsman bin Affan untuk menyampaikan pesan kepada kaum Qurays terkait niat
rombongan dari Madinah yang hendak melaksanakan umrah.

Utsman jadi pilihan, terutama karena dia dikenal memiliki sikap yang lunak dan banyak
kerabat berpengaruh di kalangan kaum Qurays Makkah. Ketika tiba di Makkah, Utsman segera
menemui perundingan yang alot. Sekalipun banyak pembesar kaum Qurays, seperti Abu
Sufyan, adalah kerabat Utsman, izin bagi rombongan Rasulullah SAW untuk masuk Makkah
tetap tidak diberikan. Akibat perundingan yang alot itu, Utsman terpaksa tinggal lebih lama di
Makkah dari rencana semula. Di tengah situasi yang demikian meresahkan para sahabat,
tersiar isu bahwa Utsman dibunuh oleh kaum Quraisy. Mendengar kabar itu, Rasulullah SAW
segera memerintahkan para sahabat untuk berkumpul dan menyampaikan sumpah setia,
bahwa mereka tidak akan pulang sebelum memerangi kaum Qurays. Maka, seluruh sahabat
kemudian berikrar akan memerangi kaum Qurays. Usai baiat itu berlangsung, Utsman baru
datang kembali dari Makkah, dan segera ikut berbaiat. Peristiwa yang dikenal dengan sebutan
Bai’at ar-Ridwan itu diabadikan dalam firman Allah SWT QS Al-Fath ayat 48. Baca juga:
Revolusi Bani Abbasiyah Menggusur Kuasa Bani Umayyah Sejarah Kekhalifahan Umayyah,
Kejayaan, Hingga Keruntuhannya Menyadari situasi semakin genting,
Kaum Quraisy mengutus Suhail bin Amr untuk membahas perjanjian damai dengan
Rasulullah SAW. Perundingan Suhail dengan Nabi Muhammad yang disaksikan oleh para
sahabat tersebut berlangsung lama. Apalagi, Suhail ngotot menyodorkan poin yang tidak bisa
ditawar, seperti rombongan Rasulullah SAW harus kembali ke Madinah, dan baru boleh datang
ke Makkah untuk umrah pada tahun berikutnya. Akhirnya, dalam perundingan tersebut, muncul
kesepakatan yang disebut dengan Perjanjian Hudaibiyah. Isi Perjanjian Hudaibiyah
Sebenarnya, banyak sahabat yang keberatan dengan sejumlah poin dalam Perjanjian
Hudaibiyah. Meski demikian, Rasulullah SAW berbesar hati untuk menyetujuinya, demi tercipta
perdamaian. Rasulullah SAW tidak menolak saat Suhail meminta teks perjanjian Hudaibiyah
tidak diawali kata Bismillaahirrahmanirrahiim, melainkan Bismika Allahumma (atas nama ya
Allah).

Suhail juga menolak pencantuman nama "Muhammad Rasulullah" dan memintanya


dengan diganti Muhammad bin Abdullah. Usul yang terakhir ini juga diterima oleh Rasulullah
SAW, sekalipun banyak sahabat keberatan. isi perjanjian Hudaibiyah adalah sebagai berikut:

1. Kedua belah pihak sepakat mengadakan gencatan senjata selama 10 tahun

2. Setiap orang diberi kebebasan bergabung dan mengadakan perjanjian dengan Nabi
Muhammad, atau dengan Kaum Quraisy.

3. Setiap orang Quraisy yang menyeberang ke kubu Nabi Muhammad tanpa seizin walinya,
harus dikembalikan, sedangkan jika pengikut Nabi Muhammad bergabung dengan Quraisy
tidak dikembalikan.

4. Nabi Muhammad dan sahabatnya harus kembali ke Madinah dan tidak boleh masuk Makkah,
dengan ketentuan bisa kembali pada tahun berikutnya. Mereka dapat memasuki kota dan
tinggal selama 3 hari di Makkah dan tidak dibenarkan membawa senjata kecuali pedang
tersarung.

Hikmah Perjanjian Hudaibiyah Awalnya sempat timbul kekhawatiran di kalangan para


sahabat mengenai perjanjian Hudaibiyah. Mereka mengira perjanjian ini hanya menguntungkan
kaum Quraisy dan merugikan umat Islam. Namun, Rasulullah SAW menyikapi perjanjian ini
dengan arif. Nabi Muhammad memanfaatkan situasi aman dan damai setelah perjanjian
Hudaibiyah untuk semakin memperluas dakwah Islam. Duta-duta Islam dikirim ke negara
tetangga untuk mengajak mereka mengikuti seruan Nabi Muhammad. Ajakan itu diterima oleh
beberapa penguasa negeri tetangga, meski ditolak oleh sebagian lainnya. Jumlah umat Islam
pun segera bertambah banyak setelah perjanjian Hudaibiyah disepakati. Setidaknya ada 2
hikmah di balik perjanjian Hudaibiyah. Pertama, pemerintahan Islam di Madinah mendapatkan
legitimasi. Perjanjian Hudabiyah secara tidak langsung mengakui status Nabi Muhammad SAW
sebagai pemimpin umat Islam dan Kota Madinah. Artinya, perjanjian itu mencerminkan
pengakuan kaum Qurays terhadap pemerintahan Islam di Madinah. Kedua, salah satu
kesepakatan di perjanjian Hudaibiyah adalah gencatan senjata selama 10 tahun. Kesepakatan
ini memberi peluang kepada Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya untuk makin
memperluas dakwah Islam tanpa harus disibukkan dengan urusan perang.

Baca selengkapnya di artikel "Sejarah Isi Perjanjian Hudaibiyah serta Latar Belakang &
Hikmahnya", https://tirto.id/gnKV

Anda mungkin juga menyukai