Anda di halaman 1dari 11

Perang Uhud

Perang Uhud, terjadi pada tahun 3 H (625 M). Penyebabnya karena kekalahan kaum Quraisy
dalam perang Badar merupakan pukulan berat. Mereka bersumpah akan melakukan
pembalasan. Untuk itu pemimpin Abu Sufyan memobilisasi 3000 prajurit. Beberapa orang
pembesar disertai istrinya berperang termasuk istri Abu Sufyan sendiri, Hindun. Mereka
berangkat menuju Madinah.
Mendengar berita itu, Nabi bermusyawarah dengan para sahabat dan disepakati
menyongsong musuh ke luar kota. Nabi Muhammad dengan pasukan 1000 orang
meninggalkan kota Madinah. Tetapi baru saja melewati batas kota, Abdullah bin Ubay
seorang munafik dengan 300 orang Yahudi membelot dan kembali ke Madinah. Meski pun
dengan 700 pasukan, Nabi tetap melanjutkan perjalanan.
Di Bukit Uhud kedua pasukan itu bertemu. Nabi memilih 50 orang pemanah ahli di bawah
pimpinan Abdullah bin Jabir untuk menjaga garis belakang pertahanan. Mereka
diperintahkan Nabi agar tidak meninggalkan tempat tersebut, apapun yang terjadi, menang
atau kalah.
Perang dahsyat pun berkobar. Pertama-tama prajurit Islam dapat memukul mundur tentara
musuh yang lebih besar itu. Pasukan berkuda yang dipimpin Khalid bin Walid gagal
menembus benteng pasukan pemanah Islam.
Sayangnya kemenangan yang sudah diambang pintu itu tiba-tiba gagal karena godaan harta
gonimah. Prajurit Islam mulai memungut harta rampasan perang tanpa menghiraukan
gerakan musuh. Termasuk di dalamnya anggota pasukan. Kelengahan kaum muslimin ini
dimanfaatkan oleh Khalid bin Walid untuk melumpuhkan pasukan pemanah Islam, dan
pasukan musuh yang tadinya sudah kalah berbalik menyerang pasukan Islam. Akibatnya satu
per satu pahlawan Islam gugur, bahkan Nabi sendiri terluka dan terperosok jatuh ke dalam
sebuah lubang, dengan bercucuran darah. Melihat kejadian itu, seorang Quraisy meneriakkan
bahwa Nabi telah tewas. Karena yakin bahwa Nabi telah terbunuh, kaum Quraisy
menghentikan perang.
Di pihak Islam lebih dari 70 orang gugur, termasuk paman Nabi Hamzah yang dadanya
dibelah dan hatinya dimakan istri Abu Sufyan, Hindun karena dendam melihat Hamzah yang
membunuh saudaranya dalam perang tanding badar sebelumnya.
Penghianatan Abdullah bin Ubay dan pasukan Yahudi yang membelot diganjar dengan
tindakan tegas. Mereka itu terdiri dari Yahudi Bani Nadhir, salah satu suku Madinah, mereka
diusir ke luar kota. Kebanyakan mereka mengungsi ke Khaibar. Sedangkan Yahudi lainnya,
yaitu bani Quraizah masih tetap di Madinah, yang diperingatkan Nabi agar tidak
meninggalkan pos-nya apapun yang terjadi.
Perang Badar
Perang Badar terjadi pada tanggal 13 Maret 624 M, atau hari ke-17 Ramadhan tahun 2
hijriah. Jadi, perang Badar berlangsung tepat pada tanggal 17 Ramadhan di wilayah Badar
yang terletak di Perang Badar terjadi di wilayah Badar di antara Mekkah dan Madinah pada
tanggal 17 Ramadhan tahun 2 Hijriah, atau 13 Maret 624 M. Saat itu adalah tahun pertama
umat Islam diwajibkan puasa di bulan Ramadhan. Perang Badar sebenarnya merupakan
penyergapan pada kafilah pimpinan Abu Sufyan yang pulang dari ekspedisi dugong dari
Suriah.
Abu Sufyan kemudian mendengar kabar, kaum muslimin bermaksud menyerang kafilahnya.
Karena itu, Abu Sufyan mengambil rute berbeda, bertolak menjauhi jalur pantai Laut Merah
dan mengirim utusan untuk berangkat duluan ke Makkah demi meminta bantuan.
Mendengar bahwa umat Islam akan menyerang kafilah Abu Sufyan, kaum Quraisy Makkah
menjadi berang. Rencana penyergapan oleh pasukan muslim Madinah itu dinilai menodai
kehormatan kaum Quraisy.
Maka itu, kabilah-kabilah di Makkah segera memasok bala tentara dengan jumlah total 1000
orang guna menghadapi pasukan Islam yang jumlahnya jauh lebih sedikit. Di antara pasukan
Quraisy itu, bahkan terdapat kerabat Rasulullah SAW dari kabilah bani Hasyim, seperti
paman nabi, Abbas bin Abdul Muthalib, Hakim (sepupu Khadijah), dan sebagainya.
Pertempuran besar dalam perang Badar sebenarnya di luar perkiraan umat Islam. Sejak awal,
Nabi Muhammad SAW merencanakan pengerahan pasukan muslim buat penyergapan biasa,
bukan demi perang besar. Karena itulah, pasukan Islam saat itu tidak banyak, hanya 313
orang.
Ketika melihat besarnya tentara Makkah serta banyaknya persenjataan, zirah, tombak,
pedang, dan alat-alat tempur yang lengkap, Nabi Muhammad SAW sempat menangis dan lalu
bermunajat
Setelah mengetahui akan terjadinya perang besar, Nabi Muhammad SAW merancang strategi
perlawanan. Beliau menjejerkan tentaranya dalam formasi rapat, sekaligus memerintahkan
agar sumur-sumur segera dikuasai guna memutus pasokan air ke pasukan Quraisy.
Strategi lainnya adalah mengawali perang dengan pertempuran jarak jauh. Ketika pasukan
Quraisy bertolak untuk menyerang, pasukan Islam tidak segera menyambutnya dengan duel
fisik langsung, melainkan lebih dahulu menembakkan anak-anak panah dari kejauhan.
Setelah itu, baru mereka menghunus pedang dan bertempur satu lawan satu.
Dengan strategi yang rapi dan penuh perhitungan, setelah tengah hari, 50 pemimpin suku
Quraisy tewas, termasuk Abu Jahal. Sementara sisanya banyak yang kabur. Di sisi lain,
korban dari kubu pasukan muslim hanya 14 orang.
Di akhir perang Badar, selain berhasil memukul mundur 1000 tentara dari Quraisy, pasukan
muslim pun mengambil rampasan 600 persenjataan lengkap, 700 unta, 300 kuda, serta
perniagaan kafilah Abu Sufyan.
Perang Mu'tah
Perang ini tercatat dalam sejarah sebagai perang besar di mana 3.000 tentara Muslim
melawan 200.000 tentara Kristen Romawi. Perang Mu’tah sangat dahsyat, namun hanya dua
belas saudaranya yang syahid, dan mereka menempati posisi yang tinggi di sisi Allah SWT.
Utusan Allah telah dikirim oleh untuk berdakwah dan memerangi orang-orang sampai
mereka bersumpah tauhid sawah. Maka kemuliaan bagi mereka yang mengikuti agamanya,
dan kehinaan bagi mereka yang menentangnya.

Dan sekarang saatnya untuk melawan orang Kristen Romawi. Dan gilirannya akan melawan
orang bijak, penyembah api, dan semua orang kafir sampai agama Tuhan bangkit dan menang
di bumi. Terutama religius, meskipun orang-orang kafir membenci Islam dengan penuh
kemenangan. Inilah Islam, inilah Jihad, memberikan rahmat kepada umat manusia dan tidak
membiarkan mereka tetap berada dalam kutukan Allah dengan tetap dalam kekafiran, tetapi
Islam akan menuntun mereka dari kegelapan kemalasan dan kekafiran menuju cahaya Islam.
Rasulullah mengatakan: “Allah kagum pada orang-orang yang masuk surga diikat dengan
rantai besi.” (HR Bukhari). Artinya mereka ditangkap oleh tentara Muslim, diikat dengan
rantai besi, dikawal ke negeri Islam, dan masuk Islam hingga bahagia di surga.

Dan jika orang-orang kafir dari bangsa yang berbeda tidak bersatu pada saat yang sama dan
menyerang umat Islam, itu akan membutuhkan kebijaksanaan Allah. Ketika orang-orang
kafir Quraisy memerangi kaum Muslim, bangsa Arab lainnya tetap diam dan menunggu hasil
dari Quraisy. Ketika semua orang Arab dan Yahudi bersatu untuk melawan Muslim,
orang-orang Kristen tetap diam dan menunggu hasil perang. Ketika umat Islam melawan
Romawi, orang Persia dan orang bijak dari Timur juga diam, menunggu hasil perang ini
sampai semua bangsa dan semua agama ditaklukkan oleh umat Islam. Ketika utusan ini
mencapai Muta (tepi timur), dia dihentikan dan dibunuh, tetapi menurut kebiasaan pada masa
itu, dan bahkan hari ini, tidak boleh ada utusan yang dibunuh dan membunuh seorang utusan
selalu merupakan pernyataan perang. Rasulullah SAW murka atas perbuatan jahat tersebut
dan mengirimkan pasukan ke Jumadil Awal yang dipimpin oleh Zaid bin Haritsah pada tahun
ke-8 penanggalan Islam.

Sabda Rasulullah, Semoga Allah memberkahi dan memberinya kedamaian. Ini adalah
pertama kalinya Rasulullah menunjuk tiga komandan sekaligus, mengetahui kekuatan militer
Roma yang belum pernah terjadi sebelumnya di sawah. Pasukan Allah SWT berangkat.
Pasukan ini melanjutkan perjalanannya hingga mencapai Ma’an di Siam, di mana datang
berita bahwa raja Romawi bernama Heraclius dengan 100.000 prajurit dan suku Arab
mencapai mereka. Mereka bergabung dengan orang Kristen yang menghitung 100.000
tentara, sehingga jumlah total tentara musuh menjadi 200.000.

Sebagai strategi perang untuk memikat Romawi ke medan perang yang lebih terbuka di
padang pasir, dia memerintahkan pasukannya untuk mundur dengan aman ke Madinah
sementara musuh tidak mengejar mereka.

Dalam perang inilah Khalid radhiallahu ‘anhu berperang hingga sembilan pedang di
tangannya patah. Ini menunjukkan betapa hebat perang itu. Hanya dua belas saudaranya yang
mati syahid, sedangkan untuk pasukan musuh, jumlah korban belum bisa dipastikan, namun
diperkirakan sangat tinggi. Hal ini terlihat dari skala perang yang terjadi.
Perang Khandaq
Di antara sejarah besar dalam Islam yang terjadi pada bulan Syawal adalah perang Khandaq.
Yaitu peristiwa bersejarah yang terjadi pada tahun kelima Hijriah. Peristiwa Khandaq
membuat umat Islam mendapatkan kedudukan lebih kuat dan strategis dalam konstelasi
politik suku Arab. Perang antara 3.000 personel umat Islam melawan koalisi kaum kafir
dengan kekuatan 15.000 pasukan, dengan koalisi antara orang kafir Makkah, kaum Yahudi,
orang-orang Quraisy, dan beberapa kelompok konspirasi.

Perang Khandaq dipicu oleh seruan dan ajakan orang-orang Yahudi saat itu kepada beberapa
kelompok dan pembesar suatu suku, lantaran mereka sangat emosi dan merasa sangat terhina
ketika melihat kaum Muslimin semakin luar biasa dan semakin luas dalam menyebarkan
agama Islam. Tidak hanya itu, kaum Yahudi merasa iri ketika melihat keuntungan yang selalu
diraih umat Islam. Kaum Yahudi mulai membangun strategi, dengan cara melakukan
konspirasi baru untuk mengumpulkan pasukan yang banyak, guna menyerang kaum
Muslimin.

Rencana jahat itu terdengar oleh kaum Muslimin, dan disampaikan kepada Rasulullah ‫ﷺ‬.
Kemudian Nabi mengajak para sahabat untuk bermusyawarah. Dalam musyawarah itu,
Salman al-Farisi menawarkan sebuah gagasan yang cemerlang. Seorang sahabat pendatang
dari Persia itu mengusulkan agar kaum Muslimin menggali parit di wilayah utara kota
Madinah, yaitu daerah yang bisa menghubungkan antara kedua ujung daerah Harrah Waqim
dan Harrah al-Wabrah. Daerah ini juga merupakan satu-satunya jalan terbuka di hadapan
pasukan musuh. Sedangkan sisi lainnya sudah menjadi benteng, karena terdapat
gunung-gunung tinggi, yang dipenuhi pohon kecil, dan dikelilingi pohon-pohon kurma,
sehingga bisa menyulitkan unta dan pejalan kaki untuk melewatinya. Strategi yang diusulkan
sahabat Salman al-Farisi diterima Rasulullah ‫ ﷺ‬beserta para sahabat yang lain, mengingat
jumlah pasukan tentara musuh yang begitu besar. Kemudian, dimulailah proses penggalian.

Di bawah panasnya terik Matahari, Rasulullah ‫ ﷺ‬dan para sahabatnya menggali tanah
dengan ukuran panjang mencapai mencapai 5.000 dzira’ (sekitar 3 kilometer), lebarnya 7-10
dzira’ (sekitar 4-6 meter), dan kedalaman 9 dzira’ (sekitar 5,5 meter). Dan yang perlu
dijadikan teladan dalam penggalian parit ini, bahwa Rasulullah tidak hanya memerintahkan
para sahabatnya, melainkan menjadi pengawal dan ikut bergotong royong sampai penggalian
itu selesai.

Ketika pasukan Quraisy dan berbagai konspirasinya tiba di Madinah, mereka dikagetkan
dengan parit yang menghalangi jalan mereka untuk memasuki kota Madinah guna menyerang
kaum Muslimin. Berbagai upaya mereka lakukan untuk menerobos parit, namun selalu gagal.
Perang Hamra’ Al Asad
Perang Hamra’ Al-Asad adalah perang yang masih merupakan rangkaian daripada perang
Uhud. Yaitu kejadiannya ketika kaum muslimin kembali dari medan Uhud pada Sabtu sore,
tanggal 15 Syawal tahun ke-3 Hijriyah.

Ketika kaum muslimin baru selesai menjalankan sholat subuh, tiba-tiba mereka mendengar
seruan Rasul yang menyerukan supaya kaum muslimin yang mengikuti perang Uhud segera
cepat bergabung dengan pasukan perang untuk menghalau musuh yang datang menyerang.
Seruan Rasul itu juga menyerukan untuk tidak keluar bagi yang tidak ikut serta dalam perang
Uhud. Hal ini bertujuan agar tidak didasari dengan rasa dendam. Kaum muslimin tentu saja
menyambut dengan semangat yang membara tanpa memperdulikan rasa lelah dan luka-luka
yang mereka dapatkan. Apalagi dalam perang tersebut Rasul sendiri yang bertindak sebagai
komandan pasukan perang. Gerakan dan semangat yang dikobarkan oleh kaum muslimin ini
terus menerus membara dari semenjak mereka berangkat dari kota Madinah sampai di
Hamra’ Al-Asad.

Pergerakan yang dilakukan kaum muslimin dengan semangat membara dan berani tersebut
tentu saja mengagetkan orang-orang munafik dan musuh-musuh Islam yang lain. Sebab
mereka tidak menyangka jika semangat Umat Islam masih sedemikian besar untuk terus
menghadapi medan perang.

Turunnya Rasul dalam perang Hamra Al Asad adalah Isyarat bagi kaum muslimin bahwa
sikap dan mental perlu dibangun dengan kokoh akar mampu memerangi mental pada diri
sendiri. Jadi bisa dikatakan maksudnya adalah sebelum menghadapi orang lain kita harus
mampu menghadapi diri kita sendiri. Dalam perang ini juga Rasulullah sendiri yang
mengatur siasat perang. Sehingga Ketika kaum muslimin sampai di Hamra’ Al-Asad, Rasul
menyuruh kaum muslimin menginap dan menyalakan api setiap malamnya dari berbagai
tempat.Tujuannya yaitu agar dapat menerangi dan dilihat dari berbagai penjuru dari kejauhan,
juga agar melemahkan mental musuh umat Islam karena mengira jumlah kaum muslimin
sangatlah banyak sehingga menyurutkan semangat mereka untuk menghadapi peperangan
dengan kaum muslimin.

Maka yang perlu kita petik pelajarannya adalah bahwa kepercayaan dan kesetiaan yang tinggi
kaum muslimin kepada Nabi adalah simbol keteguhan yang tidak tergoyahkan sekalipun
dihantam berbagai rintangan yang datang.Selain itu sikap kepemimpinan yang dicontohkan
oleh Rasulullah adalah sesuatu yang harus dicontoh oleh setiap Muslimin terutama bagi para
pemimpin.
Perang Bani Quraizhah
Bulan Dzulqa’dah merupakan bulan yang sangat sakral dan dimuliakan dalam Islam. Untuk
menghormati bulan mulia ini Allah melarang umat Islam untuk melakukan peperangan,
sebagaimana yang telah ditegaskan dalam Al-Qur’an.

Kendati demikian, terdapat sejarah penting yang bertepatan dengan bulan haram
(Dzulqa’dah), yaitu meletusnya peperangan Bani Quraizhah, yang terjadi pada tahun kelima
setelah hijrahnya Nabi Muhammad. Peperangan ini dilatarbelakangi oleh pengkhianatan
kaum Yahudi terhadap perjanjian damai yang telah mereka sepakati bersama umat Islam. Saat
itu, umat Islam sedang kelelahan dan dalam kondisi kritis, baik dari segi kekuatan maupun
senjata yang bisa digunakan ketika perang. Sebab, peristiwa itu terjadi pasca-umat Islam
berperang melawan orang kafir, yang dikenal dengan perang Khandaq di akhir bulan
Syawwal. Namun, dari pengkhianatan itulah yang menjadi salah satu penyebab adanya
perang setelah perang Khandaq.

Sehari setelah kepulangan Rasulullah menuju Madinah di waktu Zuhur, kemudian


meletakkan senjatanya dan hendak mandi di rumah Ummu Salamah, datang malaikat Jibril
untuk menemuinya. Malaikat Jibril kemudian berkata untuk bergerak menuju Bani
Quraizhah. Menerima perintah ini, Rasulullah langsung bergegas untuk melaksanakannya
dan menginstruksikan kepada para sahabat untuk segera bergerak menuju Bani Quraizhah.
Bahkan, agar cepat sampai pada tujuan, Rasulullah menyuruh para sahabat untuk shalat
Ashar di pemukiman Bani Quraizhah.

Kendati Rasulullah menyuruh para sahabat melakukan shalat Ashar di sana, ada beberapa
sahabat yang melaksanakan shalat Ashar di tengah perjalanan karena khawatir waktunya
akan segera habis, dan ada juga beberapa sahabat yang meneruskan perjalanannya karena
sudah ada perintah dari Rasulullah, dan tentunya juga dilarang melakukan shalat sebelum
sampai pada tujuan. Karena berbeda pendapat, para sahabat memberanikan diri untuk
menyampaikan semua itu kepada Nabi Muhammad, khawatir apa yang dilakukannya
terjerumus pada kesalahan. Namun, beliau tidak menegur dan memarahi seorang pun dari
mereka.

Tiba di pemukiman Bani Quraizhah, Rasulullah dan para sahabat langsung mengepung
Yahudi Bani Quraizhah, yang berlindung di benteng-benteng mereka selama 25 malam.
Akhirnya, mereka tidak tahan lagi dikepung, dan Allah menanamkan rasa takut di dalam hati
mereka. Pada akhirnya, mereka menyerah dan tunduk di bawah keputusan hukum Rasulullah.

Setelahnya Sa’d bin Mu’adz berdoa kepada Allah jika perang ini telah diakhiri, maka
letuskanlah kepalanya dan jadikanlah kematiannya di jalan Allah. Tak lama berselang, luka
Sa’d bin Mu’adz meletus tanpa disadari seorang pun yang menemaninya. Darah pun mengalir
deras dan mengalir ke tenda milik Bani Ghifar di masjid. Selanjutnya, Yahudi Bani
Quraizhah dipaksa turun dari benteng-benteng mereka, lalu digiring ke parit-parit Madinah.
Setiap lelaki dari mereka yang ikut Perang Khandaq dibunuh, sementara anak-cucunya
dijadikan tawanan.
Perang Fathu Makkah
Fathu Makkah adalah penaklukan Makkah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan pasukan
kaum muslim. Peristiwa ini terjadi pada hari Jumat tanggal 20 dan 21 Ramadhan di tahun
ke-8 Hijriah. Dalam sejarah Islam, peristiwa Fathu Makkah adalah momen penting karena
menjadi titik balik perjuangan umat Islam yang saat itu selalu mendapat ancaman.

Asal mula peristiwa Fathu Makkah adalah diawali dengan adanya pelanggaran Perjanjian
Hudaibiyah yang isinya pernyataan jika ada penyerangan salah satu pihak, maka penyerangan
harus dilakukan secara keseluruhan. Saat itu, pihak Rasulullah SAW yakni bani Khuza'ah
diserang oleh bani Bakar yang berkelompok dengan Quraisy. Mendengar kabar ini,
Rasulullah SAW yang sedang di Madinah bergegas ke Makkah bersama pasukannya.

Rasulullah SAW dan pasukannya dibagi menjadi beberapa kelompok sebagai strategi untuk
mempermudah penyerangan dan mengecoh kaum Quraisy. Panglima Islam, Khalid bin Walid
ditunjuk oleh Rasulullah untuk memimpin sepuluh ribu pasukan dengan senjata lengkap.
Suasana saat itu mengharuskan pasukan berkemah di atas bukit-bukit yang ada di Kota
Makkah. Di sana pun mereka membuat pagar betis sebagai benteng pertahanan jikalau
pasukan kaum Quraisy menyerang. Selain itu, masing-masing dari mereka pun mengepung
Kota Makkah dari empat penjuru mata angin. Akhirnya, pertempuran pun terjadi dan
dimenangkan oleh kaum muslim. Khalid dan pasukan pun langsung merampas
senjata-senjata yang dimiliki pasukan Quraisy dan menggempur mereka. Pasukan Quraisy
melakukan beberapa kali perlawanan namun akhirnya mereka menyerah.

Setelah kemenangan kaum muslim atas kaum kafir Quraisy ini terdapat beberapa ketentuan
dan kebijakan yang Rasulullah SAW terapkan untuk penduduk Kota Makkah yang di
antaranya adalah:
1. Posisi pendapatan yang diperoleh Rasulullah SAW adalah berasal dari hasil kebun di tanah
Khaibar, setengah dari tanah Fadak dan dari Wadil Qura. Adapun beliau hanya mendapat
setengah dari hasil pertanian di tanah Fadak.
2. Ketika ada hasil rampasan perang, maka harus diserahkan kepada kaum muslim. Selain itu,
peninggalan kaum muslim saat hijrah adalah milik mereka kembali karena Kota Makkah
masih ada dalam kendali kaum muslim.

Akibat dari ulah kaum kafir Quraisy, Kota Makkah dipenuhi oleh berhala. Rasulullah SAW
melihatnya tidak tinggal diam sehingga beliau menetap selama 19 hari untuk menghancurkan
berhala yang terdapat di sekitar Ka'bah atau yang tersebar di beberapa tempat di Kota
Makkah.

Setelah kemenangan Rasulullah SAW dan pasukannya, kaum Quraisy berbondong-bondong


masuk Islam. setelah adanya peristiwa Fathu Makkah ini, umat Islam kembali menguasai
Kota Makkah. Dengan demikian, lanjutnya, Kota Makkah menjadi kota yang suci dan tidak
ada lagi berhala di sana.

Kemenangan umat Islam dalam peristiwa Fathu Makkah ini merupakan salah satu
pertolongan dari Allah SWT.
Perang Hunain
Perang Hunain adalah pertempuran yang terjadi antara Nabi Muhammad dan para
pengikutnya melawan Suku Badui dari Bani Hawazin dan Tsaqif. Pertempuran yang juga
disebut Perang Hawazin ini terjadi di Hunain, sebuah lembah yang berada sekitar 12 mil dari
Mekkah. Perang Hunain terjadi pada 630 Masehi atau 8 Hijriyah dan berakhir dengan
kemenangan umat Muslim.

Setelah Nabi Muhammad menaklukkan Mekkah, para pembesar Hawazin dan Tsaqif
khawatir kabilahnya akan menjadi sasaran selanjutnya. Hawazin sendiri adalah nama suatu
kabilah besar di Arab saat itu, yang terdiri dari banyak suku. Oleh karenanya, mereka
bermaksud menyerang Rasulullah lebih dulu sebelum kaumnya diserang. Sementara itu, ada
pula yang mengatakan bahwa suku yang masih melakukan perlawanan terhadap Nabi
Muhammad pada Perang Hunain telah bersiap sebelum terjadinya Pembebasan Mekkah
(Fathu Makkah).

Pemimpin musuh Islam saat Perang Hunain adalah Malik bin Auf, salah seorang Bani
Nadhar, yang juga disertai oleh Bani Sa'ad bin Bakar dan Duraid bin Ash-Shammah dari Bani
Jutsam. Sementara panglima kaum Tsaqif adalah Kinanah bin Abdu Yalil.

Sebagai pemimpin perang, Malik bin Auf memerintahkan agar binatang ternak, harta-benda,
para wanita, dan anak-anak dibawa ke medan pertempuran. Tujuannya adalah agar
balatentara tidak lari meninggalkan medan perang ketika situasi telah memburuk. Jumlah
orang-orang yang terhimpun dari pihak kaum musyrikin diperkirakan mencapai 30.000.
Sedangkan dari pihak Nabi Muhammad terkumpul 12.000 tentara, yang terdiri dari 10.000
orang berasal dari Madinah dan 2.000 lainnya adalah orang-orang yang baru masuk Islam
pada peristiwa Fathu Makkah. Rasulullah mengirimkan sahabatnya, Abdullah bin Abu
Hadrad Al-Aslami, untuk memata-matai strategi musuh. Abdullah pun mendapatkan
informasi bahwa pihak musuh akan menyerang lebih dulu secara serentak. Di saat yang sama,
Malik bin Auf juga mengirim mata-mata untuk mengamati pergerakan Rasulullah. Jalannya
pertempuran Ketika Nabi Muhammad bersama pasukannya mendekati lokasi Perang Hunain,
pihak musuh yang telah menunggu dengan cara bersembunyi di celah-celah lembah, langsung
menyergap. Pasukan Muslim mampu menangkis serangan hingga pihak musuh lari
kalang-kabut. Namun, pasukan Muslim terburu-buru untuk menjarah harta rampasan,
sehingga musuh memiliki kesempatan untuk menghujani mereka dengan anak panah Akan
tetapi, Nabi Muhammad bersama beberapa pengikut setianya tetap tidak gentar. Pada
akhirnya, pasukan Muslim kembali bersatu dan betul-betul menyerang musuh seperti perintah
Rasulullah.

Perang Hunain dimenangkan oleh umat Muslim di bawah pimpinan Nabi Muhammad.
Setelah kalah dalam Perang Hunain, kaum musyrikin melarikan diri ke tiga arah berbeda,
yakni sebagian menuju Thaif, segolongan ke Nakhlah, sebagian ke Authas, sementara sisanya
masuk Islam.

Setelah perang, banyak dari pihak kaum musyrikin yang berhasil ditawan umat Muslim,
termasuk para wanita yang jumlahnya mencapai 6.000 orang.Para tawanan pada akhirnya
dibebaskan setelah delegasi dari Hawazin mendatangi Rasulullah. Di samping itu, kaum
Muslim juga mendapatkan 24.000 ekor unta, lebih dari 40.000 ekor kambing, dan 4.000
uqiyah uang perak. Harta rampasan perang tersebut kemudian dibagi oleh Nabi Muhammad
secara adil kepada para pasukan dan orang-orang.
Perang Tabuk
Perang Tabuk adalah konflik militer yang terjadi pada tahun 630 Masehi antara kaum Muslim
dan pasukan Romawi di bawah pimpinan Kaisar Heraclius. Perang Tabuk terjadi pada bulan
Rajab, tahun ke-9 Hijriyah dalam kalender Islam, yang bersamaan dengan sekitar bulan
Oktober tahun 630 Masehi dalam kalender Gregorian. Tanggal pasti dimulainya perang ini
tidak tercatat, namun sering kali dianggap tanggal 19 Rajab sebagai awal perang dan 4
Syawal sebagai tanggal kembali ke Madinah setelah ekspedisi Tabuk. Konflik ini bermula
dari serangan dari suku-suku Arab di perbatasan timur Kekaisaran Romawi, yang memicu
kemarahan Kaisar Heraclius dan menyebabkan dia mengirim pasukan besar untuk
menghentikan serangan tersebut.

Jumlah pasukan yang terlibat dalam Perang Tabuk tidak pasti dan catatan sejarah yang ada
memberikan informasi yang berbeda-beda. Namun, umumnya disepakati bahwa pasukan
Muslim yang ikut dalam Perang Tabuk berjumlah sekitar 30.000 orang, termasuk di
antaranya sekitar 10.000 kuda. Sementara itu, pasukan Romawi yang ikut dalam konflik ini
diperkirakan berjumlah sekitar 100.000 orang, meskipun beberapa sumber sejarah
menyebutkan jumlah yang lebih kecil yaitu 70.000 atau 80.000 pasukan.

Dalam pertempuran ini, pasukan Muslim yang dipimpin oleh Nabi Muhammad berhasil
mengalahkan pasukan Romawi. Namun, konflik ini juga menunjukkan persaingan antara
suku-suku Arab yang sebelumnya bersaing di antara mereka. Ada pula beberapa insiden yang
menunjukkan ketidakpatuhan dan kecenderungan para sahabat Nabi yang ingin kembali ke
Mekah tanpa menyelesaikan tugas mereka.

Meskipun tidak ada pihak yang secara signifikan menang dalam perang ini, keberhasilan
pasukan Muslim dalam menghadapi pasukan Romawi dianggap sebagai kemenangan moral
dan mengukuhkan posisi Islam sebagai kekuatan politik di wilayah tersebut. Perang Tabuk
juga membuka pintu bagi perluasan wilayah kekuasaan Islam ke daerah-daerah sekitarnya.

Beberapa momen dan kejadian dalam perang ini dapat dianggap sebagai peristiwa penting
dan memiliki makna khusus bagi umat Muslim. Salah satu momen yang dianggap penting
adalah ketika Nabi Muhammad meminta kontribusi dari umat Muslim untuk membiayai
perang ini. Hal ini menunjukkan pentingnya dukungan finansial dalam mempertahankan dan
mengembangkan wilayah kekuasaan Islam pada masa itu.

Selain itu, momen ketika beberapa sahabat Nabi menunjukkan ketidakpatuhan dan ingin
kembali ke Madinah tanpa menyelesaikan tugas mereka juga menjadi momen penting dalam
perang ini. Nabi Muhammad menegaskan pentingnya kesetiaan, disiplin, dan ketaatan dalam
menjalankan tugas-tugas yang diberikan, sehingga momen ini menjadi pelajaran yang
berharga bagi umat Muslim.

Perang Tabuk juga menunjukkan kekuatan militer pasukan Muslim dalam menghadapi
pasukan Romawi yang lebih besar dan lebih terlatih. Keberhasilan pasukan Muslim dalam
menghadapi pasukan Romawi meskipun dalam bentuk serangan kecil menjadi momen
penting dalam sejarah Islam yang menunjukkan bahwa keteguhan dan persiapan yang matang
dapat mengatasi perbedaan dalam jumlah pasukan dan persenjataan.
Perang Anmar
Selain perang Bani Sulaiman, dalam mempertahankan kota Madinah, Rasulullah juga
memperjuangkan kota Madinah dan umat muslim dalam perang Anmar, yang mana pada
perang tersebut Rasulullah melindungi kota Madinah.

Perang Anmar merupakan perang yang terjadi di zaman Rasulullah dan terjadi pada bulan
Rabiul Awal tahun 3 Hijriah. Pada perang tersebut, Nabi Muhammad SAW menjadi
pemimpin perang bersama dengan 450 pasukan beserta sahabatnya untuk menghadapi
masyarakat Ghathafan yang berasal dari Bani Tsa’labah. Diketahui bahwa orang Ghathafan
tersebut hendak menyerang Madinah sehingga Rasulullah berupaya untuk memerangi
penyerangan tersebut.

Ketika perjalanan berlangsung, Rasulullah kemudian mengejar orang Ghathafan. Nabi pun
kemudian kehujanan dan melepaskan pakaiannya agar dapat dijemur. Ketika sedang duduk
dan beristirahat, tiba-tiba saja muncul laki-laki yang bernama Du’tsur bin Al-Harits yang
secara sengaja mengacungkan pedang kepada Nabi Muhammad kemudian berkata “Siapa
yang akan menghalangimu dariku sekarang?” Tanpa rasa takut, Nabi Muhammad SAW
menjawab dengan tenang “Allah.”. Setelah mendengar jawaban dari Rasulullah SAW,
laki-laki bernama Dutsur tersebut kemudian tersentuh dan tergetar hatinya hingga
menjatuhkan pedang dari tangannya.

Dengan cepat, Nabi Muhammad pun mengacungkan pedang tersebut di hadapan Du’tsur dan
berkata “Siapa yang akan menghalangimu dariku?”. Du’tsur menjawab bahwa tidak ada
seorang pun yang akan menghalanginya. Dengan demikian, tidak lama setelah itu, Du’tsur
menyatakan kalimat syahadat. Alhasil peristiwa perang ini dapat berakhir tanpa adanya
kontak senjata dan pertumpahan darah dari kaum muslimin maupun orang-orang Ghathafan.

Maha besar Allah dengan segala kuasa-Nya, pada akhirnya Rasulullah menaklukan musuh
dan membuatnya untuk iman kepada Allah serta bersyahadat. Sungguh sangat Mulia Nabi
Muhammad SAW. Menjadi teladan bagi kita semua.
Perang Badar 2
Perang Badar Kubra atau Perang Badar Kedua merupakan salah satu pertempuran terbesar
dan penting dalam sejarah dakwah Islam. Pertempuran yang terjadi di Badar, Madinah,
melibatkan pasukan Muslim di bawah pimpinan Nabi Muhammad dan kaum kafir Quraisy.

Perang Badar Kubra terjadi pada tahun 2 Hijriah, tepatnya pada tanggal 17 Ramadhan atau 13
Maret 624 Masehi. Dalam perang ini, 313 pasukan Muslim memenangkan pertempuran
melawan sekitar 1.000 kaum kafir Quraisy.

Sebelum Perang Badar Kubra, umat Muslim dan kafir Quraisy telah terlibat dalam Perang
Badar Sughra atau Perang Badar Pertama yang terjadi pada bulan Rabiul Awal tahun 2
Hijriah. Latar belakang terjadinya Perang Badar Kubra adalah keinginan umat Muslim yang
telah hijrah ke Madinah bersama Rasulullah, untuk mengambil hak mereka yang dikuasai
oleh kaum kafir Quraisy di Mekkah.

Ketika mendengar kabar rombongan kaum Quraisy yang dipimpin oleh Abu Sufyan bin Harb
akan segera melintasi Madinah dalam perjalanan pulang ke Mekkah dari Syam, Rasulullah
segera mengambil tindakan. Nabi Muhammad menyeru kepada umat Muslim untuk
menghadang rombongan Abu Sufyan yang membawa banyak harta dan barang-barang
dagangan yang bernilai tinggi.

Seruan Rasulullah ternyata didengar oleh Abu Sufyan, yang segera memanggil kaum Quraisy
di Mekkah untuk melawan umat Muslim. Jumlah pasukan Perang Badar dari pihak kaum
Quraisy yang dipimpin oleh Abu Jahal mencapai sekitar 1.000 orang, yang terdiri dari 600
pasukan berbaju besi dan 100 penunggang kuda, serta membawa 700 unta. Sedangkan
Rasulullah berangkat ke medan perang bersama sekitar 313 pasukan.

Meski kalah dalam jumlah pasukan dan peralatan, umat Muslim yang menggunakan strategi
perang dengan memanfaatkan kondisi geografis di Badar, akhirnya memenangkan
pertempuran. Meski umat Muslim berniat mengambil kembali hak-hak mereka di Mekkah
yang dikuasai kaum Quraisy, tetapi Perang Badar bermakna jauh lebih dari itu. Perang Badar
terjadi karena kaum Muslim ingin mempertahankan dan menegakkan agama Islam.

Nabi Muhammad berperang melawan kaum Quraisy bukan untuk mendapatkan kekuasaan,
kekayaan, ataupun kesenangan, tetapi atas nama Islam. Dalam Perang Badar, umat Muslim
berhasil membunuh beberapa tokoh penting kafir Quraisy, termasuk pemimpin perang, Abu
Jahal, yang dikenal sebagai sosok yang sangat keras perlawanannya terhadap Nabi
Muhammad. Capaian dalam perang ini menjadi pembuka kemenangan-kemenangan besar
umat Muslim dalam berbagai peperangan berikutnya melawan kaum kafir. Dakwah Islam pun
mulai mendapatkan perisai dan komunitas Muslim Madinah memperoleh kehormatannya.

Anda mungkin juga menyukai