Anda di halaman 1dari 8

Perang Badar

Inilah perang pertama yang dilakukan oleh kaum Muslimin. Sekaligus


peristiwa paling penting bagi sejarah perkembangan da’wah Islam.
Perang ini terjadi pada 17 Maret 624 Masehi atau 17 Ramadan 2 Hijriah.

Meski dengan kekuatan yang jauh lebih kecil dibanding kekuatan musuh,
dengan pertolongan Allah, kaum Muslimin berhasil menang menaklukkan
pasukan kafir.

Rasulullah SAW berngkat bersama tigaratusan orang sahabat dalam


perang Badar (Ghazawāt Badr). Ada yang mengatakan mereka berjumlah
313, 314, dan 317 orang. Mereka kira-kira terdiri dari 82 atau 86
Muhajirin, serta 61 kabilah Aus dan 170 kabilah Khazraj.

Kaum Muslimin memang tidak berkumpul dalam jumlah besar dan tidak
melakukan persiapan sempurna. Mereka hanya memiliki dua ekor kuda,
milik Zubair bin Awwam dan Miqdad bin Aswad al-Kindi.

Di samping itu, mereka hanya membawa tujuh puluh onta yang


dikendarai secara bergantian, setiap onta untuk dua atau tiga orang.
Rasulullah SAW sendiri bergantian mengendarai onta dengan Ali dan
Murtsid bin Abi Murtsid Al-Ghanawi.

Sementara, jumlah pasukan kafir Quraisy sepuluh kali lipat. Tak kurang
seribu tiga ratusan prajurit, dengan seratus kuda dan enam ratus perisai,
serta onta yang jumlahnya tak diketahui secara pasti, dan dipimpin
langsung oleh Abu Jahal bin Hisyam.

Sedangkan pendanaan perang, ditanggung langsung oleh sembilan


pemimpin Quraisy. Setiap hari, mereka menyembelih sekitar sembilan
atau sepuluh ekor unta.

Besarnya kekuatan serbuan kaum Muslim dapat dilihat pada beberapa


ayat-ayat Al Qur'an, yang menyebutkan, bahwa ribuan malaikat turun
dari Surga pada Pertempuran Badar untuk membinasakan kaum Quraisy.

Haruslah dicatat, bahwa sumber-sumber Muslim awal memahami


kejadian ini secara harafiah, dan terdapat beberapa hadits mengenai
Muhammad yang membahas mengenai Malaikat Jibril dan peranannya di
dalam pertempuran tersebut. 

Apapun penyebabnya, dalam hal ini pasukan Mekkah yang kalah


kekuatan dan tidak bersemangat dalam berperang, segera saja tercerai-
berai dan melarikan diri. Dan pertempuran itu sendiri berlangsung hanya
beberapa jam dan selesai sedikit lewat tengah hari. 

Perang Uhud

Kekalahan di Badar menanamkan rasa dendam yang mendalam di hati


kaum kafir Quraisy. Pertempuran Uhud pecah pada tanggal 22 Maret 625
M atau 7 Syawal 3 H. Pertempuran ini terjadi kurang lebih setahun lebih
seminggu, setelah Pertempuran Badar.

Mereka pun keluar ke bukit Uhud dan hendak menyerbu kaum Muslimin.
Pasukan Islam berangkat dengan kekuatan berkisar seribu orang prajurit.
Seratus diantaranya menggunakan baju besi, dan lima puluh lainnya
menunggang kuda.

Di sebuah tempat bernama asy-Syauth, kaum Muslimin melakukan shalat


shubuh. Tempat ini sangat dekat dengan musuh, sehingga mereka bisa
dengan mudah saling melihat.
Ternyata pasukan musuh berjumlah sangat banyak. Mereka berkekuatan
tiga ribu tentara, terdiri dari orang-orang Quraisy dan sekutunya. Mereka
juga memiliki tiga ribu onta, dua ratus ekor kuda dan tujuh ratus buah
baju besi.

Pada kondisi sulit itu, Abdullah bin Ubay, sang munafiq, berkhianat
dengan membujuk kaum muslimin untuk kembali ke Madinah. Sepertiga
pasukan, atau sekitar tiga ratus prajurit akhirnya mundur. Abdullah bin
Ubay mengatakan, “Kami tidak tahu, mengapa kami membunuh diri kami
sendiri?"

Setelah kemunduran tiga ratus prajurit tersebut, Rasulullah melakukan


konsolidasi kembali dengan sisa pasukan yang jumlahnya sekitar tujuh
ratus prajurit untuk melanjutkan perang. Meski pada awalnya pasukan
Muslim sempat kocar-kacir, Allah akhirnya memberi mereka kemenangan.

Perang Mu’tah

Perang Mu’tah merupakan pendahuluan dan jalan pembuka untuk


menaklukkan negeri-negeri Nasrani. Pemicu perang Mu’tah adalah
pembunuhan utusan Rasulullah bernama al-Harits bin Umair yang
diperintahkan menyampaikan surat kepada pemimpin Bashra.

Pertempuran Mu'tah ini terjadi pada 629 M atau 5 Jumadil Awal 8 Hijriah,
di dekat kampung yang bernama Mu'tah, di sebelah timur Sungai Yordan
dan Al Karak.

Al-Harits dicegat oleh Syurahbil bin Amr, seorang gubernur wilayah Balqa
di Syam, ditangkap dan dipenggal lehernya. Untuk perang ini, Rasulullah
mempersiapkan pasukan berkekuatan tiga ribu prajurit. Inilah pasukan
Islam terbesar yang ada pada waktu itu.

Rasulullah telah menunjuk tiga orang sahabat sekaligus pengemban


amanah komando yang secara bergantian, apabila komandan sebelumnya
gugur dalam tugas di medan peperangan, hingga mengakibatkan tidak
dapat meneruskan kepemimpinannya.

Sebuah keputusan yang belum pernah Rasulullah lakukan sebelumnya.


Mereka itu adalah Zaid bin Haritsah (berasal dari kaum muhajirin), Ja'far
bin Abi Thalib, dan seorang sahabat dari Anshar, Abdullah bin Rawahah,
penyair Rasulullah.

Mereka bergerak ke arah utara dan beristirahat di Mu’an. Saat itulah


mereka memperoleh informasi, bahwa Heraklius telah berada di salah
satu bagian wilayah Balqa dengan kekuatan sekitar seratus ribu prajurit
Romawi.

Mereka bahkan mendapat bantuan dari pasukan Lakhm, Judzam, Balqin


dan Bahra kurang lebih seratus ribu prajurit. Jadi total kekuatan mereka
adalah dua ratus ribu prajurit.

Zaid bin Haritsah ra, panglima pertama yang ditunjuk Rasulullah,


kemudian membawa pasukan ke wilayah Mu’tah. Dua pasukan
berhadapan dengan sengit. Komandan pertama ini menebasi lesatan
anak-anak panah pasukan musuh, sampai akhirnya tewas terbunuh di
jalan Allah Azza wa Jalla.

Bendera pun beralih ke tangan Ja’far bin Abi Thalib ra. Sepupu Rasulullah
ini berperang sampai tangan kanannya putus. Bendera beliau pegangi
dengan tangan kiri, dan akhirnya putus juga oleh tangan musuh. Dalam
kondisi demikian, semangat beliau tak kenal surut, tetap berusaha
mempertahankan bendera dengan cara memeluknya, sampai beliau
gugur oleh senjata lawan.

Berdasarkan keterangan Ibnu ‘Umar ra, salah seorang saksi mata yang
ikut serta dalam perang itu, terdapat tidak kurang 90 luka di bagian
tubuh depan beliau, baik akibat tusukan pedang, maupun anak panah.

Giliran Abdullah bin Rawanah ra pun datang. Setelah menerjang musuh,


ajal pun memjemput beliau di medan peperangan.

Tsabit bin Arqam ra mengambil bendera yang telah tak bertuan itu dan
berteriak memanggil para Sahabat Nabi lainnya agar menentukan
pengganti yang memimpin kaum muslimin.

Maka, pilihan mereka jatuh pada Khalid bin Walid ra. Dengan kecerdikan
serta kecemerlangan siasat dan strategi, setelah taufik dari Allah Azza wa
Jalla, kaum Muslimin berhasil memukul Romawi, hingga mengalami
kerugian yang banyak.

Perang Ahzab

Perang Khandaq yang juga dikenal sebagai Pertempuran Al-Ahzab,


Pertempuran Konfederasi, dan Pengepungan Madinah, terjadi pada bulan
Syawal tahun 5 Hijriah atau pada tahun 627 Masehi. Pengepungan
Madinah ini dipelopori oleh pasukan gabungan antara kaum kafir Quraisy
Makkah dan Yahudi bani Nadhir (Al-Ahzab). Pengepungan Medinah
dimulai pada 31 Maret, 627 H dan berakhir setelah 27 hari.

Dua puluh pimpinan Yahudi bani Nadhir datang ke Makkah untuk


melakukan provokasi agar kaum kafir mau bersatu untuk menumpas
kaum muslimin. Pimpinan Yahudi bani Nadhir juga mendatangi Bani
Ghathafan dan mengajak mereka untuk melakukan apa yang mereka
serukan pada orang Quraisy.

Selanjutnya mereka mendatangi kabilah-kabilah Arab di sekitar Makkah


untuk melakukan hal yang sama. Semua kelompok itu akhirnya sepakat
untuk bergabung dan menghabisi kaum muslimin di Madinah sampai ke
akar-akarnya. 

Jumlah keseluruhan pasukan Ahzab (sekutu) adalah sekitar sepuluh ribu


prajurit. Jumlah itu disebutkan dalam kitab sirah adalah lebih banyak
ketimbang jumlah orang-orang yang tinggal di Madinah secara
keseluruhan, termasuk wanita, anak-anak, pemuda dan orang tua.

Menghadapi kekuatan yang sangat besar ini, atas ide Salman al-Farisi,
yang berasal dari Persia, kaum Muslimin menggunakan strategi
penggalian parit (Khandaq) untuk menghalangi sampainya pasukan
musuh ke wilayah Madinah.

Sejatinya strategi ini berasal dari Persia, yang dilakukan apabila mereka
terkepung atau takut dengan keberadaan pasukan berkuda, maka
dibuatlah parit-parit guna menghalangi serangan pasukan berkuda
tersebut.

Lalu digalilah parit di bagian utara Madinah selama sembilan/sepuluh hari.


Pasukan gabungan datang dengan kekuatan 10.000 pasukan yang siap
berperang. Pasukan gabungan membuat kemah di bagian utara Madinah,
karena di tempat itu adalah tempat yang paling tepat untuk melakukan
pertempuran.

Pada Perang Khandaq, terjadi pengkhianatan dari kaum Yahudi Bani


Qurayzhah atas kesepakatan yang telah disetujui sebelumnya untuk
mempertahankan kota Madinah, tetapi bani Quraizhah mengkhianati
perjanjian itu.

Setelah terjadi pengepungan selama satu bulan penuh, Nua'im bin Mas'ud
al-Asyja'i yang telah memeluk Islam, tanpa sepengetahuan pasukan
gabungan dengan keahliannya telah memecah belah pasukan gabungan.

Lalu Allah SWT mengirimkan angin yang memporakporandakan kemah


pasukan gabungan, memecahkan periuk-periuk mereka, dan
memadamkan api mereka. Hingga akhirnya pasukan gabungan kembali
ke rumah mereka dengan kegagalan dalam menaklukan kota Madinah.

Setelah peperangan itu, Rasulullah dan para sahabat berangkat menuju


kediaman bani quraizah untuk mengadili mereka.

Perang Tabuk

Ekspedisi Tabuk atau Perang Tabuk adalah ekspedisi yang dilakukan umat
Islam pimpinan Rasulullah pada 630 M atau 9 H, ke Tabuk, yang sekarang
terletak di wilayah Arab Saudi barat laut.

Romawi memiliki kekuatan militer paling besar pada saat itu. Perang
Tabuk merupakan kelanjutan dari perang Mu’tah. Kaum Muslimin
mendengar persiapan besar-besaran yang dilakukan oleh pasukan
Romawi dan raja Ghassan.

Informasi tentang jumlah pasukan yang dihimpun adalah sekitar empat


puluh ribu hingga seratus ribu personil. Keadaan semakin kritis, karena
suasana kemarau. Kaum Muslimin tengah berada di tengah kesulitan dan
kekurangan pangan.

Mendengar persiapan besar pasukan Romawi, kaum Muslimin berlomba


melakukan persiapan perang. Para tokoh sahabat memberi infaq fi
sabilillah dalam suasana yang sangat mengagumkan.

Utsman menyedekahkan dua ratus ekor onta lengkap dengan pelana dan
barang-barang yang diangkutnya. Kemudian ia menambahkan lagi sekitar
seratus onta lengkap dengan pelana dan perlengkapannya.

Lalu ia datang lagi dengan membawa seribu dinar dan diletakkannya di


pangkuan Rasulullah SAW. Utsman terus bersedekah, hingga jumlahnya
mencapai sembilan ratus onta seratus kuda, dan uang dalam jumlah
besar.

Abdurrahman bin Auf membawa dua ratus uqiyah perak. Abu bakar
membawa seluruh hartanya dan tidak menyisakan untuk keluarganya,
kecuali Allah dan Rasul-Nya.

Umar datang menyerahkan setengah hartanya. Abbas datang


menyerahkan harta yang cukup banyak. Thalhah, Sa’d bin Ubadah, dan
Muhammad bin Maslamah, semuanya datang memberikan sedekahnya.
Ashim bin Adi datang dengan menyerahkan sembilan puluh wasaq kurma
dan diikuti oleh para sahabat yang lain.

Jumlah pasukan Islam yang terkumpul sebenarnya cukup besar, tiga


puluh ribu personil. Tapi mereka minim perlengkapan perang. Bekal
makanan dan kendaraan yang ada masih sangat sedikit dibanding dengan
jumlah pasukan.

Setiap delapan belas orang mendapat jatah satu onta yang mereka
kendarai secara bergantian. Berulangkali mereka memakan dedaunan,
sehingga bibir mereka rusak.

Mereka terpaksa menyembelih onta, meski jumlahnya sedikit, agar dapat


meminum air yang terdapat dalam kantong air onta tersebut. Oleh karena
itu, pasukan ini dinamakan jaisyul usrrah, atau pasukan yang berada
dalam kesulitan..

Setelah sampai di Tabuk, umat Islam tidak menemukan pasukan


Bizantium ataupun sekutunya. Menurut sumber-sumber Muslim, mereka
menarik diri ke utara setelah mendengar kedatangannya pasukan
Rasulullah. Namun, tidak ada sumber non-Muslim yang mengkonfirmasi
hal ini.

Pasukan Muslim berada di Tabuk selama 10 hari. Ekspedisi ini


dimanfaatkan Rasulullah untuk mengunjungi kabilah-kabilah yang ada di
sekitar Tabuk. Hasilnya, banyak kabilah Arab yang sejak itu tidak lagi
mematuhi Kekaisaran Bizantium, dan berpihak kepada Rasulullah dan
umat Islam. Rasulullah juga berhasil mengumpulkan pajak dari kabilah-
kabilah tersebut.

Saat hendak pulang dari Tabuk, rombongan Rasulullah didatangi oleh


para pendeta Kristen di Lembah Sinai. Rasulullah berdiskusi dengan
mereka, dan terjadi perjanjian yang mirip dengan Piagam Madinah bagi
kaum Yahudi. Piagam ini berisi perdamaian antara umat Islam dan umat
Kristen di daerah tersebut.

Rasulullah dan pasukan Muslimin akhirnya kembali ke Madinah setelah 30


hari meninggalkannya. Umat Islam maupun Kekaisaran Bizantium tidak
menderita korban sama sekali dari peristiwa ini, karena pertempuran
tidak pernah terjadi. 

Read more: http://siradel.blogspot.com/2012/10/daftar-perang-besar-umat-islam-
pada.html#ixzz5g2spMMoJ

Anda mungkin juga menyukai