Anda di halaman 1dari 3

Perang widan

Perang Badar, Kisah Perang Para Malaikat Bulan Shafar, awal bulan ke 12 sejak
Hijrahnya Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam ke Madinah. Untuk
pertama kalinya, Rasulullah keluar untuk berperang dalam kancah perang Widan.
Inilah permulaan di syariatkannya sebuah peperangan dalam Islam. Perang tersebut
bertujuan memerangi kaum Quraisy dan Bani Hamzah yang memusuhi dakwah
Nabi. Persiapan kaum muslimin sudah cukup matang, namun peperangan urung
digelar. Bani Hamzah menawarkan perdamaian. Rasulullah dan para sahabat pun
kembali ke Madinah. Selang beberapa saat kemudian, Rasulullah mendengar berita
tentang kedatangan kaum Quraisy dibawah pimpinan Abu Sufyan bin Harb, kafilah
ini datang dari Syam menuju Makkah. Teringatlah kaum muslimin pada peristiwa
beberapa saat sebelumnya. Ketika masih di Makkah, harta pengikut Rasulullah di
rampas oleh orang-orang Quraisy. Itulah sebabnya Rasulullah segera meminta
umat nya untuk mencegah iring-iringan kafilah tersebut. Barang bawaan mereka
harus di rampas sebagai gantinya. Namun ajakan Rasulullah ini, masih di sambut
dingin oleh sebagian kaum muslimin. Kebanyakan mereka berpikir, paling-paling
akan bernasib seperti Perang Widan, alias peperangan tak bakal terjadi. Semangat
Jihad Menyala Suatu malam di bulan Ramadhan, berangkatlah sekitar 314 umat
Islam. Mereka mengendarai 70 ekor unta. Setiap unta ditunggangi secara
bergantian oleh dua sampai tiga orang. Rasulullah langsung bertindak sebagai
komandan perang.
Sayang, rencana penyergapan itu bocor. Telinga Abu Sufyan mendengarnya dan
dia segera mengutus kurir bernama Dhamdham bin Amer Al-Ghiffari ke Makkah.
Abu Sufyan meminta bantuan kaum Quraisy agar melindungi harta yang tengah di
incar kaum muslimin. Pengaruh Abu Sufyan memang luar biasa. Seluruh kaum
Quraisy serta merta berangkat ke Madinah, tak ada yang tertinggal. Tujuannya
satu, yakni; perang. Jumlah konvoi pasukan itu sekitar 1000 personel. Iring-iringan
kafilah Abu Sufyan sendiri justru meloloskan diri dengan menyusuri mata air
Badar, terus ke pantai, lalu menuju Makkah. Berita itu terdengar sampai ke telinga
Rasulullah. Jadi, rencana penghadangan tak jadi dilakukan. Rasulullah segera
mengumpulkan para sahabatnya, kaum muhajirin. Dalam keadaan tak memiliki
pilihan lain kecuali berperang untuk membela diri, Rasulullah masih sempat
meminta dukungan kepada para sahabatnya.
Ternyata, meski jumlahnya sedikit, semangat kaum muhajirin untuk berjihad
(berperang) menyala-nyala. Apalagi, perang memang sudah disyariatkan oleh
Allah subhanahu wa Ta’ala melalui sabda Rasul -Nya. Sementara kaum Quraisy
dibawah pimpinan Abu Jahal mulai berjalan kearah lembah Badar. Lembah ini
memang sejak lama ingin di incar oleh Abu Jahal untuk diduduki. Sampailah
mereka di salah satu sisi lembah. Di sisi yang berseberangan, Rasulullah tampak
gagah memimpin pasukan siap tempur. Posisi mereka nyaris berhadap-hadapan di
dekat mata air Badar. Salah seorang sahabat, Al-Habab bin Mundzir Radhiyallahu
‘anhu bertanya kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, apakah dalam memilih tempat
ini anda menerima wahyu dari Allah yang tidak dapat diubah lagi? Ataukah
berdasarkan taktik peperangan?” , Rasulullah menjawab; “tempat ini kupilih
berdasarkan pendapat dan taktik peperangan.” Al-Habab lalu mengusulkan, “Ya
Rasulullah! Jika demikian, ini bukanlah tempat yang tepat. Ajaklah pasukan kita
pindah ke tempat air yang terdekat dengan musuh. Kita membuat kubu pertahanan
disana dan menggali sumur-sumur di belakangnya. Kita membuat kubangan dan
kita isi dengan air hingga penuh. Dengan demikian kita akan berperang dalam
keadaan persediaan air minum cukup, sedangkan musuh tidak akan memperoleh
air minum.” Rasulullah menjawab, “pendapatmu cukup baik.” Pasukan muslimin
segera bergerak ke tempat yang di usulkan oleh Al-Habab bin Mundzir.
Ketika tentara Quraisy dengan angkuhnya menuju lembah Badar, Rasulullah
segera mengangkat tangannya ke langit dan berdoa, “Ya Rabbi, jika pasukan kecil
ini sampai binasa, tidak akan ada lagi yang menyembah –Mu dengan hati yang
Ikhlas.” Rasulullah terus memanjatkan doa dengan khusyuk seraya
menengadahkan kedua telapak tangan ke langit. Abu Bakar Ash Shidiq ra yang
melihat kesenduan di wajah Rasulullah berusaha menenangkan hati Rasulullah
seraya berkata, “Ya Rasulullah, demi diriku yang berada di tangan –Nya,
bergembiralah! Sesungguhnya Allah pasti akan memenuhi janji yang telah
diberikan kepadamu.” Janji Allah Tiga orang Quraisy maju ke lapangan terbuka,
ruang yang memisahkan kaum muslimin dan kaum Quraisy. Inilah kebiasaan orang
Arab saat pertempuran akan dimulai, duel satu lawan satu. Tiga sahabat
Rasulullah, Hamzah, Ali Bin Abu Thalib, dengan pedang bercabang dua yang
diberi nama Zulfikar, dan Abu Ubaidah, menerima tantangan itu. Pertarungan
berlangsung seru. Alhamdulillah, Hamzah, Ali dan Abu Ubaidah memenangkan
duel tersebut. Semangat kaum muslimin pun semakin membara. Sebaliknya,
perasaan kaum Quraisy mulai digerogoti ketakutan. Pertarungan pun berubah
menjadi pertarungan umum. Dan, apa yang terjadi? Janji Allah, seperti yang di
ingatkan oleh Abu Bakar kepada Rasulullah, benar-benar terjadi.
“Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu
(bertempur). Segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir
yang dengan mata kepala nya melihat (seakan-akan) kaum muslimin dua kali
jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan –Nya siapa yang dikehendaki –
Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang
yang memiliki mata hati.” (QS. Ali Imran : 3)
“Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu
adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah,
supaya kamu menjadi orang yang bersyukur, (ingatlah), ketika kamu mengatakan
kepada orang mukmin, “Apakah tidak cukup bagi kamu Allah membantu kamu
dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit) ? ya (cukup), jika kamu
bersabar dan bersiap-siaga, dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika
itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu malaikat yang memakai
tanda. Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai
kabar gembira bagi (kemenangan) mu, dan agar tenteram hatimu karenanya. Dan
kemenangan itu hanyalah dari Allah yang Maha Perkasa lagi Maha bijaksana.”
(QS. Ali Imran : 123-126)
Orang-orang Quraisy terpukul mundur. Mereka menderita kekalahan besar.
Banyak dari pemimpin mereka yang tewas. Abu Jahal, salah satunya, jatuh sebagai
korban kesombongannya yang tidak terkendali. Total ada 70 orang yang tewas dan
70 lainnya menjadi tawanan perang. Sedangkan dari pihak kaum muslimin ada 14
orang yang gugur sebagai Syuhada. Para tawanan diperlakukan secara baik oleh
kaum muslimin. Kecuali dua orang, salah satunya bernama Nazr bin Harits –
seperti tertulis dalam Al-Qur’an surat Al-Anfaal ayat 32. Keduanya di hukum mati
karena kebencian nya yang sangat mendalam terhadap kaum muslimin. Atas
perintah Rasulullah, para tawanan tak boleh disakiti. Bahkan, kaum muslimin
membagi makanannya sendiri kepada para tawanan itu. Roti yang paling baik
diberikan kepada kaum kafir, sedangkan kaum muslimin cukup hanya dengan
menyantap buah kurma saja. Para tawanan naik kendaraan, sementara kaum
muslimin hanya berjalan kaki. Mereka diperlakukan layaknya seorang raja.
(Agung Pribadi/Hidayatullah). Majalah Hidayatullah Edisi 03 / XVIII / Juli 2005
Jumadil Ula 1426 H,
Diposkan oleh murniayulestari di 01.42 

Anda mungkin juga menyukai