Yang menjadi sebab terjadinya peperangan ini adalah terbunuhnya Al-Harits bin
Umair Al-Azdi, utusan Rasulullah kepada raja Bashrah. Maka Rasulullah pun menyeru
kaum Muslimin agar bersiap berangkat menuju syam. Hanya dalam sekejap terkumpullah
sekitar 3.000 orang pasukan yang siap berangkat menuju Mu’tah.
Mendengar berita tersebut kaum muslimin berhenti di sebuah desa yang bernama
Muan guna merundingkan hal tersebut. Sebagian kaum muslimin berpendapat bahwa
sebaiknya mereka menyampaikan berita tersebut dan memberitahukan kepada Rasulullah
tentang kekuatan musuh, sehingga Beliau akan mengirimkan bala bantuan yang lebih besar
atau paling tidak Beliau akan memberikan petunjuk strategi apa yang sebaiknya dijalankan.
Abdullah bin Rawahah tidak menyetujui pendapat tersebut. Bahkan ia mengobarkan
semangat pasukan dengan kata-katanya yang berapi-api, “Hai saudara-saudara, kalian tidak
menyukai maati syahid yang menjadi tujuan kita berangkat ke medan perang ini ? Kita
berperang tidak mengandalkan banyaknya jumlah pasukan atau besarnya jumlah kekuatan,
tetepi semata-mata berdasarkan agama yang dikaruniakan Allah kepada kita. Karena itu
marilah kita maju! Tidak ada pilihan lagi kecuali salah satu diantara dua kebajikan: menang
atau mati syahid.”
Menjemput Kesyahidan
Kedua pasukan bertemu di Mu’tah atau Kirk. Dari segi jumlah pasukan dan
persenjataan jelas bahwa kekuatan musuh jauh lebih besar dibandingkan dengan kaum
muslimin.
Zaid bin Haritsah berjuang habis-habisan bersama seluruh pasukan kaum muslimin.
Segala upaya mereka kerahkan guna menghadapi kekuatan musuh yang begitu besar.
Hingga akhirnya Zaid bin Haritsah gugur di ujung tombak musuh.
Ja’far bin Abi Thalib langsung mengambil alih komando dengan mengambil alih
panji-panji peperangan. Ia merengsek maju ke depan, menerjang setiap musuh yang
menghadang. Ditengah sengitnya pertempuran, ia turun dari kudanya lalu meleset
menerjang pasukan Romawi sambil bersyair:
Kemudian panji-panji peperangan diambil alih oleh Abdullah bin Rawahah. Ia maju
memimpin pasukan seraya bersyair:
Wahai jiwa
Engkau harus terjun
Dengan suka atau terpaksa
Musuh-musuh telah melaju ke medan laga
Tidakkah engkau rindukan surga?
Telah lama engkau hidup tenang
Engkau hanya setetes air yang hina
Referensi:
Almaghazi. Ibnu Hajar.
Shahih Al-Bukhari. Imam Bukhari.