Anda di halaman 1dari 12

Biografi Khalid Bin Walid

Abū Sulaymān Khālid ibn al-Walīd ibn al-Mughīrah al-Makhzūmī (bahasa Arab: ‫أبو سليمان‬
‫ ;خالد بن الوليد بن المغيرة المخزومي‬585–642), atau juga dikenal dengan Sayf Allāh al-Maslūl (bahasa
Arab: ‫ ;سيف هللا المسلول‬Pedang Allah yang terhunus), beliau adalah Sahabat
Nabi Muhammad SAW.

Selain dikenal sebagai Sahabat Nabi, beliau juga dikenal karena taktik militernya dan kecakapan
dalam bidang militer. Dia adalah salah satu dari panglima-panglima perang penting yang tidak
terkalahkan sepanjang kariernya, selain itu Khalid juga memimpin pasukan Madinah dibawah
kekuasaan Nabi Muhammad dan juga penerusnya seperti Abu Bakar dan Umar Bin Khattab.

Cerita Singkat Khalid Bin Walid

Pribadi yang mengaku tidak tahu dimana dan dari mana kehidupannya bermula,
kecuali di suatu hari dimana ia berjabat tangan dengan Rasulullah saw, berikrar dan
bersumpah setia….saat itulah dia merasa dilahrikan kembali sebagai manusia “Dialah orang
yang tidak pernah tidur, dan tidak membiarkan orang lain tidur.”
Suatu saat Khalid bin Walid pernah menceritakan perjalanannya dari Mekah menuju
Madinah kepada Rasulullah:
“Aku menginginkan seorang teman seperjalanan, lalu kujumpai Utsman bin Thalhah;
kuceritakan kepadanya apa maksudku, ia pun segera menyetujuinya. Kami keluar dari kota
Mekah sekitar dini hari, di luar kota kami berjumpa dengan Amr bin Ash.
Maka berangkatlah kami bertiga menuju kota Madinah, sehingga kami sampai di kota itu
di awal hari bulan Safar tahun yang ke delapan Hijriyah. Setelah dekat dengan Rasulullah saw
kami memberi salam kenabiannya, Nabi pun membalas salamku dengan muka yang cerah. Sejak
itulah aku masuk Islam dan mengucapkan syahadat yang haq…”
Rasulullah bersabda, “Sungguh aku telah mengetahui bahwa anda mempunyai akal sehat,
dan aku berharap, akal sehat itu hanya akan menuntun anda kejalan yang baik…” Oleh karena
itulah, aku berjanji setia dan bai’at kepada beliau, lalu aku Mohon “Mohon Rasulullah mintakan
ampun untukku terhadap semua tindakan masa laluku yang menghalangi jalan Allah…”
Dalam perang Muktah, ada tiga orang Syuhada Pahlawan, mereka adalah Zaid bin
Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Rawahah, mereka bertiga adalah Syuhada
Pahlawan si Pedang Allah di Tanah Syria. Untuk keperluan perang Muktah ini, pasukan musuh,
Pasukan Romawi mengerahkan sekitar 200.000 prajurit.
Dalam hal ini Rasulullah bersabda, “Panji perang di tangan Zaid bin Haritsah, ia
bertempur bersama panjinya sampai ia tewas. Kemudian panji tersebut diambil alih oleh Ja’far,
yang juga bertempur bersama panjinya sampai ia gugur sebagai syahid. Kemudian giliran
Abdullah bin Rawahah memegang panji tersebut sambil bertempur maju, hingga ia juga gugur
sebagai Syahid.”
“Kemudian panji itu diambil alih oleh suatu Pedang dari pedang Allah, lalu Allah
membukakan kemenangan di tangannya.”
Sesudah Panglima yang ketiga gugur menemui syahidnya, dengan cepat Tsabit bin
Arqam menuju bendera perang tersebut, lalu membawanya dengan tangan kanannya dan
mengangkatnya tinggi-tinggi di tengah-tengah pasukan Islam agar barisan mereka tidak kacau
balau, dan semangat pasukan tetap tinggi…
Tak lama sesudah itu, dengan gesit ia melarikan kudanya kearah Khalid bin Walid,
sambil berkata kepadanya, “Peganglah panji ini, wahai Abu Sulaiman…!”
Khalid merasa dirinya sebagai seorang yang baru masuk Islam, tidak layak memimpin
pasukan yang di dalamnya terdapat orang-orang Anshor dan Muhajirin yang terlebih dahulu
masuk Islam daripadanya, Sopan, Rendah hati, arif bijaksana, itulah sikapnya. Ketika itu ia
menjawab, “Tidak….. jangan saya yang memegang panji suci ini, engkaulah yang paling berhak
memegangnya, engkau lebih tua, dan telah menyertai perang Badar!”
Tsabit menjawab, “Ambillah, sebab engkau lebih tahu siasat perang daripadaku, dan
demi Allah aku tidak akan mengambilnya, kecuali untuk diserahkan kepadamu!” kemudian ia
berseru kepada semua pasukan muslim, Bersediakah kalian di bawah pimpinan Khalid?” mereka
menjawab, “Setuju!”
Dengan gesit panglima baru ini melompati kudanya, di dekapnya panji suci itu dan
mencondongkannya kearah depan dengan tangan kanannya, seakan hendak memecahkan semua
pintu yang terkunci itu, dan sudah tiba saatnya untuk di dobrak dan diterjang. Sejak saat itulah,
kepahlawanannya yang luar biasa, terkuak dan mencapai titik puncak yang telah ditentukan oleh
Allah baginya…
Saat perang Muktah inilah korban di pihak kaum muslimin banyak berjatuhan, dengan
tubuh-tubuh mereka berlumuran darah, sedang balatentara Romawi dengan jumlah yang jauh
lebih besar, terus maju laksana banjir yang terus menyapu medan tempur.
Dalam situasi yang sangat sulit itu, tak ada jalan dan taktik perang yang bagaimanapun,
akan mampu merubah keadaan. Satu-satunya jalan yang dapat dilakukan oleh seorang
Komandan perang, ialah bagaimana melepaskan tentara Islam ini dari kemusnahan total, dengan
mencegah jatuhnya korban yang terus berjatuhan, serta berusaha keluar dari keadaan itu dengan
sisa-sisa yang ada dengan selamat
Pada saat yang genting itu, tampillah Khalid bin Walid, si Pedang Allah, yang menyorot
seluruh medan tempur yang luas itu, dengan kedua matanya yang tajam. Diaturnya rencana dan
langkah yang akan diambil secepat kilat, kemudian membagi pasukannya kedalam kelompok-
kelompok besar dalam suasana perang berkecamuk terus. Setiap kelompok diberinya tugas
sasaran masing-masing, lalu dipergunakanlah seni Yudhanya yang membawa mukjizat, dengan
kecerdikan akalnya yang luar biasa, sehingga akhirnya ia berhasil membuka jalur luas diantara
pasukan Romawi. Dari jalur itulah seluruh pasukan Muslim menerobos dengan selamat. Karena
prestasinya dalam perang inilah Rasulullah menganugrahkan gelar kepada Khalid bin Walid, “Si
Pedang Allah yang senantiasa terhunus”.
Sepeninggal Rasulullah, wafat, Abu Bakar memikul tanggung jawab sebagai Khalifah.
Dia menghadapi tantangan yang sangat besar dan berbahaya, yaitu gelombang kemurtadan yang
hendak menghancurkan agama yang baru berkembang ini. Berita-berita tentang pembangkangan
kaum-kaum dan suku-suku Di Jazirah Arab ini, dari waktu ke waktu semakin membahayakan.
Dalam keadaan genting seperti ini, Abu Bakar sendiri maju untuk memimpin pasukan Islam.
Tetapi para sahabat utama tidak sepakat dengan tindakan Abu Bakar ini. Semuanya sepakat
untuk meminta Khalifah agar tetap tinggal di Madinah.
Sayyidina Ali terpaksa menghadang Abu Bakar dan memegang tali kekang kuda yang
sedang di tungganginya untuk mencegah keberangkatannya bersama pasukannya menuju medan
perang, sembari berkata, “Hendak kemana Engkau wahai Khalifah Rasulullah, akan kukatakan
kepadamu apa yang pernah dikatakan Rasulullah di hari Uhud: “Simpanlah pedangmu wahai
Abu Bakar, jangan engkau cemaskan kami dengan dirimu!”
Di hadapan desakan dan suara bulat kaum muslimin, Khalifah terpaksa menerima untuk
tetap tinggal di kota Madinah. Maka setelah itu, di bagilah tentara Islam menjadi sebelas
kesatuan, dengan beban tugas tertentu. Sedang sebagai kepala dari keseluruhan pasukan tersebut,
diangkatlah Khalid bin Walid. Dan setelah menyerahkan bendera kepada masing-masing
komandannya, Khalifah mengarahkan pandangan kepada Khalid bin Walid, sambil berkata:
Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, bahwa sebaik-baik hamba Allah dan kawan
sepergaulan, ialah Khalid bin Walid, sebilah pedang diantara pedang Allah yang ditebaskan
kepada orang-orang kafir dan munafik…!”
Khalid pun segera melaksanakan tugasnya dengan berpindah-pindah dari suatu tempat
medan tempur ke pertempuran yang lain, dari suatu kemenangan ke kemenangan berikutnya.
Datanglah perintah dari Khalifah Abu Bakar, kepada Panglima yang tak tertandingi ini, agar
berangkat menuju Yamamah untuk memerangi Bani Hanifah bersama kabilah-kabilah yang telah
bergabung dengan mereka yang terdiri dari gabungan aneka ragam tentara murtad yang paling
berbahaya. Pasukan ini di pimpin oleh Musalimah al-Kadzdzab..
Khalid bersama pasukannya mengambil posisi di dataran bukit-bukit pasir Yamamah,
dan menyerahkan bendera perang kepada komandan-komandan pasukannya, sementara
Musailamah menghadapinya dengan segala kecongkakan dan kedurhakaan bersama dengan
pasukan tentaranya yang sangat banyak, seakan-akan tak akan habis-habisnya.
Di tengah pertempuran yang berkecamuk amat dahsyat ini, Khalid melihat keunggulan
musuh, ia lalu memacu kudanya ke suatu tempat tinggi yang terdekat, lalu ia melayangkan
pandangannya ke seluruh medan tempur. Pandangan cepat yang diliputi ketajaman dan naluri
perangnya, dengan cepat ia dapat mengetahui dan menyimpulkan titik kelemahan pasukannya.
Ia dapat merasakan, ada rasa tanggung jawab yang mulai melemah di kalangan parajuritnya di
tengah serbuan-serbuan mendadak pasukan Musailamah. Maka diputuskanlah secepat kilat untuk
memperkuat semangat tempur dan tanggung jawab pasukan muslimin itu. Di panggilnya
komandan-komandan teras dan sayap, ditertibkannya posisi masing-masing di medan tempur,
kemudian ia berteriak dengan suaranya yang mengesankan kemenangan:
“Tunjukkanlah kelebihanmu masing-masing…, akan kita lihat hari ini jasa setiap suku!”
Orang-orang Muhajirin maju dengan panji-panji perang mereka, dan orang-orang Anshor pun
maju dengan panji-panji perang mereka, kemudian setiap kelompok suku dengan panji-panji
tersendiri. Semangat juang pasukannya jadi bergelora lebih panas membakar, yang dipenuhi
dengan kebulatan tekad, menang atau mati syahid. Sedangkan Khalid terus menggemakan Takbir
dan Tahlil, sambil memberikan komando kepada para komandan lapangannya. Dalam waktu
singkat, berubahlah arah pertempuran, prajurit-prajurit pimpinan Musailamah mulai berguguran,
laksana nyamuk yang meggelepar berjatuhan.
Khalid bin Walid berhasil menyalakan semangat keberaniannya seperti sengatan aliran
listrik kepada setiap parajuritnya, itulah salah satu keistimewaannya dari sekian banyak
keunggulannya. Musailamah tewas bersama para prajuritnya, bergelimpangan memenuhi seluruh
area medan pertempuran, dan terkuburlah selama-lamanya bendera yang menyerukan
kebohongan dan kepalsuan.
Selanjutnya, Khalifah Abu Bakar memerintahkan Khalid bin Walid untuk berangkat
menuju Irak, maka berangkatlah sang Mujahid ini ke Irak. Ia memulai operasi meliternya di Irak
dengan mengirim surat ke seluruh Pembesar Kisra (Kaisar Persia) dan Gubernur-Gubernurnya di
semua wilayah Irak.
“Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Khalid Ibnu
Walid kepada para pembesar Persi. Keselamatan bagi siapa saja yang mengikuti petunjuk.
Kemudian segala puji kepunyaan Allah yang telah memporak porandakan kaki tangan kalian,
dan merenggut kerajaan kalian, serta melemahkan tipu daya kalian. Siapa yang shalat seperti
shalat kami, dan menghadap kiblat kami, jadilah ia seorang muslim. Ia akan mendaptkan hak
seperti hak yang kami dapatkan, dan ia berkewjiban seperti kewajiban kami. Bila telah sampai
kepada kalian surat ini, maka hendaklah kalian kirimkan kepadaku jaminan, dan terimalah
dariku perlindungan jika tidak, maka demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, akan kukirimkan
kepada kalian satu kaum berani mati, padahal kalian masih sangat mencintai hidup…!”
Para mata-mata yang disebarkannya ke seluruh penjuru Persia datang menyampaikan
berita tentang keberangkatan pasukan bala tentara yang sangat besar yang dipersiapkan oleh
panglima-panglima Persia di Irak.
Khalid tidak membuang-buang waktu, dengan cepat ia memersiapkan pasukannya untuk
menghadapi pasukan Persia tersebut. Dalam perjalanan menuju Persia ini ia berhasil memperoleh
kemenangan-kemenangan, mulai dari Ubullah, As-Sadir, di susul Najaf, lalu Al-Hirah, Al-
Ambar, sampai Khadimiah. Di setiap tempat yang berhasil ia taklukkan ia disambut wajah
berseri penduduknya, karena di bawah bendera Islam, mereka orang-orang yang lemah yang
tertindas penjajah Persia, dapat berlindung dengan aman.
Rakyat yang terjajah dan lemah selama ini banyak mengalami derita perbudakan dan penyiksaan
dari orang Persia. Khalid selalu berpesan dengan peringatan keras, kepada seluruh pasukannya
setiap kali akan berangkat ke medan tempur:
“Jangan kalian sakiti para petani, biarkanlah mereka bekerja dengan aman, kecuali bila
ada yang hendak menyerang kalian, perangilah orang-orang yang memerangi kalian…”.
Kemenangan yang diraih oleh orang-orang Islam di Irak dari orang Persia menimbulkan harapan
diperolehnya kemenangan yang sama pada orang Romawi di Syria. Khalifah Abu Bakar
mengerahkan sejumlah pasukan dan menunjuk bebrapa orang pilihan sebagai Panglimanya,
seperti Abu Ubaidah bin Jarrah, Amr bin Ash dan Yazid bin Abu Sufyan serta Muawiyah bin
Abu Sufyan.
Pada saat balatentara Islam ini mulai bergerak, berita ini sampai kepada Kaisar Romawi.
Ia menyarankan para menteri dan Jenderal-jenderalnya supaya berdamai saja dengan orang-
orang Islam, dan berperang melawan mereka, karena itu hanya akan menimbulkan kerugian saja.
Tetapi para menteri dan Jenderal-Jenderalnya tetap bersikeras hendak meneruskan perang sambil
sesumbar: “Demi Tuhan, akan kita layani Abu Bakar itu, sampai ia tidak mampu mendatangkan
pasukan berkudanya ke negeri kita ini.”
Mereka menyiapkan tidak kurang dari 240.000 tentara untuk peperangan ini. Para mata-
mata pasukan tentara Islam mengirimkan gambaran tentang situasi gawat ini kepada Khalifah.
Mengetahui hal itu Abu Bakar berkata, “Demi Allah, semua kekhawatiran dan keragu-raguan
mereka akan kusembuhkan dengan kedatangan Khalid.” Penyembuh kekhawatiran ini, berupa
perintah berangkat ke negeri Syam kepada Khalid untuk memimpin seluruh pasukan Islam yang
sudah mendahului berada di sana. Dengan sigap Khalid bin Walid melaksanakan perintah
Khalifah, dan menyerahkan pimpinan pasukan di Irak kepada Mutsanna bin Haritsah, setelah
semua urusannya di Irak selesai, ia segera berangkat menuju Syam.
Di medan perang, sebelum pertempuran di mulai, ia berdiri di tengah-tengah pasukannya
sambil berpidato, “Hari ini adalah hari-hari Allah, tak pantas kita di sini berbangga-bangga dan
berbuat durhaka….Ikhlaskanlah jihad kalian, dan harapkan Ridlo Allah dengan perangmu!
Mari kita bergantian memegang pimpinan, yaitu secara bergiliran. Hari ini salah seorang
memegang pimpinan, besok yang lain, lusa yang lain lagi, sehingga seluruhnya mendapat
kesempatan memimpin…!”
Balatentara Romawi, jika dilihat dari besarnya jumlah tentara dan perlengkapan
persenjataan yang mereka miliki, merupakan sesuatu yang sangat mendebarkan bagi siapa saja
yang melihatnya. Tak diragukan lagi, bahwa pasukan Islam sebelum kedatangan Khalid bin
Walid merasa gentar dan cemas serta gelisah dalam jiwa mereka. Hanya karena iman merekalah
yang membuat hati mereka mantap.
Bagaimanapun hebatnya orang-orang Romawi dan balatentaranya, tapi Abu Bakar telah
berkata, “Khalid yang akan menyelesaikannya…, Demi Allah, segala kekhawatiran mereka akan
kulenyapkan dengan seorang Khalid! Biarkan orang-orang Romawi dengan segala
kehebatannya itu datang! Bukankah bagi kaum muslimin ada tukang pukulnya?”
Khalid bin Walid membrifing komandan-komandan tentaranya, dengan mempersiapkan
dan membagi-bagi pada beberapa kesatuan besar. Diaturnya langkah-langkah taktik dan strategi
untuk menyerang dan bertahan, untuk menandingi taktik-taktik tentara Romawi, seperti yang
telah dialaminya dari kawan-kawannya orang Persia di Irak, dengan melukiskan setiap
kemungkinan dari peperangan ini.
Sebelum terjun ke kancah peperangan, ada satu hal yang sedikit menganggu pikirannya,
yaitu kemungkinan sebagian anggota pasukannya yang melarikan diri, terutama mereka yang
baru saja masuk Islam, setalah mereka melihat kehebatan dan keseraman tentara Romawi.
Salah satu rahasia kemenangan-kemenangan istimewa yang diraih Khalid dalam setiap
pertempuran,ialah “Tsabat” artinya tetap tabah dan disiplin. Ia melihat, bahwa larinya dua tiga
orang prajurit, akan menyebarkan kepanikan dan kekacauan pada seluruh kesatuan yang akan
berakibat fatal, dan ini merpakan bencana. Oleh sebab itu, tindakannya sangat tegas dan keras
sekali terhadap mereka yang membuang senjata dan melarikan diri dari medan pertempuran.
Maka dalam peperangan Yarmuk ini, setelah seluruh pasukannya mangambil posisi,
dipanggilnya perempuan-perempuan Muslimah untuk memanggul senjata. Mereka diperintahkan
untuk mengambil posisi dibelakang barisan pasukan muslimin di setiap penjuru. Khalid berpesan
kepada mereka, “Siapa saja yang melarikan diri dari medan pertempuran ini, bunuh saja
mereka!”
Sebelum pertempuran dahsyat itu berlangsung, Panglima tentara Romawi meminta
Khalid Tampil ke depan, karena ingin berbicara dengannya. Khalid tampil ke depan sehingga
mereka berdua saling berhadapan di atas punggung kuda masing-masing, di suatu tempat tanah
lapang diantara kedua pasukan.
Panglima pasukan tentara Romawi yang bernama Mahan itu berkata kepada Khalid:
“Kami tahu, bahwa yang mendorong kalian keluar dari negeri kalian tidak lain hanyalah karena
kelaparan dan kesulitan, jika kalian setuju, saya beri dari masing-masing kalian ini 10 dinar
lengkap dengan pakaian dan makanan, asalkan kalian pulang kembali ke negeri kalian. Dan di
tahun yang akan datang saya akan kirimkan sebanyak itu pula……!
Mendengar itu, bukan main marahnya Khalid, tapi hal tetap ditahan, sambil
menggetakkan giginya, ia menganggap suatu penghinaan dan kekurang ajaran dari panglima
Romawi itu. Lalu di jawabnya dengan berucap:
“Bahwa yang mendorong kami keluar dari negeri kami, bukan karena lapar seperti yang anda
kira, tapi kami adalah suatu bangsa yang biasa minum darah. Dan kami sangat paham, bahwa
tak darah yang lebih manis dan lebih enak dari darah orang-orang Romawi, karena itulah kami
datang!”
Panglima Khalid bin Walid menggeretakkan kekang kudanya, sambil kembali ke barisan
pasukannya, diangkatnya bendera tingi-tinggi sebagai tanda dimulainya pertempuran. “Allahu
Akbar,……berhembuslah angin surga,” teriaknya. Di tengah-tengah poertempuran sengit itu
berlangsung, ada salah seorang dari tentara muslim yang mendekati Abu Ubaidan bin Jarrah,
sambil berkata, “Aku sudah bertekad untuk mati syahid, apakah anda mempunyai pesan penting
yang bisa kusampaikan kepada Rasulullah saw, jika aku menemuinya nanti?” Abu Ubaidah
menjawab, “Ada, sampaikan kepada beliau, Ya Rasululullah, sesungguhnya kami telah
menemukan bahwa apa yang telah di janjikan Allah, memang benar!”
Setelah itu, lelaki itu pergi menyeruak ke tengah-tengah medan pertempuran dengan
menyerang bagai anak panah yang lepas dari busurnya. Ia menyerbu ke tengah-tengah
pertempuran dahsyat, merindukan tempat peraduan, sampai akhirnya ia mati syahid. Dia adalah
Ikrimah Abu jahal, anak Abu Jahal. Ia berseru kepada barisan tentara orang-orang Islam, pada
saat tekanan tentara Romawi semakin berat, dengan suara lantang, dia berkata, “Sungguh aku
telah lama memerangi Rasulullah di masa lalu, sebelum aku mendapat hidayah dari Allah,
masuk Islam. Apakah pantas aku lari hari ini, dari musuh-musuh Allah ini?” sambil berteriak ia
berseru kepada pasukan Muslim, “Siapa yang bersedia dan berjanji untuk mati?”
Sekelompok pasukan muslimin berjanji kepada Ikrimah untuk berjuang sampai mati,
kemudian mereka sama-sama menyerbu ke jantung pertahanan musuh, mereka hanya mencari
kemenangan, tetapi jika kemenangan itu harus ditebus dengan jiwa raganya, mereka sudah siap
untuk mati syahid….. Allah menerima pengorbanan dan bai’at mereka, mereka semuanya mati
syahid.
Di tengah pertempuran sengit itu, Khalid bin Walid mengerahkan 100 orang tentaranya,
tidak lebih. Mereka diperintahkan untuk bersamanya menyerbu sayap kiri pasukan tentara
Romawi yang jumlahnya tidak kurang dari 40.000 orang tentara. Khalid berpesan kepada
mereka,: “Demi Allah, yang diriku di tangan-Nya, tak ada lagi kesabaran dan ketabahan yang
tinggal pada orang-orang Romawi, kecuali apa yang kami lihat! Sungguh, aku berharap Allah
memberikan kesempatan kepada kalian untuk menebas batang-batang keher mereka…!”
Kehebatan Khalid bin Walid ini sangat mengagumkan para panglima dan komandan
tentara Romawi. Hal ini mendorong salah seorang dari mereka, bernama Georgius, mengundang
Khalid pada saat-saat peperangan berhenti beristirahat, untuk bercakap-cakap. Panglima Romawi
itu berkata kepada Khalid:
“Tuan Khalid,….jujurlah anda kepadaku, jangan berbohong, sebab orang merdeka itu tak
pernah bohong! Apakah Tuhan telah menurunkan sebilah pedang kepada Nabi anda dari langit,
lalu pedang itu diberikannya kepada anda, hingga setiap anda hunuskan terhadap siapapun,
pedang tersebut pasti membinasakannya?” jawab Khalid, “Oh, tidak.”
Orang itu bertanya lagi, “Mengapa anda dinamakan Si Pedang Allah?” Jawab Khalid,
“Sesungguhnya Allah telah mengutus Rasul-Nya kepada kami, sebagian kami ada yang
membenarkannya, dan sebagian lagi ada yang mendustakannya sehingga Allah menjadikan hati
kami menerima Islam, dan memberi petunjuk kepada kami melalui Rasul-Nya, lalu kami berjanji
setia kepadanya……, Rasulullah mendoakanku dan berkata kepadaku, “Engkau adalah pedang
Allah diantara sekian banyak pedang-pedang-Nya.” Demikianlah, maka aku diberi
julukan pedang Allah”.
Dialog selanjutnya terjadi antara panglima itu dengan Khalid:

 Kepada siapa anda sekalian diserunya?


 Kepada Men-tauhid-kan Allah dan kepada Islam
 Apakah orang-orang yang masuk Islam sekarang akan mendapatkan pahala seperti anda juga?
 Memang, bahkan lebih……..
 Bagaimana dapat terjadi, padahal anda telah lebih dahulu memasukinya?
 Karena sesungguhnya kami telah hidup bersama Rasulullah dan kami telah melihat tanda-tanda
Kerasulan dan mukjizatnya, dan wajar bagi setiap orang yang telah melihat seperti yang kami
lihat, dan mendengar seperti yang kami dengar, akan masuk Islam dengan mudah. Adapun anda,
wahai orang-orang yang belum pernah melihat dan mendengarnya, lalu anda beriman kepada
yang gaib, maka pahala anda lebih berlipat ganda dan besar, bila anda membenarkan Allah
dengan hati ikhlas serta niat yang suci…

Panglima Romawi itu kemudian berseru sambil memajukan kudanya ke dekat Khalid dan
berdiri disampingnya “Ajarkanlah kepadaku Islam itu, wahai Khalid….! Maka setelah itu masuk
islamlah si panglima itu, dan salat dua rakaat, satu-satunya salat yang sempat dilakukan, karena
setelah peristiwa itu kedua pasukan mulai bertempur lagi. Panglima Romawi, Georgius, yang
sekarang bertempur di pihak kaum muslimin itu, dengan matian-matian menuntut syahid, sampai
ia mencapainya dan ia mendapatkannya……..
Kehidupan Khalid bin Walid adalah perang sejak lahir sampai matinya. Lingkungan,
Pendidikan, pertumbuhan dan seluruh hidupnya, sebelum dan sesudah Islam, seluruhnya
merupakan arena bagi seorang pahlawan Berkuda yang sangat lihai dan ditakuti
Pedangnya adalah alat yang sangat ampuh sebagai penebus masa lalunya. Pedang yang
berada dalam genggaman seorang panglima berkuda seperti Khalid, dan tangan yang
menggenggam pedang itu digerakkan oleh hati yang bergelora serta di dorong oleh pembelaan
yang mutlak terhadap agama yang suci, sungguh amat sulit bagi pedang ini untuk melepaskan
diri sama sekali dari pembawaannya yang keras dan dahsyat, dan ketajamannya yang
memutus…….
Khalifah Umar bin Khattab pernah berkata, “Tak ada seorang wanita pun yang akan
sanggup melahirkan lagi laki-laki seperti Khalid.” Ia adalah pribadi yang sering dilukiskan
oleh para sahabat-sahabat maupun musuh-musuhnya, dengan: “Orang yang tidak pernah tidur,
dan tidak membiarkan orang lain tidur.”
Suatu saat ia pernah berkata: “Tak ada yang dapat menandingi kegembiraanku, bahkan
lebih pada saat malam pengantin, atau di saat dikaruniai Bayi, yaitu suatu malam yang
sangat genting, dimana aku dengan ekspedisi tentara bersama orang-orang Muhajirin
menggempur kaum musyrikin di waktu subuh.”
Ada sesuatu yang selalu merisaukan pikirannya sewaktu masih hidup, yaitu kalau-kalau
ia mati di atas tempat tidur, padahal ia telah menghabiskan seluruh usianya di atas punggung
kuda perang dan dibawah kilat pedangnya.
Ketika itu ia berkata: “Aku telah ikut serta berperang dalam pertempuran di mana-mana,
seluruh tubuhku penuh dengan tebasan pedang, tusukan tombak serta tancapan anak
panah…….kemudian inilah aku, tidak seperti yang aku inginkan, mati di atas tempat tidur,
laksana matinya seekor unta.”
Sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, ia berwasiat kepada Khalifah Umar,
agar Khalifah mewakafkan harta kekayaan yang ia tinggalkan, yang berupa Kuda dan
Pedangnya. Selebihnya tidak ada lagi barang berharga yang dapat dimiliki oleh orang.
Seumur hidupnya ia tak pernah dipengaruhi oleh keinginan, kecuali menikmati kemenangan dan
berjaya mengalahkan musuh kebenaran.
Tak satupun kesenangan duniawi yang dapat mempengaruhi keinginan nafsunya, kecuali
hanya satu, yaitu barang yang dengan sangat hati-hati sekali dan mati-matian ia menjaganya.
Barang itu berupa Kopiah. Pernah suatu ketika, kopiah itu jatuh dalam perang Yarmuk. Ia
bersama beberapa pasukannya dengan susah payah mencarinya. Ketika orang lain mencelanya
karena itu, ia berkata, “Di dalamnya terdapat beberapa helai rambut dari ubun-ubun Rasulullah
saw”.
Di saat jenazahnya di usung beberapa sahabat keluar dari rumahnya, sang ibu
memandangnya dengan kedua mata yang bercahaya memperlihatkan kekerasan hati tapi disaput
awan duka cita, lalu melepaskannya dengan kata-kata:
Jutaan orang tidak dapat melebihi keutamaanmu….
Mereka gagah perkasa tapi tunduk di ujung pedangmu…
Engkau pemberani melebihi Singa Betina…..
Yang sedang mengamuk melindungi anaknya……
Engkau lebih dahsyat dari air bah…..
Yang terjun dari celah bukit curam ke lembah……
Rahmat Allah bagi Abu Sulaiman,
Apa yang ada di sisi Allah lebih baik daripada yang ada di dunia.
Ia hidup terpuji, dan berbahagia setelah mati…..

Anda mungkin juga menyukai