Anda di halaman 1dari 6

Kisah Panglima Perang Islam : Khalid bin Walid

Suatu saat Khalid bin Walid pernah menceritakan perjalanannya dari Mekah menuju
Madinah kepada Rasulullah:

Aku menginginkan seorang teman seperjalanan, lalu kujumpai Utsman bin Thalhah;
kuceritakan kepadanya apa maksudku, ia pun segera menyetujuinya. Kami keluar dari
kota Mekah sekitar dini hari, di luar kota kami berjumpa dengan Amr bin Ash.

Maka berangkatlah kami bertiga menuju kota Madinah, sehingga kami sampai di kota
itu di awal hari bulan Safar tahun yang ke delapan Hijriyah. Setelah dekat dengan
Rasulullah saw kami memberi salam kenabiannya, Nabi pun membalas salamku dengan
muka yang cerah. Sejak itulah aku masuk Islam dan mengucapkan syahadat yang
haq

Rasulullah bersabda, Sungguh aku telah mengetahui bahwa anda mempunyai akal
sehat, dan aku berharap, akal sehat itu hanya akan menuntun anda kejalan yang
baik Oleh karena itulah, aku berjanji setia dan baiat kepada beliau, lalu aku
Mohon Mohon Rasulullah mintakan ampun untukku terhadap semua tindakan masa
laluku yang menghalangi jalan Allah

Dalam perang Muktah, ada tiga orang Syuhada Pahlawan, mereka adalah Zaid bin
Haritsah, Jafar bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Rawahah, mereka bertiga adalah
Syuhada Pahlawan si Pedang Allah di Tanah Syria. Untuk keperluan perang Muktah
ini, pasukan musuh, Pasukan Romawi mengerahkan sekitar 200.000 prajurit.

Dalam hal ini Rasulullah bersabda, Panji perang di tangan Zaid bin Haritsah, ia
bertempur bersama panjinya sampai ia tewas. Kemudian panji tersebut diambil alih
oleh Jafar, yang juga bertempur bersama panjinya sampai ia gugur sebagai syahid.
Kemudian giliran Abdullah bin Rawahah memegang panji tersebut sambil bertempur
maju, hingga ia juga gugur sebagai Syahid.

Kemudian panji itu diambil alih oleh suatu Pedang dari pedang Allah, lalu Allah
membukakan kemenangan di tangannya.
Sesudah Panglima yang ketiga gugur menemui syahidnya, dengan cepat Tsabit bin
Arqam menuju bendera perang tersebut, lalu membawanya dengan tangan kanannya
dan mengangkatnya tinggi-tinggi di tengah-tengah pasukan Islam agar barisan
mereka tidak kacau balau, dan semangat pasukan tetap tinggi

Tak lama sesudah itu, dengan gesit ia melarikan kudanya kearah Khalid bin Walid,
sambil berkata kepadanya, Peganglah panji ini, wahai Abu Sulaiman!

Khalid merasa dirinya sebagai seorang yang baru masuk Islam, tidak layak memimpin
pasukan yang di dalamnya terdapat orang-orang Anshor dan Muhajirin yang terlebih
dahulu masuk Islam daripadanya, Sopan, Rendah hati, arif bijaksana, itulah
sikapnya. Ketika itu ia menjawab, Tidak.. jangan saya yang memegang panji suci
ini, engkaulah yang paling berhak memegangnya, engkau lebih tua, dan telah
menyertai perang Badar!

Tsabit menjawab, Ambillah, sebab engkau lebih tahu siasat perang daripadaku, dan
demi Allah aku tidak akan mengambilnya, kecuali untuk diserahkan kepadamu!
kemudian ia berseru kepada semua pasukan muslim, Bersediakah kalian di bawah
pimpinan Khalid? mereka menjawab, Setuju!

Dengan gesit panglima baru ini melompati kudanya, di dekapnya panji suci itu dan
mencondongkannya kearah depan dengan tangan kanannya, seakan hendak
memecahkan semua pintu yang terkunci itu, dan sudah tiba saatnya untuk di dobrak
dan diterjang. Sejak saat itulah, kepahlawanannya yang luar biasa, terkuak dan
mencapai titik puncak yang telah ditentukan oleh Allah baginya

Saat perang Muktah inilah korban di pihak kaum muslimin banyak berjatuhan,
dengan tubuh-tubuh mereka berlumuran darah, sedang balatentara Romawi dengan
jumlah yang jauh lebih besar, terus maju laksana banjir yang terus menyapu medan
tempur.

Dalam situasi yang sangat sulit itu, tak ada jalan dan taktik perang yang
bagaimanapun, akan mampu merubah keadaan. Satu-satunya jalan yang dapat
dilakukan oleh seorang Komandan perang, ialah bagaimana melepaskan tentara Islam
ini dari kemusnahan total, dengan mencegah jatuhnya korban yang terus berjatuhan,
serta berusaha keluar dari keadaan itu dengan sisa-sisa yang ada dengan selamat

Pada saat yang genting itu, tampillah Khalid bin Walid, si Pedang Allah, yang
menyorot seluruh medan tempur yang luas itu, dengan kedua matanya yang tajam.
Diaturnya rencana dan langkah yang akan diambil secepat kilat, kemudian membagi
pasukannya kedalam kelompok-kelompok besar dalam suasana perang berkecamuk
terus. Setiap kelompok diberinya tugas sasaran masing-masing, lalu dipergunakanlah
seni Yudhanya yang membawa mukjizat, dengan kecerdikan akalnya yang luar biasa,
sehingga akhirnya ia berhasil membuka jalur luas diantara pasukan Romawi. Dari
jalur itulah seluruh pasukan Muslim menerobos dengan selamat. Karena prestasinya
dalam perang inilah Rasulullah menganugrahkan gelar kepada Khalid bin Walid, Si
Pedang Allah yang senantiasa terhunus.

Sepeninggal Rasulullah, wafat, Abu Bakar memikul tanggung jawab sebagai Khalifah.
Dia menghadapi tantangan yang sangat besar dan berbahaya, yaitu gelombang
kemurtadan yang hendak menghancurkan agama yang baru berkembang ini. Berita-
berita tentang pembangkangan kaum-kaum dan suku-suku Di Jazirah Arab ini, dari
waktu ke waktu semakin membahayakan. Dalam keadaan genting seperti ini, Abu
Bakar sendiri maju untuk memimpin pasukan Islam. Tetapi para sahabat utama tidak
sepakat dengan tindakan Abu Bakar ini. Semuanya sepakat untuk meminta Khalifah
agar tetap tinggal di Madinah.

Sayyidina Ali terpaksa menghadang Abu Bakar dan memegang tali kekang kuda yang
sedang di tungganginya untuk mencegah keberangkatannya bersama pasukannya
menuju medan perang, sembari berkata, Hendak kemana Engkau wahai Khalifah
Rasulullah, akan kukatakan kepadamu apa yang pernah dikatakan Rasulullah di hari
Uhud: Simpanlah pedangmu wahai Abu Bakar, jangan engkau cemaskan kami dengan
dirimu!

Di hadapan desakan dan suara bulat kaum muslimin, Khalifah terpaksa menerima
untuk tetap tinggal di kota Madinah. Maka setelah itu, di bagilah tentara Islam
menjadi sebelas kesatuan, dengan beban tugas tertentu. Sedang sebagai kepala dari
keseluruhan pasukan tersebut, diangkatlah Khalid bin Walid. Dan setelah
menyerahkan bendera kepada masing-masing komandannya, Khalifah mengarahkan
pandangan kepada Khalid bin Walid, sambil berkata:

Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, bahwa sebaik-baik hamba Allah dan
kawan sepergaulan, ialah Khalid bin Walid, sebilah pedang diantara pedang Allah
yang ditebaskan kepada orang-orang kafir dan munafik!

Khalid pun segera melaksanakan tugasnya dengan berpindah-pindah dari suatu


tempat medan tempur ke pertempuran yang lain, dari suatu kemenangan ke
kemenangan berikutnya.

Datanglah perintah dari Khalifah Abu Bakar, kepada Panglima yang tak tertandingi
ini, agar berangkat menuju Yamamah untuk memerangi Bani Hanifah bersama
kabilah-kabilah yang telah bergabung dengan mereka yang terdiri dari gabungan
aneka ragam tentara murtad yang paling berbahaya. Pasukan ini di pimpin oleh
Musalimah al-Kadzdzab..

Khalid bersama pasukannya mengambil posisi di dataran bukit-bukit pasir Yamamah,


dan menyerahkan bendera perang kepada komandan-komandan pasukannya,
sementara Musailamah menghadapinya dengan segala kecongkakan dan kedurhakaan
bersama dengan pasukan tentaranya yang sangat banyak, seakan-akan tak akan
habis-habisnya.

Di tengah pertempuran yang berkecamuk amat dahsyat ini, Khalid melihat


keunggulan musuh, ia lalu memacu kudanya ke suatu tempat tinggi yang terdekat,
lalu ia melayangkan pandangannya ke seluruh medan tempur. Pandangan cepat yang
diliputi ketajaman dan naluri perangnya, dengan cepat ia dapat mengetahui dan
menyimpulkan titik kelemahan pasukannya.

Ia dapat merasakan, ada rasa tanggung jawab yang mulai melemah di kalangan
parajuritnya di tengah serbuan-serbuan mendadak pasukan Musailamah. Maka
diputuskanlah secepat kilat untuk memperkuat semangat tempur dan tanggung
jawab pasukan muslimin itu. Di panggilnya komandan-komandan teras dan sayap,
ditertibkannya posisi masing-masing di medan tempur, kemudian ia berteriak dengan
suaranya yang mengesankan kemenangan:
Tunjukkanlah kelebihanmu masing-masing, akan kita lihat hari ini jasa setiap
suku!

Orang-orang Muhajirin maju dengan panji-panji perang mereka, dan orang-orang


Anshor pun maju dengan panji-panji perang mereka, kemudian setiap kelompok suku
dengan panji-panji tersendiri. Semangat juang pasukannya jadi bergelora lebih
panas membakar, yang dipenuhi dengan kebulatan tekad, menang atau mati syahid.
Sedangkan Khalid terus menggemakan Takbir dan Tahlil, sambil memberikan
komando kepada para komandan lapangannya. Dalam waktu singkat, berubahlah arah
pertempuran, prajurit-prajurit pimpinan Musailamah mulai berguguran, laksana
nyamuk yang meggelepar berjatuhan.

Khalid bin Walid berhasil menyalakan semangat keberaniannya seperti sengatan


aliran listrik kepada setiap parajuritnya, itulah salah satu keistimewaannya dari
sekian banyak keunggulannya. Musailamah tewas bersama para prajuritnya,
bergelimpangan memenuhi seluruh area medan pertempuran, dan terkuburlah
selama-lamanya bendera yang menyerukan kebohongan dan kepalsuan.

Selanjutnya, Khalifah Abu Bakar memerintahkan Khalid bin Walid untuk berangkat
menuju Irak, maka berangkatlah sang Mujahid ini ke Irak. Ia memulai operasi
meliternya di Irak dengan mengirim surat ke seluruh Pembesar Kisra (Kaisar Persia)
dan Gubernur-Gubernurnya di semua wilayah Irak.

Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Khalid Ibnu
Walid kepada para pembesar Persi. Keselamatan bagi siapa saja yang mengikuti
petunjuk. Kemudian segala puji kepunyaan Allah yang telah memporak porandakan
kaki tangan kalian, dan merenggut kerajaan kalian, serta melemahkan tipu daya
kalian. Siapa yang shalat seperti shalat kami, dan menghadap kiblat kami, jadilah ia
seorang muslim. Ia akan mendaptkan hak seperti hak yang kami dapatkan, dan ia
berkewjiban seperti kewajiban kami. Bila telah sampai kepada kalian surat ini, maka
hendaklah kalian kirimkan kepadaku jaminan, dan terimalah dariku perlindungan jika
tidak, maka demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, akan kukirimkan kepada kalian
satu kaum berani mati, padahal kalian masih sangat mencintai hidup !
Para mata-mata yang disebarkannya ke seluruh penjuru Persia datang menyampaikan
berita tentang keberangkatan pasukan bala tentara yang sangat besar yang
dipersiapkan oleh panglima-panglima Persia di Irak.

Khalid tidak membuang-buang waktu, dengan cepat ia memersiapkan pasukannya


untuk menghadapi pasukan Persia tersebut. Dalam perjalanan menuju Persia ini ia
berhasil memperoleh kemenangan-kemenangan, mulai dari Ubullah, As-Sadir, di
susul Najaf, lalu Al-Hirah, Al-Ambar, sampai Khadimiah. Di setiap tempat yang
berhasil ia taklukkan ia disambut wajah berseri penduduknya, karena di bawah
bendera Islam, mereka orang-orang yang lemah yang tertindas penjajah Persia,
dapat berlindung dengan aman.

Rakyat yang terjajah dan lemah selama ini banyak mengalami derita perbudakan dan
penyiksaan dari orang Persia. Khalid selalu berpesan dengan peringatan keras,
kepada seluruh pasukannya setiap kali akan berangkat ke medan tempur:

Anda mungkin juga menyukai