Anda di halaman 1dari 18

TUGAS PAI

PERANG BADAR, KHANDAQ DAN


UHUD

RAKHA SYAUQI VETONRA


PERANG BADAR

Pertempuran Badar (bahasa Arab: ‫غببزوة بببدر‬, ghazwāt badr), adalah pertempuran besar
pertama antara umat Islam melawan musuh-musuhnya. Perang ini terjadi pada 13 Maret 624
Masehi atau 17 Ramadan 2 Hijriah. Pasukan kecil kaum Muslim yang berjumlah 313 orang
bertempur menghadapi pasukan Quraisy dari Mekkah yang berjumlah 1.000 orang. Setelah
bertempur habis-habisan sekitar dua jam, pasukan Muslim menghancurkan barisan
pertahanan pasukan Quraisy, yang kemudian mundur dalam kekacauan.

Sebelum pertempuran ini, kaum Muslim dan penduduk Mekkah telah terlibat dalam beberapa
kali konflik bersenjata skala kecil antara akhir 623 sampai dengan awal 624, dan konflik
bersenjata tersebut semakin lama semakin sering terjadi. Meskipun demikian, Pertempuran
Badar adalah pertempuran skala besar pertama yang terjadi antara kedua kekuatan itu.
Muhammad saat itu sedang memimpin pasukan kecil dalam usahanya melakukan pencegatan
terhadap kafilah Quraisy yang baru saja pulang dari Syam, ketika ia dikejutkan oleh
keberadaan pasukan Quraisy yang jauh lebih besar. Pasukan Muhammad yang sangat
berdisiplin bergerak maju terhadap posisi pertahanan lawan yang kuat, dan berhasil
menghancurkan barisan pertahanan Mekkah sekaligus menewaskan beberapa pemimpin
penting Quraisy, antara lain ialah Abu Jahal alias Amr bin Hisyam.

Bagi kaum Muslim awal, pertempuran ini sangatlah berarti karena merupakan bukti pertama
bahwa mereka sesungguhnya berpeluang untuk mengalahkan musuh mereka di Mekkah.
Mekkah saat itu merupakan salah satu kota terkaya dan terkuat di Arabia zaman jahiliyah.
Kemenangan kaum Muslim juga memperlihatkan kepada suku-suku Arab lainnya bahwa
suatu kekuatan baru telah bangkit di Arabia, serta memperkokoh otoritas Muhammad sebagai
pemimpin atas berbagai golongan masyarakat Madinah yang sebelumnya sering bertikai.
Berbagai suku Arab mulai memeluk agama Islam dan membangun persekutuan dengan kaum
Muslim di Madinah; dengan demikian, ekspansi agama Islam pun dimulai.

Kekalahan Quraisy dalam Pertempuran Badar menyebabkan mereka bersumpah untuk


membalas dendam, dan hal ini terjadi sekitar setahun kemudian dalam Pertempuran Uhud.

Di musim semi tahun 624, Muhammad mendapatkan informasi dari mata-matanya bahwa
salah satu kafilah dagang yang paling banyak membawa harta pada tahun itu, dipimpin oleh
Abu Sufyan dan dijaga oleh tiga puluh sampai empat puluh pengawal, sedang dalam
perjalanan dari Suriah menuju Mekkah. Mengingat besarnya kafilah tersebut, atau karena
beberapa kegagalan dalam penghadangan kafilah sebelumnya, Muhammad mengumpulkan
pasukan sejumlah lebih dari 300 orang, yang sampai saat itu merupakan jumlah terbesar
pasukan Muslim yang pernah diterjunkan ke medan perang.

Pergerakan menuju Badar

Muhammad memimpin pasukannya sendiri dan membawa banyak panglima utamanya,


termasuk pamannya Hamzah dan para calon Kalifah pada masa depan, yaitu Abu Bakar ash-
Shiddiq, Umar bin Khattab, dan Ali bin Abi Thalib. Kaum Muslim juga membawa 70 unta
dan 3 kuda, yang berarti bahwa mereka harus berjalan, atau tiga sampai empat orang duduk
di atas satu unta. ]Namun, banyak sumber-sumber kalangan Muslim pada awal masa itu,
termasuk dalam Al-Qur'an sendiri, tidak mengindikasikan akan terjadinya suatu peperangan
yang serius, dan calon khalifah ketiga Utsman bin Affan juga tidak ikut karena istrinya sakit.

Ketika kafilah dagang Quraisy Mekkah mendekati Madinah, Abu Sufyan mulai mendengar
mengenai rencana Muhammad untuk menyerangnya. Ia mengirim utusan yang bernama
Damdam ke Mekkah untuk memperingatkan kaumnya dan mendapatkan bala bantuan.
Segera saja kaum Quraisy Mekkah mempersiapkan pasukan sejumlah 900-1.000 orang untuk
melindungi kelompok dagang tersebut. Banyak bangsawan kaum Quraisy Mekkah yang turut
bergabung, termasuk di antaranya Amr bin Hisyam, Walid bin Utbah, Syaibah bin Rabi'ah,
dan Umayyah bin Khalaf. Alasan keikut-sertaan mereka masing-masing berbeda. Beberapa
ikut karena mempunyai bagian dari barang-barang dagangan pada kafilah dagang tersebut,
yang lain ikut untuk membalas dendam atas Ibnu al-Hadrami, penjaga yang tewas di
Nakhlah, dan sebagian kecil ikut karena berharap untuk mendapatkan kemenangan yang
mudah atas kaum Muslim. Amr bin Hisyam juga disebutkan menyindir setidak-tidaknya
seorang bangsawan, yaitu Umayyah ibn Khalaf, agar ikut serta dalam penyerangan ini.

Di saat itu pasukan Muhammad sudah mendekati tempat penyergapan yang telah
direncanakannya, yaitu di sumur Badar, suatu lokasi yang biasanya menjadi tempat
persinggahan bagi semua kafilah yang sedang dalam rute perdagangan dari Suriah. Akan
tetapi, beberapa orang petugas pengintai kaum Muslim berhasil diketahui keberadaannya oleh
para pengintai kafilah dagang Quraisy tersebut dan Abu Sufyan kemudian langsung
membelokkan arah kafilah menuju Yanbu.
Rencana pasukan Muslim

"Dan (ingatlah), ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan
(yang kamu hadapi) adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa yang tidak
mempunyai kekuatan senjatalah yang untukmu,[15] dan Allah menghendaki untuk
membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir". Al-
Anfal: 7

Pada saat itu telah sampai kabar kepada pasukan Muslim mengenai keberangkatan pasukan
dari Mekkah. Muhammad segera menggelar rapat dewan peperangan, disebabkan karena
masih adanya kesempatan untuk mundur dan di antara para pejuang Muslim banyak yang
baru saja masuk Islam (disebut kaum Anshar atau "Penolong", untuk membedakannya
dengan kaum Muslim Quraisy), yang sebelumnya hanya berjanji untuk membela Madinah.
Berdasarkan pasal-pasal dalam Piagam Madinah, mereka berhak untuk menolak berperang
serta dapat meninggalkan pasukan. Meskipun demikian berdasarkan tradisi Islam (sirah),
dinyatakan bahwa mereka pun berjanji untuk berperang. Sa'ad bin Ubadah, salah seorang
kaum Anshar, bahkan berkata "Seandainya engkau (Muhammad) membawa kami ke laut itu,
kemudian engkau benar-benar mengarunginya, niscaya kami pun akan mengikutimu." Akan
tetapi, kaum Muslim masih berharap dapat terhindar dari suatu pertempuran terbuka, dan
terus melanjutkan pergerakannya menuju Badar.

Pada tanggal 11 Maret, kedua pasukan telah berada kira-kira satu hari perjalanan dari Badar.
Beberapa pejuang Muslim (menurut beberapa sumber, termasuk Ali bin Abi Thalib) yang
telah berkuda di depan barisan utama, berhasil menangkap dua orang pembawa persedian air
dari pasukan Mekkah di sumur Badar. Pasukan Muslim sangat terkejut ketika mendengar
para tawanan berkata bahwa mereka bukan berasal dari kafilah dagang, melainkan berasal
dari pasukan utama Quraisy. Karena menduga bahwa mereka berbohong, para penyelidik
memukuli kedua tawanan tersebut sampai mereka berkata bahwa mereka berasal dari kafilah
dagang. Akan tetapi berdasarkan catatan tradisi, Muhammad kemudian menghentikan
tindakan tersebut. Beberapa catatan tradisi juga menyatakan bahwa ketika mendengar nama-
nama para bangsawan Quraisy yang menyertai pasukan tersebut, ia berkata "Itulah Mekkah.
Ia telah melemparkan kepada kalian potongan-potongan hatinya." Hari berikutnya
Muhammad memerintahkan melanjutkan pergerakan pasukan ke wadi Badar dan tiba di sana
sebelum pasukan Mekkah.

Sumur Badar terletak di lereng yang landai di bagian timur suatu lembah yang bernama
"Yalyal". Bagian barat lembah dipagari oleh sebuah bukit besar bernama "'Aqanqal". Ketika
pasukan Muslim tiba dari arah timur, Muhammad pertama-tama memilih menempatkan
pasukannya pada sumur pertama yang dicapainya. Tetapi, ia kemudian tampaknya berhasil
diyakinkan oleh salah seorang pejuangnya, untuk memindahkan pasukan ke arah barat dan
menduduki sumur yang terdekat dengan posisi pasukan Quraisy. Muhammad kemudian
memerintahkan agar sumur-sumur yang lain ditimbuni, sehingga pasukan Mekkah terpaksa
harus berperang melawan pasukan Muslim untuk dapat memperoleh satu-satunya sumber air
yang tersisa.

Rencana pasukan Mekkah

"Semua suku Arab akan mendengar bagaimana kita akan maju ke depan dengan segala
kemegahan kita, dan mereka akan mengagumi kita untuk selama-lamanya." - Amr bin
Hisyam

Di sisi lain, meskipun tidak banyak yang diketahui mengenai perjalanan pasukan Quraisy
sejak saat mereka meninggalkan Mekkah sampai dengan kedatangannya di perbatasan Badar,
beberapa hal penting dapat dicatat: adalah tradisi pada banyak suku Arab untuk membawa
istri dan anak-anak mereka untuk memotivasi dan merawat mereka selama pertempuran,
tetapi tidak dilakukan pasukan Mekkah pada perang ini. Selain itu, kaum Quraisy juga hanya
sedikit atau sama sekali tidak menghubungi suku-suku Badui sekutu mereka yang banyak
tersebar di seluruh Hijaz. Kedua fakta itu memperlihatkan bahwa kaum Quraisy kekurangan
waktu untuk mempersiapkan penyerangan tersebut, karena tergesa-gesa untuk melindungi
kafilah dagang mereka.

Ketika pasukan Quraisy sampai di Juhfah, sedikit di arah selatan Badar, mereka menerima
pesan dari Abu Sufyan bahwa kafilah dagang telah aman berada di belakang pasukan
tersebut, sehingga mereka dapat kembali ke Mekkah. Pada titik ini, menurut penelitian Karen
Armstrong, muncul pertentangan kekuasaan di kalangan pasukan Mekkah. Amr bin Hisyam
ingin melanjutkan perjalanan, tetapi beberapa suku termasuk Bani Zuhrah dan Bani 'Adi,
segera kembali ke Mekkah. Armstrong memperkirakan suku-suku itu khawatir terhadap
kekuasaan yang akan diraih oleh Amr bin Hisyam, dari penghancuran kaum Muslim.
Sekelompok perwakilan Bani Hasyim yang juga enggan berperang melawan saudara
sesukunya, turut pergi bersama kedua suku tersebut. Di luar beberapa kemunduran itu, Amr
bin Hisyam tetap teguh dengan keinginannya untuk bertempur, dan bersesumbar "Kita tidak
akan kembali sampai kita berada di Badar". Pada masa inilah Abu Sufyan dan beberapa orang
dari kafilah dagang turut bergabung dengan pasukan utama.

Hari pertempuran

Peta pertempuran. Pasukan Mekkah (Hitam) mendekati dari arah barat, sedangkan pasukan
Muslim (Merah) mengambil posisi-posisi di depan sumur-sumur Badar.

Di saat fajar tanggal 13 Maret, pasukan Quraisy membongkar kemahnya dan bergerak
menuju lembah Badar. Telah turun hujan pada hari sebelumnya, sehingga mereka harus
berjuang ketika membawa kuda-kuda dan unta-unta mereka mendaki bukit 'Aqanqal
(beberapa sumber menyatakan bahwa matahari telah tinggi ketika mereka berhasil mencapai
puncak bukit). Setelah menuruni bukit 'Aqanqal, pasukan Mekkah mendirikan kemah baru di
dalam lembah. Saat beristirahat, mereka mengirimkan seorang pengintai, yaitu Umair bin
Wahab, untuk mengetahui letak barisan-barisan Muslim. Umair melaporkan bahwa pasukan
Muhammad berjumlah kecil, dan tidak ada pasukan pendukung Muslim lainnya yang akan
bergabung dalam peperangan. Akan tetapi ia juga memperkirakan akan ada banyak korban
dari kaum Quraisy bila terjadi penyerangan (salah satu hadits menyampaikan bahwa ia
melihat "unta-unta (Madinah) yang penuh dengan hawa kematian"). Hal tersebut semakin
menurunkan moral kaum Quraisy, karena adanya kebiasaan peperangan suku-suku Arab yang
umumnya sedikit memakan korban, dan menimbulkan perdebatan baru di antara para
pemimpin Quraisy. Meskipun demikian, menurut catatan tradisi Islam, Amr bin Hisyam
membungkam semua ketidak-puasan dengan membangkitkan rasa harga diri kaum Quraisy
dan menuntut mereka agar menuntaskan hutang darah mereka.

Pertempuran diawali dengan majunya pemimpin-pemimpin kedua pasukan untuk berperang


tanding. Tiga orang Anshar maju dari barisan Muslim, akan tetapi diteriaki agar mundur oleh
pasukan Mekkah, yang tidak ingin menciptakan dendam yang tidak perlu dan menyatakan
bahwa mereka hanya ingin bertarung melawan Muslim Quraisy. Karena itu, kaum Muslim
kemudian mengirimkan Ali, Ubaidah bin al-Harits, dan Hamzah. Para pemimpin Muslim
berhasil menewaskan pemimpin-pemimpin Mekkah dalam pertarungan tiga lawan tiga,
meskipun Ubaidah mendapat luka parah yang menyebabkan ia wafat.

Selanjutnya kedua pasukan mulai melepaskan anak panah ke arah lawannya. Dua orang
Muslim dan beberapa orang Quraisy yang tidak jelas jumlahnya tewas. Sebelum pertempuran
berlangsung, Muhammad telah memberikan perintah kepada kaum Muslim agar menyerang
dengan senjata-senjata jarak jauh mereka, dan bertarung melawan kaum Quraisy dengan
senjata-senjata jarak pendek hanya setelah mereka mendekat. Segera setelah itu ia
memberikan perintah untuk maju menyerbu, sambil melemparkan segenggam kerikil ke arah
pasukan Mekkah; suatu tindakan yang mungkin merupakan suatu kebiasaan masyarakat
Arab, dan berseru "Kebingungan melanda mereka!" Pasukan Muslim berseru "Ya manshur,
amit!!" dan mendesak barisan-barisan pasukan Quraisy. Besarnya kekuatan serbuan kaum
Muslim dapat dilihat pada beberapa ayat-ayat al-Qur'an, yang menyebutkan bahwa ribuan
malaikat turun dari Surga pada Pertempuran Badar untuk membinasakan kaum Quraisy.
Haruslah dicatat bahwa sumber-sumber Muslim awal memahami kejadian ini secara harafiah,
dan terdapat beberapa hadits mengenai Muhammad yang membahas mengenai Malaikat Jibril
dan peranannya di dalam pertempuran tersebut. Apapun penyebabnya, pasukan Mekkah yang
kalah kekuatan dan tidak bersemangat dalam berperang segera saja tercerai-berai dan
melarikan diri. Pertempuran itu sendiri berlangsung hanya beberapa jam dan selesai sedikit
lewat tengah hari.

Setelah pertempuran

Korban dan tawanan

Imam Bukhari memberikan keterangan bahwa dari pihak Mekkah tujuh puluh orang tewas
dan tujuh puluh orang tertawan. Hal ini berarti 15%-16% pasukan Quraisy telah menjadi
korban. Kecuali bila ternyata jumlah pasukan Mekkah yang terlibat di Badr jauh lebih sedikit,
maka persentase pasukan yang tewas akan lebih tinggi lagi. Korban pasukan Muslim
umumnya dinyatakan sebanyak empat belas orang tewas, yaitu sekitar 4% dari jumlah
mereka yang terlibat peperangan. Sumber-sumber tidak menceritakan mengenai jumlah
korban luka-luka dari kedua belah pihak, dan besarnya selisih jumlah korban keseluruhan
antara kedua belah pihak menimbulkan dugaan bahwa pertempuran berlangsung dengan
sangat singkat dan sebagian besar pasukan Mekkah terbunuh ketika sedang bergerak mundur.

Selama terjadinya pertempuran, pasukan Muslim berhasil menawan beberapa orang Quraisy
Mekkah. Perbedaan pendapat segera terjadi di antara pasukan Muslim mengenai nasib bagi
para tawanan tersebut. Kekhawatiran awal ialah pasukan Mekkah akan menyerbu kembali
dan kaum Muslim tidak memiliki orang-orang untuk menjaga para tawanan. Sa'ad dan Umar
berpendapat agar tawanan dibunuh, sedangkan Abu Bakar mengusulkan pengampunan.
Muhammad akhirnya menyetujui usulan Abu Bakar, dan sebagian besar tawanan dibiarkan
hidup, sebagian karena alasan hubungan kekerabatan (salah seorang adalah menantu
Muhammad), keinginan untuk menerima tebusan, atau dengan harapan bahwa suatu saat
mereka akan masuk Islam (dan memang kemudian sebagian melakukannya). Setidak-
tidaknya dua orang penting Mekkah, Amr bin Hisyam dan Umayyah, tewas pada saat atau
setelah Pertempuran Badar. Demikian pula dua orang Quraisy lainnya yang pernah
menumpahkan keranjang kotoran kambing kepada Muhammad saat ia masih berdakwah di
Mekkah, dibunuh dalam perjalanan kembali ke Madinah. Bilal, bekas budak Umayyah,
begitu berkeinginan membunuhnya sehingga bersama sekumpulan orang yang membantunya
bahkan sampai melukai seorang Muslim yang ketika itu sedang mengawal Umayyah.[38]

Beberapa saat sebelum meninggalkan Badar, Muhammad memberikan perintah agar


mengubur sekitar dua puluh orang Quraisy yang tewas ke dalam sumur Badar. [39] Beberapa
hadits menyatakan kejadian ini, yang tampaknya menjadi penyebabkan kemarahan besar
pada kaum Quraisy Mekkah. Segera setelah itu, beberapa orang Muslim yang baru saja
ditangkap sekutu-sekutu Mekkah dibawa ke kota itu dan dibunuh sebagai pembalasan atas
kekalahan yang terjadi.[40]

Berdasarkan tradisi Mekkah mengenai hutang darah, siapa saja yang memiliki hubungan
darah dengan mereka yang tewas di Badar, haruslah merasa terpanggil untuk melakukan
pembalasan terhadap orang-orang dari suku-suku yang telah membunuh kerabat mereka
tersebut. Pihak Muslim juga mempunyai keinginan yang besar untuk melakukan pembalasan,
karena telah mengalami penyiksaan dan penganiayaan oleh kaum Quraisy Mekkah selama
bertahun-tahun. Akan tetapi selain pembunuhan awal yang telah terjadi, para tawanan lainnya
yang masih hidup kemudian ditempatkan pada beberapa keluarga Muslim di Madinah dan
mendapat perlakuan yang baik; yaitu sebagai kerabat atau sebagai sumber potensial untuk
mendapatkan uang tebusan.

Dampak selanjutnya

Keadaan medan pertempuran saat ini. Tembok putih kemungkinan besar batas makam
Muslim yang tewas.

Pertempuran Badar sangatlah berpengaruh atas munculnya dua orang tokoh yang akan
menentukan arah masa depan Jazirah Arabia pada abad selanjutnya. Tokoh pertama adalah
Muhammad, yang dalam semalam statusnya berubah dari seorang buangan dari Mekkah,
menjadi salah seorang pemimpin utama. Menurut Karen Armstrong, "selama bertahun-tahun
Muhammad telah menjadi sasaran pencemoohan dan penghinaan; tetapi setelah keberhasilan
yang hebat dan tak terduga itu, semua orang di Arabia mau tak mau harus menanggapinya
secara serius."[32] Marshall Hodgson menambahkan bahwa peristiwa di Badar memaksa suku-
suku Arab lainnya untuk "menganggap umat Muslim sebagai salah satu penantang dan
pewaris potensial terhadap kewibawaan dan peranan politik yang dimiliki oleh kaum
Quraisy." Kemenangan di Badar juga membuat Muhammad dapat memperkuat posisinya
sendiri di Madinah. Segera setelah itu, ia mengeluarkan Bani Qainuqa' dari Madinah, yaitu
salah satu suku Yahudi yang sering mengancam kedudukan politiknya. Pada saat yang sama,
Abdullah bin Ubay, seorang Muslim pemimpin Bani Khazraj dan penentang Muhammad,
menemukan bahwa posisi politiknya di Madinah benar-benar melemah. Selanjutnya, ia hanya
mampu memberikan penentangan dengan pengaruh terbatas kepada Muhammad.[41]
Tokoh lain yang mendapat keberuntungan besar atas terjadinya Pertempuran Badar adalah
Abu Sufyan. Kematian Amr bin Hisyam, serta banyak bangsawan Quraisy lainnya [42] telah
memberikan Abu Sufyan peluang, yang hampir seperti direncanakan, untuk menjadi
pemimpin bagi kaum Quraisy. Sebagai akibatnya, saat pasukan Muhammad bergerak
memasuki Mekkah enam tahun kemudian, Abu Sufyan menjadi tokoh yang membantu
merundingkan penyerahannya secara damai. Abu Sufyan pada akhirnya menjadi pejabat
berpangkat tinggi dalam Kekhalifahan Islam, dan anaknya Muawiyah kemudian
melanjutkannya dengan mendirikan Kekhalifahan Umayyah.

Keikutsertaan dalam pertempuran di Badar pada masa-masa kemudian menjadi amat


dihargai, sehingga Ibnu Ishaq memasukkan secara lengkap nama-nama pasukan Muslim
tersebut dalam biografi Muhammad yang dibuatnya. Pada banyak hadits, orang-orang yang
bertempur di Badar dinyatakan dengan jelas sebagai sebentuk penghormatan, bahkan
kemungkinan mereka juga menerima semacam santunan pada tahun-tahun belakangan.[43]
Meninggalnya veteran Pertempuran Badar yang terakhir, diperkirakan terjadi saat perang
saudara Islam pertama.[44] Menurut Karen Armstrong, salah satu dampak Badar yang paling
berkelanjutan kemungkinan adalah kegiatan berpuasa selama Ramadan, yang menurutnya
pada awalnya dikerjakan umat Muslim untuk mengenang kemenangan pada Pertempuran
Badar.[45] Meskipun demikian pandangan ini diragukan, karena menurut catatan tradisi Islam,
pasukan Muslim saat itu sedang berpuasa ketika mereka bergerak maju ke medan
pertempuran.

Sumber sejarah

Badar dalam al-Qur'an

Keadaan jalan raya menuju Badar saat ini.


Pertempuran Badar adalah salah satu dari sedikit pertempuran yang secara eksplisit
dibicarakan dalam al-Qur'an. Nama pertempuran ini bahkan disebutkan pada Surah Ali
'Imran: 123, sebagai bagian dari perbandingan terhadap Pertempuran Uhud.[46]

Sungguh Allah telah menolong kamu dalam Peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika
itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertawakallah kepada Allah, supaya kamu
mensyukuri-Nya. (Ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada orang Mukmin, "Apakah tidak
cukup bagi kamu Allah membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari
langit)?" Ya (cukup), jika kamu bersabar dan bertakwa dan mereka datang menyerang kamu
dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu malaikat yang
memakai tanda. Ali 'Imran: 123-125

Menurut Yusuf Ali, istilah "syukur" dapat merujuk kepada disiplin. Di Badar, barisan-barisan
Muslim diperkirakan telah menjaga disiplin secara ketat; sementara di Uhud mereka keluar
barisan untuk memburu orang-orang Mekkah, sehingga membuat pasukan berkuda Mekkah
dapat menyerang dari samping dan menghancurkan pasukan Muslim. Gagasan bahwa Badar
merupakan "pembeda" (furqan), yaitu menjadi kejadian mukjizat dalam Islam, disebutkan
lagi dalam surah yang sama ayat 13.[47]

"Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu
(bertempur). Segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang
dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang Muslimin dua kali jumlah mereka.
Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada
yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati." Ali
'Imran:13

Badar juga merupakan pokok pembahasan Surah kedelapan Al-Anfal, yang membahas
mengenai berbagai tingkah laku dan kegiatan militer.[48] "Al-Anfal" berarti "rampasan
perang" dan merujuk pada pembahasan pasca pertempuran dalam pasukan Muslim mengenai
bagaimana membagi barang rampasan dari pasukan Quraisy. Meskipun surah tersebut tidak
menyebut Badar, isinya menggambarkan pertempuran tersebut, serta beberapa ayat yang
umumnya dianggap diturunkan pada saat atau segera setelah pertempuran tersebut terjadi.[48]
PERTEMPURAN KHANDAQ

Pertempuran Khandaq (Arab:‫ )غزوة الخندق‬juga dikenal sebagai Pertempuran Al-Ahzab,


Pertempuran Konfederasi, dan Pengepungan Madinah terjadi pada bulan Syawal tahun 5
Hijriah atau pada tahun 627 Masehi, pengepungan Madinah ini dipelopori oleh pasukan
gabungan antara kaum kafir Quraisy makkah dan yahudi bani Nadir (al-ahzaab).
Pengepungan Medinah dimulai pada 31 Maret, 627 dan berakhir setelah 27 hari.[1]

Sebab-Sebab Perang Khandaq

Orang-Orang Yahudi yang diusir lalu ditempatkan di Khaibar, sebuah wilayah di luar Kota
Madinah. Hal itu membuat mereka kecewa dan marah. Mereka terdiri atas duasuku utama,
yaitu Bani Nadhir dan Bani Wail.

Etimologi

Pertempuran ini dinamai Pertempuran Khandaq (Arab ‫ )الخندق‬karena parit yang digali oleh
umat Islam dalam persiapan untuk pertempuran. Kalimat Khandaq kata adalah bentuk bahasa
Arab dari bahasa Persia "kandak" (yang berarti "Itu yang telah digali").

Pertempuran juga disebut sebagai Pertempuran Konfederasi (bahasa Arab ‫)غزوة الحازاب‬. Al-
Qur'an menggunakan istilah sekutu (Arab ‫ )الحازاب‬dalam surah Al-Ahzab [Quran 33:9-32]
untukmenunjukkan konfederasi Arab pagan dan Arab Yahudi terhadap Islam.

Pertempuran

Pengepungan adalah "pertempuran kecerdasan", di mana para ahlik taktik Muslim mengatasi
lawan-lawan mereka, sementara jatuh korban sangatlah sedikit. Upaya konfederasi untuk
mengalahkan kaum Muslim gagal, dan kekuatan Islam menjadi berpengaruh di wilayah
tersebut. Akibatnya, tentara Muslim mengepung sekitar Banu Qurayza, yang mengarah ke
penyerahan tanpa syarat mereka. Kekalahan itu menyebabkan Mekah kehilangan
perdagangan mereka dan sebagian besar adalah kehormatan harga diri mereka.

Untuk melindungi Madinah dari serangan gabungan, maka dibuatlah parit sebagai strategi
berperang untuk menghindari serbuan langsung dari pasukan Al-Ahzab Quraisy dan bani
Nadir. Strategi pembuatan parit di sela sela daerah yang tidak terlindungi oleh pegunungan
sebagai tempat perlindungan adalah strategi dari sahabat Rasulullah S.A.W bernama Salman
al-Farisi yang berasal dari Persia, sehingga perang ini disebut dengan pertempuran
parit/khandaq. Sejatinya strategi ini berasal dari Persia, yang dilakukan apabila mereka
terkepung atau takut dengan keberadaan pasukan berkuda.

Lalu digalilah parit di bagian utara Madinah selama sembilan/sepuluh hari. Pasukan
gabungan datang dengan kekuatan 10.000 pasukan yang siap berperang. Pasukan gabungan
membuat kemah di bagian utara Madinah, karena di tempat itu adalah tempat yang paling
tepat untuk melakukan perang. Pada Pertempuran Khandaq, terjadi pengkhianatan dari kaum
Yahudi Bani Qurayzhah atas kesepakatan yang telah disetujui sebelumnya untuk
mempertahankan kota Madinah, tetapi bani Quraizhah mengkhianati perjanjian itu.

Setelah terjadi pengepungan selama satu bulan penuh Nua'im bin Mas'ud al-Asyja'i yang
telah memeluk Islam tanpa sepengetahuan pasukan gabungan dengan keahliannya memecah
belah pasukan gabungan. Lalu Allah S.W.T mengirimkan angin yang memporakporandakan
kemah pasukan gabungan, memecahkan periuk-periuk mereka, dan memadamkan api
mereka. Hingga akhirnya pasukan gabungan kembali ke rumah mereka dengan kegagalan
menaklukan kota Madinah. Setelah peperangan itu, Rasulullah dan para sahabat berangkat
menuju kediaman bani quraizah untuk mengadili mereka.

Konfederasi

Gambaran pertempuran

Awal tahun 627, orang-orang Yahudi dari Bani Nadir bertemu dengan Quraisy Mekah Arab.
Huyayy bin Akhtab, bersama dengan para pemimpin lainnya dari Khaybar, melakukan
perjalanan untuk sumpah setia dengan Safwan di Mekah. Sebagian besar tentara Konfederasi
dikumpulkan oleh pagan Quraish Mekah, yang dipimpin oleh Abu Sufyan, yang menerjunkan
4.000 prajurit, 300 penunggang kuda, dan 1.000-1.500 orang pada unta.
Bani Nadir mulai meriahkan para perantau dari Najd. Mereka meminta Bani Ghatafan dengan
membayar setengah dari hasil panen mereka. Rombongan kedua terbesar ini, menambahkan
kekuatan sekitar 2.000 300 laki-laki berkuda yang dipimpin oleh Unaina bin Hasan Fazari.
Bani Asad juga setuju untuk bergabung dengan mereka yang dipimpin oleh Thulaihah al-
Asadi.[4]. Dari Bani Sulaim, Nadir dijamin 700 pria, meskipun akan jauh lebih besar memiliki
beberapa pemimpinnya tidak bersikap simpatik terhadap Islam. Para Bani Amir, yang
memiliki perjanjian dengan Muhammad, menolak untuk bergabung [5].

Suku-suku lain termasuk Bani Murrah dengan 400 orang dipimpin oleh Hars bin Auf Murri
dari Bani Shuja dengan 700 laki-laki dipimpin oleh Sufyan bin Abd Syams. Secara total,
kekuatan tentara Konfederasi, meskipun tidak disepakati oleh ulama, diperkirakan sekitar
10.000 laki-laki dengan enam ratus kuda. Pada akhir Maret 627 tentara yang dipimpin oleh
Abu Sufyan berbaris menuju Madinah [3].
PERTEMPURAN UHUD

Pertempuran Uhud adalah pertempuran yang pecah antara kaum muslimin dan kaum kafir
Quraisy pada tanggal 22 Maret 625 M (7 Syawal 3 H). Pertempuran ini terjadi kurang lebih
setahun lebih seminggu setelah Pertempuran Badr. Tentara Islam berjumlah 700 orang
sedangkan tentara kafir berjumlah 3.000 orang. Tentara Islam dipimpin langsung oleh
rasulullah sedangkan tentara kafir dipimpin oleh Abu Sufyan. Disebut Pertempuran Uhud
karena terjadi di dekat bukit Uhud yang terletak 4 mil dari Masjid Nabawi dan mempunyai
ketinggian 1000 kaki dari permukaan tanah dengan panjang 5 mil.

Pendahuluan

Rasulullah menempatkan pasukan Islam di kaki bukit Uhud di bagian barat. Tentara Islam
berada dalam formasi yang kompak dengan panjang front kurang lebih 1.000 yard. Sayap
kanan berada di kaki bukit Uhud sedangkan sayap kiri berada di kaki bukit Ainain (tinggi 40
kaki, panjang 500 kaki). Sayap kanan Muslim aman karena terlindungi oleh bukit Uhud,
sedangkan sayap kiri berada dalam bahaya karena musuh bisa memutari bukit Ainain dan
menyerang dari belakang, untuk mengatasi hal ini rasulullah menempatkan 50 pemanah di
Ainain dibawah pimpinan Abdullah bin Zubair dengan perintah yang sangat tegas dan jelas
yaitu "Gunakan panahmu terhadap kavaleri musuh. Jauhkan kavaleri dari belakang kita.
Selama kalian tetap di tempat, bagian belakang kita aman. jangan sekali-sekali kalian
meninggalkan posisi ini. Jika kalian melihat kami menang, jangan bergabung; jika kalian
melihat kami kalah, jangan datang untuk menolong kami."

Di belakang pasukan Islam terdapat 14 wanita yang bertugas memberi air bagi yang haus,
membawa yang terluka keluar dari pertempuran, dan mengobati luka tersebut. Di antara
wanita ini adalah Fatimah, putri rasulullah yang juga istri Ali, sedangkan rasulullah sendiri
berada di sayap kiri.

Posisi pasukan Islam bertujuan untuk mengeksploitasi kelebihan pasukan Islam yaitu
keberanian dan keahlian bertempur. Selain itu juga meniadakan keuntungan musuh yaitu
jumlah dan kavaleri (kuda pasukan Islam hanya 2, salah satunya milik rasulullah). Abu
Sufyan tentu lebih memilih pertempuran terbuka di mana dia bisa bermanuver ke bagian
samping dan belakang tentara Islam dan mengerahkan seluruh tentaranya untuk mengepung
pasukan tersebut. Tetapi rasulullah menetralisir hal ini dan memaksa Abu Sufyan bertempur
di front yang terbatas di mana infantri dan kavalerinya tidak terlalu berguna. Juga patut
dicatat bahwa tentara Islam sebetulnya menghadap Madinah dan bagian belakangnya
menghadap bukit Uhud, jalan ke Madinah terbuka bagi tentara kafir.

Tentara Quraish berkemah satu mil di selatan bukit Uhud. Abu Sufyan mengelompokkan
pasukan ini menjadi infantri di bagian tengah dan dua sayap kavaleri di samping. Sayap
kanan dipimpin oleh Khalid bin Walid dan sayap kiri dipimpin oleh Ikrimah bin Abu Jahal,
masing-masing berkekuatan 100 orang. Amr bin Al Aas ditunjuk sebagai panglima bagi
kedua sayap tetapi tugasnya terutama untuk koordinasi. Abu Sufyan juga menempatkan 100
pemanah di barisan terdepan. Bendera Quraish dibawa oleh Talha bin Abu Talha.

Sebab kemenangan dalam Perang Uhud

Peta pertempuran uhud

Kisah ini ditulis di Sura Ali ‘Imran ayat 140-179. Dalam ayat2 di Sura Ali ‘Imran,
Muhammad menjelaskan kekalahan di Uhud adalah ujian dari Allah (ayat 141) – ujian bagi
Muslim mu’min dan munafik (ayat 166-167).

"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah
orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar (ayat 142)?
Bahkan jika Muhammad sendiri mati terbunuh, Muslim harus terus berperang (ayat 144),
karena tiada seorang pun yang mati tanpa izin Allah (ayat 145). Lihatlah para nabi yang tidak
menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah (ayat 146). Para Muslim
tidak boleh taat pada kafir (ayat 149), karena Allah Akan Kami masukkan ke dalam hati
orang-orang kafir rasa takut (ayat 151)." --

Ayat2 di atas tidak menunjukkan sebab yang sebenarnya mengapa Muhammad dan Muslim
kalah perang di Uhud. Penjelasan yang lebih lengkap bisa dibaca di Hadis Sahih Bukhari,
Volume 4, Book 52, Number 276

Sebagaimana manusia biasa, wajar bila seseorang terlupa akan sesuatu. Begitu juga pasukan
yang berjaga di atas bukit Uhud. Mereka terlupa dan akhirnya turun ke lembah untuk
mengambil hak pemenang perang. Melihat banyak pasukan dari pihak islam yang
meninggalkan pos di atas bukit, Khalid bin Walid memerintahkan pasukan kafir yang tersisa
untuk berbalik kembali dan menyerang pasukan islam. Pos di atas bukit direbut oleh kafirin
dan pasukan islam yang tersisa di sana dibunuh, termasuk Hamzah paman rasulullah.
PAI

PERANG BADAR, PERANG KHANDAQ DAN PERANG UHUD

Oleh:

RAKHA SYAUQI VETONRA

KELAS V ANNAWAWI

Anda mungkin juga menyukai