Anda di halaman 1dari 24

KHALID BIN WALID

SIAPAKAH KHALID BIN WALID?

Dia bernama Khalid bin Walid bin Mughirah bin Abdullah bin Umair bin Makhzum. Ia
dijuluki saifullah (pedang Allah). Ia seorang pahlawan Islam, panglima para mujahid,
dan pemimpin pasukan yang selalu dibantu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia tak
pernah terkalahkan baik di masa jahiliah maupun setelah Islam. Ia memiliki ide-ide
yang cemerlang, keperkasaan yang tiada tara, dan taktik yang jitu. Ia termasuk salah
seorang juru tulis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Gelarnya/kun-yahnya
adalah Abu Sulaiman.

Ayahnya

Ayahnya bergelar Abdu Syams. Ia salah seorang hakim di kalangan bangsa Arab
pada masa jahiliah. Ia juga salah seorang pemimpin terkemuka suku Quraisy.
Kekayaan yang dimilikinya sangat banyak, sampai seluruh suku Quraisy mesti
berkumpul untuk membungkus Ka’bah dengan kiswah sementara ia cukup sendirian
saja melakukannya. Ia termasuk orang yang mengharamkan khamr di masa jahiliah.
Ia sempat bertemu dengan masa Islam pada saat berusia sangat lanjut, akan tetapi
ia memusuhi Islam dan menentang dakwahnya, sampai ia meninggal tiga bulan
setelah hijrah.

Ibunya

Ibunya bernama Ashma’ atau yang dikenal dengan Lubabah kecil; putri al-Harits bin
Harb al-Hilaliah. Ia adalah saudari Lubabah besar; istri Abbas ibn Abdul Muththalib.
Keduanya merupakan saudari Maimunah binti al-Harits; istri Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam.

Khalid bin Walid adalah seorang penunggang kuda yang tangguh dan pahlawan
suku Quraisy. Ia terjun dalam Perang Badar, Perang Uhud, dan Perang Khandak di
barisan kaum musyrikin. Kemudian, ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menginginkan
kebaikan untuknya, Allah Subhanahu wa Ta’ala memasukkan rasa cinta Islam ke
dalam hatinya.

Khalid bin Walid telah mengikuti berbagai peperangan. Tak sejengkal pun bagian
tubuhnya melainkan terdapat “cap” syuhada (bekas besetan pedang atau tusukan
tombak). Ia pernah berkata, “Malam di kala aku dihadiahi seorang pengantin atau
aku diberi kabar gembira dengan kelahiran anakku tidaklah lebih aku sukai daripada
malam yang sangat dingin dalam barisan pasukan kaum Muhajirin di saat paginya
aku akan berhadapan dengan musuh.”

WALID MENGAJAKNYA MASUK ISLAM

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke kota Mekah dalam rangkaian


umrah qadha. Ikut bersama Rasulullah, al-Walid bin Walid –saudara Khalid bin
Walid– yang telah lebih dahulu masuk Islam daripada Khalid.

Walid mencari-cari saudaranya, Khalid, tetapi tidak menemukannya. Ia pun menulis


sepucuk surat kepada saudaranya.

“Bismillahirrahmanirrahim. Amma ba’d. Sesungguhnya aku tak menemukan sesuatu


yang lebih mengherankan daripada jauhnya pikiranmu dari Islam. Engkau seorang
yang cerdas. Tak seorang pun yang tidak mengenal agama seperti Islam. Aku
pernah ditanya suatu kali oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang dirimu.
Beliau bertanya,

‘Mana Khalid?’

Aku menjawab, ‘Semoga Allah memberinya hidayah.’

Beliau bersabda lagi,

‘Orang seperti Khalid tidak mengenai Islam? Andaikan ia gunakan kehebatan dan
ketangguhannya –yang selama ini ia gunakan untuk yang lain– bersama kaum
muslimin, tentu akan lebih baik baginya.’

Bergegaslah wahai saudaraku untuk menjemput peluang-peluang kebaikan yang


sempat luput darimu.

KISAH ISLAMNYA KHALID BIN WALID

Khalid bin Walid menerima surat dari saudaranya. Surat itu dibacanya dengan
seksama. Ia sangat gembira mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah bertanya tentang dirinya. Hal itu semakin mendorongnya untuk masuk
Islam. Akhirnya Khalid mengarahkan jiwa dan nuraninya pada agama baru yang
setiap hari benderanya semakin naik dan berkibar. Cahaya keyakinan pun mulai
berkilau di hatinya yang suci. Ia berkata dalam hatinya, “Demi Allah, sungguh jalan
inilah yang kurus. Sesungguhnya dia (Muhammad) memang benar-benar seorang
rasul. Sampai kapan? Demi Allah aku harus segera menemuinya untuk
mengutarakan keislamanmu.”

Pada malam itu Khalid bermimpi seperti berada di sebuah daerah sempit dan
gersang. Tak ada tanaman dan tak ada air. Kemudian ia pergi menuju daerah yang
hijau dan luas. Setelah bangun, Khalid berkata dalam hati, “sungguh ini sebuah
mimpi yang baik.”

Khalid keluar dari rumahnya. Ia sudah bertekad untuk menemui Rasulullah


shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mimpi yang ia alami semalam terus melekat dalam
pikirannya dan seolah-olah berada di depan kedua matanya. Ia mencari seseorang
yang bisa menemaninya menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Di tengah jalan ia bertemu dengan Shafwan bin Umayyah. Khalid berkata pada
Shafwan, “Wahai Abu Wahb, tidakkah engkau perhatikan kondisi kita? Kita ibarat gigi
geraham sementara Muhammad telah menguasai bangsa Arab dan non-Arab. Kalau
kita datang menemui Muhammad lalu kita ikuti langkahnya, niscaya kemuliaan
Muhammad juga kemuliaan kita.”

Shafwan bin Umayyah sangat enggan menerima ajakan Khalid. Ia berkata,


“Andaikan tak ada lagi yang tersisa selain diriku sendiri, sungguh aku tak akan
pernah mengikutinya selama-lamanya.”

Akhirnya Khalid bin Walid meninggalkan Shafwan bin Umayyah. Ia berkata dalam
hati, “Orang ini, saudara dan bapaknya terbunuh di Perang Badar.”

Kemudian Khalid berjumpa dengan Ikrimah bin Abu Jahal. Khalid berkata kepada
Ikrimah seperti yang dikatakannya kepada Shafwan bin Umayyah. Jawaban yang
diberikan Ikrimah juga sama dengan jawaban Shafwan bin Umayyah.

Lalu Khalid kembali ke rumahnya dan mempersiapkan kudanya. Ia mulai melangkah.


Tiba-tiba ia bertemu dengan Utsman bin Thalhah yang merupakan sahabat
dekatnya. Ia menyampaikan rencananya untuk menemui Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Ternyata Utsman menerima ajakannya. Akhirnya keduanya pergi
dengan tujuan yang sama. Di jalan mereka bertemu dengan Amru bin Ash. Amru
berkata pada keduanya, “Marhaban.”

“Marhaban bika,” balas keduanya.

“Mau ke mana kalian?” tanya Amru.

“Apa yang menyebabkan engkau keluar di waktu begini?” keduanya balik bertanya.

“Kalau kalian, apa yang menyebabkan kalian keluar?” Amru balas bertanya.

“Untuk masuk Islam dan mengikuti Muhammad,” jawab Khalid dan Utsman serentak.

“Itulah yang membuat aku datang ke sini,” timpal Amru sambil tersenyum.
Mereka berangkat sampai tiba di Madinah. Di jalan, sebelum bertemu Rasulullah,
Khalid bertemu dengan saudaranya; al-Walid. Al-Walid berkata, “Cepatlah.
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengetahui
kedatanganmu dan beliau sangat gembira dengan kedatanganmu. Beliau sedang
menunggu kalian.”

Mereka memeprcepat langkah dan segera masuk menemui Rasulullah shallallahu


‘alaihi wa sallam. Khalid lebih dulu masuk dan ia segera menyampaikan salam pada
Rasulullah. Rasulullah membalas salamnya dengan wajah berseri.

Khalid segera berucap, “Sesungguhnya aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah
dan bahwa engkau adalah utusan Allah.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Mari ke sini!”

Ketika Khalid bin Walid sudah mendekat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

“Segala puji bagi Allah yang telah menunjukimu. Aku memang sudah melihat
kecerdasan dalam dirimu dan aku berharap semoga kecerdasan itu membawamu
pada kebaikan.”

Setelah membaiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Khalid berkata, “Wahai


Rasulullah, aku telah banyak berada pada posisi yang menentang kebenaran, maka
berdoalah kepada Allah untuk mengampuniku.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Islam akan menghapus segala dosa yang telah berlalu.”

Khalid melanjutkan, “Wahai Rasulullah, doakanlah aku!”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


“Ya Allah, ampunkanlah Khalid atas segala perbuatannya yang menghalangi
manusia dari jalan-Mu.”

Kemudian Utsman bin Thalhah dan Amru ibnul Ash pun maju dan membaiat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sejak hari itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tak pernah memberi sesuatu
pun kepada para sahabatnya lebih banyak dari yang diberikannya kepada Khalid bin
Walid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berpesan kepada sahabat-
sahabat yang lain,

“Jangan sakiti Khalid karena sesungguhnya ia adalah pedang di antara pedang-


pedang Allah yang Dia hunuskan pada orang-orang kafir.”

Abu Bakar ash-Shiddiq Menafsirkan Mimpi Khalid

Suatu kali Khalid bin Walid berjumpa dengan Abu Bakar ash-Shiddiq. Ia berkata
dalam hati, “Aku akan sampaikan mimpi yang pernah kualami kepada Abu Bakar.”

Setelah Khalid menceritakan kepada Abu Bakar mimpi yang ia alami, Abu Bakar
berkata, “Sesungguhnya daerah hijau yang luas itu adalah jalan keluar yang menjadi
tempat Allah menunjukimu pada Islam dan sesungguhnya daerah yang sempit itu
adalah masa yang engkau lalui dalam kemusyrikan.”

Pembebasan Mekah

Khalid bin Walid telah masuk Islam. Ia membelakangi tuhan-tuhan nenek moyangnya
dan seluruh bentuk pujaan kaumnya. Bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan kaum muslimin lainnya ia menyongsong dunia baru. Allah Subhanahu wa
Ta’ala telah menakdirkannya berada di bawah panji Rasulullah dan kalimat tauhid.

Pada saat pembebasan Mekah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam


memerintahkannya untuk masuk ke Mekah dari arah atas. Khalid dan orang-orang
bersamanya masuk ke Mekah dari tempat yang diperintahkan oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ternyata ia dihadang oleh beberapa orang kaum
Quraisy. Di antara meraka ada Shafwan bin Umayyah, Ikrimah bin Abu Jahal, dan
Suhail bin Amru. Mereka mengahalangi Khalid untuk masuk dan bahkan menghunus
senjata serta melemparinya dengan ketapel. Khalid mengobarkan semangat
sahabat-sahabatnya dan memerangi kaum Quraisy tersebut. Sebanyak 24 orang
kaum Quraisy menemui ajal sementara 2 orang kaum muslimin menemui syahadah.
Akhirnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menyempurnakan pembebasan Mekah untuk
Rasul-Nya dan segenap kaum muslimin.

Diutus untuk Menghancurkan Uzza

Patung Uzza terletak di daerah Nakhlah. Suku Quraisy, Kinanah, dan Mudhar sangat
mengagungkannya. Orang-orang yang memelihara dan yang menjaganya adalah
Bani Syaiban (yang berasal) dari Bani Sulaim dan merupakan sekutu Bani Hasyim.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Khalid bin Walid untuk


menghancurkan Uzza. Ketika penjaga patung Uzza yang berasal dari Bani Sulaim
mendengar bahwa Khalid bin Walid sedang menuju ke sana untuk
menghancurkannya, ia segera menggantungkan pedangnya di pundak patung Uzza
tersebut. Kemudian ia naik ke atas bukit yang terletak di dekat sana lalu berkata,

“Wahai Uzza, siapkan dirimu, tak ada yang lain selainmu yang mampu menghadang
Khalid yang telah siaga. Siapkan dirimu, karena jika engkau tidak membunuh Khalid,
niscaya engkau akan ditimpa dosa yang dekat dan tak berdaya.”

Setelah Khalid sampai di sana, ia segera menghancurkan Uzza. Setelah kembali,


Rasulullah bertanya kepadanya,

“Apa yang engkau lihat?”

Khalid menjawab, “Aku tidak melihat apa-apa.”

Rasulullah menyuruhnya untuk kembali ke sana. Ketika Khalid sampai ke tempat itu,
dari dalam ruangan tempat patung Uzza dihancurkan keluarlah seorang wanita hitam
yang menguraikan rambutnya sambil menaburkan tanah ke kepala dan mukanya.
Khalid segera mengayunkan pedangnya dan berakhirlah hidup wanita itu. Khalid
berkata,

“Wahai Uzza engkau dikufuri dan dirimu tidak suci. Aku lihat Allah telah
menghinakanmu.”
Kemudian Khalid menghancurkan rumah (ruangan) tempat patung itu lalu ia ambil
seluruh harta yang ada di sana. Setelah itu ia kembali. Ia ceritakan kepada
Rasulullah semua hal yang terjadi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Itulah Uzza dan ia tak akan pernah disembah lagi untuk selama-lamanya.”

PERANG MU’TAH

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim sebuah pasukan yang berjumlah


sebanyak 3000 prajurit ke daerah Mu’tah untuk membalas dendam terhadap
kematian Harits bin Umair al-Azdi radhiallahu ‘anhu yang diutus oleh rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk membawa suratnya kepada Raja Bushra guna
menyerunya masuk Islam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih Zaid bin Haritsah untuk memimpin
komando pasukan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan kepada
mereka,

“Zaid bin Haritsah yang akan menjadi komandan. Jika ia terbunuh maka komando
pasukan diambil oleh Ja’far bin Abu Thalib. Jika Ja’far juga terbunuh maka pimpinan
diambil oleh Abdullah bin Rawahah. Jika Abdullah bin Rawahah juga terbunuh maka
silakan kaum muslimin memilih di antara yang mereka ridhai untuk menjadi
pimpinan.”

Berita tentang bergeraknya pasukan muslimin sampai ke telinga musuh. Heraklius,


penguasa Romawi, segera mengumpulkan pasukan yang berjumlah lebih dari
100.000 prajurit untuk mempertahankan wilayah Ghasasinah. Turut bergabung ke
dalam pasukan tersebut 100.000 orang dari Arab Badui yang musyrik.

Kadua pasukan bertemu di daerah Mu’tah. Peperangan sengit pun mulai


berkecamuk. Sebanyak 3.000 orang menghadapi serangan 200.000 orang.

Kaum muslimin terjun ke dalam peperangan yang tak seimbang itu tanpa rasa
gentar. Kaum muslimin tidak berperang dengan mengandalkan jumlah, kekuatan,
atau banyak pasukan. Mereka berperang dengan agama yang Allah telah muliakan
mereka dengannya. Mereka menyongsong pintu-pintu syahadah dengan penuh suka
cita dan keberanian yang menakjubkan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi tahu Rasul-Nya semua hal yang terjadi pada
para sahabat. Beliau naik ke mimbar. Setelah memuji dan menyanjung Allah
Subhanahu wa Ta’ala, beliau bersabda kepada para sahabat yang hadir,

“Sesungguhnya saudara-saudara kalian telah berhadapan dengan musuh. Pertama


kali panji dipegang oleh Zaid bin Haritsah. Ia berperang dengan gagah berani sampai
akhirnya syahid. Kemudian panji diambil oleh Ja’far bin Abu Thalib. Ia berperang
sampai akhirnya juga syahid. Setelah itu panji diambil oleh Abdullah bin Rawahah.
Lalu ia berperang sampai akhirnya jatuh syahid. Terakhir, panji diambil oleh pedang
di antara pedang-pedang Allah; Khalid bin Walid, maka Allah menenangkan kaum
muslimin di bawah komandonya.”

Setelah syahidnya tiga orang komandan kaum muslimin tersebut, Rasulullah


shallallahu ‘alaihi wa sallam menengadahkan wajahnya dan berdoa,

“Ya Allah, dia adalah pedang di antara pedang-pedang-Mu maka menangkanlah ia.”

Sejak hari itu Khalid bin Walid dijuluki dengan saifullah (pedang Allah).

KEJENIUSAN KHALID BIN WALID

Kejeniusan Khalid bin Walid secara militer tampak sangat jelas di Perang Mu’tah.
Setelah gugurnya tiga orang komandan sebelumnya, mulanya panji diambil oleh
Tsabit bin Aqram radhiallahu ‘anhu. Panji itu dipegangnya dengan tangan kanannya
dan diangkatnya tinggi-tinggi di tengah-tengah pasukan muslimin agar barisan kaum
muslimin tidak kocar-kacir. Belum beberapa saat Tsabit bin Aqram memegang panji
itu, ia segera berlari menuju Khalid bin Walid dan berkata kepadanya, “Ambillah panji
ini, wahai Abu Sulaiman.”

Dengan penuh adab dan rendah hati Khalid berkata, “Tidak… tidak… aku tak akan
memegang panji itu. Engkau yang lebih berhak memegangnya karena engkau lebih
tua dan ikut dalam Perang Badar.”

Tsabit bin Aqram berkata, “Ambillah, karena engkau yang lebih berpengalaman
dariku dalam berperang. Demi Allah, aku tidak mengambil panji ini kecuali untuk
menyerahkannya kepadamu.”

Kemudian Tsabit bin Aqram berteriak kepada seluruh pasukan, “Apakah kalian ridha
dengan kepemimpinan Khalid?”

Mereka serentak menjawab, “Ya.”

Khalid segera mengambil panji dengan tangan kanannya dan membawanya ke


depan barisan. Ia berperang dengan sangat berani. Tidak pernah terlihat orang
seberani dirinya. Sampai ada sembilan pedangnya patah di tangan dan tidak ada
satu pun yang tidak terkena luka kecuali bagian kanannya. Dengan pasukan yang
terbatas itu, sepanjang siang di hari pertama peperangan ia berhasil bertahan di
hadapan lautan pasukan Romawi yang sangat besar.

Khalid bin Walid merasa perlu untuk melakukan semacam tipu muslihat perang guna
menimbulkan rasa takut dan gentar di hati pasukan Romawi dan kaum musyrikin
lainnya. Sehingga, ia bisa pulang bersama pasukan muslimin tanpa dikejar oleh
pasukan Romawi dan kaum musyrikin. Ia sangat menyadari bahwa untuk bisa lolos
dari cengkeraman mereka sangatlah sulit. Seandainya pasukan muslimin teriihat lari,
musuh akan mengejar. Saifullah mulai memandangi medan perang yang luas itu
dengan kedua matanya yang tajam seperti mata elang. Ia berpikir keras mencari
cara melepaskan pasukan muslimin dari krisis yang ada di hadapannya.

Di sini Khalid menampakkan kejeniusan, kemahiran, dan kecerdasannya dalam


berinteraksi dengan kondisi yang sangat sulit. Pada pagi hari kedua, Khalid
mengubah posisi pasukan dan menyusun strategi dari awal. Pasukan yang semula di
barisan depan diletakkannya di barisan belakang dan pasukan di sayap kanan
ditempatkannya di sayap kiri, dan begitu juga sebaliknya. Ketika pasukan musuh
melihat hal itu, mereka seakan tak mengenali pasukan ‘baru’ ini. Mereka berkata
sesamanya, “Bantuan telah datang pada mereka.” Akhirnya mereka mulai merasa
gentar.

Setelah kedua pasukan bertemu dan saling menguji kekuatan lawan beberapa saat,
Khalid mulai mundur bersama beberapa pasukan sedikit demi sedikit dengan tetap
menjaga komposisi barisan pasukan. Pasukan Romawi dan kaum musyrikin tidak
berani mengikuti kaum muslimin karena mereka mengira bahwa kaum muslimin
sedang menipu mereka dan berusaha melakukan muslihat untuk menjebak mereka
ke padang pasir tak bertepi.

Begitulah. Akhirnya pasukan musuh kembali ke negeri mereka dan tidak berpikir
untuk mengejar pasukan muslimin. Di bawah komando Khalid bin Walid kaum
muslimin berhasil meninggalkan medan perang dalam keadaan selamat sampai
kembali ke Madinah.

MEMIMPIN SARIYYAH KE UKAIDIR DAUMAT JANDAL

Pada bulan Rajab tahun 9 Hijriah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim
Khalid bin Walid memimpin 420 prajurit menemui Ukaidir bin Abdul Malik dari suku
Kindah (sebuah suku di Yaman). Ia adalah seorang Raja Nasrani di daerah Daumat
Jandal. Sebelum bergerak, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi
berita baik kepada Khalid bahwa ia akan menyerang si Raja yang dalam keadaan
lengah dan Khalid akan bisa menangkapnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

“Sesungguhnya engkau akan mendapatinya sedang memburu sapi.”

Khalid berangkat memimpin sariyah-nya menuju Daumat Jandal sampai ia tiba di


perbatasan daerah itu. Ia sudah bisa melihat dengan jelas keadaan di dalam daerah
tersebut.

Ukaidir bin Abdul Malik adalah seseorang yang sangat gemar berburu sapi. Pada
malam itu, ketika ia berada di beranda istannya bersama istrinya, tiba-tiba ada
beberapa ekor sapi yang mendorong pintu benteng dengan tanduknya. Istrinya
memandang dari atas pintu benteng dan menyaksikan ulah sapi-sapi tersebut.

Dengan penuh heran, istrinya bertanya, “Apakah engkau pernah melihat hal seperti
ini sebelumnya?”

Ukaidir bin Abdul Malik menjawab, “Belum, demi Tuhan.”

“Lalu siapa yang membiarkan sapi-sapi tersebut lepas?” tanya istrinya lagi.

“Tak ada seorang pun,” jawab Ukaidir,


Ukaidir bin Abdul Malik memerintahkan pembantunya untuk menyiapkan kudanya.
Kemudian ia bersama beberapa orang keluarganya –termasuk saudara Hassan-
keluar untuk memburu sapi-sapi itu.

Khalid bin Walid memanfaatkan kesempatan tersebut. Ia segera mengejar mereka.


Akhirnya ia dapat menawan Ukaidir bin Abdul Malik. Sementara saudaranya Hassan
tewas.

Ukaidir bin Malik mengenakan jubah dari sutra yang ditenun dengan emas. Para
sahabat sangat takjub melihat jubah tersebut. Akan tetapi Khalid adalah seseorang
yang tidak tertarik pada kesenangan dan perhiasan duniawi. Sedikit pun ia tidak
bergerak untuk menyimpan jubah mewah tersebut. Ia bahkan langsung mengirim
jubah itu ke Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum ia sampai ke Madinah.

Setelah Khalid bin Walid datang membawa Ukaidir bin Abdul Malik menghadap
Rasulullah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjamin keselamatannya dan
mengadakan perjanjian damai dengannya, dengan syarat ia mesti membayar jizyah.
Kemudian Rasulullah membebaskannya dan membiarkannya kembali ke daerahnya.

MEMERANGI ORANG-ORANG MURTAD

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berpulang ke haribaan Tuhannya


setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala menenteramkan jiwanya, menyempurnakan
nikmat-Nya terhadap hamba-hamba-Nya, dan menyempurnakan agama yang telah
Dia ridhai sebagai konsep hidup untuk seluruh makhluk-Nya. Akan tetapi, manusia
terbagi dalam beberapa golongan: ada mukmin yang berkeyakinan sempurna, ada
mukmin yang imannya masih mudah goyah, ada yang kafir selalu menentang, dan
ada munafik yang terbukti kemunafikannya – pagi bersama golongan ini tapi sore
bersama golongan yang lain. Musibah besar itu datang secara tiba-tiba kepada kaum
muslimin dengan wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seperti angin
kencang, berita yang sangat menyedihkan itu tersebar ke seluruh pelosok Jazirah
Arab.

Di sini kemunafikan menampakkan wujudnya. Yahudi dan Nasrani pun mulai melihat-
lihat peluang. Ahli kebohongan, baik laki-laki maupun perempuan mulai
menyebarkan berita-berita dusta. Kelompok-kelompok kaum murtad dan orang-
orang yang enggan membayar zakat mulai mempersiapkan diri untuk melancarkan
konspirasi berbahaya, Abu Bakar menerima tanggung jawab kekhilafan. Ia bersikap
sangat tegas dan menolak segala bentuk ‘basa-basi’ menghadapi kaum munafik dan
murtad.

Abu Bakar ash-Shiddiq menyiapkan pasukan muslimin dan memimpin pasukan


secara langsung menuju suku-suku yang murtad dari Bani Abs, Bani Murrah, dan
Dzubyah. Ia menolak setiap usaha sahabat-sahabat terkemuka untuk menghalangi
niatnya atau menyerahkan komando pasukan kepada sahabat yang lain sementara
ia tetap tinggal di Madinah dalam kondisi yang sulit itu.

Perang pun berlangsung dengan sengit. Dengan karunia Allah dan keberanian Abu
Bakar, kaum muslimin memperoleh kemenangan gemilang dalam perang tersebut.
Belum berapa lama pasukan muslimin beristirahat di Madinah, Khalifah kembali
memanggil mereka untuk bersiap menghadapi perang kedua.

Berita tentang pemberontakan kaum murtad dari waktu ke waktu semakin


mengkhawatirkan. Akhirnya ash-Shiddiq kembali berniat untuk memimpin pasukan
kedua ini secara langsung. Para sahabat terkemuka sudah tidak bisa menahan diri
lagi. Mereka telah sepakat agar Khalifah tetap berada di Madinah.

Melihat kesepakatan para sahabat tersebut, khalifah akhirnya bersedia untuk tetap
berada di Madinah. Kemudian ia menoleh pada Khalid bin Walid, sang pedang Allah,
pahlawan Islam, panglima jenius, seseorang yang tak pernah absen dari berbagai
peperangan dan sangat terlatih serta berpengalaman di arena jihad. Khalifah
memanggilnya dan ia segera mengabulkan panggilan itu. Khalifah menyerahkan
komando pasukan kepadanya dan ia taat menerima amanah tersebut.

Setelah itu Khalifah mengumumkan hal tersebut kepada seluruh pasukan. Ia berkata,
“Berangkatlah dengan nama Allah dan diiringi keberkahan-Nya. Pemimpin kalian
adalah Khalid bin Walid, maka dengarlah arahannya dan patuhlah kepadanya.”

Setelah itu Abu Bakar minta bicara empat mata dengan Khalid. Abu Bakar berkata,
“Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Hamba
Allah dan saudara suatu kaum yang paling baik adalah Khalid bin Walid. Khalid bin
Walid adalah pedang di antara pedang-pedang Allah yang Allah hunuskan kepada
kaum kafir dan munafikin’.”
Kemudian ia berwasiat kepada Khalid, “Wahai Khalid, engkau harus senantiasa
bertakwa kepada Allah dan mengutamakan Allah dari apa saja, serta berjihad di
jalan-Nya. Sebagaimana engkau lihat, aku telah mengangkatmu sebagai pemimpin
terhadap kaum muhajirin dan Anshar yang termasuk ahli Badar (orang-orang yang
ikut ambil bagian dalam Perang Badar).”

PERANG YAMAMAH

Khalid bin Walid membawa pasukannya dari satu peperangan ke peperangan yang
lain dan dari satu kemenangan pada kemenangan yang lain sampai pada
peperangan yang sangat menentukan, yaitu Perang Yamamah. Di Yamamah, Bani
Hanifah beserta suku-suku lain yang bergabung dengan mereka telah
mempersiapkan pasukan murtad yang paling berbahaya yang dikomandoi oleh
Musailamah al-Kadzdzab. Baru saja Musailamah mendengar bahwa Khalid bin Walid
bersama pasukannya sedang menuju padanya, ia segera mempersiapkan barisan
pasukannya dan menjadikannya benar-benar menjadi bahaya yang hakiki serta
musuh yang menakutkan bagi muslimin.

Khalid bin Walid berhenti di daerah berpasir di perbatasan Yamamah. Musailamah


datang dengan penuh congkak dan sombong. Jumlah pasukannya sangat banyak
dan panjang seolah-olah barisan itu tak berujung. Khalid menyerahkan bendera dan
panji pada masing-masing komando sayap pasukan.

Kedua pasukan pun bertemu. Dimulailah peperangan yang sangat menegangkan.


Berturut-turut syuhada muslimin berguguran. Khalid menyadari keunggulan musuh
dari segi jumlah. Akan tetapi dengan pandangan yang dalam dan cerdas, ia
menangkap satu titik kelemahan dalam pasukannya, yaitu kebanyakan mereka
adalah Arab Badui yang baru masuk Islam. Kemudian Khalid menyeru, “Wahai kaum
Anshar…” kaum Anshar datang kepadanya satu demi satu.

Kemudian ia menyeru lagi, “Wahai kaum Muhajirin…” Kaum Muhajirin pun


berkumpul di sekitarnya. Lalu ia ulang kembali formasi pasukannya di medan
perang. Ia tempatkan pasukan dari Arab Badui di bagian belakang. Kemudian ia
menyeru, “Jagalah jarak dari yang lain. Hari ini kita akan melihat ketangguhan
masing-masing kelompok.”

Mereka mengambil jarak satu sama lain. Kaum Muhajirin berada di bawah satu panji
dan kaum Anshar juga berada di bawah satu panji. Dalam hitungan beberapa menit
saja arah peperangan berubah. Sekarang pasukan Musailamah yang jatuh
berguguran bagaikan laron yang berjatuhan. Arena perang dipenuhi jasad pasukan
Musailamah sampai akhirnya ia sendiri binasa.

PEMBEBASAN IRAK

Setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala mengaruniakan kemenangan pada kaum


muslimin dalam memerangi orang-orang murtad dan orang yang enggan membayar
zakat, Abu Bakar ash-Shiddiq menyadari bahwa bahaya besar yang selalu
mengancam daulah Islam yang berada di perbatasan wilayah muslimin, yaitu Persia
di Irak dan Romawi di daerah Syam. Oleh karena itu, ash-Shiddiq segera
memerintahkan saifullah Khalid bin Walid untuk berangkat bersama pasukannya
menuju Irak.

Sang pejuang Islam pun berangkat ke Irak. Ia mulai dengan operasi mengirim surat
kepada seluruh gubernur bawahan Kisra dan wakil-wakilnya di berbagai kota dan
pelosok daerah Irak. Ia ajak mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan masuk
ke dalam Islam. Jika tidak mau, mereka mesti membayar jizyah atau pilihan terakhir
yaitu perang.

Mata-mata yang disebarkannya di berbagai tempat melaporkan tentang jumlah


pasukan yang sangat banyak yang telah disiapkan oleh pemimpin-pemimpin Persia
di Irak. ‘Pedang Allah yang terhunus’ tidak menyia-nyiakan waktunya. Ia segera
mempersiapkan pasukannya untuk menghancurkan kebatilan dan seolah-olah bumi
dilipatkan untuknya secara sangat menakjubkan.

Dari pertempuran Dzat as-Salasil dan terbunuhnya Hurmuz – eorang panglima


pasukan perisa– di tangan Khalid bin Walid menuju pertempuran al-Madzar, lalu
pertempuran al-Walijah, pertempuran Ullais, pertempuran Umighyasyiyya, kemudian
penaklukan al-Hirah –ibu kota Persia di Irak– lalu pertempuran al-Anbar,
pertempuran Ain at-Tamar, lalu menaklukkan Daumat Jandal di mana rajanya
melanggar perjanjian yang telah disepakati bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, kemudian pertempuran Khanafis, pertempuran al-Hashid, pertempuran al-
Mudhayyah, dan pertempuran al-Firadh.

Setiap saifullah, Khalid bin Walid, meraih satu kemenangan yang membanggakan
seluruh kaum muslimin, ia segera disambut oleh kemenangan lain yang lebih besar
dan lebih hebat. Belum sempat Persia bangun dari sebuah kekalahan telak, mereka
kembali menderita kekalahan yang jauh lebih telak dan menyakitkan di hadapan
pahlawan Islam yang tak terkalahkan.

Khalid bin Walid mengirim kabar gembria dan seperlima dari harta rampasan perang
kepada Abu Bakar ash-Shiddiq. Ash-Shiddiq sangat gembira mendapat kabar
tersebut. Lalu ia berkhotbah di depan para sahabat sambil memuji dan mengakui
kejeniusan Khalid bin Walid dalam strategi perang yang luar biasa, dan ash-Shiddiq
lebih tahu dengan tokoh-tokoh yang telah ditunjuknya. Ia berkata, “Wahai sekalian
kaum Quraisy, sesungguhnya ‘singa’ kalian telah mengalahkan singa yang
sesungguhnya, lalu ia merobek-robek dagingnya. Tak akan ada lagi wanita yang
mampu melahirkan sosok seperti Khalid bin Walid.”

PETUALANGAN YANG BERBAHAYA

Khalid bin Walid menjadikan Hirah sebagai markas (pangkalan militer) utama di Irak.
Dari sana ia mulai bergerak jika ingin terjun ke sebuah peperangan dan ke sana ia
akan kembali jika situasi sudah tenang. Setelah selesai dari pertempuran Firadh dan
daerah-daerah perbatasan Syam sudah ditaklukkan, ia menginstruksikan
pasukannya untuk kembali ke Hirah. Ia memerintahkan Ashim bin Amru untuk
mengomandokan barisan depan pasukan dan Syajarah Ibnul A’azz untuk
mengomandokan barisan bagian belakang. Khalid sendiri berjalan di bagian
belakang pasukan.”

Pasukan mulai bergerak dengan membawa segala peralatan dan perangkat perang
yang berat-berat. Di sini Khalid melakukan sebuah petualangan yang sangat
berbahaya. Dengan beberapa orang-orang dekatnya ia pergi ke Masjid Haram untuk
melaksanakan ibadah haji. Ia pergi ke Mekah dengan melewati jalan yang belum
pernah ditempuh sebelumnya. Ia melewati padang pasir yang sangat sulit dan
melalui jalan yang sangat berbahaya. Akhirnya ia sampai di Mekah dan berhasil
melaksanakan ibadah haji tahun itu.

Setelah itu ia segera kembali ke dalam barisan pasukan (bagian belakang) sebelum
mereka sampai di Hirah. Tak ada yang menyadari petualangan dan ibadah haji yang
dilakukan oleh Khalid selain beberapa orang yang ikut bersamanya.
MENAKLUKKAN WILAYAH-WILAYAH ROMAWI

Abu bakar ash-Shiddiq menyiapkan pasukan yang sangat banyak untuk


menaklukkan Romawi. Ia telah memilih sahabat-sahabat terbaik untuk memimpin
pasukan-pasukan tersebut. Di antaranya adalah Abu Ubaidah ibnul Jarrah
radhiallahu ‘anhu, Amru bin Ash radhiallahu ‘anhu, Yazid bin Abu Sufyan radhiallahu
‘anhu, dan Syuhrabil bin Hasanah radhiallahu ‘anhu.

Ketika berita tentang pasukan kaum muslimin sampai ke telinga Heraklius,


pengauasa Romawi, ia menyarankan kepada para menteri dan panglima-
panglimanya untuk berdamai dengan kaum muslimin dan tidak berperang. Tapi, para
menteri dan panglimanya tidak mau menerima saran itu. Mereka bersikeras untuk
tetap berperang. Mereka lalu menghimpun pasukan yang jumlahnya mencapai
240.000 prajurit.

Pasukan Romawi berhenti di sebuah lemah dan berkemah di pinggir lembah


tersebut. Mereka menjadikan lembah itu sebagai parit yang membatasi mereka
dengan kaum muslimin. Akhirnya kaum muslimin mengepung mereka selama tiga
bulan. Kedua pasukan sama-sama tidak bisa saling menyerang. Ketika
pengepungan tersebut cukup lama dan cukup berat bagi kaum muslimin, mereka
mengirim surat kepada Khalifah untuk mengabarkan jumlah pasukan Romawi yang
sangat banyak dan meminta bantuan pada Khalifah.

Setelah ash-Shiddiq membaca surat dari para komandan tersebut, segera terlintas
dalam pikirannya nama seorang pembungkam kaum murtad, penakluk Irak dan
membersihkannya dari Persia, pedang Allah yang selalu terhunus, dan pahlawan
yang tak terkalahkan, yaitu Khalid bin Walid radhiallahu ‘anhu. Wajah Khalifah
segera bersinar. Ia berkata dalam hati, “Khalid yang cocok untuk tugas ini. Demi
Allah, aku akan membuat bangsa Romawi melupakan bisikan-bisikan setan dengan
kedatangan Khalid bin Walid.”

Ash-Shiddiq menulis surat kepada Khalid bin Walid. Dalam surat itu ia
menyayangkan petualangan Khalid yang berbahaya tapi sekaligus memberi selamat
atas kemenangannya. Khalifah juga mengingatkan dan memberinya nasihat lalu
memotivasinya untuk membantu saudara-saudaranya para komandan perang di
Syam dan menyempurnakan nikmat Allah terhadapnya dengan menaklukkan Syam
sebagaimana ia telah menaklukkan Irak, serta dengan menghancurkan kekuatan
Romawi sebagaimana ia telah menghancurkan kekuatan Persia.

Khalifah menulis kepadanya, “Berangkatlah sampai engkau berjumpa dengan


pasukan kaum muslimin di Yarmuk karena sesungguhnya mereka sekarang dalam
keadaan sedih dan gelisah. Tapi jangan lakukan lagi apa yang telah engkau lakukan
karena sesungguhnya –dengan pertolongan Allah– tak seorang pun yang dapat
membuat pasukan gelisah seperti halnya dirimu dan tak seorang pun yang dapat
menghilangkan kecemasan dari pasukan selain dirimu. Semoga niat yang baik dan
kemenangan selalu menyertaimu, wahai Abu Sulaiman. Maka, sempurnakanlah
(perjuangan) dan semoga Allah menyempurnakan (nikmat-Nya) untukmu. Jangan
sampai kesombongan merasuki dirimu yang akan membuatmu merugi dan hina.
Jauhi dirimu dari menyebut-nyebut amal karena hanya Allah yang berhak menyebut-
nyebut karunia-Nya dan Dia-lah yang berhak memberi balasan.”

Khalifah melanjutkan, “Berangkatlah sampai engkau tiba di Syam. Di sana engkau


akan bertemu Abu Ubaidah ibnul Jarrah bersama pasukannya. Apabila engkau
berjumpa dengan mereka maka engkaulah yang memimpin seluruh pasukan.
Wassalamu alaikum warahmatullah.”

IMAN DAN ETIKA YANG MULIA

Khalid bin Walid menaati perintah Abu Bakar ash-Shiddiq. Ia amanahkan wilayah
Irak kepada Mutsanna bin Haritsah. Bersama pasukannya. Ia bergerak menuju posisi
pasukan muslimin di wilayah Syam.

Sebelumnya, ia telah mengobarkan semangat dan mengokohkan iman seluruh


pasukannya. Ia berkata, “Jangan sampai semangat juang kalian berbeda dan jangan
sampai keyakinan kalian lemah. Ketahuilah bahwa sesungguhnya pertolongan itu
datang sesuai dengan niat yang terhunjam dan pahala akan diberikan sesuai dengan
tingkat keikhlasan. Sesungguhnya seorang muslim tidak sepantasnya
membanggakan sesuatu yang ia lakukan karena itu semua atas pertolongan Allah
Subhanahu wa Ta’ala.”

Kata-kata itu telah memberikan pengaruh yang besar dalam jiwa kaum muslimin
sebagaimana yang diharapkan oleh Khalid bin Walid. Dengan semangat luar biasa
mereka melintasi padang pasir yang sangat gersang. Khalid sendiri semakin
bertambah keyakinan dan semangatnya saat menyaksikan semangat pasukannya
dalam berkorban.

Ia berpikir tentang kondisi kaum muslimin yang sedang terdesak oleh pasukan
Romawi yang berjumlah lebih besar dan memilki persenjataan yang lebih lengkap. Ia
juga berpikir tentang Amin al-Ummah (orang kepercayaan umat), Abu Ubaidah ibnul
Jarrah, yang sedang memimpin pasukan Islam di sana. Khalid berpendapat untuk
memberi tahu mereka tentang datangnya bantuan yang akan memberikan
ketenangan dan kedamaian di dalam jiwa pasukan muslimin yang berada di Syam.

Ia juga berpikir –setelah Khalifah mengamanahkan kepadanya komando umum


pasukan dan mengutusnya untuk membawahi komandan-komandan pasukan di
Syam– untuk menyampaikan kepada Abu Ubaidah bahwa ia sangat menyadari dan
mengakui posisi dan derajatnya di tengah-tengah kaum muslimin. Maka Khalid
mengirim dua pucuk surat, satunya ia kirim untuk seluruh pasukan kaum muslimin di
Syam yang berbunyi,

“Amma ba’du, sesungguhnya surat Khalifah telah sampai kepadaku dan menyuruhku
untuk bergerak menuju kalian dan aku sudah siaga serta akan segera sampai. Jika
sudah kalian tangkap bayang-bayang kudaku, maka bergembiralah untuk
menyempurnakan janji Allah dan pahala yang besar dari sisi-Nya. Semoga Allah
menjaga kita semua dengan keyakinan yang kuat dan membalasi kita dengan pahala
mujahid terbaik.”

Surat kedua ia kirim langsung secara khusus pada Abu Ubaidah,

“Amma ba’du, sesungguhnya aku berdoa kepada Allah untuk menurunkan kepada
kita rasa aman di hari penuh kecemasan dan terpelihara dari segala yang buruk di
dunia ini. Surat Khalifah telah datang kepadaku yang berisi perintah agar aku segera
bergerak menuju Syam dan mengomandokan seluruh pasukan. Demi Allah, aku tak
pernah meminta hal itu dan tidak pula aku menginginkannya ketika aku diserahkan
amanah tersebut. Maka tetaplah engkau pada posisimu saat ini, kami tidak akan
melanggar perintahmu atau menyalahimu dan kami tidak akan memutuskan sesuatu
tanpa konsultasi denganmu karena engkaulah pemimpin kaum muslimin. Kami tidak
akan memungkiri kemuliaan dan kelebihanmu dan kami tidak akan mengabaikan
pendapatmu. Semoga Allah menyempurnakan niat kita semua dengan lebih baik dan
memelihara kita dari terjerumus ke dalam neraka. Wassalamu alaikum
warahmatullah.”
Setelah Abu Ubaidah ibnul Jarrah membaca surat dari Khalid ia berkata, “Semoga
Allah memberkahi pendapat dan keputusan Khalifah dan semoga Allah memuliakan
Khalid.” Kemudian ia melanjutkan, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,

‘Khalid adalah pedang di antara pedang-pedang Allah. Ia adalah pemuda terbaik


dalam sebuah keluarga.”

PERTEMPURAN YARMUK

Seluruh pasukan muslimin berkumpul setelah komando dipegang oleh Khalid bin
Walid radhiallahu ‘anhu. Kemudian ia berpidato di depan mereka, “Sesungguhnya ini
adalah satu hari di antara hari-hari Allah, tidak sepantasnya ada kesombongan dan
kezaliman. Ikhlaskan niat jihad kalian dan tujuan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan
amal kalian!” Setelah itu, sang pahlawan yang tak terkalahkan ini memegang tali
kekang kudanya lalu mengangkat panji tinggi-tinggi seraya menyerukan pekikan
jihad, “Allahu akbar! Bertiuplah angin surga.”

Peperangan berlangsung dengan sangat sengitnya. Tak ada bandingnya. Pasukan


Romawi terjun berpeleton-peleton bagaikan gunung. Mereka menghadapi
perlawanan dari kaum muslimin yang tidak mereka duga-duga sebelumnya. Pasukan
muslimin memperlihatkan potret perjuangan dan pengorbanan yang sangat
mencengangkan dari prajurit-prajurit yang berani mengorbankan jiwa mereka dan
juga dari kekokohan semangat mereka. Pertempuran Yarmuk telah menjadi arena
yang jarang ditemukan bagi para fida’iy (prajurit yang berani mati syahid).

Kejeniusan Khalid telah mencengangkan pemimpin dan komandan-komandan


pasukan Romawi. Hal itu membuat salah seorang di antara mereka bernama
Jurjah/George mengundang Khalid pada salah satu masa istirahat perang. Ketika
keduanya sudah bertemu, komandan pasukan Romawi itu bertanya kepada Khalid,
“Wahai Khalid, jawablah dengan jujur dan jangan berbohong karena seorang yang
merdeka tidak akan berbohong dan jangan pula engkau tipu aku karena seorang
yang mulia tidak akan menipu orang yang berharap secara baik-baik. Demi Allah,
apakah Allah pernah menurunkan sebuah pedang dari langit kepada Nabi-Nya lalu
diberikannya kepadamu sehingga setiap kali engkau hunuskan pada suatu kaum
engkau pasti bisa mengalahkannya?”
Khalid menjawab, “Tidak.”

“Kalau demikian, kenapa engkau dijuluki pedang Allah?”

“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengutus Nabi-Nya pada kami lalu
ia menyeru kami, tapi kami lari dan menjauh darinya. Kemudian sebagian dari kami
memercayai dan mengikutinya dan sebagian lagi menjauh dan mendustakannya.
Mulanya aku termasuk yang mendustakan, menjauh, bahkan memeranginya. Lalu
Allah Subhanahu wa Ta’ala melembutkan hati kami dan memberi kami petunjuk
sehingga kami mengikutinya. Kemudian beliau bersabda, ‘Engkau adalah pedang di
antara pedang-pedang Allah yang Dia hunuskan kepada kaum musyrikin’.”

“Engkau telah jujur,” kata komandan Romawi itu. Lalu ia melanjutkan, “Wahai Khalid,
beritahukanku, kepada apa kalian mengajak?”

Khalid menjawab, “Kepada syahadat bahwa tiada Tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya serta membenarkan segala hal yang
dibawanya dari sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Komandan Romawi itu mulai mendekati Khalid. Ia berkata, “Ajarkan aku Islam.”

Akhirnya Jurjah/George masuk Islam. Kemudian ia berwudhu dan shalat dua rakaat
karena Allah. Hanya itu shalat yang sempat ia kerjakan. Tak berapa lama setelah itu,
kedua pasukan kembali memulai peperangan. Jurjah, sang komandan Romawi itu,
berperang mati-matian di barisan kaum muslimin untuk mengejar syahadah sampai
akhirnya ia memperolehnya.

Perang berakhir dengan sangat hebat. Kaum muslimin di bawah komando Khalid bin
Walid telah berhasil merebut kemenangan dari taring-taring Romawi dengan sangat
mengagumkan.

Khalid menyerahkan kembali kepemimpinan kepada Amin al-Ummah, Abu Ubaidah


ibnul Jarrah, setelah wafatnya Abu Bakar ash-Shiddiq dan naiknya Umar ibnul
Khaththab sebagai Khalifah baru.

Khalid tetap menjadi seorang tentara yang jenius dan legendaris. Keikhlasannya
tidak kurang dan semangatnya tak pernah melemah. Ia tak pernah kekurangan ide-
ide hebat karena ia adalah pedang Allah dan seorang pejuang Islam sejati.

WAFATNYA SANG PAHLAWAN

***********************************
Sekarang tibalah saatnya sang pahlawan untuk istrirahat. Bumi tak pernah
menyaksikan sosok sepertinya yang membuat seorang ‘musuh’ tak bisa tenang.
Tibalah saatnya bagi tubuhnya yang letih untuk beristirahat. Dialah yang disifati oleh
sahabat dan musuhnya sebagai ‘seseorang yang tidak pernah tidur dan tidak
membiarkan orang lain tidur.’

Tapi baginya, andaikan disuruh memilih tentu ia akan memilih agar usianya
dipanjangkan oleh Allah beberapa tahun lagi untuk meneruskan perjuangan
menghancurkan benteng-benteng kekafiran dan kemusyrikan serta melanjutkan
amal dan jihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Di saat ajal akan menjemput Khalid bin Walid,


beliau menangis dengan pilu.
Adalah sebuah tragedi baginya ketika hidupnya berakhir di atas katil sementara dia
telah menghabiskan usianya di atas punggung kuda dan di bawah kilatan pedang
untuk berperang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, membungkam
pelaku-pelaku kemurtadan dan meratakan singgasana Persia di Irak dan Romawi di
Syam dengan tanah. Ia berkata, “Aku telah merasakan ini dan itu di medan perang
dan seluruh bagian dari tubuhku terdapat bekas pukulan pedang, lemparan panah,
atau tusukan tombak. Tapi sekarang aku akan mati di atas kasur seperti matinya
seekor unta. Tidak akan pernah tidur mata orang-orang pengecut.”

Kemudian ia berkata lagi, “Aku telah mengejar kematian di tempatnya tapi aku tidak
ditakdirkan untuk mati kecuali di atas kasurku. Tak ada satu amal pun yang lebih aku
harapkan setelah kalimat lailaha illallah selain satu malam yang aku lalui dalam
keadaan siaga sementara langit mengguyurkan hujannya sampai pagi. Kemudian
pada pagi harinya kami melancarkan serangan terhadap kaum kafir.”

Khalid bin Walid sangat mencintai jihad fi sabilillah. Ia pernah berkata, “Aku tidak
tahu dari hari yang mana aku hendak lari; apakah dari hari yang Allah berkehendak
untuk menghadiahkan syahadah kepadaku ataukah dari hari yang Allah berkehendak
untuk menghadiahkan kemuliaan kepadaku (dengan kemenangan yang gemilang)?”

Ketika Abu Darda radhiallahu ‘anhu datang menjenguknya di akhir-akhir


kehidupannya, ia berwasiat kepada Abu Darda, “Sesungguhnya kuda dan senjataku
sudah aku infakkan untuk digunakan demi jihad fi sabilillah, sementara rumahku di
Madinah untuk disedekahkan dan aku sudah meminta Umar ibnul Khaththab sebagai
saksinya. Dialah sebaik-baik penolong terhadap Islam dan aku sudah limpahkan
wasiat dan pelaksanaannya kepada Umar.”

Ketika hal itu sampai kepada Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu, ia berkata,
“Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati Abu Sulaiman. Apa yang di sisi Allah
lebih baik baginya dari apa yang ada padanya. Ia telah wafat dalam keadaan
bahagia dan hidup dalam keadaan terpuji. Akan tetapi aku lihat masa tidak akan
berhenti.”

Umar ibnul Khaththab ikut mengantar jenazahnya. Ibu Khalid bin Walid
mendendangkan beberapa bait syair yang berisi kelebihan-kelebihan Khalid. Ia
berkata,

Engkau lebih baik dari sejuta kaum

Ketika para tokoh banyak tersalah

Pemberani? Engkau lebih berani dari singa

Laki-laki kuat mempertahankan diri dari anak-anak singa

Dermawan? Engkau lebih dermawan dari hujan yang mengguyur menggenangi


lembah-lembah

Mendengar itu Umar ibnul Khaththab berkata, “Demi Allah, engkau benar.
Sesungguhnya ia memang demikian adanya.”

Pada tanggal 18 Ramadhan 21 H, Khalid bin al-Walid wafat. Umar bin al-Khattab
sangat bersedih dengan kepergian Sang Pedang Allah. Ketika ada yang meminta
Umar agar menenangkan wanita-wanita Quraisy yang menangis karena kepergian
Khalid, Umar berkata, “Para wanita Quraisy tidak harus menangisi kepergian Abu
Sulaiman (Khalid bin al-Walid).” (al-Bidayah wa an-Nihayah oleh Ibnu Katsir: 7/132).

Setelah wafatnya, Khalid mendermakan senjata dan kuda tunggangannya untuk


berjihad di jalan Allah (ath-Thabaqat al-Kubra oleh Ibnu Saad: 7/397).

Semoga Allah meridhaimu wahai Abu Sulaiman, mengampuni segala kesalahanmu,


dan mempertemukan kita semua di surga Allah yang penuh kedamaian.

Sumber: Pendekar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ksatria Islam yang


Gagah Berani, Asyraf Muhammad al-Wahsy, Gema Insani Press, 2011.

Anda mungkin juga menyukai