Anda di halaman 1dari 4

ABU QATADAH AL-ANSHARI

“Sebaik-baik Prajurit Berkuda”

Dialah Harits bin Ruba'iy bin Baldamah bin Khannas Al-Khazraji AlAnshari. Menurut versi
lain, namanya adalah Nu'man bin Ruba'iy. la adalah perwira Rasulullah SAW.

Suatu ketika, saat Rasulullah sedang tidur di atas kendaraannya pada suatu misi peperangan,
beliau sedikit miring posisi duduknya. Abu Qatadah mengatakan, “Saya mendatanginya dan
menegakkannya tanpa membangunkan beliau hingga beliau tegak kembali di atas
kendaraannya. Abu Qatadah berkata, "Kemudian beliau berjalan hingga malam merayap dan
beliau miring kembali dalam tidurnya, lalu saya menyangganya tanpa membangunkan beliau
hingga tegak kembali di atas kendaraannya. Kemudian beliau berjalan kembali hingga saat
akhir waktu sahur, beliau miring kembali lebih dari yang pertama dan kedua hingga nyaris
terjatuh dari kendaraannya, lalu saya mendekatinya dan menegakkannya lalu beliau
mengangkat kepalanya dan bertanya, “Siapakah ini?"

Saya menjawab, "Abu Qatadah."

Beliau bertanya lagi, "Kapan kamu berjalan bersamaku?"

Saya menjawab, "Perjalananku tetap seperti ini sejak malam tadi."

Beliau berkata, “SemogaAllah menjagamu sebagaimana kamu menjaga Nabimu." (HR.


Muslim).

Salamah bin Akwa' berkata, "Rasulullah mengutus (penggembalaan) ternak beliau bersama
Rabah —budak Rasulullah dan saya bersamanya. Dan saya keluar Bersama kuda milik
Thalhah serta ternaknya. Pagi harinya, tiba-tiba aba Abdurrahman Al-Ghazari menyerang
ternak Rasulullah SAW. Ia dapat menggiringnya dan menyerang pengmembalanya. Lalu saya
berkata “Wahai Rabah, ambillah kuda ini dan sampaikan kepada Thalhah bin Ubaidillah, dan
beritahukan kepada Rasulullah bahwa orang-orang musyrik telah menyerang (merampas)
kekayaannya.”

Abu Qatadah perwira berkuda Rasul bertemu dengan Abdurrahman lalu dia menusuknya dan
membunuhnya dalam hadist ini pula disebutkan bahwa pada keesokan harinya Rasulullah
bersabda, “Sebaik-baik prajurit berkuda kita hari ini adalah Abu Qatadah, dan sebaik-baik
prajurit yang berjalan kaki adalah Maslamah. (HR. Muslim)

1
Abu Qatadah berkata, "Kami keluar bersama Rasulullah pada perang Hunain. Saat kami
bertarung, kaum muslimin berkeliling, lau saya meliahat seorang musyrik berada di tempat yng
lebih atas dari kaum muslimin. Saya memukulkan senjata dari arah belakngnya tepat pada
pundaknya hingga saya memutuskan baju besinya. Ia terjatuh menimpaku lalu mendekapku
dan saya mencium bau kematian darinya. Ia pun mati dan melepaskan dekapannya dariku.

Lalu saya bertemu Umar dan saya berkata, "Apa yang terjadi dengan orang-orang?" la berkata,
"Kepastian Allah.”

Kemudian mereka kembali dan Rasulullah duduk dan berkata, "Siapa saja yang membunuh
musuh dan ia mempunyai bukti maka baginya adalah salab (senjata dan harta) nya."

Lalu saya berkata, "Siapa yang bersaksi untukku?"

Lalu saya duduk, dan Rasulullah berkata seperti perkataannya yang pertama, lalu saya berdiri
dan berkata, "Siapa yang bersaksi untukku?"

Kemudian saya duduk, lalu Nabi berkata seperti perkataannya yang pertama, lalu saya berdiri
dan beliau berkata, "Apa gerangan dengan dirimu wahai Abu Qatadah?"

Lalu saya memberitahukan kepadanya, dan seseorang berkata, "la

benar, dan salab-nya ada padaku, maka relakanlah untukku."

Abu Bakar berkata, "Tidak, demi Allah, kalau demikian maka ia tidak menghargai salah satu
singa Allah yang berperang membela Allah dan Rasulnya, lalu dia memberikan salabnya

Nabi berkata, “Ia benar, maka berikanlah kepadanya!

Ia pun memberikannya kepadaku. Lalu saya membeli domba-domba milik Bani Salamah, dan
itulah harta pertama yang saya dapatkan dalam islam (HR. bukhari)

Di antara keutamaan Abu Qatadah yang lainnya adalah apa yang diriwayatkan dari Abdullah
bin Ubaid bin Umair bahwa Umar mengutus Abu Qatadah (dalam pasukan) lalu ia berhasil
membunuh raja Persia dengan tangannya, dan pada diri sang raja terdapat ikat pinggang
seharga 15.000 dinar, maka Umar memberikannya kepada Abu Qatadah.

Tatkala Rasulullah mendoakan perlindungan untuknya, maka Allah menjaganya dari segala
fitrnah, hingga ia meninggal pada kondisi terbaik pada tahun 54 H di Madinah. la dishalati oleh
Ali bin Abi Thalib. Semoga Allah meridhai semuanya.

2
Hikmah Di Balik Kisah

Setiap pejuang haruslah menjadi seorang yang kompeten di bidangnya. Abu Qatadah telah
berhasil menunjukkan kompetensinya sebagai prajurit berkuda terbaik di masa perjuangan
Islam. Bahkan tidak hanya itu, ia juga memiliki prestasi berupa keberhasilan membunuh Raja
Persia.

Sebagai seorang 'pekerja”, Abu Qatadah juga melakukan lebih dari apa yang diharapkan
'atasan'-nya, yang dalam hal ini adalah Rasulullah. Tugasnya jelas hanya sebagai prajurit,
namun beliau tidak hanya melakukan itu. la bahkan juga menjaga Sang Pemimpin agar tidak
terjatuh dari kendaraannya ketika ia tertidur. Hal yang sebenarnya tidak menjadi bagian dari
'job description'nya.

Beliau juga merupakan orang yang jujur dan amanah, tidak mendahului keputusan pemimpin.
Sebagai seorang prajurit kompeten, Abu Qatadah mengetahui bahwa kewajibannya adalah
membunuh musuh, dan bukan mengambil hartanya. Perkara harta adalah urusan pemimpin,

dan ia mengikut apapun keputusannya. Dan Ketika Rasulullah berkata “bahwa setiap prajurit
yang berhasil membunuh musuh mendapatkan hak berupa harta yang dimiliki oleh msushnya
maka barulah ia mencari saksi untuk mendukung hak nya. Abu Qatadah tidak memaksa
Rasulullah untuk mempercayai bahwa ia telah membunuh seorang musuh, namun ia mencari
bukti berupa kesaksia orang lain. pekerja kompeten memang tidak pernah meminta atasannya
untuk rnempercayai bahwa ia telah melakukan tugasnya dengan baik, namun seorang yang
kompenten lebih fokus pada bukti apa yang ia miliki untuk menunjukkan kualitas
pekerjaannya.

Dan sebagai bagian dari jamaah, Abu Bakar pun menghargai 'karya' Abu Qatadah yang telah
membunuh rnusuh Islam. la sadar bahwa penghargaan berupa salab lebih berhak diberikan
kepada Abu Qatadah ketimbang salah satu prajurit yang memintanya. Apa yang terjadi dari
peristiwa di atas diterapkan di ilmu manajemen modern terutama mengenai reward and
punishment. sebagai 'rekan kerja', Abu Bakar jelas mengeluarkan opini tentang siapa yang lebih
berhak mendapatkan salab. Namun keputusan tertinggi tetap dipegang oleh Rasulullah. Dan
beliau pun mendukung pendapatAbu Bakar tersebut diberikan kepada Abu Qatadah.

Hikmah lainnya adalah bahwa Abu Qatadah merupakan sahabat Rasulullah yang 'melek
finansiaľ. la tidak menghabiskan hartanya untuk konsumtif, namun menginvestasikannya

3
dengan membeli domba-domba. Di zaman itu, domba adalah investasi, sedangkan dinar dan
dirham adalah mata uangnya. Membeli domba yang beranak pinak jelas merupakan keputusan
yang tepat untuk melipat gandakan aset yang dimiliki.

Bagi Abu Qatadah yang mungkin kemampuan berdagangnya tidak seperti Abdurrahman bin
Auf yang merupakan saudagar kaya di zaman itu, cukup jeli dalam memilih portofolio investasi
yang bisa mengembangkan asetnya. Kita anggap harga I ekor domba saat itu adalaah 1 dinar,
yang bila dikonversikan kurang lebih 1,3 juta rupiah atau Sin $ 200. Bayangkan bila dalam
waktu dua tahun domba-domba tersebut sudah berkembang biak menjadi 100 ekor domba,
maka aset Abu Qatadah sudah menembus lebih dari 100 juta rupiah atau Sin $ 20,000. Betapa
besarnya!

Kompetensi yang dilengkapi dengan kemampuan mengelola aset, merupakan modal yang
harus dimiliki oleh umat Islam saat ini. Kemiskinan yang dialami kaum muslimin dewasa ini
karena kurangnya kompetensi yang dimiliki dalam bidang yang diminati/dikuasai. Kebiasaan
kita adalah setengah-setengah dalam melakukan sesuatu sehingga tidak pernah menjadi ahli di
bidangnya. Fokus adalah kunci kompetensi. Kaum kafir adalah orang yang kompeten. Bila kita
perhatikan, begitu banyak yang fokus pada bidang-bidang tertentu dan mengabdikan dirinya di
kajian tertentu, Ada orang yang khusus menghabiskan waktu bertahun-tahun hanya untuk
mempelajari karakter masyarakat Islam Indonesia, seperti Snouck Hurgronye. Ada juga yang
fokus meneliti tentang budaya Indonesia sehingga ia fasih berbahasa Indonesia bahkan tinggal
bertahun-tahun di negeri ini. Dan ada pula yang menaruh minat pada kajian keislaman, bukan
untuk mencari kebenaran, tapi justru untuk mencari titik kelemahannya. Dan mereka semua
adalah orang-orang yang professional di bidangnya.

Di samping itu, kemampuan mengelola aset/kekayaan juga kurang dimiliki oleh umat Islam.
Kaum muslim saat ini masih menjadi budak produsen, dan bukan produsen itu sendiri.
Mendapat gaji besar atau omset besar dihabiskan buat membeli sesuatu yang bersifat statis
bahkan menghabiskan dana, seperti kendaraan atau lainnya. Padahal, sebagaimana Abu
Qatadah, harta yang ia terima justru ia lipatgandakan dengan membeli beberapa ekor domba.
Domba adalah lambang investasi di zaman itu. Karenanya, kita harus belajar tentang
profesionalitas, kompetensi, dan cerdas secara finansial.

Anda mungkin juga menyukai