Anda di halaman 1dari 23

- Ali bin Abi Thalib

‘Alī bin Abī Thālib (lahir sekitar 13 Rajab 23 Pra Hijriah/599 – wafat 21 Ramadan
40 Hijriah/661), adalah salah seorang pemeluk Islam pertama dan juga keluarga
dari Nabi Muhammad SAW.. Menurut Islam Sunni, ia adalah Khalifah terakhir
dari Khulafaur Rasyidin. Sedangkan Syi'ah berpendapat bahwa ia adalah Imam
sekaligus Khalifah pertama yang dipilih oleh Rasulullah Muhammad SAW.

Ali Bin Abu Thalib membesar menjadi anak yang cepat matang. Di wajahnya
tampak jelas kematangannya, yang juga menunjukkan kekuatan, dan ketegasan.
Saat ia menginjak usia pemuda, ia segera berperan penuh dalam dakwah Islam,
tidak seperti yang dilakukan oleh pemuda seusianya. Contoh yang paling jelas
adalah keikhlasannya untuk menjadi tameng Rasulullah Saw saat beliau hijrah,
dengan menempati tempat tidur beliau. Ia juga terlibat dalam peperangan yang
hebat, seperti dalam perang Al Ahzab, dia pula yang telah menembus benteng
Khaibar. Sehingga dia dijuluki sebagai pahlawan Islam yang pertama.

Beliau amat fasih dalam berbicara, berani, pantang mundur, dermawan, pemaaf,
lembut dalam berbicara, dan halus perasaannya. Beliau adalah sosok yang
sempurna, penuh dengan kemuliaan. Keberaniannya menjadi perlambang para
kesatria pada masanya. Setiap kali ia menghadapi musuh di medan perang, maka
dapat dipastikan ia akan mengalahkannya. Beliau adalah seorang yang takwa tak
terkira, tidak mau masuk dalam perkara yang syubhat, dan tidak pernah
melalaikan syari'at. Beliau adalah seorang yang zuhud, dan memilih hidup dalam
kesederhanaan.

Penuh hikmah, adalah sifatnya yang jelas. Dia akan berhati-hati meskipun dalam
sesuatu yang ia lihat benar, dan memilih untuk tidak mengatakan dengan terus
terang, jika hal itu akan membawa mudharat bagi umat. Ia meletakkan perkara
pada tempatnya yang tepat. Berusaha berjalan seirama dengan rekan-rekan
pembawa panji dakwah, seperti keserasian butiran-butiran air di lautan.

Ia bersikap lembut, sehingga banyak orang yang sezaman dengannya melihat ia


sedang bergurau, padahal hal itu adalah suatu bagian dari sifat kesempurnaan
yang melihat apa yang ada di balik sesuatu, dan memandang kepada
kesempurnaan. Ia menginginkan agar realitas yang tidak sempurna berubah
menjadi lurus dan meningkat ke arah kesempurnaan.

Beliau terkenal kefasihannya. Sehingga ucapan-ucapannya mengandung nilai-


nilai sastra Arab yang jernih dan tinggi. Baik dalam menciptakan peribahasa
maupun hikmah. Ia juga mengutip dari redaksi Al Quran, dan hadits Rasulullah
Saw, sehingga menambah benderang dan semerbak kata-katanya. Yang
membuat dirinya berada di puncak kefasihan bahasa dan sastra Arab.

Beliau amat taat terhadap pendidiknya, Nabi-nya, juga Rabb-nya. Serta berbuat
baik kepada kerabatnya. Amat mementingkan isterinya yang pertama, Fathimah
az Zahra. Dan ia selalu berusaha memberikan apa yang baik dan indah kepada
orang yang ia senangi, kerabatnya atau kenalannya.

Ali Bin Abu Thalib berpendirian teguh, sehingga menjadi tokoh yang namanya
terpatri dalam sejarah. Tidak mundur dalam membela prinsip dan sikap.
Sehingga banyak orang yang menuduhnya bodoh dalam politik, tipu daya bangsa
Arab, dan dalam hal melembutkan sikap musuh, sehingga kesulitan menjadi
berkurang. Namun, sebenarnya kemampuannya jauh di atas praduga yang tidak
benar, karena ia tahu apa yang ia inginkan, dan menginginkan apa yang ia tahu.
Sehingga, di samping kemanusiaannya, ia seakan-akan adalah sebuah gunung
yang kokoh, yang mencengkeram bumi.

"Tidak ada pedang, setajam pedang Zulfikar dan tidak ada pemuda yang
setangguh Ali bin Abu Thalib". Demikianlah slogan yang selalu didengung-
dengungkan oleh kaum muslimin ketika perang Uhud yang amat dahsyat itu
tengah berlangsung. Dalam perang tersebut, Ali bin Abu Thalib memperlihatkan
ketangguhannya sebagai seorang pahlawan islam yang gagah perkasa. Ia di kenal
sebagai jagoan bangsa Arab yang mempunyai kemahiran memainkan pedang
dengan tangguh. Sementara itu, baju besi yang dimilikinya berbentuk tubuh
bagian depan di kedua sisi, dan tidak ada bagian belakangnya. Ketika di tanya,
"Mengapa baju besimu itu tidak dibuatkan bagian belakangnya, Hai Abu
Husein?" Maka Ali bin Abu Thalib akan menjawabnya dengan mudah,"Kalau
seandainya aku menghadapi musuhku dari belakang, niscaya aku akan binasa."
Ali bin Abi Thalib, seseorang yang memiliki kecakapan dalam bidang militer dan
strategi perang, mengalami kesulitan dalam administrasi negara karena
kekacauan luar biasa yang ditinggalkan pemerintahan sebelumya. Ia meninggal di
usia 63 tahun karena pembunuhan oleh Abdrrahman bin Muljam, seseorang
yang berasal dari golongan Khawarij (pembangkang) saat mengimami salat subuh
di masjid Kufah, pada tanggal 19 Ramadhan, dan Ali menghembuskan napas
terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Ali dikuburkan secara
rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa ia
dikubur di tempat lain.

- Abu Bakar Ash-Shiddiq

'Abd Allah ibn 'Utsman bin Amir bi Amru bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah
bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Fihr al-Quraishi at-Tamimi' atau Abu Bakar
(lahir: 572 - wafat: 23 Agustus 634/21 Jumadil Akhir 13 H) termasuk di antara
mereka yang paling awal memeluk Islam. Setelah Nabi Muhammad wafat, Abu
Bakar menjadi khalifah Islam yang pertama pada tahun 632 hingga tahun 634 M.
Lahir dengan nama Abdullah bin Abi Quhafah, ia adalah satu di antara empat
khalifah yang diberi gelar Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang diberi petunjuk.
Beliau dilahirkan di kota Mekkah.

Abu Bakar adalah ayah kepada Aisyah, istri Nabi Muhammad. Nama yang
sebenarnya adalah Abdul Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'), yang kemudian diubah
oleh Muhammad menjadi Abdullah (artinya 'hamba Allah'). Muhammad
memberinya gelar Ash-Shiddiq (artinya 'yang berkata benar') setelah Abu Bakar
membenarkan peristiwa Isra Miraj yang diceritakan oleh Muhammad kepada
para pengikutnya, sehingga ia lebih dikenal dengan nama "Abu Bakar ash-
Shiddiq".

Abu Bakar meninggal pada tanggal 23 Agustus 634 di Madinah karena sakit yang
dideritanya pada usia 61 tahun. Abu Bakar dimakamkan di rumah putrinya Aisyah
di dekat masjid Nabawi, di samping makam Nabi Muhammad SAW.
- Ummar Bin Khattab

Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza atau lebih dikenal dengan Umar bin
Khattab adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW. yang juga adalah
khalifah kedua Islam (634-644). Umar juga merupakan satu di antara empat
orang Khalifah yang digolongkan sebagai Khalifah yang diberi petunjuk (Khulafaur
Rasyidin). Beliau dilahirkan di kota Mekkah dari suku Bani Adi, salah satu rumpun
suku Quraisy, suku terbesar di kota Mekkah saat itu. Ayahnya bernama Khattab
bin Nufail Al Shimh Al Quraisyi dan ibunya Hantamah binti Hasyim.

Umar memiliki julukan yang diberikan oleh Rasulullah SAW. yaitu Al-Faruk yang
berarti orang yang bisa memisahkan antara kebenaran dan kebatilan. Pada masa
Abu Bakar menjabat sebagai khalifah, Umar merupakan salah satu penasehat
kepalanya. Setelah meninggalnya Abu Bakar pada tahun 634, Umar ditunjuk
untuk menggantikan Abu Bakar sebagai khalifah kedua dalam sejarah Islam.

Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya
hidup dan penampilan para penguasa di zaman itu, ia tetap hidup sangat
sederhana. Keislaman beliau telah memberikan andil besar bagi perkembangan
dan kejayaan Islam. Beliau adalah pemimpin yang adil, bijaksana, tegas, disegani,
dan selalu memperhatikan urusan kaum muslimin. Pemimpin yang menegakkan
ketauhidan dan keimanan, merobohkan kesyirikan dan kekufuran,
menghidupkan sunnah dan mematikan bid'ah. Beliau adalah orang yang paling
baik dan paling berilmu tentang al-Kitab dan as-Sunnah setelah Abu Bakar As
Siddiq.

Selain pemberani, Umar bin Khattab juga seorang yang cerdas. Dalam masalah
ilmu diriwayatkan oleh Al Hakim dan Thabrani dari Ibnu Mas’ud berkata,
”Seandainya ilmu Umar bin Khattab diletakkan pada tepi timbangan yang satu
dan ilmu seluruh penghuni bumi diletakkan pada tepi timbangan yang lain,
niscaya ilmu Umar bin Khattab lebih berat dibandingkan ilmu mereka. Pada
sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar
mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung
saat peristiwa hijrah.
Akan tetapi, dengan begitu beliau tidaklah menjadi congkak dan tinggi hati.
Justru beliau seorang pemimpin yang zuhud lagi wara’. Beliau berusaha untuk
mengetahui dan memenuhi kebutuhan rakyatnya. Tidak diragukan lagi, khalifah
Umar bin Khattab adalah seorang pemimpin yang arif, bijaksana dan adil dalam
mengendalikan roda pemerintahan.

Pada hari Rabu bulan Dzulhijah tahun 23 H Umar Bin Kattab wafat, Beliau ditikam
ketika sedang melakukan Shalat Subuh oleh seorang Majusi yang bernama Abu
Lu’luah, budak milik al-Mughirah bin Syu’bah diduga ia mendapat perintah dari
kalangan Majusi. Umar bin Khattab dimakamkan di samping Nabi saw dan Abu
Bakar as Siddiq, beliau wafat dalam usia 63 tahun.

- Utsman bin Affan

Utsman bin Affan adalah sahabat Nabi Muhammad SAW. yang termasuk
Khulafaur Rasyidin yang ke-3. Utsman adalah seorang yang saudagar yang kaya
tetapi sangatlah dermawan. Ia juga berjasa dalam hal membukukan Al-Qur'an.

Beliau adalah khalifah ketiga yang memerintah dari tahun 644 (umur 69–70
tahun) hingga 656 (selama 11–12 tahun). Selain itu sahabat nabi yang satu ini
memiliki sifat yang sangat pemalu.

Utsman bin Affan adalah sahabat nabi dan juga khalifah ketiga dalam Khulafaur
Rasyidin. ia dikenal sebagai pedagang kaya raya dan ekonom yang handal namun
sangat dermawan. Banyak bantuan ekonomi yang diberikannya kepada umat
Islam di awal dakwah Islam. Ia mendapat julukan Dzunnurain yang berarti yang
memiliki dua cahaya. Julukan ini didapat karena Utsman telah menikahi puteri
kedua dan ketiga dari Rasullah Saw yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum.

Usman bin Affan lahir pada 574 Masehi dari golongan Bani Umayyah. Nama
ibunya adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah. ia masuk Islam atas ajakan Abu Bakar
dan termasuk golongan As-Sabiqun al-Awwalun (golongan yang pertama-tama
masuk Islam). Rasulullah Saw sendiri menggambarkan Utsman bin Affan sebagai
pribadi yang paling jujur dan rendah hati di antara kaum muslimin.
Usman wafat pada hari Jumat 18 Dzulhijjah 35 H. Beliau dimakamkan di kuburan
Baqi di Madinah.

Imam syafi’i

Imam Syafi’i bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Idris As Syafi’i,
nama kuniyahnya adalah Abu Abdillah. Dia dilahirkan di kota Gazzah (Gaza,
Palestina) pada Tahun 150 H

Imam Syafi’i berjanji pada dirinya untuk bertemu dengan Malik untuk belajar
langsung darinya atau mengujikan hasil belajarnya. Oleh karena itu, sebelum
berangkat ke Madinah dan bertemu dengan Malik, ia meminjam kitab
muwaththa, yaitu kitab yang berisi pemikiran Malik, fiqihnya, dan kumpulan
kumpulan hadis shahih, dari seorang penduduk Mekah.

Yaqut meriwayatkan bahwa Imam Syafi’i menghafalkan kitab itu dan


menyelesaikan hafalannya hanya dalam waktu Sembilan malam.

Selanjutnya, jika pertemuan antara syekh besar dan pemuda kecil itu belum
selesai dengan sempurna, yang kecil itu mengharuskan kepada Syekh besar itu
untuk dapat mendengarkan pengajarannya lagi dan mengharap cinta kasihnya
agar bersedianya membacakan kitab baginya di hari hari longgarnya.

Sebelum itu, sebenarnya Syafi’i telah mempersiapkan dirinya dengan persiapan


persiapan yang lain. Ia telah mempersiapkan dirinya dengan mempelajari bahasa,
adab (etika), serta periwayatan syair syair dan perkataan-perkataannya.

Ia telah menetap di kampong kabilah Hudzail yang ada dipedalaman Arab selama
beberapa tahun sampai dapat menghafal syair-syair dan meriwayatkan cerita
cerita mereka.

Saat itu, Hudzail adalah kabilah Arab yang paling fasih dan paling tinggi syairnya.
Setelah itu ia pulang ke Mekah dan meriwayatkan syair syairnya. Ketika itulah
ada seorang dari kelompok penduduk Zubair mengarahkannya ke fiqih.

Orang itu berkata kepadanya, “Wahai Syafi’i, sulit bagiku untuk menerima
ketiadaan fiqih menyertai ilmu bahasa, kefasihan dan kepandaianmu.” Lalu orang
itu menunjukan kepada Syafi’i tentang Malik bin Anas.

Bahkan, ia menjamin Syafi’i untuk bisa belajar kepada Imam itu. Al-Ashma’i,
pembesar periwayat syair Arab, menyatakan bahwa dirinya telah membacakan
syair syair orang-orang Hudzail kepada seorang pemuda dari Quraisy bernama
Muhammad bin Idris.

Hal hal yang menyebabkan kematangan Syafi’i telah sempurna. Ia pun duduk
dengan bajunya yang putih dengan wajahnya yang bersinar dengan sedikit
kecoklat coklatan, di dekat sumur zam zam, menyebarkan mutiara ilmunya
dalam kemudahan, kelonggaran, dan ketawadhu’an.

Ia menjawab pertanyaan pertanyaan mereka dengan mantap, adil, dan amanah.


Ia pun membantah orang yang menyelisihi pendapatnya dengan iman,
keteguhan dan logika yang bersumber dari kitab Allah, sunnah Rasul-Nya, dan
buah ilmunya, serta segenap kecerdikan dan kepandaiannya yang luar biasa.

Maka tersiarlah namanya, lalu memiliki banyak murid, di antaranya ialah seorang
Imam Agung, Ahmad bin Hanbal.

Imam Syafi’I mengumpulkan manusia karena keutamaannya, ilmu dan


agamanya. Maka meluncurlah hukum hukum dari lisan yang terpuji dan
menakjubkan. Hal itu disebabkan karena Imam Syafi’i, selain memiliki tabiat yang
sangat longgar dan toleran, ia adalah lautan ilmu yang dasarnya sangat dalam
dan tepiannya amat jauh.

Ia memiliki ilmu ilmu din (agama) dari qurannya, hadisnya, fiqihnya, dan ilmu
bahasanya. Ia juga menguasai ilmu ilmu dunia, seperti nahwu (tata bahasa), ilmu
‘arudh (persajakan), ilmu Syair, ilmu tentang perkara perkara yang langkah, ilmu
tentang hari hari, ilmu falak, dan cerita cerita zaman dahulu.

Begitulah Imam Syafi’i sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Hanbal. Seluruh
ulama sepakat, baik ahli hadis, fiqih, ushul, bahasa nahmu maupun yang lainnya
bahwa Syafi’I adalah seorang imam yang tsiqah (kuat dan teguh), amanah, adil,
zuhud, wara’ terjaga kehormatannya, sangat pemaaf, bagus perjalanan
hidupnya, dan tinggi kedudukan serta kedermawanannya.”

Yunus bin Abdil A’la juga berkata tentang dirinya, “Syafi’i adalah orang yang
paling pintar imu nahwu, syair, sanad, dan fiqih.” Imam Ibnu Hanbal
mengisyaratkan keutamaan Syafi’i dengan berkata, “Tidak ada seorang pun di
tangannya ada tinta kecuali di leher Syafi’i pasti ada keutamaan”

Pada kesempatan yang lain, Ibnu Hanbal juga menyebutkan keistimewaan


gurunya itu dari semua ulama yang lain dengan berkata, “Syafi’i adalah seorang
filsuf dalam empat hal: bahasa, perselisihan manusia, ma’ani, dan fiqih.”

Ar-Rabi’ bin Sulaiman, pembantu dan sekaligus muridnya, menyebutkan bahwa


Imam Syafi’i adalah orang yang duduk di Majelis ilmunya sepanjang umurnya.

Seusai Shalat subuh ia didatangi oleh orang orang ahli Al Quran. Jika matahari
telah terbit, mereka pergi dan digantikan oleh ahli hadis. Mereka bertanya
kepadanya tentang penjelasan penjelasan dan artinya. Jika matahari telah tinggi,
mereka pergi dan majelis berganti untuk diskusi. Peserta diskusi itu pergi saat
waktu Dhuha telah tinggi, kemudian digantikan oleh orang orang ahli bahasa
Arab, ilmu arudh, nahwu, dan syair. Mereka terus menemaninya sampai
mendekati pertengahan siang.

Jika Imam Malik mangabdikan diri untuk menghafal hadis Rasulullah saw,
mengumpulkan, menyusun, serta mengajarkannya, imam Syafi’i mengabdikan
diri pula untuk menghafalnya, mengajarkannya, mendiktekannya, mengambil
kesimpulan hukum hukumnya, memahami ushul dan menjelaskan keadaan serta
kedudukannya.
Ibnu Hanbal, orang yang tidak diragukan kemampuan dan keagungan ilmunya,
berkata, “Aku tidak mengetahui mana hadis yang nasikh (menghapus) dan mana
yang mansukh (dihapus) sampai aku belajar kepada Syafi’i”

Az-Za’farani juga menerangkan keutamaan Imam Syafi’i di antara ulama ulama


hadis lainnya dengan berkata,

“Semua ahli hadis dalam keadaan tidur sampai Syafi’i datang, ia membangunkan
mereka, maka mereka pun bangun”

Masih berkaitan tentang pengakuan tentang keutamaannya melebihi pelajar


pelajar hadis lainnya, Ibnu Hanbal berkata,

“Ketika Nu’aim bin Hammad datang kepada kami, kami pun bersungguh sungguh
untuk mencari hadis musnad. Lalu ketika Syafi’i datang kami berpindah ke arah
yang putih”

Itulah Imam Syafi’i, pendidikannya, pengakuan para ulama tentang kelebihannya


atas mereka bahwa ia adalah pemandu mereka dan melapangkan jalan di depan
mereka. Semua itu tidak lepas dari pengembaraannya di negeri negeri Islam.

Perjalanannya ke beberapa penjuru negeri, seperti Hijaz, Yamanm Irak, dan


Mesir, diskusinya dengan para ulama di negeri negeri itu, serta perdebatannya
dengan ahli fiqih. Tidak mengherankan jika ia dapat membawakan suatu yang
baru ke medan ilmu din, bukan suatu yang bid’ah.

Semua itu adalah hasil dari keimanannya yang terang, ilmunya yang banyak,
pengetahuannya yang sempurna, pandangannya yang jernih, dan penglihatannya
yang menyeluruh.

Oleh karena itu, jadilah ia orang pertama kali yang berbicara tentang ushul
(perkara perkara pokok) dan yang pertama kali menyimpulkan. Ini adalah satu
keutamaannya dari beberapa keistimewaannya yang akan kami bicarakan dalam
pembahasan fiqihnya.

Imam Abu Hanifah an-Nu’man bin Tsabit (Imam Ahli ar-Ra’yi)

Nasab dan Kelahiran beliauNasab dan Kelahirannya bin Tsabit bin Zuthi (ada yang
mengatakan Zutha) At-Taimi Al-Kufi. Beliau adalah Abu Hanifah An-Nu’man
Taimillah bin Tsa’labah. Beliau berasal dari keturunan bangsa persi. Beliau
dilahirkan pada tahun 80 H pada masa shigharus shahabah dan para ulama
berselisih pendapat tentang tempat kelahiran Abu Hanifah, menurut penuturan
anaknya Hamad bin Abu Hanifah bahwa Zuthi berasal dari kota Kabul dan dia
terlahir dalam keadaan Islam. Adapula yang mengatakan dari Anbar, yang lainnya
mengatakan dari Turmudz dan yang lainnya lagi mengatakan dari Babilonia.

Perkembangan beliau dalam Menuntut Ilmu

Ismail bin Hamad bin Abu Hanifah cucunya menuturkan bahwa dahulu Tsabit
ayah Abu Hanifah pergi mengunjungi Ali Bin Abi Thalib, lantas Ali mendoakan
keberkahan kepadanya pada dirinya dan keluarganya, sedangkan dia pada waktu
itu masih kecil, dan kami berharap Allah subhanahu wa ta’ala mengabulkan doa
Ali tersebut untuk kami. Dan Abu Hanifah At-Taimi biasa ikut rombongan
pedagang minyak dan kain sutera, bahkan dia punya toko untuk berdagang kain
yang berada di rumah Amr bin Harits.

Imam Abu Hanifah adalah seorang yang memiliki tubuh dengan tinggi sedang,
memiliki postur tubuh yang bagus, jelas dalam berbicara, suaranya bagus dan
enak didengar, bagus wajahnya, bagus pakaiannya dan selalu memakai minyak
wangi, bagus dalam bermajelis, sangat kasih sayang, bagus dalam pergaulan
bersama rekan-rekannya, disegani dan tidak membicarakan hal-hal yang tidak
berguna.
Beliau disibukkan dengan mencari atsar/hadits dan juga melakukan rihlah untuk
mencari hal itu. Dan beliau ahli dalam bidang fiqih, mempunyai kecermatan
dalam berpendapat, dan dalam permasalahan-permasalahan yang samar/sulit
maka kepada beliau akhir penyelesaiannya.

Ke-ilmuan dan Kepribadian Imam Abu Hanifah Serta Pujian Ulama terhadap
beliau

Berikut ini beberapa penilaian para ulama tentang Abu Hanifah, diantaranya:

1. Yahya bin Ma’in berkata, “Abu Hanifah adalah orang yang tsiqoh, dia tidak
membicarakan hadits kecuali yang dia hafal dan tidak membicarakan apa-apa
yang tidak hafal”. Dan dalam waktu yang lain beliau berkata, “Abu Hanifah
adalah orang yang tsiqoh di dalam hadits”. Dan dia juga berkata, “Abu hanifah
laa ba’sa bih, dia tidak berdusta, orang yang jujur, tidak tertuduh dengan
berdusta, …”.

2. Abdullah bin al-Mubarak mengatakan, “Kalaulah Allah subhanahu wa ta’ala


tidak menolong saya melalui Abu Hanifah dan Sufyan Ats-Tsauri maka saya hanya
akan seperti orang biasa”.
Dan beliau juga berkata, “Abu Hanifah adalah orang yang paling faqih”. Dan
beliau juga pernah berkata, “Aku berkata kepada Sufyan Ats-Tsauri, ‘Wahai Abu
Abdillah, orang yang paling jauh dari perbuatan ghibah adalah Abu Hanifah, saya
tidak pernah mendengar beliau berbuat ghibah meskipun kepada musuhnya’
kemudian beliau menimpali ‘Demi Allah, dia adalah orang yang paling berakal,
dia tidak menghilangkan kebaikannya dengan perbuatan ghibah’.”

Beliau juga berkata, “Aku datang ke kota Kufah, aku bertanya siapakah orang
yang paling wara’ di kota Kufah? Maka mereka penduduk Kufah menjawab Abu
Hanifah”.
Beliau juga berkata, “Apabila atsar telah diketahui, dan masih membutuhkan
pendapat, kemudian imam Malik berpendapat, Sufyan berpendapat dan Abu
Hanifah berpendapat maka yang paling bagus pendapatnya adalah Abu Hanifah
… dan dia orang yang paling faqih dari ketiganya”.

3. Al-Qadhi Abu Yusuf berkata, “Abu Hanifah berkata, tidak selayaknya bagi
seseorang berbicara tentang hadits kecuali apa-apa yang dia hafal sebagaimana
dia mendengarnya”.
Beliau juga berkata, “Saya tidak melihat seseorang yang lebih tahu tentang tafsir
hadits dan tempat-tempat pengambilan fiqih hadits dari Abu Hanifah”.

4. Imam asy-Syafi`i berkata, “Barangsiapa ingin mutabahir (memiliki ilmu seluas


lautan) dalam masalah fiqih hendaklah dia belajar kepada Abu Hanifah”

5. Fudhail bin ‘Iyadh berkata, “Abu Hanifah adalah seorang yang faqih, terkenal
dengan wara’-nya, termasuk salah seorang hartawan, sabar dalam belajar dan
mengajarkan ilmu, sedikit bicara, menunjukkan kebenaran dengan cara yang
baik, menghindari dari harta penguasa”. Qois bin Rabi’ juga mengatakan hal
serupa dengan perkataan Fudhail bin Iyadh.

Wafat beliau

Pada zaman kerajaan Bani Abbasiyah tepatnya pada masa pemerintahan Abu
Ja’far Al-Manshur yaitu raja yang ke-2, Abu Hanifah dipanggil kehadapannya
untuk diminta menjadi qadhi (hakim), akan tetapi beliau menolak permintaan
raja tersebut – karena Abu Hanifah hendak menjahui harta dan kedudukan dari
sulthan (raja) – maka dia ditangkap dan dijebloskan kedalam penjara dan wafat
dalam penjara.
Dan beliau wafat pada bulan Rajab pada tahun 150 H dengan usia 70 tahun, dan
dia dishalatkan banyak orang bahkan ada yang meriwayatkan dishalatkan sampai
6 kali giliran.

Imam Malik bin Annas Ra

Dilahirkan di kota Madinah dengan nama Malik bin Annas bin Amir bin Amr bin
Harits pada tahun 93 H. Kakeknyayang bernama Abu Amir asal mulanya
penduduk Yaman yang pindah ke Madinah dengan alasan ingin belajar agama
langsung pada Rasulullah SAW. Dengan begitu, kakek Imam Malik termasuk salah
seorang sahabat Rasulullah SAW yang setia dan turut mempertahankan dan
menegakkan agama islam, sebagai perajurit yang gagah berani. Ibunya bernama
‘Aliyah binti Syuraik.menurut riwayat , Imam Malik dikandung oleh ibunya
selama kurang lebih 24 bulan lamanya.
Dari kecil keistimewaan Imam Malik telah nampak, yaitu pada kecerdasan
otaknya dan ketekunannya memprlajari Al-Qur’an, hingga Imam Malik telah hafal
Al-Qur’an saat usianya masih kecil.

Setelah dewasa, Imam Malik juga amat rajin mempelajari ilmu fiqih dari para
ulama ahli fiqih di kota Madinah. Diantara gurunya yang paling terkenal adalah
Imam Abdurrahman bin Harmaz; Imam Raba’ah Ar-ra’ji dan Imam Nafi’ ( hadits
).karena begitu gemarnya Imam Malik dalam menuntut ilmu, hingga gurunya
berjumlah setidaknya 700 orang. Disamping itu Imam Malik juga amay gemar
bergaul dengan para sahabat dan tabi’in.

Kepribadian Imam Malik

Diriwayatkan bahwasanya postur tubuh Imam Malik tinggi besar, dengan kulit
sawo matang. Rambutnya putih karena uban, serta membiarkan kumis dan
jenggotnya memanjang, tetapi terawt rapi. Beliau suka sekali memakai baju
buatan ‘Adan, Khurasan ( Persia ) atau buatan Mesir yang mahal dan bagus
warnanya. Imam Malik juga amat suka memakai wewangian. Memakai baju yang
bagus menurut Imam Malik bukan selalu bersifat mewah atau boros. Beliau tidak
suka memakai baju yang kumal dan kotor, sebab hal itu dianggap suatu cela bagi
Para Ulama. Menurutnya, para alim ulama seharusnya menghargai ilmunya
dengan memakai pakaian yang baik dan pantas, sesuai dengan kedudukannya.
Pada cincin Imam Malik terukir suatu ayat Al-Qur’an :”Hasbunallahu Wani’mal
Waqil”.

Sedari kecil, Imam Malik telah dikenal mempunyai akhlaq yang baik, hingga
setelah dikenal menjadi seorang Imam besarpun, beliau tetap mempunyai budi
pekerti yang budiman. Suka menolong orang miskin, menengok orang sakit,
mengantarkan jenazah dan selalu bertindak tegas dalam kebenaran.

Wataknya yang pendiam menjadi ciri khasnya. Tidak suka membual dalam
pembicaraannya, apalagi membicarakan orang lain. Dalam hal ini beliau pernah
berkata :

”Di Madinah ini ada orang-orang yang tidak mempunyai noda, tetapi lantaran
mereka ini suka membicarakan orang, maka mereka ini sekarang jadi bernoda.
Sebaliknya ada orang yang mempunyai noda, tetapi lantaran mereka tidak suka
membicarakan orang, maka noda merekapun jadi tidak terlihat”.

Kesaksian sebagian Ulama tentang Imam Malik

Imam Syafi’i

“Jika engkau mendengar suatu hadits dari Imam Malik, maka ambillah hadits itu
dan percayalah!”

“Jika ada orang yang mengucapkan hadits, maka Imam Malik adalah bintangnya.
Bagiku, tidak ada orang yang lebih kupercaya lebih daripada Imam Malik”.

Imam Muhammad bin Salamah

“Andaikan aku disuruh memilih seorang Imam bagi Umat Muhammad SAW
sebagai guru tempat mereka belajar, tentu akan kupilih Imam Malik. Karena
Imam Malik yang kupandang lebih tepat dan lebih ahli, demi kepentingan
bersama.”

Imam Abdullah bin Mubarrak

“Saya tidak pernah melihat orang yang telah dianugerahi ilmu hadits Rasulullah
SAW yang lebih hebat dallam pandanganku, kecuali Imam Malik bin Annas. Atau
yang paling teguh mengagungkan hadits Rasulullah SAW, kecuali Imam Malik bin
Annas. Atau yang paling teguh memegang agama, kecuali Imam Malik.
Seandainya aku disuruh untuk memilih Imam bagi Umat Islam, niscaya aku akan
memilih Imam Malik.

Imam Laits bin Sa’ad

“Ilmu Imam Malik itu adalah ilmu ketaqwaan yang dapat dipercaya!”

“Di muka bumi ini tidak ada orang yang lebih alim dari orang itu. Banyak orang
yang datang dari segenap pelosok dengan mengendarai onta”
“Dari timur, dari barat dan dari mana-mana orang sama pergi mencari ilmu
pengetahuan, tetapi mereka tidak bertemu dengan orang alim yang lebih alim
daripada orang alim besar di kota Madinah”.

Benarlah apa yang dikatakan Rasulullah SAW. Sebab pada usianya yang masih
muda; Imam Malik namanya telah begitu harum di manca Negara. Hal itu
terbukti saat beliau memberikan pelajarannya ( saat itu usianya baru 17 tahun )
kepada murid-murudnya, di pintu masuk selalu saja orang berjejal-jejal ingin
mengikuti kuliahnya. Mereka saling berebut ingin masuk duluan. Tetapi setelah
semuanya menempati tempat duduknya, suasana tenang segera menyelimuti
majlis taklim Imam Malik.

Tidak hanya rakyat biasa saja yang mendatangi majlis taklim Imam Malik, namun
para baginda dan Sultanpun ikut dalam pengajian itu, sama duduk bersila dengan

Imam Malik lebih banyak berpegang pada hadits, karena masyarakat di Hijaz (
Arab Saudi ) pada masa itu telah penuh dengan orang-orang yang terpelajar dan
para Ulama yang juga mempelajari hadits dari para sahabat Nabi SAW.Kitab-kitab
Imam Malik merupakan hokum-hukum islam pertama, yang selanjutnya menjadi
bagi Mazhab Maliki. Mazhab Maliki diperkenalkan di Spanyol selama
pemerintahan Hakam I ( 180 -206 H ). Putra mahkota Umayyah di Spanyol
menyambut ajaran mazhab Maliki, sebab menurut mereka ajaran Imam Malik ini
membebaskan negaranya dari pengaruh moral dari Khalifah Bani abbasiyah (
132-232 H ).

Ajaran Imam Malik berbeda dengan ajaran rasional yang diajarkan dan
disebarluaskan oleh Imam Abu Hanifah ( mazhab Hanafi ). Mazhab Maliki ini
lebih cenderung kepada kepentingan para pengikut Sayyidina Ali ra yang
menginginkan ke Khalifahan.

Penghargaan terhadap Hadits-hadits Rasulullah SAW.

Muthrif berkata :

Biasanya Imam Malik, jika datang tamu-tamu, lebih dahulu diterima oleh
pembantunya yang menanyakan maksud kedatangan mereka. Jika mereka
hendak menanyakan masalah-masalah, ditemuinya mereka sebagaimana
biasanya. Tetapi jika tamu datang menanyakan suatu hadits, maka Imam Malik
terlebih dahulu pergi ke kamar mandi untuk mandi dan berwudhu, lalu
mengenakan baju dan sorban yang paling bagus plus minyak wangi, setelah itu
dating menemui tamunya, dan duduk di tempat duduk yang telah disediakan
dengan tenang dan khusyu’. Setelah itu dibacakan / diuraikan hadits-hadits Nabi
SAW, diiringi semerbak wangi kayu gaharu yang mengepul-ngepul asapnya, yang
sengaja di bakar untuk keperluan itu.

Begitulah cara Imam Malik dalam menghargai dan menghormati hadits


Rasulullah. Sebab hadits Rasulullah dipandang sebagai sesuatu yang agung dan
suci, yang akan membawa manusia ke derajat yang tinggi bila diamalkan.
Sebagaimana derajat yang telah dicapainya, yakni menjadi Imam besar.

Wafatnya Imam Malik

Demikianlah beliau terus berkiprah sebagai seorang Muhaditsin, ahli fiqih dan
guru besar. Kesibukannya dalam bidang ini tidak pernah berhenti, sampai
usianya menginjak 90 tahun. Maka pada usia yang ke 90 itu, beliau meninggal
dunia. Tepatnya pada tanggal 10 Rabi’ul awal tahun 179 H / 795 M. imam Malik
dimakamkan di pekuburan Baqi’,Madinah; dimana keluarga Rasulullah
dimakamkan disitu.
Biografi Imam Ahmad bin Hambal – rahimahullah –

Nama dan Nisbah Beliau – rahimahullah –

Beliau adalah Imam Ahlus Sunnah, Abu 'Abdillah Ahmad bin Muhammad bin

Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris bin 'Abdillah bin Hayyan bin Abdillah bin Anas
bin

'Auf bin Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzuhl bin Tsa'labah bin 'Ukabah bin
Sho'ab

bin 'ali bin Bakr bin Wail bin Qasith bin Hind bin Afsha bin Du'ami bin Judailah bin

Asad bin Rabi'ah bin Nazzar bin Ma'ad bin Adann Asy Syaibani Al Marwazi Al

Baghdadi – rahmatullah 'alaihi -.

Beliau berada dalam kandungan ibu beliau di Marwa, dan dilahirkan di

Baghdad, pada bulan Rabi'ul Awwal tahun seratus enam puluh empat ( 164 )

Hijriyah.. Dan ada pula yang menyebutkan beliau dilahirkan pada tahun seratus

enam puluh lima ( 165 ) Hijriyah

Berkata Sholeh bin Al Imam Ahmad : Saya telah mendengar Ayah-ku berkata :
Saya

dilahirkan pada tahun 164 Hijriyah pada awal-awal bulan Rabi'ul Awwal.

Ayah beliau meninggal sewaktu beliau masih kecil, dan beliau dibesarkan oleh
Ibu

beliau

Pujian Ulama terhadap Beliau


Keilmuan beliau dalam Hadist, Fiqh, Tafsir dan selainnya yang diiringi dengan

sifat-sifat mulia yang ada pada diri Al Imam Ahmad, Tsabat – keteguhan – diatas
As

Sunnah dan Al Haq, Al Wara', Zuhud dan kesederhanaan beliau … telah


memenuhi

kitab-kitab Tarikh dan Tarjamah yang menuliskan biografi beliau.

Berkata Yahya bin Ma'in Abu Zakariya – rahimahullah-, "Sekiranya kami

mengadakan suatu Majlis membicarakan pujian dan sanjungan kepada diri beliau

Al Imam Ahmad – tidak akan cukup kita menyebutkan keseluruhan keutamaan


yang

ada pada diri beliau."

Berkata Al-Imam Asy-Syafi'i – rahimahullah -, "Ahmad bin Hanbal , Imam

pada delapan macam kelilmuan, beliau Imam dalam Hadist, Imam dalam fiqh,
Imam

dalam Al Lughoh – Bahasa 'Arab - , Imam dalam – ilmu-ilmu - Al-Qur'an , Imam

dalam perkara Faqr – kemiskinan - , Imam dalam sifat Zuhud, … dan beliau Imam

diatas Sunnah."

Berkata Qutaibah bin Sa'id, "Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Dunia."

Dalam Hadist dan Periwayatannya, beliau adalah seorang Imam, Muhaddist

terkemuka, Tsiqah Tsabt – terpercaya dan memiliki tatsabbut /pendalaman –


dalam

setiap periwayatan beliau. Pujian para Ulama Ahlul Hadist yagn sezaman dengan
beliau dan juga yang datang setelah beliau telah memastikan kedudukan beliau
yang

tinggi ini. Berkata 'Ali bin Al-Madini, "Tidak ada seorangpun yang lebih menguasai

peng-hafalan hadist dari beliau "

Berkata pula Yahya bin Ma'in, "Para perowi yang paling tsiqah dan penghulu

ashhabul-hadist ada empat orang, Waki', Ya'la bin Ubaid, Al-Qa'nabi dan Ahmad
bin

Hanbal.

Sedangkan dalam Fiqh, keberadaan nisbah Madzhab Hanabilah, kepada

beliau Al Imam Ahmad, adalah salah satu dari sekian persaksian kaum muslimin

akan keilmuan beliau dalam Fiqh. Berkata Ibnu Makula, "Beliau – Al Imam Ahmad

seseorang yang paling mengetahui madzhab-madzhab para shohabat dan tabi'in


".

Berkata Abu Ubaid al-Qasim bin Sallam, "Ilmu diin berujung pada empat

Ulama, kepada Ahmad bin Hanbal dan beliau yang paling faqih dari kesemuanya,

kepada Ibnu Abi Syaibah dan beliau yang paling luas hafalannya dari semuanya,

kepada Ali bin al-Madini dan beliau ayng paling luas keilmuan –hadist-nya, dan

kepada Yahya bin Ma'in dan beliau yang paling teliti dari kesemuanya."

Keseharian Beliau dan Sikap kedermawanan beliau

Sebagaimana layaknya seorang tholabal ilmu, yang biasanya berselimut

kemiskinan dan keterbatasan materi serta jauh dari keduniawian, maka begitu
pualalah kehidupan dan keseharian beliau –rahimahullah-. Kesibukan dan

keikhlasan diri beliau untuk menjaga hadist-hadist Rasulullah shallallahu 'alaihi


Biografi Imam Ahmad bin Hambal - 12

Darel Salam Online – http://www.darel-salam.com

wasallam telah memberi jarak yang jauh antara beliau dan kehidupan yang layak

apalagi yang terbilang mewah. Beliau hampir tidak memiliki waktu untuk

menjalankan perdagangan yang lebih serius, dan hanya mencukupkan dengan

usaha yang sedikit yang beliau peroleh dari hasil sewa rumah atau yang
dihasilkan

oleh tangan dan upaya beliau sendiri.Terkadang juga beliau memperoleh sedikit

uang dari hasil menyulam atau dari hasil salinan beliau.

Disebutkan oleh Abu Nu'aim dalam kitab beliau Al Hilyah dari Ali bin al-Jahm,

dia berkata : " Tetnagga kami pernah menunjukkan sebuah catatan kepada kami

seraya berkata : Tahukah kalian tulisan siapakah ini ? Kami berkata : Tentu, ini

adalah tulisan tangan Ahmad bin Hanbal, maka kami lantas bertanya kepadanya :

Bagaimana sehingga beliau melakukan hal itu? Ia berkata : Suatu saat kami
mukim

di Makkah di majlis sufyan bin Uyainah, lalu beberapa hari kami mencari-cari
ahmad

bin Hanbal, namun kami tidak melihatnya, lalu kamipun mendatangi kediaman
beliau

untuk mencari tahu keadaan beliau. Maka pemilik rumah diamna beliau berada

mengatakan bahwa beliau di rumah yang itu, maka kamipun mendatanginya.


Ketika
tiba, kami mendapati pintu dalam keadaan terbuka, dan beliau melapisi diri
beliau

dengan dua kain usang.

Maka kami bertanya : Wahai Abu Abdillah bagaiamna keadaan mu ?Kami tidak

melihat engkau semenjak beberapa hari lamanya.

Beliau menjawab : Pakaianku dicuri.

Maka saya berkata : Saya mempunyai sedikit uang dinar, jika engkau mau ,
engkau

bisa meminjamnya, atau jika berkenan anggaplah sebagai pemberian dariku.

Namun beliau enggan menerimnya. Maka saya berkata : Maukah engkau


membuat

salinan bagiku ?

Beliau berkata : Iya. Maka sayapun mengeluarkan sejumlah uang dinar, namun

beliau masih menolaknya, dan berkata : Belikas saja saya sebuah pakaian lalu

sobeklah menjadu dua bagian. Beliau mengisyaratkan bahwa satu potongan


pakaian

itu untuk beliau jadikan sarung, seangkan lainnya sebagai penutup bagian atas
tubuh

beliau.

Lalu saya memberikan kepada beliau kertas dan pena, maka beliau menyalin
buku

ini untukku.

Demikianlah beliau, lebih senang menerima pembayaran dari hasil jerih


beliau, walau terkadang tidak mencukupi kebutuhan beliau, tapi ini tidak
mengurangi

perasaan senang beliau terhadap hasil yang beliau peroleh.Muhammad bin


Yunus

al-Baldi menceritakan : Saya pernah duduk bersama dengan Abu Abdillah, lalu

beberapa yang mengontrak rumah beliau menyodorkan uang sejumlah satu

setengah dirham. Ketika uang tersebut telah berada ditangan beliau, beliau lalu
meninggalkan diriku sendiri dan beranjak masuk kekediaman beliau, dan nampak

sekali terlihat olehku luapan kegembiraan diwajah beliau, sampai-sampai saya


telah

menyangka bahwa uang tersebut telah beliau persiapkan untuk keperluan yang

teramat penting. Hanya saja, mengingat nilai uang tersebut tidak seberapa cukup

untuk nafkah beliau, beliau seringkali mengumpulkan barang-barang rongsokan."

Demikian juga diceritakan oleh Abu Ja'far ath-Thursus, bahwa beliau pernah

mendapati Ahmad bin Hanbal baru saja pulang dari mengumpulkan barang-
barang

rongsokan yang tidak seberapa banyak.

Akan tetapi, kehidupan beliau yang serba terbatas, bukan halangan pula bagi
beliau

untuk bersikap dermawan dan murah hati. Bahkan beliau sangat terkenal akan
hal

ini. Disebutkan oleh yahya bin Hilal al-Warraq, dia berkata : Saya mengunjungi

Muhammad bin Abdullah bin Numair, dan berkeluh kesah kepada beliau, maka
beliau mengeluarkan empat dirham atau lima dirham untukku, dan mengatakan :
ini

setengah yang saya miliki.

Dan pernah suatu saat saya mendatangi Ahmad bin Hanbal, lalu beliau

mengeluarkan empat dirham untukku dan mengatakan : " Ini semua uang yang
saya

miliki "

Demikian juga , hal yang sama diriwayatkan oleh Harun al-Mustamli.

Bahkan beliau tidak jarang memberikan bagian makanan beliau untuk yang

membutuhkannya, walau itu seekor binatang, sednakgan beliau sendiri

membutuhkannya. Sebagaimana diceritakan oleh al-Marrudzi : Suatu saat saya

bersama Abu Abdillah pada suatu perjalanan, dan disuatu tempat kami
beristiraha

dan saya mengeluarkan roti kering dan menyodorkan kehadapan beliau segelas
air,

Pada saat itu seekor anjing datang, maka beliau lantas berdiri mengenakan
sandal

belia dan anjing itu menggoyang-goyangkan ekornya. Maka beliau melemparkan

potongan-potongan roti yang segera dilahap oleh anjing tersebut. Saya pun lalu

menghalau pergi anjing itu, dan melirik kepada Abu Abdillah, ternyata wajah
beliau

berubah memerah karena merasa malu, dan berkata : " Sesungguhnya Ibnu
Abbas

mengatakan : dia –binatang pun- juga sama memiliki nyawa "

Anda mungkin juga menyukai