Anda di halaman 1dari 14

KETATANEGARAAN PADA MASA UMAR BIN KHATTAB

‘FIQH SIYASAH”
Dosen Pengampu:Dr. Heri Firmansyah, M.A.

DISUSUN OLEH:
Wilanda Juliani Tami : 0203222140

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH)


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIVERSITAS NEGERI SUMATERA UTARA
2022/2023
PENDAHULUAN

Umar bin khattab adalah salah seorang sahabat Nabi dan khalifah kedua setelah
wafatnya Abu Bakar Bakar As-Siddiq. Jasa dan pengaruhnya terhadap penyebaran islam
sangat besar. Nama lengkap Umar ibn Al-Khattab ibn Naufal ibn Abdil Uzza bin Rabah ibn
Qirath ibn Razah ibn Adi ibn Ka’ab ibn Luay ibn Ghalib Al-Quraisy Al-Adawi. Ibunya
bernama Hantimah Binti Hasyim bin Al-Mughirah Al-Makhzumiyyah.

Umar terkenal dengan kepemimpinan yang adil dan tegas. Beliau adalah sosok
yang terkenal cerdas dan paling keras wataknya dikalangan pemuda Quraisy. Selain itu Umar
dikenal dengan julukan Al-Faruq, yang berarti pemisah antara yang hak dan batil. Umar ibn
Al-Khattab wafat pada hari rabu, tanggal 25 Dzul Hijjah tahun 23 H, tepat diusianya yang ke
63. Usia yang sama dengan wafatnya dua sahabat yang telah mendahuluinya yaitu Abu Bakar
dan Umar. Ia wafat lantaran ditusuk dengan pisau ketika sedang melaksanakan shalat oleh
abu Lu’lu’ah, seorang budak kafir milik Al-Mughirah. Masa jabatan kekhalifahanya cukup
panjang yaitu, 10 tahun, 55 bulan, 21 hari.

Umar ibn Al-Khattab termasuk sahabat Nabi yang utama ia tergolong sahabat Nabi
yang mendapat jaminan masuk surga dari Rasulullah SAW. Postur tubuhnya yang tinggi dan
besar, wajahnya yang tampan dengan kulit coklat kemerah-merahan. Ia berwatak keras,
berani, dan disiplin tinggi. Bertolak belakang dengan perangainya yang keras, Umar ibn-
khatthab justru menjadi pemimpin yang arif dan bijaksana. Selama memegang ke khalifahan
umar ibn- Khattab jauh dari istilah otoriter. Semua kebiakan yang diambilnya berdasarkan
Al-Qur’an dan Hadits.

1
A. Biografi Umar Bin Khattab

Nama lengkapnya Umar ibn Al-Khaththab ibn Nufail ibn Abdil Uzza ibn Rabah ibn
Qirath ibn Razah ibn Adi ibn Ka’ab ibn Luay ibn Ghalib Al-Quraisy Al-Adawi. Nasabnya
bertemu dengan nasab Nabi pada kakeknya yang bernama Ka’ab. Artinya, antara Umar
dengan Nabi memiliki selisih 8 kakek.Rasulullah memberi kuniah kepada Umar, antara lain
Abu Hafsh (bapak Hafshah). Hafshah adalah anaknya yang paling tua, yang di kemudian hari
dinikahi oleh Rasulullah. Selain itu, Umar juga dikenal dengan julukan Al-Faruq, yang
berarti pemisah antara yang hak dan batil.Ia dilahirkan dari seorang ibu bernama Hantimah
binti Hasyim ibn Al-Mughirah Al-Makhzumiyyah: kakak dari Abu Jahal, Umar ibn Hisyam.
Sebagian ulama mengatakan bahwa ibunya Umar adalah sepupu Abu Jahal.1

Umar lahir di Mekah, tiga belas tahun setelah Peristiwa Gajah, yaitu peristiwa ketika
seorang raja Yaman yang bernama Abrahah membangun gereja yang sangat megah. Hal ini
bertujuan agar bangsa Arab yang biasa beribadah menghadap ke arah Kakbah, berpindah ke
gereja megah yang dibangunnya itu. Namun kenyataannya, bangsa Arab enggan beralih dari
Kakbah. Oleh sebab itu, Abrahah mempunyai niat jahat, dia ingin merobohkan Kakbah.
Untuk melancarkan rencananya, dia berangkat bersama prajurit dalam jumlah banyak, yang
semuanya mengendarai gajah. Karena peristiwa itulah, maka tahun terjadinya disebut tahun
Gajah.

Dengan demikian, usia Umar lebih mudah 13 tahun dari usia Nabi Muhamad SAW. Ia
ikut memelihara ternak ayahnya dan berdagang hingga ke Syiria. Selain itu, Umar juga
dipercaya oleh suku Quraisy untuk menjadi perwakilan dalam perundingan jika ada persoalan
dengan susu-suku yang lain. Umar masuk Islam pada tahun kelima setelah kenabian, namun
menjadi salah satu sahabat terdekat Nabi Muhammad SAW. Lebih dari itu, Nabi bahkan
sering menjadikan Umar sebagai rujukan mengenai hal-hal yang penting.2

Sejarah hidup Umar selalu menjadi buah bibir dalam setiap percakapan tentang
kepemimpinan yang adil dan tegas. Ia adalah sosok yang terkenal cerdas dan paling keras
wataknya di kalangan pemuda Quraisy. Sejak masa jahiliyah, ia telah pandai membaca dan

1
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Kalam Mulia,2006) hlm. 401-402
2
Samsul Munir Amir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah,2010),hlm.98

2
menulis. Hal ini terbukti bahwa ia selalu menjadi utusan dan menjadi kebanggaan kaum
Quraisy.

Umar ibn Al-khatthab wafat pada hari rabu, tanggal 25 Dzul Hijjah tahun 23 H, tepat
di usianya yang ke 63. Usia yang sama dengan wafatnya dua sahabat yang telah
mendahuluinya, Abu Bakar dan Umar. Ia wafat lantaran ditusuk dengan pisau ketika sedang
shalat oleh Abu Lu’lu’ah, seorang budak kafir milik Al-Mughirah. Jenazahnya dikebumikan
di bekas kamar Rasulullah, berdampingan dengan makam Rasulullah. Masa jabatan
kekhalifahannya cukup panjang, yaitu 10 tahun, 55 bulan, 21 hari.3

Umar ibn Al-Khatthab termasuk sahabat Nabi yag utama, ia tergolong dalam 10
sahabat yang mendapat jaminan masuk surga dari Rasulullah SAW. Postur tubuhnya tinggi
dan besar, bahkan karena sangat tingginya, ia seolah sedang menaiki kendaraan. Wajahnya
tampan, dengan kulit cokelat kemerah- merahan. Tubuhnya tegap, dengan otot-otor yang
menonjol dari kaki dan tangannya. la terkenal berwatak keras, berani, dan disiplin tinggi.
Kombinasi yang sempurna dengan jenggotnya yang lebat dan kepalanya yang botak. Konon,
ia suka menyemir jenggotnya dengan inai dan katam. Ia memiliki suara yang lantang, serasi
dengan tubuhnya yang gagah. Namun semua itu berbanding terbalik dengan tutur bahasanya
yang halus dan cara bicaranya yang fasih.

Umar menjadi satu-satunya sahabat Nabi dari empat khalifah yang dikenal paling
garang, Keempat khalifah Rasulullah memiliki karakternya masing-masing, Abu Bakar Ash-
Shiddiq dikenal paling bijak, Utsman ibn Affan terkenal arif dan pragmatis, serta Ali ibn Abi
Thalib dikenal zuhud dan cerdas. Meski terkenal galak, Umar selalu menempatkan
kagarangannya pada situasi yang tepat. Hal ini terbukti bahwa pada saat tertentu, Umar bisa
menangis tersedu mendengar anak-anak yang menangis kelaparan di tengah malam. Dengan
demikian, ia mengambil tindakan untuk pergi ke baitul mal dan meng- antarkan sendiri
gandum untuk anak yang kelaparan.

3
As-Sulami, Al-Bidayyah wa An-Nihayah, hlm. 183

3
B. Pengangkatan Khalifah Umar bin Khatthab (13-23 H/634-644 M)

Pada musim panas tahun 364 M Abu Bakar menderita sakit dan akhirnya wafat pada
hari senin 21 Jumadil Akhir 13 H/22Agustus 634 M dalam usia 63 tahun. Sebelum beliau
wafat telah menunjuk Umar bin Khatthab sebagai penggantinya sebagai khalifah. Penunjukan
ini berdasarkan pada kenangan beliau tentang pertentangan yang terjadi antara kaum
Muhajirin dan Ansor. Dia khawatir kalau tidak segera menunjuk pengganti dan ajar segera
dating, akan timbul pertentangan dikalangan umat Islam yang mungkin dapat lebih parah dari
pada ketika Nabi wafat dahulu.

Dengan demikian, ada perbedaan antara prosedur pengangkatan Umar bin Khatthab
sebagai khalifah dengan khalifah sebelumnya yaitu Abu Bakar. Umar mendapat kepercayaan
sebagai khalifah kedua tidak melalui pemilihan dalam system musyawarah yang terbuka,
tetapi melalui penunjukan atau watsiat oleh pendahulunya (Abu Bakar).

Ketika Abu Bakar merasa dirinya sudah tua dan ajalnya sudah dekat.yang terlintas
difikirannya adalah siapa yang akan menggantikannya sebagai khalifah kelak. Abu Bakar
minta pendapat kepada para tokoh sahabat seperti Usman bin Affan, Ali bin Abithalib,
Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, Usaid bin Khudur mereka menyetujui usulan
Abu Bakar bahwa Umar bin Khatthab akan diangkat sebagai penggantinya. Setelah Abu
Bakar wafat, para sahabat membaiat Umar sebagai khalifah. Hal ini dilakukan guna
menghindari pertikaian politik antar umat islam sendiri.4

Kebijakan Abu Bakar rupanya diterima oleh masyarakat dan mereka berbaiat secara
masal kepada Umar sebagai khalifah kedua pada usia 53 tahun. Kemudian Umar
memperkenalkan istilah "Amirul Mukminin" (pemimpin orang-orang yang beriman) bukan
khalifah. Hal pertama yang dilakukan Umar setelah diangkat menjadi khalifah adalah
memberhentikan Khalid bin Walid dari jabatannya sebagai panglima 4 pasukan di utara dan
menyerahkannya kembali kepada panglima lagi Abu Ubaidah bin Jarrah.5

4
Saufi, Akhmad, Sejarah Perdaban Islam, (Yogyakarta: Dhepublish, 2015), hlm. 77-78
5
Syamsuddin Nasution, Sejarah Peradaban Islam, (Depok: Rajawali Pers, 2018), hlm. 60

4
C. Sistem dan Kebijakan Pemerintahan Khalifah Umar ibn Al-
Khatthab

Bertolak belakang dengan perangainya yang keras, Umar ibn Al-Khathab justru
menjadi pemimpin yang arif dan bijaksana. Selama memegang tampuk kekhalifahan, Umar
ibn Al-Khatthab jauh dari istilah otoriter. Semua kebijakan yang diambilnya selalu
berdasarkan Alquran dan Hadis. Selain itu, tradisi musyawarah juga menjadi hal yang niscaya
dalam menyelesaikan setiap persoalan. Secara politik, sistem pemerintahan Umar telah
memisahkan lembaga yudikatif, eksekutif, dan legislatif. Adapun beberapa keberhasilan yang
diraih pada masa Khalifah Umar ibn Al-Khaththab sebagai berikut.

a. Penataan Administrasi Pemerintahan

Pada masa kepemimpinanya, Umar tidak hanya melanjutkan kebijakan yang telah ada
pada masa Abu Bakar, tetapi juga banyak melakukan terobosan baru dalam berbagai hal. Ia
tidak hanya melakukan ekspansi keluar semenanjung Arabia, tetapi juga mengadakan
pembaharuan administrasi pemerintahan. Dengan demikian, tidak heran jika Umar dianggap
sebagai peletak dasar kedaulatan Islam.

Dalam menjalankan roda pemerintahannya, Umar tidak tutup mata dan kemajuan
negara-negara luar. Ia banyak mengadaptasi kebijakan dari negara maju untuk diterapkan di
negaranya. Misalnya, dalam hal pengaturan administrasi pemerintahan, Umar mencontoh
administrasi yang sudah berkembang di Persia. Ia membentuk majelis permusyawaratan,
anggota dewan, dan memisahkan lembaga pengadilan. Selain itu, Umar juga membagi
wilayah kekusaannya menjadi delapan provinsi yaitu Makkah Madinah, Syiria, Jazirah,
Basrah, Kufrah, palestina dan Mesir. Sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh
pemerintahan sebelumnya.

Masing-masing pejabat dalam setiap provinsi memiliki wewenang dan kewajibannya


sendiri, sesuai dengan bidangnya. Pejabat tertinggi yang memimpin suatu provinsi adalah
gubernur (wali). Dalam menjalankan tugasnya, gubernur dibantu oleh beberapa pejabat di
bawahnya, antara lain katib (sekertaris kepala), katib addîwan (sekretaris sekretariat militer),
shahib al-kharrai (pejabat perpajakan), shahib al-ahdats (pejabat kepolisian), shâhib bait al-
mal (pejabat keuangan), qadhi (hakim dan pejabat keagamaan), serta staf yang langsung
dikirim ke pusat. Untuk menghindari terjadinya praktik korupsi, Umar mendata seluruh
kekayaan pejabat yang akan dilantik.
5
b. Membuat Gudang Logistik

Khalifah Umar ibn Al-Khaththab sangat memerhatikan kesejahteraan rakyatnya,


terutama dalam hal makanan pokok. Oleh karena itu, pada masa kekhalifahannya, Umar
mendirikan gudang logistik untuk menyimpan persediaan makanan, seperti gandum, kurma,
kismis, dan kebutuhan lainnya. Hal ini bertujuan untuk membantu orang yang membutuhkan,
selain juga untuk menjamu tamu khalifah.Di samping itu, Umar juga membangun pos-pos
persediaan air di sepanjang jalan dari Madinah ke Mekah. Pos-pos tersebut sangat membantu
para musafir yang ingin mengisi ulang perbekalan setelah habis selama perjalanan.6

c. Penanggalan Hijriah

Ditetapkannya penanggalan Hijriah bermula dari keresahan Khalifah Umar yang


suatu ketika diperlihatkan sebuah dokumen kesepakatan antara perang. Dalam dokumen
tersebut, tertulis masa berlaku bulan Sya'ban, tetapi tidak disertai angka tahun. Umar lantas
bertanya, "Bulan Sya'ban kapan? Tahun lalu, tahun ini, atau tahun depan?"Dari kejadian
tersebut, Umar segera mengumpulkan para sahabat untuk membicarakan ihwal pentingnya
penanggalan. Pertama-tama, Umar meminta pendapat mereka tentang penetapan penanggalan
yang bisa disepakati dalam urusan muamalah.

Dari musyawarah tersebut, terdapat beberapa pendapat mengenai awal perhitungan


kalender yang akan dibuat. Beberapa pendapat tersebut di antaranya, ada yang menyarankan
mengikuti penanggalan bangsa Persia dan Romawi, ada yang mengusulkan berdasarkan
kelahiran Rasu lullah, berdasarkan masa diutusnya beliau sebagai Nabi, serta berdasarkan
wafatnya Nabi. Sementara itu, Ali ibn Abi Thalib dan beberapa orang jamaah menyarankan
agar perhitungannya berdasarkan peristiwa hijrahnya Nabi dari Mekah ke Madinah.
Alasannya karena semua orang mengetahui peristiwa tersebut.

Dari berbagai pendapat tersebut, Umar lebih cenderung pada pendapat yang terakhir.
Ia juga berpikir bahwa semua orang mengetahui secara pasti kapan waktu pelaksanaan hijrah.
Selain itu, peristiwa hijrahnya Nabi sekaligus menjadi momen penting bagi sejarah dakwah
Islam. Sejak saat itu, disepakati penanggalan berdasarkan hijrah Rasulullah, yang bermula
dari bulan Muharram. Penentuan awal bulan ini dimaksudkan agar tidak perlu merombak

6
Abdullah Munib El-Basyiry, Meneladani Kepemimpinan Khalifah: Khulafaur Rasyidin dan Khalifah Pilihan,
(Jakarta: Amzah, 2016), hlm.112

6
susunan urutan bulan yang sudah baku. Keputusan tersebut mulai berlaku pada tahun ke-16
Hijriah.7

d. Melakukan Ijtihad

Umar dikenal sebagai sahabat yang berani melakukan ijtihad dengan tetap
menjunjung tinggi prinsip-prinsip musyawarah. Ia biasanya melakukan ijtihad untuk
menentukan sesuatu yang belum ada dasar hukumnya, atau belum pernah ada pada masa
Nabi dan sesudahnya. Ijtihad yang dilakukan Umar meliputi berbagai masalah kehidupan,
baik dalam bidang ibadah maupun masalah kemasyarakatan.

e. Pengusiran Yahudi

Rasululah pernah bersabda, bahwa tidak akan bekumpul dua agama dijazirah Arab.
Sabda Nabi tersebut menjadi pegangan kaum Yahudi Khaibarr dan Najran dari jazirah Arab.
Akhirnya pada tahun 20 H, Umar mengirimkan surat kepada mereka yang berisi,
sesungguhnya Allah telah mengizinkan aku untuk mengusir kalian. Telah sampai padaku
berita bahwa Rasulullah bersabda,” tidak akan berkumpul dua agama di jazirah Arab.” Untuk
itu siapa yang pernah mendapat janji dari Rasulullah, silahkan datang kepadaku untuk aku
penuhi. Siapa yang tidak memiliki ikatan perjanjian dengan beliau, hendaklah bersiap untuk
meninggalkan jazirah Arab.

f. Shalat Terawih Berjamaah

Suatu malam dibulan Ramadhan, Umar Ibn Al- Khaththab datang ke masjid dan
mendatangi kaum mulimin saling berpencar melaksakan shalat terawih. Mereka ada
yang melaksanakan shalat sendiri-sendiri, ada pula yang mengikuti salah seorang
imam. Melihat realitas tersebut, Umar berinisiatif mengumpulkan mereka untuk shalat
berjamaah dengan seorang imam.

Umar berkata, "Demi Allah, seandainya kita kumpulkan mereka pada seorang imam,
itu lebih baik." Umar kemudian memerintahkan Ubay ibn Ka'ab untuk menjadi imam shalat
tarawih bagi mereka. Sementara itu, Umar keluar dan mereka shalat mengikuti shalatnya
Ubay. Umar berkata, "Sebaik- baik bid'ah adalah ini."

7
Ibid, hlm. 114-115

7
Dalam hal ini, Al-Kahlani menafsirkan bid'ah yang dimaksud Umar pada kalimat
tersebut, adalah upaya mengumpulkan jamaah untuk makmum pada satu imam. Ini untuk
menghindari pemaknaan yang keliru, yaitu anggapan bahwa jama'ah shalat tarawih itu
bid'ah."

g. Ekspansi Wilayah

Menjadi khalifah ke-2, tentu saja membuat Umar berkewajiban meneruskan berbagai
kebijakan dan keberhasilan yang telah dicapai oleh khalifah sebelumnya. Di masa jabatan
Abu Bakar yang singkat, ia pernah mengirim pasukan ke beberapa wilayah di luar Arab,
seperti Irak dan Syiria untuk melakukan ekspansi. Upaya ekspansi yang telah dimulai pada
masa Abu Bakar ini dilanjutkan oleh Umar ibn Al-Khaththab secara besar-besaran.

Periode ekspansi kekuasaan besar-besaran yang dilakukan pada masa Umar ini,
dikenal dengan periode Futuhat Al-Islamiyyah (perluasan wilayah Islam). Awalnya, tentara
Islam berhasil menguasai Damaskus pada tahun 635 M. Setelah itu, disusul dengan
kemenangan atas tentara Byzantium di Pertempuran Yarmuk di tahun berikutnya (636 M).
Kemenangan tersebut sekaligus menjadikan seluruh wilayah Syria jatuh ke dalam kekuasaan
Islam.

Dari wilayah Syria, perluasan daerah kekuasaan Islam berlanjut ke Mesir dan Irak.
Penaklukan Mesir dipimpin oleh Amr ibn Al-Ash dan di Irak di bawah pimpinan Sa'ad ibn
Abi Waqqash. Tahun 640 M, Babilon di Mesir berhasil dikepung oleh pasukan pimpinan
Amr ibn Al-Ash. Sementara itu, tentara Byzantium di Heliopolis berhasil dikalahkan dan
Alexandria menyerah pada tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke dalam kekuasaan
Islam.

Pada waktu ini, tempat perkemahan Amr ibn Al-Ash di laur tembok Babilon dijadikan
ibu kota dengan nama Fustat. Keberhasilan yang telah dicapai pada masa Umar tersebut
mengundang decak kagum dari semua pihak. Hal tersebut semakin membuktikan kepiawaian
Umar dalam memimpin negara, baik sipil maupun militer.

Pada dasarnya, perluasan wilayah Islam ini bertujuan untuk melindungi kaum
muslimin dari gangguan musuh-musuh Islam. Meskipun di lain pihak, upaya ini juga menjadi
sarana mengenalkan Islam sebagai ajaran yang baik dan menyelamatkan manusia dari
kerusakan.

8
Di dalam kitab Mukhtashar Sirat Ar-Rasûl disebutkan, bahwa pada masa Umar terjadi
banyak penaklukan. Berbagai penaklukan tersebut antara lain Damaskus, yang berhasil
ditaklukan secara damai di tangan Abu Ubaidah dan Khalid ibn Al-Walid. Sementara itu,
melalui pedang Sa'ad ibn Abi Waqqash, Romawi, Thabaria, Kaesaria, Palestina, dan Asqallan
berhasil dilumpuhkan. Di lain pihak, sang khalifah dengan berjalan sendiri telah berhasil
menaklukkan Palestina secara damai. Setelah penaklukan itu, beberapa wilayah lainnya
berhasil dikuasai, seperti Ba'labak, Himsh, Halab, Kansarin, Antakia, Jalaula, Riqqa, Harran,
Maushil, Jazirah, Nashibain, Amad, Ruha, Qadisiyah, dan Madain.

Setelah itu, menyusul berbagai kemenangan lain yang diraih oleh Islam. Kerajaan
Persia tumbang, rajanya yang bernama Yazdajird terpukul mundur dan lari meminta bantuan
politik kepada Farghana dan Turki. Distrik Al- Ablah ditaklukan oleh Utbah ibn Ghazwan,
distrik Ahwaz dan Jabiyah di ta ngan Abu Musa. Sementara Nahawand, Istakhr, Asbihan,
Paris, Tastur, Suz, Hamadan, Naubah, Barbar, Azerbaijan, sebagian Khurasan, dan Mesir
takluk di tangan Amru ibn Al-Ash. Selain itu, pada awal bulan Muharram tahun 20 H, Amru
ibn Al-Ash juga berhasil menaklukkan Iskandaria, Tarablus Barat, dan daerah pantai di
sekitarnya.8

h. Penaklukan Yerusalem tanpa Kekerasan

Yarusalem merupakan kota yang dianggap suci oleh umat Kristen, Yahudi, maupun
Islam. Pada saat itu, Yarusalem ditempati oleh penduduk Kristen dan Yahudi. Mereka tengah
bersiap-siap dengan cemas setelah mendengar kabar bahwa pasukan muslim beserta bala
bantuannya telah mengepung kota. Namun demikian, pasukan Islam sadar bahwa Yerusalem
merupakan kota suci, sehingga mereka tidak ingin menumpahkan darah di kota tersebut. Di
sisi lain, umat Kristen yang mempertahankan kota itu juga sadar, mereka tidak akan mampu
menahan kekuatan pasukan muslim.

Di tengah kecemasan penduduk Yarusalem, Patriarch Yerusalem, uskup agung


Sophronius mengajukan perjanjian damai. Permintaan tersebut disambut baik oleh panglima
Amru ibn Al-Ash, yang sejak awal memang menginginkan penaklukan damai, tanpa
pertumpahan darah. Namun demikian, uskup agung Sophronius menginginkan agar kota suci
itu diserahkan secara langsung kepada Khalifah Umar ibn Al-Khaththab. la menghendaki

8
Ibid, hlm. 116

9
agar aminul mu'minin datang ke Yerusalem secara pribadi untuk menerima penyerahan kunci
kota suci tersebut.

Beberapa syarat yang diajukan oleh uskup bukan tanpa alasan. Kemungkinan besar
warga Kristen di Yarusalem masih trauma dengan peristiwa direbutnya kota itu oleh tentara
Persia, dua dasawarsa sebelumnya. Pada saat itu, pasukan Persia berbuat semena-mena,
melakukan perampokan, pembunuhan, pemerkosaan, serta penajisan tempat-tempat suci.
Mengingat hal itu, orang- orang Kristen menginginkan jaminan keamanan langsung dari
aminul mu'miniin, meskipun mereka paham, pasukan Islam tidak mungkin berbuat
sedemikian bengis, layaknya pasukan Persia.

Paham dengan kondisi psikologis penduduk Yarusalem, Abu Ubaidah me-


nyampaikan permintaan tersebut kepada Khalifah Umar yang berada di Madinah. Khalifah
Umar segera menggelar rapat Majelis Syuro untuk mendapatkan masukan dari beberapa
sahabat. Menurut Utsman ibn Affan, khalifah tidak perlu memenuhi permintaan itu, karena
pasukan Romawi Timur yang memang sudah kalah itu pasti akan menyerahkan diri. Akan
tetapi, Ali ibn Abi Thalib berpandangan lain. Menurutnya, Yerusalem adalah kota yang sama
sucinya bagi umat Islam, Kristen, dan Yahudi, untuk itu, akan sangat baik jika penyerahan
kota itu diterima langsung oleh aminul mu'minin..

Kota Yarusalem menjadi kiblat pertama kaum Muslimin, tempat singgahnya


perjalanan Rasulullah pada peristiwa isra', sekaligus menjadi permulaan miraj Rasulullah
Kota tersebut menjadi saksi hadirnya para Nabi, antara lain Nabi Dawud, Nabi Sulaiman, dan
Nabi Isa. Umar akhirnya menerima pandangan Ali dan segera berangkat ke
Yarusalem.Setelah Abu Ubaidah melaporkan kondisi Suriah yang telah dibebaskannya dari
tangan Romawi, Umar menerima seorang utusan kaum Kristen dari Yerusalem. Di tempat
itulah Perjanjian Aelia (istilah lain Yerusalem) dirumuskan dan ditandatangani.

Berdasarkan perjanjian itu, Khalifah Umar menjamin keamanan nyawa dan harta benda
segenap penduduk Yerusalem, keselamatan gereja, dan tempat- tempat suci lainnya. Bagi
penduduk Yerusalem yang nonmuslim, diwajibkan membayar jizyah (pajak). Barangsiapa
yang tidak setuju dengan kesepakatan itu, mereka dipersilakan meninggalkan kota dengan
membawa harta benda mereka dengan damai.

Inilah perdamaian yang diberikan oleh hamba Allah Umar, amirul mu- minin,
kepada rakyat Aelia: dia menjamin keamanan diri, harta benda, gereja-gereja, salib-salib

10
mereka, yang sakit maupun yang sehat, dan semua aliran agama mereka. Tidak boleh
mengganggu gereja mereka, baik mem bongkarnya, mengurangi, maupun menghilangkannya
sama sekali, demikian pula tidak boleh memaksa mereka meninggalkan agama mereka, dan
tidak boleh mengganggu mereka. Dan tidak boleh bagi penduduk Aelia untuk memberi
tempat tinggal kepada orang Yahudi.

Uskup Sophronius kemudian menyerahkan kunci kota Yerusalem kepada Khalifah


Umar di depan the holy sepulchre (gereja makam suci Yesus). Di tempat itu, khalifah
menyatakan keinginannya untuk menunaikan shalat dan meminta agar diantar ke tempat ia
bisa melaksanakan shalat. Tidak disangka, Sophronius mengantarkan Umar ke dalam gereja
tersebut. Tawaran kehormatan tersebut, disambut baik oleh Umar, namun ia menolaknya
dengan alasan yang logis. Menurutnya, jika ia shalat di dalam gereja, dikhawatirkan akan
diikuti oleh generasi Islam berikutnya, mereka menduduki menjadikannya masjid. Akhirnya,
Khalifah Umar dibawa ke tempat Dawud untuk shalat. Di tempat tersebut, khalifah pun shalat
bersama umat Islam yang lain. Gereja menyaksikan kearifan Khalifah Umar, orang-orang
Romawi Bizar dengan kagum menyadari bahwa kaum yang begitu taat memang sudah
sepantasnya ditakdirkan untuk berkuasa.9

9
Ibid, hlm. 117

11
Kesimpulan

Dalam sejarah peradaban Islam, tentunya telah diketaui bahwa Umar ibn
Khattab merupakan salah satu khalifah yang berpengaruh besar dalam kemajuan Islam.
Berbagai prestasi yang gemilang yang telah dicapai yang belum pernah diperoleh pada masa
sebelumnya.

Sebelum masuk Islam, Umar termasuk di antara kaum kafir Quraisy yang paling
ditakuti oleh orang-orang yang sudah masuk Islam. Dia adalah musuh dan penentang Nabi
Muhamad Saw yang paling ganas dan kejam, bahkan sangat besar keinginannya untuk
membunuh Nabi Muhammad Saw.

Umar ibn khattab menjadi khalifah karena Abu Bakar sebelum meninggal pada tahun
634 M./ 13 H. menunjuk Umar ibn Khattab sebagai penggantinya. Ini merupakan perbuatan
yang belum pernah terjadi sebelumnya, nampaknya hal ini bagi Abu bakar merupakan hal
yang wajar untuk dilakukan. Ada beberapa faktor yang mendorong Abu Bakar untuk
menunjuk Umar menjadi khalifah.

ketika Umar menjabat sebagai khalifah, ia menata sistem pemerintahannya dengan


memberikan keadilan dan kejujuran kepada masyarakat serta meletakkan dasar-dasar negara
yang bersifat demokratis karena Umar beranggapan bahwa rakyat mempunyai hak atau
kesempatan untuk campurtangan di dalam pemerintahan.

Selain itu selama sepuluh tahun pemerintahan Umar (13 H/ 634 M-23 H/ 644 M)
ekspansi sistem pemerintahan Umar sebagian besar ditandai oleh penaklukan-penaklukan
untuk melebarkan pengaruh Islam ke luar Arab. Selain itu, Umar dalam menyempurnakan
sistem pemerintahan yang telah dijalankan Abu Bakar sebelumnya, mengadakan pembaruan
signifikan dalam bidang administrasi negara, membuat gudang logistik, penanggalan hijriah,
melakukan ijtihad,pengusiran yahudi, shalat terawih berjamaah, ekspansi wilayah, dan
penaklukkan yerussalem tanpa kekerasan.

Umar meminta kepada tokoh-tokoh sahabat senior (al-sabiqun al-awwalun) untuk tidak
meninggalkan kota Madinah. Umar membutuhkan tenaga mereka untuk memberikan
masukan-masukan dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Para sahabat senior inilah yang
menjadi anggota "majelis Syuara" sebagai teman bermusyawarah atau penasihat untuk
menentukan kebujaksanaan-kebijaksanaan politik.

12
DAFTAR PUSTAKA

Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2006.

Amir Munir Samsul, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2010.

Sulami- As, Al- Bidayyah wa An-Nihayah

Akhmad, Saufi, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta: Dhepublish, 2015.

Nasution Syamsudin, Sejarah Peradaban Islam, Depok: Rajawali Pers, 2018.

El- Basyiry Munib Abdullah, Meneladani Kepemimpinan Khalifah: Khulafaur Rasyidin dan
Khalifah pilihan, Jakarta: Amzah, 2016.

13

Anda mungkin juga menyukai