Disusun Oleh :
1.aini mabakotawasih
2.fauzan r. rumaday
3. Irma sumarudin
4.nayla siwasiwan
5.marni rumeon
6. salsabila kotabanda
7. samsudin agoha
BAB I
PENDAHULUAN
Maju dan mundurnya sebuah pemerintahan akan sangat bergantung kepada pemegang kekuasaan.
Peradaban suatu bangsa pun pasti tak akan pernah terlepas dari kebijakan yang ada pada bangsa itu sendiri.
Kerapkali kemunduran bahkan kehancuran suatu bangsa bermula dari salah kaprahnya kebijakan yang diterapkan.
Namun tak jarang juga, arus kemajuan dan kejayaan suatu bangsa bermuara dari kebijakan. Kebijakan sangat
menentukan haluan suatu bangsa, kemana nohkoda bangsa hendak berlayar. Oleh karena itu, kebijakan merupakan
hal yang sangat esensial dalam menentukan pengembangan sebuah bangsa dalam rangka membangun satu
peradaban dan menorehkan kemajuan. Pendek kata, maju mundurnya suatu bangsa sangat tergantung pada
kebijakan yang diterapkan.
Sebagai terminal akhir suatu kebijakan, maka kemampuan seorang pemimpin sangat menentukan. Tercatat
dalam lembaran sejarah, Islam pernah memiliki pemimpin-pemimpin (khalifah) yang namanya masih acapkali
dibicarakan, baik di kalangan akademisi maupun non-akademisi, bahkan menjadi rujukan dalam memformulasikan
suatu tindakan berupa kebijakan yang menyentuh wilayah politik, sosial, dan ekonomi.
Di tangan merekalah kejayaan Islam pernah diraih. Kala itu, kemajuan Islam sungguh berada pada
puncaknya, baik dari aspek politik, sosial, ekonomi dan budaya. Kemajuan di bidang politik dibuktikan dengan
meluasnya ekspansi Islam ke berbagai negara sekitarnya. Kekuatan politik menyumbang dampak positif terhadap
kesejahteraan sosial masyarakat, dengan diterapkannya berbagai kebijakan berdasarkan dengan tuntutan realitas dan
kesejahteraan yangberlandaskan perintah yang termaktub dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.
Berkaitan dengan itu, Umar bin Khattab adalah salah satu khalifah yang pernah menorehkan tinta emas
pada lembaran sejarah peradaban umat Islam. Pada masanya, pemerintahan Islam semakin kuat, yang didukung
dengan formulasi kebijakan yang sangat fenomenal. Banyak perubahan yang dilakukan, bukan saja di ranah ritual
keagamaan, tetapi juga meliputi aspek sosial budaya, terutama pada ranah kebijakan ekonomi.
BAB II
PEMBAHASAN
Pada masa Rasulullah SAW dan Abu Bakar, kekuasaan bersifat sentral (eksekutif, legislatif, dan yudikatif
terpusat pada pemimpin tertinggi), sedangkan pada masa Umar, lembaga yudikatif dipisahkan dengan didirikannya
lembaga pengadilan.
Diantara kebijakan yang dilakukan umar adalah menata pemerintahan dengan membentuk departemen-departemen
(diwan), mengadopsi model persia. Misalnya untuk menjaga keamanan dan ketertiban dibentuk jawatan kepolisian
dan juga jawatan pekerjaan umum. Tugas diwan adalah menyampaikan perintah dari pemerintah pusat ke daerah-
daerah dan menyampaikan laporan tentang perilaku dan tindakan-tindakan penguasa daerah kepada khalifah.
Wilayah negara pada masa pemerintahannya dibagi menjadi delapan provinsi, yaitu : Mekkah, Madinah, Syria,
Jazirah, Bashrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Tujuannya adalah untuk melancarkan hubungan antar daerah.
Pada masa Umar ini pulalah mulai diatur dan ditertibkan tentang pembayaran gaji dan pajak tanah.
Terkait dengan masalah pajak, Umar membagi warga negaranya dalam dua kelompok yaitu muslim dan non muslim
(dzimmy). Bagi muslim diwajibkan untuk membayar zakat, sedangkan bagi non muslim dipungut kharaj (pajak
tanah) danjizyah (pajak kepala). Bagi muslim diberlakukan hukum islam, bagi non muslim diperlakukan hukum
menurut agama atau adat mereka masing-masing. Untuk mengelola keuangan negara didirikan Baitul Mal. Mata
uang telah ditempa sendiri pada masanya. Kemudian untuk mengenang peristiwa hijrah ditetapkan peristiwa
tersebut sebagai awal tahun hijriah. Seluruh kebijakan yang dilaksanakan, pada hakekatnya merupakan upaya
mengkonsolidasikan bangsa Arab dan melebur suku-suku Arab ke dalam satu bangsa.
Kebijakan Umar yang lain dalam hal pengelolaan kas negara adalah Umar menerapkan pajak perdagangan
(bea cukai) yang bernama al-‘Ushur, Ia mengadopsi sistem ini ketika ia mendapat laporan bahwa apabila pedagang
Arab datang ke Byzantium, maka pedagang tersebut ditarik pajak 10% dari barang yang dijual. Sementara itu
bagi dzimmiyang berada di dalam negeri dikenakan sebesar 5%, sedangkan bagi orang Islam membayar 2,5% dari
harga barang dagangan. Umar juga mengeluarkan beberapa kebijakan yang inovatif yang tidak terdapat pada periode
sebelumnya, misalnya demi keamanan, menjaga kualitas/mutu tentara Arab, produksi panen yang memadai,
menghindari negara dari kerugian pajak 80%, keadilan, menghindari diskriminasi Arab dan non-Arab, khalifah
melarang transaksi jual beli tanah bagi orang Arab di luar Arab. al-Mal al-Ghanimahselama pemerintahannya
dibagikan kepada kepala negara sebesar 20% dan tentara 80%, Umar memasukkannya ke kas negara.
4. PEMBERLAKUAN IJTIHAD
Pada saat agama Islam telah meluas hingga ke Syam, Mesir dan Persia, agama Islam banyak menjumpai
kebudayaan baru yang hidup di negeri-negeri itu, sehingga timbullah berbagai macam kesulitan dan masalah-
masalah yang belum pernah ditemui oleh kaum muslim.
Umar bukan saja menciptakan peraturan-peraturan baru, tetapi juga memperbaiki dan mengadakan
perubahan terhadap peraturan yang telah ada, bilamana peraturan itu memang harus diperbaiki dan diubah.
Misalnya peraturan yang telah berlaku bahwa kaum muslim diberi hak menguasai tanah dan segala sesuatu yang
didapat dengan berperang, Umar mengubah-nya bahwa tanah itu harus tetap di tangan pemiliknya semula tetapi
dikenai pajak tanah (kharaj).
Di antara ijtihadnya di bidang hukum yang cukup spektakuler yaitu:
a. tidak melaksanakan hukuman potong tangan terhadap pencuri yang terpaksa mencuri demi membebaskan dirinya
dari kelaparan.
b. menghapuskan bagian zakat bagi para muallaf (orang yang dibujuk hatinya karena baru masuk Islam).
c. menghapuskan hukum mut’ah (kawin kontrak) yang semula diperbolehkan dan sampai sekarang masih diakui oleh
orang-orang Syi’ah Itsna ‘Asyariyah.
Dengan melaksanakan ijtihad, Umar hanya ingin memberikan tuntunan dan pengertian bahwa ajaran Islam
itu tidak kaku, tapi bisa lentur dan luwes sesuai dengan perkembangan zaman dan permasalahan yang dihadapi
dengan tetap mengacu pada substansi ajaran yang ada dalam al-Qur’an dan al-Hadits. [11]
BAB III
KESIMPULAN
1. Pada periode Khalifah Umar (634-644 M), peta Islam semakin meluas, di Timur sampai perbatasan India dan
sebagian Asia Tengah di Barat sampai Afrika Utara. Setelah memangku jabatan kekhalifahan, Umar dengan strategi
kebijakannya setelah mempertimbangkan bahwa wilayah kekuasaan Islam semakin luas, maka di buatlah sistem
pemerintahan dengan sistem desentralisasi yang menyerahkan wewenang pemerintahan sepenuhnya kepada daerah
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan sendiri, dengan tidak terlepas dari pertanggungjawaban kepada
khalifah.