Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH MANAGEMENT PATIENT SAFETY

Mikroorganisme dan Parasitologi Sebagai Dasar Upaya Pencegahan


Infeksi

DISUSUN OLEH :

NAMA : SINDY APRILIA


TINGKAT : 1B
NIM : PO7120119083
DOSEN PENGAMPU : AZWALDI, APP, M.KES

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Management Patient
Safety. Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Management Patient Safety, dengan judul Mikroorganisme dan
Parasitologi Sebagai Dasar Upaya Pencegahan Infeksi.
Terimakasih kepada Bapak Azwaldi, APP, M.Kes. selaku dosen
pembimbing mata kuliah Management Patient Safety karena telah memberikan
bimbingan sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis. Masih
banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan makalah ini.

Kayuagung, 31 Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................
DAFTAR ISI .........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................
A. Latar Belakang.....................................................................................
B. Rumusan Masalah................................................................................
C. Tujuan Penulisan..................................................................................

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................
A. Mikroorgansime................................................................................
B. Siklus Hidup Mikroorganisme…………………………………….
C. Kembang Biak Mikroorganisme…………………………………..
D. Proses Penularan Penyakit……………………………………….
E. Jenis Mikroorganisme…………………………………………….
F. Proses Infeksi Nosokomial……………………………………….

BAB III PENUTUP


Kesimpulan.................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme yang berukuran sangat
kecil sehingga untuk mengamatinya diperlukan alat bantuan. Mikroorganisme
disebut juga organisme mikroskopik. Mikroorganisme sering kali bersel tunggal
(uniseluler) maupun bersel banyak (multiseluler). Namun, beberapa protista bersel
tunggal masih terlihat oleh mata telanjang dan ada beberapa spesies multisel tidak
terlihat mata telanjang. Virus juga termasuk ke dalam mikroorganisme meskipun
tidak bersifat seluler.
Infeksi adalah kolonisasi yang dilakukan oleh spesies asing terhadap
organisme inang, dan bersifat pilang membahayakan inang. Organisme
penginfeksi, atau patogen, menggunakan sarana yang dimiliki inang untuk dapat
memperbanyak diri, yang pada akhirnya merugikan inang. Patogen mengganggu
fungsi normal inang dan dapat berakibat pada luka kronik, gangrene, kehilangan
organ tubuh, dan bahkan kematian. Respons inang terhadap infeksi disebut
peradangan. Secara umum, patogen umumnya dikategorikan sebagai organisme
mikroskopik, walaupun sebenarnya definisinya lebih luas, mencakup bakteri,
parasit, fungi, virus, prion, dan viroid.

B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini membahas tentang :
1. Siklus hidup, jenis, dan kembang biak mikroorganisme
2. Proses penularan penyakit
3. Proses infeksi nosokomial
4. Manajemen infeksi nosokomial

C. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana siklus hidup, jenis, dan kembang biak
mikroorganisme dan penularan penyakit
2. Mengetahui tentang infeksi nosokomial
BAB II
PEMBAHASAN
A. Mikroorganisme
Mikroorganisme atau “ Mikroba ” merupakan organisme yang berukuran
sangat kecil sehingga untuk mengamatinya diperlukan alat bantuan.
Mikroorganisme disebut juga organisme mikroskopik, Mikroorganisme sering
kali ber sel tunggal ( uni seluler ) maupun bersel banyak ( multi seluler ). Namun,
beberapa protista bersel tunggal masih terlihat oleh mata telanjang dan ada
beberapa spesies multisel tidak terlihat mata telanjang. Virus ini juga termasuk ke
dalam mikroorganisme meskipun tidak bersifat seluler. Ilmu yang mempelajari
mikroorganisme disebut mikrobiologi, orang yang bekerja di bidang ini disebut
mikrobiologi.
Mikroorganisme biasanya dianggap mencakup semua prokariota, protista
dan alga renik. Fungi terutama yang berukuran kecil dan tidak membentuk hifa,
dapat pula dianggap sebagai bagiannya, meskipun banyak yang tidak
menyepakatinya. Kebanyakan orang beranggapan bahwa cawan petri atau
inkubator di dalam laboratorium dan mampu memperbanyak diri secara mitosis.

B. Siklus Hidup Mikrooraganisme


Siklus hidup dalam biologi adalah rangkaian perubahan yang dijalani
anggota spesies ketika mereka lulus dari tahap awal perkembangan yang
diturunkan kepada tahap dimulainya perkembangan yang sama pada generasi
berikutnya. Dalam banyak organisme sederhana, termasuk bakteri dan berbagai
protista, siklus hidup selesai dalam satu generasi: organisme dimulai dari
pembelahan individu yang ada; organisme baru tumbuh hingga jatuh tempo; dan
kemudian terbagi menjadi dua individu baru, sehingga menyelesaikan siklus.
Pada hewan yang lebih tinggi, siklus hidupnya mencakup satu generasi:
hewan memulainya dengan peleburan sel jantan dan sel kelamin betina (gamet);
tumbuh hingga jatuh tempo reproduksi; dan kemudian menghasilkan gamet, di
mana titik siklus dimulai lagi (dengan asumsi bahwa pembuahan berlangsung).
Pada kebanyakan tanaman, sebaliknya, siklus hidup multigenerasi. Tanaman
memulainya dengan perkecambahan spora, yang tumbuh menjadi organism gamet
– memproduksi (gametofit). Gametofit mencapai kematangan dan berbentuk
gamet, setelah fertilisasi, tumbuh menjadi organisme penghasil spora (sporofit).
Setelah mencapai kematangan reproduksi, sporophyte menghasilkan spora, dan
siklus dimulai lagi. Siklus hidup multigenerasi ini disebut pergantian generasi; itu
terjadi pada beberapa protista dan jamur serta tanaman. Kehidupan karakteristik
siklus bakteri disebut haplontic. Istilah ini mengacu pada fakta bahwa itu
mencakup satu generasi organisme sel haploid (yaitu, berisi satu set kromosom).
Siklus hidup satu generasi dari hewan diplontic yang lebih tinggi; melibatkan
organisme yang tubuhnya memiliki sel diploid (yaitu, mengandung dua set
kromosom).
Organisme dengan siklus diplontic menghasilkan sel kelamin yang
haploid, dan masing – masing gamet tersebut harus menggabungkan dengan
gamet lain untuk mendapatkan set ganda kromosom yang diperlukan untuk
tumbuh menjadi organisme lengkap. Siklus hidup ditandai oleh tanaman ini
dikenal sebagai diplohaplontic, karena mencakup generasi diploid (sporofit) dan
generasi haploid (gametofit).

C. Kembang Biak Mikroorganisme


Berikut ini merupakan cara perkrmbangbikan mikroorganisme secara
Aseksual dan Seksual.
1. Perkembangbiakan Aseksual
Perkembangbiakan mikroorganisme dapat terjadi secara seksual dan aseksual
yang paling banyak terjadi adalah perkembangbiakan aseksual atau vegetatif.
Reproduksi aseksual tidak melibatkan pertukaran bahan genetik sehingga tidak
terjadi variasi genetik, suatu kerugian karena organisme tersebut menjadi terbatas
kemampuannya dalam berespon dan beradaptasi terhadap tekanan lingkungan.
Macam-macam perkembangbiakan aseksual adalah sebagai berikut :
a. Pembelahan biner (binary fission)
yakni satu sel induk membelah menjadi dua sel anak. Kemudian masing-masing
sel anak membentuk dua sel anak lagi dan Pembelahan biner yang terjadi pada
bakteri adalah pembelahan biner suatu proses aseksual sederhana berupa
pembelahan suatu sel bakteri menjadi dua sel anak yang secara genetis identik.
Kecepatan pembelahan biner bergantung pada spesies yang bersangkutan dan
keadaan lingkungan.
Dalam kondisi ideal (Mis. Bangsal rumah sakit yang hangat dan lembab),
basil negatif-gram tipikal misalnya E.coli akan membelah diri setiap 20 menit.
Kuman lain, misalnya M. tuberculosis, membelah dengan sangat lambat. Hasil uji
laboratorium untul E.coli tersedia dalam 24 jam, tapi diagnosis pasti tuberculosis
mungkin belum selesai setelah beberapa minggu. Namun pengobatan untuk
tuberculosis dapat dimulai berdasarkan temuan klinis uji lain, misalnya uji kulit,
radiografi, dan adanya BTA di spesimen sputum.
b. Pembelahan ganda (multiple fission)
yakni satu sel induk membelah menjadi lebih dari dua sel anak.
c. Perkuncupan (budding)
yakni pembentukan kuncup dimana tiap kuncup akan membesar seperti induknya.
Kemudian tumbuh kuncup baru dan seterusnya, sehingga akhirnya akan
membentuk semacam mata rantai.
d. Pembelahan tunas
yakni kombinasi antara pertunasan dan pembelahan. Biasanya terjadi pada
khamir, misalnya Saccharomyces cerevisiae. Sel induk akan membentuk tunas.
Jika ukuran tunas hampir sama besar dengan inangnya inti sel induk membelah
menjadi dua dan terbentuk dinding penyekat. Sel anak lalu melepaskan diri dari
induk atau menempel pada induknya dan membentuk tunas baru. Pada khamir
terdapat berbagai bentuk pertunasan, yakni:
1. Multilateral, tunas muncul di sekitar ujung sel, misal pada sel yang
berbentuk silinder dan oval (Saccharomyces).
2. Pertunasan di setiap tempat pada permukaan sel yakni terjadi pada
sel khamir berbentuk bulat, misal Debaryomyces.
3. Pertunasan polar, dimana tunas muncul hanya pada salah satu atau
kedua ujung sel yang memanjang, misal sel berbentuk lemon seperti
Hanseniaspora dan
4. Pertunasan triangular, yakni pertunasan yang terjadi pada ketiga
ujung sel yang memanjang seperti Trigonopsis.
5. Pseudomiselium apabila tunas tidak lepas dari induknya.
e. Pembentukan spora atau sporulasi
Perkembangbiakan dengan pembentukan spora. Spora ini terbagi menjadi dua,
yakni spora aseksual (reproduksi vegetatif) dan spora seksual (reproduksi
generatif).

2. Perkembangbiakan Seksual
Perkembangbiakan secara seksual, umumnya terjadi pada jamur dan mikro
alga serta secara terbatas terjadi pada bakteri dapat terjadi secara:
1. Oogami, bila sel betina berbentuk telur.
2. Anisogami, bila sel betina lebih besar daripada sel jantan.
3. Isogami, bila sel jantan dan betina mempunyai bentuk yang sama.
Reproduksi bakteri secara seksual atau generatif  yaitu dengan pertukaran
materi genetik dengan bakteri lainnya. Pertukaran materi genetik disebut
rekombinasi genetik atau rekombinasi DNA.  Rekombinasi genetik dapat
dilakukan dengan tiga cara yaitu :
1. Konjugasi adalah pemindahan materi genetik berupa plasmid secara
langsung melalui kontak sel dengan membentuk struktur seperti jembatan
diantara dua sel bakteri yang berdekatan. Umumnya terjadi pada bakteri
gram negatif.
2. Transduksi adalah pemindahan materi genetik satu sel bakteri ke sel
bakteri lainnnya dengan perantaraan organisme yang lain yaitu
bakteriofage (virus bakteri).
3. Transformasi adalah pemindahan sedikit materi genetik, bahkan satu gen
saja dari satu sel bakteri ke sel bakteri yang lainnya.

D. Proses Penularan Penyakit


Pada banyak kasus bakteri keluar dari tubuh melalui rute masuk, tetapi
terdapat pengecualian. Bakteri penyebab gastroenteritis memperoleh akses
melalui mulut dan keluar dari tinja sehingga dikatakan menyebar melalui rute
fekal-oral. Mikroorganisme disebarkan dari satu individu ke individu berikutnya
melalui kontak langsung dan tidak langsung. Penyebaran juga dapat terjadi
melalui udara, makanan, air yang tercemar, dan melalui serangga.
1. Kontak
Kontak adalah rute utama penyebaran kuman di rumah sakit dan juga
mungkin di masyarakat. Di rumah sakit, bakteri disebarkan terutama melalui
tangan staf karena mereka sering menangani pasien dan peralatan, sehingga terjadi
peningkatan kemungkinan infeksi-silang. Hubungan antara mencuci tangan dan
penurunan angka infeksi pertama kali dibuktikan oleh Ignaz Semmelweiss dalam
serangkaian studi epidemiologi pada tahun 1940-an. Di masyarakat, terdapat bukti
bahwa banyak patogen yang dahulu diperkirakan menyebar melalui percikan
ludah ternyata menyebar melalui kontak (Worsley et al., 1994). Diperkirakan
bahwa batuk dan bersin menyebabkan pengeluaran percikan ludah terinfeksi yang
mengendap ke berbagai permukaan, termasuk busana, di lingkungan sekitar.
Bakteri kemudian dipindahkan oleh tangan ke benda lain (Peralatan makan
minum, pegangan pintu, dsb), mencapai korban baru setelah tangan mereka
kemudian tercemar.

2. Penyebaran Melalui Udara


Penyebaran melalui udara terjadi hanya dalam jarak yang pendek untuk
patogen positif-gram dan untuk infeksi virus misalnya cacar air. Kajian ekstensif
terhadap literatur memastikan bahwa infeksi silang melalui rute ini tidak lazim
diluar lingkungan beresiko tinggi misalnya ruang operasi dan unit luka bakar
(ayliffe dan lowbury., 1982).
Diruang operasi, skuama kulit yang penuh dengan stafilococcus
memperoleh akses ke jaringan yang terbuka, sering dengan mendarat di duk dari
udara. Kuman mungkin berasal dari pasien atau petugas yang hadir. Rute melalui
udara juga penting di unit luka bakar. Kulit adalah pertahanan utama terhadap
bakteri, dan apabila kulit tidak lagi utuh maka pasien menjadi sangat rentan
terhadap infeksi
3. Makanan yang Tercemar
Makanan yang Tercemar cepat berfungsi sebagai kendaraan bagi bakteri. Infeksi
seperti ini terjadi higiene yang buruk di rumah, restoran, tempat penjualan capat saji,
toko, dan pabrik (North, 1989; Hobbs dan Roberts 1993). Pada sebagian besar kasus,
pencemaran terjadi melalui tangan. Salmonella yang mencemari jari tangan dan
sumber makanan yang tercemar dapat bertahan dari pencucian tangan. Dengan
demikian penyebarah terjadi melalui rute fekal-oral. Penyebaran melalui air
terjadi di daerah dengan sanitasi yang buruk.

4. Vektor Serangga
Vektor Serangga menyebarkan infeksi melalui penularan mekanis dan
biologis. Penularan mekanis terjadi apabila patogen di pindahkan dari satu lokasi
ke lokasi lain melalui permukaan serangga, sering dengan kakinya. Lalat rumah
berlaku sebagai vektor mekanis untuk Shigella.
Di rumah sakit, lalat, semut pharaoh, dan artropoda lain mungkin
mengangkut bakteri patogenik di dalam lingkungan klines (Fotedar et al., 1992).
Penularan biologis melibatkan interaksi kompleks antara patogen dan vektor.
Plasmodium, organisme penyebab malaria, berkembang biak di dalam usus
nyamuk dan meningkatkan jumlah protozoa yang tersedia untuk dosis infeksi.
Penularan terjadi saat serangga menggigit penjamu manusia.

5. Resevoar infeksi
Resevoar infeksi terbentuk apabila kondisi yang menguntungkan
mendorong pertumbuhan dan reproduksi sejumlah besar bakteri. Resevoar dapat
terbentuk di kulit petugas atau pasien sehingga terjadi infeksi-silang. Peran
resevoar lingkungan terhadap infeksi silang bergantung pada situasi. Suatu
reservoar bakteri yang besar dalam suatu drain kecil kemungkinannya berperan
dalam infeksi nosokomial (infeksi yang diperoleh di rumah sakit) karena hanya
sedikit kesempatan terjadinya pemindahan ke individu lain yang rentan tetapi
apabila reservoar melibatkan benda-benda yang mungkin berkontak dengan
pasien atau petugas, maka resiko akan meningkat.
E. Jenis Mikroorganisme
Berikut ini Menurut Knight dan Kotschevar (2000 : 277 ) mikroorganisme
dibagi menjadi 5 bagaian :
1. Bakteri
Bakteri biasanya menyebabkan penyakit pada manusia. Dalam perkembangannya
bakteri membutuhkan makanan, udara yang lembab, dan pada temperatur yang
tepat. Contoh : Eccerecia Coli, Staphylococcus dan Diphtheria bacillus.
2. Virus
Organisme hidup yang paling kecil adalah virus. Ada beberapa virus yang tidak
bisa dilihat, walaupun sudah menggunakan mikroskop. Biasanya virus ini
menyebar lewat media air dan makanan. Sebagai contoh, virus hepatitis.
Sedangkan virus polio, menyebar lewat makanan atau susu.
3. Parasit
Sebagai contoh Endamoeba histolytica adalah parasit yang hidup di air, minyak,
buah atau sayuran dan makanan yang lain.
4. Jamur
Jamur di sini dimaksudkan adalah jamur dengan kategori fungi. Biasanya jamur
ini tidak menyebabkan penyakit, tetapi menyebabkan kerusakan pada makanan.
Sebagai contoh, jamur yang ditemukan pada permukaan daging, bisa dibuang
bagian daging tersebut tanpa harus membuang semua daging.
5. Ragi
Sama dengan jamur, ragi juga tidak menyebabkan penyakit, tetapi menyebabkan
kerusakan pada makanan. Ragi biasanya bereaksi jika ada karbondioksida. Ragi
biasanya digunakan dalam pembuatan minuman alcohol dan pembuatan roti.

F.    Proses Infeksi Nosokomial


Sejumlah faktor yang sangat berpengaruh dalam terjadinya infeksi
nasokomial, yang menggambarkan faktor-faktor yang datang dari luar (extrinsi
factors). Perlu dicatat adanya faktor-faktor lain yang juga berperan memberi
peluang timbulnya infeksi nosokomial, faktor-faktor tersebut adalah sebagai
berikut.
a.       Faktor-faktor yang ada dari diri penderita (intrinsic factors) seperti umur,
jenis kelamin, kondisi umum penderita, risiko terpai, adanya penyakit lain yang
menyeratai (multipatoligi) beserta konflikasinya. Faktor-faktor ini merupakan
faktor predisposisi.
b.      Faktor keperawatan seperti lamanya hari perawatan (length of stay),
menurunya setandar pelayanan perawatan, serta padatnya penderita dalam satu
ruangan.
c.       Faktor mikroba fatogen seperi tingkat kemampuan infasi serta tingakat
kemampuan merusak jaringan, lamanya, pemaparan (lenght of exposure) antara
sumber penularan (resevoir) dengan penderita.
Terjadinya infeksi nansokomial dipengaruhi oleh banyak faktor (multifaktorial),
baik faktor yang ada dalam diri (badar, tubuh) penderita sendiri, maupun faktor-
faktor yang berada disekitarnya
Terdapat tiga unsur yang saling mendukung terjadinya penyakit, yaitu agen
penyebab penyakit, pejamu, serta lingkungan. Khusus untuk penyakit infeksi yang
terjadi di rumah sakit, ketiga unsur tersebut adalah sebagai berikut.
1.      Agen penyebab penyakit ( mikroba patogen), dapat berasal/bersumber dari
penderita lain, petugas, limbah medis, (ekskreta/sekreta), limbah rumah tangga
dan lain-lain.
2.      Pejamu adalah penderita-penderita yang sedang dirawat, yang rentan atau
dalam posisi lemah fisiknya.
3.      Lingkungan yang kurang terjaga sanitasinya, mobilitas yang tinggi dari
petugas, keluarga/pengunjung, yang semua mempermudah terjadinya transmisi
mikroba patogen.
Mikroba patogen agar dapat menimbulkan penyakit infeksi harus bertemu dengan
penjamu yang rentan, melalui dan menyelesaikan tahap-tahap berikut.
1.      Tahap 1
Mikroba patogen bergerak menuju tempat yang menguntungkan (penjamu atau
penderita) melalui mekanisme penyebaran mikroba patogen tersebut dapat terjadi
di rumah sakit dengan ilustrasi sebagai berikut.
a.       Penularan langsung
Melalui droplet nuclei yang berasal dari petugas, keluarga/pengunjung, dan
penderita lainnya. Kemungkinan lain melalui darah saat tranfusi darah.
b.      Penularan tidak langsung
Penularan tidak langsung dapat terjadi sebagai berikut
1.      Vehicle-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen melalui benda-
benda mati (fomite) seperti peralatan medis (instrument) bahan-bahan atau
material medis, atau peralatan makan/minum untuk penderita. Perhatikan berbagai
tindakan instansif seperti pemasangan kateter, vena punctie, tindakan pembedahan
( beda minor, pembedahan di kamar bedah), proses dan tindakan medis
obstetri/ginekologi, dll.
2.      Vector-borne, yaitu penyebaran/penularan ,ikroba patogen dengan perantara
vektor seperti lalat. Luka terbuka (open wound), jaringan nekrotis, luka bakar,
gangren adalah kasus-kasus yang rentan di hinggapi lalat.
3.      Food-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen melalui makanan
dan minuman yang disajikan untuk penderita. Mikroba patogen dapat ikut
menyertainya sehingga menimbulkan gejalla dan keluhan gastrointestinal, baik
ringan maupun berat.
4.      Water-borne, yaitu kemungkinan terjadinya penyebaran/penularan penyakit
infeksi melalui air kecil sekali, mengingat tersedianya air bersih di rumah sakit
sudah melaui uji baku mutu.
5.      Air-borne, yaitu peluanng terjadinya infeksi silang melalui media pelantara ini
cukup tinggi karena ruangan/bangsal yang relatif tertutup, secara teknis kurang
baik ventilasi dan pencahayaannya. Kondisi ini dapat terjadi lebih buruk dengan
jumlah penderita yang cukup banyak.
Dari semua kemungkinan penyebaran/penularan penyakit infeksi yang sudah di
uraikan diatas, maka penyebab kasus infeksi nasokomial yang sering dilaporkan
adalah tindakan invansif melalui penggunaan berbagai instrumen medis (vehicle-
borne).
2.      Tahap II
Upaya berikutnya dari mikroba patogen adalah melakukan invasi ke
jaringan/organ penjamu (penderita ) dengan cara mencari akses masuk untuk
masing-masing penyakit seperti adanya kerusakan/ lesi kulit atau mukosa dari
rongga hidung, rongga mulut, orificium urethrae, dll.
1.      Mikroba patogen masuk ke jaringan atau organ melalui lesi kulit. Hal ini
dapat terjadi sewaktu melakukan insisi bedah atau jarum suntik. Mokroba patogen
yang di maksud antara lain virus hepatitis B (VHB).
2.      Mikroba patogen masuk melalui kerusakan atau lesi mukosa saluran
urogenital karena tindakan infansive, seperti :
a.       Tindakan kateterasi, sitoskopi
b.      Pemeriksaan dan tindakan ginenokologi
c.       Pertolongan persalinan per-vaginam patologis baik dengan bantuan instrumen
medis maupun tanpa bantuan instrumen medis.
3.      Dengan cara inhalasi, mikroba patogen masuk melalui rongga hidung menuju
saluran nafas. Partikel inteksiosa yang menular berada di udara dalam bentuk
aerosol. Penularan langsung dapat terjadi melalui percikan ludah apabila terdapat
individu yang mengalami infeksi saluran nafas melalukan ekshalasi paska seperti
batuk atau bersin. Dari penularan tidak langsung juga dapat terjadi apabila udara
dalam ruangan terkontaminasi. Lama kontar terpapar antara sumber penularan dan
penderita akan meningkat resiko penularan. Contoh : virus influenza dan
M.Tuberkulosis.
4.      Dengan cara ingesti yaitu melalui mulut masuk ke dalam saluran cerna terjadi
pada saat makan dan minum dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Contohnya salmonela, shidella, tibrio, dan sebagainya.

3.      Tahap III


Setelah memperoleh akses masuk, mikroba patogen segera melakukan invasi dan
mencari jaringan yang sesuai (cocok). Selanjutnya melakukan multiplikasi/
berkembang biak disertai dengan tindakan destruktif terhadap jaringan, walaupun
ada upaya perlawanan dari penjamu sehingga terjadi reaksi infeksi yang
mengakibatkan perubahan morfologis dan gangguan fisiologi/ fungsi jaringan.
Reaksi infeksi yang terjadi pada pejamu disebabkan oleh adanya sifat-sifat
spesifik mikroba patogen.
a.Infeksivitas
Kemampuan mikroba patogen untuk berivasi yang merupakan langkah awal
melalukan serangan kepejamu melalui akses masuk yang tepat dan selanjutnya
mencari jaringan yang cocok untuk melakukan multiplikasi.
b.      Virulansi
Langkah mikroba patogen berikutnya adalah melalukan tindakan destruktif
terhadap jaringan dengan menggunakan enzim perusaknya. Besar-kecilnya
kerusakan jaringan atau cepat lambatnya kerusakan jaringan ditentukan oleh
potensi virulensi mikroba patogen.
c.    Antigenitas
Selain memiliki kemampuan destruktif, mikroba patogen juga memiliki
kemampuan merangsang timbulnya mekanisme pertahanan tubuh pejamu melalui
terbentuknya antibodi ini akan sangat berpengaruh terhadap reaksi infeksi
selanjutnya.
d.    Toksigenitas
Selain memiliki kemampuan dekstruksif melalui enzim perusaknya, beberapa
jenis mikroba patogen dapat menghasilkan toksin yang sangat berpengarub
terhadap perjalanan penyakit
a.       Patogenitas
Sifat-sifat infeksivitas, virulensi, serta toksigeninas mikroba patogen pada satu sisi
dan sifat antigenitas mikroba patogen pada sisi lain, menghasilkan gabungan sifat
yang disebut patogenitas. Jadi sifat patogenitas mikroba patogen dapat di nilai
sebagai “derajat keganasan” mikroba patogen atau respons pejamu terhadap
masuknya kuman ke tubuh pejamu.

G. Manajemen Infeksi Nosokomial


Upaya pencegahan infeksi nosokomial oleh tenaga kesehatan termasuk
perawat diperlukan suatu rencana yang terintegrasi, monitoring dan program yang
termasuk : 1. Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara
mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik,
sterilisasi dan disinfektan.
2. Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.
3. Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang
cukup, dan vaksinasi.
4. Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif.
5. Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit, dan mengontrol penyebarannya.
Tenaga keperawatan merupakan pelaksana terdepan dalam upaya
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial. Butir-butir upaya pencegahan
dan pengendalian infeksi nosokomial agar berjalan efektif, yaitu :
a. Setiap perawat harus mengetahui diagnosis penyakit serta keadaan umum
setiap penderita
b. Setiap perawat harus mengetahui prosedur dan tindakan medis yang telah
dijalani oleh penderita serta alat bantu medis yang sedang digunakan oleh
penderita
c. Setiap perawat akan selalu melakukan observasi setiap penderita dengan
cara wawancara, pemeriksaan umum, atau dengan membaca lembar
catatan medis/status penderita
d. Setiap perawat harus mengikuti perkembangan perjalanan penyakit dari
setiap penderita, apakah kondisinya menjadi lebih baik atau sebaliknya
kondisi menjadi lebih buruk
Di samping adanya perhatian kepada penderita, hal lain yang perlu diperhatikan
adalah:
a. Sikap bijak dalam menegakkan disiplin jam kunjung bagi keluarga dan
pengunjung/tamu lainnya
b. Menghitung tenaga keperawatan yang ada, apakah jumlah perawat (jaga)
dalam satu shift jaga sudah seimbang dengan jumlah penderita yang
sedang dirawat saat itu. Idealnya seorang perawat melayani/merawat 4-5
orang penderita, baik untuk melayani kebutuhan dasar manusia maupun
untuk melayani kebutuhan medisnya
c. Bekerja lebih teliti, yakinkan bahwa tindakan dalam asuhan keperawatan
sudah higenis dan aseptik
d. Menjaga sanitasi ruangan/bangsal perawatan serta memerhatikan ventilasi
dan pencayahaan di dalamnya
e. Memerhatikan dan menghitung jumlah tempat tidur yang terisi penderita
dalam satu ruangan/ bangsal perawatan atau kebutuhan tempat tidur
Terdapat beberapa prosedur dan tindakan pencegahan infeksi nosokomial.
Tindakan ini merupakan seperangkat tindakan yang didesain untuk membantu
meminimalkan resiko terpapar material infeksius seperti darah dan cairan tubuh
lain dari pasien kepada tenaga kesehatan atau sebaliknya. Pencegahan infeksi
didasarkan pada asumsi bahwa seluruh komponen darah dan cairan tubuh
mempunyai potensi menimbulkan infeksi baik dari pasien ke tenaga kesehatan
atau sebaliknya. Kunci pencegahan infeksi pada fasilitas pelayanan kesehatan
adalah mengikuti prinsip pemeliharaan hygene yang baik, kebersihan dan
kesterilan dengan standar penerapan yaitu:

1. Mencuci tangan untuk menghindari infeksi silang. Mencuci tangan


merupakan metode yang paling efektif untuk mencegah infeksi nosokomial,
efektif mengurangi perpindahan mikroorganisme karena bersentuhan
2. Menggunakan alat pelindung diri untuk menghindari kontak dengan darah
atau cairan tubuh lain. Alat pelindung diri meliputi; pakaian khusus (apron),
masker, sarung tangan, topi, pelindung mata dan hidung yang digunakan di
rumah sakit dan bertujuan untuk mencegah penularan berbagai jenis
mikroorganisme dari pasien ke tenaga kesehatan atau sebaliknya, misalnya
melaui sel darah, cairan tubuh, terhirup, tertelan dan lain-lain.
3. Manajemen alat tajam secara benar untuk menghindari resiko penularan
penyakit melalui benda-benda tajam yang tercemar oleh produk darah
pasien.
4. Melakukan dekontaminasi, pencucian dan sterilisasi instrumen dengan
prinsip yang benar. Tindakan ini merupakan tiga proses untuk mengurangi
resiko tranmisi infeksi dari instrumen dan alat lain pada klien dan tenaga
kesehatan.
BAB III
PENUTUP
1. Dalam banyak organisme sederhana, termasuk bakteri dan berbagai
protista, siklus hidup selesai dalam satu generasi: organisme dimulai dari
pembelahan individu yang ada; organisme baru tumbuh hingga jatuh
tempo; dan kemudian terbagi menjadi dua individu baru, sehingga
menyelesaikan siklus.
2. Perkembangbiakan mikroorganisme dapat terjadi secara seksual dan
aseksual yang paling banyak terjadi adalah perkembangbiakan aseksual
atau vegetatif.
3. Organisme hidup yang paling kecil adalah virus. Ada beberapa virus yang
tidak bisa dilihat, walaupun sudah menggunakan mikroskop. Biasanya
virus ini menyebar lewat media air dan makanan
4. Infeksi adalah kolonisasi yang dilakukan oleh spesies asing terhadap
organisme inang, dan bersifat pilang membahayakan inang.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, et all. 2002. Biologi edisi 5 jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Darkuni, Noviar. 2001. Mikrobiologi (Bakteriologi, Virologi dan Mikologi).


Malang: Universitas Negeri Malang.

Pelczar, Michael. 2008, Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press.

Ristiati, Ni Putu. 2000. Pengantar Mikrobiologi Umum. Jakarta: Departemen


Pendidikan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai