Anda di halaman 1dari 39

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Profil RSUD PALEMBANG BARI


2.1.1 Selayang Pandang
Rumah Sakit umum Daerah palembang BARI merupakan
unsur penunjang pemerintah daerah di bidang kota pelayanan
kesehatan yang merupakan satu – satunya Rumah sakit milik
pemerintah kota palembang BARI terletak di jalan panca usaha
NO.1 Kelurahan 5 Ulu Kecamatan seberang Ulu 1 dan berdiri
diatas tanah seluas 4,5 H.
Bangunan berada lebih kurang 800 meter dari jalan raya
jurusan Kertapati. Sejak tahun 2001, dibuat jalan alternatif dari
Jakabaring menuju RSUD Palembang BARI dari jalan poros
Jakabaring.

2.1.2 Visi, Misi, dan Motto

Visi
Menjadi Rumah Sakit unggul, Amanah dan Terpercaya di
Indonesia

Misi
1. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yg berorientasi
pada keselamatan dan ketepatan sesuai standar mutu yang
berdasarkan pada etika dan profesionalisme yang menjangkau
seluruh lapisan masyarakat.
2. Meningkatkan mutu manejement sumber daya kesehatan
3. Menjadikan RSUD Palembang BARI sebagai Rumah Sakit
pendidikan dan pelatihan di Indonesia

Motto
Kesembuhan dan Kepuasan pelanggan adalah kebahagiaan kami

Tujuan
1. Mengoptimalkan pelayanan yang efektif dan efisien sesuai
standar mutu.
2. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang terjangkau
yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat

2.1.3 Sejarah
2.1.3.1 Sejarah Berdirinya

Pada awal berdiri di tahun 1986 sampai dengan 1994


dahulunya merupakan gedung Poliklinik/Puskesmas Panca Usaha,
kemudian diresmikan menjadi RSUD Palembang BARI tanggal
19 Juni 1995 dengan SK Depkes Nomor
1326/Menkes/SK/XI/1997 lalu ditetapkan menjadi Rumah Sakit
Umum Daerah kelas C pada tanggal 10 November 1997.
Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor : HK.00.06.2.2.4646 , RSUD
Palembang BARI memperoleh status Akreditasi penuh tingkat
dasar pada tanggal 7 November 2003 kemudian di tahun
berikutnya 2004 dibuat Master Plan oleh Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Pembangunan gedung dimulai dimulai pada tahun 2005
yakni Gedung Bedah Central dan dilanjutkan lagi pada tahun
berikutnya (2006) pembangunan Gedung Bank Darah. Pada tahun
2007 dilanjutkan dengan pembangunan : Gedung Administrasi,
Gedung Pendaftaran, Gedung Rekam Medik, Gedung Farmasi,
Gedung Laboratorium, Gedung Radiologi, Gedung Perawatan
VIP, dan Cafetaria. Pada5februari 2008, berdasarkan Kepmenkes
RI Nomor : YM.01.10/III/334/08 RSUD Palembang BARI
memperoleh status Akreditasi penuh tingkat lanjut . Serta
Ditetapkan sebagai BLUD-SKPD RSUD Palembang BARI
berdasarkan Keputusan Walikota Palembang No. 915.b tahun
2008 penetapan RSUD Palembang Bari sebagai SKPD
Palembang yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD
(PPK-BLUD) secara penuh. Adapun pembangunan yang
dilaksanakan pada tahun 2008 meliputi Gedung Poliklinik (3
lantai), Gedung Instalasi Gawat Darurat, Gedung Instalai Gizi
(Dapur), Gedung Loundry, Gedung VVIP, Gedung CSSD,
Gedung ICU, Gedung Genset dan IPAL.
Pada tahun 2009 RSUD Palembang BARI di tetapkan
sebagai Rumah Sakit Tipe B berdasarkan Kepmenkes RI Nomor :
241/MENKES/SK/IV/2009 tentang peningkatan Kelas Rumah
Sakit Umum Daerah Palembang BARI milik pemerintah kota
palembang provinsi sumatera selatan tanggal 2 april 2009.
Adapun pembangunan gedung yang berlangsung di tahun 2009
meliputi : Gedung Kebidanan, Gedung Neonatus, Gedung
Rehabilitasi Medik serta Gedung Hemodialisa. Selanjutnya
pembangunan gedung yang berlangsung di tahun 2010-2011
meliputi: Perawatan Kelas I, II, III, Kamar Jenazah, Gedung
ICCU, Gedung PICU, Workshop dan Musholah.
1. Pada tahun 1985 sampai dengan tahun 1994 Rumah Sakit
Umum Daerah Palembang BARI merupakan geduang
Poliklinik atau Puskesmas Panca Usaha.
2. Pada tanggal 19 Juni 1995 di resmikan menjadi Rumah Sakit
Umum Daerah Palembang BARI. Maka dengan SK Depkes
Nomor 1326/Menkes/SK/XI/1997, tanggal 10 November
1997 di tetapkan menjadi Rumah Sakit Umum kelas C.
3. Kepmenkes RI Nomor: HK.00.06.2.2.4646 tentang
pemberian status akreditas penuh tingkat dasar kepada
Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI, tanggal 07
November 2003.
4. 4.Kepmenkes RI Nomor: YM.01.10/III/334/08 tentang
pemberian status akreditasi penuh tingkat lanjut kepada
Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI, tanggal 05
Februari 2008.
5. Kepmenkes RI Nomro: 241/MENKES/SK/IV/2009 tentang
peningkatan kelas Rumah Sakit Umum Daerah Palembang
BARI menjadi kelas B, tanggal 02 April 2009.
6. Ditetapkan sebagai BLUD-SKPD Rumah Sakit Umum
Daerah palembang BARI berdasarkan keputusan wali kota
Palembang No. 915 B tahun 2008 tentang penetapan RSUD
Palembang BARI sebagai SKPD Palembang yang
menerapkan pola pengelolaan keuangan BLUD (PPK-BLUD)
secara penuh.
7. KARS-SERT/363/1/2012 tentang status akreditas lulus
tingkat lengkap kepada Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang BARI, tanggal 25 Januari 2012.

2.1.3.2 Sejarah Pemegang Jabatan Direktur


1. Tahun 1985 s.d 1995: dr. Jane Lidya Titahelu sebagai Kepala
Poliklinik atau Puskesmas Panca Usaha.
2. Tanggal 1 Juli 1995 s.d 2000: dr. Eddy Zarkary Monasir,
SpOG   sebagai Direktur RSUD Palembang BARI
3. Bulan Juli 2000 s.d November 2000: Pelaksana Tugas dr. H.
Dahlan Abbas, SpB
4. Bulan Desember 2000 sampai dengan Februari 2001:
Pelaksana Tugas dr. M. Faisal Soleh, SpPD.
5. Tanggal 14 November 2000 s.d Februari 2012: dr. Hj. Indah
Puspita, H. A, MARS sebagai Direktur RSUD Palembang
BARI.
6. Bulan Februari tahun 2012 s.d sekarang: dr. Hj. Makiani,
MM sebagai Direktur RSUD Palembang BARI.

2.1.4 Fasilitas dan Pelayanan


2.1.4.1 Fasilitas
1. Instalasi Rawat Darurat (IRD) 24 Jam
2. Farmasi atau Apotek 24 Jam
3. Rawat Jalan atau Poliklinik Spesialis
4. Bedah Sentral
5. Central Sterilized Suplay Separtemen (CSSD)
6. Unit Rawan Intensif (ICU, NICU)
7. Rehabilitation Medik
8. Radiologi 24 jam
9. Laboratorium Klinik 24 Jam
10. Patologi Anatomi
11. Bank Darah
12. Hemodialisa
13. Medical Check Up
14. ECG dan EEG
15. USG 4 Dimensi
16. Endoskopi
17. Kamar Jenazah
18. Ct Scan 64 Slides

2.1.4.2 Pelayanan
Pelayanan Rawat Jalan (Spesialis)
1. Poliklinik Spesialis Penyakit dalam
2. Poliklinik Spesialis Bedah
3. Poliklinik Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan
4. Poliklinik Spesialis Anak
5. Poliklinik Spesialis Mata
6. Poliklinik Spesialis THT
7. Poliklinik Spesialis Syaraf
8. Poliklinik Spesialis Kulit dan kelamin
9. Poliklinik Spesialis Jiwa
10. Poliklinik Jantung
11. Poliklinik Gigi
12. Poliklinik Psikologi
13. Poliklinik Terpadu
14. Poliklinik Akupuntur
15. Poliklinik Rehabilitasi Medik

 2.1.4.2 Pelayanan Rawat Inap


1.  Rawat Inap VIP dan VVIP
2.  Rawat Inap Kelas I, II, dan III
3.  Rawat Inap Penyakit Dalam Perempuan
4.  Rawat Inap Penyakit Dalam Laki-Laki
5.  Perawatan Anak
6.  Perawatan Bedan
7.  Perawatan ICU
8.  Perawatan Kebidanan
9.  Perawatan Neonatus/Nicu/PICU

2.1.4.3 Instalasi Gawat Darurat


1. Dokter jaga 24 jam
2. Ambulans 24 Jam

2.1.4.4 Pelayanan Penunjang


1. Instalasi Laboratorium Klinik
2. Instalasi Radiologi
3. Instalasi Farmasi
4. Instalasi Bedah Sentral
5. Instalasi Gizi
6. Bank Darah
7. Instalasi Pemulasan Jenazah
8. Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit
9. Instalasi Laundry
10. Central Sterilized Suplay Departement (CSSD)
11. Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit (IPSRS)
12. Kasir
13. Hemodialisa

2.1.4.4 Fasilitas Kendaraan Operasional


1. Ambulance 118
2. Ambulance Bangsal
3. Ambulance Siaga
4. Ambulance Trauma Center
5. Mobil Jenazah
2.2 KONSEP DASAR PENYAKIT STROKE
2.2.1 Definisi
Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskular (Muttaqin, 2008).
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah
di otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab
stroke hemoragi antara lain hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi
arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat
aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya
menurun (Ria Artiani, 2009).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam
suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).

2.2.2 Penyebab/Etiologi
Menurut Sylvia dan Lorraine (2006), SH terjadi akibat :
a. Perdarahan intraserebrum hipertensif.
b. Perdarahan subaraknoid (PSA): ruptura aneurisma secular (berry),
rupture malformasi arteriovena (MAV), trauma.
c. Penyalahgunaan kokain, amfetamin.
d. Infark hemoragik.
e. Penyakit perdarahan sistemik termasuk penggunaan obat
antikoagulan.
f. Ruptur kantung aneurisma
g. Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
h. Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan
fungsi hati, komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan,
hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
i. Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
j. Septik embolisme, myotik aneurisma
k. Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
l. Amiloidosis arteri
m. Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri
vertebral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.

Faktor risiko pada pasien dengan Stroke Hemoragik yaitu :


Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk
stroke. Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65;
70% terjadi pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke
adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55
tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik
hipertensi. Hal ini berlaku untuk kedua jenis kelamin,
semua umur, dan untuk resiko perdarahan,
atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya, risiko
stroke pada tingkat hipertensi sistolik kurang dengan
meningkatnya umur, sehingga ia menjadi kurang kuat,
meskipun masih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini
pada orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering
pada laki-laki berbanding perempuan, perbedaan seks
bahkan lebih tinggi sebelum usia 65.
Riwayat Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke
keluarga antara kembar monozigotik dibandingkan dengan
pasangan kembar laki-laki dizigotik yang menunjukkan
kecenderungan genetik untuk stroke. Pada 1913 penelitian
kohort kelahiran Swedia menunjukkan tiga kali lipat
peningkatan kejadian stroke pada laki-laki yang ibu
kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan
dengan laki-laki tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke.
Riwayat keluarga juga tampaknya berperan dalam
kematian stroke antara populasi Kaukasia kelas menengah
atas di California.
Diabetes Setelah faktor risiko stroke yang lain telah
mellitus dikendalikan, diabetes meningkatkan risiko stroke
tromboemboli sekitar dua kali lipat hingga tiga kali lipat
berbanding orang-orang tanpa diabetes. Diabetes dapat
mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia serebral
melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang
besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan,
efek lokal pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun
jantung memiliki lebih dari dua kali lipat risiko stroke
dibandingkan dengan mereka yang fungsi jantungnya
normal.

Penyakit Arteri koroner :


Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus
vaskular aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari
thrombi mural karena miocard infarction.

Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :


Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko
stroke sebesar 17 kali.

Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan
stroke, seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale,
defek septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko
kejadian stroke, meskipun risiko untuk stroke secara
umum, dan tidak untuk stroke khusus dalam distribusi
arteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan
peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan
jumlah batang rokok yang dihisap, dan penghentian
merokok mengurangi risiko, dengan resiko kembali
seperti bukan perokok dalam masa lima tahun setelah
penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke
hematocrit ketika hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas
darah keseluruhan adalah dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan
peranan penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari
polisitemia, hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia,
biasanya menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala,
kelesuan, tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak
fokal dan oklusi vena retina jauh kurang umum, dan dapat
mengikuti disfungsi trombosit akibat trombositosis.
Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang
dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko
tingkat fibrinogen untuk stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah
dan kelainan juga telah dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan
system pembekuan protein C serta protein S dan berhubungan dengan vena
thrombotic.
Hemoglobinopa Sickle-cell disease :
thy Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik,
intraserebral dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan
trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke
dalam Sickle-cell disease adalah 6-15%.

Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria :


Dapat mengakibatkan trombosis vena serebral
Penyalahgunaa Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk
n obat methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan
kokain. Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis
nekrosis yang dapat mengakibatkan pendarahan petechial
menyebar, atau fokus bidang iskemia dan infark. Heroin
dapat timbulkan sebuah hipersensitivitas vaskular
menyebabkan alergi . Perdarahan subarachnoid dan
difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan
kokain.
Hiperlipidemia  Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas
berhubungan dengan penyakit jantung koroner, mereka
sehubungan dengan stroke kurang jelas. Peningkatan
kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor risiko untuk
aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di bawah
55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan
bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan
perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid.
Tidak ada hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol
dan infark lakunar.
Kontrasepsi Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan
oral risiko stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan
estrogen menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan
sama sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada
wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme diduga
meningkat koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang
produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan
subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol
pada orang dewasa muda. Mekanisme dimana etanol
dapat menghasilkan stroke termasuk efek pada darah
tekanan, platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-
sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan
miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran otak
dan autoregulasi.

Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass
indexs, obesitas telah secara konsisten meramalkan
berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian
oleh adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif
lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor independen ke-
atherosklerotik infark otak berikutnya.
Penyakit Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
pembuluh darah
perifer
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral
melalui pengembangan perubahan inflamasi dalam
dinding pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan
mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan
infark.
Homosistinemi Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak.
a atau Estimasi risiko stroke di usia muda adalah 10-16%.
homosistinuria

Migrain Sering pasien mengalami stroke sewaktu serangan


migrain.
Suku bangsa Kejadian stroke di Afrika-Amerika lebih tinggi secara
tidak proporsional dari kelompok lain.
Lokasi Di Amerika Serikat dan kebanyakan negara Eropa,
geografis stroke merupakan penyebab kematian ketiga paling
sering, setelah penyakit jantung dan kanker. Paling sering,
stroke disebabkan oleh perubahan aterosklerotik bukan
oleh perdarahan. Kekecualian adalah pada setengah
perempuan berkulit hitam, di puncak pendarahan yang
daftar. Di Jepang, stroke hemorragik adalah penyebab
utama kematian pada orang dewasa, dan perdarahan lebih
umum dari aterosklerosis.
Sirkadian dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara
faktor musim pagi dan siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis
bahwa perubahan diurnal fungsi platelet dan fibrinosis
mungkin relevan untuk stroke. Hubungan antara variasi
Hipertensi/terjadi
iklim musiman
perdarahan dan stroke iskemik telah didalihkan.
Peningkatan dalam arahan untuk infark otak diamati di
Peningkatan Tekanan
Iowa. Suhu lingkungan
Sistemik rata-rata menunjukkan korelasi
negatif dengan kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi
Aneurisma
suhu musiman telah berhubungan dengan resiko lebih
tinggi cerebral infark dalam usia 40-64 tahun pada
penderita yang
Perdarahan nonhipertensif, dan pada orang dengan
Arakhnoid/ventrikel
kolesterol serum bawah 160mg/dL.
Hematoma serebral

2.2.3 Klasifikasi
a. Stroke Hemoragik karena
PTIK/Herniasi
Perdarahan
Resiko KetidakefektifanIntraserebral
Perfusi Jaringan (PIS), yaitu
Serebral
serebralpendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
b. Stroke Hemoragik karena Vasospasme
PerdarahanarteriSubaraknoid
serebral/saraf (PSA), yaitu
Penurunan serebral
Penekananyang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara
pendarahan
kesadaran saluran
permukaan
pernafasanotak Ischemic/infark
dan lapisan jaringan yang menutupi otak).
2.2.4 Pohon Masalah
Ketidakefekti Defisit neurologi
fan Pola
Nafas

Hemisfer kiri Hemisfer kanan


Resiko
Aspirasi Hemiplegi/parase Hemiplegi/parase
kanan kiri

Area Grocca
Gangguan Resiko
Mobilitas Fisik Kerusakan
Kerusakan fungsi Integritas Kulit
N.VII dan N.XIII Kerusakan
Komunikasi
2.2.5 Patogenesis Stroke Hemoragik
a. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah
tinggi kronis melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek.
Penggunakan kokain atau amfetamin dapat menyebabkan tekanan darah
dan perdarahan sementara tapi sangat tinggi. Pada beberapa orang tua,
sebuah protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri
otak. Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan
dapat menyebabkan perdarahan.
Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah
saat lahir, luka, tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis),
gangguan perdarahan, dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang
terlalu tinggi. Pendarahan gangguan dan penggunaan antikoagulan
meningkatkan resiko kematian dari perdarahan intraserebral.

b. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun,
perdarahan karena cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan
tidak dianggap sebagai stroke.
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara
spontan yaitu, ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan
eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh. Sebuah perdarahan spontan
biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah arteri otak,
yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah dari
dinding arteri itu.
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat
muncul pada saat kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian,
yaitu setelah bertahun-tahun dimana tekanan darah tinggi melemahkan
dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah hasil dari
aneurisma kongenital.
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid
dari pecahnya koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi
arteri) di dalam atau di sekitar otak. Sebuah malformasi arteri dapat
muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya diidentifikasi jika
gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup
jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang
memasok otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri
kemudian dapat melemah dan pecah.
2.2.6 Patofisiologi Stroke Hemoragik
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya
kesadaran dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel
terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri
menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme
dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh
iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan
pembuluh darah di sekitarnya.
Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan
penimbunan Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi
K+ ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi
menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan
kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang
mempercepat kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+.
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan
penyumbatan lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang
mencegah reperfusi, meskipun pada kenyataannya penyebab primernya
telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga
merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh
tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh
pembuluh darah tersebut.
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi
menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit
sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan
postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia,
gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial,
apraksia, dan hemineglect.
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan
defisit sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada
lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer
dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral
pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari
sistem limbik.
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia
kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu,
akan terjadi kehilangan memori.
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit
di daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri
koroid anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna
(hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena.
Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus
terutama akan menyebabkan defisit sensorik.
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua
eksteremitas dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang
arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon,
pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari
lokasi kerusakan
 Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf
vestibular).
 Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan
tetraplegia (traktus piramidal).
 Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian
wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V]
dan traktus spinotalamikus).
 Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus
salivarus), singultus (formasio retikularis).
 Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada
kehilangan persarafan simpatis).
 Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot
lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]),
strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
 Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh
(namun kesadaran tetap dipertahankan).
2.2.7 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada klien SH seperti :
a. Pengaruh terhadap status mental :
1) Tidak sadar : 30% - 40%
2) Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
b. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan :
a. Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
c. Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
c. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala :
1) Hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai
(30%-80%)
2) Inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana
yang terkena.
d. Daerah arteri serebri posterior
1) Nyeri spontan pada kepala
2) Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
e. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
1) Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
2) Hemiplegia alternans atau tetraplegia
3) Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan
menelan, emosi labil)
f. Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat
berupa:
1) Stroke hemisfer kanan
a) Hemiparese sebelah kiri tubuh
b) Penilaian buruk
c) Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai
kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan
2) Stroke hemisfer kiri
a) Mengalami hemiparese kanan
b) Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
c) Kelainan bidang pandang sebelah kanan
d) Disfagia global
e) Afasia
f) Mudah frustasi

2.2.8 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :
a. CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel,
atau menyebar ke permukaan otak.
b. MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
c. Angiografi serebral: untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler
d. Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan keadaan jantung,
apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu
tanda hipertensi kronis pada penderita stroke
e. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal
f. Elektro encephalografi / EEG: mengidentifikasi masalah didasarkan
pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.
g. Pemeriksaan EKG: dapat membantu menentukan apakah terdapat
disritmia, yang dapat menyebabkan stroke. Perubahan EKG lainnya
yang dapat ditemukan adalah inversi gelombang T, depresi ST, dan
kenaikan serta perpanjangan QT.
h. Ultrasonografi Dopler: Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
i. Pemeriksaan laboratorium :
Fungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai
pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari
pertama. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang menjamin
kepastian dalam menegakkan diagnosa stroke; bagaimanapun
pemeriksaan darah termasuk hematokrit dan hemoglobin yang bila
mengalami peningkatan dapat menunjukkan oklusi yang lebih parah;
masa protrombin dan masa protrombin parsial, yang memberikan
dasar dimulainya terapi antikoagulasi; dan hitung sel darah putih, yang
dapat menandakan infeksi seperti endokarditis bacterial sub akut. Pada
keadaan tidak terjadinya peningkatan TIK, mungkin dilakukan fungsi
lumbal. Jika ternyata terdapat darah dalam cairan serebrospinal yang
dikeluarkan, biasanya diduga terjadi hemorrhage subarakhnoid.

2.2.9 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan penderita dengan SH adalah sebagai berikut:
a. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah
dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
b. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila
perlu diberikan ogsigen sesuai kebutuhan.
c. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
d. Bed rest
e. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
f. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
g. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan
kateterisasi
h. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik.
i. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang
dapat meningkatkan TIK.
j. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika
kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang
NGT.
k. Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat
neuroprotektor, antikoagulan, trombolisis intraven, diuretic,
antihipertensi, dan tindakan pembedahan, menurunkan TIK yang
tinggi.
(Sylvia dan Lorraine 2006).

2.2.10. Komplikasi
a. Kejang pada pasien pasca stroke sekitar 4-8 %.
b. Trombosis Vena Dalam (TVD) sekitar 11-75 % dan Emboli
Pulmonum sekitar 3-10 %.
c. Perdarahan saluran cerna sekitar 1-3 %.
d. Dekubitus.
e. Pneumonia.
f. Stress.
g. Bekuan darah.
h. Nyeri pundak dan subluxation.
(Badali, 2010)

2.2.11. Pencegahan Stroke Hemoragik


Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup
dan mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang
sehat maupun kelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang
stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah:
 Mengatur pola makan yang sehat
 Melakukan olah raga yang teratur
 Menghentikan rokok
 Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
 Memelihara berat badan yang layak
 Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
 Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
 Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet
dan obat
 Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah
pengendalian faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan
pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi,
diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya

2.3 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Keperawatan
- Identitas Klien: meliputi nama, umur ( kebanyakan terjadi pada usia
tua) jenis kelamin, alamat, agama, tanggal pengkajian, jam, No. RM.
- Identitas penanggung jawab: meliputi nama, umur, jenis kelamin,
alamat, agama, hubungan dengan klien.
Pengkajian Primer
A (Airway) : untuk mengakaji sumbatan total atau sebagian dan
gangguan servikal, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, distress
pernafasan, ada secret atau tidak.
B (Breathing) : kaji henti nafas dan adekuatnya pernafasan, frekuensi
nafas dan pergerakan dinding dada, suara pernafasan melalui hidung atau
mulut, udara yang dikeluarkan dari jalan nafas.
C (Circulation) : kaji ada tidaknya denyut nadi, kemungkinan syok, dan
adanya perdarahan eksternal, denyut nadi, kekuatan dan kecepatan, nadi
karotis untuk dewassa, nadi brakialis untuk anak, warna kulit dan
kelembaban, tanda- tanda perdarahan eksternal, tanda- tanda jejas atu
trauma.
D ( Disabiliti) : kaji kondisi neuromuscular pasien, keadaan status
kesadaran lebih dalam (GCS), keadaan ekstrimitas, kemampuan motorik
dan sensorik.
Pengkajian Sekunder
1. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang.
b. Riwayat kesehatan masa lalu.
c. Riwayat kesehatan keluarga.
2. Riwayat dan mekanisme trauma.
3. Pemeriksaan fisik (head to toe).
4. Pemeriksaan laboratorium.
5. Pemeriksaan diagnostic.
6. Terai obat.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
aliran darah ke otak terhambat.
b. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi ke otak.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusaka n
neurovaskuler.
d. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan
kesadaran.
e. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi
fisik.
f. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran.

3. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa
No. Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
Keperawatan
1 Resiko Setelah dilakukan NIC : Monitoring tekanan
. ketidakefektifan tindakan keperawatan Intrakranial intracranial
Pressure (ICP) 1. Agar keluarga paham
perfusi jaringan selama 1 x 2 jam,
Monitoring Monitor tindakan keperawatan
serebral diharapkan suplai aliran yang akan dilakukan.
tekanan intrakranial
berhubungan darah keotak lancar dengan 1. Berikan informasi 2. Men set alarm untuk
kepada keluarga. mengingat memonitor
dengan aliran NOC :
2. Set alarm KU pasien
darah ke otak Circulation status 3. Untuk mengetahui
3. Monitor tekanan
terhambat Tissue Prefusion : perfusi serebral tanda-tanda
4. Catat respon pasien peningkatan tekanan
cerebral
terhadap stimuli 4. Untuk mengetahui
Kriteria Hasil : respon pasien
5. Monitor tekanan
1. Mendemonstrasikan intrakranial pasien 5. Untuk mengetahui
status sirkulasi yang dan respon neurology apakah respon neuro
terhadap aktivitas pasien masih
ditandai dengan : baik/tidak
6. Monitor jumlah
a. Tekanan systole dan 6. Untuk mengetahui
diastole dalam drainage cairan berapa keluaran cairan
rentang diharapkan. serebrospinal serebrospinal pasiem
7. Monitor intake dan 7. Untuk mengetahui
b. Tidak ada ortostatik
output cairan balance cairan pasien
hipertensi. 8. Restrain pasien jika 8. Apabila pasien ada
c. Tidak ada tanda-tanda perlu tindakan-tindakan
9. Monitor suhu dan memberontak
peningkatan tekanan
angka WBC 9. Untuk mengetahui
intakrania (tidak lebih 10. Kolaborasi terjadinya resiko
dari 15 mmHg). pemberian antibiotic infeksi
11. Posisikan pasien 10. Agar dapat
2. Mendemonstrasikan
pada posisi meminimalisir
kemampuan kognitif semifowler terjadinya infeksi
yang ditandai dengan: 12. Minimalkan 11. Untuk
a. Berkomunikasi stimuli dari memberikan rasa
lingkungan nyaman pada pasien
dengan jelas dan 12. Agar pasien
sesuai dengan Terapi oksigen tenang
kemampuan. 1.Bersihkan jalan nafas
dari secret Terapi oksigen
b. Menunjukkan
2.Pertahankan jalan 1. Mempertahankan
perhatian, konsentrasi nafas tetap efektif bersihan jalan nafas
dan orientasi. 3.Berikan oksigen sesuai yang adekuat
intruksi 2. Untuk memberi
c. Memproses
4.Monitor aliran kelancaran terhadap
informasi. oksigen, kanul oksigen sirkulasi pasien
d. Membuat keputusan dan sistem humidifier 3. Agar tidak terjadi
5.Beri penjelasan kepada hipoksia maupun
dengan benar.
klien tentang kelebihan oksigen
3. Menunjukkan fungsi pentingnya pemberian dalam tubuh pasien
sensori motori cranial oksigen 4. Agar kebutuhan
yang utuh : tingkat 6.Observasi tanda-tanda oksigen dalam tubuh
hipo-ventilasi seimbang.
kesadaran membaik, 7.Monitor respon klien 5. Agar pasien paham
tidak ada gerakan terhadap pemberian tentang tindakan yang
gerakan involunter. oksigen. dilakukan
8.Anjurkan klien untuk 6. Untuk mengetahui
tetap memakai oksigen adanya hipoventilasi
selama aktifitas dan 7. Untuk mengetahui
tidur. apakah pasien
nyaman/tidak
terhadap pemberian
oksigen
8. Untuk memberikan
sirkulasi yang baik
terhadap perfusi
serebral pasien
2 Kerusakan Setelah dilakukan Communication 1. Keluarga adalah
. komunikasi tindakan keperawatan Enhancement: Speech orang terdekat
verbal selama 3 x 24 jam, Defisit pasien yang dapat
berhubungan diharapkan klien mampu 1.Libatkan keluarga memberikan
dengan untuk berkomunikasi lagi untuk membantu motivasi terhadap
penurunan dengan NOC: memahami/ pasien
sirkulasi ke otak Communication memahamkan 2. Agar pasien merasa
Kriteria hasil: informasi dari/ke klien didengarkan dan
1. Dapat menjawab 2.Dengarkan setiap dihargai
pertanyaan yang ucapan klien dengan (meningkatkan
diajukan perawat penuh perhatian motivasi pasien)
2. Dapat mengerti dan 3.Gunakan kata-kata 3. Agar pasien mudah
memahami pesan-pesan sederhana dan pendek mencerna kata-kata
melalui gambar dalam komunikasi 4. Melatih pasien untuk
3. Dapat mengekspresikan dengan klien berbicara
perasaannya secara 4.Dorong klien untuk 5. Untuk mengetahui
verbal maupun mengulang kata-kata tingkat komunikasi
nonverbal 5.Berikan arahan/ pasien
perintah yang 6. Agar pasien dapat
sederhana setiap melatih komunikasi
interaksi dengan klien dengan baik
6.Programkan speech- 7. Agar pasien terlatih
language teraphy berkomunikasi
7.Lakukan speech-
language teraphy
setiap interaksi dengan
klien
3 Gangguan Setelah dilakukan NIC : 1. Untuk mengetahui
. mobilitas fisik tindakan keperawatan Exercise therapy : tingkat kelelahan
berhubungan selama 3 x 24 jam, ambulation pasien
dengan kerusakan diharapkan klien dapat 1.Monitoring vital sign 2. Untuk memberikan
neurovaskuler melakukan pergerakan fisik sebelum/sesudah terapi yang tepat bagi
dengan NOC : latihan dan lihat respon pasien
Joint Movement : pasien saat latihan 3. Melatih pasien agar
Active 2.Konsultasikan dengan bisa beraktivitas
Mobility Level terapi fisik tentang 4. Agar pasien
Self care : ADLs rencana ambulasi memahami tindakan
Transfer performance sesuai dengan yang akan diberikan
kebutuhan 5. Mengetahui tingkat
Kriteria Hasil : 3.Bantu klien untuk kelelahan pasien
1. Klien meningkat dalam menggunakan tongkat 6. Agar pasien mandiri
aktivitas fisik saat berjalan dan cegah dalam ADL
2. Mengerti tujuan dari terhadap cedera 7. Untuk mengawasi
peningkatan mobilitas 4.Ajarkan pasien atau pasien terhadap resiko
3. Memverbalisasikan tenaga kesehatan lain jatuh
perasaan dalam tentang teknik 8. Apabila pasien tidak
meningkatkan kekuatan ambulasi dapat melakukan
dan kemampuan 5.Kaji kemampuan dengan mandiri
berpindah pasien dalam 9. Untuk mencegah
4. Memperagakan mobilisasi terjadinya dekubitus
penggunaan alat Bantu 6.Latih pasien dalam
untuk mobilisasi pemenuhan kebutuhan
(walker) ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
7.Dampingi dan Bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
8.Berikan alat Bantu jika
klien memerlukan.
9.Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan
4 Ketidakefektif Setelah dilakukan NIC : Airway Management
. an pola nafas tindakan perawatan selama Airway 1. Untuk
berhubungan 3 x 24 jam, diharapkan Management mempertahankan jalan
dengan pola nafas pasien efektif 1. Buka jalan nafas, nafas yang adekuat
penurunan dengan NOC: gunakan teknik chin 2. Untuk memberikan
kesadaran Respiratory status : lift atau jaw thrust ventilasi yang
Ventilation bila perlu maksimal kepada
Respiratory status : 2. Posisikan pasien pasien
Airway patency untuk 3. Mengidentifikasi
Vital sign Status memaksimalkan perlu dilakukan untuk
ventilasi menentukan tindakan
Kriteria hasil : 3. Identifikasi pasien yang tepat bagi pasien
1. Menujukkan jalan perlunya pemasangan 4. Apabila pasien
nafas paten (tidak merasa alat jalan nafas terdapat indikasi
tercekik, irama nafas buatan pemasangan mayo
normal, frekuensi nafas 4. Pasang mayo bila 5. Apabila pasien
normal,tidak ada suara perlu terdapat secret yang
nafas tambahan) 5. Lakukan fisioterapi susah dikeluarkan
2. Mendemonstrasikan dada jika perlu 6. Untuk membersihkan
batuk efektif dan suara 6. Keluarkan sekret jalan nafas
nafas yang bersih, tidak dengan batuk atau 7. Untuk mengetahui
ada sianosis dan dyspneu suction adanya gangguan
(mampu mengeluarkan 7. Auskultasi suara dalam ventilasi
sputum, mampu bernafas nafas, catat adanya 8. Apabila terdapat
dengan mudah, tidak ada suara tambahan secret pada mayo
pursed lips) 8. Lakukan suction pada 9. Apabila pasien
3. Menunjukkan jalan mayo mendapat indikasi
nafas yang paten (klien 9. Berikan menggunakan
tidak merasa tercekik, bronkodilator bila bronkodilator
irama nafas, frekuensi perlu 10. Agar tetap
pernafasan dalam rentang 10. Berikan pelembab lembab
normal, tidak ada suara udara Kassa basah 11. Untuk balance
nafas abnormal) NaCl Lembab cairan pasien
4. Tanda Tanda vital 11. Atur intake untuk 12. Agar tidak
dalam rentang normal cairan terjadi
(tekanan darah, nadi, mengoptimalkan kekurangan/kelebihan
pernafasan) keseimbangan. oksigen pada pasien
12. Monitor respirasi dan
status O2 Oxyge therapy
1. Agar jalan nafas
Oxygen Therapy bersih (adekuat)
1. Bersihkan mulut, 2. Agar sirkulasi pasien
hidung dan secret trakea baik
2. Pertahankan jalan 3. Untuk pemasangan
nafas yang paten oksigen dengan tepat
3. Atur peralatan 4. Agar oksigen dapat
oksigenasi mengalir dengan baik
4. Monitor aliran 5. Untuk kenyaman
oksigen pasien
5. Pertahankan 6. Untuk mengetahui
posisi pasien adanya hipoventilasi
6. Observasi adanya 7. Untuk mengetahui
tanda tanda hipoventilasi tingkat kenyamanan
7. Monitor adanya pasien
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
5 Resiko Setelah dilakukan NIC : Pressure 1. Agar tidak terjadi
. kerusakan tindakan perawatan selama Management tekanan kulit terhadap
integritas kulit 3 x 24 jam, diharapkan 1. Anjurkan pasien pakaian
berhubungan pasien mampu mengetahui untuk menggunakan 2. Agar tidak terjadi
dengan dan mengontrol resiko pakaian yang longgar tekanan dari TT ke
immobilisasi fisik dengan : 2. Hindari kerutan kulit pasien
NOC : Tissue Integrity pada tempat tidur 3. Menjaga kulit agar
: Skin and Mucous 3. Jaga kebersihan tetap sehat
Membranes kulit agar tetap bersih 4. Agar tidak terjadi
Kriteria Hasil : dan kering decubitus
1. Integritas kulit yang 4. Mobilisasi pasien 5. Agar dapat melakukan
baik bisa dipertahankan (ubah posisi pasien) tindakan dengan
(sensasi, elastisitas, setiap dua jam sekali segera
temperatur, hidrasi, 5. Monitor kulit 6. Agar kulit pasien licin
pigmentasi) akan adanya kemerahan dan relaks
2. Tidak ada luka/lesi 6. Oleskan lotion 7. Untuk mengetahui
pada kulit atau minyak/baby oil apabila tidak terjadi
3. Perfusi jaringan pada derah yang tertekan mobilisasi pasien bisa
baik 7. Monitor aktivitas beresiko decubitus
4. Menunjukkan dan mobilisasi pasien 8. Agar kulit pasien tetap
pemahaman dalam proses 8. Monitor status sehat dan lembab
perbaikan kulit dan nutrisi pasien kering
mencegah terjadinya sedera 9. Memandikan
berulang pasien dengan sabun dan
5. Mampu melindungi air hangat
kulit dan mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami
6 Resiko aspirasi Setelah dilakukan NIC: 1. Untuk mengetahui
. berhubungan tindakan perawatan selama Aspiration adanya resiko
dengan 3 x 24 jam, diharapkan precaution aspirasi
penurunan tidak terjadi aspirasi pada 1. Monitor tingkat 2. Untuk mengetahui
kesadaran pasien dengan: kesadaran, reflek adanya resiko
NOC : batuk dan aspirasi
Respiratory Status : kemampuan menelan 3. Mempertahankan
Ventilation 2. Monitor status paru jalan nafas yang
Aspiration control 3. Pelihara jalan nafas adekuat
Swallowing Status 4. Lakukan suction jika 4. Apabila terdapat
diperlukan secret pada pasien
Kriteria Hasil : 5. Cek nasogastrik 5. Untuk menghindari
1. Klien dapat bernafas sebelum makan resiko aspirasi
dengan mudah, tidak 6. Hindari makan kalau 6. Untuk menghindari
irama, frekuensi residu masih banyak terjadinya aspirasi
pernafasan normal 7. Potong makanan 7. Agar pasien dapat
2. Pasien mampu menelan, kecil kecil mencerna dengan
mengunyah tanpa terjadi 8. Haluskan obat baik dan
aspirasi, dan sebelum pemberian meminimalisir
mampumelakukan oral 9. Naikkan kepala 30- terjadinya aspirasi
hygiene 45 derajat setelah 8. Agar pasien dapat
3. Jalan nafas paten, mudah makan mencerna dengan
bernafas, tidak merasa baik dan
tercekik dan tidak ada meminimalisir
suara nafas abnormal terjadinya aspirasi
9. Untuk mencegah
aspirasi

2.4 Injeksi Intravena


2.4.1 Pengertian
Injeksi intravena adalah pemberian obat dengan cara memasukkan obat ke
dalam pembuluh darah vena atau melalui karet selang infus dengan menggunakan
spuit. Sedangkan pembuluh darah vena adalah pembuluh darah yang
menghantarkan darah balik ke jantung.
2.4.2 Tujuan Injeksi Intravena
1. Untuk menghindari terjadinya kerusakan jaringan.
2. Untuk memasukkan obat dalam jumlah yang lebih besar.

2.4.3 Indikasi
1. Klien dengan penyakit berat seperti sepsis. Tujuan pemberian obat intravena
pada kasus ini agar obat langsung masuk ke dalam jalur peredaran darah.
Sehingga memberikan efek lebih cepat dibandingkan memberikan obat oral.
2. Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral yang terbatas (efektivitas dalam
darah jika dimasukkan melalui mulut) atau hanya tersedia dalam sediaan
intravena (sebagai obat suntik).
3. Pasien tidak dapat minum karena muntah atau memang tidak dapat menelan obat
(ada sumbatan di saluran cerna atas).
4. Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak – obat masuk ke
pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.
5. Klien dengan kejang-kejang.
6. Memasukkan obat secara cepat dengan tujuan kadar puncak obat dalam darah
perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi bolus(suntikan
langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat
dalam darah tercapai.

2.4.4 Kontraindikasi
1. Inflamasi atau infeksi di lokasi injeksi intravena
2. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan
untuk pemasangan fistula arteri – vena (A – V shunt) pada tindakan hemodaliasis
(cuci darah).
3. Obat – obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh darah vena kecil yang aliran
darahnya lambat (misalnya pembulah vena di tungkai dan kaki)

2.4.5 Lokasi Injeksi


1. Pada lengan
- Vena mediana cubiti/vena sefalika
- Vena basilica

Gambar 2.1 Lengan

2. Pada tungkai
- Vena saphenous

Gambaran 2.2 Tungkai

3. Pada leher
- Vena jugularis

Gambar 2.3 Leher


4. Pada kepala
- Vena frontalis
- Vena temporalis

Gambar 2.4 Kepala

5. Pada mata kaki


- Vena dorsal pedis

2.4.7 Macam –Macam Cara Pemberian Obat Dengan Intravena


1. Pemberian obat melalui intravena (secara langsung)
Cara pemberian obat melalui vena secara langsung, diantaranya vena mediana
cubiti/cephalika (lengan), vena saphenosus (tungkai), vena jugularis (leher),
vena frontalis/temporalis(kepala), yang bertujuan agar reaksi cepat dan langsung
masuk pada pembuluh darah
2. Pemberian obat melalui intravena (secara tidak langsung)
Merupakan cara pemberian obat dengan menambahkan atau memasukkan obat
ke dalam media (wadah atau selang), yang bertujuan untuk meminimalkan efek
samping dan mempertahankan kadar terapeutik dalam darah.

2.4.8 Prosedur Kerja


1. Pemberian obat melalui intravena (secara langsung)
a. Persiapan alat :
- Buku pengobatan
- Baki obat
- Sarung tangan
- Obat yang sesuai
- Spuit 2-5 ml
- Bak spuit
- Kapas alkohol
- Plester
- Perlak pengalas
- Karet pembendung (torniquet)
- Kasa steril (bila perlu)
- Tromol
b. Prosedur kerja
- Cuci tangan
- Siapkan obat dengan prinsip enam benar
- Identifikasi pasien
- Beri tahu klien dan jelaskan prosedur yang akan diberikan
- Atur klien pada posisi yang nyaman
- Pasang perlak pengalas
- Bebaskan lengan klien dari baju atau kemeja
- Letakkan karet pembendung (torniquet)
- Pilih area penusukan yang bebas dari tanda kekakuan
- Pakai sarung tangan
- Bersihkan area penusukan dengan menggunakan kapas alkohol, dengan gerakan
sirkuler dari arah dalam ke luar dengan diameter sekitar 5 cm. Tunggu sampai
kering. Metode ini dilakukan untuk membuang sekresi dari kulit yang
mengandung mikroorganisme
- Buang kapas pada bengkok
- Disinfeksi tutup obat sebelum dimasuki jarum
- Buka tutup jarum
- Masukkan obat ke dalam spuit
- Tarik kulit kebawah kurang lebih 2,5 cm dibawah area penusukan dengan tangan
non dominan. Membuat klien lebih kencang dan vena tidak bergeser,
memudahkan penusukan
- Pegang jarum pada posisi 30o sejajar vena yang akan ditusuk perlahan pasti
- Rendahkan posisi jarum sejajar kulit dan teruskan jarum kedalam vena
- Lakukan aspirasi lalu observasi adanya darah dalam spuit
- Jika ada darah, lepaskan torniquet dan masukkan obat perlahan-lahan dan ambil
kapas alkohol untuk persiapan penekanan saat jarum dikeluarkan
- Keluarkan jarum dengan sudut yang sama seperti saat dimasukkan (30 o), sambil
melakukan penekanan dengan menggunakan kapas alkohol pada area penusukan
- Tutup area penusukan dengan menggunakan kasa steril yang diberi betadine
- Kembalikan posisi klien
- Buang peralatan yang tidak diperlukan
- Buka sarung tangan
- Cuci tangan
- Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

2. Pemberian Obat Melalui Intravena (Secara Tidak Langsung)


a. Pemberian Obat Melalui Wadah Intravena
Memberikan obat intravena melalui wadah merupakan pemberian obat dengan
menambahkan atau memasukkan obat ke dalam wadah cairan intravena.
Tujuannya : untuk meminimalkan efek samping dan mempertahankan kadar
terapeutik dalam darah.
Persiapan alat dan bahan :
- Spuit dan jarum sesuai dengan ukuran
- Obat dalam tempatnya
- Wadah cairan (kantong atau botol)
- Kapas alkohol
Prosedur kerja
- Cuci tangan
- Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
- Periksa identitas pasien, kemudian ambil obat lakukan disinfeksi pada tutup
obat lalu masukkan obat ke dalam spuit, setelah itu tutup spuit untuk sementara
- Cari tempat penyuntikan obat pada daerah kantong
- Lakukan desinfeksi dengan kapas alkohol dan stop aliran
- Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus
bagian tengah dan masukkan obat perlahan-lahan ke dalam kantong atau wadah
cairan
- Setelah selesai, tarik spuit dan campur larutan dengan membalikkan kantong
cairan secara perlahan-lahan dari satu ujung ke ujung yang lain
- Periksa kecepatan infus
- Cuci tangan
- Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu, dan dosis pemberian obat
b. Pemberian Obat Melalui Selang Intravena
Persiapan alat dan bahan :
- Spuit dan jarum yang sesuai ukuran
- Obat dalam tempatnya
- Selang intravena
- Kapas alokohol
Prosedur kerja
- Cuci tangan
- Jelaskan pada pasien mengenai yang akan dilakuakn
- Periksa identitas pasien, kemudian ambil obat lakukan disinfeksi pada tutup
obat lalu masukkan obat ke dalam spuit, setelah itu tutup spuit untuk sementara
- Cari tempat penyuntikan obat pada daerah selang intravena
- Lakukan disinfeksi dengan kapas alkohol dan stop aliran
- Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus
bagian tengah dan masukkan obat secara perlahan-lahan ke dalam selang
intravena
- Setelah selesai, tarik spuit
- Periksa kecepatan infus
- Cuci tangan
- Catat obat yang telah diberikan dan dosisnya

2.4.9 Kelebihan Dan Kekurangan Injeksi Intravena


1. Kelebihan :
a. Dapat digunakan untuk pasien yang tidak sadar
b. Obat dapat terabsorbsi dengan sempurna
c. Obat dapat bekerja cepat
d. Tidak dapat mengiritasi lambung
2. Kekurangan :
a. Dapat terjadi emboli
b. Dapat terjadi infeksi karena jarum yang tidak steril
c. Pembuluh darah dapat pecah
d. Terjadi ematoma
e. Dapat terjadi alergi
f. Obat tidak dapat ditarik kembali
g. Membutuhkan keahlian khusus

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M, et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth


Edition. USA: Elsevier.

Moorhead, Sue, et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC)Fifth Edition.


USA: Elsevier.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Ratna, Lusi. 2013. Laporan Pendahuluan Stroke Hemoragik. Available at


(http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-lusiratnan-6269-2-babiish.pdf).
Diakses tanggal 13 Juni 2015.

Sumarwati, Made. 2012. Alih Bahasa: Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai