TINJAUAN PUSTAKA
Visi
Menjadi Rumah Sakit unggul, Amanah dan Terpercaya di
Indonesia
Misi
1. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yg berorientasi
pada keselamatan dan ketepatan sesuai standar mutu yang
berdasarkan pada etika dan profesionalisme yang menjangkau
seluruh lapisan masyarakat.
2. Meningkatkan mutu manejement sumber daya kesehatan
3. Menjadikan RSUD Palembang BARI sebagai Rumah Sakit
pendidikan dan pelatihan di Indonesia
Motto
Kesembuhan dan Kepuasan pelanggan adalah kebahagiaan kami
Tujuan
1. Mengoptimalkan pelayanan yang efektif dan efisien sesuai
standar mutu.
2. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang terjangkau
yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat
2.1.3 Sejarah
2.1.3.1 Sejarah Berdirinya
2.1.4.2 Pelayanan
Pelayanan Rawat Jalan (Spesialis)
1. Poliklinik Spesialis Penyakit dalam
2. Poliklinik Spesialis Bedah
3. Poliklinik Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan
4. Poliklinik Spesialis Anak
5. Poliklinik Spesialis Mata
6. Poliklinik Spesialis THT
7. Poliklinik Spesialis Syaraf
8. Poliklinik Spesialis Kulit dan kelamin
9. Poliklinik Spesialis Jiwa
10. Poliklinik Jantung
11. Poliklinik Gigi
12. Poliklinik Psikologi
13. Poliklinik Terpadu
14. Poliklinik Akupuntur
15. Poliklinik Rehabilitasi Medik
2.2.2 Penyebab/Etiologi
Menurut Sylvia dan Lorraine (2006), SH terjadi akibat :
a. Perdarahan intraserebrum hipertensif.
b. Perdarahan subaraknoid (PSA): ruptura aneurisma secular (berry),
rupture malformasi arteriovena (MAV), trauma.
c. Penyalahgunaan kokain, amfetamin.
d. Infark hemoragik.
e. Penyakit perdarahan sistemik termasuk penggunaan obat
antikoagulan.
f. Ruptur kantung aneurisma
g. Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
h. Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan
fungsi hati, komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan,
hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
i. Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
j. Septik embolisme, myotik aneurisma
k. Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
l. Amiloidosis arteri
m. Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri
vertebral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan
stroke, seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale,
defek septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko
kejadian stroke, meskipun risiko untuk stroke secara
umum, dan tidak untuk stroke khusus dalam distribusi
arteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan
peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan
jumlah batang rokok yang dihisap, dan penghentian
merokok mengurangi risiko, dengan resiko kembali
seperti bukan perokok dalam masa lima tahun setelah
penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke
hematocrit ketika hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas
darah keseluruhan adalah dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan
peranan penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari
polisitemia, hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia,
biasanya menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala,
kelesuan, tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak
fokal dan oklusi vena retina jauh kurang umum, dan dapat
mengikuti disfungsi trombosit akibat trombositosis.
Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang
dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko
tingkat fibrinogen untuk stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah
dan kelainan juga telah dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan
system pembekuan protein C serta protein S dan berhubungan dengan vena
thrombotic.
Hemoglobinopa Sickle-cell disease :
thy Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik,
intraserebral dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan
trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke
dalam Sickle-cell disease adalah 6-15%.
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass
indexs, obesitas telah secara konsisten meramalkan
berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian
oleh adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif
lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor independen ke-
atherosklerotik infark otak berikutnya.
Penyakit Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
pembuluh darah
perifer
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral
melalui pengembangan perubahan inflamasi dalam
dinding pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan
mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan
infark.
Homosistinemi Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak.
a atau Estimasi risiko stroke di usia muda adalah 10-16%.
homosistinuria
2.2.3 Klasifikasi
a. Stroke Hemoragik karena
PTIK/Herniasi
Perdarahan
Resiko KetidakefektifanIntraserebral
Perfusi Jaringan (PIS), yaitu
Serebral
serebralpendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
b. Stroke Hemoragik karena Vasospasme
PerdarahanarteriSubaraknoid
serebral/saraf (PSA), yaitu
Penurunan serebral
Penekananyang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara
pendarahan
kesadaran saluran
permukaan
pernafasanotak Ischemic/infark
dan lapisan jaringan yang menutupi otak).
2.2.4 Pohon Masalah
Ketidakefekti Defisit neurologi
fan Pola
Nafas
Area Grocca
Gangguan Resiko
Mobilitas Fisik Kerusakan
Kerusakan fungsi Integritas Kulit
N.VII dan N.XIII Kerusakan
Komunikasi
2.2.5 Patogenesis Stroke Hemoragik
a. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah
tinggi kronis melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek.
Penggunakan kokain atau amfetamin dapat menyebabkan tekanan darah
dan perdarahan sementara tapi sangat tinggi. Pada beberapa orang tua,
sebuah protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri
otak. Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan
dapat menyebabkan perdarahan.
Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah
saat lahir, luka, tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis),
gangguan perdarahan, dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang
terlalu tinggi. Pendarahan gangguan dan penggunaan antikoagulan
meningkatkan resiko kematian dari perdarahan intraserebral.
b. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun,
perdarahan karena cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan
tidak dianggap sebagai stroke.
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara
spontan yaitu, ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan
eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh. Sebuah perdarahan spontan
biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah arteri otak,
yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah dari
dinding arteri itu.
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat
muncul pada saat kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian,
yaitu setelah bertahun-tahun dimana tekanan darah tinggi melemahkan
dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah hasil dari
aneurisma kongenital.
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid
dari pecahnya koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi
arteri) di dalam atau di sekitar otak. Sebuah malformasi arteri dapat
muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya diidentifikasi jika
gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup
jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang
memasok otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri
kemudian dapat melemah dan pecah.
2.2.6 Patofisiologi Stroke Hemoragik
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya
kesadaran dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel
terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri
menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme
dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh
iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan
pembuluh darah di sekitarnya.
Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan
penimbunan Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi
K+ ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi
menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan
kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang
mempercepat kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+.
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan
penyumbatan lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang
mencegah reperfusi, meskipun pada kenyataannya penyebab primernya
telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga
merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh
tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh
pembuluh darah tersebut.
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi
menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit
sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan
postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia,
gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial,
apraksia, dan hemineglect.
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan
defisit sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada
lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer
dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral
pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari
sistem limbik.
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia
kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu,
akan terjadi kehilangan memori.
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit
di daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri
koroid anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna
(hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena.
Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus
terutama akan menyebabkan defisit sensorik.
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua
eksteremitas dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang
arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon,
pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari
lokasi kerusakan
Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf
vestibular).
Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan
tetraplegia (traktus piramidal).
Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian
wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V]
dan traktus spinotalamikus).
Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus
salivarus), singultus (formasio retikularis).
Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada
kehilangan persarafan simpatis).
Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot
lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]),
strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh
(namun kesadaran tetap dipertahankan).
2.2.7 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada klien SH seperti :
a. Pengaruh terhadap status mental :
1) Tidak sadar : 30% - 40%
2) Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
b. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan :
a. Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
c. Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
c. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala :
1) Hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai
(30%-80%)
2) Inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana
yang terkena.
d. Daerah arteri serebri posterior
1) Nyeri spontan pada kepala
2) Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
e. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
1) Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
2) Hemiplegia alternans atau tetraplegia
3) Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan
menelan, emosi labil)
f. Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat
berupa:
1) Stroke hemisfer kanan
a) Hemiparese sebelah kiri tubuh
b) Penilaian buruk
c) Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai
kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan
2) Stroke hemisfer kiri
a) Mengalami hemiparese kanan
b) Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
c) Kelainan bidang pandang sebelah kanan
d) Disfagia global
e) Afasia
f) Mudah frustasi
2.2.10. Komplikasi
a. Kejang pada pasien pasca stroke sekitar 4-8 %.
b. Trombosis Vena Dalam (TVD) sekitar 11-75 % dan Emboli
Pulmonum sekitar 3-10 %.
c. Perdarahan saluran cerna sekitar 1-3 %.
d. Dekubitus.
e. Pneumonia.
f. Stress.
g. Bekuan darah.
h. Nyeri pundak dan subluxation.
(Badali, 2010)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
aliran darah ke otak terhambat.
b. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi ke otak.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusaka n
neurovaskuler.
d. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan
kesadaran.
e. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi
fisik.
f. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran.
Diagnosa
No. Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
Keperawatan
1 Resiko Setelah dilakukan NIC : Monitoring tekanan
. ketidakefektifan tindakan keperawatan Intrakranial intracranial
Pressure (ICP) 1. Agar keluarga paham
perfusi jaringan selama 1 x 2 jam,
Monitoring Monitor tindakan keperawatan
serebral diharapkan suplai aliran yang akan dilakukan.
tekanan intrakranial
berhubungan darah keotak lancar dengan 1. Berikan informasi 2. Men set alarm untuk
kepada keluarga. mengingat memonitor
dengan aliran NOC :
2. Set alarm KU pasien
darah ke otak Circulation status 3. Untuk mengetahui
3. Monitor tekanan
terhambat Tissue Prefusion : perfusi serebral tanda-tanda
4. Catat respon pasien peningkatan tekanan
cerebral
terhadap stimuli 4. Untuk mengetahui
Kriteria Hasil : respon pasien
5. Monitor tekanan
1. Mendemonstrasikan intrakranial pasien 5. Untuk mengetahui
status sirkulasi yang dan respon neurology apakah respon neuro
terhadap aktivitas pasien masih
ditandai dengan : baik/tidak
6. Monitor jumlah
a. Tekanan systole dan 6. Untuk mengetahui
diastole dalam drainage cairan berapa keluaran cairan
rentang diharapkan. serebrospinal serebrospinal pasiem
7. Monitor intake dan 7. Untuk mengetahui
b. Tidak ada ortostatik
output cairan balance cairan pasien
hipertensi. 8. Restrain pasien jika 8. Apabila pasien ada
c. Tidak ada tanda-tanda perlu tindakan-tindakan
9. Monitor suhu dan memberontak
peningkatan tekanan
angka WBC 9. Untuk mengetahui
intakrania (tidak lebih 10. Kolaborasi terjadinya resiko
dari 15 mmHg). pemberian antibiotic infeksi
11. Posisikan pasien 10. Agar dapat
2. Mendemonstrasikan
pada posisi meminimalisir
kemampuan kognitif semifowler terjadinya infeksi
yang ditandai dengan: 12. Minimalkan 11. Untuk
a. Berkomunikasi stimuli dari memberikan rasa
lingkungan nyaman pada pasien
dengan jelas dan 12. Agar pasien
sesuai dengan Terapi oksigen tenang
kemampuan. 1.Bersihkan jalan nafas
dari secret Terapi oksigen
b. Menunjukkan
2.Pertahankan jalan 1. Mempertahankan
perhatian, konsentrasi nafas tetap efektif bersihan jalan nafas
dan orientasi. 3.Berikan oksigen sesuai yang adekuat
intruksi 2. Untuk memberi
c. Memproses
4.Monitor aliran kelancaran terhadap
informasi. oksigen, kanul oksigen sirkulasi pasien
d. Membuat keputusan dan sistem humidifier 3. Agar tidak terjadi
5.Beri penjelasan kepada hipoksia maupun
dengan benar.
klien tentang kelebihan oksigen
3. Menunjukkan fungsi pentingnya pemberian dalam tubuh pasien
sensori motori cranial oksigen 4. Agar kebutuhan
yang utuh : tingkat 6.Observasi tanda-tanda oksigen dalam tubuh
hipo-ventilasi seimbang.
kesadaran membaik, 7.Monitor respon klien 5. Agar pasien paham
tidak ada gerakan terhadap pemberian tentang tindakan yang
gerakan involunter. oksigen. dilakukan
8.Anjurkan klien untuk 6. Untuk mengetahui
tetap memakai oksigen adanya hipoventilasi
selama aktifitas dan 7. Untuk mengetahui
tidur. apakah pasien
nyaman/tidak
terhadap pemberian
oksigen
8. Untuk memberikan
sirkulasi yang baik
terhadap perfusi
serebral pasien
2 Kerusakan Setelah dilakukan Communication 1. Keluarga adalah
. komunikasi tindakan keperawatan Enhancement: Speech orang terdekat
verbal selama 3 x 24 jam, Defisit pasien yang dapat
berhubungan diharapkan klien mampu 1.Libatkan keluarga memberikan
dengan untuk berkomunikasi lagi untuk membantu motivasi terhadap
penurunan dengan NOC: memahami/ pasien
sirkulasi ke otak Communication memahamkan 2. Agar pasien merasa
Kriteria hasil: informasi dari/ke klien didengarkan dan
1. Dapat menjawab 2.Dengarkan setiap dihargai
pertanyaan yang ucapan klien dengan (meningkatkan
diajukan perawat penuh perhatian motivasi pasien)
2. Dapat mengerti dan 3.Gunakan kata-kata 3. Agar pasien mudah
memahami pesan-pesan sederhana dan pendek mencerna kata-kata
melalui gambar dalam komunikasi 4. Melatih pasien untuk
3. Dapat mengekspresikan dengan klien berbicara
perasaannya secara 4.Dorong klien untuk 5. Untuk mengetahui
verbal maupun mengulang kata-kata tingkat komunikasi
nonverbal 5.Berikan arahan/ pasien
perintah yang 6. Agar pasien dapat
sederhana setiap melatih komunikasi
interaksi dengan klien dengan baik
6.Programkan speech- 7. Agar pasien terlatih
language teraphy berkomunikasi
7.Lakukan speech-
language teraphy
setiap interaksi dengan
klien
3 Gangguan Setelah dilakukan NIC : 1. Untuk mengetahui
. mobilitas fisik tindakan keperawatan Exercise therapy : tingkat kelelahan
berhubungan selama 3 x 24 jam, ambulation pasien
dengan kerusakan diharapkan klien dapat 1.Monitoring vital sign 2. Untuk memberikan
neurovaskuler melakukan pergerakan fisik sebelum/sesudah terapi yang tepat bagi
dengan NOC : latihan dan lihat respon pasien
Joint Movement : pasien saat latihan 3. Melatih pasien agar
Active 2.Konsultasikan dengan bisa beraktivitas
Mobility Level terapi fisik tentang 4. Agar pasien
Self care : ADLs rencana ambulasi memahami tindakan
Transfer performance sesuai dengan yang akan diberikan
kebutuhan 5. Mengetahui tingkat
Kriteria Hasil : 3.Bantu klien untuk kelelahan pasien
1. Klien meningkat dalam menggunakan tongkat 6. Agar pasien mandiri
aktivitas fisik saat berjalan dan cegah dalam ADL
2. Mengerti tujuan dari terhadap cedera 7. Untuk mengawasi
peningkatan mobilitas 4.Ajarkan pasien atau pasien terhadap resiko
3. Memverbalisasikan tenaga kesehatan lain jatuh
perasaan dalam tentang teknik 8. Apabila pasien tidak
meningkatkan kekuatan ambulasi dapat melakukan
dan kemampuan 5.Kaji kemampuan dengan mandiri
berpindah pasien dalam 9. Untuk mencegah
4. Memperagakan mobilisasi terjadinya dekubitus
penggunaan alat Bantu 6.Latih pasien dalam
untuk mobilisasi pemenuhan kebutuhan
(walker) ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
7.Dampingi dan Bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
8.Berikan alat Bantu jika
klien memerlukan.
9.Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan
4 Ketidakefektif Setelah dilakukan NIC : Airway Management
. an pola nafas tindakan perawatan selama Airway 1. Untuk
berhubungan 3 x 24 jam, diharapkan Management mempertahankan jalan
dengan pola nafas pasien efektif 1. Buka jalan nafas, nafas yang adekuat
penurunan dengan NOC: gunakan teknik chin 2. Untuk memberikan
kesadaran Respiratory status : lift atau jaw thrust ventilasi yang
Ventilation bila perlu maksimal kepada
Respiratory status : 2. Posisikan pasien pasien
Airway patency untuk 3. Mengidentifikasi
Vital sign Status memaksimalkan perlu dilakukan untuk
ventilasi menentukan tindakan
Kriteria hasil : 3. Identifikasi pasien yang tepat bagi pasien
1. Menujukkan jalan perlunya pemasangan 4. Apabila pasien
nafas paten (tidak merasa alat jalan nafas terdapat indikasi
tercekik, irama nafas buatan pemasangan mayo
normal, frekuensi nafas 4. Pasang mayo bila 5. Apabila pasien
normal,tidak ada suara perlu terdapat secret yang
nafas tambahan) 5. Lakukan fisioterapi susah dikeluarkan
2. Mendemonstrasikan dada jika perlu 6. Untuk membersihkan
batuk efektif dan suara 6. Keluarkan sekret jalan nafas
nafas yang bersih, tidak dengan batuk atau 7. Untuk mengetahui
ada sianosis dan dyspneu suction adanya gangguan
(mampu mengeluarkan 7. Auskultasi suara dalam ventilasi
sputum, mampu bernafas nafas, catat adanya 8. Apabila terdapat
dengan mudah, tidak ada suara tambahan secret pada mayo
pursed lips) 8. Lakukan suction pada 9. Apabila pasien
3. Menunjukkan jalan mayo mendapat indikasi
nafas yang paten (klien 9. Berikan menggunakan
tidak merasa tercekik, bronkodilator bila bronkodilator
irama nafas, frekuensi perlu 10. Agar tetap
pernafasan dalam rentang 10. Berikan pelembab lembab
normal, tidak ada suara udara Kassa basah 11. Untuk balance
nafas abnormal) NaCl Lembab cairan pasien
4. Tanda Tanda vital 11. Atur intake untuk 12. Agar tidak
dalam rentang normal cairan terjadi
(tekanan darah, nadi, mengoptimalkan kekurangan/kelebihan
pernafasan) keseimbangan. oksigen pada pasien
12. Monitor respirasi dan
status O2 Oxyge therapy
1. Agar jalan nafas
Oxygen Therapy bersih (adekuat)
1. Bersihkan mulut, 2. Agar sirkulasi pasien
hidung dan secret trakea baik
2. Pertahankan jalan 3. Untuk pemasangan
nafas yang paten oksigen dengan tepat
3. Atur peralatan 4. Agar oksigen dapat
oksigenasi mengalir dengan baik
4. Monitor aliran 5. Untuk kenyaman
oksigen pasien
5. Pertahankan 6. Untuk mengetahui
posisi pasien adanya hipoventilasi
6. Observasi adanya 7. Untuk mengetahui
tanda tanda hipoventilasi tingkat kenyamanan
7. Monitor adanya pasien
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
5 Resiko Setelah dilakukan NIC : Pressure 1. Agar tidak terjadi
. kerusakan tindakan perawatan selama Management tekanan kulit terhadap
integritas kulit 3 x 24 jam, diharapkan 1. Anjurkan pasien pakaian
berhubungan pasien mampu mengetahui untuk menggunakan 2. Agar tidak terjadi
dengan dan mengontrol resiko pakaian yang longgar tekanan dari TT ke
immobilisasi fisik dengan : 2. Hindari kerutan kulit pasien
NOC : Tissue Integrity pada tempat tidur 3. Menjaga kulit agar
: Skin and Mucous 3. Jaga kebersihan tetap sehat
Membranes kulit agar tetap bersih 4. Agar tidak terjadi
Kriteria Hasil : dan kering decubitus
1. Integritas kulit yang 4. Mobilisasi pasien 5. Agar dapat melakukan
baik bisa dipertahankan (ubah posisi pasien) tindakan dengan
(sensasi, elastisitas, setiap dua jam sekali segera
temperatur, hidrasi, 5. Monitor kulit 6. Agar kulit pasien licin
pigmentasi) akan adanya kemerahan dan relaks
2. Tidak ada luka/lesi 6. Oleskan lotion 7. Untuk mengetahui
pada kulit atau minyak/baby oil apabila tidak terjadi
3. Perfusi jaringan pada derah yang tertekan mobilisasi pasien bisa
baik 7. Monitor aktivitas beresiko decubitus
4. Menunjukkan dan mobilisasi pasien 8. Agar kulit pasien tetap
pemahaman dalam proses 8. Monitor status sehat dan lembab
perbaikan kulit dan nutrisi pasien kering
mencegah terjadinya sedera 9. Memandikan
berulang pasien dengan sabun dan
5. Mampu melindungi air hangat
kulit dan mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami
6 Resiko aspirasi Setelah dilakukan NIC: 1. Untuk mengetahui
. berhubungan tindakan perawatan selama Aspiration adanya resiko
dengan 3 x 24 jam, diharapkan precaution aspirasi
penurunan tidak terjadi aspirasi pada 1. Monitor tingkat 2. Untuk mengetahui
kesadaran pasien dengan: kesadaran, reflek adanya resiko
NOC : batuk dan aspirasi
Respiratory Status : kemampuan menelan 3. Mempertahankan
Ventilation 2. Monitor status paru jalan nafas yang
Aspiration control 3. Pelihara jalan nafas adekuat
Swallowing Status 4. Lakukan suction jika 4. Apabila terdapat
diperlukan secret pada pasien
Kriteria Hasil : 5. Cek nasogastrik 5. Untuk menghindari
1. Klien dapat bernafas sebelum makan resiko aspirasi
dengan mudah, tidak 6. Hindari makan kalau 6. Untuk menghindari
irama, frekuensi residu masih banyak terjadinya aspirasi
pernafasan normal 7. Potong makanan 7. Agar pasien dapat
2. Pasien mampu menelan, kecil kecil mencerna dengan
mengunyah tanpa terjadi 8. Haluskan obat baik dan
aspirasi, dan sebelum pemberian meminimalisir
mampumelakukan oral 9. Naikkan kepala 30- terjadinya aspirasi
hygiene 45 derajat setelah 8. Agar pasien dapat
3. Jalan nafas paten, mudah makan mencerna dengan
bernafas, tidak merasa baik dan
tercekik dan tidak ada meminimalisir
suara nafas abnormal terjadinya aspirasi
9. Untuk mencegah
aspirasi
2.4.3 Indikasi
1. Klien dengan penyakit berat seperti sepsis. Tujuan pemberian obat intravena
pada kasus ini agar obat langsung masuk ke dalam jalur peredaran darah.
Sehingga memberikan efek lebih cepat dibandingkan memberikan obat oral.
2. Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral yang terbatas (efektivitas dalam
darah jika dimasukkan melalui mulut) atau hanya tersedia dalam sediaan
intravena (sebagai obat suntik).
3. Pasien tidak dapat minum karena muntah atau memang tidak dapat menelan obat
(ada sumbatan di saluran cerna atas).
4. Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak – obat masuk ke
pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.
5. Klien dengan kejang-kejang.
6. Memasukkan obat secara cepat dengan tujuan kadar puncak obat dalam darah
perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi bolus(suntikan
langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat
dalam darah tercapai.
2.4.4 Kontraindikasi
1. Inflamasi atau infeksi di lokasi injeksi intravena
2. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan
untuk pemasangan fistula arteri – vena (A – V shunt) pada tindakan hemodaliasis
(cuci darah).
3. Obat – obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh darah vena kecil yang aliran
darahnya lambat (misalnya pembulah vena di tungkai dan kaki)
2. Pada tungkai
- Vena saphenous
3. Pada leher
- Vena jugularis
DAFTAR PUSTAKA
Sumarwati, Made. 2012. Alih Bahasa: Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC.