Anda di halaman 1dari 52

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdulillah Kami Panjatkan Ke Hadirat Tuhan Yang


Maha Esa, Karena Telah Melimpahkan Rahmat-Nya Berupa Kesempatan
Dan Pengetahuan Sehingga Makalah Ini Bisa Selesai Pada Waktunya.

Pada Kesempatan Ini Kami Ingin Menyampaikan Terima Kasih


Kepada Dosen Pengampuh Mata Kuliah “VIROLOGI” dan juga kepada
teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya
sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami Berharap Semoga Makalah Ini Bisa Menambah Pengetahuan


Para Pembaca. Namun Terlepas Dari Itu, Kami Memahami Bahwa Makalah
Ini Masih Jauh Dari Kata Sempurna, Sehingga Kami Sangat Mengharapkan
Kritik Serta Saran Yang Bersifat Membangun Demi Terciptanya Makalah
Selanjutnya Yang Lebih Baik Lagi.

Kelompok III

Ternate,17 OKTOBER 2019

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................... ii
BAB. I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ............................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH ........................................................... 4
C. TUJUAN ................................................................................. 4
BAB II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Virus ..................................................................... 5
B. Bagian-bagian Virus ............................................................... 5
C. Struktur dan Karakteristik Virus .............................................. 6
D. Infeksi Virus pada Sistem Saraf ............................................. 7
BAB III. PENUTUP
A. KESIMPULAN ........................................................................ 49
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 50

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mengenal virus saat ini penting sekali, mengingat virus banyak
disekitar kita, baik virus yang ada pada manusia, dan virus pada hewan,
tapi dapat menulari manusia (zoonosis), serta terkadang bisa mematikan.
Virus dapat sebagai penyebab bermacam-macam penyakit. Mengenal
virus lebih dini dalam pencegahan penularan penyakit adalah penting.

Virologi adalah ilmu yang mempelajari tentang virus,


mikroorganisme yang dapat membahayakan sebagai agen penyebab
penyakit seperti influenza dan Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Namun di sisi lain virus juga memiliki kegunaan positif dalam kedokteran,
yang digunakan dalam imunisasi dan juga dalam memberikan gen baru
kedalam genom suatu organisme untuk efek yang berguna. Virologi, yang
dapat dianggap sebagai wilayah mikrobiologi, mencakup semua aspek
virus, dari evolusi, struktur, siklus hidup, dan fungsi terhadap penyakit
yang disebabkan oleh virus dan pertahanan inang terhadapnya. Virus
memiliki struktur internal yang menarik dan siklus replikasi yang diselidiki
secara aktif oleh virus (virologi). Virus adlaah partikel menular yang sarat
dengan bahan genetik ( DNA atau RNA) dan alat untuk memasukkan diri
kedalam sel inang, menempelkan dirinya kedalam genom inang dan
melakukan replikasi.

Berbagai struktur dan semua fase siklus hidup virus secara


potensial berguna bagi virologi baik untuk klasifikasi maupun menemukan
cara untuk menghancurkan virus atau bagian utama dari virologi, dapat
dilakukan dengan beberapa cara. Salah satu cara adalah dari segi

1
organisme inang yang terinfeksi oleh virus, seperti hewan, tumbuhan,
jamur dan bakteri. Masing-masing jenis sel berbeda sehingga masing-
masing memberikan tantangan yang berbeda terhadap virus dalam
upayanya untuk melakukan replikasi. Hal ini, pada gilirannya, memberikan
tantangan yang berbeda dengan yang di upayakan oleh virologi untuk
mempelajari virus.

Virus juga dapat diklasifikasikan dalam terminologi materi genetik,


virus mungkin memiliki, misalnya untai tunggal, atau ganda RNA atau
DNA. Selain organisme inang dan jenis bahan genetik, bentuk virus juga
digunakan dalam klasifikasi. Misalnya protein kapsid di jantung virus, yang
melindungi materi genetik, boleh jadi memiliki beberapa bentuk yang
berbeda. Mungkin heliks, misalnya atau ikosahedral (hampir bulat). Ini
mungkin mengambil bentuk yang lebih kompleks dengan ekor atau
amplop yang dibangun dari membran sel inang.

Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel


mikroorganisme biologis. Virus bersifat parasit oblogat, hal tersebut
disebabkan karena virus hanya dapat bereproduksi di dalam material
hidup dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup karena
virus tidak memiliki perlengkapan selular dan bereproduksi sendiri.
Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat (DNA atau
RNA, tetapi tidak kombinasi keduanya) yang diselubungi semacam bahan
pelindungyang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi
ketiganya. Genom virus akan diekspresikan menjadi baik protein yang
digunakan untuk membuat bahan genetik maupun protein yang
dibutuhkan dalam daur hidupnya.

Infeksi sistem saraf pusat merupakan penyakit yang menjadi


perhatian dunia dan penyebab yang penting dalam morbiditas dan

2
mortalitas (Krcmery, 2007 cited in Michiori et al., 2011). Tetanus dan
meningitis dilaporkan sebagai penyebab kedua tersering pada
kasusneuroinfeksi di salah satu rumah sakit di Nigeria(setelah stroke)
dengan jumlah sebanyak 97(12,42%).
Pada anak-anak, kasus meningitis kurang lebih terjadi 890.000
kasus pertahunnya (500.000 di Afrika, 210.000 di negara-negara Pasifik,
100.000 di Eropa dan80.000 di Amerika). Dari kasus ini, 160.000 orang
berakhir dengan kecacatan, dan 135.000 lainnya berakibat fatal. Sebelum
masa adanya antibiotik, case fatality rate meningitis hampir mencapai
100%

Setelah kini telah berkembang berbagai macam antibiotik non-


toksik yang dipercaya dapat menyembuhkan meningitis, case fatality rate
dan sequelae (kondisi sisa dari suatu penyakit) masih tetap tinggi yaitu
15-70% dan 10-35% secara berturut-turut. Di Mesir, case fatality rate
meningitis berada di antara 8,5-55%.

Menurut data WHO (2014) kasus ensefalitis viral di Asia mencapai


sekitar 68.000 kasus tiap tahunnya, dengan penyebab utama japanese
encephalitis virus. Case fatality rate hampir mencapai 30% dan sequelae
permanen dari aspek neurologis atau psikiatrik dapat terjadi pada 30-50%
pasien.

Ensefalitis fokal akut di Amerika paling sering disebabkan oleh


human simplex virus (HSV). Sepanjang tahun, sekitar sepertiga dari kasus
HSV ensefalitis muncul pada pasien dengan usia <20 tahun dan setengah
terjadi pada usia >50 tahun. Jika tidak dilakukan terapi antivirus,
mortalitas ensefalitis mencapai >70%, dengan hanya 2,5% orang dapat
kembali ke fungsi normal. Menurut data di atas, tampak bahwa banyak
dari kasus ensefalitis yang menyerang pasien dengan usia tua, sehingga

3
proporsi kematian dapat diperkirakan jauh lebih banyak pada usia tua
pula.

Angka kematian meningoensefalitis di Indonesia juga terbilang


tinggi. Hal ini berdasarkan data rekam medis di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo tahun 1990 dan 1995, terdapat 178 kasus meningitis
bakterial di antara 13.861 jumlah pasien rawat inap, dengan mortality rate
sebesar 44%.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu virus ?
2. Apa saja bagian-bagian virus ?
3. Apa saja struktur dan karakteristik virus ?
4. Virus apa saja yag menginfeksi system saraf pusat ?
C. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Virologi dan agar pembaca dapat mengetahui tentang virus dan virus apa
saja yang menginfeksi system saraf

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Virus
Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel
mikroorganisme biologis. Virus bersifat parasit oblogat, hal tersebut
disebabkan karena virus hanya dapat bereproduksi di dalam material
hidup dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup karena
virus tidak memiliki perlengkapan selular dan bereproduksi sendiri.
Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat (DNA atau
RNA, tetapi tidak kombinasi keduanya) yang diselubungi semacam bahan
pelindungyang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi
ketiganya. Genom virus akan diekspresikan menjadi baik protein yang
digunakan untuk membuat bahan genetik maupun protein yang
dibutuhkan dalam daur hidupnya.virus dalam ilmu biologi dinyatakan
bahwa virus tersusun atas partikel yang bernama virion dimana virion
tersebut tersusun dari senyawa asam nukleat yang di selubungi oleh
kapsid (protein pembungkus).

B. Bagian-Bagian Virus
Berikut ini adalah bagian-bagian utama dari tubuh virus :
1. Kapsid
Seperti tadi sudah di jelaskan diatas kapsid merupakan
pembungkus asam nukleat, kapsid inilah yang menentukan
morfologi virus. Kaspid berfungsi sebagai pelindung asam nukleat,
melekatkan virion pada sel inang yang terinfeksi virus, dan sebagai
penyedia protein untuk virion saat virion menginfeksi membran sel
inang.

5
2. Asam nukleat
Asam nukleat berperan penting dalam siklus hidp virus, sama
dengan organisme lainnya asam nukleat pada virus berfungsi
sebagai penyimpanan informasi genetik yang diperlukan untuk
sintesis protein
3. Sampul
Sampul pada virus merupakan hasil modifikasi virus terhadap
membran sel inang yang sudah terinfeksi oleh virus. Sampul virus
sendiri terdiei dari susunan molekul lipid dan protein.
C. Struktur dan Karakteristik Virus
Virus selalunya terdiri daripada lapisan protein sebagai pelindung
(sampul), teras protein yang menyimpan gen virus, dan gen virus itu
sendiri. Sampul yang selalunya selalu dihasilkan daripada membran sel
perumah, melindungi genom virus dan memberikan mekanisme (the
involuntary and consisten response of and organism to a given stimulu)
kepada virus tersebut.
1. Kepala
Kepala virus berisi DNA dan bagian luarnya diselubungi kapsi. Satu
unit protein yang menyusun kapsid disebut kapsomer
2. Kapsid
Kapsid adalah selubung yang berupa protein. Kapsid terdiri atas
kapsomer. Kapsid juga dapat terdiri atas protein monomer yang
terdiri dari rantai polipeptida. Fungsi kapsid untuk memberi bentuk
virus sekaligus pelindung virus dari kondisi lingkungan yang
merugikan virus.
3. Isi tubuh
Bagian isi tersusun atas asam inti, yakni DNA saja atau RNA saja.
Bagian isi disebut sebagai virion. DNA atau RNA merupakan materi
genetik yang berisi kode-kode pembawa sifat virus. Berdasarkan isi

6
yang dikandungnya, virus dapat dibedakan menjadi virus DNA
(virus T, virus cacar). Dan Virus RNA (virus influenza, HIV, H5N1).
Selain itu di dalam isi virus terdapat beberapa enzim.
4. Ekor
Ekor virus merupakan alat untuk menempel pada inangnya. Ekor
virus terdiri atas tubuh, bersumbat yang dilengkapi benang atau
serabut. Virus yang menginfeksi sel eukariotik tidak mempunyai
ekor.
D. Infeksi Virus Pada system Saraf
Gangguan pada sistem saraf yang di sebabkan oleh infeksi virus
merupakan komptensi yang paling serius yang dapat menyebabkan
kematian penderita secara klinik. Gangguan sistem saraf di bagi menjadi
gangguan akut dan sindromkronis. Hal ini kemungkinan di sebabkan baik
karena virus bermultiplikasi di dalam sel-sel otak dan menyebabkan
kerusakan sel-sel otak maupun karena adanya kelainan respon sistem
imun pasca terjadinya infeksi sel-sel saraf pada otak. Bila kerusakan sel
saraf di sebabkan oleh replikasi virus dalam otak.maka umumnya virus
dapat di isolasi dari jaringan otak atau cairan serebrospinal,akan tetapi
virus tidak di temukan pada kasus post infection syndrome.
 Etiologi
Infeksi virus pada sistem saraf di bagi dalam 3 golongan (i) infeksi
neurotropik primer,di mana virus menyerang selaput otak,otak aatau
sistem sum sum tulang belakang (ii) ensefalitis pasca infeksi yang terjadi
akibat komplikasi setelah infeksi virus variola, varicela, morbili, influenza,
mumps dan rubella. (iii) ensefaitis pasca faksinasi yang terjadi akibat
faksinasi dengan vaksin cacar , rabies, demam kuning dan morbili. Berikut
Virus-virsu yang menginfeksi system Saraf :

7
a. Virus rabies
Virus rabies termasuk dalam family rhabroviridae, bersifat
pathogen bagi manusia. Family rhabroviridae terdiri darilebih 100 jenis
virus yang mempunyai materi genetic terdiri dari RNA untai tunggal
dengan polaritas negatif dapat menginfeksi berbagai jenis hospes
termasuk vertebata,infertebrata dan tumbuhan. Di antara family
rhabroviridae,genus lysovirus dan vesicolovirus sangat penting dalam
bidang kesehatan karena bersifat pathogen bagi manusia dan hewan.
Virus rabies adalah anggota rhabroviridae yang pertama kali di
isolasi,dapat menimbulkan ensefalitis pada binatang liar maupun
peliharaan serta manusia yang digigit oleh binatang yang terinfeksi oleh
virus rabies.
a) Struktur virus rabies
Virus rabies terbentuk bulat panjang dengan ukuran skitar
60x180 nm.virus ini terdiri dari ribonukleokapsid yang melindungi asam
nukleat yang terdiri dari rna dengan molekul 3.5x10. Virus memiliki
selubung luar yang terdiri dari dua lapisan lipid dan tonjolan tonjolan
glikoprotein seperti paku yang panjangnya 10 nm. Struktur virus rabies
dapat di lihat pada gambar.
Virus penyebab
Virus penyebab yang
Jenis penyakit yang jarang di
sering di temukan
temukan
Virus rabies
Beberapa arbovirus Mumps virus
 West nile virus (gondong
Ensefalitis
 Murry valley adenovirus 7
encephalitis herpesvirus b
 St. Louis

8
enchepalitis
 Venezuelan
equine
enchpalitis
 Japanese b.
Encephalitis
 Westem equine
enchepalitis
 Virus
chikungunya
Paralisis(flaccid
Poliovirus 1,2,3 Coxsackievirus
paralysis)
Enterovirus
Mumpsvirus poliovirus 1,2,3,
limphocthic herpex simplex
choriomeningitis virus Westem equine
coxsackievirus 81,6,a9 enchepalitis
Meningitis aseptik
echovirus Eastem equiene
4,6,9,11,14,11,18,30. enchepalitis st.
Louis
enchepalitis

Postinvectious Morbili virus Vaccinia virus


enchephalomyelitis Rubella virus Varicella virus
Subacute-sclerosing
Oanencephalitis Mesles
(sspe)
Gerstmann-streusder Viroid

9
disease
Penyakit kupu Viroid
b) Replikasi Virus Rabies

Gambar. Masuknya virus kedalam sel inang

Gambar. Masuknya virus ke dalam sel inang


Virion akan berikataan dengan reseptor di permukaan sel dan
masuk ke dalam sel melalui klathrin – mediated secara endositosis. Protein G
atau espike pada virus berperan penting dalam ikatan terhadap reseptor dan
fusi pada membrane. Setelah endositosis , nukleokapsid di bebaskan ke
sitoplasma antara membrane dan endosom. Genom virus mulai di transkripsi

10
setelah rna yang berasosiasi dengan nukleokapsid ( N,pospo protein p ) dan
large protein ( (L). bebas di sitoplasma kompleks rna – dependent rna poli
merase protein l dan p bergerak pada template rna virus rabies stran
negative 3 menuju 5 dan mensintesis molekul RNA baru yaitu mRNAs .
Genom virus rabies terdiri dari 5 gen yang mengkode
pembentukan protein-protein l berfungsi sebagai transkriptase ,protein
n merupakan nukleoprotein dan protein nonstruktur.(ns) membentuk
komlpeks ribonukleoprotein (RNP). Protein m (matriks) dan protein g
(glikoprotein) merupakan protein yang terikat dengan kapsid
membentuk selubung virus. Protein g membentuk tonjolan pada
pemukaan virion merupakan salah satu protein virus yang merangsang
pembentukan antibodi netralisasi.
c) Multiplikasi virus rabies

Replikasi virus rabies sama dengan replikasi virus rna utai


tunggal lainnya . Virus melekat pada membran sel hospes
molekulprotein g virus. Masuk ke dalam sitoplasma melalui fungsi
selatau secara endositosis dan melepaskan selubung virus. Replikasi
berlangsung dalam sitoplasma di mana nukleokapsid membentuk
badan inklusi ( badan negri). Transkripsi awal menggunakan RNA
dependent rna polymerase menggunakan rna virus untai tunggal untuk
membentuk mRNA selanjutnya mrna ditranslasi menjadi 5 protein viral.
Setelah protein viral terbentuk genom rna virusjuga ditranskripsi ke
dalam rantai rna positif dan kemudian ke dalam rna komplementer
untai negatif,yang akan bergabung menjadi virion baru. Proses
perakitan virion terjadi dalam 2 fase.pertama,perakitan
ribonukleoprotein (RNP) disitoplasma dan perakitan selubung di
membran plasma,kedua adalah maturasi virion dengan pengikatan
protein m membran sel viron yang sudah lengkap ini kemudian keluar

11
dari sel hospes melalui proses budding sel hospes yang terinfeksi
akan mengalami lisis dan kematian sel.
d) Patogenesis
Virus rabies masuk ke dalam tubuh melalui gigitan binatang
yang mengandung virus rabies. Virus kemungkinan bisa langsung
masuk ke system saraf perlieratau berkembang biak terlebih dahulu
pada otot, kemudia virion masuk ke dalam sistem saraf tepi. Replikasi
pada virus terus berlagsung pada sistem saraf mulai dari saraf
sensoris ganglion dorsan, medula spinalis, kemusian menuju ke saraf
pusat. Infeksi terjadi pda batang otak, medukla spinalis, otak kecil dan
bagian otak lainnya dan pada akhirnya menyebar ke beberapa organ
tubuh atar lain ,ata, kelenjar liur, kulit dan organ lainnya.
Masa inkubasi penyakit tergantung pada perjalanan virus dari
tempat luka sampai ke otak. Pada gigitan di kaki masa inkubasi
sekitasr 60 hari, pada gigitan di tangan kira- kira 40 hari dan pada
gigitan di kepala masa inkubasinya sekitar 30 hari. Masa inkubasi
anank- anak lebih singkat di banding orang dewasa.
e) Gejala klinik
Gejala infeksi virus rabies pada manusia terdiri dari 5 tahap
yaitu inkubasi, prodrom, gangguan neurologi akut, koma dan
kematian. Masa inkubasi umumnya berkisar 30-90 hari, tetapi dapat
bervariasi antara 5 hari sampai 2 tahun setelah gigitan pertama.
Gejala klinik mulai muncul selama periode prodromal yang seringkali
gejalanya tidak spesifik misalnya demam, malaise, lesu atau di sertai
dengan gangguan pernapasan batuk dan sesak. Di samping itu terjadi
gangguan pada gastrointestinal berupa anoreksia, mual, muntah ,
sakit perut dan diare, serta gangguan sistem saraf pusat antara
lainsakit kepala, vertigo, gelisah, EunBuP, insomnia, mimpi buruk,
fotofobio, peningkatan libido dan depresi yang menandakan terjadinya

12
gangguan jiwa dan ensefalitis. Adanya rasa sakit pada tempat gigitan
binatang dan gejala –gejala tersebut di atas menandakan bahwa
pemderita mengalami infeksi yang di sebabkan oleh virus rabies.
Terjadi nya gangguan neurologik di tandai oleh adanya gejala
gangguan sistem saraf pusat antara lain kejang, hiperventilasi,
hipersalovasi, nafas tidak teratur, paralisis dan koma. Kematian
penderita umumnya terjadi akibat gagal pernapasan akibat komplikasi
penyakit. Di di seluruh dunia di perkirakan 55.000 orang meninggal
tiap tahun akibat infeksi virus rabies.
f) Diagnosis
Diagosis penyakit rabies pada manusia umunya berdasarkan
epidemologi dan gejala klinik serta di konfirmasi dengan hasil uji
laboratorium. Cara diagnosis tidak sulit jika di ketahui bahwa penderita
pernah di gigit binatang dan berbagai gejala yang menunjukan adanya
gangguan neurologik akut akibat infeksi virus rabies. Setiap penderita
yang menunjukan adanya kelainan neurologikatau gejala terinfeksi
virus rabies,perlu di tanyakan kemungkinan pernah di gigit binatang di
daerah yg endemik rabies atau di daerah lain di luar tempat tinggal
penderita.kesalahan dalam mendiagnosis rabies umumnya di
sebabkan karena gejala awal infeksi rabies mirip dengan gejala infeksi
lainnya.beberapa kasus ensefalitis dapat di sebabkan berbagai sebab
antara lain akibat infeksi virusherpes,arbovirus,tetanus,malana otak
,penyakit yang di sebabkan oleh rickottia dan tifoid. Penyakit paralisis
selain di sebabkan virus rabies juga dapat di sebabkan oleh
poliyomyelitis,botulism dan simian herpes type b enchepalitisdemikian
pula beberapa sindromneurologik yang bukan di sebabkan oleh
peyakit infeksi terutama polineuropati akut ( guillain-barme syndrome)
juga dapat menybabkan kesalahan diagnosis rabies.

13
g) Diagnosis laboratorium
Deteksi antigen rabies antibodi dan rnavirus atau isolasi virus
rabies dapat menegakkan diagnosis infeksi rabies . Berbagai
spesimen klinik penderita anatara lain darah,serum,saliva,urin,air
mata, jaringan biopsi,kulit dan cairan serebrospinal,dapat di gunakan
untuk mendeteksi keberadaan antigen atau antibodi terhadap rabies.
Salah satu tes yang spesifik untuk menemukanadanya antigen rabies
adalah uji imunofluoresensi langsung pada jaringan biopsi kulit,cairan
serebrospinal dan cairan biopsi otak.kenaikan titer antibodi dalam
serum dan adanya antibodi netralisasi terhadap rabies dalam cairan
serebrospinal memperkuat diagnosis infeksi virus rabies bila penderita
mati,maka virus rabis dapat di temukan di dalam sistem saraf pusat
atau sel otak dengan cara imunofluoresesnsi atau dengan cara
mendeteksi rna virus menggunakan metode rt-pcr( reverse
transcription-polymerase chain reaction).
h) Pengobatan
Apabila gejala penyakit terlokalisasi di tempat gigitan binatang,
obat anti viral yang harus segera di berikan antara lain ribavirin,
interferon, vaksin, humon rabies, imune globultn (HRIG) atau antibodi
monoklonal, tidak ada obat antiviral yang spesifik pada saat gejala
gangguan sistem saraf pusat mulai muncul. Perawatan secara intensif
harus segera di berikan kepada penderita. Jarang sekali penderita
yang sembuh dari infeksi rabies apabila telah menunjukan gejala
kelainan neurologik, karena mortalitas penyakit ini amat tinggi. Lebih
dari 99% infeksi klinis virus rabies pada manusia dan mamalia berakhir
dengan kematian, oleh karena itu pencegahan dan pengawasan
sangat penting untuk dilakukan.

14
Penatalaksanaan tindakan pengobatan virus rabies dapat di
lakukan dengan cara sebagai beikut:
1. Terhadap penderita yang di gigit anjing terutama yang tersangka
mengandung virus rabies luka bekas gigitan di cuci besrsih dengan
sabun dan air selama 5-10 menit dan di cuci dengan alkohol 70%
atau dengan vairan antiseptik( zephira). Dapat juga di berikan
antibiotika dan serum anti tetanus.
2. Di berika suntikan vaksin rabies pada hari pertma, hari ke 7 dan hari
ke 28 setelah gigitan. Dapat juga di berikan terapi interferon, ribavirin
atau antiviral lainnya.
3. Bila gigitan dekat dengan kepala atau daerah tengkuk selain di berikan
imunisasi aktif juga dapat di berikan imunisasi pasif dengan humon
rabies immune globulin ( HRIG) atau antibodi monoklonal. Kombinasi
serum hiperimundengan vaksin rabies sering kali memberikan
perlindungan yang lebih baik. Pemberian interferon dan obat antiviral
dapat juga diberikan untuk mencegah keparahan penyakit.
i) Pengawasan dan pencegahan
Binatang peliharaan yang rentang terhadap penyebaran virus
rabies terutama kucing dan anjing harus di vaksinasi. Program
vaksinasi terhadap binatang ini terbukti telah menurunkan angka
kejadian virus infeksi pada manusia. Namun demikian kucing dan
anjing liar yang luput dari pengawasan dan vaksinasi dapat menjadi
sumber penularan virus rabies pada manusia. Upaya terbaik untuk
menhindari infeksi virus rabies pada manusia adalah dengan
mencegah gigitan binatang peliharaan yang kemungkinan
mengandung virus rabies.
Apabila seseorang terpapar atau digigit binatang harus segera
di pastikan apakah penderita berisiko tinggi terhadap infeksi virus
rabies. Pengobatan yang di berikan setelah terpapar dengan virus

15
rabies adalah mencuci bersih dengan larutan antiseptik luka gigitan
dan pemberianhuman rabiesnimmune globulin (hrig) dan vaksin
rabies.
Vaksinasi dengan vaksin rabies dapat di berikan pada orang
yang beresiko tinggi terhadap paparan virus rabies antara lain para
laboran yang bekerja menangani virus rabies ,dokter,hewan,pengawas
binatang liar dan para wisatawan yang masuk ke daerah ,endemik
virus rabies bagi para pekerja yang berisiko tinggi harus selalu
diperiksa kadar antibodi terhadap virus rabies dan jika di perlukan
dilakukan vaksinasi ulang.
b. ARBOVIRUS ENCHEPALITIS
Nama arbovirus digunakan untuk memperjelas golongan virus
ditularkan melalui arthropoda atau nyamuk (arthropod born =
arboviruses). Arbovirus berbentuk sferis dengan diameter sekitar 50 nm,
mempunyai genom RNA berpolaritas positif dengan panjang sekitar 11
kilobasa. Genom virus terdiri dari beberapa gen yang mengkode ekskresi
protein struktural yaitu protein C (kapsid), protein E (selubung) dan protein
M (membran), serta beberrapa protein non struktural yang terdiri dari NS1,
na2a, ns2b, NS3, n4a dan NS5.

Arbovirus merupakan golongan virus yang sangat heterogen dan


umumnya bersifat endemik di daerah tropis. Namun dengan semakin
tingginya negara di belahan dunia lainnya. Lebih dari 100 jenis virus yang
tergolong dalam arbovirus yang dapat menginfeksi manusia, namun virus
yang akan di bahas pada bab ini adalah arbovirus yang dapat
menyebabkan kelainan pada sistem saraf pusat dan menyebabkan
ensefalitis.

16
Umumnya arbovirus di tranmisikan melalui nyamuk, akan tetapi
beberapa diantaranya dapat ditularkan melalui kutu atau serangga
lainnya. Dalam tubuh vektor, arbovirus bereplikasi dalam jumlah yang
terbatas dan persisten di dalam kelenjar air liur nyamuk. Konsentrasi virus
yang cukup tinggi dalam air liur nyamuk, dapat ditularkan pada saat
nyamuk tersebut menggigit manusia. Beberapa jenis vektor hanya aktif
pada musim tertentu setiap tahunnya, sehingga dapat mempengaruhi
waktu terjadinya wabah penyakit tersebut.

a) Gejala Klinik
Perjanalan penyakit arbovirus umumnya berjalan tanpa gejala
spesifik namun bila gejala kliniknya muncul dapat berakibat fatal. Gejala
pertama yang muncul biasanya menyerupai gejala flu biasa disertai
demam dan bila penyakit berkembang dan menjalar ke sistem saraf pusat
dapat menimbulkan gejala ensefalitas.

Ensefalitas adalah inflamasi atau peradangan otak yang dapat


menyebabkan kerusakan otak. Ensefalitas juga dapat menimbulkan
kelainan neurologik dan kematian.

Untuk mengatasi kejang biasanya diberikan obat anti-kejang


(misalnya fenitoin). Kortikosteroid juga digunakan untuk mengurangi
pembangkakan otak dan peradangan. Jika penderita tampak gelisah,
maka diberikan obat penenang. Untuk demam sakit kepala diberikan obat
penurun panas dan pereda nyeri.

Berikut beberapa jenis arbovirus yang dapat menyebabkan ensefalitas :

1. California serogroup/La ansophollitis virus


Virus ini termasuk dalam famili unyaviridae yang ditularkan melalui
gigitas nyamuk. Reservoir virus ini adalah binatang mamalia binatang

17
mamalia kecil (tupai). Virus lebih sering menyerang anak-anak daripada
orang dewasa. Tetapi morbiditas dan mortalitasnya rendah. Angka
kematian yang disebabkan oleh virus ini berkisar antara 1-2%.

2. St. Louis encephallitis virus


Virus ini termasuk dalam famili Flaviridae yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk dan reservornya adalah burung. Wabah penyakit dapat
terjadi sepanjang musim, tetapi lebih sering pada musim panas. Gejala
penyakit yang ditimbukan umumnya tanpa gejala dan sebagian menderita
demam dan sakit kepala. Pada kasus yang lebih berat, gejala peyakit
ditandai oleh demam tinggi, kaku pada bagian leher, disorientasi, tremor,
kejang, paralisis dan koma. Morbiditas penyakit ini cukup tinggi diseluruh
dunia dengan angka kematian berkisar antara 3-25%. Saat ini belum ada
vaksin untuk pencegahan infeksi.

Tabel. Beberapa jenis arbovirus yang dapat menyebabkan ensefalitis

Jenis
Penyakit Vektor Reservor
Virus

Famili Flaviridae

St. Louis
encephalitis Ensefalitis Nyamuk Burung
virus

West Nile Virus Ensefalitis Nyamuk Burung

Japanese
enephallitis Ensefalitis Nyamuk Burung
virus

Famili Bunyaviridae

La Cross Virus Ensefalitis Nyamuk Tupai


(California

18
serogroup)

Famili Togaviridae

Estern equine
encephalitis Ensefalitis Nyamuk Burung
virus

Western equine
encephalitis Ensefalitis Nyamuk Burung
virus

Venezuelan
equine Ensefalitis Nyamuk Kuda
encephallitis

3. Western equine encephalitis virus

Virus ini juga termasuk dalam family Togaviridae, genus Alphavirus


yang ditularkan melalui gigitan dan reservornya adalah burung. Virus ini
dapat menyerang kuda dan manusia. Seperti halnya virus Eastern equine
encephalitis, virus ini menimbulkan gejala yang lebih parah pada anak-
anak, daripada orang dewasa. Kasus kematian baiasanya banyak terjadi
pada penderita anak-anak daripada orang dewasa. Kasus kematiannya
biasanya lebih kecil dari pada kasus Eastern equine encephalitis yaitu
berkisar antara 3-7%.

4. Eastern aquine encephalitis virus

Virus ini termasuk dalam family togaviridae, genus alphavirus yang


ditularkan melalui gogotan nyamuk dan reservoarnya adalah burung.
Virus ini menyerang kuda dan juga manusia. Pada beberapa kasus gejala
kliniknya menyerupai gejala flu biasa, tapi pada anak-anak umumnya
gejalanya lebig parah dibandingkan dengan orang dewasa. Anak dibawah

19
umur 15 tahun dan orang tua di atas 50 tahun biasanya menunjukkan
gejala klinik yang parah. Bila gejala klinik muncul resiko kematiannya
sekitar 35% dan bagi yang bertahan hidup biasanya akan mengidap
gangguan neurologis.

5. Venezuelone equine encephalitis virus

Virus ini juga termasuk dalam family Tiogaviridae, genus Alphavirus


yang ditularkan melalui gigitan nyamuk, reservoarnya adalah kuda dan
binatang mamalia. Virus ini sebagian besar endemic di Amerika Selatan
dan wilyah bagian Selatan Amerika Serikat.

6. West Nile encephollitis virus

Virus ini termasuk dalam family rogaviridae, genus Alphavirus yang


ditularkan melalui gigitan nyamuk culex pipiens atau culex
quinquefasciofus dan reservornya adalah burung. West Nile Virus
berkerabat erat dengan virus St. Louis enchepallitis banyak di dapatkan di
Afrika, Asia Barat, Asia Tenggara, Eropa Timur dan Timur Tengah.

Sebagian besar penderita (75%) yang terinfeksi tidak menunjukkan


gejala., dan memperoleh kekebalan terhadap virus., sebagian lainnya
menunjukkan adanya gejala seperti gejala flu, demam, sakit kepala dan
merasa tidak enak badan. Gejala kliniksering kali disertai dengan adanya
pembesaran kelenjar limpa (lymphodenopothy) dan kemerahan pada kulit.
Sekitar 1% kasus infeksi berkembang menjadi parah dan mengalami
ensefalitis, disertai dengan gejala demam tinggi, sakit kepala, kaku pada
leher, gelisah,koma, tremor kejang, paralisis yang dapat mengakibatkan
kematian. Gejala ini menyerupai gejala ensefalitis pada kasus infeksi
dengan virus St. Louis enchepallitis orang tua yang berumur lebih dari 50

20
tahun lebih rentan terhadap west Nile enchephallitis dan angka
kematiannya berkisar antara 2-5%.

Beberapa penderita yang erserang penyakit virus west Nile dapat


mengalami “acute flaccid paralysis” yaitu suatu sindrom yang berlangsung
cepat dan tiba-tiba merasa kesulitan bernafas dan sebagian anggota
badan termasuk salah satu kaki lemas tidak bisa di gerakkan. Gejala yang
muncul dengan cepat dan progresif ini akibat peradangan yang terjadi
pada system saraf motorik sehingga gejalanya menyerupai gejala yang di
sebabkan oleh virus polio. Sindrom ini sering juga disebut dengan West
Nile poliomyelitis. Hal yang penting untuk diperhatikan bahwa sindrom ini
dapat terjadi tanpa adanya gejala ensefalitis,meningitis, bahkan demam,
sehingga kondisi lemas dan lemah ini merupakan suatu gejala spesifik
yang disebabkan oleh ifeksi virus West Nile.

Pengobatan infeksi virus West Nile bersifat pengobatan supportif,


namun dapat juga diberikan obat antiviral antara lain ribavin. Pengawasan
terbaik terhadap virus adalah memberantas nyamuk pembawa virus
dengan insektisida atau penyemprotaan dengan larvasida yang berasal
dari abkteri antara lain berasal dari bakteri Bacillus thunngiensis
var.Israelensis dan Bacillus sphoericus. Pemberantasan sarang nyamuk
juga merupakan upaya yang signifikan dalam mencegah penularan
penyakit.

7. Japanese Enchepahallitis Virus

Virus Japanese Enchepallitis Virus (JEV) merupakan anggota


family Flaviridae dari genus Flavi virus. JEV memiliki genomRNA untai
tunggal positif dengan panjang sekitar 11 kb. Genom RNA ini
ditranslasikan ke dalam precursor poliprotein tunggalyang akan diproses

21
untuk menghasilkan tiga protein structural (C, prM, E) dan tujuh protein
non-struktural (NS1, NS2,A, NS2B, NS3, NS4A,NS4B dan NS5). Virus
yang ditularkan memalui gigitan nyamuk ini dapat menyebabkan infeksi
pada system saraf pusat yaitu Japanese enchephallitis. (JE).

Wabah penyakit Japanese Enchephallitis pertama kali dilaporkan


terjadi di Jepang pada tahun 1870. Sedangkan isolasi JEV baru berhasil
dilakukan pada tahun 1935. Dari Jepang, penyakit ini menyebar ke
semananjung Korea, China dank e Negara Asia lainnya dan Australia
bagian Utara. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit infeksi yang
serius dan tingkat mortalitas yang tinggi, karena dapat menyebabkan
inflamasi pada sitem syaraf pusat. Walaupun penyakit ini bisa sembuh,
namun sekitar 30% diantaranya menyisakan gejala seperti kelumpuhan,
kerusakan otak, dan penyakit serius lainnya. World Health Organization
(WHO) memperkirakan terdapat sekitar 50.000 kasus serius dari penyakit.
Japanese encephalitis di Asia setiap tahunnya dari 10.000 diantaranya
meninggal. Angka kematian ini sekitar 20%.

Di Jepang JEV pertama kali di isolasi dari jaringan otak penderita.


JE yang meninggal pada tahun 1935, kemudian pada tahun 1938 JEV
berhasi di isolasi dari nyamuk Culextritieniorhynchus yang bertidak
sebagai vector utama dalam penularan JE. Penyakit ini umumnya
menyerang anak-anak padakelompok usia 3-14 tahun. Infeksi yang
disebabkan oleh JEV secara klinis umumnya sulit diketahui. Gejala yang
ditimbulkan hanya memperlihatkan demam ringan hingga berat yang
sukar di bedakan dengan penyakit encephalitis lainnya.

 Replikasi Virus Japnese Encehallitis


Replikasi JEV terdiri dari beberapa tahap, yaitu :

22
- Penempelan virus dengan reseptor yang ada di permukaan sel
inang.
- Internalisasi melaluimekanisme endositosis
- Fusi sel dan pelepasan selubung virus
- Translasi genom menjadi protein
- Replikasi RNA
- Perakitan struktur virus dan pematangan virus
- Pelepasan virion dari sel inang.

Dalam proses replikasi RNA, RNA polymerase, yang dihasilkan


dalam proses translasi,akan mensintesa RNA untaitunggal (-) dengan
menggunakan RNA untai tunggal (+) sebagai cetakan (templotel).
Proses ini akan menghasilkan produk sementara berupa RNA untai
ganda yang terdiri dari RNA untai tunggal (+) dan (-). RNA untaiganda
kemudian dipisahkan sehingga masing-masing RNA untai tunggal (+)
dan (-) bisa digunakan sebagai cetakan untuk sintesa RNA berikutnya.

Struktur virion JEV berbentuk sferikal dengan diameter 40-50


nm. Genom JEV merupakan RNA untai tunggal polaritas positif
dengan panjang sekitar 11 kilobasa. Open reading frame (ORF)
tunggal yang dimiliki oleh JEV mengkodekan poliprotein yang tersusu
darin 3.400 asam amino. Genom RNA tersebut selanjutnya ditranslasi
menjadi precursor poliprotein tunggal untuk membentuk 3 protein
structural dan 7 protein nin-struktural.

Protein structural jev terdiri atas protein C (corel, M (membrane)


dan E (envelopel). Secara umum, prtein structural berperan dalam
pembentukan partikel virus. Protein C memiliki berat molekul antara
12-14 kDa dan berperan dalam pembentukan komponen structural
virus yaitu nukleokapsid. Protein (M) memiliki bera molekul antara 8-9

23
kDa, terbentuk dari pembelahan dan pemindahan segmen ujung
amino dari prekursornya, yakni preM. Pembelahan tersebut terjadi
karena proses yang di duga berkaitan dengan pematangan
glikoprotein envelope dan perkembangan infektivitas virus. Protein E
merupakan protein structural terluar yang terbesar dengan berat
molekul 53-55 kda. Protein di duga berperan penting dalam masuknya
virus kedalam sel inang.

Protein non-struktural (NS) JEV terdiri atas protein NS1, NS2A,


NS2B, NS3, NS4A, NSA4B dan NS5. Protein non-struktural secara
umum berperan pada proses replikasi genom virus. Protein NS
dengan berat molekul sekitar 39-41 kDa, di duga terlihat dalam
pembentukan dan pelepasanv virion-virion. Protein NS2A dan NS2B
merupakan protein dengan berat molekul kecil yang di duga berperan
pada pembentukan protein virus lainnya. Protein NS3 memiliki berat
molekul 68-70 kDa. Diketahui memiliki aktivitas serin protease, NT
PassertaRNA helikase. Aktivitas serin protease terdapat pada
seperempat bagian dari ujung amino, sedangkan aktivitas NTPase dan
RNA helikase terdapat pada sisa daerah ujung karboksil protein NS3.
Protein NS4A dan NS4B merupakan protein non-struktural yang
fungsinya belum diketahui secara pasti, tetapidi duga berperan dalam
lokalisasi membrane NS3 dan NS5 melalui interaksi protein-protein
atau berperan dalam pembentukan kompleks replikasi genom RNA.
Protein NS memiliki berat molekul sekitar 103-104 kDa, merupakan
protein terbesar yang memiliki aktivitas RNA.

 Gejala Klinik

Siklus transmisi JEV diperantarai oleh nyamuk culex


tritoeniorhynchus yang terinfeksi karena menghisap darah burung

24
maupun babi yang terinfeksi JEV. Penyakit ini umumnya menyerang
anak-naak pada kelompok usia 3-14 tahun. Gejala klinis infeksi yang
disebabkan oleh JEV umumnya sulit diketahui. Gejala yang
ditimbulakn hanya memperlihatkan demam ringan hingga berat yang
sukar dibedakan dengan penyakit encephalitis lainnya. Periode
inkubasi pada manusia bervariasi antar 4-15 hari di gigit nyamuk yang
terinfeksi. Gejala awal infeksi di tandai dengan demam tinggi,
menggigil, mual-muntah, sakit kepala dan sakit pada otot, kemudian
berkembang menjadi gejala yang lebih serius seperti gangguan
pergerakan, meningitis, koma bahkan kematian.

 Epidemiologi virus Japanese encephalitis

Virus Japanese encephalitis merupakan penyakit endemic di


Asia Selatan, Asia Tenggara, Asia Timur dan Pasifik.

Pola penularan penyakit Japanese encephalitis dapat terjadi


secara musiman (pola endemic) maupun sepanjang tahun (pola
endemic ). Pola penularan epidemic merupakan pola yang paling
umum ditemukan. Pola epidemic ditemukan pada daerah empat
musim seperti Cina, Korea dan Jepang. Transmisi JEV pada daerah
empat musim terjadi pada musim panas dan awal musim semi, yaiu
antara Bulan Juni-September. Pola penularan endemic ditemukan di
daerah tropis dan sub tropis seperti wilayah Asia Tenggara (termasuk
Indonesi) dan India. Transmisi JEV pada daerah tropis dan sbu tropis
mengalami peningkatan pada musim hujan, karena pada musim ini
nyamukculex yang merupakan vector JEV, berkembang biak dengan
optimal.

25
c. VIRUS POLIO

Virus Polio adalah Virus yang termasuk dalam golongan Human


Enterovirus yang bereplikasi di usus dan dikeluarkan melalui tinja. Virus
Polio terdiri dari 3 strain yaitu strain-1 (Brunhilde), strain-2 (Lansig), dan
strain-3 (Leon), termasuk family Picornaviridae. Penyakit ini dapat
menyebabkan kelumpuhan dengan kerusakan motor neuron pada cornu
anterior dari sumsum tulang belakang akibat infeksi virus.

Virus polio yang ditemukan dapat berupa virus polio vaksin/sabin,


Virus polio liar/WPV (Wild Poliovirus) dan VDPV (Vaccine Derived
Poliovirus). VDVP merupakan virus polio vaksin/sabin yang mengalami
mutasi dan dapat menyebabkan kelumpuhan.

VDPV diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu 1). Immunodeficient-


related VDPV (iVDPV) berasal dari pasien imunodefisiensi, 2). Circulating
VDPV (cVDPV) ketika ada bukti transmisi orang ke orang dalam
masyarakat, dan 3). Ambiguous VDPV (aVDPV) apabila tidak dapat
diklasifikasikan sebagai cVDPV atau iVDPV. Penetapan jenis virus yang
dimaksud, ditentukan berdasarkan pemeriksaan laboratorium. Identifikasi
VDPV berdasarkan tingkat perbedaan dari strain virus OPV. Virus polio

26
dikategorikan sebagai VDPV apabila terdapat perbedaan lebih dari 1%
(>10 perubahan nukleotida) untuk virus polio tipe 1 dan 3, sedangkan
untuk virus polio tipe 2 apabila ada perbedaan lebih dari 0,6% (>6
perubahan nukleotida).

Polio dapat menyerang pada usia berapa pun, tetapi polio terutama
menyerang anak-anak di bawah usia lima tahun. Pada awal abad ke-20,
polio adalah salah satu penyakit yang paling ditakuti di negara-negara
industri, melumpuhkan ratusan ribu anak setiap tahun. Pada tahun
1950an dan 1960an polio telah terkendali dan praktis dihilangkan sebagai
masalah kesehatan masyarakat di negara-negara industry. Hal ini setelah
pengenalan vaksin yang efektif.

Pada 1988, sejak Prakarsa Pemberantasan Polio Global dimulai,


lebih dari 2,5 miliar anak telah diimunisasi polio. Sekarang masih terdapat
3 negara endemis yang melaporkan penularan polio yaitu Afganistan,
Pakistan dan Nigeria.

Pada Juni 2018, dilaporkan adanya kasus polio di negara tetangga


Papua New Guinea, sehingga diperlukan adanya peningkatan
kewaspadaan dini terhadap masuknya virus polio ke Indonesia.
a) Replikasi Virus polio

27
1. Satu virus polio mendekati sebuah sel saraf melalui aliran darah
2. Reseptor reseptor sel saraf menempel pada virus
3. Kapsid atau kulit protein dari virus pecah untuk melepaskan RNA
4. Rna polio bergerak menuju sebuah ribosom- stasiun perangkai
protein pada sel
5. Rna polio menduduki ribosom dan memaksa nya untuk membuat
lebih banyak rna dan kapsid polio
6. Kapsid dan rna polio yang baru bergabung untuk membentuk virus
polio baru
7. Sel inang membengkak dan meledak, melepaskan ribuan virus
polio baru kembali ke aliran darah.
b) Gejala, Tanda dan Masa Inkubasi
1) Masa inkubasi virus polio biasanya memakan waktu 3-6 hari, dan
kelumpuhan terjadi dalam waktu 7-21 hari.
Kebanyakan orang terinfeksi (90%) tidak memiliki gejala atau gejala
yang sangat ringan dan biasanya tidak dikenali. Pada kondisi lain,
gejala awal yaitu demam, kelelahan, sakit kepala, muntah, kekakuan
di leher dan nyeri di tungkai.
2) Adapun gejala Penderita polio dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
- Polio non-paralisis dapat mnyebabkan muntah, lemah otot, demam,
meningitis, letih, sakit tenggorokan, sakit kepala serta kaki, tangan,
leher dan punggung terasa kaku dan sakit
- Polio paralisis menyebabkan sakit kepala, demam, lemah otot, kaki
dan lengan terasa lemah, dan kehilangan refleks tubuh.
- Sindrom pasca-polio menyebabkan sulit bernapas atau menelan,
sulit berkonsentrasi, lemah otot, depresi, gangguan tidur dengan
kesulitan bernapas, mudah lelah dan massa otot tubuh menurun.

28
c) Cara Transmisi (Penularan)
Polio menyebar melalui kontak orang ke orang. Ketika seorang
anak terinfeksi virus polio liar, virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut
dan berkembang biak di usus. Ini kemudian dibuang ke lingkungan
melalui faeces di mana ia dapat menyebar dengan cepat melalui
komunitas, terutama dalam situasi kebersihan dan sanitasi yang buruk.
Virus tidak akan rentan menginfeksi dan mati bila seorang anak
mendapatkan imunisasi lengkap terhadap polio. Polio dapat menyebar
ketika makanan atau minuman terkontaminasi oleh feses. Ada juga bukti
bahwa lalat dapat secara pasif memindahkan virus polio dari feses ke
makanan. Kebanyakan orang yang terinfeksi virus polio tidak memiliki
tanda-tanda penyakit dan tidak pernah sadar bahwa mereka telah
terinfeksi. Orang-orang tanpa gejala ini membawa virus dalam usus
mereka dan dapat “diam-diam” menyebarkan infeksi ke ribuan orang lain.
d) Patogenesis
Manusia merupakan hospes alamiah untuk virus polio. Virus ini
menempel pada reseptor spesifik yang terdapat padapermukaan sel epitel
usus dan saraf pusat. Replikasi awal virus polio terjadi pada mukosa
orofaring dan intestinal. Darisini virus akan tersebar ke tonsil dan Peyer’s
patchies pada usus halus dan saluran limfatik dan pada akhirnya akan
tersebar memalui peredaran darah ke berbagai organ dalam tubuh dan
terjadi viremia. Virus polio dapat menyebar sepanjang saraf akson dari
saraf perifer sampai system saraf pusat. Penyebaran virus dapat berlanjut
ke sepanjang serabut saraf motorik dan saraf tulag belakang. Virus polio
juga dapat menyebar langsung ke system saraf pusat dan sel otak, pada
saat seorang anak mendapat tindakan bedah pemotongan tonsil
(tonsilectomi). Virus polio yang terdapat di orofaring anak dapat masuk
kedalam sel saraf dan dapat menyebar ke sel otak.

29
Pada sebagian besar kasus virus tidak menyebar kembali dan
menunjukkan adanya gejala tidak spesifik seperti demam, malaise, sakit
kepala, mual, gangguan pencernaan dan saluran pernafasan. Bila terjadi
peneybaran virus lebih lanjut, penyakit akan berkembang dan terjadi
kalainan neurologis, dimaan virus menyebar pada sel-sel saraf pusat dan
sel otak. Apabilasistem saraf pusat terganggu dan mengalami kerusakan,
gejalayang timbul antara lain berupa kelumpuhan otot dan gangguan
penglihatan. Gangguan paralitik poliomyelitis yang terjadi akan menetap
seumur hidup penderita. Insidensi terjadinya paralisis poliomyelitis
tersebut hanya berkisar 1% dari kasus infeksi virus polio. Di duga bahwa
antigen histokompetibilitas HLA-3 danHLA-7 berperan penting dalam
meningkatkan resiko paralisis.
e) Penegakan Diagnosis
1) Kasus AFP : semua anak kurang dari 15 tahun dengan
kelumpuhan yang sifatnya flaccid (layuh), proses terjadi
kelumpuhan secara akut (<14 hari), serta bukan disebabkan oleh
ruda paksa.
2) Hot case adalah kasus-kasus yang sangat menyerupai polio yang
ditemukan <6 bulan sejak kelumpuhan dan spesimennya tidak
adekuat perlu dilakukan pengambilan sample kontak. Kategori hot
case dibuat berdasarkan kondisi specimen yang tidak adekuat
pada kasus yang sangat menyerupai polio. Hot case cluster adalah
2 kasus AFP atau lebih, berada dalam satu lokasi (wilayah
epidemologi), beda waktu kelumpuhan satu dengan yang lainnya
tidak lebih dari 1 bulan.
3) VDPV (vaccine derived polio virus) adalah kasus polio (confirmed
polio) yag disebabkan virus polio vaksin yang telah bermutasi

30
4) Kasus polio pasti (confirmed polio case) : kasus AFP yang pada
hasil laboratorium tinjanya ditemukan virus polio liar (VPL), cVDPV,
atau hot case dengan salah satu specimen kontak VPL/VDPN
5) Kasus polio kompatibel : kasus polio yang tidak cukup bukti untuk
diklasifikasikan sebagai kasus non polio secara laboratoris
(virologis) yang dikarenakan antara lain a) specimen tidak adekuat
dan terdapat paralisis residual pada kunjungan ulang 60 hari
setelah terjadinya kelumpuhan, b) specimen tidak adekuat dan
kasus meninggal atau hilang sebelum dilakukan kunjungan ulang
60 hari. Kasus polio kompatibel hanya dapat ditetapkan oleh
kelompok kerja ahli surveilans AFP nasional berdasarkan kajian
data/dokumen secara klinis atau epidemologis maupun kunjungan
lapangan.
f) Informasi Laboratorium
1) Specimen AFP berupa tinja yang diambil pada kasus AFP yang
lama lumpuhnya belum lebih dari 2 bulan
2) Specimen adekuat adalah 2 spesimen dapat dikumpulkan dengan
tenggang waktu minimal 24 jam
3) Waktu pengumpulan ke 2 spesimen tidak lebih dari 14 hari sejak
terjadi kelumpuhan
4) Masing-masing spsimen minimal 8 gram (sebesar satu ruas ibu jari
orang dewasa), atau 1 sendok makan bila penderita diare.
5) Specimen pada saat diterima di laboratorium dalam keadaan :
- 2 spesimen tidak bocor
- 2 spesimen volumenya cukup
- Suhu dalam speseimen karier 2-8°C
- 2 spesimen tidak rusak (kering,dll)

31
g) Treatment/penatalaksanaan
Tidak ada obat untuk polio, yang ada hanya perawatan untuk
meringankan gejala. terapi fisik digunakan untuk merangsang otot dan
obat antispasmodic diberikan untuk mengendurkan otot-otot dan
meningkatkan mobilitas. Meskipun ini dapat meningkatkan mobilitas, tapi
tidak dapat mengobati kelumpuhan polio permanen.

Apabila sudah terkena Polio, tindakan yang dilakukan yaitu


tatalaksana kasus lebih ditekankan pada tindakan suportif dan
pencegahan terjadinya cacat, sehingga anggota gerak diusahakan
kembali berfungsi senormal mungkin dan penderita dirawat inap selama
minimal 7 hari atau sampai penderita melampaui masa akut.

Penemuan dini dan perawatan dini untuk mempercepat


kesembuhan dan mencegah bertambah beratnya cacat. Kasus polio
dengan gejala klinis ringan di rumah, bila gejala klinis berat diruju ke RS.

h) Faktor Risiko Kejadian Polio


Data cakupan imunisasi polio, di tingkat puskesmas, desa terjangkit
dan desa sekitar beresiko selama 3-5 tahun terakhir, dan tata laksana
rantai dingin vaksin
1) Frekuensi pelayanan imunisasi masyarakat setempat
Ketenagaan, ketersediaan vaksin dan kualitas vaksin diantaranya
penyimpanan vaksin dan control suhu penyimpanan
2) Daerah kumuh atau padat atau daerah pengungsi
Mobilitas penduduk dari dan ke daerah endemis poliomyelitis
3) Kontak adalah anak usia < 5 tahun yang berinteraksi serumah atau
sepermainan dengan kasus sejak terjadi kelumpuhan sampai 3 bulan
kemudian.

32
i) Faktor Risiko terhadap Kelumpuhan
Tidak ada yang tahu mengapa hanya sebagian kecil infeksi
menyebabkan kelumpuhan. Beberapa faktor risiko utama yang
diidentifikasi yang meningkatkan kemungkinan kelumpuhan pada
seseorang yang terinfeksi polio, seperti diantaranya defisiensi imun,
kehamilan, pengangkatan amandel (tonsilektomi), suntikan intramuscular
misalnya obat-obatan, olahraga berat dan cedera.

j) Epidemiologi
Setelah dilaksanakan PIN Polio tiga tahun berturut-turut pada
tahun 1995, 1996 dan 1997, virus polio liar asli Indonesia (indigenous)
sudah tidak ditemukan lagi sejak tahun 1996. Namun pada tanggal 13
Maret 2005 ditemukan kasus polio importasi pertama di Kecamatan
Cidahu Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Kasus polio tersebut
berkembang menjadi KLB yang menyerang 305 orang dalam kurun waktu
2005 sampai awal 2006. KLB ini tersebar di 47 kabupaten/kota di 10
provinsi. Selain itu juga ditemukan 46 kasus Vaccine Derived Polio Virus
(VDPV) yaitu kasus Polio yang disebabkan oleh virus dari vaksin, yang
terjadi apabila banyak anak yang tidak di imunisasi, dimana 45 kasus di
antaranya terjadi di semua kabupaten di Pulau Madura dan satu kasus
terjadi di Probolinggo, Jawa Timur. Setelah dilakukan Outbreak Response
Immunization (ORI), dua kali mop-up, lima kali PIN, dan dua kali Sub-PIN,
KLB dapat ditanggulangi sepenuhnya. Kasus Virus Polio Liar (VPL)
terakhir yang mengalami kelumpuhan ditemukan pada tanggal 20
Februari 2006 di Aceh. Sejak saat itu hingga sekarang tidak pernah lagi
ditemukan kasus Polio di Indonesia.
1) Situasi Global

33
Kasus polio pertama kali pada 1580 – 1350 SM, Inskripsi Mesir
kuno menggambarkan pendeta muda dengan kaki sebelah kiri yang
memendek dan mengecil, telapak kaki pada posisi equinus, yang
merupakan gambaran keadaan klinik lumpuh layu.
Total kasus kumulatif tahun 2018 sebanyak 50 kasus, 12 kasus
WPV1 di Afganistan, 3 Kasus WPV1 di Pakistan, 13 kasus cVDPV2 di
Republik Demokratik Kongo, 8 Kasus cDVDPV2 di Nigeria, 5 kasus
cVDPV di Somalia dan 9 kasus cVDPV1 di Papua New Guinea.
Jumlah kumulatif kasus polio tahun 2017 hingga tahun 2018 sebanyak
168 kasus. (Sumber: http://polioeradication.org/polio-today/polio-
now/this-week/ per tanggal 4 September 2018).

k) Cara Pencegahan
Imunisasi merupakan tindakan yang paling efektif dalam mencegah
penyakit polio. Vaksin polio yang diberikan berkali-kali dapat melindungi
seorang anak seumur hidup. Pencegahan penyakit polio dapat dilakukan
dengan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pemberian
imunisasi polio pada anak-anak.

Pencegahan penularan ke orang lain melalui kontak langsung


(droplet) dengan menggunakan masker bagi yang sakit maupun yang
sehat. Selain itu mencegah pencemaran lingkungan (fecal-oral) dan
pengendalian infeksi dengan menerapkan buang air besar di jamban dan
mengalirkannya ke septic tank.
1) Pencegahan dengan Vaksin Polio
Ada 4 jenis vaksin Polio, yaitu :
- Oral Polio Vaccine (OPV), untuk jenis vaksin ini aman, efektif dan
memberikan perlindungan jangka panjang sehingga sangat efektif
dalam menghentikan penularan virus. Vaksin ini diberikan secara

34
oral. Setelah vaksin ini bereplikasi di usus dan diekskresikan, dapat
menyebar ke orang lain dalam kontak dekat.
- Monovalent Oral Polio Vaccines (mOPV1 and mOPV3), sebelum
pengembangan tOPV, OPV Monovalen (mopVs) dikembangkan
pada awal tahun 1950an. Vaksin polio ini memberikan kekebalan
hanya pada satu jenis dari tiga serotipe OPV, namun tidak
memberikan perlindungan terhadap dua jenis lainnya. OPV
Monovalen untuk virus Polio tipe 1 (mopV1) dan tipe 3 (mOPV3)
dilisensikan lagi pada tahun 2005 dan akhirnya mendapatkan
respon imun melawan serotipe yang lain.
- Bivalent Oral Polio Vaccine (bOPV), setelah April 2016, vaksin
virus Polio Oral Trivalen diganti dengan vaksin virus Polio Oral
Bivalen (bOPV). Bivalen OPV hanya mengandung virus serotipe 1
dan 3 yang dilemahkan, dalam jumlah yang sama seperti pada
vaksin trivalen. Bivalen OPV menghasilkan respons imun yang
lebih baik terhadap jenis virus Polio tipe 1 dan 3 dibandingkan
dengan OPV trivalen, namun tidak memberikan kekebalan
terhadap serotipe 2.
- Inactivated Polio Vaccine (IPV), sebelum bulan April 2016, vaksin
virus Polio Oral Trival (topV) adalah vaksin utama yang digunakan
untuk imunisasi rutin terhadap virus Polio. Dikembangkan pada
tahun 1950 oleh Albert Sabin, tOPV terdiri dari campuran virus
polio hidup dan dilemahkan dari ketiga serotipe tersebut. tOPV
tidak mahal, efektif dan memberikan perlindungan jangka panjang
untuk ketiga serotipe virus Polio. Vaksin Trivalen ditarik pada bulan
April 2016 dan diganti dengan vaksin virus Polio Oral Bivalen
(bOPV), yang hanya mengandung virus dilemahkan vaksin tipe 1
dan 3.

35
Setelah kasus JE ditemukan pertama kali di Jepang pada tahun
1870,telah terjadi beberapa kali wabah epidemic JE. Pada tahun 1942
terjadi epidemic yang menelan jiwab mencapat 65% dari 5.125
kasus.kasus wabah epidemic hebat lainnya terjadi pada tahun 1935
dan 1948. Pada tahun1949 terjadi wabah epidemic di Korea dan
tercatat 5.616 kasus dengan angka kematian mencapai 48,56%. Pada
tahun 1966 terjadi wabah di China dan dilaporkan lebih 40.000 orang
terinfeksi dengan JEV. India juga melaporkan telah terjadi wabah JE
pada tahun 1954 walaupun bersifat sporadic. Setelah itu sejak tahun
1968 tidak pernah lagi timbul wabah epidemi., walaupun begitu,
secarasporadis kasus JE tetap ada di beberapa Negara.

d. INFEKSI VIRUS ENTEROVIRUS


Agen penyebab Enterovirus 71 (EV71) adalah virus RNA utas
tunggal dan merupakan salah satu penyebab hand, foot and mouth
disease (HFMD) atau penyakit tangan, kaki dan mulut. Infeksi EV71
umumnya terjadi di area Asia Tenggara, terutama di musim panas atau
awal musim gugur. Wabah penyakit ini telah dilaporkan di Australia, Cina
Daratan, Malaysia, Singapura, Taiwan, dll.

a) Gejala Klinis
Fitur klinis Infeksi EV biasanya terjadi pada anak kecil. Pasien
umumnya menunjukkan gejala HFMD, yang berupa demam, luka pada
mulut dan ruam melepuh. Penyakit ini biasanya diawali dengan demam,
penurunan nafsu makan, keletihan dan sakit tenggorokan. Satu atau dua
hari setelah demam terjadi, dapat muncul luka nyeri pada mulut. Mungkin
juga terjadi ruam kulit yang tidak gatal dan terkadang disertai oleh luka.
Ruam umumnya muncul pada telapak tangan dan kaki, dan juga dapat
muncul pada bokong dan/atau kelamin. Penderita HFMD bisa jadi tidak

36
menunjukkan gejala, atau hanya mengalami ruam atau luka mulut. EV71
dapat menyebabkan penyakit yang lebih serius, seperti radang otak akibat
virus (aseptik), encephalitis, kelumpuhan serupa poliomyelitis dan
myocarditis.

b) Cara penularan
Cara penularan Penyakit ini terutama menyebar melalui kontak
dengan cairan hidung atau tenggorokan, air liur, cairan luka atau feses
orang yang terinfeksi, atau setelah menyentuh benda-benda yang
terkontaminasi. Penyakit ini dapat menular pada tahap akut dan mungkin
selanjutnya, karena pengeluaran virus melalui feses dapat berlangsung
selama beberapa minggu.

c) Periode Inkubasi
Periode inkubasi Periode inkubasi biasanya berlangsung antara 3 -
5 hari. Pengelolaan Saat ini, tidak ada perawatan khusus untuk infeksi
EV71. Perawatan gejala dapat dilakukan untuk meredakan demam dan
nyeri akibat luka. Sering kali, penyakit ini akan hilang sendiri dan gejala
yang meliputi demam, ruam dan luka biasanya mereda dalam satu
minggu. Orang tua perlu memerhatikan kesehatan anak dan segera
mencari bantuan dokter jika anak yang menderita HFMD menunjukkan
gejala-gejala berikut:
 Demam tinggi berkepanjangan
 Berkali-kali muntah
 Rasa mengantuk atau pusing berkepanjangan
 Kejang tiba-tiba atau tungkai tangan dan kaki mendadak lemas

Anak yang sedang sakit harus menghindari pergi ke sekolah atau


beraktivitas kelompok seperti pesta, les dan berenang hingga 2 minggu
setelah demam mereda dan semua luka telah kering dan mengeras untuk

37
menghindari penyebaran penyakit. Lindungi anggota keluarga lain,
terutama anak-anak, dari penularan melalui kebersihan pribadi dan
lingkungan.
d) Pencegahan
Vaksin pencegah infeksi EV saat ini tidak tersedia. Kebersihan
pribadi dan lingkungan yang baik adalah metode pencegahan utama.
1. Jaga kebersihan pribadi yang baik
 Bersihkan tangan secara sering, terutama sebelum menyentuk
mulut, hidung ataumata, sebelum makan atau menangani
makanan, setelah menyentuh luka, dansetelah menggunakan
toilet.
 Cuci tangan dengan sabun cair dan air setidaknya selama 20
detik. Lalu bilas tangandengan air dan keringkan dengan tisu
sekali pakai atau pengering tangan. Jika tidakada fasilitas
pencuci tangan atau tangan tidak terlihat kotor, handrub
berbasis alkohol70 - 80% adalah alternatif yang efektif.
 Tutup mulut dan hidung dengan tisu ketika bersin atau batuk.
Buang tisu kotor kedalam tempat sampah berpenutup, lalu cuci
tangan hingga bersih.
 Gunakan sumpit dan sendok penyaji pada saat makan. Jangan
berbagi makanan danminuman dengan orang lain.
 Jangan berbagi handuk dan benda-benda pribadi dengan orang
lain.
 Hindari kontak dekat (seperti berciuman, berpelukan) dengan
orang yang terinfeksi.
 Hindari masuk kerja atau sekolah, dan cari bantuan dokter jika
tidak merasa sehat.

38
 Jangan biarkan orang yang terinfeksi menangani makanan atau
merawat anak, orangtua, dan orang yang sistem kekebalan
tubuhnya lemah.
2. Jaga kebersihan lingkungan yang baik
 Secara teratur bersihkan dan disinfeksi permukaan yang sering
disentuh sepertiperabotan, mainan dan barang-barang yang
biasa digunakan bersama denganpemutih yang sudah
diencerkan 1:99 (campurkan 1 bagian 5,25% pemutih dengan
99bagian air), biarkan selama 15 - 30 menit, dan kemudian bilas
dengan air dankeringkan. Untuk permukaan logam, desinfektasi
dengan alkohol 70%.
 Gunakan handuk sekali pakai penyerap untuk menyeka
kontaminan yang tampakjelas seperti cairan sekresi
pernapasan, dan kemudian desinfektasi permukaan dandaerah
sekitarnya dengan pemutih yang diencerkan 1:49 (campurkan 1
bagianpemutih 5,25% dengan 49 bagian air), biarkan selama 15
- 30 menit dan kemudianbilas dengan air dan keringkan. Untuk
permukaan logam, desinfektasi dengan alkohol70%.
 Hindari aktivitas berkelompok saat terjadi wabah HFMD di
sekolah atau institusi.Selain itu, minimalkan pertukaran staf dan
atur agar kelompok staf yang sama selalumerawat kelompok
anak yang sama sebisa mungkin.
e. COXSACKIE VIRUS
Coxsackie virus termasuk subgrup yang terbesar dari
enterovirus. Virus ini merupakan virus RNA tidk mempunyai selubung
dengan diameter 28 nm, tahan terhadap antiseptik umum seperti etanol
70%, lisol 5% dan rentan terhadap asam klorida 0,1 N atau 0,3%
formaldehid.

39
Coxsackie bersifat lebih patogenik daripada Echovirus, tapi efek
kliniknya jarang menyebabkan paralisis dan apabila terjadi tidak separah
infeksi yang disebabkan oleh virus polio. Manusia merupakan satu-
satunya hospes alami coxsackievirus, tetapi baik coxsackievirus grup A
maupun coxskievirus grup B dapat diisolasi dan berkembang baik pada
anak tikus yang masih menyusu pada induknya. Beberapa serotipe
coxsackievirus grup A dan semua serotipe grup B dapat berkembang
biak dengan cara pada kultur sel ginjal monyet dan manusia. Efek
sitopatik coxsackievirus dan degenerasi sel berlangsung dlam waktu 24-
48 jam, menimbulkan lisis sempurna dari sel yang diinfeksi.
a) Gejala klinik
Manusia merupakan hospes alami coxsackievirus. Masa
inkubasi coxsackievirus antar 2-1 hari dengnan target organ ekstra
intestinal yang kurang spesifik sehingga menimbulkan beragam penyakit
yang berbeda pada manusia. Disamping saluran pencernaan virus ini juga
menginfeksi otak, susunan saraf pusat dan beberapa organ lainnya.
Umumnya infeksi bersifat tanpa gejala dan tidak spesifik, demam
menyerupai gejala flu biasa, faringitis dan pneumonia. Beberapa jenis
penyakit yang ditimbulkan oleh coxsackievirus antara lain dapat dilihat
pada Tabel 23.
1. Meningitis aseptik. Penyakit ini disebabkan oleh semua coxsackievirus
tipe B dan coxsackievirus tipe A7 dan A9. Awalnya penderita mengalami
demam, malaise, sakit kepala, mual muntah, dan gastroenteritis. Setelah
2 hari kemudian gejala bertambah dengan rasa sakit di punggung, kaku
pada leher, muntah dan kadangkala disertai kelemahan otot yang sulit
dibedakan dengan paralitik poliomielitis pada saat diagnosis. Pada infeksi
ini dapat terjadi peningkatan kadar leukosit.
2. Meningoensefalitis. Penyakit ini terutama menyerang anak-anak yang
disebabkan oleh coxsackievirus grup B.

40
3. Herpangia (faringitis fesikular). Penyakit ini umumnya menyerang anak-
anak disebabkan oleh beberapa serotipe coxsackievirus grup A antara
lain Epe 2, 4, 5, 8 dan 10. Gejala klinisnya berupa demam, radang
tenggorokan secara tiba-tiba, mual, muntah anoreksia dan rasa sakit
pada otot perut.

Tabel . Beberapa jenis penyakit yang disebabkan oleh Coxsackievirus


Serotipe
Jenis Virus Jenis Penyakit
Coxsackievirus

Tipe 1, 2, 4, 7, 9, 10, Meningitis Aseptik


14, 16, 22
Tipe 4, 5, 6, 9, 16 Eksantema
Tipe 2-6, 8, 10, 22 Heparngina
Coxsackievirus grup Tipe 4, 7, 9, 10 Paralisis
A Tipe 4, 7, 9, 10 Ensefalitis
Tipe 4, 9 Hepatitis
Tipe 18, 20-24 Diare pada anak
Tipe 9, 10, 16, 21, Radang
24 tenggorokan
Tipe 24 Koniunqtivitis
berdarah akut
Tipe 5, 10, 16 Penyakit tangan,
kaki dan mulut
Tipe 1-5 Paralisis, ensefalitis
Tipe 1-5 Meningoensefalitis
Tipe 1-5 Miokarditis,
perikarditis

41
Coxsackievirus grup Tipe 5 Hepatitis,
eksantema, diare
B
Tipe 4-5 Radang tenggorokan
Tipe 1-6 Demam tinggi
Tipe 1-5 Pleurodynia

4. Miokardiopati. Penyakit pada oto jantung ini disebabka oleh


coxsackievirus tipe B yang meyerang anak dan orang dewasa. Sekitar
35% penderita yang terinfeksi coxsackievirus tipe 85 mempunyai otot
jantung yang abnormal. Virus ini tidak hanya menginfeksi miokardium
saja tapi juga endokardium dari perikardium.
5. Eksantema. Penyakit ini disertai gejala demam dan faringitis disebabkan
oleh beberapa coxsackievirus grup A.
6. Infeksi maternal. Imfeksi ini biasanya terjadi pada trisemester pertama
kehamilan dan dapat menyebabkan anomali pada fetus. Coxsackievirus
tipe 82 dan 84 dapat menyebabkan kelainan urogenital, coxsackievirus
tipe 3 menyebabkan kelainan kardiovaskular, sedangkan tipe A9
menyebabkan kelainan pada saluran pencernaan.
7. Pleurodynio. Penyakit ini disebabkan oleh beberapa serotipe
coxsackievirus grup B. Penyakit yang dikenal dengan Borhlom disease
ini ditandai oleh timbulnya rasa sakit di dada dan demam yang
frekuensinya tidak beraturan. Gejala lainnya adalah merasa tidak enak
badan, anoreksia, rasa sakit muncul dari kedua sisi dada atau ulu hati.
Pada anak-anak keluhan utamanya adalah rasa sakit pada otot perut
disamping rasa sakit pada dada.
8. Paralisis. Paralisis yang disebabkan oleh coxsackievirus jarang terjadi
dan tidak separah paralisis yang disebabkan oleh virus polio.

42
b) Diagnosis laboratorium
Diagnosis laboratorium coxsackievirus dapat dilakukan dengan
cara isolasi dan identifikasi virus. Virus diisolasi dari spesimen klinik
berasal dari tinja, hapusan tenggarokan, skeret nasofaring yang dibiakkan
pada kultur sel, kemudian diidentifkasi dengan metode netralisasi
menggunakan antisera standar terhadap coxsackievirus. Diagnosis
diperkuat dengan uji serologi dengan menentukan adanya kenaikan titer
antibodi. Pada kasus meningitis aseptik, coxsackievirus jugaa dapat
diisolasi dari cairan serebrospinalis.
f. ECHOVIRUS
Echovirus merupakan singkatan dari enteric cytopothogenic humon
orphon virus. Terdapat sekitar 34 serotipe echovirus yang telah dikenal
dan beberapa serotipe diantaranya menyebabkan infeksi pada manusia
berupa meningitis aseptik dan beberapa kelainan organ tubuh lainnya.
Echovirus lebih banyak menyebabkan penyakit infeksi pada anak-anak.
Anak-anak yang berasal dari keluarga miskin dimana sanitasi dan
lingkungannya lurang bersih dan sehat, ternyata 5 kali lebih muda
terinfeksi dibandingkan dengan anak dari golongan ekonomi yang lebih
baik.
Echovirus merupakan virus RNA, tidak berselubung dengan
diameter 24-30 nm. Manusia merupakan satu-satunya hospes alami
echovirus, meskipun infeksi intraspinal dan intraserebnal pada kera dapat
menimbulkan viremia dan kelainan otak. Isolasi dan pembiakan virus
dapat dilakukan di sel ginjal monyet dan manusia, menyebabkan sitopatik
yang mirip dengan enterovirus lainnya.
a) Gejala klinik
Seperti coxsaxkievirus. Echovirus dapat menyebabkan berbagai
penyakit antara lain gangguan pernafasan, demam, bintik-bintik di kulit,
eksantema, meningitis aseptik, paralisis dan kadang-kadang radang pada

43
selaput mata. Manifestasi klinik yang sering muncul adalah rasa sakit
yang berpindah-pindah disekujur tubuh, otot dan tungkai lemas dan
keringat yang berlebihan. Echovirus serotipe 4,5,9,11,14,15 dan 30 dapat
menyebabkan meningitis aseptik, echovirus serotipe 5 menyebabkan
kelemahan otot, sedangkan echovirus serotipe 9 menyebabkan penyakit
kulit terutama pada anak-anak. Selain itu echovirus serotipe 9 juga sering
ditemukan pada cairan spinal, sehingga menimbulkan gejala klinis
termasuk kelemahan otot dan spasma selama 1 minggu. Echovirus
serotipe 18 dapat menyebabkan meningitis aseptik yang disertai
timbulnya bintik-bintik merah pada kulit serta kelainan saluran
pencernaan. Angka kematian yang disebabkan infeksi echovirus cukup
tinggi berkisar antara 12-33%.
g. SPONGIFORM ENCHEPALOPATHY
Penyakit ini merupakan salah satu sindrom penyakit neurologik
yang disebabkan oleh partikel yang menyerupa virus yang disebut prion
atau viroid.
Gambaran penyakit yang disebabkan oleh viroid ditandai oleh:
- Berhubungan dengan kelianan susunan saraf pusat
- Masa inkubasi berlangsung lama
- Manifestasinya sangat preoresif dan bersifat fatal
- Gambaran histologinya terjadi gliosis, vacuolation dari sel-sel neuron,
peningkatan protein amiloid pada sel-se; otak.
a) Sifat viroid
Sifat-sifat viroid atau piron antara lain adalah, viroid merupakan
partikel yang bersifat infektif yang terdiri dari protein, berukuran sangat
kecil sekitar 20-30 nm, tidak mengandung asam nukleat sebagaimana
virus utuh, sangat tahan terhadap sinar UV formaldehid dan panas. Viroid
dapat ditularkan secara intraserebral atau secara subkutan.
b) Patogensis

44
Patogensis penyakit yang disebabkan oleh viroid masih belum
diketahui dengaan jelas. Pada penelitian yang telah dilakukan
menunjukan bahwa protein viroid mempunyai susunan sekuen asam
amino yang sama dengan protein sel hospes yang secara normal terdapat
dalam kadar yang rendah pada jaringan otak. Namun demikian sekalipun
protein viroid atau prion ini mempunyai sekuen asam amino dengan
protein yang terdapat pada sel otak normal protein prio memiliki
konformasi yang abnormal, yang kemungkinan disebabkan oleh
modifikasi pasca translasi. Keberadaan protein prio yang abnormal ini
dapat merangsang pembentukan protein selular yang isoform menjadi
bentuknya infektif. Hal ini kemudian terjadi akumulasi protein abnormal
(prion) tersebut secara proresif pada sel otak dideposit dalam bentuk
amiloid. Akumulasi protein abnormal dalam bentuk amiloid ini dapat
menyebabkan kerusakan sel-sel saraf pusat. Beberapa jenis penyakit
yang disebabkan oleh virion antara lain adalah:
1. Creutzfeldt-Jakob disease (CJD)
Pada tahun 1920, Creutzfeldt menemukan penyakit dementing illness
yang amat progresis apada wanita umur 22 tahun. Setahun kemudian
Jakob menemuka 4 penderita dengan gejala klinik yang sama. Sejak
tahun itu telah dilaporkan terjadinya beberapa kasus CJD yang terjadi
di seluruhu dunia. Penyakit ini sangat jarang terjadi, angka
kejadiannya sangat rendah kira-kira 1 kasus tiap 1 juta penduduk.
Diamping itu kasus CJD bersifat sporadis dan 5-10% terjadi pada
penderita yang mempunyai hubungan keluarga, karena CJD dapat
diturunkan melalui autosomal yang dominan. Manifestasi penyakit CJD
biasanya terjadi pada penderita umur 50-65 tahun berupa Chronic
demating illness dan Progressive cerebellar dysfuntion. Umumnya
penderita mengalami kematian dalam waktu 1 tahun setelah terjadinya
gejala penyakit.

45
Transmisi infeksi viroid yang belum diketahui dengan jelas, namun
kasus CJD dapat ditulafkan secara tidak disengaja, misalnya pada
saat transplantasi organ, melalui penggunaan alat bantu medis
misalnya melalui elektrode elektro ensefalografi yang sebelumnya
digunakan oleh penderita CJD. Pencegahan dapat dilakukan dengan
melakukan sterilisasi peralatan medis yang digunakan dalam bidang
kesehatan dengan autoklaf selama 4,5 jam pada suhu 120°C atau
direndam dalam larutan NaOH 1N dan di autoklaf selama 1,5 jam.
2. Gerstmann-Streussler Syndrome (GSS)
Penyakit ini merupakan penyakit degeneratif saraf pusat yang
diturunkan secara autosomal, yang disebabkan oleh viroid atau prion.
Penyakit ini merupakan penyakit keturunan yang ketiga sampai pada
keturunan yang ketujuh. Penyakit GSS ini dapat ditularkan ke binatang
primata secara inokulasi intra serebral dengan jaringan otak penderita
GSS. Genetik telah membuktikan bahwa individu yang rentan
terhadap penyakit ini adalah yang memilki mutasi titik pada sekuen
gen protein prion yang terdapat pada sel otak. Adanya mutasi sekuen
DNA pada gen, menyebabkan perbedaan susunan asam amino pada
protein proin sehingga protein prion lebih rentan dan lebih cepat terjadi
perubahan konformasi menjadi protein prion yang abnormal.
3. Penyakit kuru
Penyakit kuru yang disebabkan oleh prion ini hanya terdapat di New
Guinea. Penyakit ini diketahui ditularkan melalui suatu kebiaasan
kanibalisme yang dilakukan oleh penduduk setempat dan berlangsung
puluhan tahun lamanya. Kebiasaan yang mereka lakukan dalam ritual
tersebut adalah wanita dan anak-anak memakan otak dan organ
dalam mayat keluarga yang meninggal. Kebiasaan ritual kanibalisme
ini berlangsung sampai tahun 1950an dan telah menyebabkan mereka
mudah sekali tertular penyakit kuru. Pada tahun 1957 ritual tersebut

46
dihentikan dan sejak saat itu insiden penyakit kuru menurun secara
drastis.
Masa inkubasi penyakit sangat bervariasi berkisar 4-20 tahun.
Manifestasi penyakit ditandai dengan adanya gejala gangguan fungsi
serebral yang progresif. Penderita mengalami kematian biasanya
dalam satu tahun setelah munculnya gejala gangguan susunan saraf
pusat.
Transmisi penyakit kuru belum diketahui dengan pasti. Inokulasi
serebral jaringan otak penderita kuru pada hewan menunjukan terjadi
gejala dalam kurun waktu 2 tahun.

47
Replikasi virus
8. Satu virus polio mendekati sebuah sel saraf melalui aliran darah
9. Reseptor reseptor sel saraf menempel pada virus
10. Kapsid atau kulit protein dari virus pecah untuk melepaskan RNA
11. Rna polio bergerak menuju sebuah ribosom- stasiun perangkai
protein pada sel
12. Rna polio menduduki ribosom dan memaksa nya untuk membuat
lebih banyak rna dan kapsid polio
13. Kapsid dan rna polio yang baru bergabung untuk membentuk virus
polio baru
14. Sel inang membengkak dan meledak, melepaskan ribuan virus
polio baru kembali ke aliran darah.

Virion akan berikataan dengan reseptor di permukaan sel dan


masuk ke dalam sel melalui klathrin – mediated secara endositosis. Protein G
atau espike pada virus berperan penting dalam ikatan terhadap reseptor dan
fusi pada membrane. Setelah endositosis , nukleokapsid di bebaskan ke
sitoplasma antara membrane dan endosom. Genom virus mulai di transkripsi
setelah rna yang berasosiasi dengan nukleokapsid ( N,pospo protein p ) dan
large protein ( (L). bebas di sitoplasma kompleks rna – dependent rna poli
merase protein l dan p bergerak pada template rna virus rabies stran
negative 3 menuju 5 dan mensintesis molekul RNA baru yaitu mRNAs .

48
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Gangguan pada sistem saraf yang disebabkan oleh infeksi vrus
merupakan komplikasi yang paling serius yang dapat menyebabkan
kematian penderita. Secara klinik, gangguan sistem saraf dibagi menjadi
gangguan akut dan sindrom kronis. Hal ini kemungkinan disebabkan baik
karena virus bermultiplikasi didalam sel-sel otak jdan menyebabkan
kerusakan sel-sel otak maupun karena adanya kelainan respon sistem
imun paska terjadinya infeksi sel-sel saraf pada otak. Bila kerusakan sel
saraf disebabkan oleh replikasi virus dalam otak maka umumnya virus
dapat diisolasi dari jaringan otak atau cairan serebrospinal, akan tetapi
virus ditemukan pada kasus post infectious syndrome.
Virus rabies termasuk dalam famili Rhabdoviridae, bersifat patogen
bagi manusia. Famili Rhabdoviridae terdiri drai 100 lebih jenis virus yang
mempunyai materi genetik terdiri dari RNA untai tunggal dengan polaritas
negatif dapat menginfeksi berbagai jenis hospes termasuk bertebrata,
invertebrata dan tumbuhan. Diantara famili Rhabdoviridae, genus
lyssovirus dan hewan. Virus rabes adalah anggota Rhabdoviridae yang
pertama kali diisolasi, dapat menimbulkan ensefalitis pada binatang liar
maupun peliharaan serta manusia yang digigit oleh binatang yang
terinfeksi oleh virus rabies.
Arbovirus merupakan golongan virus yang sangat heterogen dan
umumnya bersifat endemilk di daerah tropis. Namun dengan semakin
tingginya transportasi penduduk dunia maka kemungkinan besar virus ini
dapat menular di berbagai negara di belahan dunia lainnya. Lebiih dari
100 jenis virus yang dalam arbovirus yang dapat menginfeksi manusia.

49
DAFTAR PUSTAKA

Forbes B.A.dkk, 2007. Diagnostic mikrobiologi. USA: Mosbi


Elsevier
Gandasoebrata, 2010. Penuntut laboratorium klinik. Jakarta:
dian rakyat
Soedarto,2015 mikrobiologi kedokteran,Jakarta: sagung seto
Agus, syahrurachmandkk, 2002 mikrobiologi kedokteran
,universitas Indonesia, Jakarta : binarupa aksara
Asaad, maidin,2011,mengenal dan menjinakkan hepatitis B
dan C ,Universitas hasanuddin, Makassar : pustaka pena
press Makassar.

50

Anda mungkin juga menyukai