MAKALAH
Yang diampu oleh Sofia Ery Rahayu, S.Pd., M.Si. dan Nur’Aini
Kartikasari,
S.Si.,M.Sc
Disusun oleh
September 2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
2. Ibu Sofia Ery Rahayu, S.Pd., M.Si. dan Nur’Aini Kartikasari, S.Si.,M.Si.
ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.
Oleh
karena itu kami menerima segala saran dan kritik agar penyusun dapat
memperbaiki makalah ini menjadi lebih baik. Akhir kata, semoga makalah ini
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ............................................................................................. 1
DAFTAR
ISI ............................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang ................................................................................... 3
1.2
Tujuan ................................................................................................
4
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Trikinosis ...........................................................................................
5
2.2
Enterobiasis .....................................................................................
10
2.3
Filariasis...........................................................................................
17
3.1
Simpulan ..........................................................................................
24
3.2
Saran ................................................................................................
25
DAFTAR
RUJUKAN ............................................................................................ 26
2
BAB I
PENDAHULUAN
masalah kesehatan yang dihadapi oleh Indonesia. Hal ini disebabkan oleh
letak
geografis Indonesia yang termasuk iklim tropis dan kelembaban udara tinggi
di
dan dapat ditemukan pada berbagai usia. Selain itu, kondisi sanitasi
lingkungan
penyakit ini.
menyebabkan penyakit
enterobiasis?
1.3 Tujuan
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Trikinosis
gilig pada usus dan otot. Trichinella spiralis menginfeksi melalui konsumsi
mulut untuk menembus jaringan usus atau otot. Bagian anterior langsing,
bermulut kecil. Cacing betina memiliki ukuran 3-4 x 0,06 mm, ujung
posterior
diganti oleh vas defferens yang dapat dikeluarkan sebagai alat kopulasi.
Sedangkan larva Trichinella spiralis bagian anteriornya meruncing tajam
seperti tombak (Pratiwi, dkk., 2019). Cacing betina tidak bertelur melainkan
asam klorida) melarutkan kista seperti kapsul dan melepaskan larva yang
dimulai saat larva baru lahir tersebut masuk ke jaringan, masuk limfatik
dan
luas di jaringan melalui sirkulasi dan akhirnya melewati kapiler (darah kecil
pembuluh darah) ke dalam serat otot, yang menginisiasi fase otot infeksi.
Saat
Nurse cell merupakan sel yang terinfeksi oleh larva L1 dari Trichinella
dan inflamasi pada sel otot rangka. Inflamasi kronis yang terjadi biasa
disebabkan oleh proses dan reaksi yang dilakukan oleh sistem imun inang
kerusakan pada jaringan otot. Gejala lain yang dapat timbul adalah
kelemahan
otot, nyeri, dan atrofi. Setelah menginvasi sel otot rangka, Trichinella
spiralis
dapat bisa menipu sel imun melalui masuk ke dalam sel otot dan
membentuk
niche atau nurse cell. Di dalam niche ini juga terdapat sel CD4+ dan CD8+
dengan produksi ROS dan radikal bebas lainnya (Mitreva & Jasmer,
2006).
Gambar 2.1 Siklus hidup Trichinella spiralis (Mitreva & Jasmer,
2006).
c. Predileksi
dalam usus. Setelah terjadi perkawinan, larva yang baru lahir akan keluar
melalui sirkulasi darah dan menyebar dalam jaringan dan organ termasuk
di
d. Patologi
yang baru lahir akan keluar melalui sirkulasi darah dan menyebar dalam
Gejala klinis trikinelosis ada 2 tahap yaitu tahap di saluran cerna pada
muntah dan diare. Kemudian tahap kedua adalah tahap di otot dengan
gejala
Tahap di otot ini bisa terjadi selama 2-4 minggu dan pada infestasi yang
berat
e. Stadium Infektif
Stadiuim infektif cacing Trichinella spiralis yaitu pada saat kista berisi larva
infektif yang masih hidup tertelan manusia. Setelah kista masuk ke dalam
f. Hospes Hospes yaitu inang yang ditempati parasit untuk bertahan hidup.
Hospes
lebih dari 150 spesies hewan termasuk manusia (Bai, dkk., 2017). Hospes
mamalia lain seperti tikus, kucing, anjing, babi, beruang dan lain-lain
(Onggowaluyo, 2001).
g. Prevalensi
dari tahun 1986 sampai 2009 (Murrell & Pozio, 2011). Pasien dengan
leukositosis atau eosinophilia memiliki resiko 1,75 dan 2,06 kali lebih besar
h. Epidemiologi
menginfeksi mamalia lain seperti tikus, kucing, anjing, babi, beruang dan
lain-
manusia.
dengan ternak. Babi maupun herbivora lain dapat terinfeksi dan karena
spiralis (Astuti & Widiastuti, 2009). Sumber lain menyebutkan bahwa pada
tikus yang kanibalis. Babi juga dapat terinfeksi akibat makan sampah yang
yaitu mialgia, edema, dan demam. Namun demikian, untuk secara akurat
dkk., 2017).
i. Diagnosis
ELISA positif. Larva Trichinella spiralis dapat dideteksi pada biopsi dengan
ditemukan cacing dewasa atau larva cacing pada tinja penderita pada
waktu
j. Terapi Dua obat pilihan dari Trikinosis yakni mebendazole (25 mg/kgBB dua
hingga tiga kali sehari selama 15 hari) dan albendazole (20 mg/kgBB dua
k. Peranan
2.2 Enterobiasis
(oxyuris) ini lebih dikenal dengan penyakit cacing kremi. Penyakit ini
Prevalensi enterobiasis lebih tinggi pada anak usia 6-8 tahun dan masih
(Al-Shadood, 2015).
a. Morfologi Oxyuris
vermicularis
lonjong tetapi asimetris, dimana satu sisi berbentuk datar, satu sisi
lawannya
telur yang paling luar adalah lapisan albumin, yang membuat telur mudah
Wartiningsih, 2019).
jantan dan betina adalah ukuran tubuh dan ujung ekornya. Pada cacing
jantan
10
memiliki tubuh yang lebih kecil dari cacing betina, dan ekornya melingkar
ke
arah ventral, berbeda dengan cacing betina yang berukuran lebih besar
dan
panjang dari cacing jantan, selain itu cacing betina memiliki ujung ekor
yang
seperti sayap di sebelah kanan dan kiri kepala, yang disebut cervical alae.
sedangkan panjang tubuh cacing jantan adalah 2-5 mm lebih kecil dan
pendek
dari cacing betina. Pada cacing jantan memiliki organ kelamin yang
disebut
testis, sedangkan cacing betina memiliki vulva dan uterus. Uterus cacing
penuh
Wartiningsih, 2019).
11
jari tangan, kuku tangan, atau makanan yang terkontaminasi. Siklus hidup
Cacing jantan dan betina akan melakukan perkawinan dan terjadi fertilisasi
kontak udara merangsang cacing betina untuk bertelur. Cacing jantan mati
dalam waktu 4-6 jam kondisi optimal, telur akan menjadi infektif dan
cacing dapat terjadi melalui 4 cara, yaitu masuk secara oral (mulut),
inhalasi,
12
Gambar 2.4 Siklus hidup Enterobiosis vermicularis (Adrianto &
Wartiningsih,
2019).
c. Predileksi
cacing dewasa jantan dan betina di lumen caecum. Cacing jantan dan
betina
d. Patologi
anus penderita, terutama dalam waktu 1-2 jam setelah anak tertidur pada
13
jantan dan betina di lumen caecum. Cacing jantan dan betina akan
melakukan
betina bermigrasi dari kolon ke rektum. Pada malam hari, cacing betina
untuk bertelur. Cacing jantan akan mati setelah kawin dan keluar bersama
tinja
Di sisi lain, dalam waktu 4-6 jam kondisi optimal, telur akan menjadi infektif
cacing dapat terjadi melalui 4 hal, yaitu masuk secara oral (mulut),
inhalasi,
luka. Selain itu terdapat gangguan tidur berupa mimpi buruk, gigi
menggertak,
e. Stadium Infektif
Stadium infektif berupa telur cacing yang berada di kuku jari yang
dapat
masuk ke mulut. Manusia dapat terinfeksi jika telur yang infektif ini tertelan.
Selain itu, larva cacing yang menetas di perianal juga bersifat infektis. Hal
ini
14
manusia.
(Anjarsari, 2018). Menurut (Li et al., 2015) menyebutkan bahwa usia 2-6
tahun
lebih mudah terinfeksi cacing kremi dibandingkan usia yang lebih tua, 7-12
tahun, dengan nilai OR= 1.63. Jika dianalisis per tahunnya, maka anak-
anak
57,59%. Usia 9 tahun juga memiliki prevalensi tinggi yang mirip dengan
h. Epidemiologi
yang positif terinfeksi enterobiasis, terinci kelas IV ada 7 anak dan kelas V
ada
13 anak.
tidur dengan pakaian tertutup, dan menjaga kuku tetap pendek dan bersih.
Hal
ini disarankan untuk tidak memakan sesuatu yang telah jatuh tanpa
mencucinya
15
i. Diagnosis
swab ditempel pada daerah anus pada pagi hari sebelum penderita mandi
atau
buang air besar. Jika penderita sudah mandi, telur cacing sudah hilang
karena
jatuh bersama air. Anal swab berbentuk batang gelas atau spatel lidah
yang
berada di daerah anus akan menempel pada scoth adhesive tape. Setelah
itu
dilepas dan dicat dengan pewarna toluol, lalu diamati di bawah mikroskop
dengan
dan alternatif lainnya lagi adalah albendazole). Cara kerja obat adalah
terekskresi bersama tinja dengan mudah. Bentuk obat bisa dalam bentuk
positif.
enterobiasis.
16
2.3 Filariasis
kelenjar limfe. Pada tingkat lanjut akan terjadi penyumbatan pada saluran
baru dicermati sifat bionomik dari jenis nyamuk sehingga dapat ditentukan
17
a. Morfologi
Daur hidup parasit terjadi di dalam tubuh manusia dan tubuh nyamuk.
(Sumanto, 2016).
1) Makrofilaria
2) Mikrofilaria
dan Brugia ini memiliki periodisitas nokturna, artinya aktif pada malam
hari. Pada siang hari berdiam diri dalam kelenjar limfe dan saluran-
berdasarkan antara lain: ukuran ruang kepala serta warna sarung pada
pewarnaan giemsa, susunan inti badan, jumlah dan letak inti pada ujung
2. Perbandingan
ruang kepala
1:11:21:3
berkelompok tumpul
Kasar Ujung agak
Kasar Ujung agak
berkelompok tumpul
berkelompok tumpul
ujung ekor
022
bergerak menuju otot atau jaringan lemak di bagian dada. Setelah 3 hari
runcing seperti cambuk. Setelah 6 hari larva tumbuh menjadi larva stadium
2
Hari ke 8–10 pada spesies Brugia atau hari ke 10–14 pada spesies
Wuchereria,
panjang dan ramping disertai gerakan yang aktif. Stadium 3 ini merupakan
cacing filaria meliputi: (1) Pada siang hari cacing dewasa dan mikrofilaria
berada dalam saluran limfe, (2) Mikrofilaria bermigrasi ke darah tepi pada
malam hari, (3) Mikrofilaria terisap oleh nyamuk yang menggigit, (4)
3 dalam waktu lebih kurang 10–14 hari, (4) Larva bermigrasi ke proboscis
infektif akan masuk kedalam tubuh manusia saat nyamuk yang membawa
pembuluh limfe dan kelenjar limfe. Dalam waktu kurang lebih 1 tahun larva
19
akan menjadi matang. Dalam waktu 3 tahun akan menjadi cacing dewasa
c. Predileksi
d. Patologi
20
B timori adalah sama, tetapi gejala klinis akut tampak lebih jelas dan berat
oleh
saluran pada saluran kemih dan alat kelamin, tetapi infeksi oleh B.malayi
dan
akan masuk melalui lubang bekas tusukan nyamuk di kulit dan selanjutnya
mengandung parasit selalu dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain
yang
rentan. Pada umumnya laki-laki lebih banyak yang terkena infeksi, karena
penyakit lebih nyata pada laki-laki, karena pekerjaan fisik yang lebih
berat.
g. Prevalensi
tidak banyak berbeda menurut jenis kelamin, usia maupun ras (Mbutolwe
&
Paul, 2012).
21
h. Epidemiologi
menunjukkan gejala klinis Infeksi parasit ini tersebar di daerah tropis dan
subtropis seperti Afrika, Asia, Pasifik Selatan, dan Amerika Selatan. Telah
diketahui lebih dari 200 spesies filarial, dari 200 spesies tersebut hanya
sedikit
yang bekerja pada daerah yang terkena paparan menahun oleh nyamuk
yang
Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku, dan Irian Jaya. Masih banyak
i. Diagnosis
a) Diagnosis Parasitologi
b) Radiodiagnosis
gerak.
22
j. Terapi
panjang. Hingga saat ini, DEC adalah satu-satunya obat yang efektif,
aman,
dan relatif murah. Untuk filariasis akibat Wuchereria bankrofti, dosis yang
akibat Brugia malayi dan Brugia timori, dosis yang dianjurkan 5 mg/kg
berat
Efek samping dari DEC ini adalah demam, menggigil, sakit kepala,
mual
dan Brugia timori, efek samping yang ditimbulkan lebih berat. Sehingga,
untuk
dengan dosis tunggal DEC dan Albendazol 400mg, diberikan setiap tahun
pemberian DEC dan antibiotika, khususnya pada kasus yang kronis. Pada
positif.
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
morfologinya yaitu stylet mulut pada bagian kepala, bagian anterior langsing
bermulut kecil. Siklus hidup cacing Trichinella spiralis dimulai ketika daging
manusia dan larva di usus halus menjadi dewasa, kawin, lalu menghasilkan
larva
larva cacing dalam usus, jaringan serta organ. Patologi cacing ini
menyebabkan
infeksi saluran cerna dan jaringan atau organ yang diinfeksi. Stadiuim infektif
saat
kista berisi larva infektif. Hospesnya diantaranya manusia, kucing, anjing, dll.
Prevalensi cacing ini menginfeksi lebih dari 150 spesies hewan, dan
atau Oxyuris vermicularis. Morfologi cacing jantan bertubuh lebih kecil dari
besar dan panjang dari cacing jantan, memiliki ujung ekor yang lancip.
Cacing
jantan mati setelah kawin dan keluar bersama tinja. Predileksi di usus halus,
dan
24
penelitian.
bentuk menjadi larva stadium hingga pada 6-14 hari menjadi larva. Stadium 3
berupa cacing infektif. Pada siang hari cacing dewasa dan mikrofilaria berada
dalam saluran limfe, lalu mikrofilaria bermigrasi ke darah tepi pada malam
hari,
kemudian mikrofilaria terisap oleh nyamuk yang menggigit, setelah itu terjadi
3.2 Saran
25
DAFTAR RUJUKAN
Development, 2(3).
Bai, X., Hu, X., Liu, X., Tang, B. & Liu, M. 2017. Current Research of
Li HM, Zhou CH, Li ZS, Deng ZH, Ruang CW, Zhang QM, Zhu T, Xu LQ, and
Chen YD. 2015. Risk factors for Enterobius vermicularis infection in children
in Gaozhou, Guangdong, China. Infectious Diseases of Poverty 4(28): 1-7.
Mbutolwe & Paul. 2012. Urban Lymphatic Filariasis. Parasitol Res, 112:35–
44.
Mitreva, M. & Jasmer, D.P. 2006. Biology and Genome of Trichinella spiralis.
26
Parasites,175-215.
Pratiwi, I., Febrian, D., Fahmi, M.L., Kufari, A., Anindita, D., Ganes, A.,
Haninda,
M., Refforent, T., Viola, V., Aulia, W., Octaviana, W. & Nurdian, Y.
2019.
Universitas Jember.
Rostami, A., Gamble, H.R., Dupouy-Camet, J., Khazan, H. & Bruschi, F.,
2017.
Microbiology, 65-71.
Yatim F., 2012. Gangguan kesehatan pada Anak Usia Sekolah. Jakarta.
Pustaka
Popular Obor