Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

PROTOZOOLOGY, PENGENDALIAN VEKTOR,


TRICHOMONAS VAGINALIS PADA IMS DAN
TOXOPLASMA PADA KEHAMILAN
Disusun untuk melengkapi Tugas Mata Kuliah Mikrobiologi

Dosen Pengampu :
Ida Widaningsih, SSiT., MKM
Disusun Oleh :
Salifiyah Syafira Nurfajri Istiqomah
Sifa Fauziah Syauqiyah Shohwatul Islam
Siti Aisyah Tarsinah
Siti Halimah Teti Susanti
Siti Jahronah Tiara Agustin
Siti Julaeha Tri Handayani
Suciatur Rakhmawati Windasari
Sumiati Winna Walidah Amani Sharah
Susi Susanti

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN


UNIVERSITAS MEDIKA SUHERMAN
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiranmaupun materinya. Makalah yang disusun bertema “ PROTOZOOLOGY,
PENGENDALIAN VEKTOR, TRICHOMONAS VAGINALIS PADA IMS DAN
TOXOPLASMA PADA KEHAMILAN ”.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa
bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Cikarang, 22 Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………… i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG……………………………………………………………….. 1


1.2 RUMUSAN MASALAH…………………………………………………………….. 2
1.3 TUJUAN PENULIS…………………………………………………………………. 2
1.4 MANFAAT PENULIS………………………………………………………………. 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN ROTOZOOLOGY………………………………………………… 3


2.2 PENGENDALIAN VEKTOR………………………………………………………. 6
2.3 TRICHOMONAS VAGINALIS PADA IMS………………………………………. 15
2.4 TOXOPLASMA PADA KEHAMILAN……………………………………………. 22

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN………………………………………………………………………. 28
3.2 SARAN……………………………………………………………………………….. 28

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….. 29

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Mikrobiologi adalah ilmu yang mempelajari organisme yang berukuran sangat kecil sehingga
tidak dapat dilihat dengan mata telanjang melainkan harus menggunakan bantuan mikroskop.
Organisme yang sangat kecil ini disebut sebagai mikroorganisme, atau sering disebut mikroba
ataupun jasad renik. Saat ini, mikrobiologi sangat berkembang luas pada berbagai bidang ilmu
pengetahuan, misalnya pertanian, industri, kesehatan, lingkungan hidup, bidang pangan, bahkan
bidang antariksa (Waluyo, 2009).
Dalam mikrobiologi, dibutuhkan suatu teknik khusus untuk mempelajari mikroorganisme. Di
laboratorium mikrobiologi dan bakteriologi untuk menumbuhkan dan mempelajari sifat-sifat
mikroorganisme seperti bakteri diperlukan suatu media sebagai tempat pertumbuhan
mikroorganisme (Collyn and Lyne, 1987). Pengembangan media kultur bakteri memegang
peranan yang sangat penting di bidang mikrobiologi. Dengan mengisolasi suatu bakteri dan
menumbuhkanya dengan media buatan kita dapat mengidentifikasi, dan mempelajari sifat suatu
bakteri.
Mikrobiologi adalah ilmu yang mempelajari bentuk, sifat, kehidupan dan penyebaran jasad
hidup yang termasuk mikroba (jasad renik, mikrobia, mikroorganisme).1Mikroorganisme dapat
menyebabkan bahaya, kerusakan dan bahkan merugikan bagi berbagai makhluk hidup, baik pada
manusia, hewan, serta tumbuhan karena dapat menimbulkan infeksi. Infeksi merupakan penyakit
yang dapat ditularkan dari satu individu ke individu lainnya, baik infeksi yang disebabkan oleh
virus, jamur, maupun protozoa. 2 Infeksi terjadi bila parasit sanggup menyusup atau melalui batas
pertahanan inang dan hidup didalamnya.
Protozoologi adalah cabang biologi (dan mikrobiologi) yang mengkhususkan diri dalam
mempelajari kehidupan dan klasifikasi protozoa. Secara klasik, objek pengkajiannya adalah empat
kelompok besar protozoa: Amoeboidea, Ciliata, Flagellata, dan Sporozoa. Sekarang diketahui
bahwa keempat kelompok ini tidak banyak memiliki kemiripan secara genetik dan sering kali
dibahas secara terpisah.
Tricomonas vaginalis adalah protozoa parasite yang merupakan penyebab
trikomonisiasi,infeksi menular seksual ( IMS) yang penting diseluruh dunia. Penyakit ini banyak
dikaitkan dengan banyak komplikasi perinatal,infeksi saluran genitorinaria pada peria dan wanita.
Mencakup berbagai gejala yang berkisar dari keadaan peradangan dan iritasi parah dengan
keluarnya cairan berbau busuk yang berbusa hingga keadaan karier yang relative tanpa gejala.
Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang telah
diketahui dapat menyebabkan cacat bawaan (kelainan kongenital) pada bayi dan keguguran
1
(abortus) pada ibu hamil.
Masalah umum yang dihadapi di bidang kesehatan adalah jumlah penduduk yang besar,
dengan angka pertumbuhan yang cukup tinggi, serta penyebaran penduduk yang belum merata, di
samping tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang masih rendah, Keadaan ini semua dapat
menyebabkan terciptanya lingkungan fisik dan biologik yang tidak memadai, sehingga
memungkinkan berkembang biaknya vektor penyakit (Myrnawati, 2004).
Pelaksanaan pengendalian vektor yang perlu mendapatkan perhatian di lokasi pengungsi
adalah pengelolaan lingkungan, pengendalian dengan insektisida, serta pengawasan makanan dan
minuman (Kemenkes, 2011) Pengendalian vektor penyakit menjadi prioritas dalam upaya
pengendalian penyakit karena potensi untuk menularkan penyakit sangat besar seperti lalat,
nyamuk, tikus dan serangga lainnya (Kemenkes, 2011).

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Apa itu Protozoology ?
1.2.2 Apa itu Pengendalian Vektor ?
1.2.3 Apa itu Tricomonas Vaginalis pada IMS ?
1.2.4 Apa itu Toxoplasma pada Kehamilan ?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1.3.1 Untuk mengetahui Protozoology ?
1.3.2 Untuk mengetahui Pengendalian Vektor ?
1.3.3 Untuk mengetahui Trimonas Vaginaslis pada IMS ?
1.3.4 Untuk mengetahui Toxoplasma pada Kehamilan ?

1.4 MANFAAT PENULISAN


Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna dalam meningkatkan kualitas
pengetahuan dan informasi mengenai Protozoology , Pengendalian Vektor, Ticomonas Vaginalis
pada IMS dan Toxoplasma pada Kehamilan bagi penulis dan pembaca khususnya bagi
mahasiswa, dosen, dan masyarakat umum yang membaca.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Protozoology


Protozoologi adalah ilmu tentang protozoa. Sedangkan Protozoologi medik adalah ilmu
tentang protozoa yang berperan sebagai parasit dan dapat menyebabkan penyakit pada manusia.
Protozoologi adalah studi tentang protozoa, yang merupakan protista "mirip binatang". Istilah ini
sudah usang karena pemahaman yang lebih baik tentang hubungan evolusi eukariota. Misalnya,
Perkumpulan Protozoa, yang didirikan pada tahun 1947, berganti nama menjadi Perkumpulan
Protistologi Internasional pada tahun 2005. Namun, istilah tersebut mungkin tetap ada.
Protozoologi adalah cabang biologi yang membahas tentang protozoa. Protozoa adalah
eukariota yang termasuk dalam kelompok yang bercirikan uniseluler, yang sebagian besar bersifat
motil dan heterotrofik. Dalam skema lima kingdom untuk mengklasifikasikan organisme, mereka
termasuk dalam kelompok taksonomi dalam kingdom protista dan biasanya diklasifikasikan
berdasarkan alat transportasi flagellata, amuba, sporozoa, dan ciliata. Protozoologi mempelajari
organisme ini dalam hal taksonomi, ciri morfologi, signifikansi medis, dan banyak lagi.
Protozoa adalah organisme bersel satu (uniseluler) yang hidup sendiri - sendiri atau dalam
bentuk koloni/kelompok. Protozoa berasal daru kata "proto" berarti "pertama" dan "Zoos" yang
berarti "hewan", jadi protozoa dapat diartikan sebagai hewan pertama yang berada di muka bumi
ini. Tiap protozoa merupakan kesatuan lengkap yang sanggup melakukan berabgai fungsi
fisiologi yang dalam tubuh organisme multiseluler dikerjakan oleh sel - sel khusus.

2.1.1 MORFOLOGI UMUM PROTOZOA


Secara historis, protozoa dibagi menjadi empat kelompok besar: amuba, flagellata,
ciliata, dan sporozoa. Ciri-ciri yang membedakan antar kelompok didasarkan pada motilitas
(yaitu, amuba, flagela, dan silia). Protozoa parasit adalah kelompok heterogen yang
menghasilkan spora pada satu tahap siklus hidupnya dan menunjukkan motilitas "geser".
Selain bentuk reproduksi aseksual, banyak juga protozoa yang melakukan reproduksi
seksual. Reproduksi seksual ini mungkin melibatkan produksi dan fusi gamet dalam proses
yang mirip dengan organisme tingkat tinggi.
Singkatnya, protozoa adalah mikroorganisme eukariotik uniseluler. Namun,
keragaman protozoa dalam hal morfologi, ukuran dan cara hidup membuat sulit untuk
mengembangkan definisi yang lebih akurat. Sejarah evolusi panjang mereka (lihat silsilah
keluarga) menempati sebagian besar keanekaragaman ini. Namun protozoa memiliki ciri-
ciri yang umum pada semua eukariota.
Protozoa berkembang biak seperti semua organisme lainnya. Bentuk reproduksi
protozoa yang paling umum adalah pembelahan ganda aseksual. Dengan kata lain, satu
3
organisme membelah menjadi dua organisme yang setara. Sedikit modifikasi pada
pembelahan biner ini, yang disebut tunas, terjadi ketika salah satu sel yang baru terbentuk
lebih kecil dari sel lainnya. Biasanya sel yang lebih besar disebut ibu dan sel yang lebih
kecil disebut anak perempuan. Beberapa protozoa akan membentuk tunas intraseluler dan
kemudian melahirkan. Variasi lain dari pembelahan biner adalah pembelahan ganda atau
segmentasi. Dalam situasi ini, beberapa putaran replikasi nuklir terjadi tanpa sitokinesis. Sel
berinti banyak ini membentuk beberapa keturunan sekaligus. Untuk infeksi malaria
Plasmodium (malaria), manusia merupakan inang sekunder atau perantara dan nyamuk
sebagai inang terakhir atau primer. Lalat tsetse merupakan inang perantara dan manusia
merupakan inang definitif trypanosomiasis. Pada leishmaniasis, lalat pasir merupakan inang
perantara dan manusia sebagai inang definitif.
Umumnya protozoa mempunyai dua stadium yaitu stadium trozofit/stadium
vegetatif/stadium proliferatif dan stadium kista.
Pada stadium trofozoit, protozoa dapat bergerak bebas dan aktif mencari
makan, berkembang biak dengan cara belah pasang, akan tetapi pada umumnya
tidak resisten terhadap perubahan lingkungan sehingga untuk dapat masuk ke dalam
hospes baru perlu berubah menjadi bentuk kista yang lebih resisten. Perubahan dari
bentuk trofozoit menjadi bentuk kista disebut Enskistasi. Beberapa faktor yang
mengharuskan protozoa melakukan enkistasi, adalah :
 Kekurangan atau kelebihan makanan
 Kelebihan produksi katabolisme dari organisme
 Perubahan Ph
 Pengeringan
 kekurangan atau kelebihan oksigen
 Populasi parasit sangat banyak
Pada beberapa parasit patogen, bentuk trofozoit dapat menginvasi dan
merusak jaringan. Pada stadium kista, protozoa menjadi lebih resisten terhadap
perubahan lingkungan, merupakan bentuk infektif, memiliki dinding yang tebal
sebagai hasil ekskresi dari ektoplasma, kista berfungsi untuk mempertahankan diri
jika keadaan lingkungan buruk, selain itu pada beberapa spesies protozoa kista
berfungsi untuk reproduksi. Perubahan dari bentuk kista menjadi bentuk tropozoit
disebut Ekskistasis. Faktor yang mempengaruhi proses ekskistasis adalah :
 Perubahan tekanan osmotik dalam medium
4
 Pengaruh enzim pada lapisan dalam dinding kista
 pH serta enzim hospes yang menguntungkan

Beberapa protozoa ada yang tidak memiliki bentuk kista, sehingga penularan
terjadi secara langsung, misal ; Trichomonas vaginalis, Enrtamoeba gingivalis.
Protozoa termasuk organisme uniseluler sehingga semua kegiatan fisiologinya
dilakukan oleh sel tersebut. Ukurannya kecil sekali hanya beberapa mikron sampai
40 mikron, kecuali B. coli memiliki ukuran paling besar yaitu 70 mikron.
Bentuk sel bermacam - macam, ada yang berbentuk bulat, lonjong, simetris
bilateral atau tidak teratur. Sel protozoa terbagi dalam dua bagian besar ;
1. Inti sel, tersusun oleh membran inti, kariosom/anak inti/nuklelus, dan
kromatin.
2. Sitoplasma (cairan sel), terbagi menjadi Endoplasma (cairan bagian dalam
sel) dan Ektoplasma (cairan bagian luar yang tipis). Didalam endoplasma,
teradapat inti dan vakuola.

Sumber : Mahkotasains.com

Fungsi bagian - bagian sel protozoa :


 Inti sel berfungsi sebagai pengatur aktivasi sel dan untuk reproduksi sel. Inti
sel terdiri dari selaput inti, cairan inti, kariosom/anak inti, serta butir - butir
kromatin. Struktur inti terutama kariosom dan susunan kromatin penting
sebagai alat identifikasi spesies. Misal pada protozoa usus dibedakan menjadi
4 macam inti, yaitu ; inti Entamoeba, inti Dientamoeba, inti Endolimax, inti
Iodamoeba. Jumlah inti pada stadium tropozoit pada umumnya satu,
sedangkan kista memiliki jumlah inti yang bervariasi tergantung spesies.
5
 Ektoplasma, berfungsi dalam pergerakan, mengambil makanan, ekskresi,
respirasi, dan melindungi diri. Alat pergerakan merupakan bagian dari
ektoplasma yang memiliki bentuk berbeda - beda pada tiap kelas protozoa, ada
yang berbentuk cilia/rambut getar, misal : Balantidium coli, bentuk
flagel/rambut cambuk, misal ; Trichomonas vaginalis, selain itu pada kelas
flagellata dikenal juga alat gerak lain, yaitu membran undulans (membran
bergelombang). Bentuk pseudopodia/kaki semu, misal : E. histolytica, ada
yang tidak memiliki alat gerak, misal ; Plasmodium sp. Pada Ciliata, makanan
dapat dimasukan melalui satu tempat khusus yaitu sitostoma lalu ke
sitopharynx yang berbentuk tabung sehingga makanan bisa masuk ke
endoplasma, sedangkan kelas yang lain, makanan masuk melalui setiap bagian
ektoplasma. Begitupun dengan proses respirasi dilakukan secara langsung,
yaitu dengan mengambil O2 (oksigen) dan mengeluarkan CO2
(karbondioksida) secara defusi melalui ektoplasma.
 Endoplasma, yang bergranula mengurus gizi sel. Endoplasma berisi pula
vakuola makanan, vakuola kontraktil, makanan cadangan, dan benda
kromatoid.
 Vakuola mkanan, berfungsi untuk mencernakan makanan yang masuk karena
berisi enzim - enzim pencernaan. Biasanya terdapat pada stadium tropozoit.
 Vakuola kontraktil berfungsi untuk mengatur tekanan osmotik dan
membuang benda - benda sampah/melakukan proses ekskresi.
 Benda kromatoid berfungsi sebagai cadangan makanan biasanya pada
stadium kista muda.
2.2 Pengendalian Vektor
2.2.1 Definisi Pengendalian Vektor
Vector adalah arthropoda atau Binatang tidak bertulang belakang
( invertebrate ) laim yang menimbulkan penyakiit infeksi pada manusia,
dengan jalan memindahkan bibit penyakit yang dibawanya pada manusia
melalui gigitan pada kulit atau selaput lender, atau meninggalakna bibit
penyakit yang dibawanya pada bahan makanan atau bahan lainnya, sehimgga
mendatangkan penyakit bagi manusia yang memakan atau mempergunakan
bahan-bahan
6
tersebut. ( Myrnawati, 2004)
Pengendalian adalah semua usaha yang dilakukan untuk menurunkan atau
menekan populasi atau densitas vektor dengan maksud mencegah penyakit
yang ditularkan vektor atau gangguan gangguan yang di akibatkan oleh
vektor (Sumantri, 2010). Pengendalian vektor adalah semua kegiatan atau
tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor serendah
mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya
penularan penyakit tular vektor di suatu wilayah atau menghindari kontak
masyarakat dengan vektor sehingga penularan penyakit tular vektor dapat
dicegah (Kemenkes RI, 2010).
Menurut Kusnoputranto dalam Simanjuntak (2005) yang dimaksud
dengan pengendalian vektor adalah semua usaha yang dilakukan untuk
menurunkan atau menekan populasi vektor pada tingkat yang tidak
membahayakan kesehatan masyarakat.
a. Konsep Vektor Penyakit
Pembangunan di bidng Kesehatan diarahkan untuk menekan angka
kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh berbagai penyakit yang
jumlahnya semakin meningkat. Masalah umum yang dihadapi adalah
jumlah penduduk yang besar denfan angka pertumbuhan yang cukup
tinggi dan penyebaran penduduk yang belum merata, tingkat Pendidikan
dan sosial ekonomi yang masih rendah. Keadaan ini dapay menyebabkan
lingkungan fisik dan biologis yang tidak memadai sehingga
memungkinkan berkembang biarknya vector penyakiit. Penyakit tular
vector dan Binatang pembawa penyakit masih menjadi masalah
Kesehatan Masyarakat, baik secara endemis maupun sebagai penyakit
baru yang berpotensi menimbulakn wabah.
1. Arthropoda Sebagai Vektor Penular
Peraturan Pemerintah No.374 tahun 2010 menyatakan bahwa vektor merupakan
7
arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan atau menjadi sumber penularan
penyakit pada manusia. Vektor adalah adalah organisme yang tidak menyebabkan
penyakit tapi menyebarkannya dengan membawa patogen dari satu inang ke yang
lain. Berbagai jenis nyamuk, sebagai contoh, berperan sebagai vektor penyakit
malaria yang mematikan. Dalam terapi gen, virus dapat dianggap sebagai vektor jika
telah direkayasa ulang dan digunakan untuk mengirimkan suatu gen ke sel targetnya.
"Vektor" dalam pengertian ini berfungsi sebagai kendaraan untuk menyampaikan
materi genetik seperti DNA ke suatu sel.
a. Cara penularan penyakit oleh vektor ini dapat secara mekanik atau disebut juga
penyebaran pasif, yakni pindahnya bibit penyakit yang dibawa vektor kepada
bahan-bahan yang digunakan manusia (umumnya makanan), dan jika makanan
tersebut dimakan oleh manusia maka timbul penyakit.Contoh :
• Lalat rumah : Desentri, Kolera, Tipus
• Kecoa/Kecoa : sda
• Kutu busuk : iritasi
b. Penularan secara biologik yang disebut pula penyebaran aktif. Disini bibit
penyakit hidup serta berkembang biak di dalam tubuh vektor dan jika vector
tersebut menggigit manusia, maka bibit penyakit masuk ke dalam tubuh sehingga
timbul penyakit. Contoh :
• Nyamuk : Malaria, Filariasis, DBD, Chikungunya, JE
• Tungau : Demam Semak
• Pinjal : pes
Vektor biologi merupakan vektor yang membawa agent penyakit dimana agent
penyakitnya mengalami perubahan bentuk dan jumlah dalam tubuh vektor. Vektor
Biologi terbagi atas 3 berdasarkan perubahan agent dalam tubuh vektor, yaitu :
1) Cyclo Propagative
Cyclo propagative yaitu dimana infeksius agent mengalami perubahan bentuk dan
pertambahan jumlah dalam tubuh vektor maupun dalam tubuh host. Misalnya,
plasmodium dalam tubuh nyamuk anopheles betina.
2) Cyclo Development
Cyclo development yaitu dimana infeksius agent mengalami perubahan bentuk
namun tidak terjadi pertambahan jumlah dalam tubuh vektor maupun dalam tubuh
8
host. Misalnya, microfilaria dalam tubuh manusia.
3) Propagative
Propagative yaitu dimana infeksius agent tidak mengalami perubahan bentuk
namun terjadi pertambahan jumlah dalam tubuh vektor maupun dalam tubuh host.
Misalnya, Pasteurella pestis dalam tubuh xenopsila cheopis.

2. Arthropoda Sebagai Intemediate Host


Arthropoda sebagai intermediate host artinya arthropoda berperan hanya sebagai tuan
rumah ataupun tempat perantara agent infeksius tanpa memindahkan ataupun
menularkan agent infeksius tersebut ke tubuh inang (host).
Tabel 1. Jenis ordo, famili, genus, spesies dan vektor penyakit

Ordo Famili Genus Spesies Vektor/parasite


1. Diptera Simuliidae Simulium S.damnosum Onchocerca
Psychodidae Phlebotomus sp
LeishmaniaBartonella
Sub fam: P. papatasi

P.
Penyakit
Phlebotominae Phlebotomus sergentiLutzomiaverucoru
virus
m
Virus blu
Ceratopogonidae Culicoides C. variipens
tongue
Penyk.
Tidur
C. tarsalisC.
Culicidae Culex filariasis
pipiensC.tritaenorinchus
Jap.encephal
.
Aedes A. aegypti Yelow fever Dengue
Sub fam:
Anopheles A.quadrimaculat usDsb Malaria
Anophelinae
Sub ordo:
Tabanidae Chrysops Chrysops sp Loa loa
Brachyera
Bacterispora
jamur telur
Muscidae Musca M. domestica
cacing cysta
protozoa
G. palpalisG.
Glossina Trypanosomiasis
fuscipesG. tachinoides
2. Acarisub I.Pacificus
Ixodidae (caplak Paralysi
ordo:metastigmat Ixodes I.Holocyclu
keras) s
a s
Haemophysalis H.cordeilus
D.
Dermacentor andersoniD.occidental ParalysisVirus
is
A.americanum
Amblyoma Tularemia
A.cayenense
Rhipicephalus R.apendiculatus
Boopphilus B.microplus Babesia
9
Argasidae Relapsing vefer
Ornithodoros O.hermisi O.savignyi
(caplak lunak) Gatal
Otobius O.megnini Gatal

Argas A.persicus
Sub ordo: D.foliculorum
Demodicidae Demodex Kutu rambut
Prostigmat a D.brevis
Astigmata Psoroptidae Chorioptes C.bovis
Sarcoptidae Sarcoptes S.scabei Zoonosis,gatal
3. Mallophag
a (kutu;lice) N.galinus
- NemacanthusMenopon
Sub fam: M.galinae
Amblycera
Ped.humanus tumatuma
Anoplura - PediculusPhthirus
Pht.pubis rambut
4. Hemiptera
Reduviidae Reduvius R.personatus Tryp.cruzi
(bug)
Triatominae Triatoma T.infestans Tryp.cruzi
5. Shiponopt
era (fleas; Pulicidae Pulex P. irritans Plague
pinjal)
P. simulans Yusticia pestis
Tungidae Tunga T.penetrans Gatal sang

2.2.2 Pengendalian Vektor


Dalm PERMENKES RI No. 374/MENKES/PER/III/2010, pengendalian
vector adalah semua kegiatan atau Tindakan yang ditunjukan untuk :
1. Menurunkan populasi vektor serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi
beresiko untuk terjadinya penularan penyakit tular vektor di suatu wilayah atau
2. Menghindari kontak dengan vekor sehingga penularan penyakit tular vektor dapat
dicapai dengan Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) merupakan pendekatan yang
menggunakan kombinasi beberapa metode pengendalian vektor yang dilakukan
berdasarkan azas keamanan, rasionalitas dan efektifitas pelaksanaannya serta dengan
mempertimbangkan kelestarian keberhasilannya.
1. Konsep Pengendalian Vektor
Menekan kepadatan vektor, sehingga tidak menyebabkan masalah (menularkan
penyakit) bagi manusia dan ternak. Usaha pemberantasan (eradikasi) vektor adalah tidak
memungkinkan (konsep di ubah menjadi pengendalian) Tidak menimbulkan kerusakan
atau gangguan terhadap tata lingkungan hidup.
10
Gambar 1. Konsep Pengendalian Vektor
2. Metode Pengendalian Vektor
Metode pengendalian vektor bertujuan untuk memutuskan rantai kehidupan vektor
pada tingkat kehidupan yang paling lemah, baik tingkat pradewasa maupun dewasa.
Tujuan pengendalian vektor adalah :
a. Menghindari atau mengurangi gigitan vektor
b. Membunuh vektor terinfeksi parasit (utama)
c. Membunuh vektor stadium pradewasa
d. Menghilangkan atau mengurangi habitat vektor
Pengendalian vektor penyakit sangat diperlukan bagi beberapa macam penyakit
karena berbagai alasan :
a. Penyakit ada belum ada vaksin atau obatnya, seperti hampir semua penyakit yang
disebabkan oleh virus.
b. Belum ada obat ataupun vaksinnya sudah ada, tetapi kerja obat tadi belum efektif,
teruama untuk penyakit parasiter.
c. Berbagai penyakit didapat pada anyak hewan selain manusia, sehingga sulit
dikendalikan
d. Penyakit epat manjalar, karena vektornya yang bergerak cepat, seperti insekta yang
bersayap.
e. Sering menimbulkan cacat dan kematian, seperti filariasis, malaria, dan demam
berdarah dengue (DBD)
3. Macam Pengendalian Vektor
a. Pengendalian Kimiawi
Pengendalian vektor selama 30-40 tahun terakhir ini dilakukan secara
kimiawi dengan menggunakan insektisida. Hasil yang dicapai cukup memadai,
11
tetapi karena pemberantasan tersebut terputus-putus akibat masalah politis, maka
terjadi resistensi vektor terhadap insektisida. Selain itu, insektisida yang
digunakan bersifat persisten (DOT) sehingga terjadi pencemaran lingkungan.
Karenanya dibutuhkan jenis insektisida yang baru lagi mudah terurai. Jadi
pemberantasan kimiawi ini menjadi semakin mahal. Selain itu, pertumbuhan
penduduk yang cepat membutuhkan lebih banyak lahan untuk bercocok tanam,
bermukim dan berkarya, sehingga terjadi sarang-sarang insekta baru, terutama di
daerah kumuh dan persawahan, persampahan dan drainase.
b. Pengendalian Biologi
Pengendalian secara biologis dilakukan dengan dua cara, yakni:
1) Memelihara musuh alaminya
Musuh alami insekta dapat berupa pemangsanya ataupun mikroba penyebab
penyakitnya. Untuk ini perlu diteliti lebih Ian jut pemangsa dan penyebab
penyakit mana yang paling efektif dan efisien mengurangi populasi insekta.
Untuk ini perlu juga dicari bagaimana caranya untuk melakukan pengendalian
pertumbuhan pemangsa dan penyebab penyakit ini apabila populasi vektor
sudah terkendali jumlahnya.
2) Mengurangi fertilitas insekta.
Untuk cara kedua ini pemah dilakukan dengan meradiasi insekta jantan
sehingga steril dan menyebarkannya di antara insekta betina. Dengan demikian
telur yang dibuahi tidak dapat menetas. Cara kedua ini dianggap masih terlalu
mahal, dan efisiensinya masih perlu dikaji.
c. Pengendalian Rekayasa
Pengendalian secara rekayasa pada hakekatnya ditujukan untuk
mengurangi sarang insekta (breeding places) dengan melakukan pengelolaan
lingkungan, yakni melakukan manipulasi dan modifkasi lingkungan. Manipulasi
adalah tindakan sementara sehingga keadaan tidak menunjang kehidupan vektor.
Sebagai contoh adalah perubahan niveau air atau membuat pintu air sehingga
salinitas air dapat diatur. Modifikasi adalah tindakan untuk memperbaiki kualitas
lingkungan secara permanen, seperti pengeringan, penimbunan genangan,
perbaikan tempat pembuangan sampah sementara maupun akhir (TPS,TPA), dan
konstruksi serta pemeliharaan saluran drainase. Pada hakekatnya pengelolaan ini
bersifat lebih permanen ( jangka panjang) dibanding dengan cara kimiawi, tetapi
memerlukan
12
modal awal yang cukup tinggi, sehingga di negara berkembang pengendalian
vektor secara rekayasa sering kali menjadi terkebelakang. Saat ini, pengendalian
vektor sebaiknya menjadi suatu program kerja yang terpadu dalam semua proyek
pembangunan, mengingat bahwa pembangunan dapat menimbulkan sarang
insekta, sehingga di satu fihak diinginkan peningkatan kesejahteraan ataupun
mencegah penyakit (penyakit diare dengan memberi penyediaan air bersih), tetapi
di lain pihak proyek tadi menimbulkan penyakit baru, bawaan vektor (genangan
air buangan, bak mandi sebagai sarang nyamuk Aedes penyebar DHF).

2.2.3 Pengendalian Vektor Terpadu


Strategi ini dilaksanakan atas dasar ekologi vektor, sehingga diketahui berbagai
karakteristik vektor seperti habitat, usia hidup, probabilitas terjadi infeksi pada vektor dan
manusia, kepekaan vektor terhadap penyakit, dan lain-lainnya. Atas dasar ini, dapat
dibuat strategi pengendalian yang menyeluruh dengan meningkatkan partisipasi
masyarakat, kerjasama sektoral, dan lain-lainnya
1. Pemantauan
Pengendalian vektor penyakit ini merupakan konsep yang relatif baru. Pada awalnya
orang berpikir tentang pembasmian vektor. Akan tetapi kemudian tampak bahwa
pembasmian itu sulit dicapai dan kurang realistis dilihat dari segi ekologis. Oleh
karenanya pengendalian vektor saat ini hanya ditujukan untuk mengurangi dan mencegah
penyakit bawaan vektor sejauh dapat dicapai dengan keadaan sosialekonomi yang ada
serta keadaan endemi penyakit yang ada.
Oleh karenanya pemantauan keadaan populasi insekta secara kontinu menjadi sangat
penting. Pengendalian secara terpadu direncanakan dan dilaksanakan untuk jangka
panjang, ditunjang dengan pemantauan yang kontinu. Untuk ini diperlukan berbagai
parameter pemantauan dan pedoman tindakan yang perlu diambil apabila didapat tanda-
tanda akan terjadinya kejadian luar biasa/wabah.
Parameter vektor penyakit yang dipantau antara lain adalah:
1) indeks lalat untuk kepadatan lalat;
2) indeks pinjal untuk kepadatan pinjal;
3) kepadatan nyamuk dapat dinyatakan sebagai Man Biting Rate (MBR), indeks
kontainer, indeks rumah, dan/atau indeks Breteau;
13
Tindakan khusus diambil apabila kepadatan insekta meningkat cepat dan
dikhawatirkan akan terjadi wabab karenanya. Tindakan sedemikian dapat berupa:
1) intensifikasi pemberantasan sarang seperti perbaikan saluran drainase, kebersihan
saluran dan reservoir air, menghilangkan genangan, mencegah pembusukan sampah,
dan seterusnya;
2) mobilisasi masyarakat untuk berperan serta dalam pemberantasan dengan
memelihara kebersihan lingkungan masing-masing; dan
3) melakukan penyemprotan insektisida terhadap vektor dewasa didahului dengan uji
resistensi insekta terhadap insektisida yang akan digunakan
2. Manajemen Vektor Terintegrasi/Integrated Vector Management (IVM)
IVM adalah proses pendekatan pengambilan keputusan secara rasional dengan
penggunaan sumber daya yang optimal untuk pengendalian vektor. Pendekatan ini
berupaya meningkatkan keberhasilam, efektivitas biaya, ekologi, dan keberlanjutan
dalam pengendalian vektor penyakit. Tujuan utamanya adalah untuk mencegah
penularan penyakit yang ditularkan melalui vektor seperti malaria, demam berdarah,
ensefalitis Jepang, leishmaniasis, schistosomiasis, dan penyakit Chagas.
3. Strategi operasional
Kerangka Strategis Global untuk IVM membutuhkan penetapan prinsip, kriteria
dan prosedur dalam pengambilan keputusan bersama dengan kerangka waktu dan
target. lima elemen kunci untuk keberhasilan implementasi IVM:
 Advokasi, mobilisasi sosial, mengawal peraturan untuk kesehatan Masyarakat dan
pemberdayaan masyarakat.
 Kolaborasi dalam sektor kesehatan dan dengan sektor lainnya melalui penggunaan
sumber daya, perencanaan, pemantauan, dan pengambilan keputusan yang optimal.
 Penggabungan metode pengendalian vektor non-kimia dan kimia, dan integrasi
dengan langkah-langkah pengendalian penyakit lainnya.
 Pengambilan keputusan berbasis bukti (eviden base) yang dibuktikan dari penelitian
operasional dan pengawasan serta evaluasi secara entomologis dan epidemiologis.
 Pengembangan sumber daya manusia yang memadai, pelatihan dan struktur karir di
tingkat nasional dan lokal untuk mempromosikan pengembangan kapasitas dan
mengelola program IVM;
14
2.3 Tricomonas Vaginalis pada IMS
Tricomonas vaginalis adalah protozoa parasite yang merupakan penyebab
trikomonisiasi,infeksi menular seksual ( IMS) yang penting diseluruh dunia. Penyakit ini
banyak dikaitkan dengan banyak komplikasi perinatal,infeksi saluran genitorinaria pada peria
dan wanita. Mencakup berbagai gejala yang berkisar dari keadaan peradangan dan iritasi
parah dengan keluarnya cairan berbau busuk yang berbusa hingga keadaan karier yang
relative tanpa gejala.
Faktor yang bisa meningkatkan resiko seseorang mengalami T.V ims yaitu:
 Memiliki banyak pasangan seksual
 Memiliki riwayat infeksi menular seksual lainya
 Berhubungan tanpa menggunakan kondom

Gejala T.V yaitu berkembang secara bertahap dalam waktu kira-kira satu bulan
setelah terjadinya paparan .Pada wanita T.v memberi dampak pada vagina, saluran
pembuangan urin atau uretra. Sedangkan pada peria T.v menyerang uretra,area penis seperti
kulup dan kelenjar prostat.
Pengobatan V.t dengan pemberian obat, salah satunya adalah metronidazole.obat
tersebut bisadikonsumsi sebanyak satu kali untuk dosis yang besar,bias juga sebanyak 2 kali
sehari untuk dosis yang lebih kecil selama kurang lebih 5 sampai 7 hari.
Komplikasi T.v pada wanita hamil mungkin akan mengalami seperti:
 Melahirkan sebelum waktunya atau premature.
 Melahirkan bayi dengan berat badan yang rendah
 Menularkan infeksi pada bayi saat melahirkan.
Pencegaha T.v ada beberapa upaya yang bias dilakukan antara lain :

 Tidak berganti-ganti pasangan seksual.


 Gunakan kondom saat hubungn intim agar terhindar dari penyakit menular seksual
 Pastikan alat bantu seksual yang digunakan bersih dan terbungkus kondom,serta hindari
berbagi dengan orang lain.
 Jika curiga telah terinfeksi,segera hubungi dokter untuk menjalani pemeriksaan.

2.3.1 Sejarah Trichomonas Vaginalis


Trichomonas vaginalis pertama kali dideskripsikan oleh Alfred Donne pada
tanggal 19 September 1836 pada saat Academy of Sciences di Paris. Pada saat itu
dikatakan bahwa ia menemukan suatu organisme yang disebutnya sebagai
animalcules dari sekret segar vagina. Dan disepakati pada saat itu juga organisme ini
dinamakan Trico-monas vaginale, oleh karena mirip dengan organisme dari genus
Monas dan Trichodina. Dua tahun kemudian, Ehrenberg memastikan penemuan
Donne dan
15
memberikan nama pada protozoa ini yaitu Trichomonas vaginalis. Pada tahun 1884,
Marchan menemukan Trichomonas vaginalis pada traktus urinarius pria. Selama 50
tahun selanjutnya, penelitian tentang Trichomonas vaginalis tidak begitu menarik
perhatian para ilmuwan. Mereka lebih tertarik mempelajari diagnosis dan pengobatan
gonorrhoe dan syphillis sebagai penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual.
Dan baru pada tahun 1916 Hoehne melaporkan bahwa Trichomonas vaginalis adalah
suatu flagellata yang patogenik karena ia menemukan kolpitis yang disebabkan oleh
Trichomonas vaginalis.

2.3.2 Penyebaran Trichomonas Vaginalis


T. vaginalis menyerang mukosa urogenital manusia di mana menginduksi
peradangan. Ada banyak mekanisme yang dianggap bertanggung jawab untuk sukses
kolonisasi: mengikat dan degradasi komponen dari lendir dan protein matriks
ekstraseluler, mengikat sel inang termasuk sel epitel vagina dan sel-sel kekebalan,
fagositosis bakteri vagina dan sel inang, dan endositosis protein host. T. vaginalis
parasit ini juga berfungsi sebagai vektor untuk penyebaran organisme lain, membawa
patogen menempel ke permukaan mereka ke dalam tuba tubes.
Trikomoniasis lebih sering terjadi pada wanita daripada pria karena pria
memiliki infeksi tanpa gejala. Bagi wanita, gejala yang berbusa, debit tipis hijau-
kuning vagina, iritasi vulvovaginal, nyeri vagina, dan kemerahan dari vagina.
Perempuan juga memiliki prevalensi lebih tinggi dari kanker serviks invasif ketika
mereka memiliki trikomoniasis. Selama kehamilan, ada peningkatan risiko bayi
prematur dan berat badan rendah. Pria memiliki uretritis non-gonoccocal dan
prostatitis kronis. Infeksi ini telah ditemukan terkait dengan kanker prostat. Dalam
kedua jenis kelamin, ada kerentanan yang lebih tinggi terhadap HIV dan infertilitas.
Pengobatan penyakit ini pada orang yang terinfeksi HIV dapat menyebabkan
penurunan HIV.Infeksi T. Vaginalis, biasanya ditularkan secara seksual (masa
inkubasi 3-28 hari). Tanda dan gejala biasanya muncul dalam waktu satu bulan datang
ke dalam kontak dengan tricomonas.

2.3.3 Taksonomi Trichomonas Vaginalis


Klasifikasi Trichomonas Vaginalis adalah :
Kingdom : Animalia
16
Filum : Protozoa
Kelas : Zoomastigopho
Ordo : Mastigophora
Genus : Trichomonas
Species : Trichomonas vaginalis

2.3.4 MORFOLOGI Trichomonas vaginalis


Trichomonas vaginalis hanya memiliki bentuk tropozoit, berukuran antara 15 -
20 x 10 µ, tidak berwarna dan bentuknya cuboid. Sitoplasmanya bergranula, terletak
di sekitar custa dan axostyle (kapak). Membran bergelombang, berakhir pada
pertengahan tubuh flagella bebas. Sitostoma tidak nyata dan hanya mempunyai
nukleus.
Intinya berbentuk oval dan terletak dibagian atas tubuhnya, dibelakang inti
terdapat blepharoblas sebagai tempat keluarnya 4 buah flagella yang menjuntai bebas
dan melengkung, di ujungnya sebagai alat geraknya yang “maju-mundur”. Flagella
kelima melekat ke undulating membrane dan menjuntai kebelakang sepanjang
setengah panjang tubuh protozoa ini. Sitoplasma terdiri dari suatu struktur yang
berfungsi seperti tulang yang disebut sebagai axostyle. Vakuola, partikel, bakteri,
virus, ataupun leukosit dan eritrosit (tetapi jarang) dapat ditemukan di dalam
sitoplasma.
Trichomonas vaginalis ini memperoleh makanan secara osmosis dan
fagositosis. Makanannya adalah kuman-kuman dari sel-sel vagina dan leukosit.
Perkembangbiakannya dengan cara berkembang biak secara belah pasang longitudinal
dan inti membelah dengan cara mitosis yang dilakukan setiap 8 sampai 12 jam dengan
kondisi yang optimum. Jadi tidak heran bila dalam beberapa hari saja protozoa ini
dapat berkembang mencapai jutaan. Tidak seperti protozoa lainnya, trichomonas tidak
memiliki bentuk kista. Sel-sel trichomonas vaginalis memiliki kemampuan untuk
melakukan fagositosis.
Untuk dapat hidup dan berkembang biak, trichomonas vaginalis membutuhkan
kondisi lingkungan yang konstan dengan temperatur sekitar 35-37˚C, hidup pada pH
diatas 5,5- 7,5. Sangat sensitif terhadap tekanan osmotik dan kelembaban lingkungan.
Protozoa ini akan cepat mati bila diletakkan di air atau di keringkan. Meskipun
penularan trichomonas vaginalis secara non-venereal sangat jarang, ternyata
organisme dapat hidup beberapa jam dilingkungan yang sesuai dengan ligkungannya.
17
Trichomonas vaginalis bergerak dengan cepat berputar-putar di antara sel-sel
epitel dan leukosit dengan menggerakkan flagel anterior dan membran
bergelombang.Parasit ini mati pada suhu 500C, tetapi dapat hidup selama 5 hari pada
suhu 00C. Dalam biakan, parasit ini mati pada pH < 4,9, (pH vagina 3,8 - 4,4) dan
tahan terhadap desinfektans dan antibiotik.
Trichomonas vaginalis tidak memiliki stadium kista tetapi hanya ditemui
dalam stadium Tropozoit dan ciri-cirinya adalah :
1. Bentuknya oval atau piriformis.
2. Memiliki 4 buah flagel anterior.
3. Flagel ke 5 menjadi axonema dari membran bergelombang (membranaundulant)
4. Pada ujung pasterior terdapat axonema yang keluar dari badan yang diduga untuk
melekatkan diri pada jaringan sehingga menimbulkan iritasi,
5. Memiliki 1 buah inti,
6. Memiliki sitostoma pada bagian anterior untukmengambil makanan,
perkembangbiakan dengan cara belah pasang.

Gambar . Morofologi Trichomonas vaginalis

2.3.5 Habitat Trichomonas vaginalis


Hospes dari Trichomonas vaginalis adalah manusia. Parasit ini terdapat pada
genital wanita dan pria, terutama ditemukan pada saluran kencing kedua jenis kelamin
tersebut. Wanita frekuensi lebih banyak dijumpai daripada pria, dan penyakit ini
bersifat kosmopolit. Trichomoniasis adalah nama penyakit yang disebabkan oleh
18
parasit Trichomonas vaginalis.
Wanita : vagina, uretra
Pria : uretra, epididimis, prostat

2.3.6 Siklus Hidup Trichomonas Vaginalis


Pada wanita tempat hidup parasit ini di vagina dan pada pria di uretra dan
prostat. Parasit ini hidup di makosa vagina dengan makan bakteri dan leukosit.
Trichomonas vaginalis bergerak dengan cepat berputar-putar di antara sel-sel epitel
dan leukosit dengan menggerakkan flagel antesias dan membran bergelombang.
Trichomonas berkembang biak secara belah pasang longitudinal.
Di luar habitatnya, parasit mati pada suhu 50 0C, tetapi dapat hidup selama 5
hari pada suhu 00C. Dalam biakan, parasit ini mati pada pH kurang dari 4,9, inilah
sebabnya parasir tidak dapat hidup di sekitar vagina yang asam (pH 3,8 – 4,4). Parasit
ini tidak tahan pula terhadap desinfektans dan antibiotik.
Infeksi terjadi secara langsung waktu bersetubuh melalui bentuk trofozoit pada
keadaan lingkungan sanitasi kurang biak dengan banyak orang hidup bersama dalam
satu rumah. Infeksi secara tidak langsung melalui alat mandi seperti : lap mandi atau
alat sanitasi seperti toilet seat, pernah di laporkan.
Keterangan gambar ; Trichomonas vaginalis terletak di bawah saluran kelamin
wanita dan di uretra dan prostate pria (1), mereflikasi dengan cara binary fission (2).
Parasit ini tidak memiliki bentuk kista dan tidak dapat bertahan dilingkungan
19
luar. Trichomonas vaginalis ditularkan antar manusia, dengan penularan utama
melalui hubungan sex (3).

2.3.7 Penyebab Penyakit Trichomonas Vaginalis

 Penyakit Disebabkan Oleh Trichomonas Vaginalis


1. Pada Wanita
1. Fluor Albus atau keputihan
Adanya iritasi akibat melekatnya parasit pada mukosa vagina akan menyebabkan
radang vagina (vaginistis) yang menyebabkan keluarnya cairan berlebih
(keputihan) dengan ciri-ciri :
 Cairan sangat kental
 Dapat juga jika terinfeksi T.vaginalis ini akan berwarna kuning kehijauan atau
abu-abu serta berbusa dalam jumlah banyak
 Kadang keputihan disertai perdarahan
 Bau tak sedap anyir
 Terasa sakit jika organ intim ditekan
 Jika kencing menimbulkan rasa sakit
 Menimbulkan adanya borok atau luka pada sekitar kelamin
2. Peradangan pada vulva dan cervik
Jika penyakit ini tidak segera terobati, maka akan menyebabkan bagian vagina
meradang dan juga cervik atau yang disebut leher rahim atau bagian bawah
rahim yang digunakan untuk mengeluarkan bayi saat wanita melahirkan akan
meradang.
3. Kemandulan
Ini dia yang harus diperhatikan terkait dengan adanya penyakit ini, akibat dari
adanya keputihan dengan cairan berlebih, kental dan berisi parasit yang berujung
pada radang, akan menyebabkan berbagai masalah pada organ reproduksi wanita
yang berakibat kemandulan.

2. Pada Pria
Penemuan secara langsung Trichomonas vaginalis dengan
menggunakan mikroskop sukar pada genitalia pria atau sampel urin. Sebagian
besar pria yang terinfeksi tidak mempunyai gejala. Bila bergejala kebanyakan
berupa tubuh uretra yang seperti susu dan sakit bila buang air kecil sehingga
20
memberikan gejala sebagai uretritis non gonore. Diagnosis dibuat
dengan menemukan organisme ini pada duh tubuh uretra dengan hapusan atau
kultur atau keduanya.
Trichomonas vaginalis menular melalui hubungan seksual meskipun
masih diperdebatkan. Trichomonas vaginalis dapat hidup pada obyek yang
basah selama 45 menit pada kloset duduk, kain lap pencuci badan, baju, air
mandidan cairan tubuh. Penularan perinatal terjadi kira-kira 5% dari ibu yang
terinfeksitetapi biasanya sembuh sendiri dengan metabolisme yang progresif
dari hormon ibu. Infeksi Trichomonas vaginalis mempunyai masa inkubasi
selama 4-21 hari

2.3.8 Pencegahan Penyakit Trichomonas Vaginalis

 Hindari menggunakan pencuci vagina dengan semprot vagina (spray)


 Kenakan pakaian dalam dari katun agar mudah menyerap kelembaban, dan
sirkulasi udara di sekitar vagina terjaga. Pakaian yang tidak menyerap keringat
akan menciptakan suasana di vagina menjadi lembab dan tentu saja merangasang
pertumbuhan bakteri yang merugikan.
 Meski penampilan terlihat seksi tapi sebisa mungkin hindari celana panjang super
ketat karena dapat menimbulkan rasa hangat dan lembab.
 Ganti pembalut sesering mungkin jika sedang mengalami haid.
 Setia dan jangan berganti-ganti pasangan untuk mencegah infeksi timbul kembali.
 Jaga kebersihan vagina baik sebelum dan sesudah behubungan seks.
 Membasuh vagina dengan bersih setiap kali membuang air besar dan keringkan
dengan tisu.
 Setelah buang air besar, bilaslah dengan air dari arah depan ke belakang. Cara ini
dapat mencegah penyebaran bakteri dari arah anus ke vagina.
 Jaga Organ intim tetap bersih dan kering.
 Jaga berat badan ideal. karena kegemukan dapat membuat paha tertutup rapat dan
membuat lingkungan vagina lembab akibat kurang sirkulasi.
 Mengkonsumsi makanan sehat bergizi, jangan terlalu banyak mengandung gula
dan tepung karena dapat mempercepat pertumbuhan bakteri merugikan.

21

 Hindari stress karena daya tahan tubuh bisa menurun dan dapat mengundang
infeksi.
 Jangan lupa olahraga teratur agar kekebalan tubuh terjaga.

2.4 Toxoplasma Dalam Kehamilan


2.4.1 Pengertian
Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii,
yang telah diketahui dapat menyebabkan cacat bawaan (kelainan kongenital) pada bayi dan
keguguran (abortus) pada ibu hamil.
Infeksi toksoplasma dapat bersifat tunggal atau dalam kombinasi Penyakit
toxoplasmosis merupakan penyakit kosmopolitan dengan frekuensi tinggi di berbagai
negara juga di Indonesia karena gejala klinisnya ringan maka sering kali Input dari
pengamatan dokter. Padahal akibat yang ditimbulkannya memberikan beban berat bagi
masyarakat seperti abortus, lahir mati maupun cacat kongenital.
Diagnosis secara laboratoris cukup mudah yaitu dengan memeriksa antibodi kelas
IgG dan IgM terhadap toxoplasmagondii akan dapat diketahui status penyakit penderita.
Sumber penularannya adalah kotoran hewan berbulu, terutama kucing. Cara
penularan-nya padamanusia melalui:
1. Makanan dan sayuran/buah-buahan yang tercemar kotoran hewan berbulu (kucing).
2. Makan daging setengah matang dari binatang yang terinfeksi.
3. Melalui transfusi darah atau transplantasi organ dari donor yang terinfeksi
toksoplasma.
4. Secara kongenital (bawaan) dari ibu ke bayinya apabila ibu hamil terinfeksi pada
bulan-bulan pertamakehamilannya.
Toksoplasma pada ibu hamil dapat menyebabkan keguguran, lahir prematur,
lahirmati, lahir cacat atau infeksi toksoplasma bawaan. Bilamana ibu hamil terkena infeksi
tokso-plasma maka risiko terjadinya toksoplasmosis bawaan pada bayi yang dikandungnya
berkisar antara 30-40%. Infeksi toksoplasma bawaan ini dapat mengakibatkan anak yang
dilahirkan mengalami kerusakan mata, perkapuran otak, dan keterbelakangan mental,
namun seringkali gejala ini tidak terlihat pada bayi yang baru lahir (neonatus). Beberapa
faktor yang mungkin berperan atas munculnya gejala adalah fungsi plasenta sebagai sawar
(barrier), status kekebalan (imunitas) ibu hamil, dan umur kehamilan ketika terjadinya infeksi
pada ibu. Makin besar umur kehamilan ketika terjadinya infeksi, makin besar pula
kemungkinan terjadinya
22
infeksi toksoplasma bawaan pada janin. Pada pihak lain, makin dini terjadinya infeksi pada
janin, makin berat kerusakan (kelainan) yang dapat terjadi pada janin dan makin besar
kemungkinan abortus.
2.4.2 Tanda Dan Gejala

Sebagian besar tidak tampak secara kasat mata, namun demikian juga ditemukan
seperti gejala flu biasa tergantung strain virusnya, usia, dan derajat imunitas tubuh/daya tahan
tubuh.

Gejala yang ditimbulkan dari infeksi ini adalah:

1. Pada banyak orang timbul tanpa gejala dari penyakit ini.


2. Demam, nyeri tenggorokan, lelah, pembesaran kelenjar getah benig didareah leher, ketiak
3. Pada beberapa kasus dapat menyebabkan penglihatan menjadi buram atau kehilangan
penglihatan.
4. Orang yang sedang hamil atau orang dengan penyakit system imunitas yang rendah
seperti AIDS atau kanker mempunyai resiko lebih tinggi bila terkena infeksi ini.
2.4.3 Patofisiologi Infeksi Toxoplasmosis
Parasit toksoplasma cenderung untuk masuk ke dalam sel organ ( intrasel ) tubuh
manusia dan terdapat dalam tiga bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang beredar dalam darah,
bentuk ookista yang dikeluarkan dalam tinja kucing, dan bentuk kista yang menetap dalam
jaringan tubuh seperti paru, jantung, otot, dan otak. Bentuk kista berupa sebuah kantung
yang di dalamnya berisi beribu-ribu trofozoit T gondii. Kucing adalah tempat hidup utama
parasit toxoplasma, parasit ini dapat berkembang biak secara seksual maupun aseksual.
Adapun dalam tubuh manusia, unggas dan hewan ternak lain sebagai hospes perantara,
parasit ini berkembang biak secara aseksual, yaitu kemampuan untuk berkembang biak
dengan cara membelah diri.
Di tanah yang tercemar, ookista (toxoplasma) dapat dibawa oleh lalat, kecoak, semut
atau cacing tanah ke berbagai tempat di kebun. Ookista dapat menempel di sayuran, buah-
buahan atau termakan oleh hewan ternak seperti ayam, kambing, anjing, sapi, dan
menembus epitel usus, berkembang biak dengan membelah diri serta menetap dalam bentuk
kista pada organ hewan tersebut.
Bentuk parasit T gondii seperti batang melengkung dengan ukuran lebih kecil dari sel
darah merah (3-6 mm) bergerak dengan gerakan aktinomisin di bawah membran plasma,
dapat menembus sel secara aktif masuk ke berbagai jaringan seperti otot, otak, mata, dan
usus. Kucing yang menderita toksoplasmosis akan mengeluarkan beribu-ribu ookista yang
tetap infektif selama berbulan-bulan di tanah yang tidak terkena sinar matahari.
23
Ookista yang tertelan akan membentuk trofozoit dan ikut aliran darah serta memasuki
sel berinti organ tubuh atau membentuk kista. Manusia dapat terinfeksi bila menelan ookista
atau makan daging ternak seperti ayam, kambing atau sapi yang mengandung kista dan tidak
dimasak matang.
2.4.4 Cara Mendiagnosis Infeksi Toxoplasmos
Toksoplasma dapat ditegakkan dengan mengidentifikasi parasit di sekresi jaringan,
cairan tubuh atau adanya peninggian titer antibodi yang sangat tinggi sampai delapan kali.
Pada kasus-kasus terbatas dan hanya menggunaan test tunggal dengan peninggian titer
antibodi IgM, seseorang sudah dikatakan terinfeksi akut toksoplasma . Walaupun secara
klinis diagnosis penyakit ini sulit ditegakkan, tetapi dapat mudah diketahui apakah
seseorang bebas dari penyakit, sedang sakit atau telah kebal, melalui pemeriksaan darah
terhadap antibodi Toxoplasma dengan teknik Enzyme Linked Immunosorbent Assay
(ELISA). Pemeriksaan darah seperti ini dapat dilakukan di banyak laboratorium kesehatan,
sayangnya biayanya cukup mahal, sehingga pemeriksaan ini benar-benar dilakukan pada
kelompok wanita yang berisiko tinggi, seperti kelompok wanita yang memelihara kucing,
suka makan daging tidak matang, dan adanya abortus ataupun ada riwayat kematian janin
dalam rahim.
Pemeriksaan laboratorium :

1. pemeriksaan parasit secara langsung : rumit, tidak praktis, butuh waktu lama, mahal.
2. pemeriksaan antibodi spesifik Toxoplasma : IgG, IgM dan IgG affinity
IgM adalah antibodi yang pertama kali meningkat di darah bila terjadi infeksi
Toxoplasma. IgG adalah antibodi yang muncul setelah IgM dan biasanya akan menetap
seumur hidup pada orang yang terinfeksi atau pernah terinfeksi. IgG affinity adalah kekuatan
ikatan antara antibodi IgG dengan organisme penyebab infeksi.
ManfaatIgG affinity adalah pada keadaan IgG dan IgM positif diperlukan pemeriksaan
IgG avidity untuk memperkirakan kapan infeksi terjadi, apakah sebelum atau pada saat hamil.
Infeksi yang terjadi sebelum kehamilan tidak perlu dirisaukan, hanya infeksi primer yang
terjadi pada saat ibu hamil yang berbahaya, khususnya pada Trimester I. Tes
toksoplasma yang perlu dilakukan idealnya :
1. Sebelum hamil tes IgG
2. Saat hamil, sedini mungkin (bila belum pernah atau hasil sebelumnya negatif) IgG dan
IgM Toxoplasma. Bila hasil negatif, diperlukan pemantauan setiap 3
bulan pada sisa kehamilan. Interpretasi datanya adalah :
a. bila IgG (-) dan IgM (+)
Kasus ini jarang terjadi, kemungkinan merupakan awal infeksi. Harus diperiksa
kembali 3 minggu kemudian dilihat apakah IgG berubah jadi (+). Bila tidak berubah,
24
maka IgM tidak spesifik, yang bersangkutan tidak terinfeksi Toxoplasma.
b. bila IgG (-) dan IgM (-)
Belum pernah terinfeksi dan beresiko untuk terinfeksi. Bila sedang hamil, perlu
dipantau setiap 3 bulan pada sisa kehamilan (dokter mengetahui kondisi dan
kebutuhan pemeriksaan anda). Lakukan tindakan pencegahan agar tidak terjadi
infeksi.
c. bila IgG (+) dan IgM (+)
Kemungkinan mengalami infeksi primer baru atau mungkin juga infeksi lampau tapi
IgM nya masih terdeteksi (persisten = lambat hilang). Oleh sebab itu perlu dilakukan
tes IgG affinity langsung pada serum yang sama untuk memperkirakan kapan
infeksinya terjadi, apakah sebelum atau sesudah hamil.
d. bila IgG (+) dan IgM (-)
Pernah terinfeksi sebelumnya, bila pemeriksaan dilakukan pada awal kehamilan,
berarti infeksinya terjadi sudah lama (sebelum hamil) dan sekarang telah memiliki
kekebalan, untuk selanjutnya tidak perlu diperiksa lagi.
Bila ada pertimbangan lain, dokter anda akan meminta izin untuk pemeriksaan
lanjutan sesuai kebutuhan. Toksoplasma dapat ditegakkan dengan mengidentifikasi parasit di
sekresi jaringan, cairan tubuh atau adanya peninggian titer antibodi yang sangat tinggi sampai
delapan kali.

Biasanya tanda-tanda radang otak (encephalitis) dan serebral palsi berkembang dalam
beberapa hari sampai sebulan setelah bayi lahir (Kasper and Boothroyd, 1993. Risiko seorang
ibu hamil yang terinfeksi akut dengan toksoplasma menurunkan infeksi pada bayi bila tidak
segera mendapat pengobatan sangat variatif,. Pada kehamilan trimester pertama risiko
penurunan 25 %, trimester kedua 54 % dan 65 % pada trimester ketiga.

2.4.5 Cara Penularan


Toxoplasma dapat ditularkan melalui tiga cara :
1. Kontak langsung dengan feses kucing yang telah terinfeksi
Menurut sebuah penelitian, feses(tinja) seekor kucing mengandung tidak kurang dari 10
juta ookista setelah 2 minggu terinfeksi. Bentuk ookista biasanya terjadi 2-5 hari setelah
parasit dikeluarkan bersamaan dengan feses(tinja) kucing. Sejauh ini tidak ada metode
yang dapat digunakan untuk mencegah binatang peliharaan, khususnya kucing, untuk
terinfeksi dan atau menjadi perantara penularan parasit toxoplasma.
2. Memakan daging mentah atau setengah matang.
Ratusan jenis hewan mamalia dan burung dapat terinfeksi oleh toxoplasma dengan cara
25
yang hampir sama dengan infeksi yang terjadi pada manusia, yaitu dengan kontak
langsung melalui bahan makanan dan air yang telah terkontaminasi oleh parasit
toxoplasma. Akibatnya, manusia dapat pula terinfeksi setelah mengkonsumsi jenis
hewan yang telah terinfeksi. Pada negara-negara industri, transmisi pada manusia
umumnya berkaitan dengan kebiasaan memakan daging setengah matang, terutama
daging babi dan domba (pada beberapa daerah di dunia diperkirakan 10% daging domba
dan 25% daging babi mengandung bentuk kista toxoplasma). Parasit ini juga dapat
terkandung dalam produk susu yang tidak melalui proses pasteurisasi, misalnya susu
kambing. Lalat maupun kecoa yang telah melakukan kontak langsung dengan feses
kucing juga berpotensi menjadi sumber infeksi.
3. Infeksi kongenital dari plasenta kepada janin.
Parasit toxoplasma tidak dapat menular antar manusia, kecuali dari ibu pada janinnya
selama atau sebelum kehamilan berlangsung. Gilbert tahun 2001 memperkirakan bahwa
wanita hamil yang menderita toksoplasmosis 25% akan menularkan ke janinnya.
2.4.6 Cara Pencegahan Infeksi Toxoplasma Dalam Kehamilan
1. Penting melaksanakan pemeriksaan darah terhadap kemungkinan infeksi penyakit ini
pada masa pranikah atau sebelum kehamilan bagi kelompok yang mampu, karena
penyakit ini dapat diobati sehingga dampak negatif seperti keguguran, lahir mati atau
cacat setelah lahir dapat dihindari .
2. Hindari makan makanan yang dimasak mentah atau setengah matang.
3. Bersihkan dan cucilah buah-buahan atau sayuran sebelum dimakan dengan baik.
4. Bersihkan tangan, alat-alat dapur ( seperti; papan atau alas untuk memotong) yang
dipakai untuk mengelola daging mentah, hal ini untuk mencegah kontaminasi dengan
makanan lainnya.
5. Jangan minum susu unpasteurized dari hewan..
6. Bila akan membersihkan sampah atau tempat sampah, jangan lupa menggunakan sarung
tangan, dan cucilah tangan atau sebaiknya serahkan tugas ini kepada anggota keluarga
lainnya, bila sedang hamil.
7. Pakailah sarung tangan bila ingin mengerjakan pekerjaan kebun atau perkarangan, untuk
menghindari kontak langsung dari kotoran hewan yang terinfeksi.
Untuk yang memelihara kucing :
a. Bila memelihara kucing, maka saat mencoba untuk hamil atau sedang hamil,
serahkanlah tugas membersihkan kotoran kucing kepada anggota yang lainnya.
b. Bersihkanlah kotoran kucing yang dipelihara setiap hari dan ingat untuk menggunakan
sarung tangan dan selalu mencuci tangan setiap selesai membersihkan.
c. Mencuci tangan setiap selesai bermain dengan kucing yang dipelihara.
26
d. Buanglah kotoran kucing dalam plastik ke tempat sampah, jangan menanam atau
meletakanya di dekat kebun atau taman.
e. Jangan memberi makan daging mentah untuk kucing yang dipelihara.
f. Periksakanlah ke dokter hewan bila melihat bahwa kucing yang dipelihara terdapat
tanda-tanda sakit.
g. Kucing yang dipelihara didalam rumah, yang tidak diberi daging mentah, dan tidak
menangkap burung atau tikus, biasanya tidak terinfeksi
h. Tidak dianjurkan pemeriksaan skrinig toxoplasma secara masal mengingat biaya relatif
tinggi dan masih tingginya hasil positif palsu dari laboratorium. Hindari para wanita
hamil makan daging yang tidak dimasak matang
2.4.7 Penatalaksanaan
1. Ibu
Prognosa pada infeksi yang akut baik, kecuali pada keadaan imonosekresi yang amat
besar. Wanta hamil dengan infeksi akut dapat dirawat dengan kombinasi pyrimethamine,
asam folimik dan sulfonamide. Dosis standar pyrimethamine adalah 25 mg/hari/oral dan 1
gr sulfadiazine peroral 4 X/hari selam 1 tahun. Pyrimethamine adalah musuh dari asam
folik dan oleh karena itu mungkinmemberikan efek teratogenik jika diberikan pada
trimester I. Asam folimik diberikan dengan dosis 6 mg secara IM atau per oral setiap pada
hari yang berbeda untuk mengetahui apakah benar habisnya asam folat disebsbkan oleh
Pyrimethamine. Spiramycin adalah ejen lain yang digunakan pada pengobatan
toxoplasma akut dan dapat diperoleh pada pusat pengontrolan penyakit di USA.
2. Janin
Adanya gejala infeksi pada bayi lahir harus ditangani dengan pemberian pyrimethamine
dengan dosis 1 mg/kg/hr/oral selam 34 hari, dilanjutkan dosis 0,5 mg/kg/hr selam 21-30
hari dan sulfadiazine dengan dosis 20 mg/kg per oral selam 1 tahun. Pada saat menginjak
remaja diberikan asam folimik 2-6 mg secara IM atau oral 3 X seminggu walaupun pada
saat bayi dia mendapatkan pyrimethamine. Infeksi congenital pada bayi baru lahir bukan
merupakan infeksius, oleh karena itu tidak perlu diisolasi. Bayi baru lahir yang tiak
menunjukan infeksi dan positif antibody IgG toxoplasma spesifiknya mungkin didapatkan
dari ibunya secara transplasetal. Pada bayi yang Tidak ditemukannya temuan yang lain
yang mencurigakan terjadinya infeksi congenital. harus dipantau,apabila tidak terinfeksi
harus menunjukan adanya penurunan titer antibody IgG terhadap toxoplasma.

27

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Trichomonas vaginalis pertama kali dideskripsikan oleh Alfred Donne pada tanggal 19
September 1836 pada saat Academy of Sciences di Paris. Pada saat itu dikatakan bahwa ia
menemukan suatu organisme yang disebutnya sebagai animalcules dari sekret segar vagina.
Trichomonas (biasanya disebut sebagai “trich”) adalah penyakit menular seksual yang paling
umum dapat disembuhkan di dunia. Penyakit ini juga merupakan salah satu dari tiga infeksi
vagina yang paling umum pada wanita. Sebagian besar pria yang terinfeksi tidak mempunyai
gejala. Bila bergejala kebanyakan berupa tubuh uretra yang seperti susu dan sakit bila buang air
kecil sehingga memberikan gejala sebagai uretritis non gonore.
3.2 SARAN
Penulis sadar dan mengetahui bahwasanya materi yang dibahas dalam isi makalah
masih terlalu sempit, namun penulis berharap bahwa hal tersebut tetap memberikan manfaat
dan referensi bagi pembaca. Karena itu untuk menyempurnakan tulisan dari makalah
selanjutnya, penulis mengharapkan saran yang membangun dari pembaca.

28
DAFTAR PUSTAKA

Laily Khairiyati, SKM, MPH,dkk.Buku Ajar Pengendalian Vektor dan Binatang

Pengganggu.2021.Yogyakarta: CV Mine

Infolabmed.2017.Protozoologi ( Morfologi Umum Protozoa ) – Seri Edukasi Teknologi

Laboratorium Medik. https://narasi.tv/read/narasi-daily/cara-membuat-daftar-pustaka

Mayo Clinik. Diakses pada 2022. Trichomoniasis – Symptoms and causes.

WebMD. Diakses pada 2022. Trichomoniasis ( Trich ) : Symptoms, Causes, Prevention.

American Sexual Health Association. Diakses pada 2022. Trichomoniasis

Hiswani. Toxoplasmosis penyakit zoonosis yang perlu diwaspadai oleh ibu hamil. Universitas

Sumatera Utara; 2003

Kravetz JD, Federman DG. Prevention Of toxoplasmosis in pregnancy: knowledge of risk

factors, infectious diseases in obstetrics and gynecology;2005

Lopes FMR, Goncalves DD, Mitsuka-Bregano R, Freire RL, Navarro IT. Toxoplasmosis

gondii infection in pregnancy. The Brazillian Journal of Infectious Diseases. 2007; 11(
5 ):496-506

Bobak, Lowdermik, Jensen. Buku Ajar keperawatn maternitas. Edisi 4. Jakarta: EGC;2005

29

Anda mungkin juga menyukai