Anda di halaman 1dari 34

PERTUMBUHAN MIKROORGANISME

“Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mikrobiologi Dan Parasitologi”

Disusun Oleh:

KELOMPOK 2
1. Tanjung Ayu Puspita Sari (202306014)
2. Adela Hasah Nurnatsia (202306001)
3. Dewi Maratus Sholihah (202306005)
4. Wiwin Purwaningsih (202306018)
5. W Eka Okta Nur Alya Mayzara (202306017)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GOMBONG
2023/2024

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga berkat dan rahmat-Nya tugas makalah “Pertumbuhan
Mikroorganisme” Mata Kuliah Mikrobiologi Dan Parasitologi ini dapat terselesaikan dengan
baik dan tepat waktu.

Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan dan wawasan yang menunjang. Namun, berkat bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak juga berbagai masukan yang ditulis berdasarkan informasi dari
berbagai sumber pengetahuan di media massa yang berhubungan dengan makalah ini dapat
tersusun sampai selesai.

Makalah ini justru sangat belum sempurna bahkan sangat bisa dikatakan jauh dari kata
sempurna. Dengan demikian, kami sangat mengharapkan masukan berupa kritik dan saran
yang bersifat dapat membangun demi kesempurnaan makalah kami ini. Akhir kata, semoga
makalah kami ini dapat membawa manfaat dan pengetahuan untuk pembaca.

Gombong, 4 Maret 2024

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................................................2
D. Manfaat......................................................................................................................................2
BAB II.......................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
A. Pengertian Mikroorganisme.......................................................................................................3
B. Sejarah Mikroorganisme............................................................................................................3
C. Pertumbuhan Mikroorganisme...................................................................................................5
BAB III....................................................................................................................................22
PENUTUP...............................................................................................................................22
A. Kesimpulan..............................................................................................................................22
B. Saran........................................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................23
LAMPIRAN............................................................................................................................24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seperti yang telah diketahui bahwa mikroorganisme terdapat dimana-mana, baik


dalam air, udara, tanah, maupun pada makhluk hidup termasuk pada jaringan tubuh manusia
(kulit dan selaput lendir). Mikroorganisme sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-
hari. Beberapa diantaranya bermanfaat dan yang lainnya merugikan. Mengingat bahwa
mikroorganisme banyak terdapat di alam dan amat besar peranannya, termasuk dalam bidang
kebidanan dan kesehatan, maka sudah selayaknya setiap mahasiswa yang belajar ilmu
kebidanan mengetahui hal-hal yang terkait dengan mikrobiologi. Misalnya: ruang lingkup
mikroorganisme, pengendalian, serta pemanfaatannya bagi kesejahteraan umat manusia,
terutama dalam bidang kebidanan dan kesehatan. Bab ini membahas tentang mikrobiologi,
khususnya tentang pengantar mikrobiologi dasar bakteriologi, virologi, dan mikologi.

Kegunaan mempelajari bab ini adalah membantu Anda untuk dapat memahami
tentang penggolongan, pertumbuhan serta peranan mikroorganisme, yang meliputi bakteri,
virus, dan jamur dalam hubungannya dengan asuhan kebidanan terhadap penyakit infeksi dan
upaya - upaya pencegahan efek mikroorganisme serta penularannya.

Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan


struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah,
pertambahan ukuran sel, pertambahan berat atau massa dan parameter lain.

Sebagai hasil pertambahan ukuran dan pembelahan sel atau pertambahan jumlah
sel maka terjadi pertumbuhan populasi mikroba. Pertumbuhan mikroba dalam suatu medium
mengalami fase-fase yang berbeda, yang berturut-turut disebut dengan fase lag, fase
eksponensial, fase stasioner dan fase kematian. Pada fase kematian eksponensial tidak
diamati pada kondisi umum pertumbuhan kultur bakteri, kecuali bila kematian dipercepat
dengan penambahan zat kimia toksik, panas atau radiasi [1].

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan microorganisme ?
2. Bagaimana sejarah microorganisme ?
3. Bagaimana proses pertumbuhan microorganisme ?

C. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk:

1. Mengetahui pengertian microorganisme.

2. Mengetahui sejarah tentang microorganisme.

3. Mengetahui bagaimana proses pertumbuhan microorganisme.

D. Manfaat
1. Bagi masyarakat

Pembuatan makalah ini diharapkan sebagai ilmu pengetahuan dan pembahasan


wawasan bagi masyarakat mengenai Pertumbuhan Microorganisme.
2. Bagi mahasiswa
Pembuatan makalah ini diharapkan sebagai sumber referensi dan pengetahuan
mengenai Pertumbuhan Microorganisme.

3. Bagi penulis

Pembuatan makalah ini diharapkan bagi penulis untuk dijadikan pembelajaran dan
pengalaman mengenai Pertumbuhan Microorganisme.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mikroorganisme

Kata mikroorganisme merupakan istilah yang tidak asing bagi dunia kesehatan.
Mikroorganisme atau mikroba merupakan organisme hidup yang berukuran
sangat kecil (diameter kurang dari 0,1 mm) dan hanya dapat diamati dengan
menggunakan mikroskop.
Mikroorganisme ada yang tersusun atas satu sel (uniseluler) dan ada yang tersusun
beberapa sel (multiseluler). Organisme yang termasuk ke dalam golongan
mikroorganisme adalah bakteri, archaea, fungi, protozoa, alga mikroskopis, dan virus.
Virus, bakteri dan archaea termasuk ke dalam golongan prokariot, sedangkan fungi,
protozoa, dan alga mikroskopis termasuk golongan eukariota.

Mikrobiologi (dalam Bahasa Yunani mikros = kecil, bios = hidup, dan logos =
ilmu)
merupakan suatu ilmu tentang organisme hidup yang berukuran mikroskopis.
Mikrobiologi
merupakan ilmu aneka disiplin karena ilmu ini mencakup beberapa bidang,
pembagiannya dapat berdasarkan tipe mikrobiologi (pendekatan taksonomis) atau
berdasarkan aktivitas fungsional. Berdasarkan pendekatan taksonomis, mikrobiologi
dibagi menjadi virologi, bakteriologi, mikologi, fikologi, dan protozoologi.
Sedangkan berdasarkan pendekatan fungsional, mikrobiologi dibagi atas ekologi
mikroba, mikrobiologi industri, mikrobiologi pertanian, mikrobiologi kedokteran,
mikrobiologi pangan, fisiologi mikroba, genetika mikroba, dan sebagainya.

3
B. Sejarah Mikroorganisme

Sejarah mikrobiologi dimulai saat penemuan mikroskop oleh Robert Hooke


pada tahun 1664, seorang matematikawan, sejarawan alam, dan ahli mikroskopi asal
Inggris. Melalui mikroskopnya yang terdiri atas dua lensa sederhana, Hooke mampu
mengilustrasikan struktur badan buah dari suatu jenis kapang. Meskipun Robert
Hooke dapat melihat sel dengan bantuan mikroskopnya, ia tidak dapat melihat
mikroorganisme dengan jelas karena tidak adanya metode pewarnaan.
orang g pertama yang melihat bakteri adalah Antoni van Leeuwenhoek (1632-1723),
seorang pembuat mikroskop amatir berkebangsaan Belanda. Pada tahun 1684,
Leeuwenhoek menggunakan mikroskop lensa tunggal yang menyerupai kaca
pembesar, hasil karyanya sendiri untuk mengamati berbagai mikroorganisme dalam
bahan alam. Leeuwenhoek menyebut benda yang diamatinya sebagai animalcules
(hewan kecil) yang ia peroleh dari sisa makanan yang menempel di giginya serta air
hujan, dan pada berikutnya dikenal sebagai bakteri dan protozoa.

Bertahun-tahun setelahnya, banyak observasi lain yang menegaskan hasil


pengamatan Van Leeuwenhoek, namun peningkatan tentang pemahaman sifat dan
keuntunga mikroorganisme berjalan sangat lambat sampai 150 tahun berikutnya. Baru
di abad ke 19, yaitu setelah produksi mikroskop meningkat pesat, keingintahuan
manusia akan mikroorganisme mulailah berkembang lagi. Hingga pertengahan abad
ke-19 banyak ilmuwan dan filosuf percaya bahwa makhluk hidup
muncul secara spontan dari benda tak hidup. Mereka meyakini bahwa belatung dapat
muncul dari material busuk, ular dan tikus dapat lahir dari tanah lembab, dan lalat
dapat timbul dari pupuk.

Teori generatio spontania terbantahkan setelah seorang ilmuwan Italia


bernama Fransisco Redi yang mendemonstrasikan penemuannya bahwa belatung
bukan berasal dari daging yang busuk. Hasil penemuan Redi menunjukkan adanya
belatung di atas daging busuk pada tabung yang tidak tertutup, sedangkan pada
tabung yang tertutup tidak ditemukan belatung. Pada tahun 1858, ilmuwan Jerman
Rudolf Virchow mengemukakan teori biogenesis, yang menyatakan bahwa semua sel
hidup hanya dapat timbul dari sel hidup yang ada sebelumnya. Teori ini didukung

4
oleh Louis Pasteur ilmuwan Perancis pada tahun 1861. Pasteur mendemonstrasikan
bahwa mikroorganisme yang terdapat di udara dan dapat mengkontaminasi larutan
steril, namun udara itu sendiri tidak dapat menciptakan mikroorganisme. Pasteur
mengisi beberapa botol berleher pendek dengan kaldu sapi dan selanjutnya
mendidihkannya. Beberapa botol dibiarkan terbuka dan kaldu dibiarkan dingin.
Sementara beberapa botol lainnya ditutup saat kaldu mendidih. Setelah beberapa hari,
pada botol yang terbuka ditemukan banyak kontaminan mikroorganisme, sedangkan
pada botol yang tertutup tidak ditemukan mikroorganisme. Pasteur menunjukkan
bahwa mikroorganisme terdapat pada benda tak hidup,benda padat, benda cair,
maupun udara. Pasteur juga mendemonstrasikan bahwa mikroorganisme dapat
dimusnahkan oleh pemanasan dan metode pemanasan dapat dirancang untuk
memblok mikroorganisme terhadap lingkungan yang mengandung nutrisi. Penemuan
ini merupakan dasar teknik aseptik, yakni teknik pencegahan terhadap kontaminasi
mikroorganisme yang tidak dikehendaki, yang saat ini menjadi standar kerja di
laboratorium,serta standar bagi tindakan medis dan keperawatan.

Robert Koch (1842-1910), seorang dokter berkebangsaan Jerman. Koch


menemukan
bakteri berbentuk batang Bacillus anthracis dalam darah sapi yang mati karena
penyakit
anthraks. Koch menumbuhkan bakteri tersebut pada media bernutrisi dan
menyuntikkan bakteri tersebut pada sapi yang sehat. Sapi ini kemudian menjadi sakit
dan mati. Koch mengisolasi bakteri darah sapi dan membandingkannya dengan kultur
bakteri yang lebih dulu diisolasi dan kedua kultur berisi bakteri yang sama. Penemuan
Koch ini membuktikan bahwa bakteri adalah penyebab penyakit. Berdasarkan
penemuannya, Koch adalah orang pertama yang menemukan konsep hubungan antara
penyakit menular dan mikroorganisme yang dikenal dengan Postulat Koch yang kini
menjadi standar emas penentuan penyakit menular. Postulat koch meliputi:

a.Kuman harus selalu dapat ditemukan di dalam tubuh binatang yang sakit, tetapi
tidak
dalam binatang yang sehat;
b.Kuman tersebut harus dapat diasingkan dan dibiakkan dalam bentuk biakan murni
di luar
5
tubuh binatang tersebut; dan
c.Biakan murni kuman tersebut harus mampu menimbulkan penyakit yang sama pada
binatang percobaan. Kuman tersebut dapat diasingkan kembali dari binatang
percobaan
tadi.

C. Pertumbuhan Mikroorganisme

Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran atau subtansi atau masa


zat suatu organisme, misalnya untuk makhluk makro dikatakan tumbuh ketika
bertambah tinggi,
bertambah besar atau bertambah berat. Pada organisme bersel satu pertumbuhan lebih
diartikan sebagai pertumbuhan koloni, yaitu pertambahan jumlah koloni, ukuran
koloni yang
semakin besar atau subtansi atau masssa mikroba dalam koloni tersebut semakin
banyak.
Pertumbuhan pada mikroba diartikan sebagai pertambahan jumlah sel mikroba itu
sendiri. Ada dua macam tipe pertumbuhan yaitu pembelahan inti tanpa diikuti
pembelahan sel sehingga dihasilkan peningkatan ukuran sel dan pembelahan inti yang
diikuti pembelahan sel. Ciri khas reproduksi bakteri adalah pembelahan biner, dimana
dari satu sel bakteri dapat dihasilkan dua sel anakan yang sama besar, maka populasi
bakteri bertambah secara geometrik. Interval waktu yang dibutuhkan bagi sel untuk
membelah diri atau untuk populasi menjadi dua kali lipat dikenal sebagai waktu
generasi. Mayoritas bakteri memiliki waktu generasi berkisar satu sampai tiga jam,
Eshericia coli memiliki waktu generasi yang cukup singkat berkisar 15-20 menit,
sedangkan bakteri Mycobacterium tuberculosis memiliki waktu generasi sekitar 20

6
jam. Waktu generasi ini sangat bergantung pada cukup tidaknya nutrisi di dalam
media pertumbuhan, serta kondisi fisik pertumbuhan mikroorganisme.

a. Bakteri

Dalam pertumbuhannya setiap makhluk hidup membutuhkan nutrisi yang


mencukupi sertakondisi lingkungan yang mendukung demi proses pertumbuhan
tersebut, termasuk juga bakteri. Pertumbuhan bakteri pada umumnya akan
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pengaruh faktor ini akan memberikan gambaran
yang memperlihatkan peningkatan jumlah sel yang berbeda dan pada akhirnya
memberikan gambaran pula terhadap kurva pertumbuhannya. Kebutuhan
mikroorganisme untuk pertumbuhan dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu:
kebutuhan fisik dan kebutuhan kimiawi atau kemis. Aspek-aspek fisik dapat
mencakup suhu, pH dan tekanan osmotik. Sedangkan kebutuhan kemis meliputi air,
sumber karbon, nitrogen oksigen, mineral-mineral dan faktor penumbuh.

Pertumbuhan bakteri adalah reproduksi aseksual menggunakan cara


pembelahan sel, dimana bakteri menjadi dua sel anak, dalam proses yang disebut
sebagai binary fission.
Pertumbuhan adalah meningkatnya jumlah kuantitas massa sel dengan cara
terbentuknya sel-sel baru. Terjadinya proses pertumbuhan tergantung dari
kemampuan sel dalam membentuk protoplasma baru dari nutrient yang tersedia di
lingkungan.

7
1. Pembelahan Sel Bakteri

Proses pembelahan secara langsung disebut juga pembelahan ami-tosis atau


pembelahan biner. Pembelahan biner merupakan proses pembelahan dari 1 sel menjadi 2 sel
tanpa melalui fase-fase atau tahap-tahap pembelahan sel. Pembelahan biner banyak dilakukan
organisme uniseluler (bersel satu), seperti bakteri, protozoa, dan mikroalga (alga bersel satu
yang bersifat mikroskopis). Setiap terjadi pembelahan biner, satu sel akan membelah menjadi
dua sel yang identik (sama satu sama lain). Dua sel ini akan membelah lagi menjadi empat,
begitu seterus-nya. Pembelahan biner dimulai dengan pembelahan inti sel menjadi dua,
kemudian diikuti pembelahan sitoplasma. Akhirnya, sel terbelah menjadi dua sel anakan.
Pembelahan biner pada organisme prokariotik terjadi pada bakteri. DNA bakteri terdapat
pada daerah yang disebut nukleoid. DNA pada bakteri relatif lebih kecil dibandingkan
dengan DNA pada sel eukariotik. DNA pada bakteri berbentuk tunggal, panjang dan sirkuler
sehingga tidak perlu dikemas menjadi kromosom sebelum pembelahan.

8
Sel prokariot, sel tanpa membran inti, mampu membelah diri secara sederhana.
Setelahsel tumbuh dan mampu melakukan pembelahan, serta telah menduplikasi molekul
DNA-nya,terjadi pelekukan pada membran sel. Molekul DNA prokariot menempel pada
beberapa titikmembran sel. Dengan demikian, molekul DNA tersebut dapat terpisah dengan
arah yang berlawanan ketika pelekukan membran sel semakin dalam. Ketika molekul DNA
terpisah,membran sel dan dinding sel semakin melekuk ke dalam hingga mulai terlihat
pemisahan dua sel baru.

Proses sel yang terbagi dua secara sederhana ini disebut juga pembelahan biner.
Sel prokariot, seperti sel bakteri, dapat melakukan pembelahan biner setiap 20 menit. Hal ters
ebutmemberikan bakteri kemampuan memperbanyak diri yang menakjubkan.Pembelahan
biner bakteri dimulai dengan menempelnya bahan genetik pada salah satusisi membran dari
sel dewasa, kemudian diikuti dengan proses sintesis DNA dan replikasi.Setelah proses
replikasi selesai maka salah satu sisi dari membran akan membuat lekukan danakhirnya
diikuti dengan proses pemanjangan sel dan pembelahan sel menjadi dua bagian yangmemiliki
bahan genetika yang sama.

9
1. Sebuah sel muda di fase awal siklus2.

2. Sebuah sel tua mempersiapkan bagian dengan memperbesar dinding sel, membran sel
danvolume keseluruhan. Di tengah sel, dinding mengembangkan takik yang akhirnya a
kan membentuk septum (pembatas)transversal, dan kromosom digandakan kemudian
menempel pada membran khusus
3. Dinding septum tumbuh ke dalam, dan kromosom yang ditarik ke arah ujung sel yan
g berlawanan sebagai membran membesar. Komponen sitoplasmik lainn yang didistrib
usikan(acak) kedua sel berkembang4.

4. Septum disintesis sepenuhnya melalui pusatsel, dan membran sel patch itu sendiri sehi
nggaada dua bilik sel terpisah5.

5. Pada titik ini, sel anak dibagi. Beberapa bagian khusus akan memisahkan sepenuhnyas
eperti yang ditunjukkan di sini, sementara yang lain akan tetap melekat, membentuk ra
ntaiatau doublet.

A. Waktu Generasi

Waktu generasi adalah waktu yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk meningkat
kan jumlah sel menjadi dua kali lipat jumlah semula. Kurva pertumbuhan mikroorganism
e terdiriatas empat fase yaitu fase penyesuaian (lag phase), fase eksponensial atau fase log
aritmik, fasestasioner dan fase kematian. Pada fase eksponensial terjadi peningkatan juml
ah sel dandigunakan untuk menentukan waktu generasi (Yudhabuntara, 2003).

10
Selang waktu yang dibutuhkan bagi sel untuk membelah diri menjadi dua kali lipatdis
ebut sebagai waktu generasi. Waktu generasi pada setiap bakteri tidak sama, ada yang hanya
memerlukan 20 menit bahkan ada yang memerlukan sampai berjam-jam atau berhari-hari(Su
marsih,2003).

Bila bakteri diinokulasikan ke dalam medium baru, pembiakan tidak segeraterjadi teta
pi ada periode penyesuaian pada lingkungan yang dikenal dengan pertumbuhan.Kemudian ak
an memperbanyak diri (replikasi) dengan laju yang konstan, sehingga akandiperoleh kurva pe
rtumbuhan. Pada kurva pertumbuhan dikenal beberapa fase pertumbuhan,yaitu (Admin, 200
8):Pertumbuhan d 3DXapat diamati dari meningkatnya jumlah sel atau massa sel (beratkering
sel). Pada umumnya bakteri dapat memperbanyak diri dengan pembelahan biner,yaitudari sat
u sel membelah menjadi 2 sel baru, maka pertumbuhan dapat diukur dari bertambahnya jumla
h sel. Waktu yang diperlukan oleh sejumlah sel atau massa sel menjadi dua kali jumlah/mass
a sel semula disebut doubling time atau waktu penggandaan. Waktu penggandaantidak sama
antara berbagai mikrobia, dari beberapa menit, beberapa jam sampai beberapa haritergantung
kecepatan pertumbuhannya. Kecepatan pertumbuhan merupakan perubahan jumlahatau mass
a sel per unit waktu (Sumarsih, 2003).

Adapun perhitungan pertumbuhan mikroba (Sumarsih, 2003):

Dari hasil pembelahan sel secara biner:

1 sel menjadi 2 sel2 sel menjadi 4 sel : 21 menjadi 22 atau 2n4 sel menjadi 8 sel 22 menjadi 2
3 atau 2x2x2

Dari hal tersebut dapat dirumuskan menjadi:

N = N0 2n N: jumlah sel akhir,

11
N0: jumlah sel awal,

n: jumlah generasi

Waktu generasi = t / n ,

t: waktu pertumbuhan eksponensial,

n: jumlah generasi Dalam bentuk logaritma, rumus N = N0 2n menjadi:

log N = log N0 + n log 2log N

log N0 = n log 2n = log N

log N0 = log N

log N0log 2 = 0,301

Contoh: N = 108 , N0 = 5×107 , t = 2

Dengan rumus dalam bentuk logaritma:

n = log 108 - log (5x 107) = 8 - 7,6 =1

Jadi waktu generasi = t/n = 2/1 = 2 jam

Waktu generasi juga dapat dihitung dari slope garis dalam plot semilogaritma
kurva pertumbuhan eksponensial, yaitu dengan rumus, slope = 0,301/ waktu generasi. Dari gr
afik pertumbuhan tersebut diketahui bahwa slope = 0,15, sehingga juga diperoleh waktu
generasi = 2 jam.

B. Fase Pertumbuhan

Pengamatan jumlah sel dalam waktu yang cukup lama akan memberikan gambaran
berdasarkanKurva Pertumbuhan. Terdapat beberapa fase-fase pertumbuhan :

12
1. Fase Permulaan

Dikenal pula dengan initial phase atau lag phase atau laten phase. Dalam fase ini bakt
eri belummengadakan perbanyakan sel, bahkan sebagian sel bakteri mati, hingga hanya sel ya
ng kuat sajayang bertahan hidup. Ukuran sel membesar yang disebabkan oleh adanya pemasu
kan air imbibisike dalam sel. Secara teoritis, keadaan laten atau lag dari populasi bakteri ini d
iakibatkan oleh pasokan metabolit yang tidak mencukupi, atau oleh tidak aktifnya suatu enzi
m hinggakeseluruhan metabolisme terhambat. Ini disebabkan oleh keberadaan sel bakteri dal
amlingkungan baru sehingga sel harus menyesuaikan diri dalam lingkungan yang baru terseb
ut.

Disamping itu, secara khusus ada dua peristiwa lain yang memungkinkan terjadinya fase
ini,yaitu:
Fase lag yang terjadi karena pembentukan enzim induktif

Fase lag yang terjadi karena germinasi spora

2.Fase Pertumbuhan

Fase pertumbuhan yang dipercepat (Accelarated Growth Phase) Selama fase ini, sel b
akteri belum memperbanyak diri. Kecepatan pertumbuhan makin lama makin meningkat. Bil
akecepatan pertumbuhan diberikan dalam term waktu generasi (doubling time, td, yaitu wakt
uyang dibutuhkan populasi sel untuk melipatkan jumlahnya menjadi dua kali lipat, maka wak
tugenerasinya makin lama makin pendek). Sedangkan kecepatan pertumbuhan dinyatakan dal
amkecepatan tumbuhnya makin lama x dt tinggi. Secara individual makin lama ukuran sel ma
kinmendekati maksimum. Ini disebabkan oleh adanya kemasukan air imbibisi dan adanya per
mulaan aktivitas metabolisme.

3.Fase Logaritma

Fase logaritma (Logaritmic phase atau exponensial phase) Selama fase ini kecepatan
pertumbuhan populasi sel berjalan maksimum dan konstan seperti terlihat pada gambar sinste
sis bio massa, sangat tepat bila digambarkan dengan term logaritma, apabila kecepatan sintesi
snya

dinyatakan dengan kecepatan pertumbuhan spesifik, μ seperti dinyatakan diata

s.

X= XoOμt

13
X dan Xo adalah konsentrasi sel (g/l) pada waktu 0 dan t jam nilai μ sangat tergantung pada

spesies dan strain mikroba, serta kondisi lingkungan kultur mikroba tersebut. Dalam kondisik
ultur yang optimum, sel mikroba mengalami kecepatan reaksi metabolisme yang maksimum.
Ditinjau dari sel bakteri secara individual, ukuran sel justru pada waktu ukuran yang minimu
m,dengan ketebalan dinding sel yang minimum. Ini disebabkan oleh sangat aktifnya sel mem
belahdiri. hingga sintesis makromolekul dari komponen sel pun berlomba dengan waktu.Bila
populasi sel yang sedang mengalami fase ini dipindahkan ke dalam medium baru,dengan ko
mposisi nutrient yang sama dengan kondisi lingkungan yang sama, maka dalammedium baru
populasi ini akan langsung mengalami fase logaritma. Jadi tidak mengawali pertumbuhan den
gan fase permulaan dan fase pertumbuhan dipercepat.4.

4. Fase pertumbuhan terhambat

Fase Pertumbuhan yang mulai terhambat (Phase of negative accelerated growth) Dim
ulaidari awal fase ini, kecepatan pertumbuhan makin lama makin menurun.Penghambatan per
tumbuhan diakibatkan oleh berbagai sebab. Dalam banyak hal. penurunan kecepatan pertumb
uhan ini diakibatkan oleh kehabisan nutrisi. Tetapi sering terjadiwalaupun pasokan nutrisi dib
erikan dengan cukup, penurunan kecepatan pertumbuhan tetap berjalan.Umumnya ini disebab
kan oleh akumulasi substansi toksik hasil metabolisme sel yangmenghambat dapat mengham
bat pertumbuhan sel. Substansi ini memungkinkan pulamenyebabkan represi terhadap kerja si
stem sintesis enzim, yang mengakibatkan terhentinyatranskripsi kode genetik dari gen tertent
u hingga pembentukan enzim baru terhenti sama sekali.

Selanjutnya perubahan kondisi lingkungan, seperti perubahan pil yang tajam sebagai
akibatmetabolisme sel, dapat mengakibatkan penghambatan terhadap pertumbuhan sel.

5. Fase stasioner

Selama fase ini kecepatan pertumbuhan adalah nol. Walaupun demikian, tidak berartit
idak terjadi pertumbuhan sel. Jumlah pembentukan sel baru sebagai hasil reproduksi, seimban
gdengan jumlah sel yang mati selama fase ini.Oleh karena itu, ekspresi dalam grafik linear da
n sejajar selama fase ini, menggunakancadangan makanan yang ada di dalam protoplasma se
bagai building blocks pembangun sel yang baru.

14
6.Fase penurunan (kematian)

Ini merupakan akhir dan suatu kurva dimana jumlah individu secara tajam akan menu
runsehingga kurva tampaknya akan mendekati titik awal kembali (Suriawiria, 2005; 91). Pen
yebabutama adalah autolysis sel serta penurunan energy seluler. Pada saat medium kehabisan
nutrientmaka populasi bakteri akan menurun jumlahnya. Pada saat ini jumlah sel yang mati le
bih banyakdaripada sel yang hidup.Beberapa bakteri hanya mampu bertahan beberapa jam sel
ama fase statis dan akhirnya masukke dalam fase kematian, sementara itu beberapa bakteri ha
nya mampu bertahan sampai hariandan mingguan pada fase statis dan akhirnya masuk ke fase
kematian. Beberapa bakteri bahkanmampu bertahan sampai puluhan tahun sebelum mati, yait
u dengan mengubah sel menjadi spora.

b. Virus

1. Pengertian Virus

Virus berasal dari bahasa yunani "Venom" yang berarti racun. Virus adalah
parasit mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Secara umum vinis
merupakan partikel tersusun atas elemen genetik (genom) yang mengandung salah
satu asam nukleat yaitu asam deoksiribonukleat (DNA) atau asam ribonukleat (RNA)
yang dapat berada dalam dua kondisi yang berbeda, yaitu secara intraseluler dalam

15
tubuh inang dan ekstrseluler diluar tubuh inang. Virus memiliki sifat hidup dan mati.
Sifat hidup (seluler) yaitu memiliki asam nukleat namun tidak keduanya (hanya DNA
atau RNA), dapat bereproduksi dengan replikasi dan hanya dapat dilakukan didalam
sel inang (parasit obligat intraseluler). Sifat mati (aseluler) yaitu dapat di kristalkan
dan dicairkan.

Struktur berbeda dengan sel dan tidak melakukan metabolisme sel. Partikel
virus secara keseluruhan ketika berada di luar inang yang terdiri dari asam nukleat
yang dikelilingi oleh protein dikenal dengan nama virion. Virion tidak melakukan
aktivitas biosinteis dan reproduksi. Pada saat virion memasuki sel inang, baru
kemudian akan terjadi proses reproduksi. Virus ketika memasuki sel inang akan
mengambil alih aktivitas inang untuk menghasilkan komponen-komponen pembentuk
virus.

2. Struktur Virus

A. Bentuk dan Ukuran virus

Bentuk virus bervariasi dari segi ukuran, bentuk dan komposisi kimiawinya.
Bentuk virus ada yang berbentuk bulat, oval, memanjang, silindariis, dan ada juga
yang berbentuk T. Ukuran Virus sangat kecil, hanya dapat dilihat dengan
menggunakan mikroskop elektron, ukuran virus lebih kecil daripada bakteri.
Ukurannya berkisar dari 0,02 mikrometer sampai 0,3 mikrometer (1um = 1/1000 *
mm) Unit pengukuran virus biasanya dinyatakan dalam nanometer (nm). 1 nm adalah
1/1000 mikrometer dan seperjuta milimeter. Virus cacar merupakan salah satu virus
yang ukurannya terbesar yaitu berdiameter 200 nm, dan virus polio merupakan virus
terkecil yang hanya berukuran 28 nm.

16
c. Archea

Cara Reproduksi di Archaea:

 Pembelahan biner: Ini adalah cara reproduksi paling umum di Archaea. Dalam
pembelahan biner, satu sel archaeal membelah menjadi dua sel anak yang
identik. Prosesnya dimulai dengan replikasi DNA archaeal, diikuti dengan
pemisahan DNA yang direplikasi ke ujung sel yang berlawanan. Selanjutnya,
penyempitan terbentuk di tengah sel, menyebabkan pembelahan sel menjadi dua
keturunan yang identik secara genetik. Mode ini memastikan perkembangbiakan
yang cepat, terutama dalam kondisi lingkungan yang menguntungkan.
 Beberapa Fisi: Dalam mode ini, sel archaeal mengalami beberapa putaran
replikasi DNA, menghasilkan beberapa salinan materi genetiknya. Setelah itu,
sitoplasma membelah beberapa kali, menghasilkan pembentukan beberapa sel

17
anak di dalam selubung sel asli. Akhirnya, sel induk pecah, melepaskan sel anak
ke lingkungan.
 Fragmentasi: Fragmentasi melibatkan pemecahan sel induk archaeal menjadi
fragmen yang lebih kecil, yang masing-masing berkembang menjadi sel dewasa
yang berfungsi penuh. Cara reproduksi ini lebih jarang terjadi tetapi dapat
diamati pada kondisi lingkungan tertentu.
 Tunas: Tunas adalah proses dimana pertumbuhan kecil, atau tunas, terbentuk
pada sel archaeal induk. Tunas ini membesar seiring waktu, dengan sebagian
sitoplasma dan DNA sel induk dialokasikan ke dalamnya. Setelah kuncup
mencapai ukuran tertentu, ia terlepas dari sel induknya, menjadi sel mandiri.

d. Lumut

 Daur hidup lumut

Lumut menghasilkan spora sebagai alat perkembangbiakan. Bagian atas talus


pada lumut yang sudah dewasa akan terbentuk badan yang menghasilkan spora, yang
disebut sporogonium. Sporogonium merupakan hasil pertumbuhan dari zigot, yang
merupakan hasil penggabungan spermatozoid yang dibentuk oleh anteridium dan
ovum yang dibentuk oleh arkegonium. Spora dibentuk secara meiosis dalam kotak
spora (sporangium).

Jika kotak spora sudah siap, maka dengan gerak higroskopik kotak spora akan pecah
dan spora-spora tersebut terlempar keluar. Spora kemudian tersebar di area yang luas
dengan bantuan angin. Jika spora jatuh di tempat lembab, itu akan tumbuh menjadi
protonema yang terlihat seperti benang dan kemudian tumbuh menjadi tumbuhan
lumut baru. Jadi, dalam siklus hidupnya, lumut mengalami metagenesis atau
pergantian keturunan antara generasi gametofit dan generasi sporofit.

Selain dengan cara seksual, lumut juga dapat berkembang biak secara aseksual
dengan membentuk tunas atau fragmen talus.

18
Lembaran talus merupakan gametofit karena dapat membentuk arkegonium yang
menghasilkan ovum, dan membentuk anteridium yang menghasilkan spermatozoid.
Sporogonium, yang merupakan hasil pertumbuhan dari zigot, merupakan fase sporofit
karena dapat membentuk spora.

Daur hidup lumut

Dalam daur hidup lumut, terdapat pergiliran keturunan/metagenesis yang jelas.


Prosesnya dimulai dari spora yang tumbuh menjadi protonema dan kemudian
menghasilkan anteridium dan arkegonium. Fase ini merupakan fase perkembangan
yang haploid.

Pada fase gametofit, lumut memiliki protonema dan lumut sendiri yang merupakan
gametofit. Setelah terbuahi, sel telur akan tumbuh menjadi sporogonium yang
merupakan fase perkembangan diploid. Sporogonium tidak hidup sendiri, tetapi
bergantung pada gametofitnya sebagai sumber makanan.

19
Kemudian, sporogonium akan mengalami pembelahan reduksi yang menghasilkan
spora, sehingga fase ini disebut sebagai fase sporofit. Kemudian kedua fase ini
(gametofit dan sporofit) akan terus terjadi secara bergantian.

 Morfologi Arkegonium dan Anteridium Pada Lumut (Bryophyta)

Arkegonium lumut memiliki bagian yang lebih lebar disebut perut dan bagian yang
lebih sempit disebut leher, yang kedua-duanya memiliki dinding yang terdiri dari
selapis sel. Dalam bagian perut terdapat satu sel pusat besar, yang siap untuk dibuahi
dan akan membelah menjadi sel telur.

Bentuk anteridium seperti gada/bulat dan dindingnya seperti arkegonium, yang terdiri
dari lapisan sel-sel mandul, di dalamnya terdapat beberapa sel-sel induk spermatozoid
berbentuk spiral pendek yang terdiri atas inti dan dua bulu cambuk.

Saat arkegonium telah matang, sel telurnya siap untuk dibuahi dan akan terbuka di
ujungnya. Bagian sel-sel leher dan perut anteridium menjadi lendir yang
menghasilkan zat-zat tertentu sebagai daya tarik spermatozoid.

Jika terjadi pembuahan, akan menghasilkan zigot yang tidak memerlukan waktu
istirahat, tetapi akan terus tumbuh menjadi embrio yang diploid kemudian tumbuh
menjadi suatu badan kecil yang akan menghasilkan spora yang disebut sporogonium

Morfologi Arkegonium dan Anteridium

20
e. Jamur

Reproduksi jamur terjadi secara vegetatif ( aseksual ) dan generative ( seksual ),


biasanya tumbuhan jamur berproduksi secara generative yang merupakan reproduksi
darurat yang dilakukan jika terjadi perubahan pada kondisi lingkungannya.

Reproduksi jamur dapat secara seksual (generatif) dan aseksual (vegetatif). Secara
aseksual, jamur menghasilkan spora. Spora jamur berbeda-beda bentuk dan ukurannya
dan biasanya uniseluler, tetapi adapula yang multiseluler. Apabila kondisi habitat
sesuai, jamur memperbanyak diri dengan memproduksi sejumlah besar spora
aseksual. Spora aseksual dapat terbawa air atau angin. Bila mendapatkan tempat yang
cocok, maka spora akan berkecambah dan tumbuh menjadi jamur dewasa.

Spora haploid dihasilkan secara aseksual dan seksual. Reproduksi secara seksual pada
jamur melalui kontak gametangium dan konjugasi. Kontak gametangium
mengakibatkan terjadinya singami, yaitu persatuan sel dari dua individu. Singami
terjadi dalam dua tahap, tahap pertama adalah plasmogami (peleburan sitoplasma) dan
tahap kedua adalah kariogami (peleburan inti). Setelah plasmogami terjadi, inti sel
dari masing-masing induk bersatu tetapi tidak melebur dan membentuk dikarion.

Pasangan inti dalam sel dikarion atau miselium akan membelah dalam waktu
beberapa bulan hingga beberapa tahun. Akhimya inti sel melebur membentuk sel
diploid yang segera melakukan pembelahan meiosis. Secara alamiah, jamur dapat
berkembang biak dengan dua cara, yaitu secara aseksual dan seksual.

21
Secara aseksual dilakukan dengan pembelahan, yaitu dengan cara sel membagi diri
untuk membentuk dua sel anak yang serupa, penguncupan, yaitu dengan cara sel anak
yang tumbuh dari penonjolan kecil pada sel inangnya atau pembentukan spora. Spora
aseksual ini berfungsi untuk menyebarkan speciesnya dalam jumlah yang besar
dengan melalui perantara angin atau air.

 Reproduksi Secara Vegetatif

Reproduksi dengan vegetatif pada jamur merupakan jamur bersel satu yang dilakukan
dengan cara pembentukan tunas yang akan tumbuhan menjadi sebuah individu baru,
selain itu reproduksi secara vegetatif pada jamur multiseluler yang dilakukan dengan
beberapa cara sebagai berikut :

Fragmentasi ( pemutusan ) hifa, potongan hifa yang terpisah kemudian akan


tumbuhan menjadi jamur baru.

Pembentukan spora aseksual, spora aseksual bisa berupa sporangiospora atau


konidospora.

Pada beberapa jenis jamur yang sudah dewasa akan menghasilkan sporangiosfor
( tangkai kotak spora ). Di ujung sporangiofor terdapat sporangium ( kotak spora ).
Sedangkan dalam kotak spora akan terjadi pembelahan sel secara mitosis yang
menghasilkan banyak sporangiospora dengan kromosom haploid ( n ). Sedangkan
pada jamur yang lainnya jika sudah dewasa dapat menghasilkan konidiofor ( tangkai
konidium ), pada ujung konidiofor terdapat konidium ( kotak konidiospora ).

Dalam konidium akan terjadi pembelahan sel yang dilakukan secara mitosis dengan
menghasilkan banyak konidiospora dengan berkromosom haploid ( n ), baik
sporangiospora maupun konidiospora jika jatuh pada tempat yang cocok akan tumbuh
menjadi hifa baru yang haploid ( n ).

22
 Reproduksi Secara Generatif

Reproduksi jamur dengan generatif ( seksual ) dilakukan terlebih dahulu dengan


pembentukan spora seksual yang melalui sebuah peleburan antara hifa yang
mempunyai jenis berbeda.

Dilakukan dengan peleburan inti sel/nucleus dari dua sel induknya.

Reproduksi secara seksual ini lebih jarang dilakukan dan jumlahnya lebih sedikit
dibandingkan secara aseksual.

Perkembangbiakan ini terjadi apabila berada dalam keadaan tertentu.

merupakan reproduksi darurat yang dilakukan jika terjadi perubahan pada kondisi
lingkungannya.

menghasilkan keturunan yang memiliki beragam genetik yang lebih tinggi


dibandingkan reproduksi yang dilakukan secara vegetatif.

Dari adanya variasi genetik tersebut memungkinkan akan menghasilkan keturunan


yang lebih adaptif jika terjadi perubahan kondisi pada lingkungannya.

Mekanisme secara generatif

Hifa (+) dan hifa (-), masing-masing berkromosom haploid (n), berdekatan
membentuk gametangium. Gametangium merupakan perluasan hifa.

23
Gametangium mengalami plasmogami (peleburan sitoplasma) membentuk
zigosporangium dikariotik (heterokariotik) dengan pasangan nukleus haploid yang
belum bersatu. Zigosporangium memiliki lapisan dinding sel yang tebal dan kasar
untuk bertahan pada kondisi buruk atau kering.

Bila kondisi lingkungan membaik akan terjadi kariogami (peleburan inti) sehingga
zigosporangium memiliki inti yang diploid (2n).

Inti diploid zigosporangium segera mengalami pembelahan secara meiosis


menghasilkan zigospora haploid (n) di dalam zigosporangium.

Zigospora haploid (n) akan berkecambah membentuk sporangium bertangkai pendek


dengan kromosom haploid (n).

Sporangium haploid (n) akan menghasilkan spora spora yang haploid (n). Spora-spora
ini memiliki keanekaragaman genetik.

Bila spora-spora haploid (n) jatuh di tempat yang cocok, maka akan berkecambah
(germinasi) menjadi hifa jamur yang haploid (n). Hifa akan tumbuh membentuk
jaringan miselium yang semuanya haploid (n).

f. Protozoa

Pada protozoa proses reproduksi terjadi secara seksual dan juga aseksual. Namun
proses reproduksi yang sering dilakukan adalah melalui cara aseksual yakni
pembelahan biner.

 Aseksual

Tahap pembelahan menggunakan cara mitosis yang hasilnya akan terbentuk dua sel
anakan. Dari beberapa jenis protozoa seperti halnya plasmodium akan melakukan
proses reproduksi melalui cara aseksual dengan menggunakan skizogoni yang pada
umumnya terjadi dibagian dalam sel inang, selanjutnya masing-masing bagian yang

24
terdapat pada inti akan diusir menuju keluar secara bersamaan beserta bagian dari
sitoplasma, sehingga pada akhirnya terbentuklah protozoa baru.

 Seksual

Sedangkan proses reproduksi melalui cara seksual yang terjadi pada protozoa bisa
terjadi dengan cara konjugasi, yang akan menggabungkan berbagai materi genetik
yang diambil dari bagian sel satu ke bagian sel yang lainnya. Bisa juga dengan
menggunakan gamet melalui bantuan orang lain untuk melakukan perkawinan,
sehingga membentuk zigot. Proses reproduksi secara seksual yang terjadi pada
plasmodium ialah nyamuk, zigot yang dihasilkan akan mengalami proses mitosis
sehingga akan menghasilkan banyak sporozoit.

g. Alga

Reproduksi seksual pada ganggang (alga) dapat terjadi secara konjugasi, singami, dan
anisogami.

a. Konjugasi

Konjugasi adalah proses saling berlekatannya dua individu yang berbeda jenis,
dengan diikuti terjadinya plasmogami (peleburan plasma sel) dan juga kariogami
(peleburan inti sel). Contohnya ganggang yang bereproduksi secara konjugasi adalah
spirogyra yang berbentuk filamen tak bercabang.

Mekanisme konjugasi pada spirogyra adalah sebagai berikut:

Filamen Spirogyra yang berhaploid (n) yang berbeda jenis dengan saling berdekatan
Sel-sel yang akan saling berdekatan dengan membentuk tonjolan merupakan jembatan
konjugasi.
Protoplasma sel yang satu (+) berpindah (mengalir) ke sel pasangannya (-).
Terjadi plasmogami, diikuti dengan kariogami
Konjugasi menghasilkan zigospora yang berdiploid (2n).

25
Zigospora (2n) membelah secara miosis dengan menghasilkan 4 sel haploid (n).
Dari 4 sel haploid yang kemudian dihasilkan, umumnya hanya terdapat satu yang
dapat tumbuh menjadi benang Spirogyra baru.

b. Singami

Singami (isogami) adalah peleburan antara dua sel gamet yang sama dengan bentuk
dan ukurannya, tetapi berbeda jenisnya ((+) dan (-)), yang kemudian diikuti dengan
terjadinya peleburan inti. Singami menghasilkan zigot yang diploid (2n). Contoh
ganggang yang melakukan singami adalah ganggang hijau Ulva.

c. Anisogami

Anisogami adalah peleburan antara sel gamet yang ukuran dan bentuknya berbeda.
Anisogami dapat berupa oogami, yakni masuknya sel gamet jantan yang berflagela
(sperma) ke sel yang gamet betina (ovum) kemudian terjadi peleburan inti. Hasil dari
fertilisasi adalah zigot. Contoh ganggang yang melakukan oogami adalah Laminaria.

h. Jamur lendir

 Jamur lendir tak bersekat (Myxomycota)

Beberapa ahli menyebut Myxomycota sebagai Mycetozoa karena dalam daur


hidupnya dijumpai tahapan yang serupa dengan kehidupan Protozoa, diselingi dengan
tahapan yang menyerupai kehidupan jamur. Dalam siklus hidupnya terdapat fase
vegetatif yang diselingi dengan fase generatif.

Pada fase vegetatif bentuknya menyerupai lendir yang dapat berpindah-pindah dengan
menjulur ke tempat-tempat yang mengandung banyak makanan. Sel Myxomycota
menyerupai protoplasma Amoeba dengan banyak inti (multinukleat) yang tidak

26
berdinding yang disebut plasmodium. Ukuran dan warnanya sangat beragam dan
bentuknya berubah-ubah ketika merayap di atas permukaan substrat.

Organisme ini memakan bakteri, Protozoa, spora jamur lain, dan bahan-bahan organik
lain seperti sisa-sisa daun, ranting, dan kayu. Makanan diserap dengan fagositosis dan
dicerna dalam vakuola makanan dan sisa-sisa yang tidak dicerna dikeluarkan dari
vakuola. Jika lingkungan tidak menguntungkan, jamur lendir ini membentuk sel yang
berdinding tebal dan keras yang disebut sklerotium.

Pada fase generatif/reproduktif, Myxomycota hidup menetap dan mempunyai bentuk


yang khas berupa tubuh buah (sporangium) yang mempunyai dinding sel yang disebut
peridium. Tubuh buah Myxomycota menghasilkan spora-spora haploid yang
berflagela disebut miksflagelata (myxoflagellata). Spora ini tahan terhadap kondisi
lingkungan yang tidak menguntungkan.

Flagela pada spora berfungsi untuk bergerak dan dapat dilepaskan ketika tumbuh
menjadi individu baru yang disebut miksamuba (myxoamoeba). Contoh Myxomycota
adalah Ceratiomyxa fructilosa, Physarium polycephalum, Didymium nigripes, Trichia
persimilis, dan Stemonitis splendens.

 Jamur Lendir Bersekat (Acrasiomycota)

Acrasiomycota atau kapang lendir seluler (Cellular Slime mold) dapat


berkembang biak dengan cara pembelahan sel secara mitosis sehingga dihasilkan sel-
sel berbentuk ameba dalam jumlah yang banyak. Oleh karena itu, makhluk hidup ini
dapat hidup bebas dan bersifat ameboid. Plasmodiumnya tidak berinti banyak seperti
pada Myxomycota. Daur hidup Acrasiomycota cukup menarik seperti terlihat pada
gambar di bawah ini.

27
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Mikroorganisme merupakan istilah yang tidak asing bagi dunia kesehatan.


Mikroorganisme atau mikroba merupakan organisme hidup yang berukuran sangat
kecil (diameter kurang dari 0,1 mm) dan hanya dapat diamati dengan menggunakan
mikroskop. Mikroorganisme ada yang tersusun atas satu sel (uniseluler) dan ada yang
tersusun beberapa sel (multiseluler). Organisme yang termasuk ke dalam golongan
mikroorganisme adalah bakteri, archaea, fungi, protozoa, alga mikroskopis, dan virus.
Virus, bakteri dan archaea termasuk ke dalam golongan prokariot, sedangkan fungi,
protozoa, dan alga mikroskopis termasuk golongan eukariota.

Mikrobiologi adalah ilmu yang mempelajari mikroorganisme yang meliputi


organisme bersel satu dan multi sel, yang meliputi: virus, bakteri, jamur, protozoa,
dan organisme yang sangat kecil lainnya. Pemakaian mikroskop dan pewarnaan
mikroorganisme merupakan salah satu teknik untuk mengamati gambaran struktur
mikroorganisme. Mikrobiologi penting karena membatu memahami dan menangani
serta mencegah penyakit, juga penting secara ekonomi karena berdampak pada
lingkungan, penelitian dan bioteknologi.

28
Pertumbuhan Mikroorganisme merupakan proses bertambahnya ukuran atau
subtansi atau masa zat suatu organisme, misalnya untuk makhluk makro dikatakan
tumbuh ketika bertambah tinggi, bertambah besar atau bertambah berat. Pada
organisme bersel satu pertumbuhan lebih diartikan sebagai pertumbuhan koloni, yaitu
pertambahan jumlah koloni, ukuran koloni yang semakin besar atau subtansi atau
masssa mikroba dalam koloni tersebut semakin banyak.

B. Saran

Demikianlah pembahasan dalam makalah ini. Kami mengharapkan kritik dan


saran yang membangun demi perbaikan dalam pembuatan makalah dimasa yang akan
datang.

29
DAFTAR PUSTAKA

[1] D. Selvianti, “Mikrobiologi & Parasitologi,” pp. 1–298, 2018.

Hamdiyati, Y. (2011). Pertumbuhan dan pengendalian mikroorganisme II. Bandung: Universitas


Pendidikan Indonesia.

Partono, A. 1993. Pertumbuhan Bakteri. Bandung : Seminar Bioteknologi

30
LAMPIRAN

31

Anda mungkin juga menyukai