Dosen Pengampu:
Mella Mutika Sari, M. Pd
Disusun Oleh:
Kelompok IV
Fitriah (2110129320013)
Nor Hidayah (2110129320019)
Putri Ayu Aisyah (2110129220032)
Zulfa (2110129320009)
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
mikrobiologi terapan ini yang berjudul “Mikrobiologi Peternakan”. Adapun
makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Mikrobiologi Terapan.
Penulis juga menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Meskipun demikian, penulis berusaha semaksimal mungkin agar
penyusunan Makalah ini berhasil dengan sebaik-baiknya sehingga dapat diterima
oleh pembaca pada saat membaca makalah ini.
Kelompok IV
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Dalam konteks ini, mikrobiologi memainkan peran penting dalam
menguraikan limbah menjadi bentuk yang lebih ramah lingkungan, seperti
pupuk organik, yang dapat digunakan kembali dalam pertanian. Studi ini tidak
hanya meminimalkan dampak lingkungan negatif tetapi juga mendukung
prinsip-prinsip keberlanjutan dalam peternakan. Mikrobiologi memainkan
peran sentral dalam membentuk kesehatan ternak. Mikroorganisme seperti
bakteri patogen dapat menjadi agen penyebab penyakit, sementara bakteri
probiotik membantu menjaga keseimbangan mikroflora usus dan
meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Keseimbangan yang tepat dalam
ekosistem mikrobiologi pada ternak adalah kunci untuk menghindari gangguan
kesehatan, termasuk gangguan pencernaan, infeksi, dan penurunan
produktivitas.
1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Definisi dan Sejarah Mikrobiologi Peternakan.
2. Untuk mengetahui Peran Mikrobiologi dalam Peternakan.
3. Untuk mengetahui Pengaruh Mikrobiologi Terhadap Kesehatan Ternak.
4. Untuk mengetahui Penerapan Mikrobiologi dalam Peningkatan Produksi
Ternak.
5. Untuk mengetahui Pemanfaatan Mikrobiologi dalam Bidang Ternak beserta
Contoh.
2
BAB II
ISI
3
sebenarnya adalah sebagai ‘wine tester’ di kota Delft, Belanda. Ia biasa
menggunakan kaca pembesar untuk mengamati serat-serat pada kain. Tetapi
rasa ingin tahunya yang besar terhadap alam semesta menjadikannya salah
seorang penemu mikrobiologi. Leeuwenhoek menggunakan mikroskopnya
yang sangat sederhana untuk mengamati air sungai, air hujan, ludah, feses
dan lain sebagainya. Salah satu diantaranya adalah bentuk batang, coccus
maupun spiral yang sekarang dikenal dengan bakteri. Penemuan-penemuan
tersebut membuat dunia sadar akan adanya bentuk kehidupan yang sangat
kecil yang akhirnya melahirkan ilmu mikrobiologi. Mikroskop pertama
ciptaan Leeuwenhoek Keterbatasan pada mikroskop Leeuwenhoek adalah
pada kekuatan lensa cembung yang digunakan. Untuk mengatasinya
digunakan lensa tambahan yang diletakkan persis di depan mata pengamat
yang disebut eyepiece, sehingga objek dari lensa pertama dapat diperbesar
lagi dengan menggunakan lensa kedua ini(Hifizah. A & Anim. M, 2012).
2. Era Keemasan (1850-1910)
Periode keemasan ini dikaitkan dengan penemuan-penemuan baru
terutama oleh Robert Koch, tentang piaraan murni. Berdasarkan hal tersebut
ia mengemukakan 4 dalil yang terkenal dengan «Postulat Koch» .
Kelemahan lain dari postulat koch adalah bahwa tidak setiap bakteri patogen
dipiara secara murni. Penelitian-penelitian Koch yang lain 19 adalah
pembiakan kuman antraks . Koch juga menemukan cara pewarnaan dan
cara-cara memperoleh bakteri dalam biakan murni dengan menggunakan
pembiakan padat. Pada periode keemasan juga ditemukan cawan petri di
dalam cara teknik mikroba oleh Petri salah seorang asisten Koch(Hifizah. A
& Anim. M, 2012).
3. Era modern (1910-sekarang)
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan perbaikan
dalam teknik penelitian termasuk disempurnakannya alatalat mikroskopi,
klasifikasi dalam dunia hewan dan tumbuhan semakin sulit dan terkadang
sudah tidak sesuai ketentuan. Sebagai contoh, dinding sel tumbuhan yang
umumnya terdiri dari selulosa dan pada hewan sel-selnya tidak memiliki
4
dinding sel yang sebenarnya, tetapi justru pada beberapa sel hewan
membran yang membungkusnya dalam bentuk padat dan menebal. Virus,
misalnya sudah sejak lama Pasteur dan Koch telah melakukan penelitian.
Tetapi publikasi yang lebih jelas mengenai virus baru diumumkan oleh
Iwanowski, yaitu sebagai penyebab penyakit aneh pada daun tembakau
terungkaplah Herelle dan Tower menemukan fenomena lisis pada biakan
kuman, yang disebabkan oleh bakteriofage . Bruner mengemukakan seleksi
klonal, dan Burnet memperkenalkan daya pencegahan imunologis. Adapun
beberapa penemuan era modern yaitu :
a. Mikroskop elektron
b. Penemuan antiseptik
c. Penemuan imunisasi
d. Penemuan enzim
e. Penemuan virus
f. Penemuan penicillium (Hifizah. A & Anim. M, 2012).
5
Probiotik merupakan feed additive yang ditambahkan dalam
campuran ransum ternak, yang mengandung mikroorganisme jenis tertentu.
Penggunaan probiotik ini dapat meningkatkan nilai gizi dari pakan tersebut,
sehingga harus disesuaikan dengan unsur nutrisi tertentu yang
komposisinya kurang dalam ransum dan dapat dipenuhi dengan
penambahan probiotik.Menurut Waluyo (2004), probiotik merupakan
bahan yg berasal dari kultur mikroba / substansi lain yg berasal dari kultur
mikroba yg dpt mempengaruhi keseimbangan alami di dalam saluran
pencernaan, yang bila diberikan dlm jumlah yg tepat akan dapat
meningkatkan efisiensi penggunaan zat-zat makanan Penggunaan probiotik
sangat besar manfaatnya dalam peningkatan teknologi usaha peternakan,
khususnya dalam hal menekan harga pakan, meningkatkan kualitas bahan
pakan serta kualitas produksi ternak. Komponen biaya pakan adalah
komponen terbesar yang harus dikeluarkan oleh peternak.
Probiotik merupakan salah satu jenis pendekatan dari segi
bioteknologi, yang dapat berupa pemanfaatan mikroba secara langsung,
enzim, ataupun hormon.Bagi ternak ruminansia, zat gizi yang terkandung di
dalam pakan seringkali berada pada ikatan molekul yang sulit dicerna
sehingga pakan tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal sebagai
sumber zat gizi yang diperlukan ternak. Untuk mempermudah proses
pencernaan, maka diberikan perlakuan fermentasi dengan menggunakan
probiotik. Pakan yang berserat kasar tinggi, pola fermentasinya sebagian
besar melalui multiplikasi organisme-organisme pencerna serat kasar yang
mencerna selulosa dan hemiselulosa. Untungnya, proses fermentasi yang
juga berlangsung di dalam organ utama pencernaan ternak ruminansia yang
lebih dikenal dengan ‘rumen’, memiliki berbagai populasi mikroorganisme
yang merupakan mesin penggerak berlangsungnya proses fermentasi dalam
rumen (Purves dan Sadava, 2003).
Mikroba dalam rumen berfungsi untuk mengubah protein pakan
yang berkualitas rendah dan non-protein nitrogen (NPN) menjadi protein
penyusun tubuh yang mempunyai komposisi asam amino ideal dan
6
membentuk vitamin B komplek dan vitamin A, yang pada gilirannya
berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi ternak; mengolah selulosa pakan
dimana proses ini dilakukan oleh jamur, dengan cara membentuk koloni
pada jaringan selulosa pakan yang tumbuh 22 menembus dinding selulosa,
sehingga pakan akan lebih mudah dicerna oleh enzim bakteri rumen. Jumlah
selulosa pada serat kasar sekitar 30–60% dari total bahan kering. Selulosa
ini akan diuraikan menjadi glukosa dan hasil fermentasinya berupa Volatile
Fatty Acids (VFA) berguna sebagai sumber energi utama bagi ternak;
Mensintesis asam-asam amino dari zat-zat yang mengandung nitrogen yang
lebih sederhana; Mikroba rumen yang mati, akan masuk ke dalam usus halus
dan selanjutnya akan diproses menjadi sumber protein yang berkualitas
tinggi (Purves dan Sadava, 2003).Sementara itu, probiotik pada ternak
unggas juga sangat bermanfaat. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Barrow
(1992) bahwa ada dua tujuan utama dari penggunaan probiotik pada unggas
yaitu :
1. Memanipulasi mikroorganisme saluran pencernaan bagian anterior
(crop, gizzard dan usus halus) dengan menempatkan mikroflora dari
strain Lactobacillus sp.
2. Meningkatkan daya tahan ternak dari infeksi Salmonella.
Hal senada dikemukakan oleh Jin et al. (1997), bahwa penggunaan probiotik
untuk unggas dapat :
1. Menempatkan mikroorganisme yang menguntungkan dan menekan
mikroorganisme yang merugikan dalam saluran pencernaan.
2. Meningkatkan aktivitas enzim-enzim pencernaan dan menekan
aktivitas enzim-enzim bakteri yang merugikan.
3. Memperbaiki feed intake dan pencernaan.
4. Menekan produksi gas amonia dan merangsang sistem pertahanan
tubuh.
Pada penelitian yang lain dilaporkan bahwa suplementasi probiotik
dalam ransum unggas ternyata dapat meningkatkan :
1. Berat karkas dan persentase daging karkas.
7
2. Menurunkan jumlah lemak subkutan termasuk kulit.
Kandungan protein ransum yang lebih rendah dari standar yang
direkomendasikan bisa berdampak penurunan pertumbuhan ayam. Akan
tetapi jika diberi suplementasi 0,20 % probiotik dalam ransum yg berprotein
rendah maka pertumbuhan ayam meningkat dibandingkan dengan
kontrol(Hifizah. A & Anim. M, 2012).
8
kilogram/harinya. Jika sapi yang dipelihara jumlahnya banyak dan cara
pemeliharaannya dibiarkan berkeliaran di berbagai tempat, tanpa
perkandangan dan pemeliharaan yang baik, dapat dipastikan kotoran sapi
akan berceceran dimana-mana. Hal tersebut tentu tidak bisa dibiarkan begitu
saja, karena selain mengganggu dan mengotori lingkungan, juga sangat
berpotensi untuk menimbulkan penyakit bagi masyarakat sekitarnya .Agar
kotoran sapi tidak terbuang dengan sia – sia, maka kotoran ini dimanfaatkan
sebagai pupuk organik yang baik untuk tanaman. Pembuatan pupuk organik
tidak terlepas dari proses pengomposan yang diakibatkan oleh mikroba yang
berperan sebagai pengurai atau dekomposer berbagai limbah organik yang
dijadikan bahan pembuat kompos. Penggunaan mikroba sebagai aktivator
untuk memperoleh kompos dengan kualitas yang baik tergantung kepada
bahan bahan yang digunakan, cara pembuatannya, tempat pembuatannya
serta lama pengomposan. Limbah peternakan sebagian besar berupa bahan
organik. Hal ini menunjukkan bahwa apabila dikelola dengan cara yang
benar dan tepat peruntukannya, limbah peternakan masih memiliki nilai
sebagai sumberdaya yang potensial bermanfaat. Namun dengan adanya
berbagai teknologi, kotoran ternak dapat didekomposisi menjadi kompos
dalam waktu yang lebih singkat.
Memanfaatkan limbah sapi yang berupa kotoran atau feses dan air seni
diolah menjadi kompos atau pupuk organik sangat berguna bagi tanaman
dan ini sangat membantu pemerintah dalam menanggulangi pencemaran
lingkungan hasil limbah kotoran sapi tersebut. Arti dari pengomposan
adalah proses penguraian limbah padat organik menjadi materi yang stabil
oleh mikroorganisme dalam kondisi terkendali. Proses penguraian tersebut
dilakukan oleh konsorsium mikroorganisme, jasad renik yang kasat mata.
Mikroorganisme yang bekerja merupakan organisme yang memerlukan
udara/ oksigen sehingga tidak timbul bau yang menyengat. Untuk
mengoptimalkan kerja mikroorganisme tersebut diperlukan beberapa
pengendalian antara lain pengendalian terhadap kelembaban, aerasi, dan
temperatur untuk menghindari terjadinya proses yang dapat menimbulkan
9
bau busuk. Teknik pengomposan merupakan salah satu cara pengolahan
limbah yang memanfaatkan proses biokonversi atau transformasi mikroba.
Biokonversi itu sendiri adalah proses-proses yang dilakukan oleh
mikroorganisme untuk merubah suatu senyawa atau bahan menjadi produk
yang mempunyai struktur kimiawi yang berhubungan. Proses biokonversi
limbah dengan cara pengomposan menghasilkan pupuk organik yang
merupakan hasil degradasi bahan organik. Salah satu indikator yang dapat
digunakan untuk mengetahui apakah bahan organik limbah sudah
terdegradasi dengan baik adalah perubahan 25 bahan organik limbah
menjadi unsur hara, terutama unsur hara makro, seperti N total, P2O5 dan
K2O. Limbah padat organik biasanya mengandung berbagai
mikroorganisme yang mampu melakukan proses pengomposan. Adapun
peran berbagai jenis mikroba tersebut adalah sebagai berikut :
1. Mikroba lignolitik berperan dalam menguraikan ikatan lignoselulosa
menjadi selulosa dan lignin. Lignin ini kemudian diuraikan lagi oleh
enzim ligase menjadi derivat lignin yang lebih sederhana sehingga
mampu mengikat NH4
2. Mikroba selulotik akan mengeluarkan enzim selulase yang dapat
menghidrolisis selulosa menjadi selulosa lalu dihidrolisis lagi menjadi
D-glukosa dan akhirnya didokumentasikan sehingga menghasilkan
asam laktat, etanol, CO2 dan amonia.
3. Bakteri proteolitik adalah bakteri yang memproduksi enzim protease
ekstraseluler, yaitu enzim pemecah protein yang diproduksi di dalam
sel kemudian dilepaskan keluar dari sel. Semua bakteri mempunyai
enzim protease di dalam sel, tetapi tidak semua mempunyai enzim
protease ekstraseluler.
Bakteri proteolitik dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok:
1. Bakteri aerobik atau anaerobik fakultatif, tidak membentuk spora,
misalnya Pseudomonas dan Proteus.
2. Bakteri aerobik atau anaerobik fakultatif, membentuk spora, misalnya
Bacillus.
10
3. Bakteri anaerob pembentuk spora, misalnya sebagian spesies
Clostridium.Mikroba proteolitik akan mengeluarkan enzim protease
yang dapat merombak protein menjadi polipeptida, lalu menjadi peptida
sederhana dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2 dan
air(Hifizah. A & Anim. M, 2012).
11
2. Gangguan pada mikrobiota normal dalam saluran pencernaan ternak dapat
mengakibatkan masalah pencernaan dan penyerapan nutrisi yang dapat
mempengaruhi kesehatan secara keseluruhan.
3. Interaksi mikroorganisme dengan sistem kekebalan tubuh ternak
memainkan peran penting dalam menentukan ketahanan terhadap penyakit.
Pemahaman mendalam tentang ekologi mikrobiologi dalam tubuh ternak
menjadi landasan untuk mengelola kesehatan hewan secara holistik,
menggabungkan aspek pencegahan penyakit, nutrisi yang tepat, dan
pengelolaan lingkungan peternakan yang baik. Pemahaman mendalam tentang
dinamika mikrobiologi ini menjadi dasar untuk pengembangan strategi
manajemen penyakit, pencegahan, dan pemeliharaan kesehatan ternak secara
umum. Dengan memperkuat pemahaman ini, dapat dibuka peluang untuk
meningkatkan kesehatan dan produktivitas ternak secara berkelanjutan
(Anton., E., et al. 2019).
12
organik yang dapat digunakan kembali. Inovasi ini tidak hanya berkontribusi
pada efisiensi produksi ternak tetapi juga mendukung praktik pertanian yang
berkelanjutan secara lingkungan (Laut, M., et al. 2018).
13
Contoh: Mikrobiologi dapat digunakan untuk mendekomposisi limbah
ternak melalui proses penguraian oleh mikroorganisme, mengubahnya
menjadi pupuk organik yang dapat digunakan kembali atau menghasilkan
biogas sebagai sumber energi.
6. Pengembangan Vaksin:
Contoh: Penggunaan mikrobiologi dalam pengembangan vaksin untuk
melawan penyakit tertentu pada hewan ternak. Vaksin ini membantu
mencegah penyebaran penyakit dan meningkatkan kesehatan hewan.
7. Pengolahan Limbah Fermentasi:
Contoh: Limbah dari proses fermentasi pakan dapat dimanfaatkan kembali
sebagai sumber nutrisi tambahan atau pupuk organik, mengurangi limbah
dan mendukung keberlanjutan lingkungan.
Pemanfaatan mikrobiologi dalam bidang ternak bukan hanya meningkatkan
produktivitas peternakan tetapi juga berkontribusi pada pengelolaan sumber
daya alam dan kesehatan masyarakat melalui penyediaan produk ternak yang
aman dan berkualitas.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam makalah mikrobiologi peternakan ini, kami telah mengeksplorasi
berbagai aspek mikroorganisme yang mempengaruhi kesehatan dan
produktivitas hewan ternak selain itu kami juga menjelaskan beberapa peran
mikrobiologi bagi peternakan. Temuan utama menyoroti peran penting
mikrobiota usus dalam menjaga keseimbangan sistem pencernaan hewan
ternak, serta dampaknya terhadap performa dan kesehatan secara keseluruhan.
Keberlanjutan peternakan juga menjadi fokus penting dalam analisis
mikrobiologi peternakan ini. Implikasi dari penggunaan antibiotika, resistensi
mikroba, dan dampak lingkungan menjadi titik berat diskusi. Oleh karena itu,
perlunya pendekatan yang lebih holistik dalam manajemen peternakan,
termasuk pengembangan alternatif terapeutik dan praktik berkelanjutan,
menjadi jelas. Keseluruhan, makalah ini memberikan pemahaman mendalam
tentang kompleksitas mikrobiologi peternakan dan memberikan dasar bagi
perbaikan praktik peternakan. Dengan memahami hubungan yang kompleks
antara hewan ternak dan mikroorganisme, kita dapat mengembangkan strategi
yang lebih efektif untuk meningkatkan kesehatan hewan, produktivitas
peternakan, dan keberlanjutan lingkungan dalam konteks peternakan modern.
3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan baik
dalam penulisan dan juga penyusunan makalah ini. Oleh karena itu penulis
mengharapkan pesan ataupun saran dari pembaca untuk bisa mebangun dalam
pembuatan makalah selanjutnya, selain itu penulis juga menyarankan kepada
pembaca agar mencari sumber referensi selanjutnya yang lebih guna
menambah wawasan pembaca.
15
DAFTAR PUSTAKA
Anton., E., Taufik., & Wulandari, Z. (2019). Studi Residu Antibiotik dan Kualitas
Mikrobiologi Telur Ayam Konsumsi yang Beredar di Kota Administrasi
Jakarta Timur. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan. 8(3),
151-159.
Ekaputra, R, N., Sulistiyanto, B., Sumarsih, S., & Utama, C, S. (2018). Pengaruh
Pemberian Pollard pada Fermentasi Jus Kubis Terhadap Uji Kualitas
Organoleptis dan Mikrobiologis. Jurnal Seminar Teknologi dan Agribisnis
Peternakan. 5(1), 280-281.
Hifizah. A & Anim. M. (2012). Mikrobiologi Ternak. UIN ALAUDDIN
MAKASSAR.
Koesmara, H., & Ammar, M. (2023). APLIKASI MIKROBIOLOGI PADA
PAKAN TERNAK. Aplikasi Mikrobiologi Dalam Peternakan. 3(5), 27-35.
Laut, M., Winarso, A., Ndaong, N, A., & Benu, I. (2018). Penerapan Teknologi
Peternakan Sebagai Upaya Peningkatan Produksi Ternak Sapi Potong Di
Desa Penfui Timur, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang. Jurnal
Pengabdian Masyarakat Peternakan. 3(1), 21-24.
Triyannanto, E., Arizona, A, S., Rusman, E., Suryanto, R, O., Sujarwanta, Jamhari.,
& Widyastuti, I. (2020). Pengaruh Kemasan Retorted dan Penyimpanan
pada Suhu Ruang terhadap Kualitas Fisik dan Mikrobiologi Sate Ayam.
Jurnal Sain Peternakan Indonesia. 15(3), 265-267.
Zuraida Hanum, Y. (2022). Mikrobiologi Pangan Hasil Peternakan. Syiah Kuala
University Press.
16