Anda di halaman 1dari 108

TUGAS MAKALAH

MIKROBIOLOGI
“Identifikasi Jamur, Cacing, Protozoa, dan Sporozoa
Serta Arthropoda Pada Media Lingkungan”
Dosen Pengampu: Hj. Denok Indraswati, SSi,MSi

Disusun Oleh:
Kelompok 4
Semester 2 Kelas B
KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLTEKKES KEMENKES SURABAYA

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PRODI SANITASI PROGRAM D-III KAMPUS MAGETAN

Jl. Tripandita No. 6 Telp : (0351) 895315 Fax : (0351) 891310

E-mail : prodi-kesling-mdn@yahoo.com

MAGETAN 6331

Tahun Akademik 2022/2023

i
1. Tarisa Tita Afifatuz Zahro (P27833222080)
2. Viola Oktaviana Wibowo (P27833222081)
3. Vivin Sunarsih (P27833222082)
4. Widia Andrianti (P27833222083)
5. Wihan Narendra Waskita (P27833222084)
6. Wina Hera Wati (P27833222085)
7. Yolla Prayusti Maharani (P27833222086)
8. Yughi Caesar Dewa Prayoga (P27833222087)
9. Yunita Vindi Pangesti (P27833222088)
10. Zahra Nur Andira (P27833222089)
11. Zahro Yudian Syah Putri (P27833222090)

DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK 4B-2B

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis telah mampu
menyelesaikan makalah berjudul “Identifikasi Jamur, Cacing, Protozoa, dan
Sporozoa serta Arthropoda pada Media Lingkungan”. Makalah ini ditulis untuk
memenuhi tugas mata kuliah Mikrobiologi. Penulis menyadari bahwa selama
penulisan makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh
sebab itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT yang telah memberi kelancaran pada kami dalam menyelesaikan
tugas makalah ini.
2. Bapak Benny Suyanto, S.Pd, M.Si, selaku ketua prodi sanitasi yang telah
memberi fasilitas kepada penulis selama menyusun makalah ini.
3. Ibu Denok Indraswati, SSi, MSi, selaku Dosen Penanggung Jawab Mata
Kuliah Mikrobiologi yang telah membantu penulis selama menyusun
makalah ini.
4. Ibu Frida Hendrarinata, SKM, MKL, selaku Dosen Mata Kuliah
Mikrobiologi.
5. Bapak Handoyo, SST. MSi, selaku Dosen Mata Kuliah Mikrobiologi.
6. Semua pihak yang berperan dalam pencarian rujukan referensi penulis.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, dengan
demikian penulis memohon segala kritik dan saran dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Harapan penulis semoga makalah ini dapat menjadi
salah satu rujukan belajar bersama sehingga bermanfaat bagi semua.

Magetan, 16 Januari 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mikrobiologi mempelajari organisme hidup yang sangat kecil sehingga
tidak terlihat oleh mata telanjang tetapi tidak dapat dilihat dengan bantuan
mikroskop. Organisme yang sangat kecil ini disebut mikroorganisme atau
terkadang mikroba atau mikroorganisme. Sejarah perkembangan mikrobiologi
dimulai dengan pengamatan mikroskopis pada tahun 1675. Perkembangan
teori fermentasi diikuti dengan perkembangan teori fermentasi. Teori Penyakit
pada tahun 1876. Hal ini memicu minat pada teknik dan metode laboratorium
untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi mikroorganisme. Sejak tahun 1900
juga terdapat hubungan yang erat antara mikrobiologi, kedokteran, dan bidang
mikrobiologi terapan lainnya.
Penemuan baru terus dibuat. Jenis mikroorganisme baru ditemukan dan
banyak proses biologis dipelajari menggunakan mikroorganisme. Penelitian
lebih lanjut tentang mikroorganisme, terutama studi tentang struktur
internalnya melalui mikroskop elektron, menunjukkan bahwa ada perbedaan
mendasar antara mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme, yaitu bakteri
dan cyanobacteria, tampaknya tidak memperlihatkan struktur kesatuan yang
diselubungi oleh membran sitoplasma. Kelompok ini disebut sel prokariotik.
Mikroorganisme lain, yaitu jamur, dan protozoa, memiliki banyak struktur
yang terikat membran dalam sitoplasmanya, mirip dengan sel tumbuhan dan
hewan. Sel-sel ini disebut eukariotik. Perbedaan penting ini adalah salah satu
kemajuan terbesar dalam mikrobiologi modern. Di antara masalah yang belum
terpecahkan adalah penempatan virus. Pencarian bentuk baru kehidupan
mikroskopis di lingkungan kita secara teratur mengarah pada penemuan
spesies mikroba baru. Penemuan semacam itu memperluas pengetahuan kita
tentang dunia mikroorganisme.
Seperti yang kita ketahui, mikroorganisme bekerja dalam proses
penguraian bahan organik, hewan yang mati dan daun yang terjatuh lalu

2
membusuk adalah salah satu bentuk penguraian dari mikroorganisme yang
berfungsi untuk menetralkan zat sisa agar dapat dimanfaatkan oleh mahluk
hidup lainnya.
Beberapa contoh mikroorganisme dapat berupa jamur, cacing, protozoa,
sporozia dan juga arthropoda. Cacing dan jamur berperan sebagai pengurai
dalam ekosistem. Pengurai disebut juga dekomposer adalah organisme yang
berperan sebagai pengurai zat-zat yang terdapat dalam makhluk hidup yang
sudah mati. Jika pengurai tidak ada dalam ekosistem sampah tidak akan
terurai, bangkai binatang akan tertumpuk begitu saja hingga menimbulkan bau
yang tidak sedap, berbeda dengan kelompok protoza, sporozoa dan
arthropoda.
Memiliki definisi yang hampir sama, protozoa sendiri ialah hewan bersel
satu yang hidup sendiri atau dalam bentuk koloni atau kelompok. Protozoa
merupakan kunci penting dalam rantai makanan untuk komunitas lingkungan
akuatik, contohnya zooplankton (hewan) yang hidup dari fitooplankton
(tumbuhan) sedangkan sporozoa ialah salah satu kelompok protozoa yang
membentuk spora dalam salah satu tahapan siklus hidupnya.
Begitupun dengan arthtropoda, arthropoda adalah filum yang paling besar
dalam dunia hewan dan mencakup serangga, laba-laba, udang, lipan, dan
hewan sejenis lainnya. Artropoda biasa ditemukan di laut, air tawar, darat, dan
lingkungan udara, termasuk berbagai bentuk simbiosis dan parasit.
Karakteristik yang membedakan artropoda dengan filum yang lain yaitu:
tubuh bersegmen, segmen biasanya bersatu menjadi dua atau tiga daerah yang
jelas, anggota tubuh bersegmen berpasangan (asal penamaan Artropoda),
simetribu bilateral, eksoskeleton berkitin.
Yang secara berkala mengalir dan diperbaharui sebagai pertumbuhan
hewan, kanal alimentari seperti pipa dengan mulut dan anus, sistem sirkulasi
terbuka, hanya pembuluh darah yang biasanya berwujud sebuah struktur
dorsal seperti pipa menuju kanal alimentar dengan bukaan lateral di daerah
abdomen, rongga tubuh; sebuah rongga darah atau hemosol dan selom
tereduksi. Subjek utama mikrobiologi lingkungan adalah mikroorganisme

3
tersebut, mengingat dunia mikroorganisme begitu besar dalam kehidupan
sehari-hari, maka perlu dipahami terlebih dahulu apa itu definisi dan
mengidentifikasinya dalam media lingkungan.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan bagaimana jamur pada media lingkungan?
2. Jelaskan bagaimana cacing pada media lingkungan?
3. Jelaskan bagaimana protozoa pada media lingkungan?
4. Jelaskan bagaimana sporozoa pada media lingkungan?
5. Jelaskan bagaimana arthopoda pada media lingkungan?
C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang jamur pada media
lingkungan.
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang cacing pada media
lingkungan.
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang protozoa pada
media lingkungan.
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang sporozoa pada
media lingkungan.
5. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang arthropoda pada
media lingkungan.

4
BAB II
JAMUR

A. Pengertian dan Pertumbuhan Jamur Aspergillus Flavus


Jamur atau cendawan adalah organisme yang termasuk ke dalam kingdom
Fungi dan tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat heterotrof. Klorofil
sendiri berarti pigmen yang dimiliki oleh berbagai organisme dan menjadi
salah satu molekul berperan utama dalam fotosintesis. Sedangkan heterotroph
berarti organisme yang membutuhkan senyawa orhanik di mana karbon
diekstrak untuk pertumbuhannya.
Heterotrof dikenal sebagai “konsumer” atau yaitu makhluk hidup yang
tidak dapat membuat makanan sendiri dalam rantai makanan dan hanya
mendapatkan makanan dari inangnya. Peranan jamur dalam kehidupan sangat
banyak, baik yang menguntungkan (saprofit) maupun merugikan (patogen).
Beberapa jamur jenis tertentu mampu menghasilkan suatu senyawa organik
beracun yang disebut mikotoksin (Syarief, 2003).
Salah satu jenis jamur yang bersifat merugikan (patogen) dan menghasilkan
aflatoksin yaitu jamur spesies Aspergillus flavus. Aspergillus flavus tersebar
luas di dunia. Hal ini disebabkan oleh produksi konidia yang dapat tersebar
melalui udara (airborne) dengan mudah. Komposisi atmosfir juga memiliki
pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan kapang dengan kelembaban
sebagai variabel yang paling penting (Hedayati et al., 2007)

5
Mempelajari sifat-sifat yang dimiliki oleh mikroorganisme seperti jamur,
penelitian dapat dilakukan dengan pembiakan melalui media pertumbuhan.
Medium merupakan suatu bahan yang terdiri atas campuran zat makanan
(nutrient) yang berfungsi sebagai tempat tumbuh mikroba.
Suatu media dapat menumbuhkan mikroorganisme dengan baik harus
memenuhi persyaratan antara lain: media harus mempunyai pH yang sesuai,
media tidak mengandung zat-zat penghambat, media harus steril, dan media
harus mengandung semua nutrisi yang mudah digunakan mikroorganisme
(Jutono, 1980)
Nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan mikroorganisme untuk pertumbuhan meliputi
karbon, nitrogen, unsur non logam seperti sulfur dan fosfor, unsur logam
seperti Ca, Zn, Na, K, Cu, Mn, Mg, dan Fe, vitamin, air, dan energi
(Cappucino, 2014).
Selama ini pernah dilakukan penelitian untuk pertumbuhan jamur Aspergillus
flavus dengan menggunakan media SDA (Sabaroud Dextrose Agar) oleh:
Gita Andini Putri mengenai gambaran jamur Aspergillus flavus pada saus
cabai hasil industri rumahan yang dijual di Pasar Pasir Gintung dan Pasar
Smep kota Bandar Lampung (Putri, 2016), dan Mega Ratna Septiana
mengenai Identifikasi jamur Aspergillus flavus pada kacang tanah (Arachis
hypogaea) yang dijual di Pasar Smep Bandar Lampung (Septiana, 2007).
Padahal masih banyak media yang dapat digunakan selain SDA, media agar

6
yang umum digunakan untuk mengisolasi jamur di laboratorium salah
satunya adalah PDA (Potato Dextrose Agar) (Gandjar, 2006).
PDA (Potato Dextrose Agar) adalah media yang umum untuk pertumbuhan
jamur di laboratorium karena memilki pH yang rendah (pH 4,5 sampai 5,6)
sehingga menghambat pertumbuhan bakteri yang membutuhkan lingkungan
yang netral dengan pH 7,0 dan suhu optimum untuk pertumbuhan antara 25-
30° C (Cappucino, 2014).
Berdasarkan komposisinya PDA termasuk dalam media semi sintetik karena
tersusun atas bahan alami (kentang) dan bahan sintesis (dextrose dan agar).
Kentang merupakan sumber karbon (karbohidrat), vitamin dan energi,
dextrose sebagai sumber gula dan energi, selain itu komponen agar berfungsi
untuk memadatkan medium PDA. Masing-masing dari ketiga komponen
tersebut sangat diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangbiakkan
mikroorganisme terutama jamur.
Peneliti lainnya telah berhasil melakukan penelitian dalam menemukan media
alternatif untuk pertumbuhan jamur menggunakan berbagai sumber
karbohidrat yang berbeda seperti umbi ganyong, umbi gembili dan umbi
garut pada jamur Candida albicans dan Aspergillus niger dengan hasil media
tersebut dapat digunakan sebagai media alternatif (Aini, 2015).
Komposisi PDA salah satunya adalah ekstrak kentang yang merupakan
sumber karbohidrat, sehingga dilakukan alternatif yang komposisinya hampir
sama dengan kentang, yakni dengan menggunakan singkong (Manihot
esculenta Crantz). Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya
karbohidrat. Selain umbi akar singkong banyak mengandung glukosa dan
dapat dimakan mentah. Rasanya sedikit manis, ada pula yang pahit
tergantung pada kandungan racun glukosida yang dapat membentuk asam
sianida (Sadjad, 2000).
Singkong (Manihot esculenta Crantz) memiliki jumlah karbohidrat sebanyak
34,00 g sebagai sumber energi, sedangkan kentang memiliki jumlah
karbohidrat sebanyak 19,10 g (Hidayat, 2009). Sehingga dapat diketahui
bahwa jumlah karbohidrat pada singkong (Manihot esculenta Crantz) lebih

7
banyak daripada kentang. Sumber karbohidrat lain seperti singkong (Manihot
esculenta Crantz) juga memiliki berbagai nutrisi cukup sehingga
memungkinkan untuk digunakan sebagai media pertumbuhan jamur.
Sumber karbon berguna sebagai energi bagi jamur dalam membentuk selsel.
Selama proses pertumbuhannya, jamur memerlukan sumber nutrisi dalam
bentuk senyawa sederhana agar dapat dengan mudah diserap oleh miselium.
Dalam hal ini, jamur akan mengeluarkan enzim untuk menguraikan senyawa
kompleks menjadi sederhana, antara lain karbohidrase dan protease.
Miselium akan mengeluarkan enzim ekstraseluler ke dalam substrat,
kemudian enzimenzim ini akan mendegradasi senyawa kompleks menjadi
lebih sederhana dan miselium akan menyerap senyawa sederhana tersebut
untuk sebagai energi untuk pertumbuhan (Chang dan Miles, 2004).
Secara makroskopis, pertumbuhan diameter koloni jamur Aspergillus flavus
pada media alternatif dari singkong memang lebih cepat dibandingkan media
PDA, tetapi miselium koloni jamur yang tumbuh pada media alternatif dari
singkong belum sama seperti pertumbuhan jamur pada media PDA. Area
kuning tua pada permukaan jamur yang terlihat jelas pada media PDA, tidak
terlihat begitu jelas pada media alternatif dari singkong, selain itu area hijau
yang tumbuh pada media alternatif dari singkong tidak setebal area hijau yang
tumbuh pada media PDA.
Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan jamur adalah faktor
pemanasan. Pada proses perebusan menyebabkan komponen dalam air
rebusan singkong seperti, karbohidrat, protein, vitamin dan mineral lebih
sedikit dibandingkan dengan kandungan PDA, sehingga pertumbuhan jamur
yang baik belum terpenuhi. Hal ini terjadi karena proses perebusan yang
lama, suhu yang tinggi dan waktu pemanasan yang lama menyebabkan
terjadinya perubahan mutu bahan (Lidiasari, E. et al., 2006). Meilisa (2013)
menyatakan bahwa dengan adanya pemanasan terjadi penurunan kandungan
senyawa seperti protein, vitamin, lemak, dan senyawa lainnya.
Dalam penelitian ini ditemukan pertumbuhan koloni yang berada diluar titik
awal penanaman yang ditandai dengan adanya pertumbuhan koloni jamur

8
yang bertumpuk pada media pertumbuhan. Hal ini dapat terjadi karena jamur
Aspergillus flavus merupakan kelompok jamur udara. Dimana jamur udara
merupakan kelompok jamur yang sporanya dapat tersebar di udara bebas.
Konidia Aspergillus flavus yang mudah terlepas, berukuran kecil dan ringan
sehingga mudah diterbangkan oleh angin. Spora jamur akan jatuh dan
menempel pada daerah diluar titik penanaman, sehingga menyebabkan koloni
jamur tumbuh bertumpuk di dalam media jamur yang sedang dilakukan
isolasi dan pengamatan.

Perbandingan Pertumbuhan Jamur Pada Media PDA dan Media


Alternatif dari Singkong MEC
Potato Dextrose Agar (PDA) merupakan salah satu media yang
digunakan untuk pertumbuhan jamur Aspergillus flavus. Media PDA dibuat
pabrik dalam bentuk sediaan siap pakai, harganya mahal, higroskopis, dan
hanya diperoleh pada tempat tertentu. Melimpahnya sumber alam seperti
singkong (Manihot esculenta Crantz), dapat digunakan sebagai media
alternatif pertumbuhan mikroorganisme. Dilakukan modifikasi media
pertumbuhan jamur Aspergillus flavus menggunakan air rebusan singkong
sebagai komposisi utama pengganti karbohidrat dari kentang.
a. PDA (Potato Dextrose Agar)
PDA (Potato Dextrose Agar) adalah media yang umum untuk
pertumbuhan jamur di laboratorium karena memilki pH yang rendah (pH
4,5 sampai 5,6) sehingga menghambat pertumbuhan bakteri yang
membutuhkan lingkungan yang netral dengan pH 7,0 dan suhu optimum
untuk pertumbuhan antara 25-30° C (Cappucino, 2014).
Berdasarkan komposisinya PDA termasuk dalam media semi
sintetik karena tersusun atas bahan alami (kentang) dan bahan sintesis
(dextrose dan agar). Kentang merupakan sumber karbon (karbohidrat),
vitamin dan energi, dextrose sebagai sumber gula dan energi, selain itu
komponen agar berfungsi untuk memadatkan medium PDA. Masing-

9
masing dari ketiga komponen tersebut sangat diperlukan bagi
pertumbuhan dan perkembangbiakkan mikroorganisme terutama jamur.
Komposisi PDA salah satunya adalah ekstrak kentang yang
merupakan sumber karbohidrat, sehingga dilakukan alternatif yang
komposisinya hampir sama dengan kentang, yakni dengan menggunakan
singkong (Manihot esculenta Crantz). Umbi singkong merupakan
sumber energi yang kaya karbohidrat. Selain umbi akar singkong banyak
mengandung glukosa dan dapat dimakan mentah. Rasanya sedikit manis,
ada pula yang pahit tergantung pada kandungan racun glukosida yang
dapat membentuk asam sianida (Sadjad, 2000).

Rata-rata ukuran pertumbuhan diameter koloni pada media PDA


6,6 mm. Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata pertumbuhan
diameter koloni pada media PDA adalah 30,911 mm dengan standar
deviasi 15,335 mm.
b. Media Alternatif/ETC (Manihot Esculenta Crantz)
Singkong (Manihot esculenta Crantz) memiliki jumlah karbohidrat
sebanyak 34,00 g sebagai sumber energi, sedangkan kentang memiliki
jumlah karbohidrat sebanyak 19,10 g (Hidayat, 2009). Sehingga dapat
diketahui bahwa jumlah karbohidrat pada singkong (Manihot esculenta
Crantz) lebih banyak daripada kentang. Sumber karbohidrat lain seperti

10
singkong (Manihot esculenta Crantz) juga memiliki berbagai nutrisi
cukup sehingga memungkinkan untuk digunakan sebagai media
pertumbuhan jamur.
Sumber nutrisi pada media singkong berasal dari air rebusan
singkong, dimana diketahui bahwa singkong memiliki kandungan
karbohidrat yang lebih tinggi dari kentang namun lebih sedikit
kandungan protein. Salah satu nutrisi yang paling dibutuhkan bagi
pertumbuhan jamur adalah karbohidrat.

11
Menurut Riyanto (2010), sumber karbon yang umum digunakan oleh
jamur adalah karbohidrat (polisakarida, disakarida, monosakarida), asam
organik, asam asam amino dan produk natural seperti lignin.
Thongklang, dkk (2010) yang menjelaskan bahwa sumber karbon
(karbohidrat) adalah nutrisi yang paling penting bagi pertumbuhan jamur
dan harus tersedia dalam jumlah yang lebih besar dari nutrisi yang lain.
Wulandari, dkk (2012) juga menjelaskan bahwa karbohidrat merupakan
komponen esensial semua organisme dan zat yang paling banyak
menyusun sel. Fungsi karbohidrat adalah sebagai sumber energi,
membentuk struktur sel, struktur penunjang tanaman.
Secara makroskopis, pertumbuhan diameter koloni jamur Aspergillus
flavus pada media alternatif dari singkong memang lebih cepat
dibandingkan media PDA, tetapi miselium koloni jamur yang tumbuh
pada media alternatif dari singkong belum sama seperti pertumbuhan
jamur pada media PDA. Area kuning tua pada permukaan jamur yang
terlihat jelas pada media PDA, tidak terlihat begitu jelas pada media
alternatif dari singkong, selain itu area hijau yang tumbuh pada media
alternatif dari singkong tidak setebal area hijau yang tumbuh pada media
PDA. Media singkong memiliki nutrisi yang lebih kompleks sehingga
pertumbuhan miselium koloni jamur belum seoptimal media PDA.
Hal tersebut dipertegas oleh Gandjar (2006) menyatakan bahwa
kandungan kompleks dalam media menyebabkan jamur uji
membutuhkan waktu lebih lama untuk menguraikan menjadi komponen-
komponen sederhana yang dapat diserap sel yang digunakan untuk
sintesis sel dan energi. Walaupun miselium koloni jamur Aspergillus
flavus yang tumbuh pada media alternatif dari singkong tidak sebaik
pertumbuhannya pada media PDA, tetapi secara mikroskopis
pertumbuhan Aspergillus flavus pada media alternatif dari singkong
sama baiknya dengan Aspergillus flavus yang tumbuh pada media PDA,
yaitu keduanya memiliki konidiofor yang panjang dan relatif kasar, hifa
berseptum, dan koloni kompak.

12
Perbedaan diameter koloni pada media alternatif dipengaruhi oleh
kandungan nutrisi (karbohidrat), tingkat kematangan dan kadar serat
pada umbi. Umbi yang memiliki kadar serat yang lebih banyak akan
sulit jika diekstrak (Koswara,2010).
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara ukuran diameter
koloni jamur Aspergillus flavus dan berdasarkan dari perhitungan secara
statistik menunjukan tidak ada perbedaan antara media PDA dan media
singkong. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya
media singkong merupakan media alternatif yang cukup optimal sebagai
pengganti media PDA instan.
B. Variasi Media Alternatif Berbagai Sumber Karbohidrat terhadap
Pertumbuhan Candida Albicans

Pada pertumbuhan mikroorganisme seperti jamur, diperlukan suatu media


tumbuh yang dapat mencukupi nutrisi dan sebagai sumber energi. Sumber
karbohidrat alternatif lain diantaranya kentang, sukun, sagu, serta singkong
yang merupakan makanan pendamping yang khas dan mudah di temukan.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan desain cross sectional yang
bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan variasi media alternatif dari
berbagai sumber karbohidrat terhadap pertumbuhan Candida albicans.
Sampel tersebut kemudian dibuat perlakuan untuk pembuatan media alternatif
dari berbagai sumber karbohidrat yang selanjutnya dilakukan uji
pertumbuhan terhadap Candida albicans.

13
Hasil penelitian yaitu rerata pertumbuhan koloni pada media alterntif dari
sumber karbohidrat kentang yaitu 655 koloni, sukun 1380 koloni, singkong
862 koloni, sagu 372 koloni, serta media semi sintetis sebagai kontrol
sebanyak 874 koloni. Hal ini menunjukkan terdapat pertumbuhan Candida
albicans pada seluruh media alternatif sehingga dapat digunakan sebagai
media alternatif pertumbuhan jamur, serta pertumbuhan terbaik Candida
albicans terdapat pada media Sukun Dekstrosa Agar.
Media pertumbuhan merupakan hal penting untuk mempelajari sifat
mikroorganisme seperti jamur yang dapat mencukupi nutrisi, sumber energi
dan kondisi lingkungan tertentu. Suatu media untuk dapat menumbuhkan
mikroorganisme dengan baik diperlukan persyaratan antara lain media harus
mempunyai pH yang sesuai, media tidak mengandung zat-zat penghambat,
media harus steril, dan media harus mengandung semua nutrisi yang mudah
digunakan mikroorganisme.
Pertumbuhan serta perkembangan jamur umumnya sangat dipengaruhi
oleh sejumlah faktor diantaranya ialah suhu, cahaya, udara, pH serta nutrisi
seperti karbon dan nitrogen (Octavia & Wantini, 2017). Media semi sintetik
seperti PDA memiliki kandungan karbohidrat yang cukup sehingga baik
digunakan untuk pertumbuhan jamur.
Pembiakan mikroorganisme seperti jamur dapat dilakukan melalui media
pertumbuhan. yang terdiri atas campuran nutrien (zat makanan). Media agar
yang umum digunakan untuk mengisolasi jamur di laboratorium salah
satunya adalah PDA (Potato Dextrose Agar) (Gandjar, 2006). Berdasarkan
komposisinya PDA termasuk dalam media semi sintetik karena tersusun atas
bahan alami (kentang) dan bahan sintesis (dextrose dan agar). Padahal masih
banyak media yang dapat digunakan selain PDA yaitu dengan menggunakan
media alternatif. Media alternatif harus mengandung bahan yang kaya akan
karbohidrat dan protein. Bahan-bahan tersebut dapat diperoleh dari sumber
alam yang melimpah sehingga dapat mengurangi keseluruhan biaya yang
harus dikeluarkan dalam penelitian.

14
Diagnosis jamur dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan dengan
berbagai macam metode yaitu metode perangkap, pengencer, semai,
hendrikill’s, secara langsung (menggunakan KOH 10%) dan metode kultur.
Namun, dalam penelitian ini menggunakan metode kultur, karena metode
kultur merupakan metode diagnostik definitif bagi sebagian besar bakteri dan
jamur. Metode kultur juga termasuk dalam metode gold standard untuk
mengidentifikasi jenis jamur maupun bakteri, yang kemudian dilanjutkan
dengan pewarnaan KOH 10%, karena untuk mengkonfirmasi kembali adanya
jamur yang tumbuh pada media kultur (Mutiawati, 2016).
Sumber karbon yang umum digunakan oleh jamur adalah karbohidrat
(polisakarida, disakarida, monosakarida), asam amino, asam organik, dan
produk natural seperti lignin (Riyanto, 2010). Sumber karbon adalah nutrisi
esensial bagi pertumbuhan jamur dan harus tersedia dalam jumlah yang lebih
besar dari nutrisi yang lain. Sumber karbon pada jamur berguna sebagai
energi untuk membentuk struktur sel. Jamur memerlukan sumber nutrisi
dalam bentuk senyawa sederhana agar dengan mudah diserap oleh miselium
untuk pertumbuhannya. Miselium akan mengeluarkan enzim ekstraseluler
(karbohidrase dan protease) ke dalam substrat untuk mendegradasi senyawa
kompleks menjadi senyawa sederhana (Chang dan Miles, 2004).
Berdasarkan hasil penelitian dari 4 media alternatif dengan media
semisintetik sebagai kontrol, ditemukan bahwa sukun dekstrosa agar
memperlihatkan hasil pertumbuhan Candida albicans yang sangat signifikan
berbeda dengan beberapa media alternatif lainnya dari sumber karbohidrat
sagu, kentang dan singkong dekstrosa agar. Media alternatif yang bersal dari
sukun, dektrosa, dan agar, sangat baik di tumbuhi oleh jamur. Selain Candida
albicans, media tersebut juga ditumbuhi oleh jamur multiseluler seperti
Aspergillus sp.

15
C. Isolasi dan Identifikasi Jamur Endofit pada Tumbuhan Paku
Aspleniumnidus
Tumbuhan paku-pakuan merupakan salah satu tumbuhan yang berpotensi
sebagai obat. Secara tradisional, tumbuhan paku digunakan masyarakat
sebagai obat antibakteri, obat malaria, pencahar, obat penghenti pendarahan,
obat pasca persalinan, obat penyakit kulit dan antiradang (Arini dan Kinho,
2012). Dalam penelitian ekstrak tumbuhan paku Selaginella delicatula dan
Hymenophyllum sp. (Orohetal, 2014), Adiantum capillus-veneris dan
Asplenium nidus (Kandou dan Pandiangan, 2018) dapat menghambat bakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Djorongaetal. (2014) dan Ondoetal. (2013) menyatakan bahwa pada
tumbuhan paku-pakuan memiliki senyawa metabolit sekunder yaitu alkaloid,
flavonoid, tannin, triterpenoid, saponin, dan steroid. Mikroorganisme endofit
secara alami hidup di dalam jaringan tumbuhan, namun tidak memberikan
dampak negatif terhadap tumbuhan tersebut (Tan and Zou, 2001).
Mikroorganisme endofit dapat berupa bakteri atau jamur, namun yang paling
banyak ditemukan adalah jamur (Simarmata et al., 2007). Jamur endofit yang
berhasil diisolasi dari tanaman inangnya dapat menghasilkan senyawa
metabolit sekunder yang sama dengan yang dihasilkan oleh tanaman
inangnya (Radji, 2005), contohnya jamur endofit yang berhasil diisolasi dari
tumbuhan taxus juga memiliki kemampuan yang sama untuk memproduksi
senyawa taxol (Strobel dan Daisy 2003).
Jamur endofit dikenal sebagai sumber metabolit sekunder berupa enzim
atau senyawa bioaktif lainnya sehingga perlunya mengisolasi dan
mengidentifikasi jamur endofit tersebut dari inangnya. Tujuan penelitian yaitu
mengisolasi dan mengidentifikasi jamur endofit pada tumbuhan paku
Asplenium nidus.
D. Material dan Metode Isolasi Jamur Endofit
Sampel yang digunakan adalah daun dari tumbuhan paku tersebut, dipilih
daun yang segar dan tidak bercacat (tidak bernoda atau bercak-bercak). Daun
dipotong dengan ukuran 1cm x 1cm dengan pisau steril. Selanjutnya

16
dilakukan sterilisasi permukaan yaitu potongan daun dicuci dibawah air
mengalir selama ± 5 menit. Sampel daun direndam dalam alkohol 70 %
selama 1 menit, kemudian direndam dalam larutan natrium hipokloit selama
24 - 28 25 menit lalu direndam kembali ke dalam alkohol 70 % selama 30
detik dan terakhir dibilas dengan akuades steril selama 3-5 detik. Potongan
daun yang telah disterilisasi kemudian diletakkan di atas kertas saring.
Potongan daun ditempatkan pada cawan petri yang berisi media PDA.
Penanaman sampel dilakukan secara duplo, tiap cawan berisi lima potongan
daun. Media yang telah diinokulasi dengan potongan daun diinkubasi pada
suhu ruang selama 7-10 hari. Akuades bilasan terakhir diambil dan diisolasi
ke PDA lainnya. Perlakuan ini berfungsi sebagai kontrol sterilisasi
permukaan daun. Jamur endofit yang telah tumbuh di medium PDA
kemudian dimurnikan ke dalam medium PDA baru dengan cara
menginokulasi sedikit hifa dengan ose steril dari setiap koloni endofit yang
berbeda. Kultur jamur endofit diinkubasi selama 7-10 hari pada suhu ruang.
Pemurnian dilakukan berdasarkan perbedaan secara makroskopis yaitu warna
dan bentuk koloni jamur. Pengamatan morfologi dilakukan selama 7-10 hari
dan apabila masih ditemukan pertumbuhan koloni yang berbeda secara
makroskopis, maka dilakukan pemurnian ulang hingga diperoleh isolat murni.
Setiap isolat yang didapat dibuat duplo sebagai working culture dan stock
culture. Stock culture diinkubasi pada suhu ruang selama 7-10 hari, kemudian
disimpan pada suhu C sebagai kultur cadangan.
Identifikasi Isolat Jamur Endofit Identifikasi dari jamur endofit dilakukan
dengan mengamati morfologinya baik secara makroskopik maupun
mikroskopik. Pengamatan makroskopik dilakukan dengan mengamati warna
koloni, warna sebalik, permukaan koloni (granular, seperti tepung,
menggunung, licin, ada atau tidak tetes-tetes eksudat), diameter pertumbuhan
koloni jamur, dan lingkaran-lingkaran konsentris. Pengamatan mikroskopik
dilakukan dengan menggunakan mikroskop, dengan cara pada kaca objek
diletakkan sedikit hifa lalu diteteskan dengan pewarna metilen blue setelah itu
dilakukan pengamatan identifikasi isolat jamur endofit. Untuk isolasi jamur

17
endofit, terlebih dahulu dilakukan proses sterilisasi permukaan yang diawali
dengan pencucian daun dibawah air mengalir kemudian perendaman dalam
alkohol, NaClO, alkohol dan terakhir pembilasan dengan akuades steril.
Tujuan proses ini untuk menghilangkan mikroorganisme yang berada pada
permukaan tumbuhan sehingga jamur yang tumbuh pada media isolasi
merupakan jamur endofit (Strobel and Daisy, 2003).
Alkohol dan natrium hipoklorit yang digunakan memiliki aktivitas yang
berbeda. Alkohol mendenaturasikan protein dengan cara dehidrasi. dan
menginaktifkan enzim. Efek dari alkohol lebih baik dibandingkan alkohol

murni, karena protein didenaturasi lebih cepat dengan adanya air (Rutala et
al., 2008). Natrium hipoklorit merupakan senyawa yang mengandung klorin
yang bekerja dengan mengoksidasi secara irreversible gugus sulfihidril pada
enzim dan mengganggu fungsi metabolik dari sel bakteri (Valera, 2008).
Potongan daun yang sudah disterilisasi diletakkan pada cawan petri yang
berisi media Potato Dextrose Agar (PDA). Setiap cawan petri berisi lima
potongan daun (Gambar 1) dan diinkubasi selama 7-10 hari pada suhu ruang.
Media PDA bersifat selektif terhadap jamur dan mengandung kentang sebagai
sumber karbohidrat yang merupakan sumber nutrisi bagi pertumbuhan jamur
(Ariyono et al., 2014).
Pada penelitian ini berhasil diisolasi 5 isolat jamur endofit yaitu AN1,
AN2, AN3, AN4 dan AN5. Identifikasi jamur endofit dilakukan dengan

18
mengamati secara makroskopik dan mikroskopik, dapat dilihat pada gambar.
Pengamatan makroskopik meliputi warna koloni, warna sebalik, permukaan
koloni (granular, seperti tepung, menggunung, licin ada atau tidak tetes
eksudat), diameter pertumbuhan koloni jamur dan lingkaran- lingkaran
konsentris dan bentuk koloni (Kumala, 2014).
Pengamatan mikroskopik meliputi ada atau tidaknya sekat pada hifa,
pertumbuhan hifa (bercabang atau tidak bercabang), ada tidaknya konidia,
bentuk konidiofor (Halus, persegi panjang, dan septat), bentuk konidia (Bulat
dan terdapat artrokonidia) dan phialid (Ariyono et al., 2014). Berikut adalah
hasil identifikasi jamur endofit tumbuhan paku Asplenium nidus yang
dicocokkan dengan buku identifikasi Compendium of soil fungi (Domsch et
al., 1980 dalam Ilyas 2006).
Hasil Penelitian 5 Jamur Endofit,
1. Isolat AN1

Berdasarkan pengamatan makroskopik isolat AN1 meliputi: warna


koloni putih, permukaan koloni licin, warna sebalik putih diameter
pertumbuhannya 4,45 cm. Secara mikroskopik, jamur tersebut memiliki
hifa berbentuk septat dengan konidiofor bersekat dan bercabang konidia
kecil menumpuk diatas phialid membentuk suatu kumpulan yang
dibungkus oleh getah atau lendir. Phialid berbentuk labu dan bersekat.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka isolat AN1 dimasukkan dalam Genus
Gliocladium famili Hypocreaceae.

19
2. Isolat AN2

Berdasarkan pengamatan makroskopik isolat AN2 meliputi: warna


Berdasarkan pengamatan makroskopik isolat AN2 (Gambar
koloni putih, permukaan koloni granular, warna sebalik putih. Diameter
pertumbuhannya 5,3 cm. Berdasarkan pengamatan makroskopik isolat
AN2 meliputi: warna koloni putih, permukaan koloni granular, warna
Secara mikroskopik koloni jamur Neoscytalidium dapat dilihat pada
sebalik putih diameter pertumbuhannya 5,3 cm.
gambar dibawah. Jamur tersebut memiliki hifa septat dan bercabang

dengan tanpa konidia. Artrokonidia memanjang dan rata, pada bagian


ujung, berbentuk persegi panjang dan berwarna coklat. Berdasarkan ciri-
ciri maka isolat AN2 dimasukkan dalam genus Neoscytalidium famili
Botryosphaeriales.

20
3. Isolat AN3 dan AN4
Berdasarkan pengamatan makroskopik isolat AN3 dan AN4
(Gambar dibawah) meliputi: warna koloni putih, permukaan koloni
seperti tepung, warna sebalik putih, diameter pertumbuhannya 6,45cm.

Secara mikroskopik koloni jamur Humicola dapat dilihat pada 3


gambar berikut. Jamur tesebut memiliki konidia berbentuk bulat,
aleuspora, klamidospora, phialid panjang yang berbentuk piring dan
percabangan konidiofor. Berdasarkan ciri-ciri maka isolat AN3 dan AN4
dimasukkan dalam genus Humicola famili Clavulinaceae.

4. Isolat AN5 Mikroskopik p


Aleuspora, (2
...................................Berdasarkan pengamatan makroskopik isolat
AN5 meliputi: warna koloni pada bagian tengah berwarna putih dan pada
bagian tepi oranye, permukaan menggunung, warna sebalik merah,
diameter pertumbuhannya 2,05 cm.

21
...................................Secara mikroskopik koloni jamur Aspergillus
dapat dilihat pada gambar 9. Jamur tersebut memiliki konidia yang pada
umumnya (tembus atau transparan atau tidak berwarna), bentuk konidia
kecil dan kasar, tidak bercabang dan berwarna putih. Phialid berbentuk
labu (panjang bulat) dan vesikel berbentuk bulat bantalan. Berdasarkan
ciri-ciri maka isolat AN5 dimasukkan dalam genus Aspergillus famili
Trichocomaceae. Jamur yang memiliki genus Gliocladium tidak hanya
tumbuh pada tumbuhan paku-pakuan, namun dapat pula tumbuh pada
tanaman tembakau (Agustina, 2013). Menurut Ilyas (2007), genus
Gliocladium juga tumbuh pada serasah daun tumbuhan yang ada di
kawasan Gunung lawu. Papavizas (1985), menyatakan bahwa Gliocladium
dapat hidup baik sebagai saprofit maupun parasit pada jamur lain, dapat
menghasilkan zat penghambat dan bersifat hiperparasit.
............................................Jamur Neoscytalidium dapat pula bertumbuh
pada akar tanaman ubi kayu (Saifudin, 2017). Menurut Soepena (1993),
jamur Neoscytalidium mulanya tumbuh sebagai saprofit, tetapi jika
bertemu atau menemukan tanaman inangnya berubah menjadi patogen dan
hidup sebagai parasit yang dapat menyebabkan kematian tanaman.
............................................Jamur Humicola dapat juga tumbuh pada
serasah daun tumbuhan yang ada di kawasan Gunung lawu (Ilyas, 2007).
Menurut Domsch et al., (1980), beberapa taksa jamur seperti Aspergillus
japonicas dan Trichoderma harzianum, genus Acremonium,
Cunninghamella dan Humicola secara alami memiliki sebaran habitat pada
rizosfir tumbuhan hutan seperti puspa, rasamala dan saninten. Jamur-jamur
tersebut memiliki asosiasi simbiotik dengan tumbuhan hutan dan berperan
penting dalam menjaga kelangsungan daur materi dan tingkat kesuburan

22
alami tanah hutan. Menurut Handayanto (2007), cara hidup jamur
Humicola dikenal sebagai fungi parasit dan fungi saprofit.Jamur
Aspergillus juga memiliki sebaran habitat pada rizosfir tumbuhan hutan.
Jamur tersebut juga berperan penting dalam menjaga tingkat kesuburan
alami tanah hutan.
E. Klasifikasi Jamur
Jamur diklasifikasikan kedalam 4 subdivisi yaitu zygomycota,
Ascomycota, basidiomicota, dan deuteromicota.
1. Zygomycota
Zygomycota juga dikenal sebagai jamur sejati coenocytic. Jenis
jamur yang terkenal pada kelompok tersebut adalah kapang roti hitam
atau Rhizopus sp. Divisi Zygomycota mencakup anggota yang hampir
semuanya hidup di habitat darat. Tubuhnya multiseluler, hifa adalah
senosit, yaitu tidak memiliki clade dengan inti haploid, ada hifa yang
berfungsi sebagai pengisap makanan (rizoid) dan potongan penghubung
(stolon).
Sekitar 600 spesies saat ini diketahui, termasuk Zygomycota. Semua
jamur ini hanya menghasilkan spora yang diam (aplanospora) dan tidak
ada spora kembar (zoospora). Ini menunjukkan perkembangan dalam
tahap evolusi dari jamur air primitif menjadi jamur terestrial yang lebih
maju. Zygomycota kebanyakan ditemukan di tanah lembab yang kaya
akan bahan organik. Beberapa hidup sebagai saprofit dan lainnya adalah
parasit pada tumbuhan, hewan, dan manusia.Ciri jamur yang termasuk
dalam divisi Zygomycota adalah:
a. Tubuh bersel banyak
b. Tidak berklorofil sehinggat bersifat heterotroph
c. Kelompok jamur ini umumnya hidup sebagai saprofit (saproba) dan
menyerap makanan dari organisme yang telah mati.
d. Hanya sebagian kecil yang hidup secara parasit pada beberapa jenis
makhluk hidup.
e. Hampir semuanya hidup pada habitat darat.

23
f. Hifa tidak bersekat dan bersifat senositik (mempunyai beberapa inti).
g. Hifa berfungsi untuk menyerap makanan, yang disebut rhizoid.
h. Dinding sel terdiri atas kitin, tidak memiliki zoospora sehingga
sporanya merupakan sel-sel yang berdinding. Spora inilah yang
tersebar ke mana-mana;
i. Perkembangbiakan secara aseksual dilakukan dengan spora yang
berasal dari sporangium yang telah pecah. Beberapa hifa akan
tumbuh dan ujungnya membentuk sporangium. Sporangium berisi
spora. Spora yang terhambur inilah yang akan tumbuh menjadi
miselium baru;
j. Perkembangbiakan secara seksual dilakukan dengan peleburan dua
hifa, yaitu hifa betina dan hifa jantan. Hifa jantan adalah hifa yang
memberikan isi selnya. Hifa betina adalah hifa yang menerima isi
selnya. Perkembangbiakan ini dilakukan dengan gametangium yang
sama bentuknya (hifa jantan dan hifa betina) yang mengandung
banyak inti. Selanjutnya, gametangium mengadakan kopulasi.
k. Mengasilkan zygospora sebagai hasil reproduksi generatifnya.
l. Tidak memiliki tubuh buah.
m. Beberapa hifa berdiri tegak dan membentuk sporangiofor, dan pada
ujung sporangiofor terdapat sporangium berbentuk bulat. Di dalam
sporangium yang berwarna kehitaman ini terdapat spora vegetatif.
n. Tahan terhadap kondisi lingkungan buruk dan kering.
Struktur Tubuh Zygomycota tersusun atas hifa senositik. Septa hanya
ditemukan pada hifa bagian tubuh yang membentuk alat reproduksi saja.
Reproduksi seksualnya melalui peleburan gamet yang membentuk
zigospora. Contoh yang paling mudah didapat dari anggota divisio ini
adalah Rhizopus stoloniferus.
Kelompok Zygomycota memiliki tiga jenis hifa, yaitu hifa yang
menjalar di permukaan substrat disebut stolon, hifa yang menembus ke
dalam substrat seperti akar disebut rizoid, dan hifa yang menjulang ke
atas dan membentuk sporangium disebut sporangiosfor. Sporangium atau

24
kotak spora akan menghasilkan sporangiospora atau spora.

Beberapa jenis jamur dari kelompok Zygomycota hidup di dalam


tanah, bersimbiosis dengan akar tumbuhan tinggi. Hidup bersama antara
akar dan filamen jamur semacam ini disebut mikoriza, yang umumnya
terjadi sejak akar masih muda. Simbiosis ini menguntungkan kedua belah
pihak. Zygomycota merupakan kelompok jamur yang struktur tubuhnya
masih sederhana dengan hifa tanpa sekat. Ukuran tubuhnya pun relatif
lebih kecil dibanding dengan jamur dari kelompok Ascomycota yang
akan kita pelajari pada artikel selanjutnya.
Sebagian besar dari Zygomycota hidup dalam saproba (pengurai) di
tanah, pada sisa-sisa organisme yang sudah mati atau sudah membusuk,
dan makanan seperti tempe, nasi dan roti. Beberapa dari jenis
Zygomycota hidup dengan bersimbiosis mutualisme pada akar tumbuhan
dengan membentuk mikoriza.
Hubungan simbiosis mutualisme Zygomycota dengan tumbuhan
adalah Zygomycota akan memperoleh nutrisi yang berupa zat organik
yang berasal dari inang tumbuhan, sedangkan akar tumbuhan inang dapat
meningkatkan penyerapan air dan mineral yang berasal dari dalam tanah.
Ada juga jenis jamur Zygomycota hidup parasit yang menyebabkan
penyakit, seperti jamur penyebab pembusukan pada tanaman ubi-ubian.

25
2. Ascomycota
Ascomycota juga dikenal sebagai jamur kantong. Merupakan
cendawan atau cendawan yang berkembang biak secara seksual dengan
membentuk askospora di dalam askus (ascus = tas atau kantong/kue).
Ascus adalah jenis sporangium yang menghasilkan askospora.
Beberapa asci biasanya dikelompokkan dan dirangkai menjadi
tubuh buah yang disebut ascorcarp atau ascoma (bila banyak disebut
ascomata). Ascomata dapat dibentuk menjadi mangkok, botol atau balon).
Hifa Ascomycotina biasanya monokariotik (bernukleus atau memiliki
nukleus tunggal) dan sel dipisahkan oleh septa sederhana. Cirinya sebagai
berikut:
a. Merupakan jamur sejati (Eumycota) bersama dengan Basidiomycota
dan Deuteromycota.
b. Bersel satu (uniseluler) atau bersel banyak (multiseluler).
c. Ascomycota multiseluler memiliki hifa bersekat
d. Dinding sel terbuat dari kitin.
e. Bersifat heterotrof baik sebagai saprofit maupun sebagai parasit dan
ada yang bersimbiosis dengan organisme lain.
f. Hifa bersekat-sekat dan di tiap sel biasanya berinti satu (haploid).
g. Beberapa jenis Ascomycota dapat bersimbiosis dengan ganggang
hijau dan ganggang biru membentuk lumut kerak.
h. Mempunyai alat pembentuk spora yang disebut askus, yaitu suatu sel
yang berupa gelembung atau tabung tempat terbentuknya askospora.
Askospora merupakan hasil dari reproduksi generatif.
i.  Askus memiliki bentuk struktur yang mirip kantung.
j. Bentuk askokarp beragam atau bervariasi, ada yang berbentuk seperti
botol, mangkuk, dan bola.
k. Reproduksi dilakukan secara seksual dan aseksual.
Struktur jamur ascomycota mempunyai talus yang terdiri dari
miselium septat. Reproduksi seksualnya dengan membentuk askospora di

26
dalam askus, sedang aseksualnya dengan membentuk konidium tunggal
atau berantai pada ujung hifa khusus yang disebut konidiofor. Kumpulan
askus ini akan membentuk askokarp yang memiliki bentuk bervariasi dan
kebanyakan berbentuk cawan,

Jamur Ascomycota ada yang hidup sebagai saprofit yang


menghancurkan sisa-sisa organik, ada pula yang parasit sehingga dapat
menimbulkan penyakit. Ascomycota hidup sebagai pengurai bahan
organik khususnya dari tumbuhan atau sisa-sisa dari organisme yang ada
di dalam tanah dan juga di laut.
Ascomycota bersel satu atau ragi hidup di bahan yang mengandung
gula atau karbohidrat, seperti singkong yang menghasilkan tapai atau sari
anggur yang digunakan untuk membuat minuman anggur merah (wine).
Sebagian jenis ada yang hidupnya sebagai parasit di organisme lain.
Jamur morel atau Morchella esculenta hidup dengan bersimbiosis
mutualisme kepada tumbuhan dengan membentuk mikoriza. Ascomycota
dapat melindungi tumbuhan dari serangan hama serangga dengan cara
mengeluarkan racun bagi Ascomycota yang hidup di permukaan sel
mesofil daun. Terdapat sekitar 30.000 spesies atau separuh dari jumlah
spesies Ascomycota yang ada ditemukan hidup bersimbiosis dengan
ganggang membentuklichen (lumut kerak).
Ascomycota ada yang bersifat uniseluler dan multiseluler serta
berkembangbiak dengan dua cara, yaitu secara aseksual (vegetatif) dan
seksual (generatif). Dengan demikian ada 4 jenis perkembangbiakan pada
Ascomycota, yaitu:

27
28
a. Reproduksi Aseksual Acomycota Uniseluler
b. Reproduksi Seksual Ascomucota Uniseluler

Gambar A ialah aseksual (pembentukan tunas), sedangkan gambar


B ialah seksual (pembentukan askospora).
c. Reproduksi Aseksual Ascomycota Multiseluler
d. Reproduksi Seksual Ascomycota Multiseluler
Secara umum reproduksi aseksual Ascomycota terjadi melalui
pembentukan tunas dan spora aseksual. Pembentukan tunas terjadi pada
jamur uniseluler dan spora aseksual pada jamur terjadi pada jamur
multiseluler. Spora aseksual terbentuk di ujung konidiofor khusus dan
spora disebut konidia. Konidia adalah spora yang dihasilkan secara
eksternal, artinya di luar kotak spora atau sarang spora.
Siklus atau daur hidupa Ascomycota dimulai dari dari askospora yang
tumbuh menjadi benang (hifa) yang bercabang-cabang (perhatikan
gambar di bawah ini). Kemudian, salah satu dari beberapa sel pada ujung
hifa berdiferensiasi menjadi askogonium, yang ukurannya lebih lebar dari
hifa biasa. Sedangkan ujung hifa yang lainnya membentuk Anteridium.
Anteridium dan Askogonium tersebut letaknya berdekatan dan memiliki
sejumlah inti yang haploid.

29
Pada askogonium tumbuh trikogin yang menghubungkan askogonium
dengan anteredium. Melaui trikogin ini inti dari anteredium pindah ke
askogonium dan kemudian berpasangan dengan inti pada askogonium.
Selanjutnya pada askogonium tumbuh sejumlah hifa yang disebut hifa
askogonium. Inti-inti membelah secara mitosis dan tetap berpasangan.
Hifa askogonium tumbuh membentuk septa bercabang. Bagian
askogonium berinti banyak, sedangkan pada bagian ujungnya berinti 2.
Bagian ujung inilah yang akan tumbuh menjadi bakal askus. Hifa
askogonium ini kemudian berkembang disertai pertumbuhan miselium
vegetatif yang kompak, membentuk tubuh buah.
Dua inti pada bakal askus membentuk inti diploid yang kemudian
membelah secara meiosis untuk menghasilkan 8 spora askus (askospora).
Apabila askospora tersebut jatuh pada lingkungan yang sesuai maka ia
akan tumbuh membentuk hifa atau miselium baru.
3. Basidiomicota
Istilah “basidiomycota” berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari
kata basidium yaitu suatu tahapan diploid dalam daur hidup
Basidiomycota yang berbentuk seperti gada. Pada umumnya jamur ini
merupakan saproba yang penting. Aktivitasnya adalah menguraikan
polimer lignin pada kayu dan berbagai bagian tumbuhan yang lain.

30
Divisi Basidiomycota sering disebut juga sebagai the club fungi atau
yang sering disebut jamur pada umumnya (cendawan atau mushrooms).
Jamur ini bereproduksi secara seksual dengan membentuk basidia yang
kemudian menghasilkan basidiospora di dalam tubuh buah yang disebut
basidioma atau basidiokarp.

Basidia ini dapat berkembang dalam bentuk insang, pori-pori seperti


gigi atau struktur lainnya. Hifa Basiomycota biasanya dikariotik (biner, 2
inti) dan kadang-kadang memiliki persimpangan yang berdekatan. Sel
dipisahkan oleh partisi yang kompleks.
Anggotanya sebagian besar jamur makroskopik. Kelompok ini
memiliki miselium jamur yang terisolasi dan tubuh buah yang panjang
(basidiocarp) berupa lempengan melengkung atau bulat. Jamur ini
biasanya saprofit dan parasit, dan biasanya bereproduksi secara aseksual
menggunakan konidia. Pada umumnya, Basidiomycota hidup sebagai
saproba (pengurai) sisa-sisa organisme yang sudah mati. Basidiomycota
hidup di tanah yang mengandung sampah organik, di batang kayu yang
mati, atau di tumpukan jerami.
Dibandingkan dengan jenis jamur lainnya, Basidiomycota merupakan
pengurai polimer lignin kompleks terbaik. Lignin merupakan komponen
penyusun kayu. Basidiomycota juga dapat hidup bersimbiosis mutualisme
dengan akar tumbuhan dengan membentuk mikoriza, namun ada pula yang

31
hidup parasit pada organisme lainnya. Ciri ciri basidiomycota, ialah:
a. Multiseluler (bersel banyak).
b. Merupakan jamur makroskopis, dapat dilihat langsung, dan
mempunyai ukuran besar.
c. Merupakan jamur makroskopis, dapat dilihat langsung, dan
mempunyai ukuran besar.
d. Semua anggota divisi Basidiomycota berhabitat di darat.
e. Hifanya bersekat (septat), mengandung inti haploid dengan sambungan
apit (clamp connection).
f. Mempunyai tubuh buah yang bentuknya seperti payung yang terdiri
dari bagian batang dan tudung. Pada bagian bawah tudung tampak
adanya lembaran-lembaran (bilah) yang merupakan tempat
terbentuknya basidium. Tubuh buah disebut basidiokarp.
g. Sebagian besar dapat dikonsumsi, namun ada beberapa jamur dapat
pula mematikan. Beberapa anggota dari genus Amanita mengandung
racun yang sangat mematikan. Beberapa jenis Basidiomycota juga
dapat membahayakan tumbuhan, misalnya menyebabkan kematian
pada tanaman ladang. Contoh Basidiomycota lainnya, yaitu
Auricularia polytricha (jamur kuping), Volvariella volvaceae (jamur
merang), dan Ganoderma.
h. Reproduksi secara seksual dengan membentuk basidiospora dan dan
jarang melakukan reproduksi aseksual yaitu dengan fragmentasi hifa.
i. Setiap basidium mengandung 2 atau 4 basidiospora, masing-masing
berinti satu dan haploid. Seluruh basidiospora berkumpul membentuk
tubuh buah (basidiokarp).
j. Basidiokarp sering membentuk struktur seperti batang yang
disebut stalk dan seperti payung yang disebut tudung.
k. Warna tubuh buah beraneka ragam (bewarna-warni).
l. Tubuh buah disebut basidiokarp, terdiri atas jalinan hifa bersekat dan

32
dikariotik (setiap intinya berpasangan).
Tubuh buah jamur Basidiomycota disebut basidiokarp, terdiri atas
jalinan hifa bersekat dan dikariotik (setiap sel intinya berpasangan). Pada
saat pembentukan basidiospora, ujung-ujung hifa menggembung
membentuk basidium yang di dalamnya terjadi peleburan dua inti haploid
menjadi satu inti diploid, disusul dengan pembelahan meiosis yang
menghasilkan 4 inti haploid.
Selanjutnya, basidium membentuk empat tonjolan (sterigmata) yang
berisi protoplasma dan keempat inti haploid tadi masing-masing akan
mengisi tiap tonjolan dan terbentuk empat buah basidiospora haploid.
4. Deuteromycota
Deuteromycota adalah jamur yang berkembang biak dengan konidia
dan tidak memiliki fase seksual yang diketahui. Asci atau basidium tidak
ditemukan, sehingga tidak termasuk dalam kelas jamur Ascomycota atau
Basidiomycota. Oleh karena itu, jamur ini merupakan jamur tidak
sempurna (sieni imperfecti).
Selain konidia, reproduksi aseksual jamur Deuteromycota juga dapat
terjadi melalui pembentukan blastospora (berbentuk tunas) dan artrospora
(sporulasi oleh hifaden). Dengan demikian, beberapa genera jamur yang
cara reproduksi reproduksinya tidak diketahui termasuk dalam kelompok
Deuteromycota. Deutermycota, atau jamur tidak sempurna, tidak
mengalami reproduksi seksual atau memiliki fase aseksual (anamorfik)
dari fase seksual (teleomorfik) jamur.
Jamur Deuteromycota mirip dengan Ascomycota (septa sederhana).
Kelompok jamur ini karenanya dapat disebut sebagai “sampah”, tempat
sementara yang berisi berbagai jamur yang statusnya tidak jelas. Jika
metode reproduksi seksual ditemukan dalam penelitian selanjutnya,
spesies jamur dari genus Deuteromycota dikelompokkan dalam divisi
Ascomycota atau Basidiomycota.
Misalnya, jamur Monilia sitophila (jamur Oncom) diklasifikasikan
sebagai Deuteromycota sebelum diketahui bereproduksi secara seksual,

33
tetapi sekarang bereproduksi secara seksual, yaitu. H. penghasil
askospora di dalam askus (perithecia), dikelompokkan sebagai
Ascomycota, menggantikan B. Neurospora sitophila atau Neurospora
crassa. Namun masih ada ahli yang menempatkan jamur Penicillium dan
Aspergillus pada Deuteromycotina, karena nilai konidialnya begitu jelas
dan diketahui, meskipun tingkat kelaminnya sudah diketahui. Ciri-ciri
deutromycota, ialah sebagai berikut:
a. Multiseluler (bersel banyak) yang membentuk hifa tak bersekat,
namun beberapa jenis merupakan organisme bersel tunggal yang
membentuk pseudomiselium (miselium semu) pada kondisi
lingkungan yang menguntungkan.
b. Sebagian besar mikroskopis (tidak dapat diamati dengan mata
telanjang).
c. Terbentuk spora secara vegetatif dan belum diketahui fase kawinnya
sehinga disebut jamur tidak sempurna atau imperfekti.
d. Berkembang biak dengan membentuk spora aseksual melalui
fragmentasi dan konidium yang bersel satu atau bersel banyak.
Sedangkan reproduksi seksual belum diketahui.
e. Banyak yang bersifat merusak atau menyebabkan penyakit pada
hewan-hewan ternak, manusia dan tanaman budidaya.
f. Hidup secara saprofit maupun parasit.
g. Dinding sel terbuat dari zat kitin.
h. Biasanya berhabitat di tempat yang lembab.
Semua jamur anggota divisi artifisial ini bereproduksi secara aseksual
dengan konidia. Konidia dibentuk diujung konidiosfora, secara langsung
pada hifa yang bebas. Beberapa jenis hidup pada dedaunan dan sisa-sisa
tumbuhan yang tenggelam di dasar sungai yang berarus deras.
Beberapa kelompok yang lain merupakan parasit pada protozoa dan
hewan-hewan kecil lainnya dengan berbagai cara. Beberapa jenis juga
ditemui pada semut dan sarang rayap. Beberapa jamur parasit pada
hewan-hewan kecil mengembangkan unbranched body di dalam tubuh

34
korbannya, kemudian secara perlahan-lahan menyerap nutrien sampai
korbannya mati. Setelah itu jamur tersebut memproduksi rantai spora
yang mungkin menempel atau termakan oleh hewan-hewan lain yang
akan menjadi korbannya.
Cara lain adalah dengan menangkap mangsanya dengan hifa yang
dapat menusuk, dengan menumpangi dan melekat pada amuba. Salah satu
kelompok jamur penghuni tanah ada yang mampu menangkap cacing
nematoda dengan membentuk cincin hifa atau hyphal loop.
Ukuran cicin hifa tersebut lebih kecil dari ukuran tubuh nematoda dan
runcing pada kedua ujungnya. Ketika nematoda memasukkan kepalanya
ke dalam cincin hifa, cacing tersebut cenderung berusaha keluar dengan
bergerak maju, bukan mundur, sehingga cacing tersebut justru terjebak
pada kumparan hifa jamur tersebut,

Setelah berhasil menjerat korbannya, jamur tersebut kemudian membentuk


haustoria yang tumbuh menembus ke dalam tubuh cacing dan
mencernanya.

35
BAB III
CACING

A. Pengertian Cacing
Cacing adalah hewan yang biasanya memiliki tubuh seperti tabung
panjang, tidak punya anggota tubuh bagian luar seperti tangan atau kaki, dan
tidak punya mata. Ukuran cacing bervariasi dari mikroskopis hingga lebih
dari 1 meter (3,3 kaki) untuk cacing polychaete laut (cacing bulu), 6.7 meter
(22 kaki) untuk cacing tanah raksasa Afrika (Microchaetus rappi), dan 58
meter ( 190 ft) untuk cacing nemertean laut (bootlace worm) dengan nama
latin Lineus longissimus. Berbagai jenis cacing memiliki titel sebagai parasit,
yang biasa hidup di dalam tubuh hewan lain.
Cacing umumnya tinggal di darat atau di bawah, yang lainnya hidup di
lingkungan laut dan air tawar. Cacing adalah anggota dari beberapa filum
invertebrata, termasuk Platyhelminthes (cacing pipih), Annelida (cacing
bersegmen), Nemertea (cacing pita), Nematoda (cacing gelang, cacing kremi,
dll.), Sipuncula (cacing tanah), Echiura (spoonworms), Acanthocephala
(berduri- cacing kepala), Pogonophora (beardworms), dan Chaetognatha
(cacing panah).
Cacing juga dapat disebut hama, terutama dalam terminologi medis
ketika merujuk pada cacing parasit, terutama Nematoda (cacing gelang) dan
Cestoda (cacing pita) yang berada di usus inang mereka. Ketika seekor
binatang atau manusia dikatakan “memiliki cacing”, itu berarti ia dipenuhi
dengan cacing parasit, biasanya cacing gelang atau cacing pita. Cacing paru
juga merupakan cacing parasit umum yang ditemukan di berbagai spesies
hewan seperti ikan dan kucing. Cacing adalah hewan yang biasanya memiliki
tubuh seperti tabung panjang, tidak punya anggota tubuh bagian luar seperti
tangan atau kaki, dan tidak punya mata. Ukuran cacing bervariasi dari
mikroskopis hingga lebih dari 1 meter (3,3 kaki) untuk cacing polychaete laut
(cacing bulu), 6.7 meter (22 kaki) untuk cacing tanah raksasa Afrika
(Microchaetus rappi), dan 58 meter ( 190 ft) untuk cacing nemertean laut

36
(bootlace worm) dengan nama latin Lineus longissimus. Berbagai jenis
cacing memiliki titel sebagai parasit, yang biasa hidup di dalam tubuh hewan
lain. Cacing umumnya tinggal di darat atau di bawah, yang lainnya hidup di
lingkungan laut dan air tawar. Cacing adalah anggota dari beberapa filum
invertebrata, termasuk Platyhelminthes (cacing pipih), Annelida (cacing
bersegmen), Nemertea (cacing pita), Nematoda (cacing gelang, cacing kremi,
dll.), Sipuncula (cacing tanah), Echiura (spoonworms), Acanthocephala
(berduri- cacing kepala), Pogonophora (beardworms), dan Chaetognatha
(cacing panah). Cacing juga dapat disebut hama, terutama dalam terminologi
medis ketika merujuk pada cacing parasit, terutama Nematoda (cacing
gelang) dan Cestoda (cacing pita) yang berada di usus inang mereka. Ketika
seekor binatang atau manusia dikatakan “memiliki cacing”, itu berarti ia
dipenuhi dengan cacing parasit, biasanya cacing gelang atau cacing pita.
Cacing paru juga merupakan cacing parasit umum yang ditemukan di
berbagai spesies hewan seperti ikan dan kucing

B. Ciri Cacing
1. Tubuh cacing terdiri dari beberapa segmen
2. Cacing memiliki sedikit rambut
3. Cacing mempunyai klitelum (dimana bagian tubuh yang segmennya
terlihat menyatu) sebagai alat reproduksi
4. Cacing bersifat hemafrodit, artinya cacing memiliki alat kelamin jantan
dan alat kelamin betina

37
C. Jenis Cacing
A. Cacing Kremi

Cacing kremi merupakan jenis cacing gelang. Bentuknya sangat kecil,


tidak berbahaya tetapi sering menginfeksi orang dewasa terlebih anak-
anak. Cacing ini biasanya tinggal di usus besar dan rektum. Penularan
cacing ini yakni ketika manusia menyentuh telur- telur tersebut kemudian
tertelan. Karena memiliki ukuran yang sangat kecil, telur cacing mudah
terbang dan terhirup oleh manusia. Cacing kremi merupakan jenis cacing
gelang. Bentuknya sangat kecil, tidak berbahaya tetapi sering menginfeksi
orang dewasa terlebih anak-anak. Cacing ini biasanya tinggal di usus besar
dan rektum. Penularan cacing ini yakni ketika manusia menyentuh telur-
telur tersebut kemudian tertelan. Karena memiliki ukuran yang sangat
kecil, telur cacing mudah terbang dan terhirup oleh manusia. Cacing kremi
memiliki ciri-ciri berukuran kecil, tipis, berwarna putih, berbentuk seperti
benang dengan panjang antara 2mm dan panjang 13mm. Cacing kremi
dapat hidup di usus selama sekitar 5-6 minggu dan kemudia akan mati.
Sebelum mati, pada malam hari cacing betina akan bertelur di bagian anus.
Telur cacing kremi memiliki ukuran yang sangat kecil namun dapat
menyebabkan gatal disekitar anus dan dapat menghasilkan lender.

38
B. Cacing Pita

Umumnya cacing ini dapat menular dari konsumsi daging yang


kurang matang. Namun ternyata cacing ini juga dapat menular melalui air
minum yang telah terkontaminasi telur atau larva cacing pita. Jenis cacing
ini dapat tumbuh hingga ukuran 15cm dan hidup selama 30 tahun. Jika
terinfeksi cacing pita, Sobat Sehat mungkin akan menemukan benjolan di
tubuh, reaksi alergi, demam, infeksi bakteri, dan kejang.
Cacing ini punya beberapa ciri, yaitu:
- Tidak mempunyai mulut
- Tubuh (strobila) bersegmen (proglotida) menyatu dengan kepala (skolek)
- Memiliki kutikula
- Cestoda punya leher berupa segmen muda yang semakin tua semakin
melebar. Lepasnya segmen tua dari tubuh cacing disebut apolitis.
- Cacing ini bersifat hermafrodit dan sistem saraf yang menyatu dengan
system ekskresi

39
C. Cacing Gelang

Jenis cacing ini yang paling sering menjadi penyebab cacingan


pada orang dewasa. Penularannya melalui makanan yang sudah
terkontaminasi telur cacing. Cacing-cacing ini dapat berkembang biak
dalam jumlah banyak di dalam tubuh. Cacing Gelang (Filum Nematoda)
adalah salah satu filum dalam alam haiwan yang paling pelbagai. Spesies
cacing gelang atau Nematod amat sukar dibedakan, dengan 28,000 spesies
berlainan telah diterangkan. lebih 16,000 ialah parasite. Dianggarkan
jumlah bilangan spesies nematod mungkin kira-kira 1,000,000. Tidak
seperti cnidaria atau cacing pipih, cacing gelang mempunyai sistem
pencernaan seperti tiub dengan terbuka di kedua-dua hujung. Cacing
Gelang terdapat dalam air tawar, air masin, dan persekitaran darat, di mana
mereka sering melebihi bilangan haiwan lain dari segi bilangan dan jumlah
spesies. Jenis cacing ini yang paling sering menjadi penyebab cacingan
pada orang dewasa. Penularannya melalui makanan yang sudah
terkontaminasi telur cacing. Cacing-cacing ini dapat berkembang biak
dalam jumlah banyak di dalam tubuh. Cacing Gelang terdapat dalam air
tawar, air masin, dan persekitaran darat, di mana mereka sering melebihi
bilangan haiwan lain dari segi bilangan dan jumlah spesies. Memiliki ciri
sebagai berikut:

- Fisik berbuku-buku atau beruas-ruas seperti gelang


- Dapat hidup di dalam tanah, air tawar, dan di air laut

40
- Memiliki sistem digesti, saraf, ekskresi, dan reproduksi majemuk
- Dilengkapi dengan pembuluh yang di dalamnya terdapat darah yang
bersirkulasi
- Sebagian besar cacing ini menghasilkan larva bersilia yang disebut larva
trokofor

D. Cacing Pipih

Hidup di darah, usus dan jaringan tubuh manusia, cacing pipih


sebenarnya lebih banyak menginfeksi hewan daripada manusia. Namun,
jika Sobat Sehat sering mengkonsumsi sayuran mentah, Sobat Sehat
memiliki risiko terinfeksi cacing ini. Telur cacing juga dapat
mengkontaminasi air minum dan masuk ke dalam tubuh manusia. Gejala
terinfeksi cacing pipih, berupa demam dan kelelahan. Telur cacing juga
dapat mengkontaminasi air minum dan masuk ke dalam tubuh manusia.
Gejala terinfeksi cacing pipih, berupa demam dan kelelahan. Beberapa
ciri-ciri penting, pada hewan bernama cacing pipih tersebut, antara lain:
- Bentuknya yang pipih, seperti namanya.
- Tidak mempunyai rongga tubuh / Selom.
- Hewan yang satu ini juga cukup sensitif terhadap cahaya.
- Tidak mempunyai sistem peredaran darah.
- Mampu bernafas menggunakan seluruh permukaan tubuhnya.

41
- Alat pencernaannya juga tidak sempurna.
Selain itu, hewan yang satu ini, juga dapat dikelompokkan sebagai hewan
triploblastik, lantaran tubuhnya mempunyai 3 buah lapisan jaringan, antara
lain, ektoderm / lapisan luar, mesoderm / lapisan tengah dan endoderm /
lapisan dalam.

E. Cacing Tambang

Untuk cacing tambang, telur cacing ini dapat masuk ke dalam tubuh
manusia melalui pori-pori kulit. Nah, jika Sobat Sehat tidak menggunakan
alas kaki dan berjalan diatas tanah yang menjadi habitat larva cacing
tambang, memperbesar kesempatan cacing ini menembus kulit dan masuk
ke dalam tubuh. Gejala terinfeksi cacing tambang, berupa gatal-gatal,
anemia, dan kelelahan. Untuk cacing tambang, telur cacing ini dapat
masuk ke dalam tubuh manusia melalui pori-pori kulit. Nah, jika Sobat
Sehat tidak menggunakan alas kaki dan berjalan diatas tanah yang menjadi
habitat larva cacing tambang, memperbesar kesempatan cacing ini
menembus kulit dan masuk ke dalam tubuh. Gejala terinfeksi cacing
tambang, berupa gatal-gatal, anemia, dan kelelahan. Cacing betina
berukuran panjang kurang lebih 1 cm, cacing jantan kurang lebih 0,8 cm.
Bentuk badan Necator Americanus biasanya menyerupai huruf S,
sedangkan Ancylostoma duodenale menyerupai huruf C. Rongga mulut
kedua jenis cacing ini besar. Necator Americanus mempunyai benda kitin,
sedangkan pada Ancylostoma duodenale ada dua pasang gigi. Cacing

42
jantan mempunyai kopulatriks. Telur cacing tambang berukuran kurang
lebih 55 x 35 mikron, bentuknya bulat oval dengan selapis dinding yang
transparan dari bahan hialin. Sel telur yang belum berkembang tampak
seperti kelopak bunga. Dalam perkembangan lebih lanjut dapat berisi larva
yang siap untuk ditetaskan. Berikut ciri-ciri cacing tambang:
- Banyak ditemukan pada daerah tropis dan subtropics
- Memiliki ujung anterior runcing mirip seperti kail
- Hidup sebagai parasit
- Hidup dalam usus dan menyerap darah inang.

F. Cacing Trikinosis

Daging mentah menjadi media yang sering dihinggapi larva cacing.


Setelah masuk ke dalam tubuh, larva akan diam di usus manusia dan
tumbuh menjadi dewasa. Kemudian larva akan berkembang biak dan
berpindah dari usus ke otot atau jaringan tubuh lainnya. Jika terinfeksi
cacing trikinosis, gejalanya berupa demam, sakit kepala, pembengkakan
pada wajah, nyeri otot, peka terhadap cahaya, dan konjungtivitis.

43
G. Cacing Benang

Cacing betina yang hidup sebagai parasit, dengan ukuran 2,20 x


0,04 mm, adalah seekor nematoda filariform yang kecil, tak berwarna,
semi transparan dengan kutikulum yang bergaris halus. Cacing ini
mempunyai ruang mulut dan esophagus panjang, langsing dan silindris.
Sepanjang uterus berisi sebaris telur yang berdinding tipis, jenih dan
bersegmen. Cacing betina yang hidup bebas lebih kecil dari pada yang
hidup sebagai parasit, menyerupai seekor nematoda rabditoid khas yang
hidup bebas dan mempunyai sepasang alat reproduksi. Cacing jantan yang
hidup bebas lebih kecil dari pada yang betina dan mempunyai ekor
melingkar. Telur dari bentuk parasitik, sebesar 54 x 32 mikron berbentuk
bulat oval dengan selapis dinding yang transparan. Bentuknya mirip
dengan telur cacing tambang, biasanya diletakkan dalam mukosa usus,
telur itu menetas menjadi larva rabditiform yang menembus sel epitel
kelenjar dan masuk kedalam lumen usus serta keluar bersama tinja. Telur
jarang ditemukan di dalam tinja kecuali sesudah diberi pencahar yang
kuat.

44
H. Cacing Cambuk

Stadium perkembangan dari Trichuris trichiura adalah telur dan


cacing dewasa. Telurnya berukuran 50 x 25 mikron, bentuknya khas
seperti tempayan kayu atau biji melon. Pada kedua kutub telur memiliki
tonjolan yang jernih yang dinamakan mucoid plug. Tonjolan pada kedua
kutub. kulit telur tersebut bagian luar berwarna kekuningan dan bagian
dalammya jernih. Pada stadium lanjut telur kadang tampak sudah berisi
larva cacing. Cacing dewasa berbentuk seperti cambuk, bagian antarior
merupakan 3/5 bagian tubuh berbentuk langsing seperti ujung cambuk,
sedangkann 2/5 bagian postterior lebih tebal seperti gagang cambuk.
Ukuran cacing betina relatif lebih besar dibanding cacing jantan. Cacing
jantan panjangnya berkisar antara 3-5 cm dengan bagian kaudal membulat,
tumpul dan melingkar ke ventral seperti koma. Pada bagian ekor ini cacing
jantan mempunyai sepasang spikula yang refraktil. Cacing betina
panjangnya antara 4-5 cm dengan bagian kaudal membulat, tumpul tetepi
relatif lurus. Cacing betina bertelur sebanyak 3.000 – 10.000 telur tiap
hari.

45
D. Siklus Hidup Cacing
Secara umum, cacing memiliki siklus hidup seperti berikut ini:

1. Telur (hasil reproduksi)


2. Larva mirasidium (larva bersilia)
3. Sporosista (mirasidium berkembang menjadi kantong memanjang)
4. Larva redia (sporosita berkembang menjadi larva dengan mulut
penghisap)
5. Larva serkaria (berkembangnya redia menjadi larva seperti kecebong)
6. Sista mesoserkaria / metaserkaria (bentuk serkaria dimodifikasi dan
dorman / sista dan dominan)
7. Dewasa (fase melakuakan reproduksi untuk menghasilkan telur)
E. Nama Latin Cacing
Dalam dunia ilmiah, cacing merupakan anggota dari beberapa filum
invertebrata. Namun, di bawah ini ada beberapa nama latin cacing seperti:
Cacing tambang: Ancylostoma duodenale
Cacing tanah: Lumbricus terrestris
Cacing pita: Taenia saginata / Taenia solium
Cacing kremi: Enterobius vermicularis
Cacing perut: Ascaris lumbricoide

46
F. Karakteristik Cacing
.................................................Cacing yang umum ditemui banyak orang di
daerah basah seperti di tanah dan tanaman ini, memiliki ukuran yang
bervariasi dari mikroskopis. Yakni mulai dari ukuran 1 cm sampai dengan 58
cm.
.................................................Sementara untuk tempat hidup cacing sendiri,
yakni di darat, di laut maupun di air tawar. Umumnya, cacing memiliki ciri –
ciri seperti tubuh lunak, memiliki tubuh simetri bilateral dan simetri radial,
dan memiliki rongga tubuh bersifat triploblastik. Dalam rongga tubuh ini,
cacing memiliki lapisan eksoderm (kulit), mesoderm (otot) dan endoderm
(usus).
G. Nama Organ Gerak Cacing dan Fungsinya
.................................................Nama organ gerak pada makhluk hidup yang
satu ini yakni menggunakan otot perut yang berada di sebelah dalam kulit
cacing. Dengan menggunakan otot perut ini, cacing akan melakukan yang
namanya kontraksi dan relaksasi pada tubuhnya.
.................................................Sehingga, nanti dapat menghasilkan gerakan
seperti mengkerut maupun memanjang untuk berpindah dari satu tempat ke
tempat yang lain. Saat berpindah tempat, cacing biasanya akan meninggalkan
bekas berupa lendir untuk melicinkan permukaan tanah. Nah, lendir inilah
yang membantu cacing mudah untuk bergerak.
H. Otot-otot yang Membantu Cacing Bergerak
Dalam menggerakan tubuhnya, cacing akan menggunakan kedua otot-otot
yang dimilikinya. Yakni otot retractor (otot melingkar atau otot circular) dan
otot protractor (otot membujur/otot longitudinal).
I. Cara Bergerak Cacing
.................................................Dalam berpindah tempat, cacing bergerak
dengan cara melata. Alat gerak cacing ini biasanya menggunakan otot perut
dan setae (rambut kecil di setiap bagian tubuh cacing). Untuk memungkinan

47
pergerakan berpindah tempat, cacing umumnya menggunakan dua otot di
pinggiran segmen antara lain:
1. Otot retraktor / otot melingkar / otot circular
2. Otot ini berfungsi untuk mengendurkan tubuh cacing.
3. Otot protractor / otot membujur / otot longitudinal
4. Otot ini berfungsi untuk menegangkan tubuh cacing.
Ketika cacing berada di permukaan tanah, setae di bagian posterior akan
mulai mempersiapkan tubuh cacing untuk bergerak ke suatu tempat.
Kemudian, otot protaktor di anterior akan mulai menegang. Sementara otot
retractor justru mulai mengendur. Untuk pergerakan kedua otot ini terjadi
secara berlawanan. Yakni membuat gerakan tarik – menarik kea rah depan
dan menolak tubuh ke belakang. Umumnya, pergerakan cacing ini dibantu
oleh lendir yang dihasilkan oleh tubuh cacing itu sendiri.
J. Alat Pernapasan Cacing
Dikarenakan cacing hidup di tanah, cacing menggunakan seluruh
permukaan kulitnya untuk bernapas. Pada permukaan kulit yang basah ini,
cacing biasanya akan menyerap oksigen yang langsung menyatu dengan
darah. Bahkan, cacing juga mempu mengeluarkan karbon dioksida secara
langsung melalui permukaan kulit.
K. Bagian Tubuh Cacing
Secara umum, tubuh cacing dapat dibedakan menjadi beberapa bagian,
Diantaranya seperti bagian ujung anterior (bagian tubuh depan), ujung
posterior (bagian tubuh belakang), permukaan dorsal (bagian tubuh
permukaan atas, punggung) dan permukaan ventral (bagian tubuh permukaan
bawah, perut).
Sifat tubuh cacing ini dikatakan simetris bilateral, yakni bisa dibagi
menjadi dua bagian kiri dan kanan yang sama besarnya.
L. Cara Perkembangbiakan Cacing
Cara perkembangbiakan (reproduksi) pada cacing dikatakan cukup unik
lantaran cacing termasuk hewan hermafrodit (memiliki dua jenis kelamin). Di
bawah ini penjelasan singkat mengenai cara perkembang-biakan pada cacing:

48
Reproduksi pada cacing dapat dilakukan secara seksual (kawin) maupun
aseksual (membelah diri). Dan dilakukan oleh cacing jantan dengan cacing
betina.
Setelah melalui proses reproduksi, cacing akan hamil dan bertelur.
Sehingga, akan menghasilkan anak-anak cacing. Dan nantinya, akan berubah
menjadi cacing dewasa.
M. Macam-macam Makanan Cacing
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, cacing biasanya akan memakan
makanan antara lain:
1. Daun Dan Akar
Pada malam hari, cacing biasanya akan keluar dari tanah dan
mengambil dan yang gugur dari pohon. Selanjutnya, daun tersebut akan
disimpan di sarangnya supaya lebih lunak ketika dimakan. Tak hanya
daun, cacing juga sering memakan akar tanaman yang sudah membusuk.
2. Makhluk Kecil
Selain kedua makanan tadi, cacing juga biasanya makan makhluk-
makhluk kecil antara lain seperti nematode, protozoa, rotifer dan berbagai
bakteri di dalam tanah.

49
BAB IV
PROTOZOA

A. Pengertian Protozoa
.................................................Protozoa berasal dari kata Yunani “protos”
yang berarti “pertama” dan “zoon” yang berarti “binatang” dapat diartikan
sebagai hewan pertama. Protozoa adalah kelompok lain dari protista
eukariotik. Pada umumnya protozoa hanya dapat dilihat dengan alat yang
disebut mikroskop. Protozoa sendiri berbeda dengan prokariota karena
ukuran tubuhnya lebih besar dan selnya eukariotik. Protozoa juga berbeda
dari ganggang karena tidak memiliki klorofil. Selain itu, protozoa berbeda
dengan jamur karena dapat bergerak aktif dan tidak memiliki dinding sel, dan
berbeda dengan jamur lendir karena tidak dapat membentuk tubuh buah.
.................................................Protozoa adalah kelompok lain dari protista
eukariotik. Protozoa adalah penghuni tempat berair atau lembab, dan ketika
benda mengering, mereka menjadi kristal. Sel itu sendiri melakukan fungsi
vital. Di dalam sel terdapat alat-alat yang menjalankan fungsi kehidupan.
Alat-alat ini termasuk, misalnya: Inti sel (nukleus), inti sel (nukleolus),
rongga (vakuola), mitokondria.
.................................................Terkadang perbedaan antara ganggang dan
protozoa kurang jelas. Kebanyakan protozoa hanya dapat dilihat di bawah
mikroskop. Beberapa organisme memiliki karakteristik antara alga dan
protozoa. Sebagai contoh, sel alga hijau Euglenophyta bersifat stigma dan sel
tunggal yang memiliki klorofil tetapi dapat kehilangan klorofil dan
kemampuan untuk berfotosintesis. Semua spesies euglenophytes, yang dapat
hidup tanpa cahaya dari nutrisi kompleks, dimasukkan oleh beberapa
ilmuwan ke dalam kategori protozoa.
Misalnya strain mutanalgaegenus Chlamydomonas, yang tidak memiliki
klorofil, dapat dimasukkan ke dalam kelas protozoa Polytoma. Ini adalah
contoh betapa sulitnya membuat perbedaan yang jelas antara alga dan
protozoa. Protozoa berbeda dari prokariota dalam ukurannya yang lebih besar

50
dan selnya eukariotik. Protozoa berbeda dengan ganggang karena tidak
memiliki klorofil, berbeda dengan jamur karena dapat bergerak aktif dan
tidak memiliki dinding sel, dan berbeda dengan jamur lendir karena tidak
dapat membentuk tubuh buah.
Diperairan, protozoa adalah penyusun zooplankton. Makanan protozoa
meliputi bakteri, jenis protista lain, atau detritus (materi organik dari
organisme mati). Protozoa hidup soliter atau berkoloni. Jika keadaan
lingkungan kurang menguntungkan, protozoa membungkus diri membentuk
kista untuk mempertahankan diri. Untuk ukuran terbesarnya sendiri dapat
mencapai panjang sekitar 3 milimeter yang cukup besar untuk dilihat dengan
mata telanjang. Dan hingga saat ini para ilmuwan bahkan telah menemukan
beberapa spesimen fosil protozoa yang memiliki ukuran panjang sekitar 20
milimeter (0,8 inchi).
B. Ukuran dan Bentuk Tubuh Protozoa
.................................................Protozoa berukuran mikroskopis, yaitu sekitar
3-1000 mikron (πm). Bentuk selnya sangat bervariasi, ada yang tetap dan ada
yang berubah-ubah. Protozoa umumnya dapat bergerak aktif karena memiliki
lat gerak berupa kaki semu (pseudopodis), bulu cambuk (flagellum), bulu
getar (cilia), namun ada juga yang tidak memiliki alat gerak. Beberapa
protozoa ada yang memiliki cangkang dan ada yang tidak memiliki cangkang.
C. Fisiologi Protozoa

Gambar I fisiologi protozoa

51
Protozoa biasanya tidak aerobik secara fotosintesis, tetapi beberapa
protozoa dapat hidup di lingkungan anaerobik, seperti di saluran pencernaan
manusia atau ruminansia. Protozoa aerobik memiliki mitokondria yang
mengandung enzim untuk metabolisme aerobik dan menghasilkan ATP
dengan mentransfer elektron dan atom hidrogen ke oksigen.
D. Morfologi Protozoa
.................................................Protozoa bervariasi dalam ukuran dan bentuk.
Ada yang berbentuk oval atau bulat, ada yang memanjang, ada yang
polimorfik (memiliki bentuk morfologis yang berbeda pada berbagai tahap
siklus hidupnya). Beberapa protozoa berdiameter sekecil 1 mikron (µm);
lainnya, seperti Amoeba proteus, berukuran 600 µm atau lebih. Beberapa silia
umum berukuran 2000 µm atau 2 mm, membuatnya mudah dilihat tanpa
pembesaran.

Gambar II morfologi protozoa

Ada beberapa morfologi protozoa diantaranya:


1. Semua protozoa memiliki vakuola kontraktil. Vakuola dapat bertindak
sebagai pompa, membuang kelebihan air dari sel atau mengatur tekanan
osmotik. Jumlah dan posisi vakuola kontraktil berbeda pada setiap
spesies.
2. Protozoa dapat hidup dalam bentuk vegetatif atau dalam keadaan tidak
aktif yang disebut kista. Dalam kondisi yang tidak menguntungkan,
protozoa dapat membentuk kista untuk melanjutkan hidup. Jika kista
dalam kondisi yang menguntungkan, ia akan berkecambah menjadi sel
vegetatif.
3. Protozoa tidak memiliki dinding sel dan tidak mengandung selulosa
atau kitin seperti jamur dan ganggang.

52
4. Kebanyakan protozoa memiliki bentuk khusus yang ditandai dengan
elastisitas ektoplasma pada membran sel.
5. Beberapa spesies protozoa, seperti foraminifera, memiliki eksoskeleton
yang sangat keras yang terdiri dari Si dan Ca.
6. Difflugia bisa mengikat partikel mineral buat menciptakan kerangka
luar yg keras.
7. Radiolaria dan Heliozoa dapat menghasilkan kerangka. Exoskeleton
keras ini sering ditemukan dalam bentuk fosil.
8. Foraminifera terbuat dari CaO2, sehingga koloninya membutuhkan
waktu jutaan tahun untuk membentuk batugamping.
9. Protozoa adalah sel tunggal yang biasanya dapat bergerak
menggunakan "kaki", flagela, atau sisik pseudopoda, tetapi beberapa
tidak dapat bergerak secara aktif. Protozoa dapat dibagi menjadi 4 kelas
berdasarkan pergerakannya dan mekanisme pergerakannya. Protozoa
yang bergerak secara amoeboid dikelompokkan menjadi Sarcodina,
yang bergerak secara amoeboid dikelompokkan menjadi Sarcodina
yang bergerak dengan sayap tambahan Mastigophores yang bergerak
dengan silia dan yang tidak dapat bergerak dan Parasit hewan atau
manusia dikelompokkan menjadi spora.
10. Sejak tahun 1980, Komisi Sistematika dan Evolusi Masyarakat
Protozoologi telah mengklasifikasikan protozoa menjadi 7 kelas baru,
Sarcomasticophora, Ciliophora, Acetospora, Apicomplexa, Microspora,
Myxospora, dan Labyrintomorpha. Dalam klasifikasi baru ini,
Sarcodina dan Mastigophora digabungkan menjadi satu kelompok,
Sarcomastigophora dan Sporozoa, yang anggotanya sangat berbeda,
sehingga dibagi lagi menjadi 5 sub kelas.
E. Kingdom Protozoa
.................................................Protozoa di dalam taksonomi avertebrata
diletakkan sebagai Kingdom. Banyak hewan Protozoa yang hidup di perairan,
di dalam tanah, dan di dalam tubuh hewan sebagai fauna normal. Seperti pada
jurnal yang berjudul “Identifikasi Protozoa pada Feses Sapi Potong Sebelum

53
dan Sesudah Proses Pembentukan Biogas pada Digester Fixed-Dome”
dengan hasil identifikasi jenis protozoa yang terdapat pada feses sapi potong
sebelum dan sesudah proses pembuatan biogas adalah jenis Elmeria sp yang
telah mengalami sporulasi. Namun, beberapa dari protozoa adalah parasite.
.................................................Kingdom Protozoa yang pernah diketahui
hidup di bumi sedikitnya ada sejumlah 46.000 spesies, jumlah itu menyusut
keberadaannya karena pertambahan usia bumi dengan aneka kejadian
peristiwa alam. Ulah manusia dalam mengeksploitasi alam juga
mempengaruhi penyusutan jumlah spesies yang ada. Jumlah spesies yang
sudah punah dan menjadi fosil di antaranya tercatat sedikitnya sejumlah
20.000 spesies atau 20.000 jenis. Kingdom Protozoa menurut Pechenik
(2005) antara lain membawahi:
1. Filum Euglenozoa: meliputi hewan Protozoa berflagel, dan ameboid;
dengan kekhususan satu tipe inti yaitu “monomorphik”, walaupun ada
beberapa yang mempunyai lebih dari satu inti. Filum ini tidak
mempunyai bentuk spora. Contoh genus dari golongan Filum ini adalah
Trypanosoma, Amoeba.
2. Filum Apicomplexa (Sporozoa): meliputi Protozoa parasit yang
tergabung dalam satu kelas Sporozoa karena keberadaan bentuk seperti
spora pada tahapan “infektif” pada kebanyakan anggota klas sporozoa.
Pergerakan menggunakan flagel; meluncur dengan tubuh yang elastik;
dan beberapa spesies memiliki pseudopodia. Contoh genus yang terkenal
antara lain adalah Plasmodium karena menyebabkan malaria.
3. Filum Ciliophora; kelas Ciliatea (Pakar lain menggolongkannya sebagai
kelas Oligohymenophora, dengan sub kelas Hymenostomata): filum ini
hanya mempunyai satu kelas yaitu Ciliatea, semua anggotanya berukuran
lebih besar, mempunyai silia dan bentuk silia majemuk sebagai alat gerak
atau organel penarik atau pemegang makanan. Banyak organisme
anggota Ciliatea yang memiliki mulut sel yang disebut sitostoma.
Paramecium adalah salah satu contoh genus anggota filum Ciliophora.

54
Menurut Pechenik (2005) Kingdom Protozoa terdiri dari tiga grup, yaitu:
1. Protozoa alveolata (protozoa dengan kantung/rongga bermembran).
2. Protozoa amoebiod (protozoa dengan bentuk berubah-ubah seperti
amoeba).
3. Protozoa berflagel (protozoa mempunyai satu sampai banyak flagella).
F.

Gb. 1 P Alfeolata Gb. 2 P Amoebiod Gb. 3 P Berflagel

Ciri-Ciri Umum Protozoa


Protozoa memiliki beberapa ciri, antara lain:
1. Organisme uniseluler (bersel tunggal).
Protozoa adalah organisme hidup yang terdiri dari satu sel. Protozoa
dapat berupa koloni atau hidup sendiri-sendiri. Ini termasuk organisme
uniseluler, yaitu amuba (amuba), jamur seperti ragi, bakteri, berbagai
jenis protista dan cyanobacteria. Organisme uniseluler dianggap lebih
primitif daripada organisme multisel karena lebih kompleks. Organisme
uniseluler terdiri dari satu sel, tetapi tubuh multisel terdiri dari banyak sel
yang berspesialisasi untuk melakukan fungsi tertentu secara bersamaan.
2. Eukariotik (memiliki membran nukleus).
Sel eukariotik mengacu pada semua organisme yang sitoplasmanya
mungkin memiliki nukleus yang terdefinisi dengan baik, bagian
dalamnya mengandung materi genetik organisme (DNA dan RNA).
Disini mereka berbeda dari sel prokariotik, yang jauh lebih primitif dan
materi genetiknya tersebar di seluruh sitoplasma. Kemunculan sel
eukariotik merupakan langkah penting dalam evolusi kehidupan karena
meletakkan dasar bagi keanekaragaman kehidupan yang jauh lebih besar,
termasuk kemungkinan organisasi multiseluler dengan sel-sel tertentu
yang mengarah ke ukuran yang lebih tinggi.
3. Heterotrof

55
Heterotrof adalah organisme yang mengkonsumsi makhluk hidup
lainnya. Semua hewan, baik karnivora, herbivora, atau omnivora,
termasuk dalam kategori ini, seperti jamur dan bakteri tertentu.
Makhluk hidup yang diketahui dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis
utama menurut pola makanannya yang khas: Heterotrof dan autotrof,
yaitu yang memberikan nutrisi heterotrofik dan nutrisi autotrofik.
Makhluk yang dikenal sebagai heterotrof tidak dapat mempertahankan
diri terhadap bahan anorganik di lingkungan, tetapi harus mengkonsumsi
bahan organik dari makhluk lain untuk makan dan melanjutkan hidup.
4. Parasit.
..........................................Parasit adalah organisme yang hidup di dalam
makhluk hidup lain (disebut inang) dengan menghisap nutrisi tanpa
menawarkan bantuan atau manfaat lain. Contoh parasit adalah cacing di
perut dan Plasmodium protozoa (penyebab malaria) di dalam darah.
Parasit dapat menyerang manusia dan hewan, mengurangi produktivitas
inangnya. Ilmu yang mempelajari parasit disebut parasitologi.
G. Habitat protozoa
Protozoa hidup di air, atau setidaknya di tempat yang lembab. Mereka
biasanya hidup bebas dan ditemukan di lautan, lingkungan air tawar, atau di
darat. Beberapa spesies bersifat parasit dan hidup di dalam organisme inang.
Inang protozoa parasit dapat berkisar dari organisme sederhana, seperti alga,
hingga vertebrata kompleks, termasuk manusia.
Beberapa spesies dapat tumbuh di tanah atau di permukaan tanaman.
Semua protozoa membutuhkan kelembaban tinggi di habitat manapun.
Banyak protozoa laut merupakan bagian dari zooplankton. Protozoa laut
lainnya hidup di dasar lautan. Spesies yang hidup di air tawar dapat
ditemukan di danau, sungai, kolam atau badan air. Ada juga protozoa yang
tidak berparasit yang hidup di usus rayap atau ruminansia.

56
Beberapa protozoa berbahaya bagi manusia karena dapat menyebabkan
penyakit serius. Protozoa lain bermanfaat karena memakan bakteri berbahaya
dan menjadi makanan ikan dan hewan lainnya. Protozoa hidup sendiri-sendiri
atau membentuk koloni. Dalam ekosistem perairan, protozoa adalah
zooplankton. Permukaan tubuh protozoa dinaungi oleh membran sel yang
tipis, elastis, dan permeabel yang terbuat dari bahan lipoprotein,
memungkinkannya untuk berubah bentuk dengan mudah.
Beberapa spesies protozoa memiliki kerangka luar (cangkok) yang terbuat
dari pasir dan batu kapur. Jika kondisi lingkungan tiba-tiba memburuk,
protozoa membentuk kista. Dan aktif kembali. Organel yang ditemukan
dalam sel meliputi nukleus, badan Golgi, mikrokondria, plastida, dan
vakuola. Makanan protozoa bervariasi. Beberapa bersifat holozoik
(heterotrofik), artinya makanan mereka berupa organisme lain.
Ada juga yang bersifat holofilik (autotrof), yaitu dapat mensintesa
makanannya sendiri dari bahan organik dengan bantuan klorofil dan cahaya.
Selain itu, ada yang bersifat saprofit, artinya memanfaatkan bahan organik
yang ditinggalkan organisme mati, ada pula yang bersifat parasit. Ada banyak
perbedaan dibandingkan dengan protozoa Unisel, namun ada persamaannya.
Ada kemungkinan bahwa protozoa merupakan bentuk peralihan selama
evolusi dari bentuk sel tumbuhan ke bentuk sel hewan.
H. Adaptasi Protozoa
Sebagai predator, mereka berburu alga, bakteri, dan jamur mikro uniseluler
atau berserabut. Protozoa berperan sebagai herbivora dan konsumen dalam
mata rantai pembusukan rantai makanan. Protozoa juga memainkan peran
penting dalam mengendalikan populasi bakteri dan biomassa. Protozoa dapat
mengonsumsi makanan melalui membran selnya, beberapa seperti amuba,
mengelilingi dan menelan makanan, dan yang lainnya memiliki bukaan atau
"pori-pori mulut" tempat mereka menyapu makanan. Semua protozoa
mencerna makanan di perut mereka sebagai kompartemen yang disebut
vakuola.

57
Sebagai bagian dari mikro dan meiofauna, protozoa merupakan sumber
makanan penting bagi mikroinvertebrata. Oleh karena itu, peran ekologis
protozoa dalam transisi dari produksi bakteri dan alga ke tingkat trofik
berikutnya adalah penting. Protozoa seperti parasit malaria (Plasmodium
spp.) dan Leishmania trypanosomes juga penting sebagai parasit dan simbion
hewan multisel.
Tahap kehidupan beberapa protozoa bervariasi antara tahap proliferasi
(misalnya trofozoit) dan kista aktif. Seperti kista, protozoa dapat bertahan
hidup dalam kondisi yang keras seperti B. suhu ekstrem dan bahan kimia
berbahaya atau dalam waktu lama tanpa nutrisi, air, atau oksigen. Karena
merupakan jenis kista, parasit dapat bertahan hidup di luar inang dan
berpindah dari satu inang ke inang lainnya. Ketika protozoa berbentuk
trofozoit (Yunani tropho = makan), mereka aktif makan dan tumbuh. Proses
dimana protozoa berbentuk kista disebut encystation, sedangkan proses
dimana protozoa kembali menjadi trophozoite disebut excistation.
Protozoa dapat bereproduksi dengan pembelahan biner atau pembelahan
ganda. Beberapa protozoa bereproduksi secara seksual, yang lain secara
aseksual, sementara yang lain menggunakan kombinasi (misalnya coccidia).
Protozoa tunggal adalah hermafrodit. Nama lain untuk protozoa adalah Acrita
(R. Owen, 1861) Mereka dapat menyebabkan malaria atau disentri amoeba.
I. Peran Protozoa
1. Peranan Protozoa pada lingkungan
a. Sebagai bahan untuk alat gosok. Kerangka radiolaria jika mengendap di
dasar laut menjadi tanah radiolarian yang dapat digunakan sebagai
bahan penggosok.
b. Membantu proses pembusukan makanan
c. Mengendalikan populasi bakteri karena sebagian dari protozoa
memangsa bakteri sebagai makanannya, sehingga dapat mengontrol
jumlah populasi bakteri di alam.

58
d. Protozoa yang hidup di usus manusia atau hewan; Entamoeba coli
membantu dalam pemecahan dan juga dapat membantu dalam
pembentukan vitamin K.
e. Semua protozoa perairan merupakan makanan bagi serangga, udang
dan ikan kecil, sehingga dapat dikatakan juga bermanfaat bagi manusia
dalam rantai makanan.
f. Fosil protozoa sering digunakan sebagai petunjuk sejarah Bumi. Fosil
foraminifera juga digunakan untuk menunjukkan adanya sumber
mineral dan minyak.
2. Peran Protozoa pada Pencernaan Ruminansia
Ruminansia adalah hewan pemamah biak, yang mana merupakan
hewan pemakan segala (herbivora) dengan system pencernaan dua
langkah. Namun tidak semua hewan herbivora termasuk pada hewan
ruminansia. Contoh hewan ruminansia adalah sapi, kambing, jerapah, rusa,
dan lain-lain. jumlah protozoa dalam rumen sangat beragam menurut jenis
pakan, umur dan jenis hewan yang menjadi hospesnya.
Protozoa bersifat anaerob dan apabila kadar oksigen maupun nilai pH
isi rumen tinggi maka protozoa tidak dapat membentuk cyste untuk
mempertahankan diri dari lingkungan yang tidak sesuai sehingga dengan
cepat akan mati. Dikutip dari jurnal yang berjudul “Peran Protozoa pada
Pencernaan Ruminansia dan dampak terhadap Lingkungan” telah
dilakukan penelitian-penelitian lain pada berbagai spesies ruminansia
setelah bertahun-tahun menunjukkan bahwa protozoa sebenarnya juga
memiliki peran penting pada ruminansia. Keberadaan protozoa di dalam
rumen dapat memengaruhi antara lain:
1. Jumlah
2. Jenis bakteri rumen
3. Proporsi
4. Konsentrasi ammonia
5. Konsentrasi asam lemak volatile
6. pH rumen

59
Protozoa juga berkontribusi secara langsung pada proses pencernaan
dan pemecahan materi organic dalam rumen. Kemungkinan protozoa juga
ikut andil dalam proses fermentasi karena memiliki kemampuan
mendegradasi komponen utama pakan. Peran positif lainnya dalam rumen
lebih banyak ditunjukkan pada kerbau dibandingkan dengan sapi dengan
hasil penelitian yang menunjukkan bahwa aktivitas pencernaan serat in
vitro dan produksi gas protozoa rumen kerbau Khuzestan lebih bervariasi
dibandingkan sapi Holstein dengan pemberian diet yang sama.
J. Reproduksi Protozoa
Untuk melestarikan spesiesnya, protozoa bereproduksi secara
aseksual/vegetatif dan seksual/generatif. Reproduksi aseksual, yaitu dengan
pembelahan atau pembagian sel. Pembelahan ini dapat terjadi baik secara
longitudinal maupun transversal sepanjang sel, sehingga menimbulkan sel
anakan yang mungkin berukuran sama atau berbeda.
1. Pembelahan mitosis (biner), yaitu pembelahan yang diawali dengan
pembelahan inti dan diikuti pembelahan sitoplasma, kemudian
menghasilkan 2 sel baru, tetapi ketika ada beberapa sel anak disebut
multifisi. Pembelahan biner terjadi pada Amoeba. Paramaecium,
Euglena. Paramaecium membelah secara membujur/ memanjang setelah
terlebih dahulu melakukan konjugasi. Euglena membelah secara
membujur /memanjang (longitudinal).
2. Spora, Perkembangbiakan aseksual pada kelas Sporozoa (Apicomplexa)
dengan membentuk spora melalui proses sporulasi di dalam tubuh
nyamuk Anopheles. Spora yang dihasilkan disebutsporozoid.
...............................................Beberapa kelompok protozoa bereproduksi
secara seksual, yaitu dengan fusi atau penyatuan fisik sementara antara dua
individu, dan kemudian terjadi pertukaran inti.
1. Konjugasi, yaitu peleburan inti sel pada organisme yang belum jelas
alat kelaminnya. Pada Paramaecium mikronukleus yang sudah
dipertukarkan akan melebur dengan makronukleus, proses ini disebut
singami.

60
2. Peleburan gamet Sporozoa (Apicomplexa) telah dapat menghasilkan
gamet jantan dan gamet betina. Peleburan gamet ini berlangsung di
dalam tubuh nyamuk.
K. Klasifikasi Protozoa
Protozoa hidup di air, atau setidaknya di tempat yang lembab. Mereka
biasanya hidup bebas dan ditemukan di lautan, lingkungan air tawar atau di
darat. Beberapa spesies bersifat parasit dan hidup di dalam organisme inang.
Inang protozoa parasit dapat berkisar dari organisme sederhana, seperti alga,
hingga vertebrata kompleks, termasuk manusia.
Beberapa spesies dapat tumbuh di tanah atau di permukaan tanaman.
Semua protozoa membutuhkan kelembaban tinggi di habitat manapun.
Berikut pembagian protozoa ke dalam empat kategori berikut:
1. Rhizpoda
........................................Rhizopoda atau Sarcodina (rhizoid = akar,
podos = kaki) adalah protozoa yang bergerak dengan kaki semu
(pseudofeet), yang merupakan pelengkap sitoplasma, seperti pada
Amoeba, Foraminifera, Radiolaria, Arcella, Entamoeba coli dan
Entamoeba histolytica. Ini adalah hewan mikroskopis yang hidup sebagai
massa kecil yang tidak berbentuk atau dapat berubah bentuk.
2. Flagellate
........................................Flagellata berasal dari kata flagellum yang
berarti cambuk. Jadi semua organisme dari genus Flagellata memiliki
flagela. Fillum flagellata disebut juga Mastigophora (tiang: Bulu Cambuk
dan Phoros:membawa). Selain sebagai alat gerak, bulu flagela atau
cambuk juga berfungsi sebagai alat kontak dan sebagai alat makan.
Pancing juga bertindak sebagai organ indera. Kelompok Siima adalah
kelompok protozoa yang unik. Beberapa anggotanya memiliki klorofil,
sehingga beberapa mengelompokkannya sebagai ganggang. Berdasarkan
ada tidaknya klorofil, flagelata dibedakan menjadi fitoflagellata dan
zooflagellata. Memiliki dinding tubuh membran, sehingga bentuknya
relatif kokoh, dan ukurannya sekitar 0,1 mm.

61
3. Sporozoa
..........................................Sporozoa memiliki tubuh elips sederhana
dengan nukleus. Ia tidak memiliki gerakan atau (bergerak dengan sel itu
sendiri) atau vakuola kontraktil. Disebut Sporozoa karena dapat
membentuk suatu jenis spora pada tahap kehidupan tertentu. Hampir
semua anggota Sporozoa adalah parasit.
Spora bereproduksi secara vegetatif (aseksual), juga dikenal sebagai
skizogoni, dan secara generatif (seksual), yang dikenal sebagai
sporogoni. Secara vegetatif, pembelahan ganda kemudian menghasilkan
banyak anak baru. Generatif, yaitu keturunannya berganti-ganti antara
fase pertumbuhan pada tubuh manusia dan fase reproduksi pada tubuh
hospes perantara seperti Plasmodium dengan fase reproduksi pada
nyamuk Anopheles betina. Ciri-ciri sporozoa adalah sebagai berikut:
a. Reproduksi seksual dapat diamati pada nyamuk melalui proses
peleburan dua gamet.
b. Reproduksi aseksual diamati pada spora di dalam tubuh inang
melalui proses sporulasi (sering disebut dengan sporogoni) atau
dapat juga terjadi melalui proses pembelahan diri di dalam tubuh
inang (sering disebut dengan skizogoni).
c. memiliki sifat parasit yang ditemukan pada manusia dan juga
hewan.
d. Memiliki satu sel
e. Tidak memiliki perlatan untuk bergerak pada anggota tubuhnya.
4. Cilliata
........................................Ia memiliki bentuk yang relatif tetap dan
bergerak dengan rambut getar yang disebut silia. Ini memiliki satu
nukleus dan beberapa spesies memiliki lebih dari satu nukleus, misalnya
Paramecium aurelia. Mereka tinggal di tempat dengan air, misal. Sawah,
rawa, dan tanah air banyak mengandung bahan organik. Hewan yang
hidup bebas memiliki vakuola kontraktil sedangkan hewan parasit tidak.
........................................

62
Respirasi dan ekskresi melalui permukaan tubuh. Pencernaan internal
makanan dalam vakuola makanan. Meskipun cara menangkap makanan
adalah dengan menggetarkan rambut (lanau), air mengalir keluar dan
masuk ke mulut sel. Bakteri atau protozoa lain kemudian masuk ke bahan
organik bersama air. Beberapa ciliates adalah anggota yang hidup bebas,
seperti Paramecium candatum, sementara yang lain bersifat parasit,
seperti Nyctoterus ovalis dan Balantidium coli.
Sifat-sifat ciliate adalah sebagai berikut:
a. Ia memiliki 2 bagian inti sel yaitu organ reproduksi dan juga organ
reproduksi aseksual.
b. Reproduksi silia adalah aseksual dan seksual (konjugasi)
c. Reproduksi silia aseksual atau dengan pembelahan yaitu pembelahan
biner dimana sel membelah menjadi 2 kemudian menjadi nomor 4, 8
dan 16 dst. Fisi dimulai dengan pembelahan mikronukleus dan
diikuti oleh pembelahan makronukleus.
d. Reproduksi seksual silia (konjugasi). Caranya adalah mendekatkan
dua sel, menempel di mulut sel, untuk kawin. Ini berarti bahwa
kedua binatang itu berkonjugasi. Saluran konjugasi juga terbentuk di
antara kedua sel ini. Dan melalui saluran ini terjadi pertukaran
mikronukleus. Mikronuklei berpindah dari satu sel ke sel lainnya dan
sebaliknya. Ia memiliki bagian alat yang digunakan untuk bergerak
berupa bulu-bulu getar yang terletak di dinding sel.
e. Habitatnya ditemukan di daerah air tawar dengan banyak bahan
organik.
f. Memiliki satu sel
g. Mempunyai bentuk bagian tubuh yang tidak berubah-ubah atau
tetap.

63
Contoh hewan cillata
a) Stentor, hidup di persawahan atau genangan air banyak mengandung
bahan organik.
b) Didinium, predator Paramecium, hidup di perairan yang kaya akan
protozoa.
c) Vorticella, berbentuk lonceng, silia tersebar di sekitar mulut sel.
d) Stylonichia, mirip dengan paramecia, memiliki silia berkelompok
yang disebut cirrus yang hidup di badan air yang tinggi limbah
organik.
L. Sistem dalam Tubuh Protozoa
Protozoa memiliki habitat hidup berupa tempat yang basah atau berair.
Apabila kondisi lingkungan tempat hidupnya tidak menguntungkan maka
protozoa akan membentuk membran tebal dan kuat yang disebut dengan
kista. Jika kondisi di sekitarnya membaik, maka kista akan pecah dan
protozoa akan kembali hidup secara aktif. Berikut ini adalah beberapa sistem
dalam tubuh protozoa:
1. Sistem Pencernaan: Protozoa mengambil makanan dari air dan
menyimpan makanan tersebut di dalam vakuola. Protozoa biasanya
memakan alga yang kecil dan bakteri.
2. Sistem Pernapasan: Protozoa bernapas melalui seluruh permukaan
tubuhnya secara difusi. Mereka mengambil oksigen melalui membran sel
dan mengeluarkan karbondioksida melalui membran sel juga.
3. Sistem Sirkulasi: Air yang mengandung makanan dan oksigen yang
dibutuhkan oleh Protozoa mengalir melalui seluruh permukaan tubuh
secara difusi.
4. Sistem Ekskresi: Zat sisa yang dihasilkan oleh Protozoa dikeluarkan
melalui vakuola kontraktil (rongga berdenyut)
5. Sistem Saraf: Sistem saraf Protozoa tidak berkembang dengan baik
karena mereka tidak mempunyai otak.

64
M. Sumber Makanan Protozoa
Protozoa adalah mikroorganisme yang sumber makanannya berasal dari
makanan organisme lain, ada yang dikonsumsi langsung dan ada pula yang
dari sisa-sisa organik lainnya. Selain itu, beberapa protozoa mengonsumsi
makanannya dengan fagositosis atau dengan menelan pseudopoda organik.
Bisa dikatakan cara ini hampir sama dengan amoeba (makan makanan dengan
mulut khusus). Beberapa protozoa lain ketika diet mereka adalah osmotrofik
sehingga nutrisi diambil langsung ke dalam membran sel protozoa. Hal ini
berbeda dengan protozoa parasit yang menggunakan banyak cara untuk
mencari makan, bahkan ada protozoa parasit yang dapat mengubah pola
makannya pada setiap stadium, seperti parasit malaria Plasmodium.
N. Dampak Protozoa
1. Dampak protozoa terhadap lingkungan
a. Meningkatnya emisi gas rumah kaca
Dalam jurnal yang berjudul “Peran Protozoa pada Pencernaan
Ruminansia dan dampak terhadap Lingkungan” sekitar 10% sampai
15% total industry peternakan yang memberikan emisi gas metan
berasal dari penanganan dan penyimpanan limbah feses. Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa diantara hewan ternak, metan paling
banyak diproduksi oleh ruminansia, karena methanogen mampu
menghasilkan metan secara bebas melalui proses normal pencernaan
pakan. Fermentasi dari pencernaan juga menyumbang sebagian besar
emisi gas metan yang dihasilkan oleh industri peternakan.
b. Meningkatkan kualitas air
Protozoa juga berdampak positif bagi lingkungan, protozoa
dapat memakan bakteri dan partikel lainnya yang menurunkan
kualitas air sehingga akan mati dan kualitas air akan meningkat.

65
2. Dampak protozoa terhadap tubuh
a. Entamoeba histolytica; hidup di usus kecil manusia dan
menyebabkan disentri.
b. Entamoeba gingivalis; hidup di rongga mulut dan menyebabkan
gingivitis.
c. Balantidium coli; hidup di usus besar (kolon) manusia dan
menyebabkan diare (balontidiosis).
d. Trypanosoma gambiense dan Tryponosoma rhodesiense, yang
menyebabkan penyakit tidur pada manusia. Hospes perantaranya
adalah lalat tsetse (Glossina palpalis dan Glossina morsitans).
e. Trypanosoma evansi; penyebab penyakit Sura pada sapi. Inangnya
adalah lalat Tabanus.

66
BAB V
SPOROZOA

A. Pengertian Sporozoa
Sporozoa (Yunani, spore = biji, zoa = hewan) adalah kelompok protista
uniseluler atau bersel satu yang pada salah satu tahapan dalam siklus
hidupnya dapat membentuk sejenis spora. Sporozoa hidup sebagai parasit
pada tubuh hewan dan manusia. Siklus hidup sporozoa agak kompleks karena
melibatkan lebih dari satu inang. Dalam siklus hidupnya, sporozoa
membentuk spora dalam tubuh inang. Selain itu, pada siklus hidup juga
terjadi sporulasi, yaitu pembelahan setiap inti sel secara berulang – ulang
sehingga dihasilkan banyak inti yang masing – masing dikelilingi oleh
sitoplasma dan terbentuklah individu baru.
Pergerakannya dilakukan dengan cara mengubah kedudukan tubuhnya.
Tubuh berbentuk bulat panjang atau lonjong. Pada umumnya bersifat farasit
dan dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Respirasi dan
ekskresi dilakukan dengan cara difusi. Makanan diperoleh dengan cara
menyerap zat makanan dari hospesnya. Reproduksi dapat secara vegetative
dan generative. Beberapa contoh spesies dari Sporozoa yaitu Plasmodium
falcifarum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale dan Toxoplasma gondii.
Vektor dari Plasmodium penyebab penyakit malaria adalah nyamuk
Anopheles betina. Plasmodium hidup sebagai parasit pada sel-sel darah
merah manusia atau vertebrata lainnya. selama hidupnya, Palsmodium
tersebut mengalami dua fase, yakni fase sporogoni dan fase skizogoni. Fase
sporogoni terjadi didalam tubuh nyamuk Anopheles betina, sedangkan fase
skizogoni berlangsung didalam tubuh manusia.
B. Morfologi Sporozoa
1. Sporozoa tidak memiliki alat gerak khusus, sehingga gerakannya
dilakukan dengan mengubah-ubah kedudukan tubuhnya.
2. Mempunyai spora berbentuk lonjong.
3. Ukuran spora: 8 – 11 mikron pada dinding kitin.

67
4. Mempunyai 2 kapsul polar pada anterior, berpasangan bentuk labu,
berukuran sama, terletak pada sudut sumbu longitudinal dengan ujung
posterior.
5. Dari depan ujung anterior sama dengan lebar posterior.
6. Dinding katub tidak jelas
7. Reproduksi: vegetative, generative
8. Ditularkan melalui hewan perantara seperti Anopheles betina
C. Struktur Anatomi Tubuh Sporozoa
1. Tubuhnya berbentuk bulat panjang
2. ukuran tubuhnya hanya beberapa micron, tetapi didalam usus manusia atau
hewan yang dapat mencapai 10 mm.
3. Tubuh dari kumpulan tropozoid berbentuk memanjang dan dibagian
anterior kadang – kadang terdapat kait pengikat atau filament sederhana
untuk melekatkan diri pada inang.
D. Sistem Reproduksi Sporozoa
Sporozoa melakukan reproduksi secara aseksual dan seksual. Pergiliran
reproduksi aseksual dan seksualnya komplek, dengan beberapa perubahan
bentuk serta membutuhkan dua atau lebih inang. Reproduksi aseksual
dilakukan  dengan pembelahan biner. Reprodusi seksual dilakukan dengan
pembentukan gamet dan dilanjutkan dengan penyatuan gamet jantan dan
betina.
1...............................................Reproduksi Aseksual
Sporozoit yang terdapat dalam kelenjar ludah nyamuk masuk ke dalam
darah manusia pada saat nyamuk menghisap darah, yang selanjutnya
masuk dalam system retikuloendotelial. Setelah beberapa hari berada
dalam system retikuloendotelial, barulah sporozoit ini menyerang eritrosit
dan berubah menjadi trofozoit yang mempunyai bentuk seperti cincin.
Selanjutnya, trofozoit berubah menjadi schizont, yang kemudian
membelah diri berulang-ulang menjadi 6-36 merozoit yang akan tumbuh
menjadi sporozoit-sporozoit baru, pembentukan merozoit-merozoit ini
disebut sporulasi. Sporozoit yang terbentuk akan menyerang eritrosit baru

68
sehingga terulanglah pembiakan vegetatif ini. Di antara sporozoit yang
terdapat dalam eritrosit ada yang membentuk gametosit. Gametosit jantan
disebut mikrogamet, sedang gametosit betina disebut makrogamet
2...............................................Reproduksi Seksual
Perkawinan antara mikrogamet dan makrogamet menghasilkan zigot.
Selanjutnya zigot akan berubah menjadi ookinet di dalam dinding usus
nyamuk. Inti ookinet membelah berulang-ulang, kemudian masing-masing
inti baru membungkus diri dengan sedikit protoplasma dan berubah
menjadi sporozoit-sporozoit baru. Selanjutnya sporozoit menyebar di
dalam alat pencernaan nyamuk, sebagian ada yang sampai di kelenjar
ludah dan siap untuk dikeluarkan.
E. Klasifikasi Sporozoa

Kelas Sporozoa memiliki 3 sifat yang berbeda antara genus yang satu
dengan genus yang lain, perbedaan itu berupa:
1. Genus sporozoa yang hidup didalam sel darah merah dan memerlukan
vektor biologis, sifat ini terdapat pada Genus Plasmodium.
2. Genus sporozoa yang hidup di dalam intestinal dan tidak memerlukan
vektor biologis, sifat ini terdapat pada Genus Isosporadan
Genus Eimerie.

69
3. Parasit yang hidup di dalam sel endotel, leukosit mononukleus, cairan
tubuh, sel jaringan tuan rumah dan belum diketahui vektor biologisnya,
sifat ini yang terdapat pada genus toxoplasma.
Parasit yang termasuk dalam kelas sporozoa berkembangbiak secara aseksual
(skizogoni) dan seksual (sporogoni) secara bergantian. Kedua cara
berkembang biak ini dapat berlangsung dalam satu hospes, seperti yang
terjadi pada subkelas Coccidia, sedangkan berlangsung dalam dua hospes
yang berbeda terdapat pada sub kelas haemosporidia (plasmodium).
1. Sub class Telesporidia: Terbagi dalam 3 ordo
2. Ordo Hoemosporidia, misalnya Plasmodium: Hidup di dalam darah,
jaringan parenkim pada burung dan mamalia.
3. Ordo Gregarinida, misalnya Gregarina: Parasit intra dan ekstra pada inver
lain, monocytst spec hidup dalam kencing cacing tanah.
4. Ordo Coccidia, misalnya Coccidium: Hidup di sel epitel hewan vertebrate
dan beberapa Myriaphoda atau invertebrata.
a. Sub class Acnidosporidia
1) Ordo Haplosporidia, misalnya Haplosproridium.
2) Ordo Sarcosporidia, misalnya Sarcocystis.
b. Sub class Cnidosporidia
1) Ordo Myxosporidia, misalnya Sphaeromyxa
2) Ordo Actinomyxidia, misalnya Triactinomyxon
3) Ordo Microsporidia, misalnya Nosamabombycis
4) Ordo Helicosporidia, misalnya Heliosporidium
a) PLASMODIUM
Pada tubuh manusia, Plasmodium menyebabkan
penyakit malaria. Penularannya terjadi melalui gigitan
nyamuk Anopheles betina. Setelah kulit manusia itu digigit
Plasmodium, maka akan langsung menyebar di dalam darah
dan berkembang biak di dalam hati dan akan
menginfeksinya sehingga menyebabkan kematian.  Ada
empat jenis species Plasmodium yang dapat menyebabkan

70
penyakit malaria. Masing-masing jenis Plasmodium
menimbulkan gejala-gejala tersendiri pada tubuh
penderitanya.
(1) Plasmodium vivax, merupakan penyebab malaria
tersiana yang bersifat tidak ganas, gejalanya adalah suhu
badan panas dingin berganti-ganti setiap 2 hari sekali (48
jam).
(2) Plasmodium ovale, merupakan penyebab malaria
tersiana yang ganas, gejalanya sama dengan pada
malaria tersiana.
(3) Plasmodium malariae, penyebab malaria kuartana yang
bersifat tak ganas, gejalanya suhu badan panas dingin
setiap 3 hari sekali (72 jam).
(4) Plasmodium falciparum, penyebab malaria kuartana
yang bersifat ganas, gejalanya suhu badan panas dingin
tak beraturan.
Prosesnya hidup Plasmodium dalam tubuh manusia:
a. Bila makan nyamuk anopheles yang mengandung bibit malaria yaitu
Plasmodium bentuk sporozoid mengisap darah manusia maka
bersama air ludah nyamuk masuklah sporozoid ke dalam peredaran
darah manusia yang bersangkutan.
b. Sporozoid tidak langsung menginfektir erythrocyt (sel darah merah),
tetapi masuk lebih dahulu ke sel hati, mengadakan pembelahan dan
membentuk Cryptozoid.
c. Cepat atau lambat Cryptasoid ini kemudian masuk ke sistim
peredaran darah dan barulah menginfektir erythrocyt tersebut.
d. Di dalam erythrocyt ini cryptosoid menjadi Trophozoid, yang mula-
mula berbentu cincin dan kemudian berubah bentuk menjadi
Amoeboid.
e. Sesudah itu fase Amoeboid tumbuh menjadi Schizont

71
f. Schizont membelah dan membentuk Merozoid. Bila Erythrocyt yang
ditempatinya pecah maka tersebarlah Merozoid (penderita
mengalami deman). Selanjutnya Nurosoid ini menginfektir sel darah
merah yang baru demikian selanjutnya dan terjadilah siklus yang
sama dengan semula.
g. Sesudah proses 1 s/d 5 proses ini disebut Schizogoni berulang kali
maka sebagian dari Nurosoid itu stelah masuk ke dalam sel darah
merah tidak lagi mengadakan proses Schizagoni.
h. Akan tetapi ada sebagian yang berubah menjadi persiapan sel
kelamin yaitu menjadi Macrogametosit dan Microgametosit
i. Bila macrogamekasit dan Microgentosit yang berada di dalam
drythrocyt itu pada suatu saat terpisah kedalam lbu nyamuk
Anopheles yang Ibu atau yang lain) maka keduanya akan
melangsungkan kehidupan nya.
j. Maerogametosit di dalam tubuh nyamuk akan menjadi Macragamet
yaitu berupa ovum atau telur. Sedangkan microgametosit dalam
tubuh nyamuk akan menjadi Microgamet yaitu spermatozoid
sesudah mengadakan pembelahan inti diikuti pembelahan
Cytoplasma.
k. Spermatosoid membuahi avum dan terjadilah zygot.
l. Zygot berubah bentuk menjadi ookinete dan Ookineti ini menerobos
dinding perut nyamuk, di sana akan membesar, membulat yang
dibungkus oleh dinding perut nyamuk dan menjadilah Oocyst.
(berupa benjolan-benjolan pada dinding perut nyamuk).
m. Dalam oocyst ini selnya membelah menjadi sporozoid. Bila oocyst
erbelah dua maka akan pecah dan tersebarlah sporaoid keseluruh
tubuh nyamuk.
n. Nyamuk yang di dalam kelenjar ludahnya mengandung sporasoid
maka sporasoid ini siap untuk menginfektir manusia kembali.

72
b) SUCTORIA
Suctoria yang sudah dewasa tidak mampunyai tetapi
mempunyai tentukel (sungut) dan protoplasma, dengan
teratur tetapi atau cytostoma. Suctoria yang masih muda
dalam kehidupannya mempunyai persamaan dengan Ciliata,
dan juga mempunyai silia, hidup bebas berenang. Suctoria
muda ini berenang-renang beberapa waktu untuk kemudian
melepaskan silia-silianya dan selanjutnya berubah ke tingkat
dewasa. Bentuk tubuhnya berbentuk bola panjang.
Bercabang-cabang dan diantaranya mempunyai tangkai atau
kaki untuk melekat pada suatu obyek dan ditutup oleh
pelicik (pada species yang berbeda).

73
(1) Bentuk Tentakel
(a)Seperti mantel yang berbulu dan dikelilingi oleh sinyal yang
dapat bergerak. Fungsinya untuk menangkap dan membawa
makanan yang berupa ciliata-ciliata kecil.
(b)Runcing. Fungsinya untuk menusuk mangsanya dan
membawanya ketempat yang baik. Dengan bantuan orus dan
melalui tentakel ini maka mangsa tersebut sampai ke dalam sel-
sel tubuh.
5) EIMERIA
Eimeria merupakan parasit pada hewan. Hidup di dalam jaringan epitel
usus, saluran empedu, ginjal, testes, pembuluh darah, dan coelom.
Beberapa spesies dari Eimeria banyak merugikan usaha pe ternakan
karena menimbulkan penyakit. Misalnya :
(1) stiedaedan E. perforans hidup dalam jaringan epitel usus kelinci
(2) clupearumhidup dalam hati ikan haring.
(3) sardinaehidup dalam hati ikan sarden.
6) ISOSPORA
Parasit ini hidup dalam jaringan epitel usus manusia, dan menimbulkan
isosporiasis. Contoh : I. belli dan I. hominis.Habitat sporozoa adalah
pada tanah yang lembab. Ada juga yang hidup di tubuh manusia atau
makhluk hidup melalui perantara nyamuk Anopheles betina, yaitu
Plasmodium.
(1) Respirasi dan ekskresi sporozoa dilakukan dengan cara difusi.
(2) Sebagian besar sporozo adalah parasit karena merugikan.
(3) Sporozoa mendapatkan makanan dengan cara menyerap zat makanan
dari tubuh hospesnya.
............................................Yang pergerakannya dilakukan dengan
mengubah posisi tubuhnya. Yang salah satu contoh Sporozoa yang
terkenal ialah Plasmodium. Untuk jenis Sporozoa ini terkenal karena
penyebab penyakit malaria yang dapat menyerang sel darah merah. Dalam
hal ini, untuk penularannya dikarenakan gigitan nyamuk Anopheles pada

74
seseorang, lalu saat tertular orang itu dapat menularkannya kepada orang
lain yang ada di sekitarnya.

F. Siklus Hidup Sporoza


Ada beberapa siklus hidup sporozoa yang diantaranya yaitu:
1. Apabila nyamuk anopheles betina yang mengandung bibit malaria, yaitu
Plasmodium bentuk sporozoid mengisap darah manusia, maka bersama
air ludah nyamuk masuklah Sporozoid ke dalam peredaran darah
manusia yang bersangkutan.
2. Sporozoid tidak langsung menginfeksi sel darah merah “eritrosit” tetapi
masuk lebih dahulu ke sel hati, mengadakan pembelahan dan membentuk
kryptozoid.
3. Cepat atau lambat, kryptosoid ini kemudian masuk ke sistem peredaran
darah dan barulah menginfektsi sel darah merah.
4. Di dalam sel darah merah, kryptosoid yang mula-mula berbentuk cincin,
kemudian berubah bentuk menjadi Amoeboid.
5. Setelah itu, fase Amoeboid tumbuh menjadi Schizont.
6. Schizont lalu membelah dan membentuk Merozoid.
7. Apabila sel darah merah yang ditempatinya pecah, maka tersebarlah
Merozoid dimana pada saat itu orang yang tertular akan mengalami
demam.
8. Selanjutnya Merozoid ini menginfeksi sel darah merah yang baru.
Begitulah selanjutnya dan terjadilah siklus yang sama seperti semula.
9. Setelah terjadi perulangan maka sebagian dari Merosoid itu telah masuk
ke dalam sel darah merah namun tidak lagi mengadakan proses
Schizagoni. Akan tetapi ada sebagian yang berubah menjadi persiapan
sel kelamin yakni menjadi Macrogametosit dan Microgametosit (jantan).
10. Bila Macrogametosit dan Microgametosit yang berada di dalam
drythrocytitu pada suatu saat terpisah ke dalam lb nyamuk Anophelus
betina, maka keduanya akan melangsungkan kehidupannya.

75
11. Macrogametosit di dalam tubuh nyamuk akan menjadi Macrogamet yaitu
berupa ovum (telur). Sedangkan Microgametosit dalam tubuh nyamuk
akan menjadi Microgamet yaitu berupa spermatozoid sesudah
mengadakan pembelahan inti diikuti pembelahan sitoplasma.
12. Spermatozoid lalu membuahi ovum dan terbentuklah zygot.
13. Zygot berubah bentuk menjadi Ookinet dan Ookinet ini menerobos
dinding perut nyamuk dimana disana akan membesar dan membulat yang
dibungkus oleh dinding perut nyamuk dan menjadilah Oocyst, yaitu
berupa benjolan-benjolan pada dinding perut nyamuk.
14. Dalam Oocyst ini selnya membelah menjadi Sporozoid.
15. Bila Oocyst terbelah 2 maka akan pecah dan tersebarlah Sporozoid ke
seluruh tubuh nyamuk.
16. Nyamuk yang di dalam kelenjar ludahnya mengandung Sporozoid inilah
yang siap untuk menginfeksi manusia kembali.
G. Ciri-Ciri Sporoza
Protozoa yang memiliki nama lain Apicomplexa berkarakteristik dan
mempunyai ciri-ciri yang membuatnya berbeda dengan jenis Protozoa lain.
Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri dari Sporozoa antara lain:
1. Sporozoa tidak memiliki alat yang digunakan untuk bergerak, maka
bergerak dengan cara meluncur hingga mengubah posisi tubuh mereka.
2. Sporozoa adalah organisme uniseluler atau bersel tunggal.
3. Sporozoa bersifat parasit dan dapat menyebabkan penyakit baik pada
hewan maupun manusia.
4. Memiliki spora yang bentuknya lonjong dengan ukuran berkisar antara 8
sampai 11 mikron yang ditemukan pada dinding kitin.
5. Sporozoa memiliki dinding katub yang tidak jelas.
6. Sporozoa memiliki siklus hidup yang generasi atau keturunannya
bergiliran antara fase seksual atau generatif dan juga fase aseksual atau
vegetatif.
7. Sporozoa memiliki tubuh yang bentuknya bulat atau oval dan
mempunyai inti sel atau nukleus tanpa mempunyai vakuola kontraktil.

76
8. Terdapat organel khusus dan kompleks yang berada di ujung sel yang
bekerja sebagai penembus sel dan juga jaringan tubuh pada inang.
9. Setiap proses menyerap makanan, bernapas, dan ekskresi dilakukan
langsung dengan melalui permukaan tubuh.
10. Spesies Sporozoa dalam jumlah besar dapat menimbulkan penyakit pada
inangnya.
H. Contoh dan Peranan Sporozoa dalam Kehidupan
Seperti yang telah dijelaskan di awal bahwa Sporozoa bersifat parasit baik
pada hewan maupun manusia dan sebagian besar menyebabkan penyakit. Oleh
karena itu banyak ditemukan peranan yang merugikan dibanding peranan
menguntungkan dari Sporozoa. Berikut beberapa contoh organisme Sporozoa
dan peranannya dalam kehidupan. 
1. Babesia bigemina merupakan spesies penyebab penyakit demam Texas.
2. Theileria parva merupakan spesies penyebab penyakit demam Pantai
Timur (Afrika).
3. Toxoplasma gondii merupakan spesies Sporozoa penyebab penyakit
Toksoplasmosis yang menyebabkan meningitis, hepatitis dan infeksi janin.
Organisme ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan, misalnya
daging yang tercemar kista toxoplasma dari kotoran kucing atau burung.
Infeksi Toxoplasma gondii membahayakan bagi ibu hamil karena dapat
mengakibatkan bayi yang lahir cacat mental, kebutaan, serta terjadinya
pembengkakan hati.
4. Plasmodium vivax merupakan penyebab penyakit malaria tertiana. Masa
sporulasi (masa pembentukan spora) setiap 2 x 24 jam.
5. Plasmodium ovale merupakan penyebab penyakit limpa. Masa
sporulasinya setiap 48 jam.
6. Plasmodium malariae merupakan penyebab penyakit malaria quartana.
Masa sporulasinya setiap 3 x 24 jam.
7. Plasmodium falciparum merupakan penyebab malaria tropikana.
Plamodium ini mempunyai masa sporulasi sekitar 1 hari (1 x 24 jam).

77
Dengan banyaknya jenis-jenis penyakit malaria yang disebabkan oleh
Plasmodium, maka mulai dikembangkan suatu obat untuk mencegah
penyebaran penyakit malaria tersebut. Salah satunya adalah
obat chloJroquinone (kina) yang dapat membunuh parasit malaria. Namun
amat disayangkan parasit ini mempunyai kemampuan untuk meningkatkan
kekebalan tubuhnya terhadap chloroquinone.
Program pemusnahan nyamuk Anopheles tidak berjalan dengan lancar karena
nyamuk ini menjadi resisten atau tahan terhadap pestisida (zat anti hama).
Para peneliti berharap dapat menggunakan teknik rekayasa genetik untuk
membuat nyamuk Anopheles memiliki kemampuan untuk membunuh parasit
Plasmodium, bukan menyebarkannya.
I. Motilitas Sporozoa
Berbeda dengan bentuk dewasa dari beberapa protozoa, sporozoa tidak
memiliki flagela atau silia yang digunakan untuk penggerak. Untuk alasan ini,
mereka bergantung pada meluncur, memutar, dan menekuk untuk bergerak.
Sementara meluncur memungkinkan perpindahan zoite secara aktif, gerakan
memutar dan menekuk terutama digunakan untuk mengubah arah selama
gerakan. Untuk zoite, meluncur hanya melibatkan translokasi ke belakang
dari persimpangan antara permukaan organisme dan substrat di sepanjang
sumbu longitudinal zoite.
1. Saat meluncur di atas permukaan, parasit ini telah terbukti meninggalkan
jejak protein sirkumsporozoit. Saat ini, jalur ini diterima secara luas
sebagai bukti motilitas meluncur di antara parasit Sporozoa.
2. Meluncurnya Sporozoa juga telah dikaitkan dengan fenomena capping di
mana parasit berkumpul di permukaannya dan kemudian melepaskannya
ke kutub posterior.
Meluncur juga memungkinkan parasit menembus sel inang untuk
mempertahankan gaya hidup intraseluler. Misalnya, untuk menembus sel
darah merah inang (aktivitas yang bergantung pada aktin); sambungan

78
annular telah terbukti bergerak mundur di atas permukaan parasit (parasit
malaria).
Di sini, motor yang bergantung pada aktin menyebabkan penutupan
molekul permukaan sehingga menghasilkan gerakan meluncur yang
memungkinkan parasit menembus permukaan sel inang. Jika diamati di
bawah mikroskop, aksi meluncur dapat terlihat melibatkan pembentukan
punggungan atau gelombang bergelombang di membran.
J. Makanan Sporozoa
Menjadi organisme yang sangat sederhana, anggota subphylum Sporozoa
kekurangan organ yang dibutuhkan untuk memberi makan dan mencerna
bahan makanan di lingkungannya (di dalam sel inang). Untuk alasan ini,
mereka sangat bergantung pada osmosis untuk menyerap nutrisi (nutrisi
cairan). Di dalam sel inang, sumber nutrisi bagi organisme termasuk
sitoplasma terlarut, bahan makanan terlarut, dan cairan jaringan, dll. Untuk
beberapa spesies, pemberian makan telah terbukti melibatkan sekeliling
makanan (melalui aksi fagositik). Beberapa ciri lain dari Sporozoa meliputi:
1. Meskipun mereka sederhana dan tidak memiliki banyak organel yang
ditemukan pada eukariota lain, Sporozoa telah terbukti memiliki pori
mikro.
2. Skizon Plasmodium dan parasit lainnya mampu melakukan fagotrofi
(menelan partikel makanan melalui nutrisi fagositik)
K. Jenis Spora Sporozoa
Sporozoa juga telah dikelompokkan berdasarkan spora-morfologi umum.
Empat kelompok Sporozoa berdasarkan morfologi spora umum antara lain:
1. Apicomplexan – Bentuk ookista unik yang mengandung sporozoit (bentuk
infeksi parasit)
2. Microsporan – Bentuk spora uniseluler yang mengandung tabung kutub
melingkar
3. Haplosporidian – Menghasilkan spora uniseluler yang kekurangan filamen
polar di dalam jaringan invertebrata air
4. Paramyxean – Ditandai dengan pengaturan spora-dalam-spora

79
BAB VI
ARTHROPODA

A. Pengertian Arthropoda
.................................................Arthropoda berasal dari bahasa Yunani yaitu
arthros, sendi dan podos, kaki. Oleh karena itu ciri utama hewan yang
termasuk dalam filum ini adalah kaki yang tersusun atas ruas-ruas. Jumlah
spesies anggota filum ini terbanyak dibandingkan dengan filum lainnya yaitu
lebih dari 800.000 spesies (Kastawi, 2005). Ciri-ciri umum arthropoda
diantaranya mempunyai appendahe yang beruas-ruas, tubuhnya bilateral
simetris terdiri dari sejumlah ruas, tubuh terbungkus oleh zat chitine.
Sehingga merupakan eksoskeleton, sistem syaraf tangga tali. Fauna-fauna
dari filum ini yang terdapat dalam tanah adalah dari klas arachnid, Crustacea,
Insekta dan Myriapoda (Yulipriyanto, 2010).
.................................................Fauna tanah dapat pula dikelompokkan atas
dasar ukuran tubuhnya, kehadirannya di tanah, habitat yang dipilihnya dan
kegiatan makannya. Berdasarkan ukuran tubuhnya fauna-fauna tersebut
dikelompokkan atas mikrofauna, mesofauna, dan makrofauna. Ukuran
mikrofauna berkisar antara 20 sampai dengan 200 mkron. Mesofauna antara
200 mikron sampai dengan satu sentimeter, dan makrofauna lebih dari satu
sentimeter ukurannya. Berdasarkan kehadirannya, hewan tanah dibagi atas
kelompok transien, temporer, periodik dan permanen. Berdasarkan habitatnya
hewan tanah ada yang digolongkan sebagai epigeon, hemiedafon dan
eudafon. Hewan epigeon hidup pada lapisan tumbuh-tumbuhan di permukaan
tanah, hemiedafon pada lapisan organik tanah, dan yang eudefon hidup pada
tanah lapisan mineral. Berdasarkan kegiatan makannya hewan tanah itu ada
yang bersifat herbivora, saprovora, fungivora dan predator (Suin, 1997).
.................................................Kelompok hewan ini makanannya hama-hama
penyebab penyakit, membentuk struktuk tanah, memperbaiki perkembangan
akar, infiltrasi, drainasi, aerasi, pelopor dekomposisi bahan organik,
memotong residu organik, mencampur dengan tanah, merangsang

80
dekomposisi dalam sistem pencernaannya dan penting di tanah-tanah hutan
atau area yang sedikit terganggu (Yulipriyanto, 2010).
B. Klasifikasi Arthropoda
.................................................Dunia hewan terbagi menjadi 14 fila, dengan
dasar tingkat kekomplekan dan mungkin urutan evolusinya. Karena itu fila
hewan disusun dari filum yang terendah ke filum yang tertinggi (Hadi, 2009).
Serangga atau insecta termasuk di dalam flum arthropoda. Arthropoda terbagi
menjadi 3 sub filum yaitu Trilobita, Mandibulata dan Chelicerata. Sub filum
Mandibulata terbagi menjadi 6 kelas, salah satu diantaranya adalah insecta
(Hexapoda). Sub filum Chelicerata terbagi menjadi 3 kelas, sedangkan Sub
filum Trilobita telah punah. Kelas Hexapoda atau Insecta terbagi menjadi sub
kelas Apterygota dan Pterygota. Sub filum Apterygota terbagi menjadi 4
ordo, dan sub kelas Pterygota masih terbagi menjadi 2 golongan yaitu
golongan Exopterygota (golongan Pterygota yang metamorfosisnya
sederhana) yang terdiri dari 15 ordo, dan golongan Endopterygota (golongan
Pterygota yang metamorfosis nya sempurna) terdiri dari 3 ordo (Hadi, 2009).
.................................................Suheriyanto (2008) menyatakan bahwa
terdapat tiga sub filum dari arthropoda yaitu: Kelompok ini mempunyai
mandible dan maksila di bagian mulutnya, yang termasuk kelompok
Mandibulata adalah Crustacea, Myriapoda, dan Insecta (serangga). Kelas
crustacea telah beradaptasi dengan kehidupan laut dan populasinya tersebar
di seluruh lautan. Anggota kelas Myriapoda adalah Millipedes dan
Centipedes yang beradaptasi dengan kehidupan daratan.
C. Jenis Arthropoda Tanah
.................................................Arthropoda merupakan fauna tanah yang
macam dan jumlahnya cukup banyak, yang paling menonjol adalah
springtail dan kutu. Fauna ini mempunyai kerangka luar yang dihubungkan
dengan kaki, sebagian besar mempunyai kerangka sistem peredaran darah
dan jantung (Hanafiah, 2005).

81
1. Springtail (Collembola) umumnya dikenal sebagai organisme yang
hidup di tanah dan memiliki peran penting sebagai perombak bahan
organik tanah. Dalam ekosistem pertanian Collembola terdapat dalam
jumlah yang melimpah. Collembola pada ekosistem pertanian
merupakan pakan alternatif bagi berbagai jenis predator. Fauna ini
menggunakan ekornya untuk melompat/bergerak, melalui mekanisme
kembang-kerut (seperti per) bagian ujung bawah posteriornya (Indriyati,
2008).

2. Kutu (Arachnida) merupakan bangsa laba-laba, kala dan tungau. Tubuh


dibagi kedalam daerah kepala-dada dan perut. Memiliki bentuk seperti
kantong dengan apendik yang menonjol.

Sebagian besar memakan serat organik mati, seperti hipa jamur dan
benih, ada yang memakan predator dan cacing, serangga, telur, dan
mikrofauna lain seperti springtail. Aktivitas kutu meliputi penghancuran
dan perombakan bahan organik, kemudian translokasinya ke lapisan
tanah bawah dan dalam pemeliharaan ruang pori tanah (Siwi, 1991).

82
3. Tempayak atau larva serangga sejenis kumbang coklat atau kutu busuk,
berbentuk bulat, putih, dan panjang 1-2 cm, berkepala hitam, dan
berkaki tiga pasang tepat di belakang kepala, mengerut setengah
lingkaran jika terganggu. Makanan utamanya adalah rumput, tetapi juga
berbagai tanaman pertanian sehingga menjadi hama tanaman yang
penting. Temapayak dan cacing merupakanan makanan tikus (Hanafiah,
2005).
4. Sayap selubung (Coleoptera) dicirikan oleh 4 sayap dengan pasangan
sayap depan menebal seperti kulit atau keras dan rapuh, biasanya
bertemu dalam satu garis lurus di bawah tengah punggung dan
menutupi sayap-sayap belakang. Bentuk tubuh bulat, oval memanjang,
oval melebar, rampping memanjang, pipih beberapa mempunyai
moncong. Alat mulut bertipe penggigit mengunyah tipe antena
bervariasi ukuran tubuh kecil sampai besar, tarsi selalu 3-5 (Siwi, 1991).
5. Semut dapat menjadi hama tanaman, melainkan di beberapa tempat
dapat menyebabkan gundulnya kawasan di sekeliling sarangnya. Di
Barat Daya Amerika Serikat, Throp cit Font (1984) dalam Hanafiah
(2005) melaporkan bahwa terdapat sekitar 50 bukit semut pada setiap
hektar tanah.

Pada setiap bukit semut ini kawasan berdiameter sekitar empat meter
menjadi gundul sehingga secara keseluruhan sekitar 6% permukaan
lahan menjadi terbuka dan menjadi sasaran erosi tanah. Penggundulan
kawasan ini juga dipicu oleh merosotnya benih-benih rumput/tetanaman
akibat dikomsumsi oleh semutsemut tersebut.

83
6. Rayap (Isoptera) berasal dari kata iso yang berarti sama dan ptera
berarti sayap. Isoptera hidup sebagai serangga sosial dengan beberapa
golongan yang produktif, pekerja, dan serdadu. Golongan serdadu
mempunyai ciri kepala yang sangat bervariasi, memanjang, hitam, dan
besar yang berfungsi untuk pertahanan. Mandibula berukuran sangat
panjang, kuat, berkait, dan dimodifikasi untuk memotong. Pada
beberapa genus mempunyai kepala pendek dan bersegi berfungsi untuk
menutup pintu masuk kedalam sarang (Boror dkk., 1992).
D. Peranan Arthropoda dalam Tanah
.................................................Salah satu organisme penghuni tanah yang
berperan sangat besar dalam perbaikan kesuburan tanah adalah arthopoda
tanah. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan dengan
cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan makrofauna tanah. Makrofauna
tanah mempunyai peranan penting dalam dekomposisi bahan organik tanah
dalam penyediaan unsur hara. Makrofauna akan merombak substansi nabati
yang mati, kemudian bahan tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk
kotoran. Secara umum, keberadaan aneka macam fauna tanah pada tanah
yang tidak terganggu seperti padang rumput, karena siklus hara berlangsung
secara kontinyu (Arief, 2001).
.................................................Fauna tanah menciptakan jaring-jaring
makanan dalam tanah. Hal ini merupakan gambaran peranan utamanya
dalam ekosistem adalah melalui berbagai cara seperti mendaur ulang bahan
organik dari tumbuhan di atas permukaan tanah sebagai dasar jaring-jaring
makanan dalam tanah adalah mikroba (fungi, bakteri) di samping ada
beberapa spesies hewan yakni mkrofauna, mesofauna dan makrofauna
(Yulipriyanto, 2010).
.................................................Menurut Hidayat (2006), berdasarkan tingkat
trofiknya, arthropoda dalam pertanian dibagi menjadi 3 yaitu arthropoda
herbivora, arthropoda karnivora dan arthropoda dekomposer. Arthropoda
herbivora merupakan kelompok yang memakan tanaman dan keberadaan
populasinya menyebabkan kerusakan pada tanaman, disebut sebagai hama.

84
Arthropoda karnivora terdiri dari semua spesies yang memangsa arthropoda
herbivora yang meliputi kelompok predator, parasitoid dan berperan sebagai
musuh alami arthropoda herbivora. Arthropoda dekomposer adalah
organisme yang berfungsi sebagai pengurai yang dapat membantu
mengembalikan kesuburan tanah.
.................................................Arthropoda tanah melaksanakan dua proses
yang berlainan dalam perombakan. Pertama, pengecilan adalah reduksi
ukuran partikel organik, yang terjadi berkat aktivitas makan hewan-hewan
tanah. Kedua, katabolisme adalah pemecahan 16 secara biokimia molekul
organik kompleks berkat proses pencernaan fauna dan mikroflora tanah
(Deshmukh, 1992).
.................................................Sebagian besar organisme tanah yang kita
ketahui adalah organisme yang ditemukan di bagian atas berdasarkan profil
tanah, dan di atas permukaan tanah (aboveground). Informasi tentang
keanekaragaman organisme di dalam tanah atau di bawah permukaan tanah
(under ground) sangat sedikit. Sehingga masih ada kesenjangan antara
informasi organisme yang ada di atas dan di bawah permukaan tanah.
Padahal sebagian besar spesies organisme di bumi hidup di dalam tanah
(Yulipriyanto, 2010).
E. Peranan Arthropoda
Tanah dengan Identifikasi/Klasifikasinya Predator adalah binatang atau
arthropoda yang memangsa atau arthropoda lain. Predator merupakan
organisme yang hidup bebas dengan memakan, membunuh atau memangsa
atau serangga lain, ada beberapa ciri-ciri predator (Sunarno, 2013):
1. Predator dapat memangsa semua tingkat perkembangan mangsanya
(telur, larva, nimfa, pupa dan imago).
2. Predator membunuh dengan cara memakan atau menghisap mangsanya
dengan cepat.
3. Seekor predator memerlukan dan memakan banyak mangsa selama
hidupnya
4. Predator membunuh mangsanya untuk dirinya sendiri

85
5. Kebanyakan predator bersifat karnifor
6. Predator memiliki ukuran tubuh lebih besar dari pada mangsanya
7. Dari segi perilaku makannya, ada yang mengunyak semua bagian tubuh
mangsanya, ada menusuk mangsanya. dengan mulutnya yang berbentuk
seperti jarum dan menghisap cairanya tubuh mangsanya.
8. Predator ada yang monofag, oligofag dan polifag.
.................................................Arthropoda herbivor merupakan arthropoda
yang masuk dalam golongan hama menempati trofi kedua. Beberapa
arthropoda dapat menimbulkan kerugian karena arthropoda menyerang
tanaman yang dibudidayakan dan merusak produksi yang disimpan. Salah
satu contohnya adalah belalang (Dissostura), belalang ranting
(Bactrocoderma aculiferum), belalang sembah (Stagmomantis sp), Kecoak
(Blattaorientalis), walang sangit (Leptocorixa acuta) (Untung, 2006).
.................................................Parasitoid merupakan arthropoda yang
memarasit serangga atau binatang antropoda lainnya. Parasitoid bersifat
parasit pada fase pradewasa, sedangkan dewasanya hidup bebas dan tidak
terikat pada inangnya. Parasitoid hidup menumpang di luar atau didalam
tubuh inangnya dengan cara menghisap cairan tubuh inangnya guna
memenuhi kebutuhan hidupnya. Umumnya parasitoid menyebabkan kematian
pada inangnya secara perlahan-lahan dan parasitoid dapat menyerang setiap
fase hidup serangga, meskipun serangga dewasa jarang terparasit. Parasitoid
menyedot energi dan memakan selagi inangnya masih hidup dan membunuh
atau melumpuhkan inangnya untuk kepentingan keturunanya. Kebanyakan
parasitoid bersifat monofag (memiliki inang spesifik), tetapi ada juga yang
oligofag (inang tertentu). Selain itu parasitoid memiliki ukuran tubuh yang
lebih kecil dari inangnya (Sunarno, 2013).

86
Perbedaan defenisi antara parasit dan parasitoid adalah (Hidayat, 2006):
1. Parasitoid selalu menghabiskan inangnya di dalam perkembangannya,
sedangkan parasit tidak.
2. Inang parasitoid adalah serangga juga, sedangkan parasit tidak.
3. Ukuran tubuh parasitoid bisa lebih kecil atau sama dengan inangnya,
sedangkan parasit pasti lebih kecil dari inangnya
4. Parasitoid dewasa tidak melakukan aktivasi parasitasi, akan tetapi hanya
pada stadia pradewasa, sedangkan parasit seluruh stadia melakukan
parasitasi.
5. Parasitoid hanya berkembang pada satu inang dalam siklus hidupnya,
sedangkan parasit tidak.
.................................................Arthropoda Detritivor merupakan hewan
pengurai yang memakan sisa- sisa bahan organik. Detritivor adalah
organisme yang mengkonsumsi hewan atau tumbuhan yang telah mati dan
membusuk contoh detritivor adalah rayap, beberapa kumbang pemakan
bangkai, kelabang, dan kutu kayu (Rizali, 2002). Golongan arthropoda
detritivor ditemukan pada Ordo Coleoptera, Blattaria, Diptera dan Isoptera.
Famili Leiodidae (Coleoptera), Scarabaeidae (Coleoptera),Termitidae
(Isoptera), Blattidae (Blattaria), Scathophagidae (Diptera) (Odum, 1996).
.................................................Proses dekomposisi bahan–bahan organik
menurut Rahmawaty (2004), berlangsung sebagai berikut: pertama–tama
perombak yang besar atau makrofauna (rayap, semut, dll) meremah–remah
substansi yang telah mati, kemudian materi ini akan melalui usus dan
akhirnya menghasilkan butiran– butiran feses. Butiran–butiran feses tersebut
akan dimakan oleh mesofauna (Collembola) yang hasil akhirnya akan
dikeluarkan dalam bentuk feses pula. Feses tersebut selanjutnya akan
dimakan oleh mikrofauna dengan bantuan enzim spesifik yang terdapat dalam
saluran pencernaannya. Penguraian akan menjadi lebih sempurna apabila
hasil ekskresi dari mikrofauna dihancurkan dan diuraikan lebih lanjut oleh
mikroorganisme terutama bakteri hingga sampai pada proses mineralisasi.

87
Melalui proses tersebut, mikroorganisme yang telah mati akan menghasilkan
garam–garam mineral yang akan digunakan oleh tumbuh- tumbuhan.
.................................................Arthropoda dekomposer atau pengurai
merupakan organisme yang menguraikan bahan organik yang berasal dari
organisme mati. Dekomposer umumnya adalah mikroorganisme yang
menguraikan materi-materiyang sebelumnya telah melalui proses penguraian
oleh organisme dtritivor, pengurai disebut juga konsumen makro karena
makanan yang dimakan berukuran lebih besar (Rizali, 2002).
Arthropoda tanah memegang peranan penting sebagai soil engineer, litter
transformer, soil decomposer dan predator. Serangga tanah sebagai litter
transformer dan soil decomposer masing–masing melakukan fragmentasi dan
degradasi bahan organik seperti tumbuh– tumbuhan, hewan, dan juga feses
yang membusuk (Borror dkk, 1996).

88
F. Karakteristik Arthropoda

Gambar Arthropoda

Arthropoda berasal dari bahasa Yunani yaitu arthro berarti “ruas”


dan podos yang berarti “kaki”. Jadi, arthropoda berarti hewan yang kakinya
beruas-ruas. Organisme yang tergolong filum arthropoda memiliki kaki yang
berbuku-buku. Hewan ini memiliki jumlah spesies yang saat ini telah
diketahui sekitar 900.000 spesies.
Karakteristik utamanya ialah memiliki tubuh beruas-ruas dengan
sepasang kaki disetiap ruas tubuhnya, ruas-ruas tersebut biasanya
dikelompokkan menjadi dua atau tiga daerah yang agak jelas (gambar
arthropoda). Bentuk tubuh arthropoda adalah simetri bilateral dan memiliki
rangka luar berkitin yang mengelupas dan diperbaharui secara periodik.
Arthropoda memiliki sistem peredaran darah terbuka dengan pembuluh
darah berbentuk tabung yang terletak di sebelah dorsal saluran pencernaan
dengan lubang-lubang lateral di daerah abdomen. Untuk sistem eksresinya,
berupa pembuluh malphigi dimana bahan-bahan yang diekskresikan
dikeluarkan dari tubuh melalui anus. Sistem sarafnya terdiri dari ganglion
anterior atau otak, sepasang penghubung dan saraf-saraf berganglion yang
saling berpasangan.

89
Sedangkan dari referensi lain lebih rinci dijelaskan bahwa hewan
yang termasuk dalam filum arthropoda memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Tubuh dan kaki bersegmen,
2. Eksoskeleton (dinding tubuh) berkitin dan bersegmen,
3. Alat mulut beruas dan dapat beradaptasi untuk makan,
4. Bernafas dengan permukaan tubuh, insang dan trakea,
5. Alat pencernaan makanan berbentuk tabung, terletak di sepanjang
tubuh,
6. Alat pembuangan melalui pipa panjang pada rongga
tubuh.
Ditambahkan lagi ciri khusus Filum Arthropoda adalah:
1. Memiliki bentuk tubuh bilateral simetris,
2. Mempunyai appendage yang beruas,
3. Tubuh dibungkus oleh zat kitin,
4. Tubuh terdiri atas beberapa ruas dengan kaki yang melekat pada ruas
tersebut,
5. Coelom pada hewan dewasa berukuran kecil dan merupakan suatu
rongga berisi darah disebut homocoel,
6. Sistem saraf tangga tali.

G. Klasifikasi Arthropoda
Secara umum Filum Arthropoda dapat dibagi menjadi 4 kelas:
1. Crustaceae

90
Gambar Udang Karang
Crustacea (dalam bahasa latinnya, crusta = kulit) artinya memiliki
kulit yang keras seperti udang, lobster dan kepiting adalah contoh dalam
kelompok ini (gambar udang karang). Umumnya hewan crustacea
merupakan hewan akuatik, meskipun ada yang hidup di darat. Anggota
badan yang banyak pada crustacea sangat terspesialisasi. Udang galah dan
udang karang misalnya, memiliki 19 pasang anggota badan.
Kelompok ini adalah satu-satunya arthropoda dengan dua pasang
antena. Tiga pasang atau lebih anggota badan di modifikasi sebagai bagian
dari mulut, termasuk mandibula yang keras. kaki untuk berjalan ditemukan
pada toraks, berbeda dari serangga crustacea memiliki anggota tubuh pada
abdomen. Anggota tubuh yang hilang dapat diregenerasi kembali.
Crustacea kecil mempertukarkan gas melewati daerah tipis pada
kutikula, tetapi spesies yang lebih besar memiliki insang. Sistem sirkulasi
darah terbuka dengan sebuah jantung yang memompa hemolimfa melalui
arteri ke dalam sinus yang mengairi organ itu. Mereka mensekresikan
buangan bernitrogen dengan cara difusi melalui daerah kutikula ini, tetapi
sepanjang kelenjar mengatur keseimbangan garam hemolimfa.
Jenis kelamin terpisah pada sebagian besar crustacea. Pada kasus
udang galah dan udang karang (crayfish) pejantan menggunakan sepasang
anggota badan khusus untuk memindahkan sperma ke pori reproduksi
betina selama kopulasi. Sebagian besar crustacea akuatik mengalami satu
atau lebih tahapan larva yang berenang.
Secara umum kelompok ini terbagi manjadi 3 ordo yaitu:
a. Isopoda, adalah salah satu kelompok crustacea terbesar (sekitar10.000
spesies) sebagian besarnya adalah spesies kecil yang hidup di laut.
Banyak diantaranya sangat berlimpah di dalam dasar laut. Isopoda juga
meliputi serangga pill yang tinggal di darat, atau caplak kayu yang umum
terdapat pada sisi bawah kayu dan daun yang basah.
b. Kopepoda, adalah salah satu diantara kelompok ini yang paling banyak.
Mereka adalah anggota penting komunitas plankton laut dan air tawar,

91
yang memakan ganggang mikroskopik, protista dan bakteri, dan menjadi
makanan oleh banyak ikan.
c. Dekapoda, semua jenis udang seperti udang galah, udang karang, udang
kepiting, dan lain sebagainya yang relatif besar ialah termasuk dalam
kelompok ini. Eksoskleton atau kutikula mengeras oleh kalsium
karbonat, bagian yang menutupi sisi dorsal sefalotoraks itu membentuk
perisai yang disebut karapas (carapace). Sebagian besar dekapoda adalah
hewan laut akan tetapi udang karang (crayfish) hidup di dalam air tawar
dan beberapa kepiting tropis hidup di darat.

2. Arachnoidea

Gambar Kalajengking
Arachnoidea (dalam bahasa Yunani, arachno = laba-laba) disebut
juga kelompok laba-laba, meskipun anggotanya bukan laba- laba saja.
Kalajengking adalah salah satu contoh kelas ini yang jumlahnya 32
spesies. Ukuran tubuh pada kelompok dalam kelas ini bervariasi, ada
yang panjangnya lebih kecil dari 0,5 mm sampai 9 cm. Hewan dalam
kelompok ini merupakan hewan terestrial (darat) yang hidup secara
bebas maupun parasit dimana yang hidup secara bebas bersifat
karnivora. Tubuhnya terdiri atas sefalotoraks, abdomen, dan empat
pasang kaki, tidak memiliki mandibula.

92
Arachnoidea dibedakan menjadi tiga ordo, yaitu Scorpionida,
Arachnida, dan Arcarina.
a. Scorpionida, memiliki alat penyengat beracun pada segmen
abdomen terakhir, contohnya kalajengking (Uroctonus mordax)
dan ketunggeng.
b. Arachnida, abdomen tidak bersegmen dan memiliki kelenjar
beracun pada kaliseranya (alat penyengat), contoh hewan ini adalah
laba-laba serigala (Pardosa amenata), laba-laba kemlandingan
(Nephila maculata).
c. Arcarina, adalah kelompok hewan tungau. Angota pada kelompok
ini memiliki tubuh berbentuk bulat telur atau bundar. Banyak
spesies tungau merusak tumbuh-tumbuhan atau menjadi parasit
pada binatang dan manusia. Contoh kelompok ini adalah tungau
kudis (Sarcoptes scabei) dan tungau unggas (Argus sp.)

3. Insecta

Gambar Insekta (belalang)


Insecta (dalam bahasa latin, insecti = serangga). Ciri khususnya
adalah kakinya yang berjumlah enam buah. Karena itu pula mereka
sering pula disebut hexapoda. Tubuh insekta terdiri atas caput, thorax

93
dan abdomen. Pada caput terdapat antena, mata dan mulut dengan
bagian-bagiannya. Thorax terdiri atas tiga pasang kaki yang beruas
dan atau sepasang sayap. Abdomen ini terdiri atas bagian terminal
misalnya genital. Sebagian insekta hidup di dalam air tawar, tanah,
lumpur, parasit pada tanaman atau hewan lainnya. Makanan insekta
bermacam-macam, misalnya bagian tanaman seperti akar, batang, daun,
buah-buahan, biji dan butir tepung sari dari tanaman. Hewan ini
merupakan satu-satunya kelompok invertebrata yang dapat terbang.
Insekta ada yang hidup bebas dan ada yang sebagai parasit.
Heksapoda berasal dari kata heksa berarti 6 (enam) dan podos yang
berarti kaki, jadi heksapoda artinya hewan berkaki enam, misalnya kupu-
kupu, nyamuk, lalat, semut, jangkrik, belalang, dan lebah. Beberapa
insekta merupakan pemakan tumbuh-tumbuhan dengan cara makan
mengunyah dan dapat mengakibatkan daun-daun tanaman hanya tinggal
tulang daun, membuat banyak lubang, dan memakan seluruh pingir daun.
Serangga lain memakan tumbuhan dengan cara menghisap cairan
tumbuhan yang menyebabkan daun bertotol atau menjadi berwarna
coklat atau mengeriting dan menjadi layu.
Dibandingkan dengan beberapa kelas dari arthropoda lainnya, insekta
paling berhasil dalam mengatasi masalah hidup di daratan. Eksoskeleton
sangat kedap air dan dengan demikian mencegah dehidrasi yang
mematikan dari tubuh, pada waktu keadaan udara di sekitarnya kering.
Pertukaran gas dilakukan dengan suatu sistem pipa trakea yang
menembus ke setiap bagian tubuh. Anggota tubuh yang bersegmen,
bercakar berpasangan tidak hanya digunakan untuk lokomisi tetapi juga
untuk pencernaan makanan, mandibula maksila dan labia diciptakan
dalam cara yang sangat beraneka ragam untuk membentuk bagian-bagian
mulut untuk menghisap, menggigit, mengunyah dan memarut.

94
Insekta secara garis besar dibagi ke dalam dua sub kelas yaitu sub kelas
Apterygota (insekta tak bersayap) dan Pterygota (insekta bersayap).
a. Sub kelas Apterygota, memiliki empat ordo yaitu Protura,
Collembola, Diplura, dan Tysanura.
b. Sub kelas Pterygota, terdiri atas 22 ordo, namun yang banyak
dijumpai di daratan adalah ordo Coleoptera, Orthopera,
Hymenoptera, Odonata, Homoptera.

95
4. Myriapoda

Gambar Kaki seribu dan Kelabang


Dalam sistem klasifikasi terdapat perbedaan antara satu sistem
klasifikasi dengan sistem klasifikasi yang lainnya. Hal ini terjadi karena
adanya perbedaan pendapat antara ilmuan di dunia. Pada sistem
klasifikasi tertentu, kelas Myriapoda terdiri atas ordo Diplopoda dan
Chilopoda.
a. Ordo Diplopoda, berbentuk bulat memanjang, memiliki banyak
segmen, tubuhnya ditutupi lapisan yang mengandung garam kalsium
dan warna tubuhnya mengkilap. Kepala memiliki 2 mata tunggal,
sepasang antena pendek dan sepasang mandibula. Toraksnya pendek
terdiri atas empat segmen dimana setiap segmen memiliki sepasang
kaki kecuali segmen pertama. Hewan pada kelompok ini memiliki
abdomen panjang tersusun atas 25 hingga lebih dari 100 segmen
bergantung pada spesiesnya. Setiap segmen memiliki 2 pasang
spirakel, ostia (lubang), ganglion saraf, dan 2 pasang kaki yang
terdiri atas 7 ruas.

96
Hewan ordo Diplopoda hidup di tempat gelap yang lembab,
misalnya dibawah batu atau kayu yang terlindungi dari matahari.
Memiliki antena yang digunakan untuk menunjukkan arah gerak.
Kakinya bergerak seperti gelombang sehingga pergerakannya sangat
lambat. Makanan ordo Diplopoda adalah sisa tumbuhan atau hewan
yang telah mengalami pembusukan. Contoh ordo ini adalah kaki
seribu (Julus terestis). Diplopoda terdiri atas 3 famili, yaitu:
1) Famili Polyxenidae, tubuhnya kecil dengan integument lunak,
masing-masing ruas pada sebelah kanan-kiri memiliki ruas
bekas rambut kaku seperti sikat, tidak memiliki kaki
termodifikasi untuk kopulasi pada hewan jantan. Contohnya
Polyxenus farciculatus, dengan panjang tubuh 25 mm,
memiliki 13 pasang kaki.
2) Famili Julidae, memiliki integument (kulit) yang keras,
maxilla berbentuk lembaran, memiliki kaki yang termodifikasi
untuk kopulasi terdapat pada ruas ke tujuh pada hewan jantan.
Contohnya Julus virgatus, terdiri atas 30-35 ruas dengan 50-60
pasang kaki, pada ruas ke tiga tidak terdapat kaki, panjang
tubuh mencapai 12 cm.
3) Famili Polydesmidae, tubuh memiliki 19-22 ruas, pada hewan
jantan sepasang kaki pertama di ruas ke tujuh mengalami
modifikasi sebagai alat kopulasi. Contohnya Polydesmus
serratus, dengan panjang tubuh 37 mm.
b. Ordo Chilopoda, memiliki bentuk tubuh pipih dorsoventral, terdiri
atas 15-173 ruas, yang masing-masing ruas terdapat sepasang kaki,
kecuali 2 ruas terakhir dan 1 ruas pertama yaitu kepala. Ruas
terakhir terdapat alat penjepit yang beracun dan berguna untuk
membunuh hewan lain. Antena panjang dengan 12 ruas.Ordo
Chilopoda biasa hidup di tempat yang lembab, di bawah timbunan
sampah atau daun-daun yang membusuk. Chilopoda berkembang
biak secara kawin dan pembuahannya internal. Alat respirasinya

97
adalah trakea yang bercabang-cabang ke seluruh bagian tubuhnya.
Contoh hewan ini adalah lipan. Lipan dapat menaklukkan
mangsanya dengan racun yang berasal dari sepasang kaki
pertamanya yang disebut cakar racun. Pada setiap segmen terdapat
sepasang kaki. Ordo Chilopoda terbagi menjadi 4 famili, yaitu:
1) Famili Geophilidae, tubuh panjang yang terdiri atas 31 ruas,
tidak memiliki mata, berantena dengan 14 segmen. Hewan
yang masih muda sebagai hasil tetasan telah memiliki ruas dan
kaki lengkap, contohnya Gheophillus rubens.
2) Famili Scolopenridae, tubuhnya tersusun atas ruas-ruas dan yang
memiliki kaki hanya sebanyak 15 ruas, anak yang baru menetas
hanya memiliki 7 pasang kaki, contohnya Lithobius forficatus yang
memiliki panjang 3 mm, antena berukuran panjang dengan 33-43
ruas.
3) Famili Scutigeridae, tubuh pendek dengan 15 ruas, memiliki 15
pasang kaki yang panjang dan kaki yang terakhir merupakan kaki
yang paling panjang. Contohnya Scutigera forceps, panjang
tubuhnya 25 mm, sepasang kaki terakhir mencapai 50 mm.
H. Ekologi dan Peranan Arthropoda
Arthropoda merupakan komponen terbesar yang membentuk suatu
komunitas arboreal. Perkembangan dan distribusi dari arthropoda
dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain adalah nutrisi atau makanan.
Makanan dapat berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung
terhadap fertilitas, perkembangan rata-rata, aktivitas serta kelimpahannya.18
Menurut preferensi makanannya, arthropoda secara umum dapat dibagi
menjadi 3 kategoti, yaitu :
1. Arthropoda Fitofagus
............................................ Arthropoda fitofagus (herbivora)
merupakan arthropoda yang mengkonsumsi tumbuh-tumbuhan dengan
cara menghisap, mengunyah maupun melubangi bagian-bagian tumbuhan
seperti daun, batang, atau akar. Seringkali kelompok ini mengkonsumsi

98
tanaman budidaya yang dipelihara oleh manusia menjadi hama yang
cukup mengganggu.
2. Arthropoda Zoofagus
............................................ Arthropoda zoofagus (karnivora)
merupakan arthropoda yang memperoleh sumber-sumber energinya
dengan cara mengkonsumsi hewan. Hewan yang dimangsa biasanya
arthropoda lainnya, walaupun tidak menutup kemungkinan memangsa
hewan jenis lainnya. Arthropoda yang memangsa arthropoda lainnya
disebut arthropodaentomofagus. Biasanya arthropoda entomofagus
memberikan nilai ekonomis untuk manusia karena dapat menekan
populasi hama yang merugikan. Arthropoda fitofagus dan zoofagus dapat
dimasukkan dalam satu kelompok yaitu biofagus.
3. Arthropoda Saprofagus
............................................ Arthropoda saprofagus merupakan
arthropoda yang memperoleh makanannya dengan mengkonsumsi
bagian-bagian dari hewan dan tumbuhan yang telah mati atau membusuk,
misalnya bangkai atau serasah. Arthropoda saprofagus dapat dibagi lagi
menjadi beberapa kategori, yaitu humusofagus (pemakan humus),
silofagus dan karyofagus (pemakan bagian tumbuhan dan hewan yang
telah mati).
...................................................Selain faktor nutrisi, faktor lingkungan juga
memegeang peranan penting dalam proses-proses kehidupan arthropoda.
Faktor lingkungan terbagi menjadi dua, yaitu faktor biotk dan abiotik. Yang
termasuk ke dalam faktor biotik adalah:
1. Faktor keturunan atau faktor yang diturunkan, seperti kemampuan
reproduksi yang tinggi, waktu hidup yang singkat dan fekunditas (banyak
telur yang dihasilkan oleh individu betina), proporsi jantan dalam
populasi dan parthenogenesis.
2. Faktor makanan dan nutrisi,. Serangga di hutan memerlukan makanan
utama berupa karbohidrat, protein, lemak, mineral dan vitamin.
3. Parasit dan predator.

99
Sedangkan yang termasuk dalam faktor abiotik adalah faktor-faktor yang
berhubungan dengan iklim, topografi, drainase, penutupan pohon dan
curah hujan.
......................................................................................
Selain itu, faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhi proses kehidupan arthropoda hutan terbagi menjadi empat
kelompok utama, yaitu faktor fisik, faktor nutrisional, faktor fisiologi
tumbuhan dan faktor biotik. Yang termasuk dalam faktor fisik adalah
temperatur, cahaya, kelembaban, iklim dan cuaca. Untuk faktor nutrisional
yang tercakup di dalamnya adalah jumlah makanan, macam dan kualitas
makanan serta seleksi inang. Faktor fisiologi tumbuhan juga terbagi menjadi
dua cakupan utama, yaitu kecepatan pertumbuhan tanaman dan karakteristik
daun. Dan terakhir yang termasuk ke dalam faktor biotik adalah kompetisi
serta predator dan parasit.
......................................................................................
Arthropoda merupakan salah satu komponen
yang penting dalam ekosistem hutan. Salah satu peranannya dalam rantai
makanan dan jaring- jaring makanan, yaitu menjaga berlangsungnya transfer
energi dari tumbuhan sampai ke konsumen tingkat akhir. Hampir pada seluruh
tingkatan trofik terdapat arthropoda, baik yang berperan sebagai konsumen
tingkat satu, atau tingkat-tingkat selanjutnya, bahkan sampai
tingkatdekomposer.
Arthropoda herbivor berengaruh secara langsung terhadap produktivitas
primer tidak langsung dalam terjadinya siklus nutrisi. Selain itu arthropoda
juga berperan dalam menguraikan senyawa nitrogen, pembersih lingkungan,
dan dalam proses daur ulang nutrisi yang terkandung dalam bahan organik
mati.

100
BAB VII
PENUTUP

A. Simpulan
1. Jamur merupakan merupakan makhluk hidup satu sel dan banyak sel yang
bersifat heterotrof dan bersifat sangat bergantung pada inangnya. Jamur
sendiri dapat ditemui tumbuh dimana saja dekat dengan kehidupan manusia,
baik di udara, tanah, air, pakaian, bahkan di tubuh manusia
sendiri. Jamur bisa menyebabkan penyakit yang cukup parah bagi manusia.
Penyakit yang disebabkan oleh jamur berasal dari makanan yang kita makan
sehari-hari, atau juga dari konsumsi jamur beracun. Struktur jamur akan
tampak lebih jelas bagian bagiannya bila dileliti menggunakan mikroskop.
Beraneka jenis jamur mempunyai struktur tubuh yang berbeda-beda yaitu
zygomycota, ascomycota, basidiomycota dan deuteromycota.
2. Cacing merupakan salah satu binatang yang biasanya di deskripsikan dengan
bentuk tubuh yang silindris memanjang. Mereka tidak memiliki kaki
maupun lengan dan juga tidak memiliki mata. Jenis cacing pun beragam,
seperti cacing kremi, cacing pita dan sebagainya.
3. Protozoa adalah kelompok lain dari protista eukariotik. Pada umumnya
protozoa hanya dapat dilihat dengan alat yang disebut mikroskop. Protozoa
sendiri berbeda dengan prokariota karena ukuran tubuhnya lebih besar dan
selnya eukariotik. Biasanya peranan protozoa dalam kehidupan ialah sebagai
pentunjuk adanya sumber minyak bumi ataupun mineral.
4. Sporoza adalah kelompok protista uniseluler atau bersel satu yang pada
salah satu tahapan dalam siklus hidupnya dapat membentuk sejenis spora.
Sporozoa kekurangan organ yang dibutuhkan untuk memberi makan dan
mencerna bahan makanan di lingkungannya (di dalam sel inang). Untuk
alasan ini, mereka sangat bergantung pada osmosis untuk menyerap nutrisi
5. Arthropoda yang memiliki pengertian dari arti dua kata yaitu sendi dan kaki,
karena ciri utamanya kaki yang tersusun atas ruas-ruas. Filumnya terbagi
atas 4 kelas, yaitu Crustaceae, Arachnoidea, Insecta dan Miryapoda.

101
B. Saran
Sebaiknya diberitahukan kepada seluruh anggota keluarga untuk selalu
menjaga kebersihan lingkunga, baik dari alat makan, pakaian ataupun sesuatu
hal yang sekiranya dapat menjadi tempat berkembangkanya jamur. Walaupun
mikroorganisme tersebut sangat sulit terlihat dengan mata telanjang, menjaga
kebersihan diri dan lingkungan tetap menjadi salah satu kunci untuk mencegah
timbulnya penyakit daric acing, jamur dan mikroorganisme lainnya terjadi.

102
DAFTAR PUSTAKA

Aini, N 2015. Media Alternatif untuk Pertumbuhan Jamur Menggunakan Sumber


Karbohidrat yang Berbeda. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah, Surakarta.

Atlas, RM 2010. Handbook of Microbiological Media Fourth Edition. Francis:


CRC Press.

Cappuccino, J G, Sherman, N 2014. Manual Laboratorium Mikrobiologi. Jakarta:


EGC.

Ernst, A 2013. Reproduction Aspergillus flavus. Avaible at:


http://bioweb.uwlax.edu/bio203/s2013/erns t_ale2/reproduction.html [Accesd
February 3, 2017]

Gandahusada, dkk. 2006. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. FKUI. Jakarta.

Gandjar I, Sjamsuridzal W, Oetari A 2006. Mikologi Dasar Dan Terapan. Jakarta,


Indonesia: Yayasan Obor Indonesia

Hedayati, et al. 2007. Aspergillus flavus: human pathogen, allergen, and


mycotoxin producer. Microbiology

Hidayat B 2009. Karakterisasi tepung ubi kayu modifikasi. Jurnal Teknologi


Industri dan Hasil Pertanian. 14:2.

Jutono 1980. Pedoman Praktikumn Mikrobiologi Umum. Yogjakarta: Fakultas


pertanian UGM.

Koswara S. 2010. Teknologi Pengolahan Umbi-Umbian Bagian 7: Pengolahan


Umbi Garut.Tropical Plant Curriculum (TPC) Project. Bogor, Indonesia: IPB

Lawliet, D. 2016. Media Potato Dextrose Agar. Avaible at:


http://teknologilaboratoriummedik.blogspo t.co.id/2016/11/media-potato-
dextrose- agar-pda.html[Accessed February 4, 2017].

Lidiasari, E., et al. 2006. Pengaruh Suhu Pengeringan Tepung Tapai Ubi Kayu
Terhadap Mutu Fisik dan Kimia Yang Dihasilkan. Jurnal Teknologi Pertanian.
Sumatera Selatan: Universitas Sriwijaya.

Maryani, H, 2011, Perbandingan Pertumbuhan Jamur Aspergillus niger Pada


Media PDA (Potato Dextrose Agar) dan Media Cassava, Laporan Tugas Akhir,
Sekolah Tinggi Bakti Asih, Bandung.

103
Meilisia, R, 2013, Analisis Pertumbuhan Jamur Aspergillus flavus Pada
Modifikasi Media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) Dari Tanaman Ubi Jalar
(Ipomomea batatas L) , Laporan Tugas Akhir, Sekolah Tinggi Bakti Asih,
Bandung.

Oktari, A, 2007. Penuntun Praktikum Mikologi. Bandung: Akademi Analis


Kesehatan Bakti Asih, Laporan Tugas Akhir, Program Studi Analis Kesehatan
Sekolah Tinggi Analis Bakti Asih, Bandung.

Putri, GA 2016. Gambaran Jamur Aspergillus flavus Pada Saus Cabai Hasil
Industri Rumahan Yang Dijual di Pasar Pasir Gintung dan Pasar Smep Kota
Bandar Lampung, Karya Tulis Ilmiah, Politeknik Kesehatan, Tanjung Karang.

Salim, E 2011. Mengolah Singkong Menjadi Tepung Mocaf Bisnis Produk


Alternatif Pengganti Terigu. Yogyakarta. Lily Publisher

Septiana, MR 2007. Identifikasi jamur Aspergillus flavus pada kacang tanah


(Arachis hypogaea) yang dijual di pasar Smep Bandar Lampung. Karya Tulis
Ilmiah, Politeknik Kesehatan, Tanjung Karang

Soelistijono, 2006. Tanaman Singkong, Jakarta: Penebar Swadaya.

Sutanto, dkk. 2008, Parasitologi Kedokteranm Edisi Keempat, Jakarta: Balai


Penerbit FKUI.

Syarief, R., Ega, L, Nurwitri, CC 2003. Mikotoksin Bahan Pangan. Bogor: IPB
Press.

Wulandari, E 2012. Limbah Molas: Pemanfaatan sebagai Sumber Karbohidrat


untuk Perkembangbiakan Mikroorganisme. ISSN, 2 (5), 565-572.

Aini, N. & Rahayu, T. (2015). Media Alternatif untuk Pertumbuhan Jamur


Menggunakan Sumber Karbohidrat yang Berbeda. Seminar Nasional XII
Pendidikan Biologi FKIP UNS. Surakarta.

Arifah, A.A. (2019). Gula Pasir Sebagai Pengganti Dektrosa Pada Komposisi
PDA untuk Efisiensi Biaya Praktikum dan Penelitian di Laboratorium
Fitopatologi. Jurnal Teknologi dan Manajemen Pengelolaan Laboratorium
(Tamapela), 2 (1).

Martyniuk, Stefan, O., & Jadwiga. (2011). Use of Potato Extract Broth for
Culturing Root-Nodule Bacteria. Polish Journal of Microbiology, 60 (4), 323–327

Mutiawati, V.K. (2016). Pemeriksaan Mikrobiologi Candida albicans. Jurnal


Kedokteran Syiah Kuala (JKS), (1),53-63.

104
Octavia, A., & Wantini, S. (2017). Perbandingan Pertumbuhan Jamur Aspergillus
flavus Pada Media PDA (Potato Dextrose Agar) dan Media Alternatif dari
Singkong (Manihot esculenta Crantz). Jurnal Analis Kesehatan, 6 (2), 625-631.

gurupendidikan.co.id/protozoa/

gramedia.com/literasi/protozoa/

biologijk.2018 01peranan-protozoa-yang-menguntungkan-dan-merugikan.html

Arief. (2001). Kapita Selektra Kedokteran. Jakarta: FKUI.

Boror dkk. (1992). Pengenalan Pelajaran Serangga, edisi ke enam. Terjemahan


Soetiyono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hadi, K. 2009. Biologi Insecta Entomologi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Hanafiah, K.A. (2005). Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada:


Jakarta.

Hidayat. (2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Penerbit Salemba


Medika.

Indriyati. (2008). Etika dan Hukum Kesehatan, Cetakan I, Pustaka Book


Publisher, Yogyakarta.

Kastawi, Y. (2005). Zoologi Avertebrata. UM Press. Malang.

Odum, E.P (1996). Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Yogyakarta.

Rizali, A. (2002). Keanekaragaman Serangga Pada Lahan Persawahan –Tepian


Hutan: Indikator untuk Kesehatan Lingkungan. Bogor. Jurnal Hayati.

Siwi, S. S. (1991). Kunci Determinan Serangga. Yogyakarta: Kanisius.

Suheriyanto, D. (2008). Ekologi Serangga. Malang: UIN Press.

Untung, K. (2006). Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Yogyakarta: Gadjah


Mada University Press.

Yulipriyanto, H. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengolahannya. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

105

Anda mungkin juga menyukai