Disusun Oleh:
Nurrohman Hidayat
1905277045
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Patogenesis Bakteri Patogen” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi salah
satu tugas kuliah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Patogenesis Bakteri Patogen bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Saya
mengucapkan terima kasih kepada Ibu yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
Nurrohman. H
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bakteri merupakan salah satu makhluk hidup yang jumlahnya banyak disekitar
kita. Bakteri pun berada di mana-mana. Di tempat yang paling dekat dengan kita pun
juga terdapat bakteri contohnya saja tas, buku, pakaian, dan banyak hal lainnya. Maka
dari itu bakteri merupakan penyebab penyakit yang cukup sering terjadi. Karena
banyaknya manusia yang mengabaikan penyakit tersebut karena terkadang gejala awal
yang diberikan ada gelaja awal yang biasa saja. Maka dari itu alangkah baiknya jika kita
masyarakat dapat mengetahui bagaimana cara bakteri itu menginfeksi dan gejala-gejala
apa yang akan dberikannya (Pratiwi 2017).
Banyaknya manusia yang mulai tidak begitu peduli dengan gejala awal
terjangkitnya bakteri salah satunya adalah pada saluran pencernaan. Saluran pencernaan
adalah saluran yang sangat berperan dalam tubuh. Jika saluran pencernaan terganggu
akan cukup mengganggu aktivitas tubuh saat itu. Tapi banyak masyarakat yang tidak
peduli dengan penyakit yang ditimbulkan. Misalnya saja penyakit yang dapat
ditimbulkan oleh bakteri ada diare, gejala awalnya ada kondisi perut yang tidak enak
gejala awalnya cukup biasa tetapi jika terlalu didiamkan akan membuat kondisi itu
menjadi akut dan fatal. Maka dari itu, bakteri merupakan penyebab penyakit yang cukup
banyak pada saat ini (Normaidah 2020).
Pada dasarnya dari seluruh mikroorganisme yang ada di alam, hanya sebagian
kecil saja yang merupakan patogen. Patogen adalah organism atau mikroorganisme
yang menyebabkan penyakit pada organism lain. Kemampuan pathogen untuk
menyebabkan penyakit disebut dengan patogenisitas. Dan patogenesis disini adalah
mekanisme infeksi dan mekanisme perkembangan penyakit. Infeksi adalah invasi inang
oleh mikroba yang memperbanyak dan berasosiasi dengan jaringan inang. Infeksi
berbeda dengan penyakit. Sebagaimana kita ketahui sebelumnya mikroorganisme
adalah organisme hidup yang berukuran mikroskopis sehingga tidak dapat dilihat
dengan mata telanjang. Mikroorganisme dapat ditemukan disemua tempat yang
memungkinkan terjadinya kehidupan, disegala lingkungan hidup manusia. Mereka ada
di dalam tanah, di lingkungan akuatik, dan atmosfer ( udara ) serta makanan, dan karena
beberapa hal mikroorganisme tersebut dapat masuk secara alami ke dalam tubuh
manusia, tinggal menetap dalam tubuh manusia atau hanya bertempat tinggal sementara.
Mikroorganisme ini dapat menguntungkan inangnya tetapi dalam kondisi tertentu dapat
juga menimbulkan penyakit (Sibero, Sirajudin, and Anggraini 2019).
d) Epidimologi
Sejak 1962, kasus-kasus sifilis di Amerika Serikat yang dilaporkan bertambah
setiap tahunnya sekurang-kurangnya 4,7%. Seperti gonorae, jumlah sifilis dini (kasus
primer, sekunder dan laten dini) yang dilaporkan tidak merupakan indikasi insiden yang
sebenamya, karena kebanyakan kasus tidak dilaporkan.
e) Pencegahan
Tidak ada vaksin terhadap sifilis. Untuk perseorangan penggunaan kondom sangat
efektif. Untuk masyarakat, cara utama pencegahan sifilis ialah melalui pengendalian
yang meliputi pemeriksaan serologis dan pengobatan penderita. Sifilis bawaan dapat
dicegah dengan perawatan prenatal (sebelum kelahiran) yang semestinya (Aliviameita
and Puspitasari 2020).
2. Leptospira interoogans
a) Klasifikasi
Kingdom : Monera
Phylum : Spirochaetes
Class : Spirochaetes
Order : Spirochaetales
Family : Leptospiraceae
Genus : Leptospira
Species : Leptospira interoogans
b) Karakteristik
Ciri-ciri bakteri Leptospira antara lain berbentuk spiral, dapat hidup di air tawar
selama satu bulan, bersifat patogen dan saprofitik. Spesies Leptospira yang mampu
menyebabkan penyakit (patogen) bagi manusia adalah Leptospira interrogans.
Leptospirosis disebabkan bakteri pathogen berbentuk spiral termasuk genus Leptospira,
famili leptospiraceae dan ordo spirochaetales. Spiroseta berbentuk bergulung-gulung
tipis, motil, obligat, dan berkembang pelan secara anaerob. Setiap spesies leptospira
terbagi menjadi puluhan serogrup dan terbagi lagi menjadi puluhan, bahkan ratusan
serovar. Saat ini, Leptospira interrogans yang bersifat patogen telah dikenal lebih dari
200 serovar. Jasad renik ini biasanya hidup di dalam ginjal host dan dikeluarkan melalui
air kencing (urin) saat berkemih. Host tersebut antara lain tikus, babi, kambing, domba,
kuda, anjing, kucing, kelelawar, tupai dan landak. Tikus sering menjadi host bagi
berbagai serovar leptospira. Akan tetapi, Leptospirosis akan mati apabila masuk ke air
laut, selokan, dan air kemih manusia.
Leptospira dapat menginfeksi sekurangnya 160 spesies mamalia diantaranya
adalah tikus, babi, anjing, kucing, rakun, lembu, dan mamalia lainnya. Resevoar paling
utama adalah binatang pengerat dan tikus adalah yang paling sering ditemukan di
seluruh belahan dunia. Di Amerika yang paling utama adalah anjing, ternak, tikus,
binatang buas dan kucing (Tanzil 2013).
c) Penularan
Penularan penyakit ini bisa melalui tikus, babi, sapi, kambing, kuda, anjing,
serangga, burung, landak, kelelawar dan tupai. Di Indonesia, penularan paling sering
melalui binatang tikus. Air kencing tikus terbawa banjir kemudian masuk ke dalam
tubuh manusia melalui: permukaan kulit yang terluka, selaput lender mata dan hidung.
Bisa juga melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi setitik urine tikus yang
terinfeksi leptospira, kemudian dimakan dan diminum manusia. Urine tikus yang
mengandung bibit penyakit leptospirosis dapat mencemari air di kamar mandi atau
makanan yang tidak disimpan pada tempat yang aman.
Sejauh ini tikus merupakan reservoir dan sekaligus penyebar utama
Penyebab leptospirosis. Beberapa jenis hewan lain seperti sapi, kambing, domba, kuda,
babi, anjing dapat terserang leptospirosis, tetapi potensi hewan-hewan ini menularkan
leptospirosis ke manusia tidak sehebat tikus. Leptospirosis tidak menular langsung dari
pasien ke pasien. Masa inkubasi leptospirosis adalah dua hingga 26 hari. Sekali berada
di aliran darah, bakteri ini bisa menyebar ke seluruh tubuh dan mengakibatkan
gangguan khususnya hati dan ginjal. Saat kuman masuk ke ginjal akan melakukan
migrasi ke interstitium, tubulus renal, dan tubular lumen menyebabkan nefritis
interstitial dan nekrosis tubular. Ketika berlanjut menjadi gagal ginjal biasanya
disebabkan karena kerusakan tubulus, hipovolemia karena dehidrasi dan peningkatan
permeabilitas kapiler. Gangguan hati tampak nekrosis sentrilobular dengan proliferasi
sel Kupffer, ikterus terjadi karena disfunsi hepatocellular. Leptospira juga dapat
menginvasi otot skletal menyebabkan edema, vacuolisasi miofibril, dan nekrosis focal.
Muscular Gangguan sirkulasi mikro muskular dan peningkatan permeabilitas kapiler
dapat menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemi sirkulasi. Dalam kasus berat
“disseminated vasculitic syndrome” akan menyebabkan kerusakan endotelium kapiler.
Gangguan paru adalah meknisme sekunder kerusakan pada alveolar and vaskular
interstitial yang mengakibatkan hemoptu. Leptospira juga dapat menginvasi humor
akuos mata yang dapat menetap dalam beberapa bulan, seringkali mengakibatkan
uveitus kronis dan berulang. Meskipun kemungkinan dapat terjadi komplikasi yang
berat tettapi lebih sering terjadi self limiting disease dan tidak fatal. Sejauh ini, respon
imun siostemik dapat mengeliminasi kuman dari tubuh, tetapi dapat memicu reaksi
gejala inflamasi yang dapat mengakibatkan “secondary end-organ injury” (Alami and
Typus 2018).
d) Gejala
Infeksi leptospirosis mempunyai manifestasi yang sangat bervariasi dan kadang
asimtomatis (tanpa gejala), sehingga sering terjadi misdiagnosis. Hampir 15-40%
penderita yang terpapar infeksi tidak mengalami gejala tetapi menunjukkan. serologi
positif. Pada leptospirosis umumnya terdapat riwayat terpapar hewan terinfeksi, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Masa inkubasi berlangsung selama 7-12 hari,
disusul fase leptospiremia selama 4-7 hari. Pada fase ini dijumpai gejala mirip flu (Flu
Like Syndrome) berupa demam, menggigil, sakit kepala hebat, mual, muntah, nyeri otot
(terutama betis, pinggang, atau punggung belakang). Kadang-kadang nyeri tenggorokan
dan terdapat gejala paru berupa batuk, nyeri dada, maupun hemoptisis (batuk darah).
Kemudian setelah fase ini, pasien masuk kedalam fase bebas / asimptomatik (gejala
hilang) selama 2 hari. Lalu kemudian gejala akan muncul kembali, dan penderita masuk
ke dalam fase imun, dimana telah timbul antibody, dan leptospira tidak ada di darah
tetapi ada di ginjal, urine, dan aqueous humor. Fase ini biasanya berlangsung selama 4-
30 hari, dimana gejalanya mirip fase awal, namun biasanya demam tidak setinggi fase
awal, juga nyeri otot tak seberat fase pertama. Pada fase ini dapat dijumpai meningitis,
uveitis, gangguan fungsi hati dan ginjal, serta kelainan di paru-paru.
Terdapat varian leptospirosis yang lebih berat, yang biasanya disebut Weil
Syndrome. Gejalanya adalah leptospirosis ditambah ikterus (mata kuning), perdarahan,
gangguan jantung, paru, dan neurologik, serta mempunyai angka mortalitas yang tinggi.
Penyebabnya adalah infeksi leptospira serovarian icterohemoragika / copenhagoni.
Pada permulaan, penyakit berjalan seperti biasa, namun setelah 4-9 hari timbul ikterus,
disfungsi hati dan ginjal, ikterus berwarna kemerahan (rubinic jaundice) dan memberi
warna oranye pada kulit, kencing warna gelap, hepatomegali (pembesaran hati),
peningkatan bilirubin dan alkali fosfatase, serta peningkatan ringan SGOT dan SGPT.
Gangguan fungsi ginjal biasanya berlangsung pada minggu kedua, yang timbul sebagian
akibat hipovolemia, dan penurunan perfusi ginjal yang kadang-kadang sampai
memerlukan dialisis (cuci darah). Namun bila penyebab sudah teratasi, fungsi ginjal
dapat pulih kembali (Aliviameita and Puspitasari 2020).
e) Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk konfirmasi diagnosis dan mengetahui
sejauh mana gangguan organ tubuh dan komplikasi yang terjadi.
Isolasi (pengambilan) kuman leptospira dari jaringan lunak atau cairan tubuh
penderita adalah standar kriteria baku. Urin adalah cairan tubuh yang palih baik
untuk diperiksa karena kuman leptospira terdapat dalam urin sejak gejala awal
penyakit dan akan menetap hingga minggu ke-3. Cairan tubuh lainnya yang
mengandung leptospira adalah darah, cerebrospinal fluid (CSF) tetapi rentang
peluang untuk ditemukan isolasi kuman sangat pendek
Jaringan hati, otot, kulit dan mata adalah sumber identifikasi penemuan
kuman leptospira. Isolasi leptospira cenderung lebih sulit dan membutuhkan
waktu diantaranya dalam hal referensi laboratorium dan membutuhkan waktu
beberapa bulan untuk melengkapi identifikasi tersebut.
Spesimen serum akut dan serum konvalesen dapat digunakan untuk konfirmasi
diagnosis. Tetapi, konfirmasi diagnosis ini lambat karena serum akut diambil
saat 1-2 minggu setelah gejala awal timbul dan serum konvalesen diambil 2
minggu setelah itu. Antibodi antileptospira diperiksa menggunakan microscopic
agglutination test(MAT).
Metoda laboratorium cepat dapat merupakan diagnosis yang cukup baik. Titer
MAT tunggal sebesar 1:800 pada sera atau identifikasi spiroseta pada
mikroskopi lapang gelap bila dikaitkan dengan manifestasi klinis yang khas akan
cukup bermakna (Aliviameita and Puspitasari 2020).
f) Pengobatan
Pengobatan awal memegang peranan penting; penggunaan pencilin dan
streptomisin dianjurkan. Pengobatan tidak berguna bila terjadi kerusakan pada ginjal.
Streptomisin pada dosis yang tinggi dapat mencegah “carrier”.
g) Pencegahan
Bila leptospirosis merupakan wabah maka pencegahan utama yang dilakukan
adalah pengendalian tikus dan pencemaran air. Leptospira dapat bertahan dalam air
yang bersifat basa selama beberapa hari, namun hanya dapat bertahan dalam sampah
selama 12 jam; mikroorganisme ini sangat peka terhadap kering dan panas.
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara vaksinasi. Perlindungan yang
ditimbulkan kira-kira satu tahun.
3. Red Stripe
Pengendalian Penyakit bakteri ini, sangat sulit untuk disembuhkan. Yang dapat
dilakukan adalah menghambat perkembangan dan penyebaran penyakit, melalui kultur
teknis. Bila sudah terlihat gejala, penyakit dapat ditekan dengan menurunkan
kelembapan dalam kanopi tanaman dan meningkatkan self defense tanaman melalui
pemupukan kalium. Sebaiknya pertanaman tidak digenang terus menerus, karena di
samping tidak perlu, juga akan menyebabkan kelembapan dalam kanopi tanaman
mendekati 100%. Untuk itu maka, pertanaman perlu dikeringkan (untuk lahan yang
mudah dikeringkan) atau dibuka kanopinya (disuai), agar kelembapan dan suhu dalam
kanopi berkurang. Unsur kalium berfungsi aktif dalam hampir semua proses fisiologi
tanaman. Dalam kaitannya dengan ketahanan dari dalam diri tanaman (self defense),
proses fisiologi ini sangat menentukan. Pupuk kalium yang cukup meningkatkan
ketahanan tanaman dan menekan beberapa penyakit penting pada tanaman padi,
termasuk red stripe. Sampai saat ini belum dikembangkan varietas yang tahan terhadap
penyakit ini, terutama berkaitan dengan patogen yang belum teridentifikasi. Namun
demikian, satu sumber ketahanan terhadap penyakit ini, yaitu varietas Lusi, telah
tersedia sebagai bahan persilangan. Beberapa fungisida, seperti Carbendazim, Benlate,
campuran Copper-benlate, dan Triphenyltin efektif untk mengendalikan penyakit ini
(Yunita 2011).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Patogenesis adalah mekanisme infeksi dan mekanisme perkembangan penyakit.
Infeksi merupakan invasi inang oleh mikroba yang memperbanyak dan berasosiasi
dengan jaringan inang.
Bakteri dapat merusak sistem pertahanan inang dimulai dari permukaan kulit,
saluran pencernaan, saluran respirasi, saluran urogenitalia. Mikroorganisme patogen
dapat memasuki tubuh inang melalui berbagai macam jalan, misalnya melalui membran
mukosa, kulit ataupun rute parental. Banyak bakteri dan virus memiliki akses memasuki
tubuh inang melalui membran mukosa saluran pernapasan, gastrointestinal, saluran
genitourinari, konjungtiva, serta membran penting yang menutupi bola mata dan
kelopak mata.
Untuk Escherichia coli, penyakit yang sering ditimbulkan adalah diare. E. coli
sendiri diklasifikasikan berdasarkan sifat virulensinya dan setiap grup klasifikasinya
memiliki mekanisme penularan yang berbeda-beda. Contohnya Coli Enteropatogenik
(EPEC). E. coli ini menyerang manusia khususnya pada bayi. EPEC melekatkan diri
pada sel mukosa kecil. Faktor yang diperantarai oleh kromosom akan menimbulkan
pelekatan yang kuat. Pada usus halus, bakteri ini akan membentuk koloni dan
menyerang pili sehingga penyerapannya terganggu. Akibatnya adalah adanya diare cair
yang biasanya sembuh diri tetapi dapat juga menjadi kronik. EPEC sedikit fimbria, ST
dan LT toksin, tetapi EPEC menggunakan adhesin yang dikenal sebagai intimin untuk
mengikat inang sel usus. Sel EPEC invasive (jika memasuki sel inang) dan
menyebabkan radang.
Pengendalian penyakit hawar daun bakteri yang selama ini dianggap paling efektif
adalah dengan varietas tahan. Namun teknologi ini dihambat oleh adanya kemampuan
bakteri patogen membentuk patotipe (strain) baru yang lebih virulen yang menyebabkan
ketahanan varietas tidak mampu bertahan lama. dan juga pengendalian penyakit yang di
sebabkan oleh bakteri sanagat sulit disembuhkan yang dapat dilakukan adalah
menghambat perkenbangan dan penyebaran penyakit, melalui kultur teknis.
B. Saran
Bakteri makhluk kecil yang jarang kita sadari keberadaanya. Maka jika terjangkit salah
satu penyakit dari bakteri kita jangan meremehkan gejala awal yang dialami karena
umumnya gejala awalnya sangat biasa. Karena jika diremehkan bisa saja menjadi akut.
Harus mengikuti tahap-tahap pencegahan yaitu dengan menjaga kebersihan diri.
DAFTAR PUSTAKA