Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH FARMAKOLOGI

“Antelmentik”

Di susun oleh : Kelompok 5

1. Adelia Ramadhanti (P23139017002)


2. Arini Izzataki (P23139017020)
3. Atiek Mutiara Romora (P23139017022)
4. Hana Cahya Sutarti (P23139017050)
5. M. Risky Yuliandra (P23139017067)
6. Tanca Maulana Putra (P23139017108)

Dosen Pembimbing : Purnama Fajri, M.Biomed, Apt

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


JAKARTA II JURUSAN FARMASI 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Berkat limpahan dan rahmat-Nya
penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah
Farmakologi.

Harapan penyusun semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, sehingga penyusun dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
penyusun menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penyusun dapat memperbaiki
makalah ini.

Jakarta, 23 Mei 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1. LATAR BELAKANG........................................................................................................1
2. RUMUSAN MASALAH....................................................................................................1
3. TUJUAN.............................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................2
2.1 Pengertian Antelmintika......................................................................................................2
A. Penyakit..............................................................................................................................2
B. Penularan............................................................................................................................2
C. Gejalanya............................................................................................................................3
D. Pencegahannya....................................................................................................................3
E. Pengobatan..........................................................................................................................4
2.2 Jenis- jenis Cacing................................................................................................................5
1. Mebendazol............................................................................................................................5
3. Piperazin.................................................................................................................................8
4. Levamisol...............................................................................................................................9
5. Albendazol.............................................................................................................................9
6. Tiabendazol..........................................................................................................................10
7. Ivermektin............................................................................................................................12
8. Dietilkarbamazepine............................................................................................................13
9. Prazikuantel.........................................................................................................................15
11. Metrifonat...........................................................................................................................17
12. Niklosamid.........................................................................................................................17
2.3 Pemilihan Preparat.............................................................................................................18
BAB III PENUTUP..................................................................................................................20
3.1 Kesimpulan........................................................................................................................20
3.2 Saran...................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Penyakit cacingan merupakan salah satu masalah kesehatan yang dialami oleh
masyarakat Indonesia. Penyebab masih terdapatnya penyakit cacingan di Indonesia
bisa disebabkan oleh sanitasi pribadi dan lingkungan penderita. Kasus penyakit
cacingan banyak terdapat di lingkungan yang padat penduduk. Penyakit cacingan
banyak terjadi pada anak – anak pada masa pertumbuhan yang dipicu dari tingkat
kebersihannya anak tersebut. Sebab anak – anak belum bisa menjaga kebersihan dan
kesehatan tubuhnya secara maksimal, oleh karena itu penyakit cacingan lebih banyak
menyerang anak – anak.

Berkaitan dengan masalah tersebut, maka diperlukan salah satu upaya


penanggulangan dan pencegahan yaitu dengan penggunaan antielmentik. Penggunaan
obat cacing harus dengan dosis yang tepat. Ada beberapa obat cacing yang hanya
dapat memberantas satu atau dua jenis cacing saja. Obat cacing harus diperhatikan
dengan teliti karena tidak semuanya cocok pada anak – anak ataupun dewasa. Di
negara berkembang seperti Indonesia, penyakit cacing merupakan penyakit yang
umum. Oleh karena itu, diperlukan antielmentik untuk memberantas dan mengurangi
cacing yang terdapat di tubuh kita.

2. RUMUSAN MASALAH
Adapun masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah :
1. Apa pengertian cacing ?
2. Apa saja jenis-jenis cacing dan bagaimana cara penularannya ?
3. Bagaimana cara pencegahan agar terhindar dari penyakit cacing ?
4. Apa saja macam-macam obat anthelmentik ?

3. TUJUAN
1. Memahami dan mengerti apa yang dimaksud dengan anthelmentik.
2. Macam-macam jenis obat anthelmentik beserta inidkasinya.
3. Mengetahui cara pencegahan untuk menghindari penyakit cacingan.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Antelmintika


Anthelmintika atau obat cacing ( yun. Anti = lawan, helimins = cacing) adalah obat
yang dapat memusnahkan cacing dalam tubuh manusia dan hewan. Dalam istilah ini
termasuk semua zat yang bekerja secara lokal menghalau cacing dari saluran cerna maupun
obat obat sistemik yang membasmi cacing serta larvanya yang menghinggapi organ dan
jaringan tubuh. Obat obat yang tidak diresorpsi lebih diutamakan untuk cacing dalam organ
usus agar kadar setempat setinggi mungkin, lagi pula karena kebanyakan anthelmintika juga
bersifat toksis bagi tuan rumah. Sebaliknya, terhadap cacing yang dapat menembus dinding
usus dan menjalar ke jaringan dan organ lain, misalnya cacing gelang, hendaknya digunakan
obat sistemik yang justru diresorpsi baik kedalam darah hingga bisa mencapai jaringan.

A. Penyakit
Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit paling umum tersebar dan menjangkit
lebih dari 2 miliar manusia di seluruh dunia. Walaupun tersedia obat –obat baru yang
lebih spesifik dengan kerja lebih efektif, pembasmian penyakit cacing masih tetap
merupakan suatu masalah, sebab oleh kondisi sosial ekonomi dibeberapa dunia. Jumlah
manusia yang dihinggapinya juga semakin bertambah akibat imigrasi, lalu lintas dan
kepariwisataan udara . proyek – proyek irigasi untuk meningkatkan agrikultur dapat pula
menyebabkan perluasan kemungkinan infeksi. Misalnya schistosoniasis(bilharziasis)
penyakit ini berkembang karena timbulnya kondisi yang menunjang pengembangan
keong-keong yang menjadi tuan rumah antara bagi cacing schistosoma.

Pada umumnya cacing jarang menimbulkan penyakit serius, tetapi dapat


menyebabkan gangguan kesehatan kronis yang merupakan suatu faktor ekonomis sangat
penting. Dinegara berkembang, termasuk indonesia, penyakit rakyat umum yang sama
pentingnya dengan misalnya malaria atau TBC. Infeksinya pun dapat terjadi silmutan
oleh beberapa jenis cacing sekaligus. Diperkirakan bahawa lebih dari 60% anak anak di
indonesia menderita suatu infeksi cacing.

B. Penularan
Infeksi cacing umumnya terjadi melalui mulut, adakalanya langsung melalui luka
dikulit ( cacing tambang dan benang) atau lewat telur (kista) atau larvanyayang ada
dimana – mana diatas tanah. Terlebih pula bila pembuangan kotoran(tinja) dilakukan
dengan sembarangan (sistem riol terbuka) dan tidak memenuhi higiene. Terutama anak
kecil yang lazimnya belum mengerti azs higiene,mudah sekali terkena infeksi.
Tergantung dari jenisnya , caxing tetap bermukim dalam saluran cerna atau berpenetrasi
ke jaringan. Jumlah caxing merupakan faktor menentukan apakah orang menjadi sakit
atau tidak.

2
Diagnosis. Prosedur esensial untuk mendiagnosa infeksi cacing adalah melalui
pemeriksaan mikrokopis dari telur atau larvanya dalam tinja, urin,darah dan jaringan.
Penentuan ini adalah penting sekali karena daya kerja obat cacing kebanyakan
tergantung dari jensi parasitnya.

C. Gejalanya
gejala dan keluhan dapat disebabkan oleh efek toksis dari produk pertukaran zat
cacing,penyumbatan usus halus dan saluran emepedu( obstruksi) atau penarikan zat gizi
yang penting bagi tubuh. Sering kali gejala tidak begitu nyata dan hanya berupa
gangguan lambung-usus seperti mual,muntah,mulas ,kejang-kejang , dan diare berkala
dengan hilangnya nafsu makan(anoreksia). Obstruksi usus buntu dan saluran pankreas
dapat menimbulkan appendicitis dan pancreatitis. Pada sejumlah cacing yang menghisap
darah , tuan rumah dapat menderita kekurangan darah, misalnya cacing tamabng, pita
dan cambuk. Sebagian penderita tidak memberikan keluhan atau tidak menunjukan
gejala cacingan sama sekali. Misalnya pada orang orang membawa cacing atau telur
/kistanya(carries).

Dengan carrier dimaksudkan manusia tau heawn yang “menyimpan” dan menyebarkan
mikroorganisme yang mengakibatkan penyakit ,tetapi sendirinya tidak jatuh sakit.

D. Pencegahannya
Tindakan umum yang perlu dilakukan adalah mentaati atran hiegien dengan tegas dan
konsekuen terutam oleh ank anak. Yang terpenting adalah selalu mencuci tangan
sebelum makan atau janganmemekan sesuatu yang telah jatuh ke tanah tanpa
mencucinya terlebih dahulu dengan bersih. Dengan demikian infeksi melalui mulut yang
paling sering terjadi, dapat dihindarkan. Selanjutnya untuk pemberantasan infeksi cacing
perlu diambil tindakan higiene umum yang mencakup perbaikan perumahan,lingkungan
dan sosial ekonomi. Table penyakit yang ditimbulkan oleh infeksi cacing

penyakit dan parasit Lokal di Cara Penyebaran Pengobatan


tubuh penularan geografis
Ascris Usus Makanan Seluruh Piperazin
Ascaris lumbricoides(N) halus ,larva /tanah dunia , sangat thiabendazol
(Cacing gelang biasa melalui terinfeksi umum
paru-paru tinja dengan
telur cacing.
Enterobiasis Coecum, Anal oral Seluruh dunia Piperazin
E. vermicularis (N) colon Auto infeksi Pyrvinium
Cacing kermi Pamoat
Filalariasis Simpul Gigitan Daerah tropis dietilkarabamazin
Wucheria bancrofti(N) limfe, nyamuk dan subtropis
Mikrofilaria
Dalam
darah
Hookworms Usus halus, Melalui Daerah tropis Befenium
Ancylostoma duodenale larva via kulit,tanah tetrakloretilen,
Necator americanus(N) paru yang Thiabendazol

3
terinfeksi
Strongyloidiasis Duodenum, Melalui Seluruh dunia Thiabendazol
Strongly.strecoralis(N) Jejenum, kulit Pyrvinium
larva Pamoat
Via
kulit,paru
Taeniasis(cacing pita) Usus halus Daging Seluruh dunia Niklosamida,
Taenia saginata /solium mentah Quinakrin
Trichinosis Larva dalam Daging Seluruh dunia Thiabendazol
Trichinella spiralis(N) Otot mentah
Trichurlasis Coecum Tanah yang Seluruh dunia Heksilresorsinol
Trichiuris trichtura(N) ,colon terinfeksi Thiabendazol
Cacing cambuk tinja dengan
telur daging

E. Pengobatan
Banyak anthelmintika memiliki khasiat yang efektif terhadap satua atau dua jenis
cacing saja. Hanya beberapa obat saja yang memiliki khasiat terhadap lebih banyak jenis
cacing (broad spectrum), misalnya membendazol. oleh karena itu ,pengobatannya harus
selalu didasrkan atas diagnosis parasit dengan jalan penelitian mikrokopis.

Posmedikasi. Banyak anthemintika dalam dosis terapi banyak bersifat


melumpuhkan cacing , jadi tidak mematikannya. Guna mencegah jangan sampai parasit
menjadi a cacing mati dapat aktif lagi atau sisa-sisa cacing mati dapat menimbulkan
reaksi alergi, maka harus dikeluarkan secepat mungkin. Biasanya diberikan suatu laksans
garam 2-4 jam sesudahnya. Minyak kastor tidak boleh digunakan, karena banyak
anthelmintika melarut dalmnya sehingga resorpsi obat dan toksisitasnya meningkat.
Pencaharan tidak diperlukan pada obat-obat modern yang bersifat laksans,misalnya
piperazin atau berkhasiat vermicida,mematikan cacing seperti membendazol dan
niklosamida. Bila terdapat anemia, pasien harus diobati juga dengan sediaan yang
mengandung besi.

2.2 Jenis- jenis Cacing

1. Mebendazol

4
Mebendazol merupakan antelmitik yang luas spektrumnya. Nama kimianya
adalah N-(5-benzoil-2-benzimidazoil) karbamat dengan rumus kimia sebagai berikut :

 Efek Anthelmintik

Mebendazol efektif mengobati cacing gelang, cacing kremi, cacing tambang


dan T.trichiura, maka berguna untuk mengobati infestasi campuran cacing-
cacing tersebut. Mebendazol juga efektif untuk trichostrongylus, sedangkan
untuk taeniasis dan S. stercoralis efeknya bervariasi. Mebendazol menyebabkan
kerusakan struktur subseluler dan mneghambat seksresi asetilkolines-terase
cacing. Obat ini juga menghambat ambikan glukosa secara irrefersibel sehingg
terjadi pengosongan(deplesi) glikogen pada cacing. Cacing akan mati secara
perlahan-lahan dan hasil terapi yang memuaskan baru nampak sesudah 3 hari
pemberian obat. Obat ini juga menimbulkan sterilitas pada telur cacing T.
trichiura, cacing tambang, dan askaris sehingga telur ini gagal berkembang
menjadi larva. Tetapi larva yang sudah matang tidak dapat dipengaruhi oleh
mebendazol.

 Farmakokinetik

Mebendazol hampir tidak larut dalam air dan rasanya enak. Pada pemberian
oral absorbsinya buruk, kurang dari 10%. Obat ini menyebabkan absorbsinya
yang buruk dan mengalami metabolism lintas pertama yang cepat. Waktu
paruhnya berkisar 2-6 jam, deskresi terutama melalui urin. Juga ditemukan
metabolit dalam bentuk konjugasi yang dieksresi bersama empedu. Absorbs
mebendazol akan meningkat pula apabila diberikan bersama dengan makanan
berlemak.

 Efek samping dan kontraindikasi

Mebendazol tidak menyebabkan efek toksik sistemik mungkin karena


absorbsinya yang buruk sehingga aman diberikan pada pasien dengan anemia
maupun malnutrisi. Efek samping yang ditimbulkan adalah mual, muntah, diare
dam sakit perut ringan yang bersifat sementara. Gejala-gejala ini biasanya terjadi
pada investasi askaris yang berat yang disertai ekspulsi atau keluarnya cacing
lewat mulut (erratic migration). Sakit kepala ringan, pusing dan reaksi
hipersensitivitas merupakan efek samping yang jarang terjadi. Dari studi
toksikologi terbukti obat ini memiliki batas keamanan yang lebar. Tetapi pada
tikus terlihat efek embrio toksik dan teratogenik, karena itu mebendazol tidak
dianjurkan pada wanita hamil trimester pertama, juga pasien alergi mebendazol.
Percobaan klinik pada anak usia kurang dari dua tahu masih sedikit, karena itu

5
penggunaan pada golongan umur ini harus di pertimbangan benar.membendazol
harus di gunkan dengan hati hati pada pasien sirosis.

 Indikasi

Membendazol merupakan obat terpilih untuk eterodiasis dan trichuriasis


dengan angka penyembuhan 90 – 100% untuk etrobiasis pada dosis
tunggal.Umtuk trichuriasis angka penyembuhan sampai 94% dengan dosis
ganda, terutama pada anak anak. Juga merupakan obat terpilih untuk investasi
A.Duodenale, sedangkan untuk investasi N.Americanus dan Askariasis
mebendazol merupakan alternative terpilih setelah pirantel pamoat. Pada cacing
tambang dan askariasis ini di perlukan dosis ganda. Membendazol dosis tonggi
tampaknya efektif untuk kista hidatid dam intestinal capillariasis, serta
trichinosis bentuk larva dan dewasa.

Sediaan dam Posologi. Mebendazol tersedia dalam bentuk tablet 100 mg


dan sirop 20 mg/mL. dosis pada anak dan dewasa sama yaitu 2 x 100 mg sehari
selama 3 hari berturut-turut untuk askariasis, trikuris dan infestasi cacing
tambang dan trichostrongylus. Bila perlu pengobatan ulang dapat diberikan 2-
3 ,minggu kemudian. Mebendazol terutama bermanfaat untuk infeksi campuran.
Untuk infeksi cacing kremi diberikan dosis tunggal 100 mg dan diulang 2
minggu dan 4 minggu kemudian. Untuk taeniasis, dosis 2 kali sehari 300 mg
selama 3-4 hari, menghasilkan penyembuhan 73-100%. Proglotid keluar bersama
tinja dalam keadaan utuh sehingga memperkecil kemungkinan timbulnya
sistiserkosis. Untuk terapi kista hidatid diperlukan dosis 50 mg/kgBB per hari
yang terbagi dalam 3 dosis selama 3 bulan dan terapi dilakukan kalau tindakan
operasi tak memungkinkan atau kista sudah pecah. Beberapa keluhan efek
samping yang muncul pada terapi kista hidatid ini, dapat disebabkan karena
pecahnya kista. Pada terapi ini pernah dilaporkan 3 pasien mengalami
agranulositosis dan seorang di antaranya meninggal. Karbamazepin atau fenitoin
dapat ,menurunkan konsentrasi mebendazol dalam darah. Sedangkan simetidin
dapat meningkatkan kadar mebendazol dalam darah.

Untuk terapi visceral larva migrams, mebendazol dapat dicobakan pada


dosis 200-400 mg sehari dala, dosis terbagi selama 5 hari. Untuk terapi
strongyloidiasis dengan dosis standar selama 3 hari memberikan angka
penyembuhan kurang dari 50%. Angka penyembuhan untuk cacing kremi 90%,
untuk askaris dan trikuris 90-100%, sedang untuk cacing tambang 70-95%.

2. Pirantel Pamoat

Pirantel dipasarkan sebagai garam pamoat yang berbentuk Kristal


putih, tidak larut dalam alcohol maupun air, tidak berasa dan bersifat stabil.

6
Oksantel pamoat merupakan analog m-oksifenol dari pirantel yang efektif
dalam dosis tunggal untuk T-trichiura.

 Efek Antelmintik
purantel pamoat terutama digunakan untuk memberantas cacing
gelang, cacing kremi, dan cacing tambang. Pirantel pamoat dan analognya
menimbulkan depolarisasi pada oto cacing dan meningkatkan frekuensi
impuls, sehingga cacing mati dalam keadaan spastic. Pirantel pamoat juga
berefek menghambat enzim kolinesterase, terbukti pada askaris
meningkatkan kontraksi ototnya
 Farmakokinetik
Adsorpsinya sedikit melalui usus dan sifat ini memperkuat efeknya
yang selektif pada cacing. Ekskresi pirantel pamoat sebagian besar bersama
tinja, dan kurang dari 15% diekskresi bersama urin dalam bentuk utuh dan
metabolitnya.
 Efek Samping dan Kontraindikasi
Efek samping pirantel pamoat jarang, ringan dan bersifat sementara,
misalnya keluhan saluran cerna, demam, dan sakit kepala. Penggunaan obat
ini pada wanita hamil dan anak berusia dibawah 2 tahun tidak dianjurkan.,
karena studi untuk ini belum ada. Karena kerjanya berlawanan dengan
piperazin maka pirantel pamoat tidak boleh digunakan bersama piperazin.
Penggunaanya harus berhati-hati pada pasien dengan riwayat penyakit hati,
karena obat ini dapat meningkatkan SGOT pada beberapa pasien.
 Indikasi
Pirantel pamoat merupakan obat terpilih untuk askariasis,
ankilostomiasis, dan enterbiasis. Dengan dosis tunggal angka
penyembuhannya cukup tinggi. Untuk infestasi campuran dengan T.trichiura
perlu dikombinasikan dengan oksantel pamoat.
 Sediaan Dan Pasologi.
Pirantel pamoat tersedia dalam bentuk sirop berisi 50 mg pirantel
basa/mL serta tablet 125 mg dan 250 mg. Dosis tunggal yang dianjurkan 10
mg/kgBB, dapat diberikan setiap saat tanpa dipengaruhi oleh makanan atau
minuman. Untuk enterobiasis (infestasi cacing kremi) dianjurkan mengulang
dosis setelah 2 minggu. Pada infeksi N.americanus yang sedang dan berat
diperlukan pemberian 3 hari berturut-turut.

Pengalaman klinik menunjukkan bahwa piperazin efektif sekali


terhadap A.lumbricoides dan E. vermicularis. Piperazin terdapat sebagai
heksahidrat yang mengandung 44% basa. Juga didapat sebagai garam sitrat,
fosfat, adipat, dan tartrat. Garam-garam ini bersifat stabil nonhigroskopik,
berupa Kristal putih yang sangat larut dalam air, larutannya bersifat sedikit
asam.

7
3. Piperazin
 Efek antelmintik
Cacing biasanya keluar 1-3 hari setelah pengobatan dan tidak
diperlukan pencahar untuk itu. Piperazin bekerja sebagai agonis GABA pada
otot cacing. Cara kerja piperazin pada otot cacing askaris dengan menganggu
permeabilitas membrane sel terhadap ion-ion yang berperan dalam
mempertahankan potensial istirahat, sehingga menyebabkan hiperpolarisasi
dan supersi impuls spontan, disertai paralis.
 Farmakokineti
Penyerapan piperazin melalui saluran cerna, baik. Kadar puncak
plasma dicapai 2-4 jam. Ekskresi melalui urin, selama 2-6 jam sebagian besar
obat diekskresi dalam bentuk utuh. Tidak ada perbedaan yang berarti antara
garam sitrat, fosfat dan adipat dalam kecepatan ekskresinya melalui urin.
Tetapi ditemukan variasi yang besar pada kecepatan ekskresi antar individu.
Yang diekskresi lewat urin sebanyak 20% dalam bentuk utuh. Obat yang
diekskresi lewat urin ini berlangsung selama 24 jam.

 Efek samping dan kontradiksi.

Piperazin memiliki batas keamanan yang lebar. Pada dosis terapi


umumnya tidak menyebabkan efek samping, kecuali kadang-kadang mual,
muntah, diare, sakit perut, sakit kepala, pusing, dan alergi.

Pada takar lajak atau pada akumulasi obat karena gangguan fatal ginjal
dapat terjadi inkoordinasi otot atau kelemahan otot, vertigo, kesulitan bicara,
bingung yang akan hilang setelah pengobatan dihentikan. Piperazin dapat
memperkuat efek kejang pada pasien epilepsy. Karena itu piperazin tidak boleh
diberikan pada pasien epilepsi, gangguan fatal hati, dan ginjal. Pemberian obat
ini pada pasien malnutrisi dan anemia berat, perlu mendapatkan pengawasan
ekstra.Karena Piperazin menghasilkan nitrosamine, penggunaannya untuk wanita
hamiljika hanya benar-benar perlu atau tak tersedia obat alternative.

Sediaan dan pasologi. Piperazin tersedia dalam bentuk sirul 1 g/mL.


Dosis dewasa pada askaris adalah 3,5 g sekali sehari. Dosis pada anak 75
mg/kgBB (maksimum 3,5 g) sekali sehari. Obat diberikan 2 hari berturut-turut.
Untuk infeksi berat dapat diulang 1 minggu kemudian. Untuk cacing kremi
(enterobiasis) dosis dewasa dan anak adalah 65 mg/kgBB (maksimum 3,5 g)
sekali sehari selama 7 haru berturut-turt. Tetapi hendaknya diulangi seduaah 1-2
minggu atau diberikan selama 4 hari berturut-turut.

8
4. Levamisol
Dahulu levamisol digunakan pada infeksi cacing Ascaris, Trichostrongylus
dan A. Duodenale. Kini, levamisol digunakan sebagai imunostimulan pada
manusia;sebagai terapi ajuvan penyakit-penyakit imunologik termasuk keganasan.
Dalam hal ini levamisol mekanisme pertahanan seluler dan memacu pematangan
limfosit T.

5. Albendazol

Albendazol adalah obat cacing derivate benzimidazol berspektrum lebar yang


dapat diberikan peroral. Dosis tunggal efektif untuk infeksi cacing kremi, cacing
gelang, cacing trikuris, cacing S. stercoralis dan cacing tambang. Juga merupakan
obat pilihan untuk penyakit hidatid dan sistiserkosis. Struktur kimianya adalah
sebagai berikut :

 Farmakokinetik.
Pada pemberian peroral, obat ini diserap secara tidak teratur oleh usus.
Obat ini cepat dimetabolisme , terutama menjadi albendazol sulfoksida suatu
metabolit aktif yang sebagian besar diekskresi dalam urin dan sedikit lewat
fese. Makanan berlemak akan meningkatkan absorpsi empat kali lebih besar
dibanding perut kosong. Kadar puncak metabolit aktif plasma dicapai dalam
3 jam. Waktu paruh 8-9 jam sebagian besar metabolit terikat dengan protein
dan didistribusi ke jaringan-jaringan termasuk ke kista hidatid.

 Farmakodinamik.
Obat ini bekerja dengan cara berikatan β-tubulin parasit sehingga
menghambat polimerisasi mikrotubulus dan memblok pengambilan glukosa
oleh larva maupun cacing dewasa, sehingga persediaan glikogen menurun
dan pembentukan ATP berkurang, akibatnya cacing akan mati. Obat ini
memiliki khasiat membunuh larva N. americanus dan juga dapat merusak
telur cacing gelang, tambang dan trikuris.
 Indikasi.
Untuk infeksi cacing kremi, cacing tambang, cacing askaris atau
trikuris. Dosis dewasa dan anak umur diatas 2 tahun adalah 400 mg dosis

9
tunggal bersama makan. Untuk cacing kremi, terapi hendaknya diulangi
sesudah 2 minggu.
Untuk N americanus dan cacing trikuris serta askaris berat lama
pengobatan yang dianjurkan ialah 2-3 hari.
Untuk infeksi cacing S. stercoralis dosis terapi 2 x 400 mg per hari
selama 1-2 minggu diberikan bersama makanan.
Untuk penyakit hidatid;dosis terapi yang dianjurkan 800 mg perhari
selama 30 hari; rangkaian pengobatan ini dapat diulangi 2 sampai 3 kali,
dengan interval 2 minggu.
Dibanding prazikuantel, albendazol lebih menguntungkan karena lebih
mudah menembus masuk ke cairan serebrospinal dan bila dikombinasi
dengan kortikosteroid, kadar plasma albendazol meningkat, sebaliknya kadar
plasma prazikuantel menurun.
Untuk cutaneus lava migrans dosis terapinya 400 mg/hari selama 5 hari
dan untuk kapilariasis intestinal selama 10 hari serta untuk trichinosis selama
15 hari.
Albendazol juga dipakai bersama-sama dengan DEC oleh WHO dalam
program eliminasi global filariasis limfatik di dunia, yang diharapkan dapat
di capai pada tahun 2020. Program ini dicanangkan oleh WHO sejak tahun
2000 melalui pemberian obat antifilaria masal dengan kombinasi DEC (6
mg/kgBB) dan albendazol dosis tunggal 400 mg.

 Efek samping.
Untuk penggunaan 1-3 hari, aman. Efek samping berupa nyeri ulu hati,
diare, sakit kepala, mual, lemah, pusing, insomnia, frekuensinya sebanyak
6%. Tetapi pada salah satu penelitian dilaporkan , bahwa insidens efek
samping ini tidak berbeda dengan placebo.
Pada pengobatan/penyakit hydatid selama 3 bulan, dilaporkan
timbulnya efek samping berupa : alopesia, leucopenia yang reversible,
peningkatan transaminase yang reversible, serta gangguan cerna berupa
mual, muntah, dan nyeri perut. Pada studi toksisitas kronik dengan hewan
coba ditemukan adanya : diare, anemia, hipotensi, depresi sumsum tulang,
kelainanfungsi hati, embriotoksisitas, dan teratogenisitas.

 Kontraindikasi
Anak umur kurang dari 2 tahun, wanita hamil dan serosis hati/

6. Tiabendazol
Tiabendazol merupakan antelmintik derivate benzimidazol berspektrum lebar
dan efektif untuk mengobati infestasi berbagai nematode pada manusia. Obat ini berupa
Kristal putih ,tidak larut dalam air. Daya larutnya tergantung Ph. Bila suasana sedikit
asam atau basa , senyawa ini membentuk kompleks yang stabi dengan sejumlah logam
seperti besi , tetapi tidak mengikat kalsium.

10
 Efek Antelmintik
Tiabendazol mempunyai daya antelmintik yang luas, efektivitasnya tinggi
terhadap strongiloidiasis,askariasis,oksiuriasis dan larva migrans kulit, berguna untuk
mengobati trikuarisis dan trikinosis akut. Cara kerjanya serupa dengan derivate
benimidazol lainnya, misalnya menghambat enzim fumarat reduktse cacing. Pada
cacing strongyloides obat ini menghambat nenzim asetil kolines terase cacng dan
menyebabkan kematian cacing. Obat ini dapat menekan prkembangan dan migrasi
larva trichinella spiralis. Tiabendhazol dapat menghancurkan sebagian larva yang
terdapat didalam otot tetapi tidak efektif untuk encyestd larva. Seperti levamisol,
tiabendhazol juga memiliki efek imunostimulan. Efek antiinflamasi obat ini turut
berperan dalam meringankan gejala-gejala penyakit cacing.

 Farmakokinetik
Tiabendazol cepat diserap melalui usus dan kadar puncak obat ini
dalam darah diapi dalam waktu 1-2 jam. Dalam waktu 2hari, 90% obat ini telah
diekskresi bersama urin dalam bentuk hdroksi dan terkonyugasi. Obat ini juga dapat
diserap kulit.

 Efek Samping
Obat ini memberikan efek samping anoreksia, mual, muntah, dan pusing
dalam frekuensi rendah dan juga terjadi diare, nyeri epigastrum, sakit kepala, pusing,
lelah, gatal, dan kantuk.karena itu dalam mengobatan dengan tabendazol dianjurkan
tidak melakukan kegiatan yang memerlukan kewaspadaan metal. Perubahan fungsi
hati yang terlintas dapat terjadi, maka penggunaanya harus hati-hati pada pasien
dengan gangguan fungsi hati. Telah dilaporkan terjadinya perianal rashes, tinnitus,
hiperglikemi, konvulsi, lekopeniselintas, hematuria, kristaluri, gangguan penglihatan,
polesasis intrahepatic, kerusakan sel parenkim hat, iterus, dan gangguan fungsi hati.
Sindrom steven-Johnnshon yang fatal dan kerusaka hai yang irreversible juga telah
dilaporkan. Pembeian dosis besar oada tikus dan mencit memperlihatkan efek
teratogenik

 Indakasi
Tiabendazol merupakan obat terpilih untuk Sterkolaris dan Cutaneous larva
migrans. Obat ini sebiaknya tidak dgunakan lagi untuk megobati askaris, trikuris,
cacing tambang, dan cacing kremi bila obat lain yang lebih aman sudah ada. Beberapa
laporan pada manusia memperlihatkan efektivitas tiabendazole pada trikinosis, tetapi
obat ni hanya menghancurkan sebagian saja dari larva yang berimigrasi ke otot.

 Sedian Dan Fosologi


Dosis standar yang danjurkan 2x25 mg/kg BB (maksimum 1,5g). pemberian
obat sehabis makan dan preparat berbentuk tablet, hendaknya dikunyah dengan baik.
Untuk S. stercoralis, dosis yang dianjurkan 2x25 mg/kgBB selama 2-5 hari. Bila masih
ditemukan adanya lesi aktif , selang 2 hari kemudian dapat diberikan lagi satu rangkai
pengobatan. Hasil yang baik juga dapat diperoleh lewat pemberian topical salep
tiabendazol 15% selama 5 hari.Untuk trikonsis dosis yang dianjurkan 2x 25 mg/kgBB
Selama 2-4 hari. Untuk visceral larva migrans dosis yang diajurkan 2x25mg /kgBB per
hari selama 30 hari.

 Kontraindikasi

11
Anak- anak dengan berat badan kurang dari 15 kg, aktivitas yang melakukan
kewaspadaan, dan reaksi hipersensitivitas pada gangguan fungsi hatiatau
ginjal,sebaiknya digunakan obat alternative. Demikian juga pada wanita hamil,kecuali
strongyloidiasis yang mengancam kehidupan.

7. Ivermektin
Obat ini seringkali digunakan untuk pengobatan masal dan individual terhadap
onchocersiasis dan strongyloidiasis.

 Farmakokinetik
Ivermektin dihasilkan lewat proses fermentasi dari Streptomyces
avernitilis.pemberian peroral pada manusia diabsorpsi baik dan memiliki waktu paruh
10-12 jam. Kadar puncak dicapai dalam 4 jam. Obat ini tidak dapat melewati sawar
darah otak kecuali bila ada meningitis.

 Farmakodinamik
Cara kerja obat ini yakni memperkuat peranan GABA pada proses transmisidisaraf
tepi, sehingga cacing mati pada keadaan paralisis. Obat berefek terhadap mikrofilaria di
jaringan dan embryogenesis pada cacing betina. Mikrofilaria mengalami
paralisis,sehingga mudah dihancurkan oleh system retikulo-endotelial. Karena obat ini
tak melewati BBB, Maka tak pada paralisis pada hospes. Obat ini memiliki margin of
safety yang lebar. Invermektin juga efektif terhadap strongiloidosis dan merupakan obat
alternative untuk pasien yang tak tahan atau tak mempan dengan tiabendazole.
Ivermektin juga efektif makrofilarisid bagi filariasis bancrofty sehingga DEC
(dietilkarabmazin) masih diperlukan untuk membunuh cacing dewasanya.

 Indikasi
Digunakan pada onkosierkiasis. Dosis tunggal sebesar 150 ug/kgBB,Obat ini
efektivitasnya setara dengan dietilkarbamazin dalam hal memberantas mikrofilaria
dijaringan kulit dan rongga mata bagian depan (anterior chamber) , tetapi ivermektin
kerjanya lebih lambat dan menyebabkan rekasi sistemik dan reaksi terhadap mata yang
lebih ringan. Dari salah satu studi perbandingan bahkan dilaporkan bahwa kelainan pada
bola mata timbul pada golongan yang diobati dengan dietilkarbamazin,dan jarang
ditemukan pada golongan yang diobati dengan invermektin. Selain itu, penurunan
jumalah mikrofilaria akan bertahan lebih lama. Untuk membunuh cacing dewasanya
dianjurkan pemberian invermektin setiap tiga bulan selama satu tahun. Untuk
strongilodiaisis pemberian dosis tunggal 200 ug/kgBB, Memberikan keberhasilan
pengobatan lebih dari 80%.

12
 Efek Samping
Pada dosis tunggal 50-200 ug/kgBB efek samping yang timbul umumnya ringan
,sebentar dan dapat ditoleransi. Biasanya berupa ; demam,pruritus, sakit otot dan sendi
,sakit kepala ,hipotensi,nyeri di kelenjar limfe. Gejala ini berkaitan dengan jumlah
mikrofilaria yang mati dan dikenal sebagai reaksi mazzoti. Efek teratogeik obat ini
terlohat pada hewan coba.

 Kontraindikasi
Pada wanita hamil, obat ini jangan diberikan bersama sama
barbiturate,benzodiazepine atau asam valproate.

8. Dietilkarbamazepine
Dietilkarbamazin merupakan obat pilihan pertama untuk filariasis. Obat ini
dipasarkan sebagai gaaram sitrat, berbentuk Kristal,tidak berwarna rasanya tidak enak
dan mudah larut dalam air.
 Efek Antelmintik
Dietilkarbamazin menyebabkan hilangnya mikrofilaria W.bancrofti, B.malayi
dan loa loa dari peredaran darah dengaa cepat mikrofilaria O. volvulus hilang dari
kulit, tetaapi mikrofilaria dan cacing dewasa(betina) yang terdapat di nodulus tidak
dimatikan. Juga mikrofilaria W.bancrofti dalam hidrokel tidak dipengaruhi. Ada 2
cara kerja obat ini terhadap mikrofilaria , pertama dengan cara menurunkan aktivitas
otot , akibatnya parasite seakan-akan mengalami paralisis, dan mudah terusir dari
tempatnya yang normal dalam tubuh hospes,kedua menyebabkan perubahan pada
permukaan membrane mikrofilaria sehingga lebih mudah dihancurkan oleh daya
pertahanan tubuh hospes. Cacin dewasa W.bancrofti , B.malayi dan Loa loa dimatikan
tetapi O.Volvulus tidak. Sehingga DEC tidak dipakai lagi untuk O.Volvulus .
Mekanisme filarisidal pada cacing dewasa belum diketahui.

 Farmakokinetik
Dietilkarbamazin cepat diabsorpsi dari usus dan didistribusikan
keseluruh cairan tubuh. Kadar puncak dicapai dalam 4 jam waktu paruh berkisar
antara 10-12 jam. Keterkaitannya dengan plasma protein dapat diabaikan. Sebagian
besar dietilkarbamazin akan dimetabolisme secara cepat. Ekskresi melalui ginjal

13
dalam bentuk utuh dan bentuk metabolit, berlangsung sempurna dalam 48 jam setelah
pemberiaan dosis tunggal. Ekskresi ini berkurang pada urin alkali.

 Efek Samping
Dietil karbamazin relative aman pada dosis terapi. Efek samping seperti
pusing,malaise,nyeri sendi,anoreksia dan muntah, hilang bila pengobatan dihentikan.
Sakit kepala,muntah dan gelisah yang terjadi pada pengobatan dengan
dietilkarbamzin, mungkin karena obat ini merangsang SSP. Reaksi alergi dapat timbul
akibat langsung dari matinya paraasit atau subtansi yang dilepaskan oleh mikrofilia
yang hancur. Manifestasi reaksi alergi ini dapat ringan sampe berat. Yang ringan
biasanya timbul pada infeksi W.Bancrofti dan B.malayi sedangkan yang berat biasa
timbul pada infeksi loa-loa dan O. volvulus. Gejalanya berupa sakit kepala, malaise,
edema kulit dan gatal yang hebat ,papular rash, pembesaran dan nyeri pada kelenjar
inginal,hiperpireksia,sakit-sakit sendi ,takikardia. Gejala ini berlangsung 3-7
hari,setelah itun dosis besar dapat diberikan dengan aman. Untuk mengurangi gejala
alergi dapat diberikan antihistamin atau kortikosteroid, terutama bila terjadi
komplikasi pada mata. Walaupun jarang, ensefalitis karena alergi dapat dilaporkan
terjadi pada loiasis dan onkosersiasis. Pada kedua penyakit ini pengobatan sebaiknya
dimulai dengan dosis awal yang rendah untuk meringankan gejala alergi. Pemberian
dosis oral 100-200 mg/kgBB pada tikus dan kelinci hamil dilaporkan tidak
menimbulkan efek teratogenik.

 Sediaan Dan Posologi


Dietilkarbamazin tersedia dalam bentuk tablet 50mg. pada umumnya dosis
yang digunakan untuk infeksi filaria ini ditentukan secara empiric daan bervariasi
sesuai dengan kondisi setempat. Dosis oral untuk deawasa dan anak yang terkena
infestasi W.bancrofti ,B.malayi dan loa loa adalah 2mg/kgBB 3 kali sehari setelah
makan selama 10-30 hari(umumnya 14 hari). Untuk mengurangi reaksi insiden
alergi, maka dimulai dengan pemberian dosis rendah,pada hari ke 1 diberikan dosis 50
mg ( 1mg/kgBB pada anak),hari kedua diberikan dosis 3x50mg , pada hari ke 3
diberikan dosis 3x100mg (2mg/kgBB pada anak ),selanjutnya 3x2 mg/kgBB/hari
sampai lengkap 2-3 minggu.

14
Salah satu penggunaan penting dietilkarbamzin adalah untuk pengobatan
masal pada infestasi W.Brancofti. dalam rangka mengurangi transmisi, digunakan 5-
6mg/kgBB oral,cukup 1 hari per minggu atau perbulan sebanyak 6-12 dosis. Menurut
program WHO,DEC 6 mg/kg BB sebaaiknya dikombinasi dengan albendazol 400
mg .

9. Prazikuantel
Prazikuantel merupakan derivate pirozinoisokuinolin. Obat ini merupakan
antelmintik. Berspektrum lebar da efektif pada cestoda dan trematoda pada hewan
dan manusia. Prazikuantel berbentuk Kristal tidak berwarna dan rasnya pahit.
 Efek Antelmintik
In vitro, prazkuantel diambil secara cepat dan reversible oleh cacing, tetapi
tidak dimetabolism. Kerjanya cepat melalui 2 cara :
1. Pada kadar efektif rendah menimbulkan peningkatan aktivitas otot cacing ,
karena hilangnya ca2+ intrasel sehingga timbul kontraksi dan paralisis
spatik yang sifatya reversible, yang mungkin mengakibatkan terlepasnya
cacing dari tempatnya yang normal pada hospes,misalnya terlepasnya
cacing S. mansoni dan S.japonicum dari vena mensetrika dan masuk ke
hati.
2. Pada dosis terapi yang lebih tinggi prazikuantel mengakibatkan vakuolisasi
dan vesikulasi tegument cacing,sehingga isi cacing keluar,mekanisme
pertahanan tubuh hospes dipacu dan terjadi kehancuran cacing.
Mekanisme yang mendasari efek ini masih belum jelas. Pada hewan yang
terinfeksi cacing skistosoma, prazikuantel efektif terhadap cacing dewasa
jantan dan betina juga efektif terhadap bentuk imatur.

 Farmakokinetik

Pada pemberian oral absorpsinya baik. Kadar maksimal dalam darah tercapai
dalam waktu 1-3 jam. Metabolism obat berlangsung cepat di hati melalui proses
hidrosksilasi dan konyugasi sehingga terbentuk produk yang efek antelmintik kurang
aktif. Waktu paruh obat 0,8-1,5 jam. Ekskresi sebagian besar melalui urin dan
sisasnya melalui empedu. Hanya sedikit obat yang di ekskresi dalam bentuk utuh.
Kadar obat dalam air susu ibu adalah ⅟₄ kali kadar plasma.

15
 Efek Samping
Efek samping timbul dalam beberapa jam setelah pemberian obat dan akan
bertahan selama beberapa jam sampai 1 hari. Yang paling sering adalah sakit kepala,
pusing, mengantuk dan lelah yang lainnya adalah mual, muntah, nyeri perut, diare,
pruritus,urtikaria, nyeri sendi dan otot, serta peningkatan enzim hati selintas. Demam
ringan, pruritus, skin rashes disertai dengan peningkatan easinofil yang terlihat setelah
beberapa hari pengobatan. Efek samping ini mungkin diakibatkan oleh pelepasan
protein asing cacing yang mati. Intensitas dan frekuensi efek samping ini berkaitan
dengan besarnya dosis dan beratnya infeksi. Untuk terapi neurocysticercosis efek
samping muncul karena penggunaan dosis tinggi obat dank arena matinya parasit,
sehingga seringkali diberikan bersama dengan kortikosteroid untuk mengurangi efek
samping yang berat. Juga jangan digunakan untuk hal sebagai berikut: (1) ocular
cysticercosis sebab kehancuran parasit di mata dapat menimbulkan cacat menetap; (2)
umur kurang dari 4 tahun, sebab keamanan obat untuk usia ini datanya belum
mendukung.

 kontraindikasi
Sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil dan menyusui. Demikian pula
pekerja- pekerja yang memerlukan koordinasi fisik dan kewaspadaan, harus
diperingatkan mengenai efek kantuk yang terjadi pada pemakaian obat.
Kontraindikasi mutlak adalah ocular cysticercosis, sebab kehancuran parasit di mata
dapat menimbulkan kerusakan mata yang tak dapat diperbaiki.
Pasien dengan gangguan fungsi hati memerlukan penyesuaian dosis.
Pemberian bersama merlukan penyesuaian dosis. Pemberian bersama kortikosteroid
untuk menekan reaksi inflamasi perlu mendapat pertimbangan karena kortikosteroid
dapat mengurangi kadar plasma sampao 50%.

 Posologi
Dosis dewasa dan anak di atas umur 4 tahun. Untuk infestasi S.
haematobiumdan S. mansoni diberikan dosis tunggal 40 mg/kgBB; atau dosis tunggal
20mg/kgBB yang diulangi lagi sesudah 4-6 jam. Untuk infeksi S. japonium diberikan
dosis tunggal 30 mg/kgBB yang diulangi lagi sesudah 4-6 jam. Untuk D. latum dan H.
nana diberikan dosis tunggal 15-25mg/kgBB, sedangkang untuk T. saginata dan T.
solium diberikan dosis tunggal 5-10 mg/kgBB. Khusus untuk T. solium untuk
mengurangi kemungkinan timbulnya sistiserkosi, dianjurkan pemberian pencahar 2
jam sesudah pengobatan. Untuk paragonirmus wetermani fasciollasis, clonorchiasis,
optisthorchiasis dosisnya 3 kali sehari 25 kg/mgBB selama 1-3 hari.
Prazikuantel haris diminum dengan air sesudah makan dan tidak boleh
dikunyah karena rassanya pahit.

10. Oksamnikuin

16
Oksamnikuin merupakan derivate tetrahidro kuinolin. Obat ini efek
sampingnya relative ringan dan jarang dijumpai. Oksamnikuin sekarang masih
dipakai di Amerika Selatan untuk infeksi S. mansoni.

11. Metrifonat
Metrifonat adalah senyawa organofosfat yang merupakan obat alternative
untuk S. haemotobium. Obat ini tidak efektif terhadap S. mansoni dan S. japonicum.
Obat ini adalah suatu produk yang dikonversi menjadi diklorvos, suatu penghambat
kuat kolinesterase. Setelah pemberian oral, kadar puncak diperoleh dalam 1-2 jam.
Waktu paruh 1 ½ jam.

Efek sampingnya berupa gejala kolinergik yang sifatnya ringan dan selintas.
Efek samping yang dapat timbul ialah mual, muntah, diare, nyeri perut,
bronkospasme, sakit kepala, berkeringat, lelah, lemah, pening dan pusing. Gejala ini
dapat terjadi dalam 30 menit dan dapat menetap sampai 12 jam.

Metrifonat jangan diberikan pada orang yang baru terpapar dengan insektisida
atau obat yang menghambat kolinesterase. Pasien yang baru menggunakan obat ini
juga jangan diberikan. Penggunaan pelumpuh otot harus disingkirkan sekurang-
kurangnya 48 jam setelah pemberian metrifonat. Jangan diberikan pada wanita hamil.

Dosis yang dianjurkan adalah 7,5-10 mg/kgBB, diberikan sebanyak 3 kali


dengan interval 14 hari. Metrifonat juga efeltif sebagai profilaksis untuk anak di
daerah endemic dengan pemberian sebulan sekali.

12. Niklosamid
Obat yang mulai diperkenalkan tahun 196 ini digunakan untuk mengobati
cacing pita pada manusia dan hewan.

Cacing yang dipengaruhi akan dirusak sehingga sebagian skoleks dan segmen
dicerna dan tidak dapat ditemukan lagi dalam tinja.

Niklosamid sedikit sekali diserap dan hamper bebas dari efek samping, kecuali
sedikit keluhan sakit perut. Bahkan cukup aman untuk pasien hamil dan pasien yang
dengan keadaan umum buruk (debilitated). Niklosaimd tidak menggangu fungsi hati ,
ginjal dan darah, juga tidak mengiritasi lambung.

Niklosamid merupakan obat alternative setelah ivermektin untuk T. saginata, D.


latum dan H. nan. Sebagai taenisid, perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya
sistiserkosis pada penggunaan untuk T. solium sebab niklosamid tidak merusak telur
yang ada dalam segmen sehingga telur-telur yang masih hidup ini dilepas dalam lumen
usus dari segmen cacing. Untuk mencegah ini perlu diberikan pencahar 1-2 jam
sesudah menelan obat yang terakhi, agar sisa-sisa cacing keluar sebelum dicerna. Untuk

17
T. saginata tidak diperlukan pencahar, karena bahaya sistiserkosis tidak ada. Bahaya
sistiserkosis ini mengurangi manfaat niklosamid pada infeksi T. solium.

Niklosamid tersedia dalam bentuk tablet kunyah 500mg yang harus dimakan
dalam keadaan perut kosong. Untuk orang dewasa diperlukan dosis tunggal 2 gram,
sedangkan untuk anak dengan berat badan lebih dari 34 kg : 1,5 gram dan anak dengan
berat badan antara 11-34 kg : 1gram.

2.3 Pemilihan Preparat


Ikhtisar pengobatan penyakit cacing dan dosisnya dapat dilihat dalam tabel
Obat obat untuk infestasi cacing

Jenis infeksi Obat pilihan 1 Obat pilihan Dosis


II
Askaris Pirantel pamoat Piperazin sitrat Pirantel :dosis tunggal 10
Mebendazol Albendazol mg/kgBB basa.
Mebendazol : 2kali sehari 100
mg selama 3 hari.
Piperazin : dewasa 3,5 g sebagai
dosis tunggal selama 2 hari.anak
75mg/kgBB sebagai dosis
tunggal selama 2 hari.
Albendazol : dosis tunggal 200
mg

cacing kremi Mebendazol - Mebendazol: dosis tunggal


Pirantel pamoat 100mg
Pirantel pamoat : dosis tunggal
10mg/kgBB maks. 1gr sebagai
pirantel basa.
Cacing tambang Mebendazol - Mebendazol : 2x 100mg selama
Pirantel pamoat 3 hari.
Pirantel : untuk akalpital.
Duodenale, dosis tunggal
pirantel basa 10mg/kgBB maks.
1gr selama 3 hari.
T.tichiura Mebendazol - Mebendazol : 2x 100mg selama
Tiabendazol 3-4hari
Tiabandazol : 2x sehari
20mg/kgBB selama 2 hari.
S.stercolaris Tiabendazol Mebendazol Tiabendazol : 2x sehari
25mg/kgBB selama 2-3hari
berturut-turut
Mebendazol : 2x sehari 100mg
selama 3 hari berturut0 turut.
T.solium & Prazikuantel Nikosamid Prazikuantel : dosis tunggal
T.saginata 10mg/kgBB. Khusus untuk T
solium di anjurkan pencahar
2jam sesudahh terapi.

18
Niklosamid : untuk orang
dewasa dan anak di atas 8 tahun
diberikan 2 dosis @ 1gram
dengan selang waktu 1 jam.
Untuk anak setengah dosis
dewasa.
S. japonicum Prazikuantel Niridazol Prazikuantel : 2x 30mg/kgBB
yang selang 4-6 jam.
Niridazol : dosis anak dan
dewasa 25mg/kgBB perhari
(maks. 1 ½ gram ) selama 5-10
hari.
Filarial Dietilcarbamazepin - Untuk W. Brancofti, B. Malayi
dan Loa-loa: 3x sehari
2mg/kgBB bersama makan
selama 10-30 hari. Untuk O.
Volvulus : dosis awal 25mg
sehari selama 3 hari, dosis di
tinggalkan dengan 1-2mg/kgBB
3x sehari sebagai dosis terbagi,
selama 21 hari.
Untuk bayi dan anak kecil dosis
oral 0,5mg/kgBB 3x sehari
(maks. 25mg/hari) selama 3
hari, 1mg/kgBB 3x sehari
(maks. 50mg/hari) selama 3
hari, 1,5mg/kgBB 3x sehari
(maks. 100mg/hari) selama 3
hari dan 2mg/kgBB 3x sehari
(maks. 150mg/hari) selama 2-3
minggu.
S.haematobium Prazikuantel Dosis tunggal sebanyak
40mg/kgBB atau dosis tunggal
20mg/kgBB yang diulangi lagi
sesudag 4-6 jam.

19
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
A. anthelmentik adalah obat yang digunakan untuk memberantas atau mengurangi
cacing dalam lumen usus atau jaringan tubuh.
B. Jenis-jenis caccing yang dapat menginfeksi adalah :

1. Cacing gelang (ascaris lumbricoides)

2. Cacing cambuk (tricuris trichiura)

3. Cacing tambang ( necator americanus dan amcylostoma duodenale)

4. Cacing kremi ( enterobius femicularis )

C. Obat-obat penyakit cacing : mebendazol, pirantel pamoat, levamisol, albendazon,


tiabendazol, invormektin, dietilcarbamazepin, prazikuantel, oksamnikuim, metrifonat,
niklosamid.

3.2 Saran
Kita selaku ketenagaan farmasi harus pintar dalam memilih obat sesuai dengan fungsi
dan tujuan serta dosis dan efek samping yang akan ditimbulkan. Serta dapat memberi tahu
pasein tentang indikasi dari obat-obat penyakit cacing tersebut.

20
DAFTAR PUSTAKA

OBAT- OBAT PENTING EDISI KEENAM (KHASIAT, PENGGUNAAN, DAN EFEK-EFEK


SAMPINGNYA), Drs. TAN HOAN TJAY & Drs. KIRANA RAHARDJA

FARMAKOLOGI DAN TERAPI EDISI 4 (CETAK ULANG, 2003)

21

Anda mungkin juga menyukai