OBAT ANTIMIKROBA,ANTIBIOTIK,ANTHIHELMENTIK,
ANTIFUNGI DAN ANTIRETROVIRAL
Disusun Oleh:
NIM 1948201002
Kelas A
Semester 2
Segala puji bagi Allah SWT karena dengan rahmat dan nikmat-Nya makalah ini dapat
diselesaikan.
Di dalam makalah ini berisi tentang “Antelmintika”. Penulis menyadari bahwa apa yang
tertuang di dalam makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi penulisan, segi
redaksional maupun segi pengkajian dan pemilihan bahan literatur sebagai landasan teori.
Keadaan tersebut disebabkan adanya keterbatasan dalam diri penulis sendiri.
Penyusunan makalah ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Penulis
ucapkan terima kasih bagi mereka yang telah memberikan bantuan dan pengarahan dalam
penyelesaian makalah ini. Dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca.
Tegur sapa serta kritik membangun penulis terima dengan senang hati demi perbaikan di
masa depan.
Penulis
Antelmintika | ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULAN.................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................2
1.3 Tujuan....................................................................................................................................2
BAB II ISI.......................................................................................................................................3
2.1 Pembahasan............................................................................................................................3
A. Infeksi Parasit Cacing (Kecacingan)...................................................................................3
B. Epidemiologi Dari Infeksi Parasit Cacing (Kecacingan).....................................................4
C. Jenis-Jenis Parasit Cacing pada Manusia............................................................................5
D. Obat-Obat Untuk Pengobatan Parasit Cacing pada Manusia............................................15
BAB III PENUTUP......................................................................................................................22
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................23
Antelmintika | iii
BAB I
PENDAHULAN
Kecacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya parasit berupa cacing
kedalam tubuh manusia karena menelan telur cacing. Penyakit ini paling umum tersebar
dan menjangkiti banyak manusia di dunia. Sampai saat ini penyakit infeksi cacing masih
tetap merupakan masalah karena kondisi sosial dan ekonomi di beberapa bagian dunia serta
perlu penanganan serius, terutama di daerah tropis karena cukup banyak penduduk
menderita kecacingan. Kecacingan merupakan salah satu penyakit yang berhubungan
lingkungan, karena sumber penyakit ini dapat ditularkan melalui tanah atau disebut Soil
Transmitted Helminths. Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum
tersebar dan menjangkiti lebih dari 2 miliar manusia diseluruh dunia. Walaupun tersedia
obat-obat baru yang lebih spesifik dangan kerja lebih efektif, pembasmian penyakit ini
masih tetap merupakan salah satu masalah antara lain disebabkan oleh kondisi sosial
ekonomi di beberapa bagian dunia. Jumlah manusia yang dihinggapinya juga semakin
bertambah akibat migrasi, lalu-lintas dan kepariwisataan udara dapat menyebabkan
perluasan kemungkinan infeksi.
Terdapat tiga golongan cacing yang menyerang manusia yaitu nematoda, trematoda,
dan cestoda. Sebagaimana penggunaan antibiotika, antelmintik ditujukan pada target
metabolik yang terdapat dalam parasit tetapi tidak mempengaruhi atau berfungsi lain untuk
pengguna.
Antelmintika atau obat cacing (Yunani anti = lawan, helmintes = cacing) adalah
obat yang dapat memusnahkan cacing dalam tubuh manusia dan hewan. Dalam istilah ini
termasuk semua zat yang bekerja lokal menghalau cacing dari saluran cerna maupun obat-
obat sistemik yang membasmi cacing serta larvanya, yang menghinggapi organ dan
jaringan tubuh. Banyak antelmintik dalam dosis terapi hanya bersifat melumpuhkan cacing,
Antelmintika | 4
jadi tidak mematikannya. Guna mencegah jangan sampai parasit menjadi aktif lagi atau
sisa–sisa cacing mati dapat menimbulkan reaksi alergi, maka harus dikeluarkan secepat
mungkin.
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan infeksi parasit cacing (kecacingan)
b. Untuk mengetahui bagaimana epidemiologi dari infeksi parasit cacing (kecacingan)
c. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis parasit cacing pada manusia
d. Untuk mengetahui apa saja obat-obat untuk pengobatan parasit cacing pada
manusia
Antelmintika | 5
BAB II
ISI
2.1 Pembahasan
A. Infeksi Parasit Cacing (Kecacingan)
Merupakan hal yang berkaitan dan saling berhubungan satu dengan yang lainnya
sehingga muncul aspek infeksi, dalam infeksi parasit cacing terdapat tiga aspek yang
saling terkait, diantaranya ;
a. Inang
Inang dalam biologi adalah organisme yang ditumpangi oleh parasit yang
disebut inang, atau organisme yang menampung virus, parasit, patner mutualisme
atau partner komensalisme, umunya dengan menyediakan makanan dan tempat
Antelmintika | 6
berlindung. Contohnya suatu sel dapat menjadi inang bagi virus, gulma dapat
menjadi inang bagi bakteri pengikat nitrogen dan hewan dapat menjadi inang bagi
cacing parasitik seperti nematoda.
b. Vektor
Vektor adalah organisme yang tidak menyebabkan penyakit tapi menyebarkan
dengan membawa patogen dari satu inang ke yang lain. berbagai jenis nyamuk,
sebagai contoh berperan sebagai vektor penyakit malaria yang mematikan.
Pengertian tradisional dalam kedokteran ini sering disebut vektor biologi dalam
epidemiologi dan pembicaraan umum.
c. Parasit
Parasit adalah hewan renik yang dapat menurunkan produktivitas hewan yang
ditumpanginya. Parasit dapat menyerang manusia dan hewan, seperti menyerang
kulit manusia. Parasitoid adalah parasit yang mengggunakan jaringan organisme
lain untuk kebutuhan nutrisi mereka sampai orang yang ditumpangi meninggal
karena kehilangan jaringan atau nutrisi yang dibutuhkan. Parasitoid juga
diketahui sebagai necrotroph.
Cacingan, salah satu penyakit yang tergolong tinggi kejadiannya. Penyebab hewan
parasit berukuran mikro yang mengambil makanan dari usus yang berisi banyak sari
makanan. Cacing masuk ketubuh dalam fase larva merupakan penyakit endemis dan
kronis yang bisa meningkatkan tajam pada waktu musim hujan dan banjir.
Larva cacing biasanya menyebar keberbagai tubuh melalui dua jalan yakni mulut
saat makan makanan yang tidak dicuci bersih dan dimasak setelah terkontaminasi lalat
yang membawa larva cacing, serta lewat pori – pori saat anak tak memakai alas kaki
ketika berjalan ditanah. Lewat cara ini larva masuk kepembuluh darah dan sampai
ditempat yang memungkinkan perkembangannya seperti diusus, paru-paru hati dsb.
Antelmintika | 7
cacing tidak lagi membantu secara optimal. Cacingan banyak didapati pada daerah
dimana kondisi kebersihannya dibawah standar.
Cacing penyebab penyakit ini antara lain cacing gelang banyak ditemukan di
daerah tropis berkelembapan tinggi. Cacing ini hidup diusus halus dan hanya hidup
didalam tubuh manusia. Selain cacing gelang ada juga cacing cambuk yang banyak di
temukan didaerah tropis. Perbedaannya adalah tempat hidupnya yang lebih sering di
usus besar dan sering dikaitkan dengan penyakit usus buntu pada anak. Jenis lainnya
cacing tambang sebagai jenis terbanyak ditemukan penyebarannya di seluruh duinia,
biasannya masuk melalui pori – pori lewat tanah dan dipinjak, kemudian cacing kremi
sering menimbulkan gatal pada daerah anus serta cacing pita yang siklus hidupnya
sedikit berbeda karena hidup ditubuh hewan seperti sapi, babi dan menyebar lewat
konsumsi daging yang tidak dimasak secara benar.
1. Nematoda.
Ciri – cirinya bertubuh bulat, tidak bersegmen memiliki rongga tubuh dengan
saluran cerna dan kelamin terpisah. Infeksi cacing ini disebut ancylostomiasis
(cacing tambang), trongyloidiasis, oxyuriasis ( cacing kremi ), ascariasis (cacing
gelang), dan trichuriasis (cacing cambuk).
2. Platyhelmintes.
Ciri – cirinya bentuk pipih, tidak memiliki rongga tubuh dan berkelamin ganda.
Cacing yang termasuk golongan ini adalah cacing pita (cestoda) dan cacing pipih
(trematoda).
a. Nematoda
Antelmintika | 8
dengan kait oral atau lempeng pemotong. Cacing ini menyebabkan penyakit karena
dapat menyebabkan kehilangan darah, iritasi dan alergi.
Soil Transmitted Helminths (STHs) adalah kelompok parasit golongan nematoda
usus yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia melalui kontak dengan telur
cacing atau larva yang berkembang di dalam tanah dengan kondisi yang hangat dan
lembab dan umumnya terjadi pada negara-negara dengan iklim tropis dan subtropis.
STHs merupakan cacing yang perkembangannya berada di luar tubuh manusia atau
berada di tanah dan dominan terjadi di daerah-daerah terpencil dengan kebersihan
dan sanitasi yang kurang memadai di negara-negara berkembang. STHs merupakan
kelompok cacing nematoda yang membutuhkan tanah untuk pematangan telur atau
larva yang tidak infektif menjadi telur atau larva yang infektif.
Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides dan tidak ada hospes
perantara. Penyakit yang disebabkannya disebut askariasis. Parasit ini ditemukan
kosmopolit terutama di daerah tropis. Cacing ini merupakan cacing terbesar di antara
golongan nematoda lainnya, berbentuk silindris dengan ujung anterior lancip dimana
anteriornya memiliki tiga bibir, badan cacing berwarna kuning kecoklatan yang
diselubungi lapisan kutikula bergaris halus (Palgunadi, 2010). Cacing betina
panjangnya 20-35 cm, ujung posterior membulat dan lurus, 1/3 anterior dari tubuh ada
cincin kopulasi. Cacing jantan panjangnya 15-31 cm, ujung posterior lancip
melengkung ke ventral, dilengkapi papil kecil dan 2 spekulum. Telur memiliki 4 bentuk
yaitu telur yang dibuahi, tidak dibuahi, matang dan dekortikasi.
Di tanah dalam kondisi yang sesuai, telur yang dibuahi tumbuh menjadi bentuk
infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan manusia
akan menetas menjadi larva di usus halus yang akan menembus dinding usus menuju
pembuluh darah atau saluran limfa kemudian dialirkan ke jantung lalu mengikuti aliran
darah ke paru-paru. Setelah itu melalui dinding alveolus masuk ke rongga alveolus, lalu
naik ke trachea melalui bronchiolus dan broncus. Dari trachea, larva menuju ke faring,
sehingga menimbulkan rangsangan batuk, kemudian tertelan masuk ke dalam
oesofagus menuju usus halus untuk tumbuh menjadi cacing dewasa. Proses tersebut
memerlukan waktu kurang lebih 2 bulan sejak tertelan sampai menjadi cacing dewasa.
Prevalensi askariasis di Indonesia cukup tinggi, terutama pada anak-anak. Frekuensinya
antara 60-90%. Kebiasaan memakai feses sebagai pupuk dapat mendukung proses
penularan askariasis. Telur cacing ini banyak ditemukan pada tanah liat dengan suhu
yang berkisar antara 25°-30°C. Telur matang (bentuk infektif) dapat bertahan lama di
tanah dan media tanah merupakan cara penularan yang paling efektif.
Antelmintika | 9
disebabkan oleh infeksi parasit di saluran pencernaan oleh cacing dewasa. Gejala klinis
oleh larva Ascaris lumbricoides biasanya terjadi pada saat di paru (Magdalena &
Hadidjaja, 2005). Gejala klinis oleh cacing dewasa tergantung pada jumlah cacing dan
keadaan gizi penderita. Umumnya hanya infeksi dengan intensitas yang sedang dan
berat pada saluran pencernaan yang dapat menimbulkan gejala klinis. Cacing dewasa
Ascaris lumbricoides yang terdapat dalam jumlah banyak pada usus halus dapat
menyebabkan distensi abdomen dan nyeri abdomen.
Manusia merupakan hospes dari cacing ini. Penyakit yang disebabkannya disebut
trikuriasis. Cacing ini bersifat kosmopolit, terutama ditemukan di daerah panas dan
lembab seperti Indonesia. Trichuris trichiura betina memiliki panjang sekitar 5 cm dan
yang jantan sekitar 4 cm. Hidup di kolon asendens dengan bagian anteriornya masuk ke
dalam mukosa usus. Telur cacing berukuran 50-54 mikron x 32 mikron, berbentuk
seperti tempayan dengan semacam tonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur
bagian luar berwarna kekuning - kuningan dan bagian dalamnya jernih. Telur yang
dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama feses, kemudian menjadi matang dalam waktu
3–6 minggu di dalam tanah yang lembab. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan
merupakan bentuk infektif.
Cara infeksi langsung terjadi bila telur yang matang tertelan oleh manusia (hospes),
kemudian larva akan keluar dari dinding telur dan masuk ke dalam usus halus. Setelah
dewasa, cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke kolon asendens dan sekum.
Masa pertumbuhan mulai tertelan sampai menjadi cacing dewasa dan siap bertelur
sekitar 30-90 hari. Prevalensi trikuriasis di beberapa daerah pedesaan di Indonesia
berkisar antara 30-90%.
Antelmintika | 10
Banyak penderita trikuriasis tidak memiliki gejala dan hanya didapati keadaan
eosinofilia pada pemeriksaan darah tepi. Pada trikuriasis, inflamasi pada tempat
perlekatan cacing dewasa dalam jumlah besar dapat menyebabkan kolitis. Kolitis
akibat trikuriasis kronis dapat menyebabkan nyeri abdomen kronis, diare, anemia
defisiensi besi.
Hospes parasit ini adalah manusia dan menyebabkan penyakit nekatoriasis dan
ankilostomiasis. Penyebaran cacing ini terjadi pada tempat dengan keadaan yang
sesuai, misalnya di daerah pertambangan dan perkebunan. Necator americanus dan
Ancylostoma duodenale adalah dua spesies cacing tambang. Habitatnya ada di rongga
usus halus. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-kira 0,8
cm, cacing dewasa berbentuk seperti huruf S atau C dan di dalam mulutnya ada
sepasang gigi. Dalam daur hidupnya, telur cacing akan keluar bersama feses. Setelah
1-1,5 hari di dalam tanah, telur tersebut menetas menjadi larva rabditiform.
Kemudian setelah 3 hari, larva tumbuh menjadi larva filariform yang dapat
menembus kulit dan dapat bertahan hidup 7-8 minggu di tanah. Telur cacing tambang
besarnya kira-kira 60x40 mikron, berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis. Larva
rabditiform memiliki panjang ±250 mikron, sedangkan larva filariform panjangnya
±600 mikron. Setelah menembus kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus ke paru-
paru, kemudian menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan
laring. Dari laring, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus menjadi cacing
dewasa.
Antelmintika | 11
Ankilostomiasis dan nekatoriasis dapat menimbulkan gejala akut yang
berhubungan dengan migrasi larva melalui kulit dan viseral, serta gejala akut dan
kronik yang disebabkan oleh infeksi parasit di saluran pencernaan oleh cacing dewasa.
Larva filariform (larva stadium tiga) yang menembus kulit dalam jumlah yang banyak
akan menyebabkan sindrom kutaneus berupa ground itch, yaitu eritema dan papul
lokal yang diikuti dengan pruritus pada tempat larva melakukan penetrasi. Setelah
melakukan invasi pada kulit, larva tersebut bermigrasi ke paru-paru dan menyebabkan
pneumonitis. Manusia yang belum pernah terpapar dapat mengalami nyeri epigastrik,
diare, anoreksia dan eosinofilia selama 30-45 hari setelah penetrasi larva yang mulai
melekat pada mukosa usus halus.
Gejala klinis yang disebabkan oleh cacing tambang dewasa disebabkan karena
kehilangan darah sebagai akibat dari invasi dan perlekatan cacing tambang dewasa
pada mukosa dan sub-mukosa usus halus. Gejala tergantung pada spesies dan jumlah
cacing serta keadaan gizi penderita (Fe dan protein). Pada kasus dengan infeksi berat,
anemia yang disebabkan oleh cacing tambang dapat menyebabkan gagal jantung
kongestif.
b. Platyhelmintes
Platyhelminthes berasal dari Bahasa Yunani, dari kata Platy = pipih dan
helminthes = cacing. Jadi berarti cacing bertubuh pipih. Filum Platyhelminthes
terdiri dari sekitar 13,000 species, terbagi menjadi tiga kelas; dua yang bersifat
parasit dan satu hidup bebas. Planaria dan kerabatnya dikelompokkan sebagai kelas
Turbellaria. Cacing hati adalah parasit eksternal atau internal dari Kelas Trematoda.
Cacing pita adalah parasit internal dari kelas Cestoda. Umumnya, golongan cacing
pipih hidup di sungai, danau, laut, atau sebagai parasit di dalam tubuh organisme
lain. Platyhelminthes yang hidup bebas adalah di air tawar, laut, dan tempat-tempat
yang lembab, sedangkan Platyhelminthes yang parasit hidup di dalam tubuh
inangnya (endoparasit) pada siput air, sapi, babi, atau manusia.
Cacing golongan ini sangat sensitif terhadap cahaya. Beberapa contoh
Platyhelminthes adalah Planaria yang sering ditemukan di balik batuan (panjang 2-3
cm), Bipalium yang hidup di balik lumut lembab (panjang mencapai 60 cm),
Clonorchis sinensis, cacing hati, dan cacing pita.
Antelmintika | 12
Struktur Tubuh
Klasifikasi
Contoh: Planaria sp
Antelmintika | 13
Keberadaan: 4000+ spesies di seluruh dunia; hidup di batu dan permukaan sedimen
di air, di tanah basah, dan di bawah batang kayu. Hampir semua Turbellaria hidup
bebas (bukan parasit) dan sebagian besar adalah hewan laut.
Planaria sp
Cacing ini dipakai sebagai contoh yang mewakili anggota kelas Turbellaria pada
umumnya. Anggota genus Dugesia, yang umumnya dikenal sebagai Planaria,
berlimpah dalam kolam dan aliran sungai yang tidak terpolusi. Planaria mempunyai
kebiasaan berlindung di tempat-tempat yang teduh, misalnya di balik batu-batuan, di
bawah daun yang jatuh ke dalam air. Bentuk tubuh anggota ini adalah pipih
dorsoventral, dengan bagian kepala yang berbentuk seperti segitiga, sedangkan bagian
ekornya berbentuk meruncing yang panjang tubuh sekitar 5-25 mm.
Planaria memangsa hewan yang lebih kecil atau memakan hewan-hewan yang
sudah mati. Planaria dan cacing pipih lainnya tidak memiliki organ yang khusus untuk
pertukaran gas dan sirkulasi. Bentuk tubuhnya yang pipih itu menempatkan semua sel-
sel berdekatan dengan air sekitarnya, dan percabangan halus rongga gastrovaskuler
mengedarkan makanan ke seluruh hewan tersebut.
Sistem saluran pencernaan makanan terdiri dari mulut, faring, oesofagus, dan usus.
Mulut, terletak di bagian ventral dari tubuh, yaitu kira-kira dekat dengan pertengahan
agak ke arah ekor. Lubang mulut ini dilanjutkan oleh kantung yang bentuknya silindris
memanjang yang disebut rongga mulut (Faring). Oesofagus merupakan persambungan
daripada faring yang langsung bermuara kedalam usus; ususnya bercabang tiga, yaitu
menuju ke arah anterior, sedang yang dua lagi sejajar menuju ke arah posterior.
Seperti halnya hewan tingkat rendah lainnya, Planaria juga belum mempunyai alat
pernafasan yang khusus. Pengambilan O2 maupun pengeluaran CO2 secara osmosis
langsung melalui seluruh permukaan tubuh.
Sistem ekskresi terdiri dari 2 tabung ekskresi longitudinal yang mulai dari sel-sel
nyala (flame cells) yang di bagian anteriornya berhubungan silang. Seluruh sistem ini
terbuka ke luar melalui porus ekskretorius. Flame cells atau sel-sel api berfungsi
sebagai alat ekskresi yang membuang zat-zat sampah yang merupakan sisa-sisa
metabolisme dan juga sebagai alat osmoregulasi dalam arti ikut membantu
Antelmintika | 14
mengeluarkan ekses-ekses penumpukan air di dalam tubuh, sehingga nilai osmosis
tubuh tetap dapat dipertahankan seperti ukuran normal.
Sistem saraf terdiri dari 2 batang saraf yang membujur memanjang, yang di bagian
anteriornya berhubungan silang, dan 2 ganglion anterior yang terletak dekat di bawah
mata. Ganglion berfungsi sebagai otak dalam arti bertindak sebagai pusat susunan saraf
serta mengkoordinir aktivitas-aktivitas anggota tubuh. Seonggok ganglion tersebut
letaknya di bagian kepala persis di bawah lapisan epidermis agak di sebelah bintik
mata. Ganglion ini karena terletak di bagian kepala dan berfungsi sebagai otak maka
biasa disebut ganglion kepala atau ganglion cerebral. Dari ganglin cerebral ini
keluarlah cabang-cabang urat saraf secara radier menuju ke arah lateral, anterior, dan
pasterior. Cabang anterior menuju ke bagian bintik mata, cabang lateral menuju ke alat
indera cemoreseptor, sedangkan cabang posterior ada satu pasang kanan kiri yang
saling bersejajar yang membentang di bagian ventral tubuh yang disebut tali saraf.
Planaria sudah mempunyai alat indera yang berupa bintik mata, dan indera aurikel,
yang kedua-duanya terletak di bagian kepala. Bintik mata merupakan titik hitam yang
terletak di bagian dorsal daripada bagian kepala. Masing-masing bintik mata terdiri dari
sel-sel pigmen yang tersusun dalam bentuk mangkok yang dilengkapi dengan sel-sel
saraf sensorik yang sangat sensitif terhadap sinar. Bintik mata itu sekedar dapat
membedakan gelap dan terang saja.
1. Testis, yang berjumlah ratusan, berbentuk bulat tersebar di sepanjang sisi tubuh
keduanya.
2. Vasa eferensia, yang merupakan pembuluh yang menghubungkan testis dengan
bagian pembuluh lainnya.
3. Vasa deferensia, merupakan pembuluh berjumlah dua buah yang masing-
masing membentang di setiap sisi tubuh yang kedua-duanya saling bertemu dan
bermuara ke dalam suatu kantung yang disebut vesiculus seminalis.
4. Vesiculus seminalis, berfungsi untuk menampung sperma dan menyalurkan
sperma menuju ke penis.
5. Penis, yang merupakan alat pentransfer ke tubuh waktu mengadakan kopulasi
pada perkawinan silang.
Sistem alat kelamin betina terdiri dari atas bagian-bagian seperti berikut:
1. Ovari, berjumlah dua buah, berbentuk bulat terletak di bagian anterior tubuh.
Antelmintika | 15
2. Oviduct, dari setiap ovarium akan membentang ke arah posterior sebuah saluran
yang disebut oviduct (saluran telur). Antara saluran telur kanan dan kiri saling
bersejajar yang masing-masing dilengkapi dengan kelenjar yang menghasilkan
kuning telur.
3. Kelenjar kuning telur, menghasilkan kuning telur yang akan disediakan bagi sel
telur bila telah diproduksi oleh ovarium.
4. Vagina, merupakan suatu aliran yang berfungsi untuk menerima transfer
spermatozoid dari cacing planaria lain.
5. Uterus, merupakan ruangan yang bentuknya menggelembung yang berfungsi
untuk menyimpan spermatozoid. Uterus juga biasa disebut receptaculus
seminalis.
6. Genital atrium (ruang genitalis) yaitu muara antara kedua buah saluran telur.
7. Planaria berkembang biak dengan cara seksual maupun aseksual. Planaria akan
menghindarkan diri bila terkena sinar yang kuat, oleh karena itu pada siang hari
cacing itu melindungkan diri di bawah naungan batu-batu atau daun atau di
bawah objek yang lain. Pada waktu istirahat biasanya Planaria melekatkanatau
menempelkan diri pada suatu objek dengan bantuan zat lendir yang dihasilkan
oleh kelenjar-kelenjar lendir. Planaria melakukan dua macam gerak, yaitu gerak
merayap dan meluncur.
Keberadaan: 12000 spesies di seluruh dunia; hidup di dalam atau pada tubuh hewan
lain. Semua cacing hisap adalah parasit, berbentuk silinder atau seperti daun. Panjang
berkisar 1 cm hingga 6 cm. Cacing ini memiliki penghisap untuk menempelkan diri ke
organ internal atau permukaan luar inangnya, dan semacam kulit keras yang membantu
melindungi parasit itu. Organ reproduksinya mengisi hampir keseluruhan bagian
interior cacing hisap.
Sebagai suatu kelompok, cacing trematoda memparasiti banyak sekali jenis inang,
dan sebagian besar spesies memiliki siklus hidup yang kompleks dengan adanya
pergiliran tahap seksual dan aseksual. Banyak trematoda memerlukan suatu inang
perantara atau intermediet tempat larva akan berkembang sebelum menginfeksi inang
terakhirnya (umumnya vertebrata), tempat cacing dewasa hidup. Sebagai contoh,
trematoda yang memparasati manusia menghabiskan sebagian dari sejarah hidupnya di
dalam bekicot.
Trematoda dewasa pada umumnya hidup di dalam hati, usus, paru-paru, ginjal, dan
pembuluh darah vertebrata. Trematoda berlindung di dalam tubuh inangnya dengan
Antelmintika | 16
melapisi permukaan tubuhnya dengan kutikula dan permukaan tubuhnya tidak
memiliki silia.
Trematoda tidak mempunyai rongga badan dan semua organ berada di dalam
jaringan parenkim. Tubuh biasanya pipih dorsoventral, dan biasanya tidak bersegmen
dan seperti daun. Mereka mempunyai dua alat penghisap, satu mengelilingi mulut dan
yang lain berada di dekat pertengahan tubuh atau pada ujung posterior. Alat penghisap
yang kedua disebut asetabulum karena bentuknya mirip dengan mangkuk cuka.
Dinding luar atau tegumen trematoda adalah kutikula yang kadang2 mengandung
duri atau sisik. Sistem pencernaan makanan sangat sederhana. Terdapat mulut pada
ujung anterior, yang dikelilingi oleh sebuah alat penghisap. Makanan dari mulut
melalui farings yang berotot ke esofagus dan kemudian ke usus, yang terbagi menjadi
dua sekum yang buntu. Sekum ini kadang2 bercabang, dan percabangan ini kadang-
kadang sedikit rumit. Kebanyakan trematoda tidak mempunyai anus, dengan demikian
sisa bahan makanan harus diregurgitasikan.
Sistem saraf adalah sederhana. Cincin dari serabut saraf dan ganglia mengelilingi
esofagus, dan dari sini saraf berjalan ke depan dan belakang. Biasanya, sebatang saraf
berjalan kebelakang pada setiap sisi, dan saraf-saraf bertolak dari sini menuju ke
berbagai organ.
Trematoda tidak mempunyai sistem peredaran darah. Sistem ekskresi tersusun dari
sebuah kandung kemih posterior. Sebuah sistem percabangan dari tabung pengumpul
yang masuk ke dalam kandung kemih, dan sebuah sistem sel-sel ekskresi yang terbuka
ke dalam saluran pengumpul tersebut. Tidak terdapat organ ekskresi yang terlepas, sel-
sel ekskresi ditempatkan secara strategis di seluruh tubuh. Sel ekskresi terdiri dari
sebuah sitoplasma basal yang berisi inti dan sebuah vakuola berisi seberkas silia ynag
terbuka secara tetap ke dalam saluran pengumpul.
Larva, yang dilengkapi dengan scolex akan berkembang menjadi kista pada
jaringan tubuh inang, misal pada otot. Manusia yang memakan daging yang terinfeksi,
akan menyebabkan kista berkembang menjadi cacing pita dewasa Cacing pita dewasa
terdiri dari scolex dan proglotid.Proglotid pada bagian ujung mengandung telur yang
telah dibuahi yang siap dikeluarkan bersama feses untuk menginfeksi kembali Di
dalam telur yang telah dibuahi, embrio berkembang menjadi larva. Sapi mungkin akan
memakan telur bersama rumput dan akan menjadi inang sementara bagi cacing pita.
a. Mebendazol
Sifat fisik :
Sifat Kimia :
5. methyl [(5-benzoyl-3H-benzoimidazol-2-yl)amino]formate
Rumus Kimia :
6. C16H13N3O3
Khasiat obat :
1. Pirantel Pamoat
Khasiat obat :
Antelmintika | 22
4. Pemberian dengan Dosis tunggal
5. Pemakaiannya berupa dosis tunggal, yaitu hanya satu kali diminum.Dosis
biasanya dihitung per berat badan (BB), yaitu 10 mg / kgBB. Walaupun demikian,
dosis tidak boleh melebihi 1 gr. Sediaan biasanya berupa sirup (250 mg/ml) atau
tablet (125 mg /tablet). Bagi orang yang mempunyai berat badan 50 kg misalnya,
membutuhkan 500 mg pirantel. Jadi jangan heran jika orang tersebut diresepkan 4
tablet pirantel (125 mg) sekali minum.
a. Tiabendazol
Sifat fisika :
Regimen dosis pemberian untuk pasien (dalam mg, mg/kg berat badan, mg/luas
permukaan tubuh atau satuan lainnya )
1. Invermektin
a. Prazikuantel
1. Khasiat obat
Obat pilihan untuk pengobatan semua bentuk skistosomiasis dan infeksi cestoda
seperti sistisercosis
a. Mekanisme kerja
Kontra Indikasi
b. Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil atau menyusui.
c. Prazikuantel tidak boleh diberikan untuk mengobati sistiserkosis mata karena
penghancuran organisme dalam mata dapat merusak mata
Efek samping: Mengantuk, pusing, lesu, tidak mau makan dan gangguan pencernaan
Informasi obat:
a. Niklosamid
Khasiat obat
a. Membersihkan usus dari segmen-segmen cacing yang mati agar tidak terjadi digesti
dan pelepasan telur yang dapat menjadi sistiserkosisi.
Regimen dosis pemberian untuk pasien (dalam mg, mg/kg berat badan, mg/luas
permukaan tubuh atau satuan lainnya )
Informasi obat:
BAB III
PENUTUP
Antelmintika | 28
3.1 Kesimpulan
Kecacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya parasit berupa cacing
kedalam tubuh manusia karena menelan telur cacing. Terdapat tiga golongan cacing yang
menyerang manusia yaitu nematoda, trematoda, dan cestoda. Antelmintika atau obat cacing
adalah obat yang dapat memusnahkan cacing dalam tubuh manusia dan hewan. Obat-obat
yang dapat digunakan untuk pengobatan parasit cacing tersebut adalah mebendazole,
pirantel pamoat, tiabendazole, invermektin, prazikuantel, dan niklosamid. Kebanyakan
antelmintik efektif terhadap satu macam cacing, sehingga diperlukan diagnosis tepat
sebelum menggunakan obat tertentu.
Antelmintika | 29
DAFTAR PUSTAKA
Ganiswara, S.G., Setiabudi, R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti, Nafrialdi (Editor). 1995.
Farmakologi dan Terapi. Edisi 4.. Bagian Farmakologi FK UI: Jakarta
Antelmintika | 30
Hoan Tan Tjay,drs & Kirana Rahardja. 2003. Obat-obat penting, Khasiat, penggunaan dan
efek sampingnya : Elexmedia Computindo
ANTIMIKROBA
BAB I
PENDAHULUAN
Antelmintika | 31
mengembangkan obat-obat baru dan berbeda untuk menggantikan obat-obat
yang telah menjadi efektif. (Pelczar, 2007).
Antelmintika | 32
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Antelmintika | 34
3. Antimikroba Yang Mengganggu Keutuhan Membran Sel Mikroba.
2. AMINOGLIKOSIDA
Aminoglikosida digunakan untuk beberapa jenis diare dan kondisi
lain yang khas. Contoh obat dari golongan Aminoglikosida adalah
Antelmintika | 35
Kantrex, Mycifradin, Kanamisin, Neomisin. Terdapat beberapa interaksi
antara antibiotik golongan ini dengan antibiotik golongan lain, seperti :
b. Aminoglikosida – Aminoglikosida (yang lain)
Efek merugikan masing-masing antibiotikda dapat meningkat.
Akibatnya : mungkin fungsi pendengaran dan ginjal rusak
permanen.
c. Aminoglikosida – Pil KB
Efek pil KB dapat berkurang. Akibatnya : resiko hamil
meningkat, kecuali jika digunakan untuk kontrasepsi lain.
d. Aminoglikosida – Sefalosporin
Efek samping merugikan dari masing-masing obat dapat
meningkat. Akibatnya : ginjal mungkin rusak. Gejala yang
dilaporkan : pengeluaran air kemih berkurang, ada darah dalam
air kemih, rasa haus yang berlebihan, hilang nafsu makan,
lemah, pusing, mengantuk, dan mual.
e. Aminoglikosida – Digoksin
Efek digoksin dapat berkurang. Digoksin digunakan untuk
mengobati layu jantung dan untuk menormalkan kembali denyut
jantung yang tak teratur. Akibatnya : kelainan jantung mungkin
tidak terkendali dengan baik.
f. Aminoglikosida – Estrogen
Efek estrogen dapat berkurang. Estrogen diberikan pada wanita
yang kekurangan estrogen selama mati haid dan sesudah
histerektomi, untuk mencegah rasa nyeri karena pembengkakan
payudara sesudah melahirkan karena ibu tidak menyusui bayinya,
dan untuk mengobati amenore.
g. Aminoglikosida – Vankomisin
Efek samping merugikan dari masing-masing obat dapat
meningkat. Akibatnya : pendengaran dan ginjal dapat rusak secara
permanen. Vankomisin adalah antibiotika yang digunakan untuk
enterokolitis.
3. SEFALOSPORIN
Antelmintika | 36
Sefalosporin bertalian dengan penisilin dan digunakan untuk
mengobati infeksi saluran pencernaan bagian atas seperti sakit
tenggorokan, pneumonia, infeksi telinga, kulit dan jaringan lunak,
tulang, dan saluran kemih. Contoh obat dari golongan Sefalosporin
adalah Sefradin, Sefadroksil, dan Duficef. Interaksi obat dengan
golongan ini, diantaranya :
b. Sefalosporin – Kloramfenikol
Kombinasi ini dapat menekan sumsum tulang belakang secara
berlebihan. Gejala yang dilaporkan : sakit tenggorokan, demam,
kedinginan, tukak mulut, pendarahan atau memar di seluruh
tubuh, tinja hitam pekat, dan kehilangan tenaga yang tak lazim.
c. Sefalosporin – Probenesid
Efek antibiotika sefalosporin dapat meningkat. Akibatnya : resiko
kerusakan ginjal meningkat. Gejala yang dilaporkan : pengeluaran
air kemih berkurang, nafsu makan hilang, lemah, pusing,
mengantuk, dan mual.
4. KLORAMFENIKOL
Kloramfenikol diberikan untuk mengobati infeksi yang berbahaya
yang tidak efektif bila diobati dengan antibiotik yang kurang efektif.
Contoh obat dari golongan Kloramfenikol adalah Chloromycetin dan
Mychel. Contoh interaksi Kloramfenikol dengan obat lain adalah:
g. Kloramfenikol – Antikoagulan
Efek antikoagulan dapat meningkat. Antikoagulan digunakan
untuk mengencerkan darah dan mencegah pembekuan. Akibatnya:
resiko pendarahan meningkat. Gejala yang dilaporkan: memar dan
pendarahan di seluruh tubuh.
h. Kloramfenikol – Pil KB
Efek Pil KB dapat berkurang. Akibatnya : resiko hamil
meningkat, kecuali jika digunakan bentuk kontrasepsi lain.
Antelmintika | 37
j. Kloramfenikol – Klindamisin atau Linkomisin
Efek kedua antibiotika dapat berkurang. Akibatnya : infeksi yang
diobati mungkin tidak sembuh seperti yang diharapkan.
l. Kloramfenikol – Estrogen
Efek estrogen dapat berkurang. Estrogen diberikan pada wanita
yang kekurangan estrogen selama mati haid dan sesudah
histerektomi, untuk mencegah rasa nyeri karena pembengkakan
payudara sesudah melahirkan karena ibu tidak menyusui bayinya,
dan untuk mengobati amenore. Akibatnya : gangguan yang
diobati mungkin tidak terkendali dengan baik.
m. Kloramfenikol – Griseofulvin
Kombinasi ini dapat menekan sumsum tulang belakang ssecara
berlebihan. Gejala yang dilaporkan : sakit tenggorokan, demam,
kedinginan, tukak mulut, pendarahan atau memar di seluruh
tubuh, tinja hitam pekat, dan kehilangan tenaga yang tidak lazim.
n. Kloramfenikol – Penisilin
Efek penisilin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi yang diobati
mungkin tidak sembuh seperti yang diharapkan.
o. Kloramfenikol – Fenitoin
Efek fenitoin dapat meningkat. Fenitoin adalah antikonvulsan
yang digunakan untuk kejang dalam gangguan seperti ayan.
Akibatnya : dapat timbul efek samping yang merugikan karena
terlalu banyak fenitoin. Gejala yang dilaporkan : nanar dan
gangguan penglihatan.
b. Klindamisin/Linkomisin – Eritroimisin
Efek klindamisin/linkomisin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi
yang diobati mungkin tidak sembuh seperti yang diharapkan.
6. ERITROMISIN
Eritromisin digunakan untuk mengobati infeksi saluran napas
bagian atas seperti infeksi tenggorokan dan infeksi telinga, infeksi
saluran nafas bagian bawah seperti pneumonia, untuk infeksi kulit dan
jaringan lunak, untuk sifilis, dan efektif untuk penyakit Legionnaire
(penyakit yang ditularkan oleh serdadu sewaan). Eritromisin sering
digunakan untuk pasien yang alergi terhadap penisilin. Contoh obat
golongan Eritromisin adalah Bristamycin, Pedamycin, dan Robimycin.
Interaksi yang terjadi antara Eritromisin dengan obat lain antara lain :
c. Eritromisin – Karbamazepin
Efek karbamazapin dapat meningkat. Karbamazepin adalah
antikonvulsan yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada
gangguan seperti ayan. Akibatnya : terjadi efek samping
merugikan yang disebabkan karena terlalu banyak karbamazepin.
d. Eritromisin – Digoksin
Efek digoksin dapat berkurang. Digoksin digunakan untuk
mengobati layu jantung dan untuk menormalkan kembali denyut
Antelmintika | 39
jantung yang tak teratur. Akibatnya : terjadi efek saming
merugikan yang disebabkan karena terlalu banyak digoksin.
e. Eritromisin – Penisilin
Efek masing-masing antibiotik dapat meningkat atau berkurang.
Karena akibatnya sulit diramalkan, sebaiknya kombinasi ini
dihindari.
7. GRISEOFULVIN
Griseofulvin diberikan secara oral untuk mengobati infeksi fungi
pada kuli, rambut, kuku jari tangan, dan kuku jari kaki. Contoh obat
pada golongan ini adalah : Fulvicin, Grifulvin, dan Grisactin. Interaksi
yang terjadi antara Griseofulvin dengan jenis obat lain, antara lain :
b. Griseofulvin – Antikoagulan
Efek antikoagulan dapat berkurang. Antikoagulan digunakan
untuk mengencerkan darah dan mencegah pembekuan. Akibatnya :
darah dapat tetap membeku meski pun pasien diberi antikoagulan.
c. Griseofulvin – Barbiturat
Efek griseofulvin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi fungi yang
diobati mungkin tidak sembuh seperti yang diharapkan. Barbiturat
digunakan sebagai sedativa atau sebagai pil tidur.
d. Griseofulvin – Primidon
Efek griseofulvin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi fungi yang
diobati mungkin tidak sembuh seperti yang diharapkan. Primidon
adalah antikonvulsan yang digunakan untuk mengobati gangguan
kejang seperti pada ayan.
8. METRODINAZOL
Metrodinazol dierikan secara oral untuk mengobati infeksi
trikhomoniasis, suatu jenis vaginitis. Pengobatan dilakukan pada kedua
pihak pasangan sanggama. Contoh obat dari golongan Metrodinazol
adalah Flagyl dan Metryl. Interaksi antara Metrodinazol dengan obat
lain diantaranya :
h. Metrodinazol – Alkohol
Kombinasi ini dapat menyebabkan reaksi yang sama seperti yang
disebabkan oleh disulfiram. Disulfiram menekan keinginan
pecandu alkohol untuk minum alkohol karena terjadi reaksi
dengan alkohol yang menyebabkan efek samping yang
Antelmintika | 40
merugikan. Metrodinazol menunjukkan interaksi yang sama,
hanya tidak sekuat disulfiram.
i. Metrodinazol – Antikoagulan
Efek koagulan dapat meningkat. Antikoagulan digunakan untuk
mengencerkan darah dan mencegah pembekuan. Akibatnya :
resiko pendarahan meningkat. Gejala yang dilaporkan : memar
dan pendarahan di seluruh tubuh, dan tinja hitam pekat.
j. Metrodinazol – Kloramfenikol
Kombinasi ini dapat menekan sumsum tulang belakang secara
berlebihan. Gejala yang dilaporkan: sakit tenggorokan, demam,
kedinginan, tukak mulut, pendarahan atau memar di seluruh
tubuh, tinja hitam pekat, dan kehilangan tenaga yang tidak lazim.
Kloramfenikol digunakan untuk mengobati infeksi berbahaya yang
tidak sembuh bila diobati dengan antibiotik lain yang kurang
efektif.
k. Metrodinazol – Disulfiram
Kombinasi ini dapat menimbulkan rasa bingung dan perilaku
psikotik atau perilaku yang menyimpang. Disulfiram digunakan
untuk menanggulangi kecanduan alkohol.
9. KETOKONAZOL
Ketokonazol diberikan secara oral untuk mengobati infesi fungi
pada kulit, rambut, kuku jari tangan, dan kuku jari kaki. Contoh obat
pada golongan ini adalah Nizoral. Interaksi yang terjadi antara
Ketokonazol dengan obat lain diantaranya :
a. Ketokonazol – Antasida
Efek ketakonazol dapat berkurang. Akibatnya : infeksi fungi yang
diobati mungkin tidak sembuh seperti yang diharapkan. Interaksi
ini dicegah dengan menggunakan obat ketokonaol sekurang-
kurangnya dua jam seelum menggunakan antasida.
b. Ketokonazol – Simetidin
Efek ketokonazol dapat berkurang. Akibatnya: infeksi fungi yang
diobati mungkin tidak sembuh seperti yang diharapkan. Simetidin
digunakan untuk mengobati tukak lambung. Interaksi ini dicegah
dengan cara menggunakan obat ketokonazol sekurang-kurannya
dua jam sebelum menggunakan simetidin.
Antelmintika | 41
10. PENISILIN
Penisilin digunakan untuk mengobati infeksi pada saluran napas
bagian atas seperti sakit tenggorokan, untuk infeksi telinga, bronkhitis
kronis, pneumonia, saluran kemih. Contoh obat dalam golongan
penisilin adahah Amoksisilin, Amoxsan, Ampisilin, dan Amoxil.
Interaksi antara Penisilin dengan obat lain, diantaranya :
d. Penisilin – Alopurinol
Resiko bengkak-bengkak pada kulit akiat penggunaan antibiotik
meningkat. Alopurinol digunakan untuk mengobati pirai.
e. Penisilin – Pil KB
Efek pil KB dapat berkurang. Akibatnya : resiko hamil
meningkat, kecuali jika digunakan bentuk kontrasepsi lain.
f. Penisilin – Tetrasiklin
Efek penisilin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi yang diobati
mungkin tidak sembuh seperti yang diharapkan.
11. TETRASIKLIN
Tetrasiklin digunakan untuk mengobati infeksi jenis yang sama
seperti yang diobati penisilin dan juga untuk infeksi lainnya seperti
kolera, demam berbintik Rocky Mountain, Syanker, konjungtivitis
mata, dan amubiasis intestinal. Dokter ahli kulit menggunakannya pula
untuk mengobatik beberapa jenis jerawat. Contoh obat dari golongan
Tetrasiklin adalah Terramycin, Tetrasiklin, dan Tetracyn. Interaksi
tetrasiklin dengan obat lain, diantaranya:
e. Tetrasiklin – Antasida
Efek tetrasiklin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi mungkin
tidak dapat disembuhka dengan pengobatan tetrasiklin. Untuk
mencegah interaksi ini, penggunaan masing-masing obat supaya
diselang waktu dua jam.
f. Tetrasiklin – Pencahar
Efek tetrasiklin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi mungkin
tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan tetrasiklin.
g. Tetrasiklin – Vitamin A
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan di dalam tengkorak
dengan gejala seperti sakit kepala berat, mual, dan ganggugan
penglihatan.
Antelmintika | 42
II.3 Resistensi Antimikroba
1. Reaksi Alergi
Reaksi alergi dapat ditimbulkan oleh semua antibiotik dengan melibatkan
sistem imun tubuh hospes.terjadinya tidak bergantung pada besarnya
dosis obat . Manifestasi gejala dan derajat beratnya reaksi dapat
bervariasi.
2. Reaksi Idiosinkrasi
Gejala ini merupakan reaksi abnormal yang diturunkan secara genetik
terhadap pemberian antimikroba tertentu. Sebagai contoh 10% pria
berkulit hitam akan mengalami anemia hemolitik berat bila mendapat
primakulin. Ini disebabkan mereka kekurangan enzim G6PD.
3. Reaksi Toksik
AM pada umumnya bersifat toksik-selektif , tetapi sifat ini relatif. Efek
toksik pada hospes ditimbulkan oleh semua jenis antimikroba.
2. Umur
3. Kehamilan
4. Genetik
5. Keadaan patolik tubuh hospes
3. Bakteriostatik
Antimikroba yang tergolong bakteriostatik menghambat pertumbuhan
bakteri, alih-alih membunuhnya secara langsung. Karena bakteri
patogen terhambat pertumbuhannya, sistem kekebalan tubuh dapat
dengan mudah memerangi infeksi. Mekanisme kerja antimikroba
bakteriostatik adalah dengan mengganggu sintesis protein pada
bakteri penyebab penyakit.
Contoh antimikroba bakteriostatik adalah Spectinomycin (Obat
Gonore), Tetracycline (Obat infeksi), Kloramfenikol (Untuk infeksi
bakteri), dan Makrolida (efektif untuk bakteri gram positif).
4. Bakteriasida
Antibiotik bakteriasida mengandung senyawa aktif yang secara
langsung membunuh bakteri. Untuk membunuh bakteri, antibiotik
jenis ini menargetkan dinding sel luar, membran sel bagian dalam,
serta susunan kimia bakteri.
Contoh antimikroba bakteriasida adalah Penisilin (menyerang dinding
sel luar), Polymyxin (menargetkan membran sel), dan Kuinolon
Antelmintika | 45
(mengganggu jalur enzim). Beberapa zat bakteriosida digunakan
sebagai desinfektan, sterilisasi, dan antiseptik.
BAB III
III.1 Pembahasan
Antelmintika | 46
Antimikroba atau antiinfeksi, termasuk antiparasit, adalah obat yang
digunakan untuk terapi kondisi patologi yang disebabkan oleh karena terjadi
infeksi mikroba atau invasi parasit. (ISO Indonesia, 2013)
Antelmintika | 47
Antimikroba ini adalah antimikroba yang merusak lapisan
peptidoglikan yang menyusun dinding sel bakteri Gram Positif
maupun Gram Negatif, contohnya penisilin.
Mekanisme kerjanya adalah dengan mencegah ikatan silang
peptidoglikan pada tahap akhir sintesis dinding sel, yaitu dengan
cara menghambat protein pengikat penisilin. Protein ini merupakan
enzim dalam membran plasma sel bakteri yang secara normal
terlibat dalam penambahan asam amino yang berikatan silang
dengan peptidoglikan dinding sel bakteri, dan mengeblok aktivitas
enzim transpeptidase yang membungkus ikatan silang polimer-
polimer gula panjang yang membentuk dinding sel bakteri sehingga
dinding sel menjadi rapuh dan mudah lisis.
Contoh antimikroba yang memiliki mekanisme penghambatan
sintesis dinding sel yang lain adalah monobaktam, sefalosporin,
karbapenem, basitrasin, vankomisin, dan isoniasid (INH).
Antelmintika | 48
Aminoglikosida merupakan kelompok antimikroba yang gula
aminonya tergabung dalam ikatan glikosida. Antimikroba ini
memiliki spektrum luas dan bersifat bakterisidal dengan mekanisme
penghambatan pada sintesis protein. Antimikroba ini berikatan pada
subunit 30s ribosom bakteri dan menghambat translokasi peptidil-
tRNA dari situs A ke situs P, dan menyebabkan kesalahan
pembacaan mRNA dan mengakibatkan bakteri tidak mampu
menyintesis protein vital untuk pertumbuhannya. Contohnya adalah
streptomisin sebagai obat alternatif TBC, namun memiliki
kelemahan berupa resistensi bakteri yang cukup tinggi serta adanya
efek toksik. Contoh lainnya adalah gentamisin yang berasal dari
Micromonospora yang efektif untuk infeksi Pseudomonas, dan
tobramisin yang berupa sediaan aerosol untuk mengontrol infeksi
pada pasien sistik fibrosis.
Antelmintika | 49
Hal ini menjelaskan sifat toksisitas selektif sulfa drug sebagai
bakteri.
III.2 Kesimpulan
Antelmintika | 50
DAFTAR PUSTAKA
Badan POM RI. 2013. ISO Indonesia Volume 48. Jakarta : PT. ISFI
Penerbitan Jakarta.
ANTIBIOTIK
BAB I
PENDAHULUAN
Latar BelakangMasalah
Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di
dunia terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri. Menurut WHO (2006),
rumah sakit selalu mengeluarkan lebih dari seperempat anggarannya untukbiaya
penggunaanantibiotik.Dinegarayangsudahmaju13-37%dariseluruhpenderita yang
Antelmintika | 51
dirawat di rumah sakit mendapatkan antibiotik baik secara tunggal maupun
kombinasi, sedangkan di negara berkembang 30-80% penderita yang dirawat di
rumah sakit mendapat antibiotik. Seringkali penggunaan antibiotik dapat
menimbulkan masalah resistensi dan efek obat yang tidak dikehendaki, oleh
karena itu penggunaan antibiotik harus mengikuti strategi peresepan antibiotik
(Johns Hopkins Medicine et al.,2015).
Penulisan resep dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat tersebut
cenderung meluas. The Center for Disease Control and Prevention in USA
menyebutkan terdapat 50 juta peresepan antibiotik yang tidak diperlukan
(unnecessary prescribing) dari 150 juta peresepan setiap tahun (Center for
Disease Control and Prevention et al., 2013).
Terkaitdenganperesepanyangtidakdiperlukan,penelitianyangdilakukan di
dua rumah sakit di Yogyakarta pada tahun 2006-2007 dengan kriteria inklusi
yaitupasien65tahunkeatasdanmemilikidatarekammedikyanglengkap,yang
dibagimenjadikelompokA(pasienyangmenerimakurangdarilimaobatperhari) dan
kelompok B (pasien yang menerima lebih dari lima obat perhari)
menyebutkanbahwaterjadi63kasus(63%)dengantotalkejadian117kasus.Dari 100
pasien, 24% menerima lebih dari lima obat perhari selama tinggal di rumah sakit.
Jumlah kejadian terapi obat yang tidak perlu pada pasien dengan 5 atau kurang
perhari lebih rendah dibandingkan pasien dengan lebih dari lima obat
perhariselamatinggaldirumahsakit(Rahmawatietal.,2009).
Penyakitinfeksiseringkalidialamiolehpasiengeriatrikarenapadageriatri
memiliki kerentanan terhadap infeksi yang lebih tinggi dibandingkan pasien lain
Antelmintika | 52
2
(Beckettetal.,2014),haliniyangmendasaripenulisuntukmelakukanpenelitian
danmemilihRSUPdr.SoeradjiTirtonegoro,Klaten,JawaTengahyangberadadi
negara berkembang (Indonesia) dan juga karena di rumah sakit ini belum pernah
dilakukan penelitian yang berkaitan dengan ketepatan penggunaan antibiotik
sebelumnya terutama pada geriatri yang berkaitan dengan ketepatan indikasi,
ketepatanpasien,ketepatanobat,danketepatandosisyangmeliputitepatbesaran dosis,
tepat frekuensi, tepat durasi, dan tepat rute pemberian penggunaan
antibiotikpadapasienusialanjut(geriatri)yangmenderitapenyakitdiare,sepsis, dan
infeksi saluran kemih (ISK) karena tiga penyakit infeksi tersebut memiliki jumlah
penderita tertinggi di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten pada tahun 2014.
Penelitian ini mengevaluasi penggunaan antibiotik karena pasien geriatri
memilikirisikoyanglebihbesarmengalamiketidaktepatanpenggunaanantibiotik
daripadaanak-anakdanorangdewasa,salahsatufaktoryangseringkalimenjadi
penyebabyaitumenurunnyafungsihatidanginjalpadapasiengeriatri,kerentanan
terhadap penyakit infeksi meningkat dengan bertambahnya usia, penurunan pH
pada gastrointestinal pada proses absorpsi, penurunan cairan tubuh pada proses
distribusi, penurunan aliran darah hepatik pada proses metabolisme, dan
penurunan sekresi tubular pada klirens (Eko, 2013). Kemudian padapenggunaan
antibiotik, penyakit infeksi sering kali diderita oleh penduduk di negara
berkembang dari pada di negara maju, berbagai studi menemukan bahwa sekitar
40-62% antibiotik digunakan secara tidak tepat antara lain untuk penyakit-
penyakit yang sebenarnya tidak memerlukan antibiotik. Pada penelitian kualitas
penggunaan antibiotik di berbagai bagian rumah sakit ditemukan 30% sampai
dengan80%tidakdidasarkanpadaindikasi.Intensitaspenggunaanantibiotikyang
relatif tinggi menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan ancaman
global bagi kesehatan terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik. Selain
berdampak pada morbiditas dan mortalitas, juga memberi dampak negatif
terhadap ekonomi dan sosial yang sangat tinggi (Kementerian Kesehatan RI,
2011).
Antelmintika | 2
6. RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi
masalahdalampenelitianiniadalahberapabesarketepatanpenggunaanantibiotik pada
penyakit diare, sepsis, dan infeksi saluran kemih (ISK) terutama masalah tepat
indikasi, tepat pasien, tepat obat, dan tepat dosis (besaran dosis, frekuensi,
durasi,danrutepemberian)padapasiengeriatridiRSUPdr.SoeradjiTirtonegoro,
Klaten, Jawa Tengah periode Januari-Desember2014?
7. TujuanPenelitian
Dari latar belakang dan perumusan masalah tersebut maka tujuan dari
penelitian ini yaitu untuk mengetahui seberapa besar ketepatan penggunaan
antibiotik pada penyakit diare, sepsis, dan infeksi saluran kemih (ISK) yang
berkaitan dengan tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, dan tepat dosis (besaran
dosis, frekuensi, durasi, dan rute pemberian) pada pasien geriatri di RSUP dr.
Soeradji Tirtonegoro, Klaten, Jawa Tengah periode Januari-Desember 2014.
8. TinjauanPustaka
f. Geriatri
Pasien geriatri atau usia lanjut didefinisikan sebagai pasien yang berumur
lebih dari 65 tahun. Pada kenyataannya pasien usia lanjut sering menderita
beberapa penyakit sekaligus dan memerlukan diagnosis yang tepat. Gejala yang
dialamiolehpasienlansiakemungkinanbesartidakspesifiksepertipasiendewasa
(Midlovetal.,2009).Pasienlansiamemerlukanpelayananfarmasiyangberbeda dari
pasien muda. Penyakit yang beragam dan kerumitan regimen pengobatan adalah
hal yang sering terjadi pada pasien lansia. Faktor-faktor inilahyang menyebabkan
pasien mengalami kesulitan dalam mematuhi proses pengobatan
sepertimenggunakanobatdenganindikasiyangsalah,menggunakanobatdengan
indikasi yang tidak tepat atau menghentikan penggunaan obat (British National
Formulary,2009).
Antelmintika | 3
g. Penggunaan Antibiotik pada PasienGeriatri
p. Prinsip penggunaan antibiotik pada pasiengeriatri
Hal yang harus diperhatikan pada pemberian antibiotik pada usia lanjut
yaitu:
12. Pada umumnya pasien usia lanjut (>60 tahun) mengalami gangguan fungsi
ginjal sehingga penggunaan antibiotik tertentu yang eliminasinya terutama
melalui ginjal memerlukan penyesuaian dosis atau perpanjangan interval
pemberian.
13. Pada usia lanjut komorbiditas menyebabkan mereka menggunakan berbagai
jenisobatsehinggaperludipertimbangkanpenggunaanobatdenganantibiotik.
14. Terapi antibiotik empiris pada pasien usia lanjut perlu segera dikonfirmasi
dengan pemeriksaan mikrobiologi dan penunjang yanglain.
(Kementerian Kesehatan, 2011)
q. FarmakokinetikantibiotikpadapasiengeriatrimenurutEko(2013)
d. Absorpsi
a. Perubahan sekresi getah lambung yang meliputi penurunan volume dan
keasaman getahlambung.
b. Perubahan pada mukosa salurancerna.
c. Perubahan pada laju pengosongan lambung dan motilitas usus serta
berkurangnya aliran darahmesentrik.
e. Distribusi
a. Peningkatan lemak: peningkatan volume distribusi obat-obatan yang
bersifatlipofilik(sepertiantidepresan,antipsikotik,danbenzodiazepin).
b. Penurunancairantubuh:penurunanvolumedistribusidariobat-obatyang
bersifat hodrofilik (sepertiasetaminophen).
c. Penurunan serumalbumin
f. Metabolisme
a. Penurunan aliran darah hepatik: penurunan obat-obatan klierens hepatik
dengan koefisien ekstaksi yangtinggi.
b. Penurunan massa hati: penurunan angka fungsihepatosit.
c. Penurunan aktivitas enzim: reaksi oksidasi yanglambat.
Antelmintika | 4
g. Klirens
a. Penurunan filtrasiglomerular
b. Penurunan sekresitubular
h. Dosis
a. Dosis pada penggunaanantibiotik
Aktivitas antibiotik dapat dikuantifikasi dengan mengintegrasikan
parameter-parameter PK (farmakokinetik)/PD (farmakodinamik) dengan KHM.
Parameter tersebut yaitu: rasio kadar puncak/KHM, waktu > KHM, dan rasio
AUC-24jam/KHM. Tiga sifat farmakodinamik antibiotik yang paling baik untuk
menjelaskan aktivitas bakterisidal adalah time-dependence, concentration-
dependence, dan efek persisten. Kecepatan bakterisidal ditentukan oleh panjang
waktu yang diperlukan untuk membunuh bakteri (time-dependence), atau efek
meningkatkan kadar obat (concentration-dependence). Efek persisten mencakup
Post-Antibiotic Effect (PAE). PAE adalah supresi pertumbuhan bakteri secara
persisten sesudah paparan antibiotik (Kementerian Kesehatan, 2011).
b. Penyesuaian dosis pada penurunan fungsihati
Pedoman penyesuaian dosis insufisiensi fungsi liver tergantung dari
kondisi fungsi hati tersebut. Secara umum dikatakan bahwa penyesuaian dosis
hanya dilakukan pada insufisiensi hati serius sehingga insufisiensi ringansampai
sedangtidakperludilakukanpenyesuaiandosis.Strategipraktissebagaiberikut:
5. Dosistotalharianditurunkansampai50%bagiobatyangtereliminasimelalui liver
pada pasien sakit hatiserius.
6. Sebagai alternatif, dapat menggunakan antibiotik yang tereliminasi melalui
ginjal dengan dosisregular.
(Kementerian Kesehatan, 2011)
c. Penyesuaian dosis pada gangguan fungsiginjal
i. Pada pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal, dosis antibiotik
disesuaikandenganbersihankreatinin(creatinineclearance).Penyesuaian
dosispentinguntukdilakukanterhadapobatdenganrasiotoksik–terapetik
Antelmintika | 5
yang sempit, atau obat yang dikonsumsi oleh pasien yang sedang
mengalami penyakit ginjal.
ii. Menghindari obat yang bersifatnefrotoksis.
(Kementerian Kesehatan, 2011)
i. Diare
Diare adalah peradangan mukosa lambung dan usus halus yang ditandai
dengan buang air besar lembek atau cair, dapat bercampur darah atau lendir,
dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu 24 jam, dan disertai dengan
muntah,demam,rasatidakenakdiperut,danmenurunnyanafsumakan.Apabila diare
>30 hari disebut kronis. Penyebab diare antara lain infeksi, malabsorbsi,
keracunan atau alergi makanan dan psikologis penderita. Infeksi yang
menyebabkandiareakibatEntamoebahistolyticadisebutdisentri,biladisebabkan
oleh Giardia lamblia disebut giardiasis, sedangkan bila disebabkan oleh Vibrio
cholera disebut kolera (Menteri Kesehatan RI,2014).
a. Jenis-jenisdiare
7. Diarespesifik,disebabkankarenaadanyainfeksisepertivirus,bakteri,maupun
parasit.Gejaladiarespesifikyaituterdapatkenaikansuhutubuhpadapenderita,
ditemukannya lendir atau darah padatinja.
8. Diare non-spesifik, dapat terjadi akibat salah makan, ketidakmampuan
lambungdalammemetabolismelaktosa,danlain-lain.Gejalayangditimbulkan
yaitu tidak adanya kenaikan suhu pada penderita dan tidak adanya lendir atau
darah padatinja.
(BinaFarmasiKomunitasdanKlinik,2007)Di
are yang hanya sekali-sekali tidak berbahaya danbiasanyasembuhsendiri. Tetapi
diare yang berat bisa menyebabkan dehidrasidanbisamembahayakan jiwa.
Dehidrasi adalah suatu keadaan dimanatubuhkekurangancairan tubuh yang dapat
berakibat kematian. Pada kasus yang jarang,diareyangterus-
menerusmungkinmerupakangejalapenyakitberatsepertitipus,koleraatau
kanker usus (Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2007).
Antelmintika | 6
b. Faktor risiko penyakit diareyaitu:
13. Kebersihandansanitasilingkunganyangkurang.
14. Riwayatintoleransilaktosa,riwayatalergiobat.
15. Infeksi HIV atau infeksi menularseksual.
(Menteri Kesehatan RI, 2014)
c. Penatalaksanaan penyakitdiare
Pada umumnya diare akut bersifat ringan dan sembuh cepat dengan
sendirinya melalui rehidrasi dan obat antidiare, sehingga jarang diperlukan
evaluasi lebih lanjut. Pasien diare yang belum dehidrasi dapatdiberikan obat anti
diare untuk mengurangi gejala dan antimikroba untuk terapi definitif (Menteri
Kesehatan RI,2014).
Obat antidiare, antara lain:
h. Turunan opioid: loperamide, difenoksilat atropine, tinkturopium.
i. Obat ini sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan disentri yang disertai
demam, dan penggunaannya harus dihentikan apabila diare semakin berat
walaupun diberikanterapi.
j. Bismut subsalisilat, hati-hati pada pasien immunocompromised, seperti HIV,
karena dapat meningkatkan risiko terjadinya bismuthencephalopathy.
k. Obatyangmengeraskantinja:attapulgit4x2tablet/hariatausmectite3x1saset
diberikan tiap BAB encer sampai diarestop.
l. Obat anti sekretorik atau anti enkefalinase: Hidrasek 3x1/hari.
(Menteri Kesehatan RI, 2014)
Antelmintika | 7
Antimikroba diare spesifik, antara lain:
Disentri:
6. Shigellaspecies: trimetoprim-sulfametoksazol DS, 2x1, 3-5 hari. Dapat
menggunakan alternatif obat seperti ofloksasin 300 mg, norfloksasin 400 mg,
atausiprofloksasin500mg2x1selama3hari,atauasamnalidiksik1gram/hari
selama 5 hari, azitromisin 500 mg 1x1 secara oral, kemudian 250 mg 1x1
selama 4 hari secaraoral.
7. Salmonella
c. Nontyphoidal: trimetoprim-sulfametoksazol, DS 2x1, ofloksasin 300 mg,
norfloksasin 400 mg, atau siprofloksasin 500 mg 2x1 selama 5 hari, atau
seftriakson 2 gram intravena atau sefotaksim 2 gram intravena 3x1 selama 5
hari.
d. Campylobacter: eritromisin 500 mg 2x1 secara oral selama 5 hari,azitromisin
1.000 mg 1x1 secara oral.
8. Yersinia species: kombinasi terapi dengan doksisiklin, aminoglikosida,
trimetpprim-sulfametoksazol, ataufluorokuinolon.
Antelmintika | 8
c. Pemberian antibiotik golongan fluorokuinolon dengan durasi 7-10 hari pada
perempuan dan 10-14 hari padalaki-laki.
(Menteri Kesehatan RI, 2014)
Penyebab penyakit komplikasi yang dapat disebabkan oleh ISK yaitu:
e. Kelainan salurankemih
f. Wanita hamil, obstruksi salurankemih
g. Pada pria seperti gangguan prostat, diabetes, immunocompromised, resistensi
multiobat.
(Infectious Disease Society of America, 2012)
c. Cistitis:trimetropim-sulfametoksazolsebagaipilihanutama2DStabletsingle
doseselama1hariatau1DStablet2x1selama3hari,golonganfluorokuinolon yaitu
siprofloksasin 500 mg 2x1 selama 3 hari secara intravena. Apabila ISK
mngalami komplikasi dapat digunakan juga golongan trimetoprim-
sulfametoksazol 1 DS tablet 2x1 selama 7-10 hari, trimetoprim 100 mg 2x1
selama7-10hari,siprofloksasin250-500mg2x17-10harisecaraintravena.
d. Pyelonefritis:golongan trimetoprim-sulfametoksazol 2 DS tablet single dose
selama 1 hari atau 1 DS tablet2x1 selama 14 hari, golongan fluorokuinolon
yaitusiprofloksasin500mg2x1selama3harisecaraintravenaselama14hari.
(Infectious Disease Society of America, 2012 dan Dipiro et al., 2008)
k. Sepsis
Sepsisadalahresponsistemikjaringantubuhyangrusakkarenainfeksiyang
menyebabkan disfungsi organ akut. Sepsis syok adalah sepsis berat ditambah
hipotensi. Penyakit infeksi ini hampir sama dengan politrauma, acute miokard
infark,ataustroke(InfectiousDiseaseSocietyofAmerica,2013).
Gejalaklinisshockseptiktidakdapatdilepaskandarikeadaansepsissendiri
berupa sindroma reaksi inflamasi sistemik (SIRS) yaitu terdapat dua gejala atau
lebih,seperti:
a. Temperatur >380C atau360C
Antelmintika | 9
b. Heart rate >90x/menit
c. Frekuensi nafas >20x/menit
d. Leukosit>12.000sel/mmatau<4.000sel/mmatau>10%bentukimatur.
(Menteri Kesehatan RI, 2014)
Antibiotik terapi:
a. Pemberian antibiotik secara intravena efektif pada satu jam pertama untuk
mengatasi syokseptik.
b. Pemberian terapi satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas untuk semua
patogen.
c. Rejimen antibiotik harus ditinjau setiaphari.
d. Kombinasiterapiempirisuntukpasienneutropeniadengansepsisberat.
e. Pemberian antibiotik diusahakan harus sesuai dengan pola patogen. IDSA
menyarankan pemberian kombinasi antibiotik untuk pasien neutropenia atau
sepsisberat.Untukpasiendenganinfeksiberatyangterkaitdengankegagalan
pernafasan dan syok septik, terapi kombinasi dengan spektrum yang
diperpanjang seperti beta-laktam dan aminoglikosida atau fluorokuinolon
disarankan untuk bakteri P. aeruginosa. Demikian pula dengan kombinasi
beta-laktam dan makrolide digunakan untuk pasien dengan infeksi bakteri
Streptococcuspneumoniae.Untuksepsisdenganpenyakitpenyertapneumonia
dapat digunakan antibiotik golongan fluoroquinolon terbaru seperti
levofloksasin750mg1x1secaraintravena(Dipiroetal.,2008).
f. Terapikombinasitidakbolehdiberikanselamalebihdari3-5hari.
g. Durasiterapibiasanya7-10hari,khususnyabagipasienyangmemilikirespon klinis
yanglambat.
h. Antibiotik tidak boleh diberikan kepada pasien dengan keadaan inflamasi
parah.
(InfectiousDiseaseSocietyofAmerica,2013danNebraskaMedicalCentre,
2014)
Antelmintika | 10
9. LandasanTeori
Penulisan resep dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat tersebut
cenderung meluas. The Center for Disease Control and Prevention in USA
menyebutkan terdapat 50 juta peresepan antibiotik yang tidak diperlukan
(unnecessary prescribing) dari 150 juta peresepan setiap tahun (Center for
Disease Control and Prevention et al., 2013).
ANTIFUNGI
KATA PENGANTAR
Antelmintika | 11
Puji syukur kami ucapkan kepada ALLAH SWT. Yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami menyelesaikan makalah ini yang
alhamdulilla tepat pada waktunya mengenai Anti jamur.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan oleh Karen aitu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir, semoga ALLAH SWT.
Senantiasa meridhoi segala usaha kita. amin.
PEKANBARU
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang........................................................................................................1
Antelmintika | 12
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
1) Indikasi...................................................................................................................9
2) Kontra Indikasi.......................................................................................................9
3) Farmakodinamik....................................................................................................9
4) Farmakokinetik......................................................................................................9
5) Dosis......................................................................................................................9
6) Sediaan...................................................................................................................9
7) Interaksi Obat.........................................................................................................9
8) Aktivitas Obat........................................................................................................9
9) Mekanisme kerja....................................................................................................9
E. Pemilihan Preparat.................................................................................................9
A. Kesimpulan............................................................................................................9
B. Saran......................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Antelmintika | 13
anyaman disebut miselium, dinding sel mengandung kitin, eukariotik, tidak
berklorofil. Jamur hidup secara heterotrof dengan jalan saprofit (menguraikan
sampah organik), parasit (merugikan organisme lain), dan simbiosis. Berdasarkan
kingdongnya, fungi (jamur) dibedakan menjadi lima divisi yaitu, Zigomycotina
(kelas Zygomycetes), Ascomycotina, Basidiomycotina, dan Deuteromycotina.
Sedangkan Obat antijamur adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan
penyakit yang disebabkan oleh jamur (Anonim, 2007).
Penyakit yang disebabkan oleh jamur biasanya akan tumbuh pada daerah-
daerah lembab pada bagian tubuh kita, diantaranya seperti pada bagian ketiak, lipatan
daun telinga, jari tangan dan kaki dan juga bagian lainnya. Penyakit kulit karena
jamur bisa menular karena kontak kulit secara langsung dengan penderitanya.Gejala
dari penyakit ini adalah warna kulit yang kemerahan, bersisik dan adanya penebalan
kulit. Dan yang jelas akan disertai dengan rasa gatal pada kulit yang sudah terifeksi
jamur tersebut.
Infeksi karena jamur disebut mikosis, umumnya bersifat kronis.Mikosis
ringan menyerang permukaan kulit (mikosis kutan), tetapi dapat juga menembud
kulit sehingga menimbulkan mikosis subkutan. Secara klinik, infeksi jamur dapat
digolongkan menurut lokasi infeksinya, yaitu:
f. Mikosis sistemik.
g. Dermatofit.
h. Mikosis mukokutan (Munaf, 2004).
BAB II
PEMBAHASAN
Dari segi terapeutik infeksi jamur pada manusia dapat dibedakan atas infeksi
sistematik,dermatofit dan mukokutan.infeksi sistematik dapat lagi dibagi atas:
9. infeksi internal
Seperti aspergilosis, blastomikosis, koksidiodomikosis, kriptokokosis,
histoplasmosis, mukromikosis, parakoksidiodomikosis, dan kandidiasis
10. infeksi subkutan
Misalnya Kromomikosis, misetoma dan sporotrikosis. infeksi dermatofit
disebabkan oleh trichophyton, Epidermophyton dan mikrosporum yag menyerang
kulit, rambut dan kuku.infeksi mukokutan disebabkan oleh kandida menyerang
mukosa dan daerah lipatan kulit yang lembab.kandidiasis mukokutan dalam keadaan
kronis umumnya mengenai mukosa kulit dan kuku.
Dasar farmokologis dari pengobatan infeksi jamur belum sepenuhnya
dimengerti.secara umum infeksi jamur dibedakan atas infeksi jamur sistematik dan
infeksi jamur topikal(deramotif dan mukokutan).dalam pengobatan beberapa anti
Antelmintika | 15
jamur(inidazol,triazol,dan antibiotik polien)dapat digunakan untuk kedua infeksi
tersebut.ada infeksi jamur topikal yang dapat diobati secara sistematik ataupun topikal
Antelmintika | 17
dengan mekanisme tambahan lain (mengganggu sistesis asam nukleat atau
penimbunan peroksida dalam sel jamur yang menimbulkan kerusakan) (Munaf,
2004).
i. Ketokonazol
Ketokonazol merupakan suatu antijamur sintetik yang memiliki rumus
bangun mirip dengan mikonazol dan kotrimazol.Mekanisme kerja obat ini
adalah dengan masuk ke dalam sel jamur dan menimbulkan kerusakan pada
dinding sel. Mungkin juga terjadi gangguan sintetis asam nukleat atau
penimbunan peroksida dalam sel yang merusak jamur (Munaf, 2004).
7. Farmakokinatik
Ketokonazol merupakan antijamur pertama yang diberikan peroral.
Ketokonazol diabsorpsi dengan baik melalui oral yang menghasilkan
kadar yang cukup untuk menekan pertumbuhan berbagai jamur. Absorpsi
obat ini akan menurun pada pH cairan lambung yang tinggi. Setelah
pemberian oral, obat ini akan ditemukan dalam urine, kelenjar lemak, air
ludah, kulit yang mengalami infeksi, tendon, dan cairan synovial (Munaf,
2004).
8. Farakodinamik
Ketokonazol aktif sebagai antijamur baik sistemik maupun
nonsistemik yang efektif terhadap Candidia, Coccsidioides immitis,
Cryptococcus neoformans, H. capsulatum, B. dermatitidis, Aspergillus,
dan Sporotrix spp.
j. Flukonazol
Flukonazol merupakan derivate triazol, antijamur yang poten, yang
bekerja spesifik menghambat pembentukan sterol pada membrane sel
jamur.Flukonazol bekerja dengan spesifitas yang tinggi pada enzim-enzim
“cytochrome P-450 dependent” (Munaf, 2004).
11. Farmakokinetik
Flukonazol diserap baik melalui saluran cerna, dan kadarnya dalam
plasma, setelah pemberian IV, diperoleh dari 90% kadar plasma. Absorpsi
per oral tidak dipengaruhi oleh adanya makanan. Kadar puncak dalam
plasma diperoleh ½ jam sampai 1½ jam setelah pemberian dengan waktu
paruh 30 jam. Kadar menetap dalam plasma dengan dosis harian diperoleh
Antelmintika | 18
pada hari ke-4 sampai ke-5 yang kira-kira 80% dari kadar plasma (Munaf,
2004).
12. Farmakodinamik
Obat ini menghambat sintesis ergosterol dengan bekerja pada
lanosteroldemetilase dan gangguan terhadap transport zat-zat karena
kumulasi pada membra sitoplasma. Flukonazol aktif terhadap mikosis
yang umumm disebabkan oleh Cryptococcus neoformans, infeksi jamur
intracranial, mikrosporum, dan trikhofiton (Schmitz dkk, 2009).
k. Itrakonazole
e. Asal dan kimia
Anti jamur sistemik turunan triazole ini erat hubungan nya dengan
ketokonazole.Obat ini dapat diberikan per oral dan IV.
f. efek samping
g. indikasi
Itrakonazole untuk mikosis dalam diberikan dengan dosis 2 x 200 mg sehari yang
diberikan bersama dengan makanan. Untuk onikomikosis diberikan 1x 2oo mg sehari
selama 12 minggu, atau dengan terapi berkala yakni 2x 200 mg sehari selama 1 minggu,
diikuti 3 minggu periode bebas obat setiap bulannya. Lama pengobatannya biasanya 3
bulan. Infus diberikan dalam 1 jam.
10. Amfoterisin B
Amfoterisin B dihasilkan oleh Sterptomyces nodosus.Untuk infeksi jamur
sistemik, amfoterisin B diberikan melalui infuse secara perlahan-lahan.
Amfoterisin B berikatan dengan Beta-lipoprotein plasma dan disimpan dalam
jaringan depot, serta sukar berpenetrasi ke dalam SSP. Untuk meningitis jamur
Antelmintika | 19
diperlukan pemberian secara intratekal.Pengembalian obat dari depot ke sirkulasi
berlangsung lambat.Sebagian kecil diekskresi melalui urine atau empedu dalam
waktu >1 minggu.Obat ini umumnya didegradasikan secara lokal di jaringan
depot (Munaf, 2004).
Obat ini bekerja dengan berikatan dengan membran sel jamur atau ragi
yang sensitive.Integrasi dengan sterol-sterol membran sel jamur lebih permiabel
terhadap molekul-molekul yang kecil.Amfoterisin B mempunyai aktivitas
fungisid dan fungistatik terhadap sel-sel jamur yang sedang tumbuh dan yang
tidak (Munaf, 2004).
Amfoterisin B diberikan secara infus intravena secara perlahan selama 4-
6 jam. Pada meningitis jamur, obat ini diberikan secara suntikan intratekal 0,5 mg
3x seminggu untuk 10 minggu atau lebih. Obat ini juga sering dikombinasikan
dengan flusitosin untuk penghambatan meningitis oleh kandida, kriptokokus, dan
kandidiasis sistemik. Pemberian kombinasi ini akan memperlambat timbulnya
resistensi dan memungkinkan penggunaan dosis amfoterisin B yang lebih kecil
(Munaf, 2004).
Obat ini digunakan untuk pengobatan infeksi jamur seperti:
i. Koksidiodomikosis
ii. Parakoksidioidomikosi
iii. Aspergilosis
iv. Kromoblastomikosis
v. Kandidiosis
vi. Maduromikosis(misetoma)
vii. Mukormikosis (fikomikosis)
a. Indikasi
b. Untuk pengobatan infeksi jamur seperti koksidioidomikosis,
parakoksidoidomikosis, aspergilosis, kromoblastomikosis dan
kandidosis.
Antelmintika | 20
e. Mungkin efektif thdp maduromikosis (misetoma) & mukomikosis
(fikomikosis)
l. Kontra Indikasi
a. Pasien yang memiliki riwayat hipersensitif / alergi
m. Farmakodinamik
Amfoterisin B bekerja dengan berikatan kuat dengan ergosterol
(sterol dominan pada fungi) yang terdapat pada membran sel jamur. Ikatan
ini akan menyebabkan membran sel bocor dan membentuk pori-pori yang
menyebabkan bahan-bahan esensial dari sel-sel jamur merembas keluar
sehingga terjadi kehilangan beberapa bahan intrasel dan mengakibatkan
kerusakan yang tetap pada sel. Efek lain pada membran sel jamur yaitu
dapat menimbulkan kerusakan oksidatif pada sel jamur.
Antelmintika | 21
n. Farmakokinetik
Amfoterisin sedikit sekali diserap melalui saluran cerna. Suntikan
yang dimulai dengan dosis 1,5 mg/hari lalu ditingkatkan secara bertahap
sampai dosis 0,4-0,6 mg/kgBB/hari akan memberikan kadar puncak antara
0,5-2 µg/mL pada kadar mantap. Waktu paruh obat ini kira-kira 24-48 jam
pada dosis awal yang diikuti oleh eliminasifase kedua dengan waktu paruh
kira-kira 15 hari sehingga kadar mantapnya baru akan tercapai setelah
beberapa bulan pemakaian. Obat ini didistribusikan luas ke seluruh
jaringan.Kira-kira 95% obat beredar dalam plasma, terikat pada lipoprotein.
Kadar amfoterisin B dalam cairan pleura, peritoneal, sinovial dan akuosa
yang mengalami peradangan hanya kira-kira2/3 dari kadar terendah dalam
plasma. Amfoterisin b juga dapat menembus sawar uri, sebagian kecil
mencapai CSS, humor vitreus dan cairan amnion. Ekskresi melalui ginjal
sangat lambat, hanya 3% dari jumlah yang diberikan selam 24 jam
sebelumnya ditemukan dalam urine.
o. Dosis
Infeksi jamur sistemik (melalui injeksi intravena).
Dosis awal 1 mg selama 20-30 menit dilanjutkan dengan 250
mikrogram/kg perhari, dinaikan perlahan sampai 1 mg/kg perhari, pada
infeksi berat dapat dinaikan sampai 1.5 mg/kg perhari.
Catatan: terapi diberikan dalam waktu yang cukup lama. Jika terapi
sempat terhenti lebih dari 7 hari maka dosis lanjutan diberikan mulai dari
250 mikrogram/kg perhari kemudian dinaikan secara bertahap.
p. Sediaan
r. Sediaan – Serbuk lofilik mgn 50 mg, dilartkan dg aquadest 10 ml lalu
ditmbh ke lardextroa 5% = kadar 0,1 mg/ml
s. Lar elektrolit, asam/ mgdg pengawet tdk boleh digunakan sbg pelarut
mengendapkan amfoterisin B
Antelmintika | 22
q. Interaksi Obat
6. Amikasin, siklosporin, Gentamisin, paromomycin, pentamidine,
Streptomycin, Vancomycin : meningkatkan risiko kerusakan ginjal.
r. Aktivitas Obat
Amfoterisin B menyerang sel yang sedang tumbuh dansel matang.
Aktivitas anti jamur nyata pada pH 6,0-7,5: berkurang pada pH yang
lebihrendah. Antibiotik ini bersifat fungistatik atau fungisidal tergantung
pada dosis dansensitivitas jamur yang dipengaruhi. Dengan kadar 0,3-1,0
µg/mL antibiotik ini dapat menghambat aktivitas Histoplasma capsulaium,
Cryptococcus neoformans, Coccidioides immitis, dan beberapa spesies
Candida, Tondopsis glabrata, Rhodotorula, Blastomyces dermatitidis,
Paracoccidioides braziliensis, Beberapa spesies Aspergillus, Sporotrichum
schenckii, Microsporum audiouini dan spesies Trichophyton. Secara in
vitrobila rifampisin atau minosiklin diberikan bersama amfoterisin B terjadi
sinergisme terhadap beberapa jamur tertentu.
s. Mekanisme kerja
Amfoterisin B berikatan kuat dengan sterol yang terdapat pada
membran sel jamur sehingga membran sel bocor dan kehilangan beberapa
bahan intrasel dan menyebabkan kerusakan yang tetap pada sel. Salah satu
penyebab efek toksik yang ditimbulkan disebabkan oleh pengikatan
kolesterol pada membran sel hewan dan manusia. Resistensi terhadap
amfoterisin B mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan reseptor
sterol pada membran sel.
t. Efek Samping
Demam, sakit kepala, mual, turun berat badan, muntah, lemas,
diare, nyeri otot dan sendi, kembung, nyeri ulu hati, gangguan ginjal
Antelmintika | 23
(termasuk hipokalemia, hipomagnesemia, kerusakan ginjal), kelainan
darah, gangguan irama jantung, gangguan saraf tepi, gangguan fungsi hati,
nyeri dan memar pada tempat suntikan.
a. Infus : kulit panas, keringatan, sakit kepala, demam, menggigil, lesu,
anoreksia, nyeri otot, flebitis, kejang dan penurunan faal ginjal.
11. Flusitosin
Flusitosin adalah 5-Fluorositosin yang merupaka antijamur sistemik yang
dapat diberikan per oral. Flusitosin menghambat pertumbuhan galur, seperti
kandida, kriptokokus, torulopsis, dan beberapa galur aspergilosis, serta jamur lain
(Munaf, 2004).
Obat ini bekerja karena adanya sel-sel jamur yang sensitif sehingga
mengubah flusitosin menjadi fluorourasil yang dapat menghambat timidilat dan
sintesis DNA. Mutan-mutan yang resisten akan berkembang secara teratur
dengan cepat dan obat-obat antijamur akan menyeleksi strai-strain yang resisten
ini. Hal inilah yang membatasi manfaat penggunaan obat ini.Oleh karena itu,
pemberian flusitosin dikombinasikan dengan amfoterisin B untuk menghasilkan
efek terapi yang lebih baik (Munaf, 2004).
Ekskresi obat ini sebagian besar melalui ginjal, dan kadar dalam urine
mencapai 10x kadar dalam serum. Bila terdapat kelemahan ginjal, flusitosin
dapat di akumulasi dalam serum sampai mencapai kadar toksik, tetapi bila
terdapat kelemahan hati tidak memberikan efek tersebut. Flusitosin dapat
dikeluarkan dengan hemodialisis (Munaf, 2004).
Antelmintika | 24
Flusitosin ternyata relatif tidak toksik untuk sel-sel mamalia. Namun,
kadar serum yang tinggi dalam jangka lama dapat menimbulkan depresi sum-sum
tulang belakang, rambut rontok, dan gangguan fungsi hepar. Pemberian urasil
dapat mengurangi toksisitas pada jaringan hemopoetik yang bermanifestasi
dengan depresi sum-sum tulang, tetapi tampaknya tidak memberikan efek pada
aktivitas antijamur ini (Munaf, 2004).
12. Kaspofungin
Adalah anti jamur sistematik dari suatu kelas baru yang disebut
eiknokandin.dalam daerah 97% obat terikat protein dan massa paruh
eliminasinya 9-11 jam.obat ini dimetabolisme secara lambat dengan cara
hidrolisis dan asetilasis.eksresinya melalui urin hanya sedikit sekali.
Kospofungin diindikasikan untuk indikssi jamur sebagai berikut
h. Kandidiasis invasif,termasuk kandidemia pada pasien neutropenia atau non-
neutropenia
i. Kandidiasis esofagus
j. Kandidiasis orofarings
k. Aspergilosis invasif yang sudah refakter terhadap anti jamur laiinnya.
Obat ini pada umumnya dapat dioleransi dengan baik.efek samping yang
mungkin timbul adalah demam,mual,muntah flushing,dan prutis karena lepasnya
histamin.secara umum dapat dikatakan bahwa kaspofungin dapat ditoleransi lebih
baik dari pada amafoterisin B.oba ini tidak boleh diberikan bersama siklosporin
dan takrolimus karena konsentrasi.siklosporin dan takrolimus dalam darah dapat
menurun.
Untuk pasien dewasa,obat ini diberikan pada hari pertama dengan dosis
tunggal 70 mg IV ,dilanjutkan dengan dosis tunggal dengan 50 mg sehari pada
hari-hari berikutnya.data penyusunan dosis untuk pasien dengan insufisiensi
fungsi hati yang berat(child-pugh lebih dari sembilan)belum
diketahui.pengobatan umunya diberikan selama 14 hari keamanan obati ini
belum diketahui pada wanita hamil dan anak berumur kurang dari 18 tahun.
13. Terbinafin
Asal dan kimia
terbinafin merupakan suatu derivat alilamin sintetik dengan struktur mirip
naftitin.obat ini digunakan untuk terapi darmofitosis terutama
onikomikosis,namun pada pengobtan kandidiasis kutaneus dan tinea
Antelmintika | 25
versikolor,terbinafin biasanya dikombinasikan dengan golongan imidazol ataau
triazol karena penggunaannya sebagi monoterapi kurang efektif.
Farmakonetik
Terbinafin terserap baik melalui saluran cerna, tetapi bioavailabilitasnya
oralnya hanya 40% karena mengalami metabolisme lintas pertama dihati obat ini
terkait dengan protein plasma lebih dari 99% yang terakumulasi dikulit,dan
jaringan lemak.waktu paruh awalnya adalah sekitar 12 jam dan berkisar antara
200-400 jam bila telah mencapai kadar mantap bila obat ini masih dapat
ditemukan dalam plasma hingga 4-8 minggu setelah pengobatn yang
lama.terbinafin d metabolisme dihati menjadi metabolit yang tidak aktif dan
dieksresikan diurine.terbinafin tidak boleh diberikan untuk pasien azotemia atau
gagal hati karena dapat terjadi peningkatan kadar terbinafin yang sulit
diperikirakan.
Aktifitas anti jamur
Terbinafin bersifat kertofilik dan fungisidal.obat ini mempenagruhi
biosintesis ergosterol,dinding sel jamur melalui penghambatan enzim skualen
epoksidese pada jamur dan bukan melalui penghambatan enzim sitokrom P450
Efek samping
Efek samping terbinafin jaraang terjadi,biasanya berupa gangguan saluran
cerna.sakit kepala atau rash.hepatotoksisitas netro penia beraat,sindroma stevens
johnson atau nekrolisis epidermal toksik dapat terjadi,namun sangat jarang.pad
wanita hamil,penggunaan obat ini termasuk kategori B.penggunaan terbinafin
pada ibu menyusui sebaiknya dihindari.hingga saat ini belum ada obt berinteraksi
secara signifikan dengan terbinafin.
14. Kalium Iodida
Kalium iodida adalah bentuk umum dari garam.Dikenal juga sebagai
potassium iodide.Zat ini dapat melindungi kelenjar tiroid dari radiasi dan kanker
yang disebabkan oleh yodium radioaktif. Dikenal secara kimia sebagai KI, ia
memenuhi kelenjar itu dengan yodium non-radioaktif, mengurangi penyerapan
yodium radioaktif berbahaya (Jordan, 2011).
Kalium iodida adalah obat non-resep yang dapat digunakan untuk
melindungi kelenjar tiroid dari paparan radiasi.Hal ini dapat berbahaya bagi
orang-orang dengan alergi terhadap yodium atau kerang dan untuk mereka yang
masalah tiroid, penyakit ginjal dan kelainan kulit tertentu dan penyakit kronis.Ini
Antelmintika | 26
bisa dapat memiliki efek samping yang serius termasuk irama jantung yang tidak
normal, mual, muntah, kelainan elektrolit dan perdarahan (Jordan, 2011).
Iodin, umumnya jumlah yang dianjurkan per hari 150 mcg
(mikrogram=0,001 mg) berguna untuk membantu kesehatan metabolisme tubuh
dan mencegah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKI) serta
meningkatkan warna dan penyusunan rambut, meningkatkan metabolisme lemak,
merangsang reaksi metal (Jordan, 2011).
Antelmintika | 27
Obat ini bekerja dengan menghambat skualenapoksidase dan obat ini
memberiakn efek fungistatik. Spectrum aktivitasnya hanya efektif terhadap
dermatofit, karena di sel-sel kandida tidak tercapai konsentrasi yang cukup
(Schmitz dkk, 2009).
l. Nistatin (Mikostatin)
Nistatin adalah antibiotika antifungal yang berasal dari streptomyces
noursei. Aktifitas antifungalnyadiperoleh dengan cara mengikatkan diri pada
sterol membrane sel jamur, sehingga permeabilitas membrane sel tersebut akan
terganggu dan komponen intraseluler dapat hilang (Anonim, 2012).
Nistatin merupakan obat yang termasuk kelompok obat yang disebut
antijamur (antifungal).Bubuk kering, tablet hisap, dan bentuk cair dari obat ini
digunakan untuk mengobati infeksi jamur pada mulut (Ratnadita, 2011).
a. Farmakokinetik
Setelah pemberian oral, nistatin hanya sedikit diabsorpsi dari saluran
cerna. Pada dosis yang dianjurkan, tidak akan terdeteksi dalam darah. Hampir
seluruhnya diekskresi melalui feses dalam bentuk tidak diubah (Anonim,
2012).
b. Farmakodinamik
Nistatin tidak memberikan efek terhadap bakteri atau protozoa, tetapi
secara in vitro menghambat banyak jamur termasuk kandida, dermatofit, dan
organism yang dihasilkan oleh mikosis dalam badan manusia.Secara in vivo,
kerjanya terbatas pada permukaan dengann obat yang tidak diserap dan dapat
kontak langsung dengan ragi atau jamur.Secara in vivo, tidak ditemukan
resistensi terhadap nistatin, tetapi dapat ditemukan galur kandida yang resisten
terhadap nistatin (Munaf, 2004).
Mekanisme kerjanya ialah dengan jalan berikatan dengan sterol
membrane sel jamur, terutama ergosterol.Oleh karena itu, terjadi gangguan
pada permeabilitas membrane se jamur dan mekanisme
transpornya.Akibatnya, sel jamur kehilangan banyak kation dan
makromolekul.Resistensi dapat timbul karena menurunnya jumlah sterol pada
membrane sel jamaur atau terjadi perubahan sifat struktur atau sifat ikatannya
(Munaf, 2004).
Antelmintika | 28
m. Haloprogin
Haloprogin berkhasiat fungisid terhadap berbagai jenis Epidermofiton,
Pityrosporum, Trichophyton dan Candida.Kadang-kadang terjadi sensitasi dengan
timbulnya gatal-gatal, perasaan terbakar, dan iritasi kulit. Zat ini digunakan
sebagai krem atau larutan 1% terhadap panu dan kutu air (Tinea pedis) dengan
persentase penyembuhan lebih kurang 80%, sama dengan tolnafat (Tjan dan
Rahardja, 2007).
n. Kandisidin
Kandisidin merupakan suatu antibiotik polien yang diperoleh dari
golongan aktinomisetes. Kandisidin hanya digunakan untuk pemakain topical
pada kandidiasis vaginalis 0,06% yang dilengkapi dengan aplikatornya. Dosisnya
adalah 2x sehari 1 tablet atau 2x sehari dioleskan di vagina.Efek sampingnya
dapat berupa iritasi vulva atau vagina, dan jarang timbul efek samping yang serius
(Munaf, 2004).
o. Salep Whitfield
Salep Whitfield adalah campuran asam salisilat dengan asam benzoate
dengan perbandingan 1:2 (biasanya 6% dan 12%).Asam salisilat bersifat
keratolitik dan asam benzoate bersifat fungistatik.Karena asam benzoate hanya
bersifat fungistatik, penyembuhan dapat tercapai setelah lapisan kulit terkelupas
seluruhnya sehingga penggunaan obat ini memerlukan waktu beberapa minggu
sampai bulanan.Salep ini banyak digunakan untuk Tinea pedis dan kadang-
kadang juga untuk tinea kapitis.Efek sampingnya dapat berupa iritasi ringa lokal
pada tempat pemakaian (Munaf, 2004).
p. Natamisin
Natasimin merupakan antijamur antibiotic polien yang aktif terhadap
banyak jamur.Pemakaian pada mata jarang menimbulkan iritasi maka digunakan
untuk keratitis jamur.Natasimin merupakan obat terpilih untuk infeksi Fusarium
solani, tetapi daya oenetrasinya ke ornea kurang memadai.Natasimin juga efektif
untuk kandidiasis oral dan vagina.Sediaan tersedia dalam suspensei 5% dan salep
1% untuk pemakaian pada mata (Munaf, 2004).
7. Pemilihan Preparat
Infaksi jamur yang paling sering dijumpai adalah infeksi
nonsistemik.dermatofitosis dapat diatasi dengan obat bebas(dapat dibeli tanpa resep
Antelmintika | 29
dokter).obat topikal dengan efektivitas sedang yang digunakan untuk kelainan ini
adalah haloprogin.infeksi yang lebih berat dapat diatasi dengan golongan inidazol.
Lesi hiperkeratosis pada kuku dan telapak memerlukan kombinasi antijamur
topikal yang poten dengan zat karatoltik.infeksi berat pada kepala,telapak dan kuku
bisanya memerlukan pemberian griseofulvin selama beberapa bulan.
Pemakaian kombinasi kortikosteroid dan anti jamur topikal hanya untuk
jangka waktu pendek,pada infeksi hanya dengan tanda peradangan yang jelas.bila
peradagan telah reda dan rsa gatal sudah berkurang maka pengobatan dapat
dilanjutkan dengan menggunakan preparat antijamur saja,karena pemakaian
kortikosteroid dalam waktu berbulan-bilan dapat menyebabkan atrofi kulit.indikasi
yang benar untuk penggunaan kombinasi antijamur,antibakteri,kortikosteroid topikal
ialah untuk infeksi jamur yang disertai infeksi bakteri dengan tanda radang yang
mencolok.kombinasi di kombinasikan secara tidak benar,bila dikemukan bahwa
dengan memberikan obat tersebut dokter tidak perlu lagi menetapkan diagnosis
penyakit yang dihadapi,baik itu infeksi jamur,bakterial atau hanya suatu dermatitis
biasa.
Dewasa ini telah dipasarkan vorikonazol,suatu anti jamur untu infeksi
sistematik yang spektrumnya luas,diberikan per oral dan toksisitasnya relatif
rendah.data uji kompratif membuktikan bahwa vorikonazol lebih aktif terhadap
Aspergillus sp daripada amforterisin B.
BAB III
PENUTUP
m. Kesimpulan
Obat-obat antijamur juga disebut obat-obat antimikotik, dipakai untuk
mengobati dua jenis infeksi jamur, yaitu infeksi jamur superficial pada kulit atau
Antelmintika | 30
selaput lender dan infeksi jamur sistemik pada paru-paru atau system saraf
pusat.Menurut indikasi klinik obat-obat anti jamur dibagi atas dua golongan, yaitu
golongan antijamur untuk infeksi sistemik dan golongan antijamur untuk infeksi
dermatofit dan mukokutan (topikal).
Yang termasuk dalam golongan golongan antijamur untuk infeksi sistemik
antaralain amfoterisin B, flusitosin, golongan imidazol, dan kalium iodida.Sedangkan
yang termasuk dalam golongan antijamur untuk infeksi dermatofit dan mukokutan
(topikal) adalah griseofulvin, nistatin (mikostatin), haloprogin, kandisidin, salep
whitfield, natamisin, dll.
n. Saran
Semoga paper ini dapat menjadi bahan acuan dan referensi bagi para pembaca
Semoga kedepannya dapat dibuat lebih banyak informasi mengenaiobat-obat
antijamur yang diperlukan oleh mahasiswa FARMASI ataupum masyarakat secara
umum.
DAFTAR PUSTAKA
Antelmintika | 31
ANTIRETROVIRAL
BAB I
PENDAHULUAN
Latar BelakangMasalah
gejala penyakit infeksi atau keganasan tertentu yang timbul sebagai akibat
Gejala klinik umumnya adalah penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 1 bulan,
diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus- menerus, demam
yang menyebabkan penurunan daya kekebalan tubuh. Virus ini adalah retrovirus yang
imun dan menghancurkannya. Hal tersebut terjadi dengan menggunakan DNA dari
CD4+dan limfosit untuk mereplikasi diri. Dalam proses itu, virus tersebut
Kasus AIDS dilaporkan pada tahun 1981, di Amerika Serikat. Sejak itu, kasus
AIDS di dunia makin lama makin banyak dilaporkan dan merupakan persoalan
Antelmintika | 32
kesehatan masyarakat di beberapa negara. Bahkan masalah AIDS mempunyai
implikasi yang bersifat internasional dengan angka mortalitas 80% pada penderita.
Chermann dan Barre Sinoussi (1985) melaporkan bahwa penderita AIDS di seluruh
Antelmintika | 33
2
10.000 kasus di Amerika Serikat, 400 kasus di Perancis dan sisanya di negara Eropa
lainnya, Amerika Latin dan Afrika. Satu tahun kemudian dilaporkan bahwa jumlah
kasus AIDS di Amerika meningkat menjadi 15.000 orang dan Perancis menjadi 445
Di Indonesia pertama kali mengetahui adanya kasus AIDS pada bulan April
tahun 1987, pada seorang warganegara Belanda yang meninggal di RSUP Sanglah
Bali akibat infeksi sekunder pada paru-paru, sampai pada tahun 1990 penyakit ini
masih belum mengkhawatirkan, namun sejak awal tahun 1991 telah mulai adanya
peningkatan kasus HIV/AIDS menjadi dua kali lipat (doubling time) kurang dari
1999 telah terjadi peningkatan jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) pada sub
cukup tinggi. Peningkatan ini terjadi pada kelompok orang berperilaku berisiko tinggi
tertular HIV yaitu para pekerja seks komersial dan pengguna NAPZA suntikan di 6
provinsi: DKI Jakarta, Papua, Riau, Bali, Jabar dan Jawa Timur telah tergolong
epidemic). Bila masalah ini tidak ditanggulangi segera, kemungkinan besar epidemi
akan bergerak menjadi epidemi yang menyeluruh dan parah (generalized epidemic)
(Depkesa,2006).
Antelmintika | 2
Kumulatif kasus AIDS diperkirakan sampai pada jumlah 30.000-93.968 pada
tahun 2002. Pada tahun 2010, diperkirakan ada 1 juta-5 juta kasus infeksi HIV di
dalam mendapatkan obat, mahalnya harga obat antiretroviral (ARV) dan kurangnya
informasi dan pemahaman tentang HIV/AIDS. ARV generik buatan Indonesia sudah
tersedia namun belum didukung oleh kesiapan tenaga medis dan apoteker dalam
Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi
Surakarta karena rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit pendidikan dan
terdapat 64 kasus HIV/AIDS pada tahun 2009. Dan HIV/AIDS termasuk kasus yang
jarang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta tahun 2009.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui
9. PERUMUSANMASALAH
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
Antelmintika | 3
15. Bagaimana pola pengobatan antiretroviral pada pasien HIV/AIDS di RSUD
21. HIV/AIDS
a. DefinisiHIV/AIDS
2001).Virus ini ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan
sperma, cairan vagina, dan ASI (Air Susu Ibu). Virus tersebut merusak sistem
Antelmintika | 4
turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit
Menurut Center for Disease Control and Prevention (CDC) definisi AIDS
adalah semua yang dinyatakan mengidap infeksi HIV dengan jumlah CD4
adanya AIDS adalah tuberculosis paru, pneumonia bakterial berulang dan kanker
serviks yang invasif (Adler, 2001). AIDS merupakan stadium akhir infeksi HIV.
(Anonim,2001).
b. PenyebabHIV/AIDS
virus yang menyebabkan penurunan daya kekebalan tubuh. Virus ini adalah
menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu untuk membentuk virus DNA dan
dikenali selama periode inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus yang lain, HIV
dengan menggunakan DNA dari CD4+dan limfosit untuk mereplikasi diri. Dalam
proses itu, virus tersebut menghancurkan CD4 +dan limfosit (Nursalam dan
Kurniawati, 2008)
Antelmintika | 5
Virus ini mempunyai kemampuan yang unik untuk mentransfer informasi
genetik mereka dari RNA ke DNA dengan menggunakan enzim yang disebut
transkripsi (dari DNA ke RNA) dan translasi (dari RNA ke protein) (Muma et. al,
1997).
c. PenularanHIV/AIDS
HIV terdapat dalam cairan tubuh seseorang seperti darah, cairan kelamin
(air mani atau cairan vagina yang telah terinfeksi) dan air susu ibu yang telah
sindrom menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Orang yang
mengidap AIDS amat mudah tertular oleh berbagai macam penyakit karena
Hubungan seksual secara vaginal, anal, dan oral dengan penderita HIV tanpa
mani, cairan vagina, dan darah dapat mengenai selaput lendir vagina, penis,
dubur, atau mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masuk ke
aliran darah.
Antelmintika | 6
ii. Ibu padabayinya
Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (in utero).
Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi peularan HIV dari ibu ke bayi
adalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala
AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%, sedangkan kalau
gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinannya mencapai 50%, penularan
juga terjadi selama proses persalinan melalui transfusi fetomaternal atau kontak
antara kulit atau membran mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat
Oleh karena itu, lama persalinan bisa dipersingkat dengan operasi sectio caesari.
Transmisi lain terjadi selama periode post parturm melalui ASI. Risiko bayi
Alat pemeriksaan kandungan seperti spekulum, tenakulum, dan alat- alat lain
yang dapat menyentuh darah, cairan vagina atau air mani yang terinfeksi HIV,
dan langsung digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi bisa menularkan
HIV.
Antelmintika | 7
Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet, menyunat seseorang,
membuat tato, dan sebagainya bisa menularkan HIV sebab alat tersebut mungkin
menularkan HIV. Selain jarum suntik, pada para pemakai UDU secara bersama-
d. DiagnosaHIV
langsung juga dapat dilakukan, yaitu antara lain dengan melakukan biakan virus,
dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Positif palsu dapat terjadi pada
perempuan yang telah melahirkan beberapa kali, pada yang baru mendapatkan
vaksin hepatitis B, HIV, influenza, dan rabies, penerima transfusi darah berulang,
dan penderita gagal ginjal atau hati, atau sedang menjalani hemodialisa kronik.
Antelmintika | 8
terinfeksi, dan tes dilakukan sebelum pembentukan antibodi yang akurat. Waktu
minimum untuk terbentuknya antibodi 3-4 minggu dari awal terpapar (Anonim b,
2008).
untuk mendeteksi rantai protein yang spesifik terhadap DNA. Jika tidak ada
rantai protein yang ditemukan, berarti tes negatif. Sedangkan bila hampir atau
semua rantai protein ditemukan berarti Western Blot positif. Tes Western Blot
mungkin juga tidak bisa menyimpulkan seseorang menderita HIV atau tidak.
Oleh karena itu, tes harus diulangi lagi setelah dua minggu dengan sampel yang
sama. Jika tes Western Blot tetap tidak bisa disimpulkan, maka tes Western Blot
harus diulangi lagi setelah 6 bulan. Jika tes tetap negatif maka pasien dianggap
Keuntungan tes ini adalah hasilnya bisa didapat hanya dalam beberapa menit.
PCR (Polymerase Chain Rection) untuk DNA dan RNA virus sangat sensitif dan
e. PerjalananHIV/AIDS
Perjalanan klinis pasien dari tahap terinfeksi HIV sampai tahap AIDS,
sejalan dengan penurunan derajat imunitas pasien, terutama imunitas seluler dan
Antelmintika | 9
Penurunan imunitas biasanya diikuti adanya peningkatan risiko dan derajat
keparahan infeksi oportunistik serta penyakit keganasan. Dari semua orang yang
terinfeksi HIV, sebagian berkembang menjadi AIDS pada tiga tahun pertama,
50% menjadi AIDS sesudah sepuluh tahun, dan hampir 100% pasien HIV
i. JumlahCD4+
darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit. CD4 +pada orang dengan sistem
limfosit yang seharusnya berperan dalam memerangi infeksi yang masuk ke tubuh
manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 +berkisar antara
1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal
pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 +semakin lama akan semakin menurun
(Depkes, 2007).
penurunan CD4+(baik jumlah absolut maupun persentase CD4 +) telah terbukti dapat
Antelmintika | 10
CD4+lebih menggambarkan progresifitas AIDS dibandingkan dengan tingkat viral
load, meskipun nilai prediktif dari viral load akan meningkat seiring dengan lama
Kecepatan peningkatan Viral load (bukan jumlah absolut virus) dapat dipakai
bertahap dari waktu ke waktu. Pada 3 tahun pertama setelah terjadi serokonversi,
viral load berubah seolah hanya pada pasien yang berkembang ke arah AIDS pada
masa tersebut. Setelah masa tersebut, perubahan viral load dapat dideteksi, baik
Pada beberapa negara, pemeriksaan limfosit CD4 +tidak tersedia. Dalam hal
ini pasien bisa didiagnosa berdasarkan gejala klinis, yaitu tanda dan gejala mayor
dan minor. Dua gejala mayor di tambah dua gejala minor didefinisikan sebagai
i. Gejala mayor : penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 1 bulan,
ii. Gejala minor : kandidiasis orofaringeal, batuk menetap lebih dari satu
Antelmintika | 11
infeksi kulit generalisata, limfadenopati generalisata, herpes zoster, infeksi
Kurniawati, 2008).
Stadium 1 Asimptomatik
o. Tidak ada penurunan beratbadan
p. Tidak ada gejala atau hanya : Limfadenopati GeneralisataPersisten
Stadium 2 Sakit ringan
12.Penurunan BB5-10%
13.ISPA berulang, misalnya sinusitis atauotitis
14.Herpes zoster dalam 5 tahunterakhir
15.Luka di sekitar bibir (keilitisangularis)
16.Ulkus mulut berulang
17.Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo-PPE)
18.Dermatitisseboroik
19.Infeksi jamur kuku
Stadium 3 Sakit sedang
9. Penurunan berat badan >10%
10.Diare, Demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1bulan
11.Kandidosis oral atauvaginal
12.Oral hairyleukoplakia
13.TB Paru dalam 1 tahunterakhir
14.Infeksi bakterial yang berat (pneumoni, piomiositis,dll)
15.TBlimfadenopati
16.Gingivitis/Periodontitis ulseratif nekrotikanakut
17.Anemia (Hb <8 g%), netropenia (<5000/ml), trombositopeni kronis
(<50.000/ml)
Stadium 4 Sakit berat (AIDS)
h. Sindroma wastingHIV
i. Pneumonia pnemosistis*, Pnemoni bakterial yang beratberulang
j. Herpes Simpleks ulseratif lebih dari satubulan.
k. Kandidosisesophageal
l. TBExtraparu*
m. Sarkomakaposi
n. RetinitisCMV*
o. Abses otakToksoplasmosis*
p. EncefalopatiHIV
q. MeningitisKriptokokus*
r. Infeksi mikobakteria non-TB meluas
s. Lekoensefalopati mutlifokal progresif(PML)
Antelmintika | 12
Lanjutan tabel 1
l. Peniciliosis, kriptosporidiosis kronis, isosporiasis kronis,mikosis
meluas (histoplasmosis ekstra paru,cocidiodomikosis)
m. Limfoma serebral atau B-cell, non-Hodgkin* (Gangguan fungsi
neurologis dan tidak sebablain
n. sering kali membaik dengan terapiARV)
o. Kanker serviksinvasive*
p. Leismaniasis atipikmeluas
q. Gejala neuropati atau kardiomiopati terkaitHIV
Kondisi dengan tanda* perlu diagnosis dokter yang dapat diambil dari rekam
medis RS sebelumnya
22. PENGOBATANHIV/AIDS
a. Antiretroviralterapi
Obat tersebut (yang disebut ARV) tidak membunuh virus, terapi dapat
2004):
HIV
Antelmintika | 13
c. ManfaatART
kematian dan kesakitan bagi ODHA. Manfaat terapi antiretroviral adalah sebagai
berikut :
infeksi
d. PenggolonganARV
Antelmintika | 14
Obat enfuvirtid diindikasikan untuk infeksi HIV dalam kombinasi
reaksi pada tempat suntikan, diare, mual, muntah, sakit kepala, reaksi
sehari (Depkesa,2006).
1. Analog nukleosida(NRTI)
a. Zidovudin(ZDV/AZT)
HIV awal dan HIV asimtomatik dengan tanda-tanda risiko progresif, infeksi
Antelmintika | 15
imipramin, dan trimetoprim. Sedangkan zidovudin jika diberikan bersama
sakit perut, dispepsia, sakit kepala, ruam, demam, mialgia, insomnia, lesu.
bentuktablet300mg,kapsul100mg,sirup10mg/ml,danIV10
b. Stavudin(d4T)
atau C, gangguan hati, gangguan ginjal, kehamilan. Jika obat ini diberikan
bersama didanosin maka akan meningkatkan risiko efek samping obat ini.
Dan obat ini juga meningkatkan risiko toksisitas jika diberikan bersama
laktat asidosis, gejala saluran cerna, dan lipoatropy. Dosis yang diberikan
pada pasien dengan berat badan lebih dari 60kg adalah 40 mg per oral tiap
12 jam dengan atau tanpa makanan. Sedangkan dosis untuk pasien dengan
berat badan kurang dari 60kg adalah 30 mg per oral 12 tiap jam
(Depkesa,2006).
Antelmintika | 16
c. Lamivudin(3TC)
lamivudin. Obat ini kontraindikasi untuk ibu menyusui. Efek samping obat
ini adalah mual, muntah, diare, nyeri perut, batuk, sakit kepala, insomnia,
malaise, ruam. Dosisnya 150 mg peroral tiap 12 jam atau 300 mg peroral
sekali sehari. untuk pasien dengan berat badan kurang dari 50kg, dosisnya
(Depkesa,2006).
d. Zalcitabin(ddC)
Obat ini indikasi untuk infeksi HIV lanjut yang tidak tahan terhadap
fungsi hati, dan kehamilan. Obat ini dihentikan dengan segera bila timbul
Antelmintika | 17
ruam, penurunan berat badan, lesu, demam, nyeri dada, anemia, leukopenia,
e. Didanosine(ddI)
dan stavudine maka akan meningkatkan risiko efek samping. Obat ini
pasien dengan berat badan lebih dari 60 kg adalah 400 mg per oral sekali
sehari. Sedangkan dosis untuk pasien dengan berat badan kurang dari 60kg
f. Abacavir (ABC)
Antelmintika | 18
Konsentrasi abacavir akan menurun jika diberilan bersama rifampicin,
phenobarbital, dan fenitoin. Obat ini kontraindikasi pada ibu menyusui. Efek
Dosisnya 300 mg tiap 12 jam dengan atau tanpa makanan, atau 600 mg
MekanismekerjaNtRTIpadapenghambatanreplikasiHIVsama
ini indikasi untuk infeksi HIV dalam kombinasi dengan antiretroviral yang
lain. Perlu dilakukan tes fungsi hati dan serum fosfat sebelum terapi setiap 4
minggu selama 1 tahun selanjutnya tiap 3 bulan dan monitor pasien dengan
hepatitis B. Jika obat ini diberikan bersama didanosine maka maka akan
nyeri perut, gangguan fungsi ginjal. Dosisnya 245 mg peroral sekali sehari
3. Nonnukleosida (NNRTI)yaitu
nukleotida natural.
Antelmintika | 19
a. Nevirapin(NVP)
hati tiap 2 minggu untuk 2 bulan pertama, selanjutnya tiap bulan 3 bulan
konsentrasi dari obat tersebut. Obat ini kontraindikasi pada ibu menyusui
dan gangguan fungsi hati. Efek sampingnya ruam yang berat, demam,
b. Efavirenz (EFV)
atau C, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, kehamilan, dan usia
konsentrasi dari obat tersebut. Obat ini kontraindikasi pada menyusui dan
Antelmintika | 20
4. Penghambat enzim protease (PI) ritonavir(RTV)
proses akhir pematangan virus. Akibatnya virus yang terbentuk tidak masuk
dan tidak mampu menginfeksi sel lain. PI adalah ARV yang potensial
(Depkesa, 2006).
a. Saquinavir(SQV)
sakit kepala, pusing, mialgia, ruam, penurunan berat badan, lesu, demam,
b. Nelfinavir(NFV)
Antelmintika | 21
haemopilia, dan gangguan fungsi hati. Konsentrasi nelfinavir akan
Antelmintika | 22
Lanjutan Tabel 2
Non-nucleoside RTIs
Efavirenz (EFV) 600 mg sekali sehari
terdiri atas dua NRTI ditambah salah satu NNRTI. Rekomendasi regimen
lini petama terapi dan perubahan terapi ke lini kedua infeksi HIV pada orang
Tabel 3. Rekomendasi regimen lini petama terapi dan perubahan terapi ke lini
kedua infeksi HIV pada orang dewasa (Anonimb, 2008)
Antelmintika | 23
dini. Tabel 4 memuat daftar toksisitas dan pilihan pengganti dari keempat rejimen
lini-pertama. Untuk keadaan yang mengancam jiwa, atau situasi klinis yang
Tabel 4. Toksisitas utama pada regimen ARV lini-pertama dan anjuran obat
penggantinya (Depkes, 2004).
Regimen Toksisitas Obat pengganti
Intoleransi GI yang persisten AZT diganti dengan
oleh karena AZT atau d4T
toksisitas hematologis yang
berat
Hepatotoksis berat oleh NVP NVP diganti dengan
EFV ( jika pasien
hamil diganti
dengan NFV,
AZT/3TC/NVP LPV/r atauABC
Ruam kulit berat karena NVP NVP diganti dengan
(tetapi tidak mengancam jiwa EFV
yaitu tanpa pustula dan tidak
mengenai mukosa)
Antelmintika | 24
e. Indikasi TerapiARV
2006).
AIDS klinis) tidak seharusnya tergantung pada jumlah CD4 +. Untuk Stadium III,
bila tersedia sarana pemeriksaan CD4 +akan membantu untuk menentukan saat
Keputusan untuk memulai terapi ARV pada ODHA dewasa dan remaja
tertentu maka penilaian klinis saja dapat memandu keputusan memulai ARV.
Indikasi untuk memulai terapi ARV pada ODHA dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Indikasi untuk memulai terapi ARV pada ODHA dewasa (Depkes,
2007)
Antelmintika | 25
Lanjutan Tabel 5
3 Jumlah CD4+200–350/mm3,
pertimbangkan terapi sebelum
CD4+<200/mm3
Pada kehamilan atau TB: Terapi ARV dimulai tanpa
e. Mulai terapi ARV pada memandang jumlah limfosit
semua ibu hamil dengan total
CD4+350
f. Mulai terapi ARV pada
semua ODHA dengan
CD4+<350 denganTB
paru atau infeksi bakterial
berat
4 Terapi ARV dimulaitanpa
memandang jumlahCD4+
Keterangan:
26
27