Anda di halaman 1dari 110

TUGAS INDIVIDU

OBAT ANTIMIKROBA,ANTIBIOTIK,ANTHIHELMENTIK,
ANTIFUNGI DAN ANTIRETROVIRAL

Disusun Oleh:

ALMA WAHYUNI NASUTION

NIM 1948201002

Kelas A

Semester 2

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU 2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT karena dengan rahmat dan nikmat-Nya makalah ini dapat
diselesaikan.
Di dalam makalah ini berisi tentang “Antelmintika”. Penulis menyadari bahwa apa yang
tertuang di dalam makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi penulisan, segi
redaksional maupun segi pengkajian dan pemilihan bahan literatur sebagai landasan teori.
Keadaan tersebut disebabkan adanya keterbatasan dalam diri penulis sendiri.
Penyusunan makalah ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Penulis
ucapkan terima kasih bagi mereka yang telah memberikan bantuan dan pengarahan dalam
penyelesaian makalah ini. Dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca.
Tegur sapa serta kritik membangun penulis terima dengan senang hati demi perbaikan di
masa depan.

PEKANBARU, Mei 2020

Penulis

Antelmintika | ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULAN.................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................2
1.3 Tujuan....................................................................................................................................2
BAB II ISI.......................................................................................................................................3
2.1 Pembahasan............................................................................................................................3
A. Infeksi Parasit Cacing (Kecacingan)...................................................................................3
B. Epidemiologi Dari Infeksi Parasit Cacing (Kecacingan).....................................................4
C. Jenis-Jenis Parasit Cacing pada Manusia............................................................................5
D. Obat-Obat Untuk Pengobatan Parasit Cacing pada Manusia............................................15
BAB III PENUTUP......................................................................................................................22
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................23

Antelmintika | iii
BAB I
PENDAHULAN

1.1 Latar Belakang

Kecacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya parasit berupa cacing
kedalam tubuh manusia karena menelan telur cacing. Penyakit ini paling umum tersebar
dan menjangkiti banyak manusia di dunia. Sampai saat ini penyakit infeksi cacing masih
tetap merupakan masalah karena kondisi sosial dan ekonomi di beberapa bagian dunia serta
perlu penanganan serius, terutama di daerah tropis karena cukup banyak penduduk
menderita kecacingan. Kecacingan merupakan salah satu penyakit yang berhubungan
lingkungan, karena sumber penyakit ini dapat ditularkan melalui tanah atau disebut Soil
Transmitted Helminths. Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum
tersebar dan menjangkiti lebih dari 2 miliar manusia diseluruh dunia. Walaupun tersedia
obat-obat baru yang lebih spesifik dangan kerja lebih efektif, pembasmian penyakit ini
masih tetap merupakan salah satu masalah antara lain disebabkan oleh kondisi sosial
ekonomi di beberapa bagian dunia. Jumlah manusia yang dihinggapinya juga semakin
bertambah akibat migrasi, lalu-lintas dan kepariwisataan udara dapat menyebabkan
perluasan kemungkinan infeksi.

Terdapat tiga golongan cacing yang menyerang manusia yaitu nematoda, trematoda,
dan cestoda. Sebagaimana penggunaan antibiotika, antelmintik ditujukan pada target
metabolik yang terdapat dalam parasit tetapi tidak mempengaruhi atau berfungsi lain untuk
pengguna.

Antelmintika atau obat cacing (Yunani anti = lawan, helmintes = cacing) adalah
obat yang dapat memusnahkan cacing dalam tubuh manusia dan hewan. Dalam istilah ini
termasuk semua zat yang bekerja lokal menghalau cacing dari saluran cerna maupun obat-
obat sistemik yang membasmi cacing serta larvanya, yang menghinggapi organ dan
jaringan tubuh. Banyak antelmintik dalam dosis terapi hanya bersifat melumpuhkan cacing,

Antelmintika | 4
jadi tidak mematikannya. Guna mencegah jangan sampai parasit menjadi aktif lagi atau
sisa–sisa cacing mati dapat menimbulkan reaksi alergi, maka harus dikeluarkan secepat
mungkin.

Kebanyakan antelmintik efektif terhadap satu macam cacing, sehingga diperlukan


diagnosis tepat sebelum menggunakan obat tertentu. Kebanyakan antelmintik diberikan
secara oral, pada saat makan atau sesudah makan. Beberapa senyawa antelmintik yang
lama, sudah tergeser oleh obat baru seperti Mebendazole, Piperazin, Levamisol,
Albendazole, Tiabendazole, dan sebagainya. Karena obat tersebut kurang dimanfaatkan.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apakah yang dimaksud dengan infeksi parasit cacing (kecacingan) ?


b. Bagaimanakah epidemiologi dari infeksi parasit cacing (kecacingan) ?
c. Apa sajakah jenis-jenis parasit cacing pada manusia?
d. Apa sajakah obat-obat untuk pengobatan parasit cacing pada manusia?

1.3 Tujuan

a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan infeksi parasit cacing (kecacingan)
b. Untuk mengetahui bagaimana epidemiologi dari infeksi parasit cacing (kecacingan)
c. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis parasit cacing pada manusia
d. Untuk mengetahui apa saja obat-obat untuk pengobatan parasit cacing pada
manusia

Antelmintika | 5
BAB II
ISI

2.1 Pembahasan
A. Infeksi Parasit Cacing (Kecacingan)

 Infeksi Parasit Cacing


Cacing parasit adalah cacing yang hidup sebagai parasti organisme lain, baik hewan
maupun manusia. Mereka adalah organisme yang hidup dan makan pada tubuh yang
ditumpangi serta menerima makanan dan perlindungan sementara menyerap nutrisi
tubuh yang ditumpangi. Penyerapan ini menyebabkan kelemahan dan penyakit.
Penyakit yang diakibatkan oleh cacing parasit biasanya disebut secara umum sebagai
cacingan. Caring parasit umumnya merupakan anggota Castoda, Nematoda dan
Trematoda.
 Inang, Vektor Dan Parasit

Merupakan hal yang berkaitan dan saling berhubungan satu dengan yang lainnya
sehingga muncul aspek infeksi, dalam infeksi parasit cacing terdapat tiga aspek yang
saling terkait, diantaranya ;

a. Inang
Inang dalam biologi adalah organisme yang ditumpangi oleh parasit yang
disebut inang, atau organisme yang menampung virus, parasit, patner mutualisme
atau partner komensalisme, umunya dengan menyediakan makanan dan tempat
Antelmintika | 6
berlindung. Contohnya suatu sel dapat menjadi inang bagi virus, gulma dapat
menjadi inang bagi bakteri pengikat nitrogen dan hewan dapat menjadi inang bagi
cacing parasitik seperti nematoda.
b. Vektor
Vektor adalah organisme yang tidak menyebabkan penyakit tapi menyebarkan
dengan membawa patogen dari satu inang ke yang lain. berbagai jenis nyamuk,
sebagai contoh berperan sebagai vektor penyakit malaria yang mematikan.
Pengertian tradisional dalam kedokteran ini sering disebut vektor biologi dalam
epidemiologi dan pembicaraan umum.
c. Parasit
Parasit adalah hewan renik yang dapat menurunkan produktivitas hewan yang
ditumpanginya. Parasit dapat menyerang manusia dan hewan, seperti menyerang
kulit manusia. Parasitoid adalah parasit yang mengggunakan jaringan organisme
lain untuk kebutuhan nutrisi mereka sampai orang yang ditumpangi meninggal
karena kehilangan jaringan atau nutrisi yang dibutuhkan. Parasitoid juga
diketahui sebagai necrotroph.

B. Epidemiologi Dari Infeksi Parasit Cacing (Kecacingan)

Cacingan, salah satu penyakit yang tergolong tinggi kejadiannya. Penyebab hewan
parasit berukuran mikro yang mengambil makanan dari usus yang berisi banyak sari
makanan. Cacing masuk ketubuh dalam fase larva merupakan penyakit endemis dan
kronis yang bisa meningkatkan tajam pada waktu musim hujan dan banjir.

Larva cacing biasanya menyebar keberbagai tubuh melalui dua jalan yakni mulut
saat makan makanan yang tidak dicuci bersih dan dimasak setelah terkontaminasi lalat
yang membawa larva cacing, serta lewat pori – pori saat anak tak memakai alas kaki
ketika berjalan ditanah. Lewat cara ini larva masuk kepembuluh darah dan sampai
ditempat yang memungkinkan perkembangannya seperti diusus, paru-paru hati dsb.

Perkembangannya membutuhkan waktu 1-3 minggu ditubuh manusia. Tahapan


selanjutnya penderita biasanya kondisi gizi menurun sehingga kesehatan mereka
terganggu. Bila dibiarkan terlihat kulit anak pucat, tubuh makin kurus serta perut
membuncit karena kekurangan protein. Pada kondisi sangat berat, cacingan bisa
menimbulkan peradangan pada pari – paru yang ditandai dengan batuk dan sesak,
sumbatan di usus, gangguan hati, kaki gajah, dan perforasi usus. Pada keadaan ini obat

Antelmintika | 7
cacing tidak lagi membantu secara optimal. Cacingan banyak didapati pada daerah
dimana kondisi kebersihannya dibawah standar.

Cacing penyebab penyakit ini antara lain cacing gelang banyak ditemukan di
daerah tropis berkelembapan tinggi. Cacing ini hidup diusus halus dan hanya hidup
didalam tubuh manusia. Selain cacing gelang ada juga cacing cambuk yang banyak di
temukan didaerah tropis. Perbedaannya adalah tempat hidupnya yang lebih sering di
usus besar dan sering dikaitkan dengan penyakit usus buntu pada anak. Jenis lainnya
cacing tambang sebagai jenis terbanyak ditemukan penyebarannya di seluruh duinia,
biasannya masuk melalui pori – pori lewat tanah dan dipinjak, kemudian cacing kremi
sering menimbulkan gatal pada daerah anus serta cacing pita yang siklus hidupnya
sedikit berbeda karena hidup ditubuh hewan seperti sapi, babi dan menyebar lewat
konsumsi daging yang tidak dimasak secara benar.

 Parasit Cacing Pada Manusia

Cacing yang merupakan parasit manusia dibagi dalam 2 kelompok, yakni ;

1. Nematoda.
Ciri – cirinya bertubuh bulat, tidak bersegmen memiliki rongga tubuh dengan
saluran cerna dan kelamin terpisah. Infeksi cacing ini disebut ancylostomiasis
(cacing tambang), trongyloidiasis, oxyuriasis ( cacing kremi ), ascariasis (cacing
gelang), dan trichuriasis (cacing cambuk).
2. Platyhelmintes.
Ciri – cirinya bentuk pipih, tidak memiliki rongga tubuh dan berkelamin ganda.
Cacing yang termasuk golongan ini adalah cacing pita (cestoda) dan cacing pipih
(trematoda).

C. Jenis-Jenis Parasit Cacing pada Manusia

a. Nematoda

Nematoda adalah cacing yang tidak bersegmen, bilateral simetris, mempunyai


saluran cerna yang berfungsi penuh, biasanya berbentuk silindris serta panjangnya
bervariasi dari beberapa milimeter hingga lebih dari satu meter. Nematoda usus
biasanya matang dalam usus halus, dimana sebagian besar cacing dewasa melekat

Antelmintika | 8
dengan kait oral atau lempeng pemotong. Cacing ini menyebabkan penyakit karena
dapat menyebabkan kehilangan darah, iritasi dan alergi.
Soil Transmitted Helminths (STHs) adalah kelompok parasit golongan nematoda
usus yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia melalui kontak dengan telur
cacing atau larva yang berkembang di dalam tanah dengan kondisi yang hangat dan
lembab dan umumnya terjadi pada negara-negara dengan iklim tropis dan subtropis.
STHs merupakan cacing yang perkembangannya berada di luar tubuh manusia atau
berada di tanah dan dominan terjadi di daerah-daerah terpencil dengan kebersihan
dan sanitasi yang kurang memadai di negara-negara berkembang. STHs merupakan
kelompok cacing nematoda yang membutuhkan tanah untuk pematangan telur atau
larva yang tidak infektif menjadi telur atau larva yang infektif.

1. Cacing gelang (Ascaris lumbricoides)

Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides dan tidak ada hospes
perantara. Penyakit yang disebabkannya disebut askariasis. Parasit ini ditemukan
kosmopolit terutama di daerah tropis. Cacing ini merupakan cacing terbesar di antara
golongan nematoda lainnya, berbentuk silindris dengan ujung anterior lancip dimana
anteriornya memiliki tiga bibir, badan cacing berwarna kuning kecoklatan yang
diselubungi lapisan kutikula bergaris halus (Palgunadi, 2010). Cacing betina
panjangnya 20-35 cm, ujung posterior membulat dan lurus, 1/3 anterior dari tubuh ada
cincin kopulasi. Cacing jantan panjangnya 15-31 cm, ujung posterior lancip
melengkung ke ventral, dilengkapi papil kecil dan 2 spekulum. Telur memiliki 4 bentuk
yaitu telur yang dibuahi, tidak dibuahi, matang dan dekortikasi.
Di tanah dalam kondisi yang sesuai, telur yang dibuahi tumbuh menjadi bentuk
infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan manusia
akan menetas menjadi larva di usus halus yang akan menembus dinding usus menuju
pembuluh darah atau saluran limfa kemudian dialirkan ke jantung lalu mengikuti aliran
darah ke paru-paru. Setelah itu melalui dinding alveolus masuk ke rongga alveolus, lalu
naik ke trachea melalui bronchiolus dan broncus. Dari trachea, larva menuju ke faring,
sehingga menimbulkan rangsangan batuk, kemudian tertelan masuk ke dalam
oesofagus menuju usus halus untuk tumbuh menjadi cacing dewasa. Proses tersebut
memerlukan waktu kurang lebih 2 bulan sejak tertelan sampai menjadi cacing dewasa.
Prevalensi askariasis di Indonesia cukup tinggi, terutama pada anak-anak. Frekuensinya
antara 60-90%. Kebiasaan memakai feses sebagai pupuk dapat mendukung proses
penularan askariasis. Telur cacing ini banyak ditemukan pada tanah liat dengan suhu
yang berkisar antara 25°-30°C. Telur matang (bentuk infektif) dapat bertahan lama di
tanah dan media tanah merupakan cara penularan yang paling efektif.

Gejala klinis askariasis diklasifikasikan menjadi gejala akut yang berhubungan


dengan migrasi larva melalui kulit dan viseral, serta gejala akut dan kronik yang

Antelmintika | 9
disebabkan oleh infeksi parasit di saluran pencernaan oleh cacing dewasa. Gejala klinis
oleh larva Ascaris lumbricoides biasanya terjadi pada saat di paru (Magdalena &
Hadidjaja, 2005). Gejala klinis oleh cacing dewasa tergantung pada jumlah cacing dan
keadaan gizi penderita. Umumnya hanya infeksi dengan intensitas yang sedang dan
berat pada saluran pencernaan yang dapat menimbulkan gejala klinis. Cacing dewasa
Ascaris lumbricoides yang terdapat dalam jumlah banyak pada usus halus dapat
menyebabkan distensi abdomen dan nyeri abdomen.

Telur dan Cacing Ascaris lumbricoides

2. Cacing cambuk (Trichuris trichiura)

Manusia merupakan hospes dari cacing ini. Penyakit yang disebabkannya disebut
trikuriasis. Cacing ini bersifat kosmopolit, terutama ditemukan di daerah panas dan
lembab seperti Indonesia. Trichuris trichiura betina memiliki panjang sekitar 5 cm dan
yang jantan sekitar 4 cm. Hidup di kolon asendens dengan bagian anteriornya masuk ke
dalam mukosa usus. Telur cacing berukuran 50-54 mikron x 32 mikron, berbentuk
seperti tempayan dengan semacam tonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur
bagian luar berwarna kekuning - kuningan dan bagian dalamnya jernih. Telur yang
dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama feses, kemudian menjadi matang dalam waktu
3–6 minggu di dalam tanah yang lembab. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan
merupakan bentuk infektif.

Cara infeksi langsung terjadi bila telur yang matang tertelan oleh manusia (hospes),
kemudian larva akan keluar dari dinding telur dan masuk ke dalam usus halus. Setelah
dewasa, cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke kolon asendens dan sekum.
Masa pertumbuhan mulai tertelan sampai menjadi cacing dewasa dan siap bertelur
sekitar 30-90 hari. Prevalensi trikuriasis di beberapa daerah pedesaan di Indonesia
berkisar antara 30-90%.

Antelmintika | 10
Banyak penderita trikuriasis tidak memiliki gejala dan hanya didapati keadaan
eosinofilia pada pemeriksaan darah tepi. Pada trikuriasis, inflamasi pada tempat
perlekatan cacing dewasa dalam jumlah besar dapat menyebabkan kolitis. Kolitis
akibat trikuriasis kronis dapat menyebabkan nyeri abdomen kronis, diare, anemia
defisiensi besi.

Telur dan Cacing Trichuris trichiura

3. Cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator Americanus)

Hospes parasit ini adalah manusia dan menyebabkan penyakit nekatoriasis dan
ankilostomiasis. Penyebaran cacing ini terjadi pada tempat dengan keadaan yang
sesuai, misalnya di daerah pertambangan dan perkebunan. Necator americanus dan
Ancylostoma duodenale adalah dua spesies cacing tambang. Habitatnya ada di rongga
usus halus. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-kira 0,8
cm, cacing dewasa berbentuk seperti huruf S atau C dan di dalam mulutnya ada
sepasang gigi. Dalam daur hidupnya, telur cacing akan keluar bersama feses. Setelah
1-1,5 hari di dalam tanah, telur tersebut menetas menjadi larva rabditiform.

Kemudian setelah 3 hari, larva tumbuh menjadi larva filariform yang dapat
menembus kulit dan dapat bertahan hidup 7-8 minggu di tanah. Telur cacing tambang
besarnya kira-kira 60x40 mikron, berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis. Larva
rabditiform memiliki panjang ±250 mikron, sedangkan larva filariform panjangnya
±600 mikron. Setelah menembus kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus ke paru-
paru, kemudian menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan
laring. Dari laring, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus menjadi cacing
dewasa.

Insiden tinggi ditemukan pada penduduk di Indonesia, terutama di daerah


pedesaan, khususnya di perkebunan. Seringkali golongan pekerja perkebunan yang
langsung berhubungan dengan tanah, mendapat infeksi lebih dari 70%. Untuk
menghindari infeksi, antara lain ialah dengan memakai alas kaki berupa sandal atau
sepatu.

Antelmintika | 11
Ankilostomiasis dan nekatoriasis dapat menimbulkan gejala akut yang
berhubungan dengan migrasi larva melalui kulit dan viseral, serta gejala akut dan
kronik yang disebabkan oleh infeksi parasit di saluran pencernaan oleh cacing dewasa.
Larva filariform (larva stadium tiga) yang menembus kulit dalam jumlah yang banyak
akan menyebabkan sindrom kutaneus berupa ground itch, yaitu eritema dan papul
lokal yang diikuti dengan pruritus pada tempat larva melakukan penetrasi. Setelah
melakukan invasi pada kulit, larva tersebut bermigrasi ke paru-paru dan menyebabkan
pneumonitis. Manusia yang belum pernah terpapar dapat mengalami nyeri epigastrik,
diare, anoreksia dan eosinofilia selama 30-45 hari setelah penetrasi larva yang mulai
melekat pada mukosa usus halus.
Gejala klinis yang disebabkan oleh cacing tambang dewasa disebabkan karena
kehilangan darah sebagai akibat dari invasi dan perlekatan cacing tambang dewasa
pada mukosa dan sub-mukosa usus halus. Gejala tergantung pada spesies dan jumlah
cacing serta keadaan gizi penderita (Fe dan protein). Pada kasus dengan infeksi berat,
anemia yang disebabkan oleh cacing tambang dapat menyebabkan gagal jantung
kongestif.

Telur dan Larva Cacing Tambang

b. Platyhelmintes

Platyhelminthes berasal dari Bahasa Yunani, dari kata Platy = pipih dan
helminthes = cacing. Jadi berarti cacing bertubuh pipih. Filum Platyhelminthes
terdiri dari sekitar 13,000 species, terbagi menjadi tiga kelas; dua yang bersifat
parasit dan satu hidup bebas. Planaria dan kerabatnya dikelompokkan sebagai kelas
Turbellaria. Cacing hati adalah parasit eksternal atau internal dari Kelas Trematoda.
Cacing pita adalah parasit internal dari kelas Cestoda. Umumnya, golongan cacing
pipih hidup di sungai, danau, laut, atau sebagai parasit di dalam tubuh organisme
lain. Platyhelminthes yang hidup bebas adalah di air tawar, laut, dan tempat-tempat
yang lembab, sedangkan Platyhelminthes yang parasit hidup di dalam tubuh
inangnya (endoparasit) pada siput air, sapi, babi, atau manusia.
Cacing golongan ini sangat sensitif terhadap cahaya. Beberapa contoh
Platyhelminthes adalah Planaria yang sering ditemukan di balik batuan (panjang 2-3
cm), Bipalium yang hidup di balik lumut lembab (panjang mencapai 60 cm),
Clonorchis sinensis, cacing hati, dan cacing pita.
Antelmintika | 12
Struktur Tubuh

Platyhelminthes tidak memiliki rongga tubuh (selom) sehingga disebut hewan


aselomata.Tubuh pipih dorsoventral, tidak berbuku-buku, simetri bilateral, serta dapat
dibedakan antara ujung anterior dan posterior. Lapisan tubuh tersusun dari 3 lapis
(triploblastik aselomata) yaitu ektoderm yang akan berkembang menjadi kulit,
mesoderm yang akan berkembang menjadi otot – otot dan beberapa organ tubuh dan
endoderm yang akan berkembang menjadi alat pencernaan makanan.

Sistem respirasi Platyhelminthes melalui permukaan tubuhnya. Sistem pencernaan


terdiri dari mulut, faring, dan usus (tanpa anus), usus bercabang-cabang ke seluruh
tubuhnya. Platyhelminthes tidak memiliki sistem peredaran darah (sirkulasi) dan alat
ekskresinya berupa sel-sel api. Kelompok Platyhelminthes tertentu memiliki sistem
saraf tangga tali. Sistem saraf tangga tali terdiri dari sepasang simpul saraf (ganglia)
dengan sepasang tali saraf yang memanjang dan bercabang-cabang melintang seperti
tangga. Organ reproduksi jantan (testis) dan organ betina (Ovarium). Cacing pipih
dapat bereproduksi secara aseksual dengan membelah diri dan secara seksual dengan
perkawinan silang, platyhelminthes terdapat dalam satu individu sehingga disebut
hewan hermafrodit.

Klasifikasi

Filum Platyhelminthes terbagi menjadi tiga kelas, yaitu:

 Turbellaria (berambut getar)

Contoh: Planaria sp

 Trematoda (cacing hisap)

Contoh: Fasciola hepatica (cacing hati)

 Cestoda (cacing pita)

Contoh: Taenia solium, Taenia saginata

a. Turbellaria (cacing berambut getar)

Antelmintika | 13
Keberadaan: 4000+ spesies di seluruh dunia; hidup di batu dan permukaan sedimen
di air, di tanah basah, dan di bawah batang kayu. Hampir semua Turbellaria hidup
bebas (bukan parasit) dan sebagian besar adalah hewan laut.

Kebanyakan turbellaria berwarna bening, hitam, atau abu-abu. Namun, beberapa


spesies laut, khususnya di turumbu karang, memiliki corak warna lebih cerah. Panjang
mulai kurang dari 1 mm hingga 50 cm. Spesies terbesar bertubuh seperti kertas.

Planaria sp

Cacing ini dipakai sebagai contoh yang mewakili anggota kelas Turbellaria pada
umumnya. Anggota genus Dugesia, yang umumnya dikenal sebagai Planaria,
berlimpah dalam kolam dan aliran sungai yang tidak terpolusi. Planaria mempunyai
kebiasaan berlindung di tempat-tempat yang teduh, misalnya di balik batu-batuan, di
bawah daun yang jatuh ke dalam air. Bentuk tubuh anggota ini adalah pipih
dorsoventral, dengan bagian kepala yang berbentuk seperti segitiga, sedangkan bagian
ekornya berbentuk meruncing yang panjang tubuh sekitar 5-25 mm.

Planaria memangsa hewan yang lebih kecil atau memakan hewan-hewan yang
sudah mati. Planaria dan cacing pipih lainnya tidak memiliki organ yang khusus untuk
pertukaran gas dan sirkulasi. Bentuk tubuhnya yang pipih itu menempatkan semua sel-
sel berdekatan dengan air sekitarnya, dan percabangan halus rongga gastrovaskuler
mengedarkan makanan ke seluruh hewan tersebut.

Sistem saluran pencernaan makanan terdiri dari mulut, faring, oesofagus, dan usus.
Mulut, terletak di bagian ventral dari tubuh, yaitu kira-kira dekat dengan pertengahan
agak ke arah ekor. Lubang mulut ini dilanjutkan oleh kantung yang bentuknya silindris
memanjang yang disebut rongga mulut (Faring). Oesofagus merupakan persambungan
daripada faring yang langsung bermuara kedalam usus; ususnya bercabang tiga, yaitu
menuju ke arah anterior, sedang yang dua lagi sejajar menuju ke arah posterior.

Seperti halnya hewan tingkat rendah lainnya, Planaria juga belum mempunyai alat
pernafasan yang khusus. Pengambilan O2 maupun pengeluaran CO2 secara osmosis
langsung melalui seluruh permukaan tubuh.

Sistem ekskresi terdiri dari 2 tabung ekskresi longitudinal yang mulai dari sel-sel
nyala (flame cells) yang di bagian anteriornya berhubungan silang. Seluruh sistem ini
terbuka ke luar melalui porus ekskretorius. Flame cells atau sel-sel api berfungsi
sebagai alat ekskresi yang membuang zat-zat sampah yang merupakan sisa-sisa
metabolisme dan juga sebagai alat osmoregulasi dalam arti ikut membantu
Antelmintika | 14
mengeluarkan ekses-ekses penumpukan air di dalam tubuh, sehingga nilai osmosis
tubuh tetap dapat dipertahankan seperti ukuran normal.

Sistem saraf terdiri dari 2 batang saraf yang membujur memanjang, yang di bagian
anteriornya berhubungan silang, dan 2 ganglion anterior yang terletak dekat di bawah
mata. Ganglion berfungsi sebagai otak dalam arti bertindak sebagai pusat susunan saraf
serta mengkoordinir aktivitas-aktivitas anggota tubuh. Seonggok ganglion tersebut
letaknya di bagian kepala persis di bawah lapisan epidermis agak di sebelah bintik
mata. Ganglion ini karena terletak di bagian kepala dan berfungsi sebagai otak maka
biasa disebut ganglion kepala atau ganglion cerebral. Dari ganglin cerebral ini
keluarlah cabang-cabang urat saraf secara radier menuju ke arah lateral, anterior, dan
pasterior. Cabang anterior menuju ke bagian bintik mata, cabang lateral menuju ke alat
indera cemoreseptor, sedangkan cabang posterior ada satu pasang kanan kiri yang
saling bersejajar yang membentang di bagian ventral tubuh yang disebut tali saraf.

Planaria sudah mempunyai alat indera yang berupa bintik mata, dan indera aurikel,
yang kedua-duanya terletak di bagian kepala. Bintik mata merupakan titik hitam yang
terletak di bagian dorsal daripada bagian kepala. Masing-masing bintik mata terdiri dari
sel-sel pigmen yang tersusun dalam bentuk mangkok yang dilengkapi dengan sel-sel
saraf sensorik yang sangat sensitif terhadap sinar. Bintik mata itu sekedar dapat
membedakan gelap dan terang saja.

Planaria bersifat hermafrodit, terdapat alat kelamin jantan dan betina.

Alat kelamin jantan terdiri dari;

1. Testis, yang berjumlah ratusan, berbentuk bulat tersebar di sepanjang sisi tubuh
keduanya.
2. Vasa eferensia, yang merupakan pembuluh yang menghubungkan testis dengan
bagian pembuluh lainnya.
3. Vasa deferensia, merupakan pembuluh berjumlah dua buah yang masing-
masing membentang di setiap sisi tubuh yang kedua-duanya saling bertemu dan
bermuara ke dalam suatu kantung yang disebut vesiculus seminalis.
4. Vesiculus seminalis, berfungsi untuk menampung sperma dan menyalurkan
sperma menuju ke penis.
5. Penis, yang merupakan alat pentransfer ke tubuh waktu mengadakan kopulasi
pada perkawinan silang.

Sistem alat kelamin betina terdiri dari atas bagian-bagian seperti berikut:
1. Ovari, berjumlah dua buah, berbentuk bulat terletak di bagian anterior tubuh.
Antelmintika | 15
2. Oviduct, dari setiap ovarium akan membentang ke arah posterior sebuah saluran
yang disebut oviduct (saluran telur). Antara saluran telur kanan dan kiri saling
bersejajar yang masing-masing dilengkapi dengan kelenjar yang menghasilkan
kuning telur.
3. Kelenjar kuning telur, menghasilkan kuning telur yang akan disediakan bagi sel
telur bila telah diproduksi oleh ovarium.
4. Vagina, merupakan suatu aliran yang berfungsi untuk menerima transfer
spermatozoid dari cacing planaria lain.
5. Uterus, merupakan ruangan yang bentuknya menggelembung yang berfungsi
untuk menyimpan spermatozoid. Uterus juga biasa disebut receptaculus
seminalis.
6. Genital atrium (ruang genitalis) yaitu muara antara kedua buah saluran telur.
7. Planaria berkembang biak dengan cara seksual maupun aseksual. Planaria akan
menghindarkan diri bila terkena sinar yang kuat, oleh karena itu pada siang hari
cacing itu melindungkan diri di bawah naungan batu-batu atau daun atau di
bawah objek yang lain. Pada waktu istirahat biasanya Planaria melekatkanatau
menempelkan diri pada suatu objek dengan bantuan zat lendir yang dihasilkan
oleh kelenjar-kelenjar lendir. Planaria melakukan dua macam gerak, yaitu gerak
merayap dan meluncur.

b. Trematoda (cacing hisap)

Keberadaan: 12000 spesies di seluruh dunia; hidup di dalam atau pada tubuh hewan
lain. Semua cacing hisap adalah parasit, berbentuk silinder atau seperti daun. Panjang
berkisar 1 cm hingga 6 cm. Cacing ini memiliki penghisap untuk menempelkan diri ke
organ internal atau permukaan luar inangnya, dan semacam kulit keras yang membantu
melindungi parasit itu. Organ reproduksinya mengisi hampir keseluruhan bagian
interior cacing hisap.

Sebagai suatu kelompok, cacing trematoda memparasiti banyak sekali jenis inang,
dan sebagian besar spesies memiliki siklus hidup yang kompleks dengan adanya
pergiliran tahap seksual dan aseksual. Banyak trematoda memerlukan suatu inang
perantara atau intermediet tempat larva akan berkembang sebelum menginfeksi inang
terakhirnya (umumnya vertebrata), tempat cacing dewasa hidup. Sebagai contoh,
trematoda yang memparasati manusia menghabiskan sebagian dari sejarah hidupnya di
dalam bekicot.

Trematoda dewasa pada umumnya hidup di dalam hati, usus, paru-paru, ginjal, dan
pembuluh darah vertebrata. Trematoda berlindung di dalam tubuh inangnya dengan

Antelmintika | 16
melapisi permukaan tubuhnya dengan kutikula dan permukaan tubuhnya tidak
memiliki silia.

Trematoda tidak mempunyai rongga badan dan semua organ berada di dalam
jaringan parenkim. Tubuh biasanya pipih dorsoventral, dan biasanya tidak bersegmen
dan seperti daun. Mereka mempunyai dua alat penghisap, satu mengelilingi mulut dan
yang lain berada di dekat pertengahan tubuh atau pada ujung posterior. Alat penghisap
yang kedua disebut asetabulum karena bentuknya mirip dengan mangkuk cuka.

Dinding luar atau tegumen trematoda adalah kutikula yang kadang2 mengandung
duri atau sisik. Sistem pencernaan makanan sangat sederhana. Terdapat mulut pada
ujung anterior, yang dikelilingi oleh sebuah alat penghisap. Makanan dari mulut
melalui farings yang berotot ke esofagus dan kemudian ke usus, yang terbagi menjadi
dua sekum yang buntu. Sekum ini kadang2 bercabang, dan percabangan ini kadang-
kadang sedikit rumit. Kebanyakan trematoda tidak mempunyai anus, dengan demikian
sisa bahan makanan harus diregurgitasikan.

Sistem saraf adalah sederhana. Cincin dari serabut saraf dan ganglia mengelilingi
esofagus, dan dari sini saraf berjalan ke depan dan belakang. Biasanya, sebatang saraf
berjalan kebelakang pada setiap sisi, dan saraf-saraf bertolak dari sini menuju ke
berbagai organ.

Trematoda tidak mempunyai sistem peredaran darah. Sistem ekskresi tersusun dari
sebuah kandung kemih posterior. Sebuah sistem percabangan dari tabung pengumpul
yang masuk ke dalam kandung kemih, dan sebuah sistem sel-sel ekskresi yang terbuka
ke dalam saluran pengumpul tersebut. Tidak terdapat organ ekskresi yang terlepas, sel-
sel ekskresi ditempatkan secara strategis di seluruh tubuh. Sel ekskresi terdiri dari
sebuah sitoplasma basal yang berisi inti dan sebuah vakuola berisi seberkas silia ynag
terbuka secara tetap ke dalam saluran pengumpul.

Sistem reproduksinya kompleks. Sebagian besar dari trematoda adalah hermafrodit,


mempunyai organ jantan dan betina. Tetapi pembuahan silang merupakan hal yang
biasa, dan pembuahan sendiri tidak umum. Pembuahan biasanya uterus, sperma
melewati sirus dari satu cacing ke uterus cacing lain.

Siklus Hidup Trematoda

a. Clonorchis sp (cacing hati pada manusia)


Zygot Larva Myrasidium Sporosit Redia Sercaria Metacercaria Cacing dewasa.
Keterangan:
Antelmintika | 17
1. Telur dilepaskan bersamaan dengan kotoran dari penderita
2. Telur akan berkembang menjadi larva mirasidium dan masuk ke inang
perantara 1, biasanya adalah siput
3. Di tubuh siput, larva myrasidium akan bermetamorfosis menjadi sporosit
4. Sporosit ini mengandung banyak kantung embrio, yang akan tumbuh menjadi
Redia
5. Redia akan tumbuh dan mengandung embrio yang akan berkembang menjadi
Sercaria
6. Sercaria yang dihasilkan akan berpindah menempel pada tumbuhan air
membentuk kista metasercaria
7. Tumbuhan yang mengandung kista di makan oleh domba, maka kista akan
berkembang menjadi cacing hati dewasa.

b. Fasciola hepatica (cacing hati pada domba)


Zygot Larva Myrasidium Sporosit Redia Sercaria Metacercaria Cacing dewasa.
Keterangan:
a. Telur dilepaskan bersamaan dengan kotoran dari penderita
b. Telur akan berkembang menjadi larva mirasidium dan masuk ke inang
perantara 1, biasanya adalah siput
c. Di tubuh siput, larva myrasidium akan bermetamorfosis menjadi sporosit
d. Sporosit ini mengandung banyak kantung embrio, yang akan tumbuh
menjadi Redia
e. Redia akan tumbuh dan mengandung embrio yang akan berkembang
menjadi Sercaria
f. Sercaria yang dihasilkan akan berpindah menempel pada tumbuhan air
membentuk kista metasercaria.
g. Tumbuhan yang mengandung kista di makan oleh domba, maka kista akan
berkembang menjadi cacing hati dewasa

c. Cestoda (cacing pita)


Keberadaannya: 3500 spesies di seluruh dunia; hidup sebagai parasit dalam tubuh
hewan. Contoh cacing pita adalah Taenia solium dan Taenia saginata yang parasit pada
orang. Taenia terdiri dari sebuah kepala bulat yang disebut scolex, sejumlah ruas, yang
sama disebut disebut proglotid. Pada kepala terdapat alat hisap dan jenis Taenia solium
mempunyai kait (rostellum) yang sangat tajam yang mengunci cacing itu ke lapisan
intestinal inang. Di belakang scolex terdapat leher kecil yang selalu tumbuh yang akan
menghasilkan proglotid baru yang mula-mula kecil tumbuh menjadi besar. Panjang
tubuh cacing pita mencapai 2 m. Setiap proglotid mengandung organ kelamin jantan
(testis) dan organ kelamin betina (ovarium).Tiap proglotid dapat terjadi fertilisasi
Antelmintika | 18
sendiri. Proglotid yang dibuahi terdapat di bagian posterior tubuh cacing. Proglotid
dapat melepaskan diri (strobilasi) dan keluar dari tubuh inang utama bersama dengan
tinja dengan membawa ribuan telur. Jika termakan hewan lain, telur akan berkembang
dan memulai siklus hidup barunya. Cacing pita tidak memiliki saluran pencernaan.
Cacing pita menyerap makanan yang telah dicerna terlebih dahulu oleh inang.
Cestoda bersifat parasit karena menyerap sari makan dari usus halus inangnya. Sari
makanan diserap langsung oleh seluruh permukaan tubuhnya karena cacing ini tidak
memiliki mulut dan pencernaan (usus). Manusia dapat terinfeksi Cestoda saat
memakan daging hewan yang dimasak tidak sempurna. Inang perantara Cestoda adalah
sapi pada Taenia saginata dan babi pada taenia solium.
Cacing pita tidak mempunyai saluran pencernaan dan sitem peredaran darah.
Makanan langsung melalui dinding tubuh. Sistem ekskresi yaitu berupa sel api.
Sistem saraf tersusun dari beberapa ganglion pada skoleks, dengan komisura
melintang diantaranya. Dan tiga batang saraf longitudinal setiap sisil tubuh (sebuah
batang besar disebelah lateral dan yang kecil disebelah ventral), satu ganglion kecil
disetiap segmen pada masing-masing dari enam batang tersebut, dan komisura pada
setiap segmen menghubungkan ganglion-ganglion ini.
Cestoda adalah hermafrodit, yang mempunyai organ jantan dan betina. Organ
jantan terdiri dari testis (menghasilkan spermatozoa), vas deferen, seminal vesicle,
penis, dan lubang kelamin. Sedangkan organ bertina terdiri dari ovarium, oviduk,
seminal uterus, vagina, dan lubang kelamin.

Siklus Hidup Taenia sp

Larva, yang dilengkapi dengan scolex akan berkembang menjadi kista pada
jaringan tubuh inang, misal pada otot. Manusia yang memakan daging yang terinfeksi,
akan menyebabkan kista berkembang menjadi cacing pita dewasa Cacing pita dewasa
terdiri dari scolex dan proglotid.Proglotid pada bagian ujung mengandung telur yang
telah dibuahi yang siap dikeluarkan bersama feses untuk menginfeksi kembali Di
dalam telur yang telah dibuahi, embrio berkembang menjadi larva. Sapi mungkin akan
memakan telur bersama rumput dan akan menjadi inang sementara bagi cacing pita.

Peranan Platyhelminthes Dalam Kehidupan

Adapun peranan Platyhelminthes dalam kehidupan adalah sebagai berikut:

1. Planaria menjadi salah satu makanan bagi organisme lain.


2. Cacing hati maupun cacing pita merupakan parasit pada manusia
Antelmintika | 19
a. Schistosoma sp, dapat menyebabkan skistosomiasis, penyakit parasit yang
ditularkan melalui siput air tawar pada manusia. Apabila cacing tersebut
berkembang di tubuh manusia, dapat terjadi kerusakan jaringan dan organ
seperti kandung kemih, ureter, hati, limpa, dan ginjal manusia.Kerusakan
tersebut disebabkan perkembangbiakan cacing Schistosoma di dalam tubuh.
b. Clonorchis sinensis yang menyebabkan infeksi cacing hati pada manusia dan
hewan mamalia lainnya, spesies ini dapat menghisap darah manusia.
c. Paragonimus sp, parasit pada paru-paru manusia. dapat menyebabkan gejala
gangguan pernafasan yaitu sesak bila bernafas, batuk kronis, dahak/sputum
becampur darah yang berwarna coklat (ada telur cacing).
d. Fasciolisis sp, parasit di dalam saluran pencernaan. Terjadinya radang di
daerah gigitan, menyebabkan hipersekresi dari lapisan mukosa usus sehingga
menyebabkan hambatan makanan yang lewat. Sebagai akibatnya adalah
ulserasi, haemoragik dan absces pada dinding usus. Terjadi gejala diaree
kronis.
e. Taeniasis, penyakit yang disebabkan oleh Taenia sp. Cacing ini menghisap
sari-sari makanan di usus manusia.
f. Fascioliasis, disebabkan oleh Fasciola hepatica. Merupakan penyakit parasit
yang menyerang semua jenis ternak. Hewan terserang ditandai dengan nafsu
makan turun, kurus, selaput lendir mata pucat dan diare.

D. Obat-Obat Untuk Pengobatan Parasit Cacing pada Manusia

Obat-Obat Untuk Pengobatan Nematoda

a. Mebendazol

Nama Obat Mebendazol

Sifat fisik :

1. Paling luas spektrumnya


2. Tidak larut dalam air
3. Tidak bersifat higroskopis

Sifat Kimia :

4. Senyawa yang merupakan turunan benzimidazol


Antelmintika | 20
Nama Kimia:

5. methyl [(5-benzoyl-3H-benzoimidazol-2-yl)amino]formate

Rumus Kimia :

6. C16H13N3O3

Golongan kelas terapi :

7. Obat Anti helmintes

Khasiat obat dan mekanisme kerjanya

Khasiat obat :

 Efektif terhadap cacing Toxocara canis, Toxocara cati, Toxascaris leonina,


Trichuris vulpis, Uncinaria stenocephala, Ancylostoma caninum, Taenia pisiformis,
Taenia hydatigena, Echinococcus granulosus dan aeniaformis hydatigena
 Berefek menghambat pemasukan glukosa ke dalam cacing secara irreversibel
sehingga terjadi pengosongan glikogen dalam cacing
 Menyebabkan kerusakan struktur subseluler
Kontra indikasi, efek samping, interaksi obat, informasi obat, informasi
farmakokinetik dan farmakodinamik lainnya
Kontra indikasi :
 Studi toksikologi obat ini memiliki batas keamanan yang lebar. Tetapi pemberian
dosis tunggal sebesar 10 mg/kg BB pada tikus hamil memperlihatkan efek
embriotoksik dan teratogenik
Efek samping :
 Diare dan sakit perut ringan yang bersifat sementara.
Informasi obat:
 Mebendazol tidak menyebabkan efek toksik sistemik mungkin karena absorbsinya
yang buruk sehingga aman diberikan pada penderita dengan anemia maupun
malnutrisi.
Antelmintika | 21
Informasi Farmakokinetik
 Mebendazol tidak larut dalam iar dan rasanya enak. Pada pemberian oral
absorbsinya buruk. Obat ini memiliki bioavailabilitas sistemik yang rendah yang
disebabkan oleh absorbsinya yang rendah dan mengalami first pass hepatic
metabolisme yang cepat. Diekskresikan lewat urin dalam bentuk yang utuh dan
metabolit sebagai hasil dekarboksilasi dalam waktu 48 jam. Absorbsi mebendazol
akan lebih cepat jika diberikan bersama lemak.

1. Pirantel Pamoat

Nama Obat : Pirantel Pamoat

Nama dagang pirantel pamoat yang beredar di Indonesia bermacam-macam, ada


Combantrin, Pantrin, Omegpantrin, dan lain-lain.
Golongan kelas terapi
1. Obat Anti helmintes

Khasiat obat dan mekanisme kerjanya

Khasiat obat :

2. Pirantel pamoat dapat membasmi berbagai jenis cacing di usus. Beberapa


diantaranya adalah cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma
duodenale), cacing gelang (Ascaris lumbrocoides), dan cacing kremi (Enterobius
vermicularis).

Mekanisme kerja nitrogliserin :


3. Cara kerja pirantel pamoat adalah dengan melumpuhkan cacing. Cacing yang
lumpuh akan mudah terbawa keluar bersama tinja. Setelah keluar dari tubuh, cacing
akan segera mati.Pirantel pamoat dapat diminum dengan keadaan perut kosong,
atau diminum bersama makanan, susu atau jus.
Regimen dosis pemberian untuk pasien (dalam mg, mg/kg berat badan, mg/luas
permukaan tubuh atau satuan lainnya )

Antelmintika | 22
4. Pemberian dengan Dosis tunggal
5. Pemakaiannya berupa dosis tunggal, yaitu hanya satu kali diminum.Dosis
biasanya dihitung per berat badan (BB), yaitu 10 mg / kgBB. Walaupun demikian,
dosis tidak boleh melebihi 1 gr. Sediaan biasanya berupa sirup (250 mg/ml) atau
tablet (125 mg /tablet). Bagi orang yang mempunyai berat badan 50 kg misalnya,
membutuhkan 500 mg pirantel. Jadi jangan heran jika orang tersebut diresepkan 4
tablet pirantel (125 mg) sekali minum.

a. Tiabendazol

Nama Obat Tiabendazol

Sifat fisika :

6. Tidak larut dalam air

Golongan kelas terapi

7. Obat Anti Helmintes


Khasiat obat dan mekanisme kerjanya
Khasiat obat :
1. Menganggu agregasi mikrotubular
Mekanisme kerja
2. Obat dihidroksilasi dalam hati dan dikeluarkan dalam urine

Regimen dosis pemberian untuk pasien (dalam mg, mg/kg berat badan, mg/luas
permukaan tubuh atau satuan lainnya )

3. Obat mudah diabsorbsi pada pemberian per oral.

Kontra indikasi, efek samping, interaksi obat, informasi obat, informasi


farmakokinetik dan farmakodinamik lainnya
Efek Samping : pusing, tidak mau makan, mual dan muntah.
Antelmintika | 23
Informasi obat
 Benzimidazol sintetik yang berbeda, efektif terhadap strongilodiasis yang
disebabkan Strongyloides stercoralis (cacing benang), larva migrans pada kuliat
(atau erupsi menjalar) dan tahap awal trikinosis (disebabkan Trichinella spinalis).

1. Invermektin

Nama Obat : Invermektin

Golongan kelas terapi :

4. Obat Anti Helmintes

Khasiat obat dan mekanisme kerjanya

5. Khasiat obat Efektif untuk scabies

Mekanisme kerja nitrogliserin

6. Ivermektin bekerja pada reseptor GABA (asam ɣ-amionobutirat) parasite. Aliran


klorida dipacu keluar dan terjadi hiperpolarisasi, menyebabkan paralisis cacing.
7. Regimen dosis pemberian untuk pasien (dalam mg, mg/kg berat badan, mg/luas
permukaan tubuh atau satuan lainnya )
8. Obat diberikan oral. Tidak menembus sawar darah otak dan tidak memberikan efek
farmakologik.
Kontra indikasi, efek samping, interaksi obat, informasi obat, informasi
farmakokinetik dan farmakodinamik lainnya
Kontra Indikasi :
 Tidak boleh diberikan pada pasien meningitis karena sawar tak darah lebih
permiabel dan terjadi pengaruh SSP. Ivermektin juga tidak boleh untuk orang
hamil.
Efek samping
 “Mozatti” yaitu berupa demam, sakit kepala, pusing, somnolen, hipotensi dan
sebagainya
Antelmintika | 24
Informasi obat
 Obat pilihan untuk pengobatan onkoserkiasis (buta sungai) disebabkan Onchocerca
volvulus
 Jenis obat atau bahan lain yang dapat menimbulkan inkompabilitas dengan obat
tersebut (jika ada)
 Tidak boleh untuk pasien yangmenggunakan benzodiasepin atau barbiturate – obat
bekerja pada reseptor GABA

Obat Untuk Pengobatan Trematoda

Trematoda merupakan cacing pipih berdaun, digolongkan sesuai jaringan yang


diinfeksi. Misalnya sebagai cacing isap hati, paru, usus atau darah.

a. Prazikuantel

Nama Obat: Prazikuantel

Golongan kelas terapi: Obat Anti Helmintes

Khasiat obat dan mekanisme kerjanya

1. Khasiat obat

Obat pilihan untuk pengobatan semua bentuk skistosomiasis dan infeksi cestoda
seperti sistisercosis

a. Mekanisme kerja

Permeabilitas membrane sel terhadap kalsium meningkat menyebabkan parasite


mengalami kontraktur dan paralisis. Prazikuantel mudah diabsorbsi pada pemberian
Antelmintika | 25
oral dan tersebar sampai ke cairan serebrospinal. Kadar yang tinggi dapat dijumpai
dalam empedu. Obat dimetabolisme secara oksidatif dengan sempurna,
meyebabkan waktu paruh menjadi pendek. Metabolit tidak aktif dan dikeluarkan
melalui urin dan empedu

Kontra indikasi, efek samping, interaksi obat, informasi obat, informasi


farmakokinetik dan farmakodinamik lainnya

Kontra Indikasi

b. Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil atau menyusui.
c. Prazikuantel tidak boleh diberikan untuk mengobati sistiserkosis mata karena
penghancuran organisme dalam mata dapat merusak mata

Efek samping: Mengantuk, pusing, lesu, tidak mau makan dan gangguan pencernaan

Informasi obat:

d. Infeksi trematoda umumnya diobati dengan prazikuantel


e. Jenis obat atau bahan lain yang dapat menimbulkan inkompabilitas dengan obat
tersebut (jika ada)
f. Interaksi obat yangterjadi akibat peningkatan metabolisme telah dilaporkan jika
diberikan bersamaan deksametason, fenitoin, dan karbamazepin, simetidin yang
dikenal menghambat isozim sitokrom P-450, menyebabkan peningkatan kadar
prazikuantel.

Obat Untuk Pengobatan Cestoda


Cestoda atau cacing pita, bertubuh pipih, bersegmen dan melekat pada usus
pejamu.Sama dengan trematoda, cacing pita tidak mempunyai mulut dan usus selama
siklusnya.

a. Niklosamid

Nama Obat: Niklosamid


Antelmintika | 26
Golongan kelas terapi: Obat Anti Helmintes

Khasiat obat dan mekanisme kerjanya

Khasiat obat

a. Membersihkan usus dari segmen-segmen cacing yang mati agar tidak terjadi digesti
dan pelepasan telur yang dapat menjadi sistiserkosisi.

a. Mekanisme kerja nitrogliserin

Kerjanya menghambat fosforilasi anaerob mitokondria parasite terhadap ADP yang


menghasilkan energy untuk pembentukan ATP. Obat membunuh skoleks dan
segmen cestoda tetapi tidak telur-telurnya.

Regimen dosis pemberian untuk pasien (dalam mg, mg/kg berat badan, mg/luas
permukaan tubuh atau satuan lainnya )

b. Laksan diberikan sebelum pemberian niklosamid oral.

Kontra indikasi, efek samping, interaksi obat, informasi obat, informasi


farmakokinetik dan farmakodinamik lainnya

Informasi obat:

c. Obat pilihan untuk infeksi cestoda (cacing pita) pada umumnya.


d. Jenis obat atau bahan lain yang dapat menimbulkan inkompabilitas dengan obat
tersebut (jika ada)
Antelmintika | 27
e. Alkohol harus dilarang selama satu hari ketika niklosamid diberikan

BAB III
PENUTUP
Antelmintika | 28
3.1 Kesimpulan

Kecacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya parasit berupa cacing
kedalam tubuh manusia karena menelan telur cacing. Terdapat tiga golongan cacing yang
menyerang manusia yaitu nematoda, trematoda, dan cestoda. Antelmintika atau obat cacing
adalah obat yang dapat memusnahkan cacing dalam tubuh manusia dan hewan. Obat-obat
yang dapat digunakan untuk pengobatan parasit cacing tersebut adalah mebendazole,
pirantel pamoat, tiabendazole, invermektin, prazikuantel, dan niklosamid. Kebanyakan
antelmintik efektif terhadap satu macam cacing, sehingga diperlukan diagnosis tepat
sebelum menggunakan obat tertentu.

Antelmintika | 29
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Cestoda. (Online) (http://en.wikipedia.org/wiki/cestoda diakses tanggal 18 april


2018)

Anonim. Farmakologi Antelmintik. (Online)


(https://www.scribd.com/doc/48689676/farmakologi-antelmintik diakses
tanggal 18 april 2018)

Anonim. Nematoda. (Online) (http://en.wikipedia.org/wiki/nematoda diakses tanggal 18


april 2018)

Anonim. Trematoda. (Online) (http://en.wikipedia.org/wiki/trematoda diakses tanggal 18


april 2018)

Ganiswara, S.G., Setiabudi, R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti, Nafrialdi (Editor). 1995.
Farmakologi dan Terapi. Edisi 4.. Bagian Farmakologi FK UI: Jakarta

Antelmintika | 30
Hoan Tan Tjay,drs & Kirana Rahardja. 2003. Obat-obat penting, Khasiat, penggunaan dan
efek sampingnya : Elexmedia Computindo

Katzung.1989. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 3. EGC: Jakarta

ANTIMIKROBA

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Antimikroba atau antiinfeksi, termasuk antiparasit, adalah obat yang


digunakan untuk terapi kondisi patologi yang disebabkan oleh karena terjadi
infeksi mikroba atau invasi parasit. (ISO Indonesia, 2013)

Antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba


yang merugikan manusia. Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu
mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat mikroba jenis lain.
(Anonim, 2012).

Banyak orang mengira antibiotika diberikan untuk mengobati masuk


angin atau flu. Memang antibiotika dapat diberikan bersama-sama dengan
obat flu, tetapi tujuannya hanayalah untuk mencegah terjadinya infeksi
bakteri sekunder seperti sakit tenggorokan, bukan untuk mengobati masuk
angin atau flu, yang disebabkan oleh virus, bukan bakteri. (Harkness, 2005).

Salah satu dari masalah-masalah utama yang berkaitan dengan


pemakaian zat-zat kemoterapeutik (antimikroba) secara luas ialah
terbentuknya resistensi pada mikroorganisme terhadap obat-obatan ini.
Dengan berkembangnya populasi mikroba yang resisten, maka antibiotik
yang pernah efektif untuk mengobati penyakit-penyakit tertentu kehilangan
nilai kemoterapeutiknya. Terbentuknya resistensi, yang merupakan fenomena
biologis yang mendasar, menunjukkan bahwa di dalam pemakaian zat-zat
kemoterapeutik diperlukan kehati-hatian yang tinggi. Zat-zat tersebut tidak
boleh digunakan sembarangan atau tanpa pembedaan. Sejalan dengan hal
tersebut, jelas bahwa ada kebutuhan yang terus-menerus untuk

Antelmintika | 31
mengembangkan obat-obat baru dan berbeda untuk menggantikan obat-obat
yang telah menjadi efektif. (Pelczar, 2007).

I.2 Rumusan Masalah

9. Apa itu Antimikroba?


10. Bagaimana penggolongan Antimikroba?
11. Apa yang dimaksud dengan resistensi antimikroba?
12. Bagaimana mekanisme kerja antimikroba?

Antelmintika | 32
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Antimikroba, Antiinfeksi, dan Antibiotik

Antimikroba atau antiinfeksi, termasuk antiparasit, adalah obat yang


digunakan untuk terapi kondisi patologi yang disebabkan oleh karena terjadi
infeksi mikroba atau invasi parasit. (ISO Indonesia, 2013)

Antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba


yang merugikan manusia. Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu
mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat mikroba jenis lain.
(Anonim, 2012).

Kata antibiotik diberikan pada produk metabolik yang dihasilkan


suatu organisme tertentu, yang dalam jumlah amat kecil bersifat merusak
atau menghambat mikroorganisme lain. Dengan kata lain, antibiotik
merupakan zat kimia yang dihasilka oleh suatu mikroorganisme yang
menghambat mikroorganisme. (Pelczar, 2007).

Pencarian antibiotik dimulai pada akhir tahun 1800-an ketika teori


tentang asal-usul penyakit yang menyebutkan bahwa bakteri dan
mikroorganisme lain sebagai penyebab penyakit diterima oleh masyarakat
luas. Pada tahun 1877, Louis Pasteur menemukan kenyataan bahwa bakteris
antraks yang dapat menyebabkan penyakit antraks dan berakibat pada
kegagalan pernapasan, dapat dikurangi patogenitasnya pada hewan uji
setelah hewan ui tersebut diinjeksi dengan bakteri yang diisolasi dari tanah.
Pada awal tahun 1920, ilmuwan Inggris, Alexander Flemming menemukan
enzim lisosim pada air mata manusia. Enzim tersebut dapat melilis sel
bakteri. Enzim pada air mata manusia ini merupakan contoh agen
antimikroba yang pertama kali di temukan sel bakteri. Penemuan Flemming
yang kedua terjadi secara tidak sengaja pada tahun 1928, saat ia
menemukan bahwa koloni Staphylococcus yang ia tumbuhkan dengan
metode streak pada media Agar di cawan petri mengalami lisis di sekitar
Antelmintika | 33
pertumbuhan koloni kapang kontaminan. Ia menemukan bahwa koloni
kapang tersebut merupakan Pennicillium sp. (Pratiwi, 2008).

Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat


menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik,
dan ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas
bakteriosida. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat
pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai
kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM).
Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi
bakteriosida bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM.
(Priyanto, 2008).

Walaupun suatu antimikroba berspektrum luas, efektivitas kliniknya


belum tentu seluas spektrumnya sebab efektivitasnya maksimal diperoleh
dengan menggunakan obat terpilih oleh untuk infeksi yang sedang dihadapi
terlepas dari efeknya terhadap mikroba lain. Di samping itu antimikroba
berspektrum luas cenderung menimbulkan superinfeksi oleh kuman atau
jamur yang resisten. Di lain pihak pada septikemia yang penyebabnya
belum diketahui diperlukan antimikroba yang berspektrum luas sementara
menunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik. (Priyanto, 2008).

II.2 Penggolongan Antimikroba

Berdasarkan mekanisme kerjanya, Antimikroba dikelompokkan


menjadi 5 kelompok :

1. Antimikroba Yang Menghambat Metabolisme Sel Mikroba.


Yang termasuk dalam kelompok ini adalah sulfonamid,
trimetoprim, asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon. Dengan mekanisme
kerja ini diperoleh efek bakteriostatik.

2. Antimikroba Yang Menghambat Sintesis Dinding Sel Mikroba.

Obat yang termasuk dalam kelompok ini ialah penisilin,


sefalosporin, basitrasin, vankomisin, dan sikloserin. Dinding sel bakteri,
terdiri dari polipeptidoglikan.

Antelmintika | 34
3. Antimikroba Yang Mengganggu Keutuhan Membran Sel Mikroba.

Obat yang termasuk dalam kelompok ini ialah polimiksin, golongan


polien, serta berbagai antimikroba kemoterapeutik umpamanya antiseptik
surface active agents. Polimiksin sebagai senyawa amonium-kuartener dapat
merusak membran sel setelah bereaksi dengan fosfat pada
fospolipidmembran sel mikroba.

4. Antimikroba Yang Menghambat Sintesis Protein Sel Mikroba


Obat yang termasuk dalam kelompok ini ialah golongan
aminooglikosid makrolit, linkomisin,tetrasklin dan kloramfenikol. Untuk
kehidupannya, sel mikroba perlu mensisntesis berbagai protein. Sintesis
protein berlangsung di ribosom dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada
bakteri, ribosom terdiri atas 2 sub unit, yang berdasarkan konstanta
sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 3OS dan 5OS. Untuk berfungsi
pada sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai
mRNA menjadi ribosom 7OS. Penghambatan sintesis protein terjadi dengan
berbagai cara.

5. Antimikroba Yang Mengganggu Keutuhan Membran Sel Mikroba

Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah rifamfisin, dan


golongan kuinolon. Yang lainnya walaupun bersifat antimikroba, karena
sifat sitotoksisitasnya, pada umumnya hanya digunakan sebagai obat
antikanker; tetapi beberapa obat dalam kelompok terakhir ini dapat pula
digunakan sebagai antivirus. Yang akan dikemukakan di sini hanya kerja
obat yang berguna sebagai antimikroba, yaitu rifampisin dan golongan
kuinolon.

Antibiotika adalah salah satu jenis contoh dari antimikroba.


Antibiotika adalah zat yang dihasilkan mikroba, terutama fungi, dan
berkhasiat dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Antibiotik
juga terbagi dalam beberapa kelompok, yaitu :

2. AMINOGLIKOSIDA
Aminoglikosida digunakan untuk beberapa jenis diare dan kondisi
lain yang khas. Contoh obat dari golongan Aminoglikosida adalah

Antelmintika | 35
Kantrex, Mycifradin, Kanamisin, Neomisin. Terdapat beberapa interaksi
antara antibiotik golongan ini dengan antibiotik golongan lain, seperti :
b. Aminoglikosida – Aminoglikosida (yang lain)
Efek merugikan masing-masing antibiotikda dapat meningkat.
Akibatnya : mungkin fungsi pendengaran dan ginjal rusak
permanen.

c. Aminoglikosida – Pil KB
Efek pil KB dapat berkurang. Akibatnya : resiko hamil
meningkat, kecuali jika digunakan untuk kontrasepsi lain.

d. Aminoglikosida – Sefalosporin
Efek samping merugikan dari masing-masing obat dapat
meningkat. Akibatnya : ginjal mungkin rusak. Gejala yang
dilaporkan : pengeluaran air kemih berkurang, ada darah dalam
air kemih, rasa haus yang berlebihan, hilang nafsu makan,
lemah, pusing, mengantuk, dan mual.

e. Aminoglikosida – Digoksin
Efek digoksin dapat berkurang. Digoksin digunakan untuk
mengobati layu jantung dan untuk menormalkan kembali denyut
jantung yang tak teratur. Akibatnya : kelainan jantung mungkin
tidak terkendali dengan baik.

f. Aminoglikosida – Estrogen
Efek estrogen dapat berkurang. Estrogen diberikan pada wanita
yang kekurangan estrogen selama mati haid dan sesudah
histerektomi, untuk mencegah rasa nyeri karena pembengkakan
payudara sesudah melahirkan karena ibu tidak menyusui bayinya,
dan untuk mengobati amenore.

g. Aminoglikosida – Vankomisin
Efek samping merugikan dari masing-masing obat dapat
meningkat. Akibatnya : pendengaran dan ginjal dapat rusak secara
permanen. Vankomisin adalah antibiotika yang digunakan untuk
enterokolitis.

3. SEFALOSPORIN

Antelmintika | 36
Sefalosporin bertalian dengan penisilin dan digunakan untuk
mengobati infeksi saluran pencernaan bagian atas seperti sakit
tenggorokan, pneumonia, infeksi telinga, kulit dan jaringan lunak,
tulang, dan saluran kemih. Contoh obat dari golongan Sefalosporin
adalah Sefradin, Sefadroksil, dan Duficef. Interaksi obat dengan
golongan ini, diantaranya :

b. Sefalosporin – Kloramfenikol
Kombinasi ini dapat menekan sumsum tulang belakang secara
berlebihan. Gejala yang dilaporkan : sakit tenggorokan, demam,
kedinginan, tukak mulut, pendarahan atau memar di seluruh
tubuh, tinja hitam pekat, dan kehilangan tenaga yang tak lazim.

c. Sefalosporin – Probenesid
Efek antibiotika sefalosporin dapat meningkat. Akibatnya : resiko
kerusakan ginjal meningkat. Gejala yang dilaporkan : pengeluaran
air kemih berkurang, nafsu makan hilang, lemah, pusing,
mengantuk, dan mual.

4. KLORAMFENIKOL
Kloramfenikol diberikan untuk mengobati infeksi yang berbahaya
yang tidak efektif bila diobati dengan antibiotik yang kurang efektif.
Contoh obat dari golongan Kloramfenikol adalah Chloromycetin dan
Mychel. Contoh interaksi Kloramfenikol dengan obat lain adalah:

g. Kloramfenikol – Antikoagulan
Efek antikoagulan dapat meningkat. Antikoagulan digunakan
untuk mengencerkan darah dan mencegah pembekuan. Akibatnya:
resiko pendarahan meningkat. Gejala yang dilaporkan: memar dan
pendarahan di seluruh tubuh.

h. Kloramfenikol – Pil KB
Efek Pil KB dapat berkurang. Akibatnya : resiko hamil
meningkat, kecuali jika digunakan bentuk kontrasepsi lain.

i. Kloramfenikol – Obat Kanker


Kombinasi ini dapat menekan sumsum tulang belakang ssecara
berlebihan. Gejala yang dilaporkan : sakit tenggorokan, demam,
kedinginan, tukak mulut, pendarahan atau memar di seluruh
tubuh, tinja hitam pekat, dan kehilangan tenaga yang tidak lazim.

Antelmintika | 37
j. Kloramfenikol – Klindamisin atau Linkomisin
Efek kedua antibiotika dapat berkurang. Akibatnya : infeksi yang
diobati mungkin tidak sembuh seperti yang diharapkan.

k. Kloramfenikol – Obat Diabetes


Efek obat diabetes dapat meningkat. Obat diabetes digunakan
untuk menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes.
Akibatnya : kadar gula darah dapat turun terlalu rendah. Gejala
hipoglikemia yang dilaporkan : berkeringan, lemah, pingsan,
jantung berdebar, takhikardia, sakit kepalah dan gangguan
penglihatan.

l. Kloramfenikol – Estrogen
Efek estrogen dapat berkurang. Estrogen diberikan pada wanita
yang kekurangan estrogen selama mati haid dan sesudah
histerektomi, untuk mencegah rasa nyeri karena pembengkakan
payudara sesudah melahirkan karena ibu tidak menyusui bayinya,
dan untuk mengobati amenore. Akibatnya : gangguan yang
diobati mungkin tidak terkendali dengan baik.

m. Kloramfenikol – Griseofulvin
Kombinasi ini dapat menekan sumsum tulang belakang ssecara
berlebihan. Gejala yang dilaporkan : sakit tenggorokan, demam,
kedinginan, tukak mulut, pendarahan atau memar di seluruh
tubuh, tinja hitam pekat, dan kehilangan tenaga yang tidak lazim.

n. Kloramfenikol – Penisilin
Efek penisilin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi yang diobati
mungkin tidak sembuh seperti yang diharapkan.

o. Kloramfenikol – Fenitoin
Efek fenitoin dapat meningkat. Fenitoin adalah antikonvulsan
yang digunakan untuk kejang dalam gangguan seperti ayan.
Akibatnya : dapat timbul efek samping yang merugikan karena
terlalu banyak fenitoin. Gejala yang dilaporkan : nanar dan
gangguan penglihatan.

5. KLINDAMISIN atau LINKOMISIN


Klindimasin atau Linkomisin dicadangkan untuk mengobati
infeksi berbahaya pada pasien yang alergi terhadap penisilin atau pada
Antelmintika | 38
kasus yang tidak sesuai diobati dengan penisilin. Contoh obat pada
golongan ini adalah Cleocin dan Lincocin. Interaksi yang terjadi antara
Klindamisin dengan obat lain diantaranya :
a. Klindamisin/Linkomisin – Adsorben
Efek klindamisin dan linkomisin dapat berkurang. Akibatnya :
infeksi yang diobati mungkin tidak sembuh seperti yang
diharapkan. Adsorben digunakan dalam obat diare.

b. Klindamisin/Linkomisin – Eritroimisin
Efek klindamisin/linkomisin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi
yang diobati mungkin tidak sembuh seperti yang diharapkan.

6. ERITROMISIN
Eritromisin digunakan untuk mengobati infeksi saluran napas
bagian atas seperti infeksi tenggorokan dan infeksi telinga, infeksi
saluran nafas bagian bawah seperti pneumonia, untuk infeksi kulit dan
jaringan lunak, untuk sifilis, dan efektif untuk penyakit Legionnaire
(penyakit yang ditularkan oleh serdadu sewaan). Eritromisin sering
digunakan untuk pasien yang alergi terhadap penisilin. Contoh obat
golongan Eritromisin adalah Bristamycin, Pedamycin, dan Robimycin.
Interaksi yang terjadi antara Eritromisin dengan obat lain antara lain :

b. Eritromisin – Obat Asma


Efek obat asma dapat meningkat. Obat asma digunakan untuk
membuka jalan udara paru-paru dan untuk mempermudah
pernapasan penderita asma. Akibatnya : terjadi efek samping
merugikan karena terlalu banyak obat asma. Gejala yang
dilaporkan : mual, sakit kepala, pusing, mudah terangsang,
tremor, insomnia, aritmia jantung, dan kemungkinan kejang.

c. Eritromisin – Karbamazepin
Efek karbamazapin dapat meningkat. Karbamazepin adalah
antikonvulsan yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada
gangguan seperti ayan. Akibatnya : terjadi efek samping
merugikan yang disebabkan karena terlalu banyak karbamazepin.

d. Eritromisin – Digoksin
Efek digoksin dapat berkurang. Digoksin digunakan untuk
mengobati layu jantung dan untuk menormalkan kembali denyut
Antelmintika | 39
jantung yang tak teratur. Akibatnya : terjadi efek saming
merugikan yang disebabkan karena terlalu banyak digoksin.

e. Eritromisin – Penisilin
Efek masing-masing antibiotik dapat meningkat atau berkurang.
Karena akibatnya sulit diramalkan, sebaiknya kombinasi ini
dihindari.

7. GRISEOFULVIN
Griseofulvin diberikan secara oral untuk mengobati infeksi fungi
pada kuli, rambut, kuku jari tangan, dan kuku jari kaki. Contoh obat
pada golongan ini adalah : Fulvicin, Grifulvin, dan Grisactin. Interaksi
yang terjadi antara Griseofulvin dengan jenis obat lain, antara lain :
b. Griseofulvin – Antikoagulan
Efek antikoagulan dapat berkurang. Antikoagulan digunakan
untuk mengencerkan darah dan mencegah pembekuan. Akibatnya :
darah dapat tetap membeku meski pun pasien diberi antikoagulan.

c. Griseofulvin – Barbiturat
Efek griseofulvin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi fungi yang
diobati mungkin tidak sembuh seperti yang diharapkan. Barbiturat
digunakan sebagai sedativa atau sebagai pil tidur.

d. Griseofulvin – Primidon
Efek griseofulvin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi fungi yang
diobati mungkin tidak sembuh seperti yang diharapkan. Primidon
adalah antikonvulsan yang digunakan untuk mengobati gangguan
kejang seperti pada ayan.

8. METRODINAZOL
Metrodinazol dierikan secara oral untuk mengobati infeksi
trikhomoniasis, suatu jenis vaginitis. Pengobatan dilakukan pada kedua
pihak pasangan sanggama. Contoh obat dari golongan Metrodinazol
adalah Flagyl dan Metryl. Interaksi antara Metrodinazol dengan obat
lain diantaranya :
h. Metrodinazol – Alkohol
Kombinasi ini dapat menyebabkan reaksi yang sama seperti yang
disebabkan oleh disulfiram. Disulfiram menekan keinginan
pecandu alkohol untuk minum alkohol karena terjadi reaksi
dengan alkohol yang menyebabkan efek samping yang
Antelmintika | 40
merugikan. Metrodinazol menunjukkan interaksi yang sama,
hanya tidak sekuat disulfiram.

i. Metrodinazol – Antikoagulan
Efek koagulan dapat meningkat. Antikoagulan digunakan untuk
mengencerkan darah dan mencegah pembekuan. Akibatnya :
resiko pendarahan meningkat. Gejala yang dilaporkan : memar
dan pendarahan di seluruh tubuh, dan tinja hitam pekat.

j. Metrodinazol – Kloramfenikol
Kombinasi ini dapat menekan sumsum tulang belakang secara
berlebihan. Gejala yang dilaporkan: sakit tenggorokan, demam,
kedinginan, tukak mulut, pendarahan atau memar di seluruh
tubuh, tinja hitam pekat, dan kehilangan tenaga yang tidak lazim.
Kloramfenikol digunakan untuk mengobati infeksi berbahaya yang
tidak sembuh bila diobati dengan antibiotik lain yang kurang
efektif.

k. Metrodinazol – Disulfiram
Kombinasi ini dapat menimbulkan rasa bingung dan perilaku
psikotik atau perilaku yang menyimpang. Disulfiram digunakan
untuk menanggulangi kecanduan alkohol.

9. KETOKONAZOL
Ketokonazol diberikan secara oral untuk mengobati infesi fungi
pada kulit, rambut, kuku jari tangan, dan kuku jari kaki. Contoh obat
pada golongan ini adalah Nizoral. Interaksi yang terjadi antara
Ketokonazol dengan obat lain diantaranya :
a. Ketokonazol – Antasida
Efek ketakonazol dapat berkurang. Akibatnya : infeksi fungi yang
diobati mungkin tidak sembuh seperti yang diharapkan. Interaksi
ini dicegah dengan menggunakan obat ketokonaol sekurang-
kurangnya dua jam seelum menggunakan antasida.

b. Ketokonazol – Simetidin
Efek ketokonazol dapat berkurang. Akibatnya: infeksi fungi yang
diobati mungkin tidak sembuh seperti yang diharapkan. Simetidin
digunakan untuk mengobati tukak lambung. Interaksi ini dicegah
dengan cara menggunakan obat ketokonazol sekurang-kurannya
dua jam sebelum menggunakan simetidin.

Antelmintika | 41
10. PENISILIN
Penisilin digunakan untuk mengobati infeksi pada saluran napas
bagian atas seperti sakit tenggorokan, untuk infeksi telinga, bronkhitis
kronis, pneumonia, saluran kemih. Contoh obat dalam golongan
penisilin adahah Amoksisilin, Amoxsan, Ampisilin, dan Amoxil.
Interaksi antara Penisilin dengan obat lain, diantaranya :

d. Penisilin – Alopurinol
Resiko bengkak-bengkak pada kulit akiat penggunaan antibiotik
meningkat. Alopurinol digunakan untuk mengobati pirai.

e. Penisilin – Pil KB
Efek pil KB dapat berkurang. Akibatnya : resiko hamil
meningkat, kecuali jika digunakan bentuk kontrasepsi lain.

f. Penisilin – Tetrasiklin
Efek penisilin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi yang diobati
mungkin tidak sembuh seperti yang diharapkan.

11. TETRASIKLIN
Tetrasiklin digunakan untuk mengobati infeksi jenis yang sama
seperti yang diobati penisilin dan juga untuk infeksi lainnya seperti
kolera, demam berbintik Rocky Mountain, Syanker, konjungtivitis
mata, dan amubiasis intestinal. Dokter ahli kulit menggunakannya pula
untuk mengobatik beberapa jenis jerawat. Contoh obat dari golongan
Tetrasiklin adalah Terramycin, Tetrasiklin, dan Tetracyn. Interaksi
tetrasiklin dengan obat lain, diantaranya:
e. Tetrasiklin – Antasida
Efek tetrasiklin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi mungkin
tidak dapat disembuhka dengan pengobatan tetrasiklin. Untuk
mencegah interaksi ini, penggunaan masing-masing obat supaya
diselang waktu dua jam.

f. Tetrasiklin – Pencahar
Efek tetrasiklin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi mungkin
tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan tetrasiklin.

g. Tetrasiklin – Vitamin A
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan di dalam tengkorak
dengan gejala seperti sakit kepala berat, mual, dan ganggugan
penglihatan.
Antelmintika | 42
II.3 Resistensi Antimikroba

Problem resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik mula-mula


ditemukan pada tahun 1980-an dengan ditemukannya kasus multipel resisten
pada strain bakteri Streptococcus pneumoniae, Mycobacterium tuberculosis,
Staphylococcus aureus, dan Enterococcus faecalis. Semakin tinggi
penggunaan antibiotik, semakin tinggi pula tekanan selektif proses evolusi
dan proliferasi strain mikroorganisme yang bersifat resisten. Mikroorganisme
patogen yang resisten terhadap antibiotik sangat sulit dieliminasi selama
proses infeksi, dan infeksi oleh beberapa strain bakteri dapat berakibat letal
(kematian). (Pratiwi, 2008).

Secara garis besar kuman dapat menjadi resisen terhadap suatu


Antimikroba melalui 3 mekanisme :

8. Obat tidak dapat mencapai tempat kerjanya di dalam sel mikroba.


Pada kuman Gram-negatif, molekul antimikroba yang kecil dan polar
dapat menembus dinding luar dan masuk ke dalam sel melalui lubang-
lubang kecil yang disebut porin. Bila porin menghilang atau
mengalami mutasi maka masuknya antimikroba ini akan terhambat.
Mekanisme lain ialah kuman mengurangi mekanisme transpor aktif
yang memasukkan antimikroba ke dalam sel. Mekanisme lain lagi
ialah mikroba mengaktifkan pompa efluks untuk membuang keluar
antimikroba yang ada dalam sel.

9. Inaktivasi obat. Mekanisme ini sering mengakibatkan terjadinya


resistensi terhadap golongan aminoglikosida dan beta laktam karena
mikroba mampu membuat enzim yang merusak kedua golongan
antimikroba tersebut.

10. Mikroba mengubah tempat ikatan antimikroba. Mekanisme ini terlihat


pada S.aureus yang resisten trhadap metisilin. Kuman ini menguban
Penicillin Blinding Protein sehingga afinitasnya menurun terhadap
metisilin dan antibiotik beta laktam yang lain.

II.4 Efek Samping


Antelmintika | 43
Efek samping penggunaan antimikroba dapat dikelompokkan
menurut reaksi alergi, reaksi idiosikrasi, reaksi toksik, serta perubahan
biologi dan metabolik pada hospes.

1. Reaksi Alergi
Reaksi alergi dapat ditimbulkan oleh semua antibiotik dengan melibatkan
sistem imun tubuh hospes.terjadinya tidak bergantung pada besarnya
dosis obat . Manifestasi gejala dan derajat beratnya reaksi dapat
bervariasi.

2. Reaksi Idiosinkrasi
Gejala ini merupakan reaksi abnormal yang diturunkan secara genetik
terhadap pemberian antimikroba tertentu. Sebagai contoh 10% pria
berkulit hitam akan mengalami anemia hemolitik berat bila mendapat
primakulin. Ini disebabkan mereka kekurangan enzim G6PD.

3. Reaksi Toksik
AM pada umumnya bersifat toksik-selektif , tetapi sifat ini relatif. Efek
toksik pada hospes ditimbulkan oleh semua jenis antimikroba.

4. Perubahan Biologik Dan Metabolik


Pada tubuh hospes, baik yang sehat maupun yang menderita infeksi,
terdapat populasi mikroflora normal.

II.5 Faktor yang mempengaruhi farmakodinamik dan farmakokinetik

Selain dipengaruhi oleh aktivitas antimikroba efek farmakodinamik


dan sifat farmakokinetiknya, efektivitas antimikroba dipengaruhi juga oleh
berbagai faktor yang terdapat pada pasien.

2. Umur
3. Kehamilan
4. Genetik
5. Keadaan patolik tubuh hospes

II.6 Kombinasi Antibiotik

Penggunaan antibiotik secara kombinasi (dua antibiotik yang


digunakan secara bersama-sama) dapat saling mempengaruhi kerja dari
masing-masing antibiotik. Kombinasi antibiotik tersebut dapat bersifat
Antelmintika | 44
antagonis, dimana antibiotik yang satu bersifat mengurangi atau meniadakan
khasiat antibiotik kedua yang memiliki khasiat farmakologi bertentangan.
Pada antagonis kompetitif, dua antibiotik bersaing secara reversibel demi
reseptor yang sama.

Kombinasi antibiotik dapat pula bersifat sinergis, yaitu penggunaan


antibiotik secara kombinasi yang menyebabkan timbulnya efek terapetik
yang lebih besar dibandingkan bila antibiotik trsebut diberikan secara
sendiri-sendiri.

Kombinasi antibiotik sering kali diberikan dalam perbandingan tetap


dengan tujuan menambah keerja terapeutiknya tanpa menambah sifat
buruknya untuk mencegah timbulnya resistensi bakteri.

II.7 Mekanisme Kerja Antimikroba

Cara kerja antimikroba mengobati infeksi bakteri bervariasi sesuai


dengan jenis dari antimikroba (antibiotik) itu sendiri. Berdasarkan formulasi
obat dan cara memerangi bakteri, ada dua cara kerja dari antimikroa dalam
menghambat bakteri :

3. Bakteriostatik
Antimikroba yang tergolong bakteriostatik menghambat pertumbuhan
bakteri, alih-alih membunuhnya secara langsung. Karena bakteri
patogen terhambat pertumbuhannya, sistem kekebalan tubuh dapat
dengan mudah memerangi infeksi. Mekanisme kerja antimikroba
bakteriostatik adalah dengan mengganggu sintesis protein pada
bakteri penyebab penyakit.
Contoh antimikroba bakteriostatik adalah Spectinomycin (Obat
Gonore), Tetracycline (Obat infeksi), Kloramfenikol (Untuk infeksi
bakteri), dan Makrolida (efektif untuk bakteri gram positif).

4. Bakteriasida
Antibiotik bakteriasida mengandung senyawa aktif yang secara
langsung membunuh bakteri. Untuk membunuh bakteri, antibiotik
jenis ini menargetkan dinding sel luar, membran sel bagian dalam,
serta susunan kimia bakteri.
Contoh antimikroba bakteriasida adalah Penisilin (menyerang dinding
sel luar), Polymyxin (menargetkan membran sel), dan Kuinolon

Antelmintika | 45
(mengganggu jalur enzim). Beberapa zat bakteriosida digunakan
sebagai desinfektan, sterilisasi, dan antiseptik.

5. Antimikroba dengan Sasaran Spesifik


Satu jenis antimikroba tidak adakan mampu membunuh semua
bakteri. Dengan demikian, selain klasifikasi menurut modus
tindakan, antimikroba juga diklasifikasikan berdasarkan kekhususan
target.
Itu sebabnya, antimikroba juga bisa diklasifikasikan menjadi
antimikroba spektrum luas dan antimikroba spektrum sempit.
b. Antimikroba Spektrum Luas efektif membunuh jenis bakteri
patogen (misalnya tetrasiklin, tigesiklin, dan kloramfenikol).
c. Antimikroba Spektrum Sempit direkomendasikan untuk
mengobati jenis tertentu dari bakteri penyebab penyakit
(misalnya oxazolidinone dan glisilsiklin).

BAB III

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

III.1 Pembahasan

Antelmintika | 46
Antimikroba atau antiinfeksi, termasuk antiparasit, adalah obat yang
digunakan untuk terapi kondisi patologi yang disebabkan oleh karena terjadi
infeksi mikroba atau invasi parasit. (ISO Indonesia, 2013)

Antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba


yang merugikan manusia. Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu
mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat mikroba jenis lain.
(Anonim, 2012).

Antimikroba dapat diklasifikasikan berdasarkan spektrum atau


kisaran kerja, mekanisme aksi, strain penghasil, cara biosintesis maupun
berdasarkan struktur biokimianya. Berdasarkan spektrum atau kisaran
kerjanya, antimikroba dapat dibedakan menjadi antimikroba berspektrum
sempit dan antimikroba berspektrum luas.

Antimikroba berspektrum sempit hanya mampu menghambat


segolongan jenis bakteri saja, contohnya hanya mampu menghambat atau
membunuh bakteri gram negatif saja atau gram positif saja. Sedangkan
antimikroba berspektrum luas dapat menghambat atau membunuh bakteri
dari golongan Gram positif maupun negatif.

Pemusnahan mikroba dengan antimikroba yang bersifat bakteriostatik


masih tergantung dari kesanggupan reaksi daya tahan tubuh hospes. Peranan
lamanya kontak antaa mikroba dengan antimikroba dalam kadar efektif juga
sangat menentukan untuk mendapatkan efek, khususnya pada tuberkulostatik.

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dapat dibedakan


menjadi lima, yaitu antimikroba dengan mekanisme penghambatan sintesis
dinding sel, perusakan membran plasma, penghambatan sintesis protein,
penghambatan sintesis asam nukleat, dan penghambatan sintesis metabolit
esensial.

2. Antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel

Antelmintika | 47
Antimikroba ini adalah antimikroba yang merusak lapisan
peptidoglikan yang menyusun dinding sel bakteri Gram Positif
maupun Gram Negatif, contohnya penisilin.
Mekanisme kerjanya adalah dengan mencegah ikatan silang
peptidoglikan pada tahap akhir sintesis dinding sel, yaitu dengan
cara menghambat protein pengikat penisilin. Protein ini merupakan
enzim dalam membran plasma sel bakteri yang secara normal
terlibat dalam penambahan asam amino yang berikatan silang
dengan peptidoglikan dinding sel bakteri, dan mengeblok aktivitas
enzim transpeptidase yang membungkus ikatan silang polimer-
polimer gula panjang yang membentuk dinding sel bakteri sehingga
dinding sel menjadi rapuh dan mudah lisis.
Contoh antimikroba yang memiliki mekanisme penghambatan
sintesis dinding sel yang lain adalah monobaktam, sefalosporin,
karbapenem, basitrasin, vankomisin, dan isoniasid (INH).

3. Antimikroba yang Merusak Membran Plasma


Membran plasma bersifat semipermeabel dan mengendalikan
transpor berbagai metabolit ke dalam dan ke luar sel. Adanya
gangguan atau kerusakan struktur pada membran plasma dapat
menghambat atau merusak kemampuan membran plasma sebagai
penghalang osmosis dan mengganggu sejumlah proses biosintesis
yang diperlukan dalam membran.
Antimikroba yang bersifat merusak membran plasma umum
terdapat pada antimikroba golongan polipeptida yang bekerja dengan
mengubah permeabilitas membran plasma sel bakteri. Contohnya
adalah polimiksin B yang melekat pada fosfolipid membran.
Polimiksin merupakan suatu peptida yang di dalamnya terdapat
satu ujung molekul larut lipid dan ujung molekul yang lain larut air.
Masuknya polimiksin dalam membran plasma fungi akan
menyebabkan gangguan antara lapisan-lapisan membran plasma.
Ujung larut air polimiksin akan trtinggal di luar membran,
sedangkan ujung larut lemak akan berada di dalam membran dan
menyebabkan gangguan antara lapisan-lapisan membran yang
memungkinkan lalu-lintas substansi bebas keluar-masuk sel.

4. Antimikroba yang Menghambat Sintesis Protein


Contoh antimikroba yang bekerja dengan menghambat sintesis
protein adalah Aminoglikosida.

Antelmintika | 48
Aminoglikosida merupakan kelompok antimikroba yang gula
aminonya tergabung dalam ikatan glikosida. Antimikroba ini
memiliki spektrum luas dan bersifat bakterisidal dengan mekanisme
penghambatan pada sintesis protein. Antimikroba ini berikatan pada
subunit 30s ribosom bakteri dan menghambat translokasi peptidil-
tRNA dari situs A ke situs P, dan menyebabkan kesalahan
pembacaan mRNA dan mengakibatkan bakteri tidak mampu
menyintesis protein vital untuk pertumbuhannya. Contohnya adalah
streptomisin sebagai obat alternatif TBC, namun memiliki
kelemahan berupa resistensi bakteri yang cukup tinggi serta adanya
efek toksik. Contoh lainnya adalah gentamisin yang berasal dari
Micromonospora yang efektif untuk infeksi Pseudomonas, dan
tobramisin yang berupa sediaan aerosol untuk mengontrol infeksi
pada pasien sistik fibrosis.

5. Antimikroba yang Menghambat Sintesis Asam Nuklea (DNA/RNA)


Penghambatan pada sintesis asam nukleat berupa
penghambatan terhadap transkripsi dan replikasi mikroorganisme.
Yang termasuk antimikroba penghambat sintesis asam nukleat inii
adalah antimikroba golongan kuinolon dan rifampin.
Rifampin menghambat sintesis RNA dengan cara mengikat
subunit β-RNA polimerase bakteri sehingga menghambat transkripsi
mRNA. Antimikroba ini digunakan untuk melawan Mycobacteria
pada TBC dan lepra. Rifampin dapat mempenetrasi jaringan.

6. Antimikroba yang Menghambat Sintesis Metabolit Esensial


Penghambatan terhadap sintesis metabolit esensial antara lain
dengan adanya kompetitior erupa antimetabolit, yaitu substansi yang
secara kompetitif menghambat metabolit mikroorganisme, karena
memiliki struktur yang mirip dengan substrat normal bagi enzim
metabolisme. Contohnya adalah antimetabolit sulfanilmid dan
paraamino benzoic acid (PABA).
PABA merupakan substrat untuk reaksi enzimatik sintesis
asam folat. Asam folat merupakan vitamin bagi mikroorganisme,
yaitu sebagai koenzim untuk sintesis purin dan pirimidin. Struktur
sulfa drug serupa dengan PABA sehingga sulfa drug merupakan
inhibitor kompetitif PABA dalam hal berikatan dengan enzim.
Dengan demikian, bila sulfa drug berikatan dengan enzim, maka
tidak akan terbentuk produk berupa asam folat. Folat tidak
disintesis pada sel mamalia dan diperoleh hanya melalui makanan.

Antelmintika | 49
Hal ini menjelaskan sifat toksisitas selektif sulfa drug sebagai
bakteri.

III.2 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan diatas, dapat


disimpulkan bahwa :

4. Antimikroba atau antiinfeksi adalah obat pembasmi mikroba, khususnya


mikroba yang merugikan manusia

5. Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama


fungi, yang dapat menghambat mikroba jenis lain.
6. Antimikroba bekerja terhadap bakteri dengan cara bakteriostatik dan
bakteriosida.
7. Bakteriostatik adalah cara antimikroba dalam menghambat pertumbuhan
bakteri dengan mengganggu sintesis protein pada bakteri patogen.
8. Bakteriosida adalah cara antimikroba dalam membunuh bakteri dengan
menargetkan dinding sel luar, membran sel bagian dalam serta susunan
kimianya.

Antelmintika | 50
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. “Cara Kerja Antibiotik: Bagaimana antibiotik membunuh


bakteri”. http://www.amazine.co/17365/cara-kerja-antibiotik-
bagaimana-antibiotik-membunuh-bakteri/. 6 Juli 2014.

Badan POM RI. 2013. ISO Indonesia Volume 48. Jakarta : PT. ISFI
Penerbitan Jakarta.

ANTIBIOTIK

BAB I
PENDAHULUAN

Latar BelakangMasalah
Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di
dunia terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri. Menurut WHO (2006),
rumah sakit selalu mengeluarkan lebih dari seperempat anggarannya untukbiaya
penggunaanantibiotik.Dinegarayangsudahmaju13-37%dariseluruhpenderita yang

Antelmintika | 51
dirawat di rumah sakit mendapatkan antibiotik baik secara tunggal maupun
kombinasi, sedangkan di negara berkembang 30-80% penderita yang dirawat di
rumah sakit mendapat antibiotik. Seringkali penggunaan antibiotik dapat
menimbulkan masalah resistensi dan efek obat yang tidak dikehendaki, oleh
karena itu penggunaan antibiotik harus mengikuti strategi peresepan antibiotik
(Johns Hopkins Medicine et al.,2015).
Penulisan resep dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat tersebut
cenderung meluas. The Center for Disease Control and Prevention in USA
menyebutkan terdapat 50 juta peresepan antibiotik yang tidak diperlukan
(unnecessary prescribing) dari 150 juta peresepan setiap tahun (Center for
Disease Control and Prevention et al., 2013).

Terkaitdenganperesepanyangtidakdiperlukan,penelitianyangdilakukan di
dua rumah sakit di Yogyakarta pada tahun 2006-2007 dengan kriteria inklusi
yaitupasien65tahunkeatasdanmemilikidatarekammedikyanglengkap,yang
dibagimenjadikelompokA(pasienyangmenerimakurangdarilimaobatperhari) dan
kelompok B (pasien yang menerima lebih dari lima obat perhari)
menyebutkanbahwaterjadi63kasus(63%)dengantotalkejadian117kasus.Dari 100
pasien, 24% menerima lebih dari lima obat perhari selama tinggal di rumah sakit.
Jumlah kejadian terapi obat yang tidak perlu pada pasien dengan 5 atau kurang
perhari lebih rendah dibandingkan pasien dengan lebih dari lima obat
perhariselamatinggaldirumahsakit(Rahmawatietal.,2009).
Penyakitinfeksiseringkalidialamiolehpasiengeriatrikarenapadageriatri
memiliki kerentanan terhadap infeksi yang lebih tinggi dibandingkan pasien lain

Antelmintika | 52
2

(Beckettetal.,2014),haliniyangmendasaripenulisuntukmelakukanpenelitian
danmemilihRSUPdr.SoeradjiTirtonegoro,Klaten,JawaTengahyangberadadi
negara berkembang (Indonesia) dan juga karena di rumah sakit ini belum pernah
dilakukan penelitian yang berkaitan dengan ketepatan penggunaan antibiotik
sebelumnya terutama pada geriatri yang berkaitan dengan ketepatan indikasi,
ketepatanpasien,ketepatanobat,danketepatandosisyangmeliputitepatbesaran dosis,
tepat frekuensi, tepat durasi, dan tepat rute pemberian penggunaan
antibiotikpadapasienusialanjut(geriatri)yangmenderitapenyakitdiare,sepsis, dan
infeksi saluran kemih (ISK) karena tiga penyakit infeksi tersebut memiliki jumlah
penderita tertinggi di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten pada tahun 2014.
Penelitian ini mengevaluasi penggunaan antibiotik karena pasien geriatri
memilikirisikoyanglebihbesarmengalamiketidaktepatanpenggunaanantibiotik
daripadaanak-anakdanorangdewasa,salahsatufaktoryangseringkalimenjadi
penyebabyaitumenurunnyafungsihatidanginjalpadapasiengeriatri,kerentanan
terhadap penyakit infeksi meningkat dengan bertambahnya usia, penurunan pH
pada gastrointestinal pada proses absorpsi, penurunan cairan tubuh pada proses
distribusi, penurunan aliran darah hepatik pada proses metabolisme, dan
penurunan sekresi tubular pada klirens (Eko, 2013). Kemudian padapenggunaan
antibiotik, penyakit infeksi sering kali diderita oleh penduduk di negara
berkembang dari pada di negara maju, berbagai studi menemukan bahwa sekitar
40-62% antibiotik digunakan secara tidak tepat antara lain untuk penyakit-
penyakit yang sebenarnya tidak memerlukan antibiotik. Pada penelitian kualitas
penggunaan antibiotik di berbagai bagian rumah sakit ditemukan 30% sampai
dengan80%tidakdidasarkanpadaindikasi.Intensitaspenggunaanantibiotikyang
relatif tinggi menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan ancaman
global bagi kesehatan terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik. Selain
berdampak pada morbiditas dan mortalitas, juga memberi dampak negatif
terhadap ekonomi dan sosial yang sangat tinggi (Kementerian Kesehatan RI,
2011).

Antelmintika | 2
6. RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi
masalahdalampenelitianiniadalahberapabesarketepatanpenggunaanantibiotik pada
penyakit diare, sepsis, dan infeksi saluran kemih (ISK) terutama masalah tepat
indikasi, tepat pasien, tepat obat, dan tepat dosis (besaran dosis, frekuensi,
durasi,danrutepemberian)padapasiengeriatridiRSUPdr.SoeradjiTirtonegoro,
Klaten, Jawa Tengah periode Januari-Desember2014?

7. TujuanPenelitian
Dari latar belakang dan perumusan masalah tersebut maka tujuan dari
penelitian ini yaitu untuk mengetahui seberapa besar ketepatan penggunaan
antibiotik pada penyakit diare, sepsis, dan infeksi saluran kemih (ISK) yang
berkaitan dengan tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, dan tepat dosis (besaran
dosis, frekuensi, durasi, dan rute pemberian) pada pasien geriatri di RSUP dr.
Soeradji Tirtonegoro, Klaten, Jawa Tengah periode Januari-Desember 2014.

8. TinjauanPustaka
f. Geriatri
Pasien geriatri atau usia lanjut didefinisikan sebagai pasien yang berumur
lebih dari 65 tahun. Pada kenyataannya pasien usia lanjut sering menderita
beberapa penyakit sekaligus dan memerlukan diagnosis yang tepat. Gejala yang
dialamiolehpasienlansiakemungkinanbesartidakspesifiksepertipasiendewasa
(Midlovetal.,2009).Pasienlansiamemerlukanpelayananfarmasiyangberbeda dari
pasien muda. Penyakit yang beragam dan kerumitan regimen pengobatan adalah
hal yang sering terjadi pada pasien lansia. Faktor-faktor inilahyang menyebabkan
pasien mengalami kesulitan dalam mematuhi proses pengobatan
sepertimenggunakanobatdenganindikasiyangsalah,menggunakanobatdengan
indikasi yang tidak tepat atau menghentikan penggunaan obat (British National
Formulary,2009).

Antelmintika | 3
g. Penggunaan Antibiotik pada PasienGeriatri
p. Prinsip penggunaan antibiotik pada pasiengeriatri
Hal yang harus diperhatikan pada pemberian antibiotik pada usia lanjut
yaitu:
12. Pada umumnya pasien usia lanjut (>60 tahun) mengalami gangguan fungsi
ginjal sehingga penggunaan antibiotik tertentu yang eliminasinya terutama
melalui ginjal memerlukan penyesuaian dosis atau perpanjangan interval
pemberian.
13. Pada usia lanjut komorbiditas menyebabkan mereka menggunakan berbagai
jenisobatsehinggaperludipertimbangkanpenggunaanobatdenganantibiotik.
14. Terapi antibiotik empiris pada pasien usia lanjut perlu segera dikonfirmasi
dengan pemeriksaan mikrobiologi dan penunjang yanglain.
(Kementerian Kesehatan, 2011)
q. FarmakokinetikantibiotikpadapasiengeriatrimenurutEko(2013)
d. Absorpsi
a. Perubahan sekresi getah lambung yang meliputi penurunan volume dan
keasaman getahlambung.
b. Perubahan pada mukosa salurancerna.
c. Perubahan pada laju pengosongan lambung dan motilitas usus serta
berkurangnya aliran darahmesentrik.
e. Distribusi
a. Peningkatan lemak: peningkatan volume distribusi obat-obatan yang
bersifatlipofilik(sepertiantidepresan,antipsikotik,danbenzodiazepin).
b. Penurunancairantubuh:penurunanvolumedistribusidariobat-obatyang
bersifat hodrofilik (sepertiasetaminophen).
c. Penurunan serumalbumin
f. Metabolisme
a. Penurunan aliran darah hepatik: penurunan obat-obatan klierens hepatik
dengan koefisien ekstaksi yangtinggi.
b. Penurunan massa hati: penurunan angka fungsihepatosit.
c. Penurunan aktivitas enzim: reaksi oksidasi yanglambat.

Antelmintika | 4
g. Klirens
a. Penurunan filtrasiglomerular
b. Penurunan sekresitubular

h. Dosis
a. Dosis pada penggunaanantibiotik
Aktivitas antibiotik dapat dikuantifikasi dengan mengintegrasikan
parameter-parameter PK (farmakokinetik)/PD (farmakodinamik) dengan KHM.
Parameter tersebut yaitu: rasio kadar puncak/KHM, waktu > KHM, dan rasio
AUC-24jam/KHM. Tiga sifat farmakodinamik antibiotik yang paling baik untuk
menjelaskan aktivitas bakterisidal adalah time-dependence, concentration-
dependence, dan efek persisten. Kecepatan bakterisidal ditentukan oleh panjang
waktu yang diperlukan untuk membunuh bakteri (time-dependence), atau efek
meningkatkan kadar obat (concentration-dependence). Efek persisten mencakup
Post-Antibiotic Effect (PAE). PAE adalah supresi pertumbuhan bakteri secara
persisten sesudah paparan antibiotik (Kementerian Kesehatan, 2011).
b. Penyesuaian dosis pada penurunan fungsihati
Pedoman penyesuaian dosis insufisiensi fungsi liver tergantung dari
kondisi fungsi hati tersebut. Secara umum dikatakan bahwa penyesuaian dosis
hanya dilakukan pada insufisiensi hati serius sehingga insufisiensi ringansampai
sedangtidakperludilakukanpenyesuaiandosis.Strategipraktissebagaiberikut:
5. Dosistotalharianditurunkansampai50%bagiobatyangtereliminasimelalui liver
pada pasien sakit hatiserius.
6. Sebagai alternatif, dapat menggunakan antibiotik yang tereliminasi melalui
ginjal dengan dosisregular.
(Kementerian Kesehatan, 2011)
c. Penyesuaian dosis pada gangguan fungsiginjal
i. Pada pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal, dosis antibiotik
disesuaikandenganbersihankreatinin(creatinineclearance).Penyesuaian
dosispentinguntukdilakukanterhadapobatdenganrasiotoksik–terapetik

Antelmintika | 5
yang sempit, atau obat yang dikonsumsi oleh pasien yang sedang
mengalami penyakit ginjal.
ii. Menghindari obat yang bersifatnefrotoksis.
(Kementerian Kesehatan, 2011)
i. Diare
Diare adalah peradangan mukosa lambung dan usus halus yang ditandai
dengan buang air besar lembek atau cair, dapat bercampur darah atau lendir,
dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu 24 jam, dan disertai dengan
muntah,demam,rasatidakenakdiperut,danmenurunnyanafsumakan.Apabila diare
>30 hari disebut kronis. Penyebab diare antara lain infeksi, malabsorbsi,
keracunan atau alergi makanan dan psikologis penderita. Infeksi yang
menyebabkandiareakibatEntamoebahistolyticadisebutdisentri,biladisebabkan
oleh Giardia lamblia disebut giardiasis, sedangkan bila disebabkan oleh Vibrio
cholera disebut kolera (Menteri Kesehatan RI,2014).
a. Jenis-jenisdiare
7. Diarespesifik,disebabkankarenaadanyainfeksisepertivirus,bakteri,maupun
parasit.Gejaladiarespesifikyaituterdapatkenaikansuhutubuhpadapenderita,
ditemukannya lendir atau darah padatinja.
8. Diare non-spesifik, dapat terjadi akibat salah makan, ketidakmampuan
lambungdalammemetabolismelaktosa,danlain-lain.Gejalayangditimbulkan
yaitu tidak adanya kenaikan suhu pada penderita dan tidak adanya lendir atau
darah padatinja.
(BinaFarmasiKomunitasdanKlinik,2007)Di
are yang hanya sekali-sekali tidak berbahaya danbiasanyasembuhsendiri. Tetapi
diare yang berat bisa menyebabkan dehidrasidanbisamembahayakan jiwa.
Dehidrasi adalah suatu keadaan dimanatubuhkekurangancairan tubuh yang dapat
berakibat kematian. Pada kasus yang jarang,diareyangterus-
menerusmungkinmerupakangejalapenyakitberatsepertitipus,koleraatau
kanker usus (Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2007).

Antelmintika | 6
b. Faktor risiko penyakit diareyaitu:
13. Kebersihandansanitasilingkunganyangkurang.
14. Riwayatintoleransilaktosa,riwayatalergiobat.
15. Infeksi HIV atau infeksi menularseksual.
(Menteri Kesehatan RI, 2014)
c. Penatalaksanaan penyakitdiare
Pada umumnya diare akut bersifat ringan dan sembuh cepat dengan
sendirinya melalui rehidrasi dan obat antidiare, sehingga jarang diperlukan
evaluasi lebih lanjut. Pasien diare yang belum dehidrasi dapatdiberikan obat anti
diare untuk mengurangi gejala dan antimikroba untuk terapi definitif (Menteri
Kesehatan RI,2014).
Obat antidiare, antara lain:
h. Turunan opioid: loperamide, difenoksilat atropine, tinkturopium.
i. Obat ini sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan disentri yang disertai
demam, dan penggunaannya harus dihentikan apabila diare semakin berat
walaupun diberikanterapi.
j. Bismut subsalisilat, hati-hati pada pasien immunocompromised, seperti HIV,
karena dapat meningkatkan risiko terjadinya bismuthencephalopathy.
k. Obatyangmengeraskantinja:attapulgit4x2tablet/hariatausmectite3x1saset
diberikan tiap BAB encer sampai diarestop.
l. Obat anti sekretorik atau anti enkefalinase: Hidrasek 3x1/hari.
(Menteri Kesehatan RI, 2014)

Antimikroba diare non-spesifik, antara lain:


8. Golongankuinolonyaitusiprofloksasin2x500mg/hariselama5-7hari,atau
9. Trimetroprim/Sulfametoksazol 160/800 2x1tablet/hari.
10. ApabiladiaredidugadisebabkanolehGiardia,metronidazoledapatdigunakan
dengan dosis 3x500 mg/hari selama 7hari.
11. Biladiketahuietiologidaridiareakut,terapidisesuaikandenganetiologi.
(Menteri Kesehatan RI, 2014)

Antelmintika | 7
Antimikroba diare spesifik, antara lain:
Disentri:
6. Shigellaspecies: trimetoprim-sulfametoksazol DS, 2x1, 3-5 hari. Dapat
menggunakan alternatif obat seperti ofloksasin 300 mg, norfloksasin 400 mg,
atausiprofloksasin500mg2x1selama3hari,atauasamnalidiksik1gram/hari
selama 5 hari, azitromisin 500 mg 1x1 secara oral, kemudian 250 mg 1x1
selama 4 hari secaraoral.
7. Salmonella
c. Nontyphoidal: trimetoprim-sulfametoksazol, DS 2x1, ofloksasin 300 mg,
norfloksasin 400 mg, atau siprofloksasin 500 mg 2x1 selama 5 hari, atau
seftriakson 2 gram intravena atau sefotaksim 2 gram intravena 3x1 selama 5
hari.
d. Campylobacter: eritromisin 500 mg 2x1 secara oral selama 5 hari,azitromisin
1.000 mg 1x1 secara oral.
8. Yersinia species: kombinasi terapi dengan doksisiklin, aminoglikosida,
trimetpprim-sulfametoksazol, ataufluorokuinolon.

j. Infeksi Salurah Kemih(ISK)


Masalah infeksi saluran kemih tersering adalah sistitis akut, sistitis kronik,
dan uretritis. Faktor risiko ISK yaitu riwayat diabetes melitus, riwayat kencing
batu (urolitiasis), kurang menjaga kebersihan, riwayat keputihan, kehamilan,
riwayat infeksi saluran kemih sebelumnya, riwayat pemakaian kontrasepsi
diafrahma, kebiasaan menahan kencing, hubungan seksual, anomali struktur
saluran kemih (Menteri Kesehatan RI, 2014). ISK dibagi menjadi 2 yaitu ISK
bawah dan ISK atas. ISK bawah memiliki gejala seperti disuria, nokturia, dan
hematuria, sedangkan ISK atas memiliki gejala seperti nyeri pinggang, demam,
mual, muntah, dan malaise (Dipiro et al., 2008).
Penatalaksanaan terapi:
a. Minumairputihminimal2liter/haribilafungsiginjalnormal.
b. Menjaga higienitas genitaliaeksterna.

Antelmintika | 8
c. Pemberian antibiotik golongan fluorokuinolon dengan durasi 7-10 hari pada
perempuan dan 10-14 hari padalaki-laki.
(Menteri Kesehatan RI, 2014)
Penyebab penyakit komplikasi yang dapat disebabkan oleh ISK yaitu:
e. Kelainan salurankemih
f. Wanita hamil, obstruksi salurankemih
g. Pada pria seperti gangguan prostat, diabetes, immunocompromised, resistensi
multiobat.
(Infectious Disease Society of America, 2012)

Antibiotik yang direkomendasikan oleh IDSA (Infectious DiseaseSociety


ofAmerica)danDipiroetal.,(2008)untukpasienISKyaitu:

c. Cistitis:trimetropim-sulfametoksazolsebagaipilihanutama2DStabletsingle
doseselama1hariatau1DStablet2x1selama3hari,golonganfluorokuinolon yaitu
siprofloksasin 500 mg 2x1 selama 3 hari secara intravena. Apabila ISK
mngalami komplikasi dapat digunakan juga golongan trimetoprim-
sulfametoksazol 1 DS tablet 2x1 selama 7-10 hari, trimetoprim 100 mg 2x1
selama7-10hari,siprofloksasin250-500mg2x17-10harisecaraintravena.
d. Pyelonefritis:golongan trimetoprim-sulfametoksazol 2 DS tablet single dose
selama 1 hari atau 1 DS tablet2x1 selama 14 hari, golongan fluorokuinolon
yaitusiprofloksasin500mg2x1selama3harisecaraintravenaselama14hari.
(Infectious Disease Society of America, 2012 dan Dipiro et al., 2008)

k. Sepsis
Sepsisadalahresponsistemikjaringantubuhyangrusakkarenainfeksiyang
menyebabkan disfungsi organ akut. Sepsis syok adalah sepsis berat ditambah
hipotensi. Penyakit infeksi ini hampir sama dengan politrauma, acute miokard
infark,ataustroke(InfectiousDiseaseSocietyofAmerica,2013).
Gejalaklinisshockseptiktidakdapatdilepaskandarikeadaansepsissendiri
berupa sindroma reaksi inflamasi sistemik (SIRS) yaitu terdapat dua gejala atau
lebih,seperti:
a. Temperatur >380C atau360C

Antelmintika | 9
b. Heart rate >90x/menit
c. Frekuensi nafas >20x/menit
d. Leukosit>12.000sel/mmatau<4.000sel/mmatau>10%bentukimatur.
(Menteri Kesehatan RI, 2014)
Antibiotik terapi:
a. Pemberian antibiotik secara intravena efektif pada satu jam pertama untuk
mengatasi syokseptik.
b. Pemberian terapi satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas untuk semua
patogen.
c. Rejimen antibiotik harus ditinjau setiaphari.
d. Kombinasiterapiempirisuntukpasienneutropeniadengansepsisberat.
e. Pemberian antibiotik diusahakan harus sesuai dengan pola patogen. IDSA
menyarankan pemberian kombinasi antibiotik untuk pasien neutropenia atau
sepsisberat.Untukpasiendenganinfeksiberatyangterkaitdengankegagalan
pernafasan dan syok septik, terapi kombinasi dengan spektrum yang
diperpanjang seperti beta-laktam dan aminoglikosida atau fluorokuinolon
disarankan untuk bakteri P. aeruginosa. Demikian pula dengan kombinasi
beta-laktam dan makrolide digunakan untuk pasien dengan infeksi bakteri
Streptococcuspneumoniae.Untuksepsisdenganpenyakitpenyertapneumonia
dapat digunakan antibiotik golongan fluoroquinolon terbaru seperti
levofloksasin750mg1x1secaraintravena(Dipiroetal.,2008).
f. Terapikombinasitidakbolehdiberikanselamalebihdari3-5hari.
g. Durasiterapibiasanya7-10hari,khususnyabagipasienyangmemilikirespon klinis
yanglambat.
h. Antibiotik tidak boleh diberikan kepada pasien dengan keadaan inflamasi
parah.
(InfectiousDiseaseSocietyofAmerica,2013danNebraskaMedicalCentre,

2014)

Antelmintika | 10
9. LandasanTeori
Penulisan resep dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat tersebut
cenderung meluas. The Center for Disease Control and Prevention in USA
menyebutkan terdapat 50 juta peresepan antibiotik yang tidak diperlukan
(unnecessary prescribing) dari 150 juta peresepan setiap tahun (Center for
Disease Control and Prevention et al., 2013).

Terkait dengan peresepan yang tidak diperlukan, penelitian yang


dilakukan di dua rumah sakit Yogyakarta pada tahun 2006-2007 dengan kriteria
inklusi yaitu pasien 65 tahun ke atas dan memiliki data rekam medik yang
lengkap, yang dibagi menjadi kelompok A (pasien yang menerima kurang dari
lima obat perhari) dan kelompok B (pasien yang menerima lebih dari lima obat
perhari) menyebutkan bahwa terjadi 63 kasus (63%) dengan total kejadian 117
kasus.Dari100pasien,24%menerimalebihdarilimaobatperhariselamatinggal
dirumahsakit.Jumlahkejadianterapiobatyangtidakperlupadapasiendengan5
ataukurangperharilebihrendahdibandingkanpasiendenganlebihdarilimaobat
perhariselamatinggaldirumahsakit(Rahmawatietal.,2009).

ANTIFUNGI

KATA PENGANTAR

Antelmintika | 11
Puji syukur kami ucapkan kepada ALLAH SWT. Yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami menyelesaikan makalah ini yang
alhamdulilla tepat pada waktunya mengenai Anti jamur.

Makalah ini berisi mengenai tentang Farmakologi atau khususnya membahas


tentang Anti jamur. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita
semua.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan oleh Karen aitu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir, semoga ALLAH SWT.
Senantiasa meridhoi segala usaha kita. amin.

PEKANBARU

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang........................................................................................................1

Antelmintika | 12
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1

C. Tujuan Penulisan....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Obat Anti Jamur.....................................................................................................3

B. Infeksi Jamur Sistemik...........................................................................................4

C. Anti jamur Untuk Infeksi Sistemik.........................................................................5

1) Indikasi...................................................................................................................9

2) Kontra Indikasi.......................................................................................................9

3) Farmakodinamik....................................................................................................9

4) Farmakokinetik......................................................................................................9

5) Dosis......................................................................................................................9

6) Sediaan...................................................................................................................9

7) Interaksi Obat.........................................................................................................9

8) Aktivitas Obat........................................................................................................9

9) Mekanisme kerja....................................................................................................9

10) Efek Samping.....................................................................................................9

D. Antijamur Untuk Infeksi Dermatofit dan Mukokutan (Topikal).............................9

E. Pemilihan Preparat.................................................................................................9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................................................9

B. Saran......................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

10. Latar belakang


Jamur merupakan organisme uniseluler maupun multiseluler (umumnya
berbentuk benang disebut hifa, hifa bercabang-cabang membentuk bangunan seperti

Antelmintika | 13
anyaman disebut miselium, dinding sel mengandung kitin, eukariotik, tidak
berklorofil. Jamur hidup secara heterotrof dengan jalan saprofit (menguraikan
sampah organik), parasit (merugikan organisme lain), dan simbiosis. Berdasarkan
kingdongnya, fungi (jamur) dibedakan menjadi lima divisi yaitu, Zigomycotina
(kelas Zygomycetes), Ascomycotina, Basidiomycotina, dan Deuteromycotina.
Sedangkan Obat antijamur adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan
penyakit yang disebabkan oleh jamur (Anonim, 2007).
Penyakit yang disebabkan oleh jamur biasanya akan tumbuh pada daerah-
daerah lembab pada bagian tubuh kita, diantaranya seperti pada bagian ketiak, lipatan
daun telinga, jari tangan dan kaki dan juga bagian lainnya. Penyakit kulit karena
jamur bisa menular karena kontak kulit secara langsung dengan penderitanya.Gejala
dari penyakit ini adalah warna kulit yang kemerahan, bersisik dan adanya penebalan
kulit. Dan yang jelas akan disertai dengan rasa gatal pada kulit yang sudah terifeksi
jamur tersebut.
Infeksi karena jamur disebut mikosis, umumnya bersifat kronis.Mikosis
ringan menyerang permukaan kulit (mikosis kutan), tetapi dapat juga menembud
kulit sehingga menimbulkan mikosis subkutan. Secara klinik, infeksi jamur dapat
digolongkan menurut lokasi infeksinya, yaitu:
f. Mikosis sistemik.
g. Dermatofit.
h. Mikosis mukokutan (Munaf, 2004).

11. Rumusan Masalah    


16. Apa yang dimaksud dengan obat antijamur?
17. Apa saja yang termasuk dalam infeksi jamur sistemik berdasarkan penyebabnya?
18. Apa saja macam-macam golongan antijamur untuk infeksi sistemik?
19. Apa saja yang termasuk dalam golongan antijamur untuk infeksi dermatofit dan
mukokutan (topikal)?
20. Menjelaskan pemilihan preparat infeksi antijamur?

12. Tujuan Penulisan


15. Untuk mengetahui apa itu obat anti jamur
16. Untuk mengetahui macam-macam infeksi jamur sistemik bedasarkan
peenyebabnya.
17. Untuk mengetahui macam-macam golongan antijamur untuk infeksi sistemik
Antelmintika | 14
18. Untuk mengetahui  Apa saja yang termasuk dalam golongan antijamur untuk
infeksi dermatofit dan mukokutan (topikal)?
19. Untuk mengetahui pemilahan preparat infeksi antijamur

BAB II

PEMBAHASAN

Dari segi terapeutik infeksi jamur pada manusia dapat dibedakan atas infeksi
sistematik,dermatofit dan mukokutan.infeksi sistematik dapat lagi dibagi atas:
9. infeksi internal
Seperti aspergilosis, blastomikosis, koksidiodomikosis, kriptokokosis,
histoplasmosis, mukromikosis, parakoksidiodomikosis, dan kandidiasis
10. infeksi subkutan
Misalnya Kromomikosis, misetoma dan sporotrikosis. infeksi dermatofit
disebabkan oleh trichophyton, Epidermophyton dan mikrosporum yag menyerang
kulit, rambut dan kuku.infeksi mukokutan disebabkan oleh kandida menyerang
mukosa dan daerah lipatan kulit yang lembab.kandidiasis mukokutan dalam keadaan
kronis umumnya mengenai mukosa kulit dan kuku.
Dasar farmokologis dari pengobatan infeksi jamur belum sepenuhnya
dimengerti.secara umum infeksi jamur dibedakan atas infeksi jamur sistematik dan
infeksi jamur topikal(deramotif dan mukokutan).dalam pengobatan beberapa anti

Antelmintika | 15
jamur(inidazol,triazol,dan antibiotik polien)dapat digunakan untuk kedua infeksi
tersebut.ada infeksi jamur topikal yang dapat diobati secara sistematik ataupun topikal

3. Obat Anti Jamur


Obat-obat antijamur juga disebut obat-obat antimikotik, dipakai untuk
mengobati dua jenis infeksi jamur, yaitu infeksi jamur superficial pada kulit atau
selaput lender dan infeksi jamur sistemik pada paru-paru atau system saraf
pusat.Infeksi jamur dapat ringan, seperti pada tinea pedis (athlete’s foot), atau berat,
seperti pada paru-paru atau meningitis. Jamur, seperti Candidia spp. (ragi),
merupakan bagian dari flora normal pada mulut, kulit, usus halus, dan vagina (Kee
and Hayes,1993).

4. Infeksi Jamur Sistemik


Infeksi jamur sistemik berdasarkan penyebabnya serta obatnya antara lain
(Rosfanti, 2009) :
h. Arpergilosis
Aspergilosis paru sering terjadi pada penderita penyakit imunosepresi
yang berat dan tidak memberi respon memuaskan terhadap pengobatan dengan
obat jamur. Obat pilihan untuk penyakit ini adalah Amfoterisin B secara
intravena dengan dosis 0,5-1,0 mg/kg BB setiap hari.
i. Blastomikosis
Obat jamur terpilih untuk Blastomikosis adalah Ketokonazol per oral 400
mg sehari selama 6-12 bulan.Itrakonazol dengan dosis 200-400 mg sehari juga
efektif pada beberapa kasus.Amfoterisin B sebagai cadangan untuk penderita
yang tidak dapat menerima Ketokonazol.
j. Kandidiasis
Pengobatan menggunakan Amfoterisin B. Flusitosin diberikan bersama
Amfoterisin B untuk meningitis, endoftalmitis, arthritis, dan kandidia.Disamping
penyebarannya yang lebih baik ke jaringan sakit, Flusitosin diduga bekerja aditif
dengan Amfoterisin B sehingga dosis Amfoterisin B dapat dikurangi.
k. Koksidioidomikosis
Adanya kavitis (ruang berongga) tunggal di paru atau adanya infiltrasi
fibrokavvitis yang tidak responsif terhadap kemoterapi merupakan cirri khas
penyakit kronis Koksidioidomikosis.Penyakit ini dapat diobati dengan
Amfoterisin B secara intravena, Ketokonazol, dan Itrakonazol.
Antelmintika | 16
l. Kriptokokosis
Obat terpilih untuk penyakit ini adalah Amfoterisin B dengan dosis 0,4-
0,5 mg/kg BB perhari secara intravena. Penambahan Flusitosin dapat mengurangi
pemakaian Amfoterisin B (0,3 mg/kg BB). Flukonazol bermanfaat untuk terapi
supresi pada penderita AIDS.
m. Histoplasmosis
Penderita histoplasmosis paru kronis sebagian besar dapat diobati dengan
Ketokonazol 400 mg/hari selamaa 6-12 bulan.Itrakonazol 200-400 mg sekali
sehari juga cukup efektif.Amfoterisin B secara intravena juga dapat diberikan
selama 10 minggu.
n. Mukomikosis
Amfoterisin B merupakan obat pilihan untuk mukornikosis paru kronis.
o. Parakoksidioimikosis
Ketokonazol 400 mg/hari merupakan obat pilihan yang diberikan selama
6-12 bulan.Pada keadaan yang berat diberikan terapi awal Amfoterisin B.
p. Sporotrikosis
Obat terpilih untuk keadaan ini adalah pemberian oral larutan jenuh
Kalium Iodida (1 g/ml) dengan dosis 3 sampai 40 tetes sehari yang dicapuur
dengan sedikit air.Obat Sporotrikosis yang menyerang paru, tulang.

5. Anti jamur Untuk Infeksi Sistemik


Antijamur untuk infeksi sistemik dibedakan menjadi beberapa golongan,
antaralain golongan imidazol, amfoterisin B, flusitosin, kaspofungin, terbinafen, dan
kalium iodida.
9. Golongan Imidazol
Imidiazol merupakan obat antijamur spectrum luas dan resistensinya
jarang timbul.Imidiazol tidak diabsorpsi dengan baik secara oral, kecuali
ketokonazol (Neal, 2005).Yang termasuk dalam golongan ini adalah mikonazol,
klotrimazol, ketokonazol, flukonazol, itrakonazol, triazol, ekonazol, isokonazol,
tiokonazol, dan bifonazol.Sifat dan penggunaan golongan ini praktis tidak
berbeda (Munaf, 2004).
Mekanisme kerja obat dalam golongan ini belum semuanya diketahui.
Obat jenis ini bekerja dengan memblok biosintetis lipid yang dibutuhkan oleh
jamur, khususnya ergosterol dalam membrane sel jamur, dan mungkin juga

Antelmintika | 17
dengan mekanisme tambahan lain (mengganggu sistesis asam nukleat atau
penimbunan peroksida dalam sel jamur yang menimbulkan kerusakan) (Munaf,
2004).
i. Ketokonazol
Ketokonazol merupakan suatu antijamur sintetik yang memiliki rumus
bangun mirip dengan mikonazol dan kotrimazol.Mekanisme kerja obat ini
adalah dengan masuk ke dalam sel jamur dan menimbulkan kerusakan pada
dinding sel. Mungkin juga terjadi gangguan sintetis asam nukleat atau
penimbunan peroksida dalam sel yang merusak jamur (Munaf, 2004).
7. Farmakokinatik
Ketokonazol merupakan antijamur pertama yang diberikan peroral.
Ketokonazol diabsorpsi dengan baik melalui oral yang menghasilkan
kadar yang cukup untuk menekan pertumbuhan berbagai jamur. Absorpsi
obat ini akan menurun pada pH cairan lambung yang tinggi. Setelah
pemberian oral, obat ini akan ditemukan dalam urine, kelenjar lemak, air
ludah, kulit yang mengalami infeksi, tendon, dan cairan synovial (Munaf,
2004).
8. Farakodinamik
Ketokonazol aktif sebagai antijamur baik sistemik maupun
nonsistemik yang efektif terhadap Candidia, Coccsidioides immitis,
Cryptococcus neoformans, H. capsulatum, B. dermatitidis, Aspergillus,
dan Sporotrix spp.
j. Flukonazol
Flukonazol merupakan derivate triazol, antijamur yang poten, yang
bekerja spesifik menghambat pembentukan sterol pada membrane sel
jamur.Flukonazol bekerja dengan spesifitas yang tinggi pada enzim-enzim
“cytochrome P-450 dependent” (Munaf, 2004).
11. Farmakokinetik
Flukonazol diserap baik melalui saluran cerna, dan kadarnya dalam
plasma, setelah pemberian IV, diperoleh dari 90% kadar plasma. Absorpsi
per oral tidak dipengaruhi oleh adanya makanan. Kadar puncak dalam
plasma diperoleh ½ jam sampai 1½ jam setelah pemberian dengan waktu
paruh 30 jam. Kadar menetap dalam plasma dengan dosis harian diperoleh

Antelmintika | 18
pada hari ke-4 sampai ke-5  yang kira-kira 80% dari kadar plasma (Munaf,
2004).
12. Farmakodinamik
Obat ini menghambat sintesis ergosterol dengan bekerja pada
lanosteroldemetilase dan gangguan terhadap transport zat-zat karena
kumulasi pada membra sitoplasma. Flukonazol aktif terhadap mikosis
yang umumm disebabkan oleh Cryptococcus neoformans, infeksi jamur
intracranial, mikrosporum, dan trikhofiton (Schmitz dkk, 2009).
k. Itrakonazole
e. Asal dan kimia

Anti jamur sistemik turunan triazole ini erat hubungan nya dengan
ketokonazole.Obat ini dapat diberikan per oral dan IV.

f. efek samping

Aktivitas anti jamurnya lebih lebar sedangkan efek samping yang


ditimbulkan lebih kecil dibandingkan ketokonazole.

g. indikasi

Itrakonazole tersedia dalam kapsule 100 mg, dosis yang disarankan


200 mg sekali sehari.Itrakonazole juga tersedia dalam suspensi 10 mg/ml
dalam larutan IV 10 mg/ml dengan bioavailabilitas yang lebih baik. 10-15
% pasien mengeluh mual atau muntah namun pengobatan tidak perlu
dihentikan. Kemerahan, pruritus, lesu, pusing, odema kaki, parestesia, dan
kehilangan libido.

Itrakonazole untuk mikosis dalam diberikan dengan dosis 2 x 200 mg sehari yang
diberikan bersama dengan makanan. Untuk onikomikosis diberikan 1x 2oo mg sehari
selama 12 minggu, atau dengan terapi berkala yakni 2x 200 mg sehari selama 1 minggu,
diikuti 3 minggu periode bebas obat setiap bulannya. Lama pengobatannya biasanya 3
bulan. Infus diberikan dalam 1 jam.

10. Amfoterisin B
Amfoterisin B dihasilkan oleh Sterptomyces nodosus.Untuk infeksi jamur
sistemik, amfoterisin B diberikan melalui infuse secara perlahan-lahan.
Amfoterisin B berikatan dengan Beta-lipoprotein plasma dan disimpan dalam
jaringan depot, serta sukar berpenetrasi ke dalam SSP. Untuk meningitis jamur
Antelmintika | 19
diperlukan pemberian secara intratekal.Pengembalian obat dari depot ke sirkulasi
berlangsung lambat.Sebagian kecil diekskresi melalui urine atau empedu dalam
waktu >1 minggu.Obat ini umumnya didegradasikan secara lokal di jaringan
depot (Munaf, 2004).
Obat ini bekerja dengan berikatan dengan membran sel jamur atau ragi
yang sensitive.Integrasi dengan sterol-sterol membran sel jamur lebih permiabel
terhadap molekul-molekul yang kecil.Amfoterisin B mempunyai aktivitas
fungisid dan fungistatik terhadap sel-sel jamur yang sedang tumbuh dan yang
tidak (Munaf, 2004).
Amfoterisin B diberikan secara infus intravena secara perlahan selama 4-
6 jam. Pada meningitis jamur, obat ini diberikan secara suntikan intratekal 0,5 mg
3x seminggu untuk 10 minggu atau lebih. Obat ini juga sering dikombinasikan
dengan flusitosin untuk penghambatan meningitis oleh kandida, kriptokokus, dan
kandidiasis sistemik. Pemberian kombinasi ini akan memperlambat timbulnya
resistensi dan memungkinkan penggunaan dosis amfoterisin B yang lebih kecil
(Munaf, 2004).
Obat ini digunakan untuk pengobatan infeksi jamur seperti:
i. Koksidiodomikosis
ii. Parakoksidioidomikosi
iii. Aspergilosis
iv. Kromoblastomikosis
v. Kandidiosis
vi. Maduromikosis(misetoma)
vii. Mukormikosis (fikomikosis)

a. Indikasi
b. Untuk pengobatan infeksi jamur seperti koksidioidomikosis,
parakoksidoidomikosis, aspergilosis, kromoblastomikosis dan
kandidosis.

c. Amfoterisin B merupakan obat terpilih untuk blastomikosis.

d. Amfoterisin B secara topikal efektif terhadap keratitis mikotik.

Antelmintika | 20
e. Mungkin efektif thdp maduromikosis (misetoma) & mukomikosis
(fikomikosis)

f. Secara topikal efektif thdp keratitis mikotik

g. Penderita dg terapi amfoterisin B hrs dirawat di RS, utkpengamatan


ketat ES

l. Kontra Indikasi
a. Pasien yang memiliki riwayat hipersensitif / alergi

b. Gangguan fungsi ginjal

c. Ibu hamil dan menyusui

d. Pada pasien yang mengonsumsi obat antineoplastik


Infus amfoterisin B seringkali meninbulkan beberapa efek samping
seperti kulit panas, keringatan, sakit kepala, demam, menggigil, hipotensi,
lesu, anoreksia, nyeri otot, flebitis, kejang dan penurunan fungsi ginjal. 50%
pasien yang mendapat dosis awal secara iv akan mengalami demam dan
menggigil. Keadaan ini hampir selalu terjadi pada penyuntikan amfoterisin
B tapi akan berkurang pada pemberian berikutnya. Reaksi ini dapat ditekan
dengan memberikan hidrokortison 25-50 mg dan dengan antipiretik serta
antihistamin sebelumnya. Flebitis dapat dikurangi dengan menambahkan
heparin 1000 unit kedalam infuse.

m. Farmakodinamik
Amfoterisin B bekerja dengan berikatan kuat dengan ergosterol
(sterol dominan pada fungi) yang terdapat pada membran sel jamur. Ikatan
ini akan menyebabkan membran sel bocor dan membentuk pori-pori yang
menyebabkan bahan-bahan esensial dari sel-sel jamur merembas keluar
sehingga terjadi kehilangan beberapa bahan intrasel dan mengakibatkan
kerusakan yang tetap pada sel. Efek lain pada membran sel jamur yaitu
dapat menimbulkan kerusakan oksidatif pada sel jamur.

Antelmintika | 21
n. Farmakokinetik
Amfoterisin sedikit sekali diserap melalui saluran cerna. Suntikan
yang dimulai dengan dosis 1,5 mg/hari lalu ditingkatkan secara bertahap
sampai dosis 0,4-0,6 mg/kgBB/hari akan memberikan kadar puncak antara
0,5-2 µg/mL pada kadar mantap. Waktu paruh obat ini kira-kira 24-48 jam
pada dosis awal yang diikuti oleh eliminasifase kedua dengan waktu paruh
kira-kira 15 hari sehingga kadar mantapnya baru akan tercapai setelah
beberapa bulan pemakaian. Obat ini didistribusikan luas ke seluruh
jaringan.Kira-kira 95% obat beredar dalam plasma, terikat pada lipoprotein.
Kadar amfoterisin B dalam cairan pleura, peritoneal, sinovial dan akuosa
yang mengalami peradangan hanya kira-kira2/3 dari kadar terendah dalam
plasma. Amfoterisin b juga dapat menembus sawar uri, sebagian kecil
mencapai CSS, humor vitreus dan cairan amnion. Ekskresi melalui ginjal
sangat lambat, hanya 3% dari jumlah yang diberikan selam 24 jam
sebelumnya ditemukan dalam urine.

o. Dosis
Infeksi jamur sistemik (melalui injeksi intravena).
Dosis awal 1 mg selama 20-30 menit dilanjutkan dengan 250
mikrogram/kg perhari, dinaikan perlahan sampai 1 mg/kg perhari, pada
infeksi berat dapat dinaikan sampai 1.5 mg/kg perhari.
Catatan: terapi diberikan dalam waktu yang cukup lama. Jika terapi
sempat terhenti lebih dari 7 hari maka dosis lanjutan diberikan mulai dari
250 mikrogram/kg perhari kemudian dinaikan secara bertahap.

p. Sediaan
r. Sediaan – Serbuk lofilik mgn 50 mg, dilartkan dg aquadest 10 ml lalu
ditmbh ke lardextroa 5% = kadar 0,1 mg/ml

s. Lar elektrolit, asam/ mgdg pengawet tdk boleh digunakan sbg pelarut
mengendapkan amfoterisin B

t. Untuk injeksi selalu dibuat baru

Antelmintika | 22
q. Interaksi Obat
6. Amikasin, siklosporin, Gentamisin, paromomycin, pentamidine,
Streptomycin, Vancomycin : meningkatkan risiko kerusakan ginjal.

7. Dexamethasone, Furosemide, hidroklorotiazide, Hydrocortisone,


Prednisolone : Meningkatkan risiko hipokalemia.

8. Digoxin : amphoterisin B meningkatkan risiko keracunan digoxin.

9. Fluconazole : melawan kerja amphoterisin B.

r. Aktivitas Obat
Amfoterisin B menyerang sel yang sedang tumbuh dansel matang.
Aktivitas anti jamur nyata pada pH 6,0-7,5: berkurang pada pH yang
lebihrendah. Antibiotik ini bersifat fungistatik atau fungisidal tergantung
pada dosis dansensitivitas jamur yang dipengaruhi. Dengan kadar 0,3-1,0
µg/mL antibiotik ini dapat menghambat aktivitas Histoplasma capsulaium,
Cryptococcus neoformans, Coccidioides immitis, dan beberapa spesies
Candida, Tondopsis glabrata, Rhodotorula, Blastomyces dermatitidis,
Paracoccidioides braziliensis, Beberapa spesies Aspergillus, Sporotrichum
schenckii, Microsporum audiouini dan spesies Trichophyton. Secara in
vitrobila rifampisin atau minosiklin diberikan bersama amfoterisin B terjadi
sinergisme terhadap beberapa jamur tertentu.

s. Mekanisme kerja
Amfoterisin B berikatan kuat dengan sterol yang terdapat pada
membran sel jamur sehingga membran sel bocor dan kehilangan beberapa
bahan intrasel dan menyebabkan kerusakan yang tetap pada sel. Salah satu
penyebab efek toksik yang ditimbulkan disebabkan oleh pengikatan
kolesterol pada membran sel hewan dan manusia. Resistensi terhadap
amfoterisin B mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan reseptor
sterol pada membran sel.

t. Efek Samping
Demam, sakit kepala, mual, turun berat badan, muntah, lemas,
diare, nyeri otot dan sendi, kembung, nyeri ulu hati, gangguan ginjal
Antelmintika | 23
(termasuk hipokalemia, hipomagnesemia, kerusakan ginjal), kelainan
darah, gangguan irama jantung, gangguan saraf tepi, gangguan fungsi hati,
nyeri dan memar pada tempat suntikan.
a. Infus : kulit panas, keringatan, sakit kepala, demam, menggigil, lesu,
anoreksia, nyeri otot, flebitis, kejang dan penurunan faal ginjal.

b. 50% penderita yang mendapat dosis awal secara IV akan mengalami


demam dan menggigil.

c. Flebitis (-) à menambahkan heparin 1000 unit ke dalam infus.

d. Asidosis tubuler ringan dan hipokalemia sering dijumpai à pemberian


kalium.

e. Efek toksik terhadap ginjal dapat ditekan bila amfoterisin B diberikan


bersama flusitosin.

11. Flusitosin
Flusitosin adalah 5-Fluorositosin yang merupaka antijamur sistemik yang
dapat diberikan per oral. Flusitosin menghambat pertumbuhan galur, seperti
kandida, kriptokokus, torulopsis, dan beberapa galur aspergilosis, serta jamur lain
(Munaf, 2004).
Obat ini bekerja karena adanya sel-sel jamur yang sensitif sehingga
mengubah flusitosin menjadi fluorourasil yang dapat menghambat timidilat dan
sintesis DNA. Mutan-mutan yang resisten akan berkembang secara teratur
dengan cepat dan obat-obat antijamur akan menyeleksi strai-strain yang resisten
ini. Hal inilah yang membatasi manfaat penggunaan obat ini.Oleh karena itu,
pemberian flusitosin dikombinasikan dengan amfoterisin B untuk menghasilkan
efek terapi yang lebih baik (Munaf, 2004).
Ekskresi obat ini sebagian besar melalui ginjal, dan kadar dalam urine
mencapai 10x kadar dalam serum. Bila terdapat kelemahan ginjal, flusitosin
dapat di akumulasi dalam serum sampai mencapai kadar toksik, tetapi bila
terdapat kelemahan hati tidak memberikan efek tersebut. Flusitosin dapat
dikeluarkan dengan hemodialisis (Munaf, 2004).

Antelmintika | 24
Flusitosin ternyata relatif tidak toksik untuk sel-sel mamalia. Namun,
kadar serum yang tinggi dalam jangka lama dapat menimbulkan depresi sum-sum
tulang belakang, rambut rontok, dan gangguan fungsi hepar. Pemberian urasil
dapat mengurangi toksisitas pada jaringan hemopoetik yang bermanifestasi
dengan depresi sum-sum tulang, tetapi tampaknya tidak memberikan efek pada
aktivitas antijamur ini (Munaf, 2004).
12. Kaspofungin
Adalah anti jamur sistematik dari suatu kelas baru yang disebut
eiknokandin.dalam daerah 97% obat terikat protein dan massa paruh
eliminasinya 9-11 jam.obat ini dimetabolisme secara lambat dengan cara
hidrolisis dan asetilasis.eksresinya melalui urin hanya sedikit sekali.
Kospofungin diindikasikan untuk indikssi jamur sebagai berikut
h. Kandidiasis invasif,termasuk kandidemia pada pasien neutropenia atau non-
neutropenia
i. Kandidiasis esofagus
j. Kandidiasis orofarings
k. Aspergilosis invasif yang sudah refakter terhadap anti jamur laiinnya.
Obat ini pada umumnya dapat dioleransi dengan baik.efek samping yang
mungkin timbul adalah demam,mual,muntah flushing,dan prutis karena lepasnya
histamin.secara umum dapat dikatakan bahwa kaspofungin dapat ditoleransi lebih
baik dari pada amafoterisin B.oba ini tidak boleh diberikan bersama siklosporin
dan takrolimus karena konsentrasi.siklosporin dan takrolimus dalam darah dapat
menurun.
Untuk pasien dewasa,obat ini diberikan pada hari pertama dengan dosis
tunggal 70 mg IV ,dilanjutkan dengan dosis tunggal dengan 50 mg sehari pada
hari-hari berikutnya.data penyusunan dosis untuk pasien dengan insufisiensi
fungsi hati yang berat(child-pugh lebih dari sembilan)belum
diketahui.pengobatan umunya diberikan selama 14 hari keamanan obati ini
belum diketahui pada wanita hamil dan anak berumur kurang dari 18 tahun.
13. Terbinafin
Asal dan kimia
terbinafin merupakan suatu derivat alilamin sintetik dengan struktur mirip
naftitin.obat ini digunakan untuk terapi darmofitosis terutama
onikomikosis,namun pada pengobtan kandidiasis kutaneus dan tinea
Antelmintika | 25
versikolor,terbinafin biasanya dikombinasikan dengan golongan imidazol ataau
triazol karena penggunaannya sebagi monoterapi kurang efektif.
Farmakonetik
Terbinafin terserap baik melalui saluran cerna, tetapi bioavailabilitasnya
oralnya hanya 40% karena mengalami metabolisme lintas pertama dihati obat ini
terkait dengan protein plasma lebih dari 99% yang terakumulasi dikulit,dan
jaringan lemak.waktu paruh awalnya adalah sekitar 12 jam dan berkisar antara
200-400 jam bila telah mencapai kadar mantap bila obat ini masih dapat
ditemukan dalam plasma hingga 4-8 minggu setelah pengobatn yang
lama.terbinafin d metabolisme dihati menjadi metabolit yang tidak aktif dan
dieksresikan diurine.terbinafin tidak boleh diberikan untuk pasien azotemia atau
gagal hati karena dapat terjadi peningkatan kadar terbinafin yang sulit
diperikirakan.
Aktifitas anti jamur
Terbinafin bersifat kertofilik dan fungisidal.obat ini mempenagruhi
biosintesis ergosterol,dinding sel jamur melalui penghambatan enzim skualen
epoksidese pada jamur dan bukan melalui penghambatan enzim sitokrom P450
Efek samping
Efek samping terbinafin jaraang terjadi,biasanya berupa gangguan saluran
cerna.sakit kepala atau rash.hepatotoksisitas netro penia beraat,sindroma stevens
johnson atau nekrolisis epidermal toksik dapat terjadi,namun sangat jarang.pad
wanita hamil,penggunaan obat ini termasuk kategori B.penggunaan terbinafin
pada ibu menyusui sebaiknya dihindari.hingga saat ini belum ada obt berinteraksi
secara signifikan dengan terbinafin.
14. Kalium Iodida
Kalium iodida adalah bentuk umum dari garam.Dikenal juga sebagai
potassium iodide.Zat ini dapat melindungi kelenjar tiroid dari radiasi dan kanker
yang disebabkan oleh yodium radioaktif. Dikenal secara kimia sebagai KI, ia
memenuhi kelenjar itu dengan yodium non-radioaktif, mengurangi penyerapan
yodium radioaktif berbahaya (Jordan, 2011).
Kalium iodida adalah obat non-resep yang dapat digunakan untuk
melindungi kelenjar tiroid dari paparan radiasi.Hal ini dapat berbahaya bagi
orang-orang dengan alergi terhadap yodium atau kerang dan untuk mereka yang
masalah tiroid, penyakit ginjal dan kelainan kulit tertentu dan penyakit kronis.Ini
Antelmintika | 26
bisa dapat memiliki efek samping yang serius termasuk irama jantung yang tidak
normal, mual, muntah, kelainan elektrolit dan perdarahan (Jordan, 2011). 
Iodin, umumnya jumlah yang dianjurkan per hari 150 mcg
(mikrogram=0,001 mg) berguna untuk membantu kesehatan metabolisme tubuh
dan mencegah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKI) serta
meningkatkan warna dan penyusunan rambut, meningkatkan metabolisme lemak,
merangsang reaksi metal (Jordan, 2011).

6. Antijamur Untuk Infeksi Dermatofit dan Mukokutan (Topikal)


1. Griseofulvin
Griseofulvin adalah antibiotika yang bersifat fungistatik.Secara in-vitro
griseofulvin dapat menghambat pertumbuhan berbagai spesies dari Microsporum,
Epidermophyton dan Trichophyton.Pada penggunaan per oral griseofulvin
diabsorpsi secara lambat, dengan memperkecil ukuran partikel, absorpsi dapat
ditingkatkan. Griseofulvin ditimbun di sel-sel terbawah dari epidermis, sehingga
keratin yang baru terbentuk akan tetap dilindungi terhadap infeksi jamur
(Santoso, 2009).
a. Farmakokinetik
Absorpsi griseofulvin sangat bergantung pada keadaan fisik obat ini
dan absorpsinya dibantu oleh makanan yang banyak mengandung
lemak.Senyawa dalam bentuk partikel yang lebih kecil diabsorpsi 2 kali lebih
baik daripada partikel yang lebih besar (Munaf, 2004).
Metabolismenya terjadi di hati.Metabolit utamanya adalah 6-
metilgriseofulvin dengan waktu paruh sekitar 24 jam.Jumlah yang
diekskresikan melalui urine adalah 50% dari dosis oral yang diberikan dalam
bentuk metabolit dan berlangsung selama 5 hari. Kulit yang sakit mempunyai
afinitas lebih besar terhadap obat ini, ditimbun dalam sel pembentuk keratin,
terikat kuat dengan keratin dan akan muncul bersama sel yang baru
berdiferensiasi sehingga sel baru ini akan resisten terhadap serangan jamur.
Keratin yang mengandung jamur akan terkelupas dan digantikan oleh se baru
yang normal. Griseofulvin ini dapat ditemukan dalam sek tanduk 4-8 jam
setelah pemberian oral (Munaf, 2004).
ii. Farmakodinamik

Antelmintika | 27
Obat ini bekerja dengan menghambat skualenapoksidase dan obat ini
memberiakn efek fungistatik.  Spectrum aktivitasnya hanya efektif terhadap
dermatofit, karena di sel-sel kandida tidak tercapai konsentrasi yang cukup
(Schmitz dkk, 2009).

l. Nistatin (Mikostatin)
Nistatin adalah antibiotika antifungal yang berasal dari streptomyces
noursei. Aktifitas antifungalnyadiperoleh dengan cara mengikatkan diri pada
sterol membrane sel jamur, sehingga permeabilitas membrane sel tersebut  akan
terganggu dan komponen intraseluler dapat hilang (Anonim, 2012).
Nistatin merupakan obat yang termasuk kelompok obat yang disebut
antijamur (antifungal).Bubuk kering, tablet hisap, dan bentuk cair dari obat ini
digunakan untuk mengobati infeksi jamur pada mulut (Ratnadita, 2011).
a. Farmakokinetik
Setelah pemberian oral, nistatin hanya sedikit diabsorpsi dari saluran
cerna. Pada dosis yang dianjurkan, tidak akan terdeteksi dalam darah. Hampir
seluruhnya diekskresi melalui feses dalam bentuk tidak diubah (Anonim,
2012).
b. Farmakodinamik
Nistatin tidak memberikan efek terhadap bakteri atau protozoa, tetapi
secara in vitro menghambat banyak jamur termasuk kandida, dermatofit, dan
organism yang dihasilkan oleh mikosis dalam badan manusia.Secara in vivo,
kerjanya terbatas pada permukaan dengann obat yang tidak diserap dan dapat
kontak langsung dengan ragi atau jamur.Secara in vivo, tidak ditemukan
resistensi terhadap nistatin, tetapi dapat ditemukan galur kandida yang resisten
terhadap nistatin (Munaf, 2004).
Mekanisme kerjanya ialah dengan jalan berikatan dengan sterol
membrane sel jamur, terutama ergosterol.Oleh karena itu, terjadi gangguan
pada permeabilitas membrane se jamur dan mekanisme
transpornya.Akibatnya, sel jamur kehilangan banyak kation dan
makromolekul.Resistensi dapat timbul karena menurunnya jumlah sterol pada
membrane sel jamaur atau terjadi perubahan sifat struktur atau sifat ikatannya
(Munaf, 2004).

Antelmintika | 28
m. Haloprogin
Haloprogin berkhasiat fungisid terhadap berbagai jenis Epidermofiton,
Pityrosporum, Trichophyton dan Candida.Kadang-kadang terjadi sensitasi dengan
timbulnya gatal-gatal, perasaan terbakar, dan iritasi kulit. Zat ini digunakan
sebagai krem atau larutan 1% terhadap panu dan kutu air (Tinea pedis) dengan
persentase penyembuhan lebih kurang 80%, sama dengan tolnafat (Tjan dan
Rahardja, 2007).
n. Kandisidin
Kandisidin merupakan suatu antibiotik polien yang diperoleh dari
golongan aktinomisetes. Kandisidin hanya digunakan untuk pemakain topical
pada kandidiasis vaginalis 0,06% yang dilengkapi dengan aplikatornya. Dosisnya
adalah 2x sehari 1 tablet atau 2x sehari dioleskan di vagina.Efek sampingnya
dapat berupa iritasi vulva atau vagina, dan jarang timbul efek samping yang serius
(Munaf, 2004).
o. Salep Whitfield
Salep Whitfield adalah campuran asam salisilat dengan asam benzoate
dengan perbandingan 1:2 (biasanya 6% dan 12%).Asam salisilat bersifat
keratolitik dan asam benzoate bersifat fungistatik.Karena asam benzoate hanya
bersifat fungistatik, penyembuhan dapat tercapai setelah lapisan kulit terkelupas
seluruhnya sehingga penggunaan obat ini memerlukan waktu beberapa minggu
sampai bulanan.Salep ini banyak digunakan untuk Tinea pedis dan kadang-
kadang juga untuk tinea kapitis.Efek sampingnya dapat berupa iritasi ringa lokal
pada tempat pemakaian (Munaf, 2004).
p. Natamisin
Natasimin merupakan antijamur antibiotic polien yang aktif terhadap
banyak jamur.Pemakaian pada mata jarang menimbulkan iritasi maka digunakan
untuk keratitis jamur.Natasimin merupakan obat terpilih untuk infeksi Fusarium
solani, tetapi daya oenetrasinya ke ornea kurang memadai.Natasimin juga efektif
untuk kandidiasis oral dan vagina.Sediaan tersedia dalam suspensei 5% dan salep
1% untuk pemakaian pada mata (Munaf, 2004).

7. Pemilihan Preparat
Infaksi jamur yang paling sering dijumpai adalah infeksi
nonsistemik.dermatofitosis dapat diatasi dengan obat bebas(dapat dibeli tanpa resep

Antelmintika | 29
dokter).obat topikal dengan efektivitas sedang yang digunakan untuk kelainan ini
adalah haloprogin.infeksi yang lebih berat dapat diatasi dengan golongan inidazol.
Lesi hiperkeratosis pada kuku dan telapak memerlukan kombinasi antijamur
topikal yang poten dengan zat karatoltik.infeksi berat pada kepala,telapak dan kuku
bisanya memerlukan pemberian griseofulvin selama beberapa bulan.
Pemakaian kombinasi kortikosteroid dan anti jamur topikal hanya untuk
jangka waktu pendek,pada infeksi hanya dengan tanda peradangan yang jelas.bila
peradagan telah reda dan rsa gatal sudah berkurang maka pengobatan dapat
dilanjutkan dengan menggunakan preparat antijamur saja,karena pemakaian
kortikosteroid dalam waktu berbulan-bilan dapat menyebabkan atrofi kulit.indikasi
yang benar untuk penggunaan kombinasi antijamur,antibakteri,kortikosteroid topikal
ialah untuk infeksi jamur yang disertai infeksi bakteri dengan tanda radang yang
mencolok.kombinasi di kombinasikan secara tidak benar,bila dikemukan bahwa
dengan memberikan obat tersebut dokter tidak perlu lagi menetapkan diagnosis
penyakit yang dihadapi,baik itu infeksi jamur,bakterial atau hanya suatu dermatitis
biasa.
Dewasa ini telah dipasarkan vorikonazol,suatu anti jamur untu infeksi
sistematik yang spektrumnya luas,diberikan per oral dan toksisitasnya relatif
rendah.data uji kompratif membuktikan bahwa vorikonazol lebih aktif terhadap
Aspergillus sp daripada amforterisin B.

BAB III

PENUTUP

m. Kesimpulan
Obat-obat antijamur juga disebut obat-obat antimikotik, dipakai untuk
mengobati dua jenis infeksi jamur, yaitu infeksi jamur superficial pada kulit atau

Antelmintika | 30
selaput lender dan infeksi jamur sistemik pada paru-paru atau system saraf
pusat.Menurut indikasi klinik obat-obat anti jamur dibagi atas dua golongan, yaitu
golongan antijamur untuk infeksi sistemik dan golongan antijamur untuk infeksi
dermatofit dan mukokutan (topikal).
Yang termasuk dalam golongan golongan antijamur untuk infeksi sistemik
antaralain amfoterisin B, flusitosin, golongan imidazol, dan kalium iodida.Sedangkan
yang termasuk dalam golongan antijamur untuk infeksi dermatofit dan mukokutan
(topikal) adalah griseofulvin, nistatin (mikostatin), haloprogin, kandisidin, salep
whitfield, natamisin, dll.

n. Saran
Semoga paper ini dapat menjadi bahan acuan dan referensi bagi para pembaca
Semoga kedepannya dapat dibuat lebih banyak informasi mengenaiobat-obat
antijamur yang diperlukan oleh mahasiswa FARMASI ataupum masyarakat secara
umum.

DAFTAR PUSTAKA

Farmakologi dan terapi fk-ui edisi 5(cetak ulang 2009),jakarta,april,2007,hal 571-583.

Antelmintika | 31
ANTIRETROVIRAL

BAB I

PENDAHULUAN

Latar BelakangMasalah

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala-

gejala penyakit infeksi atau keganasan tertentu yang timbul sebagai akibat

menurunnya daya tahan tubuh (kekebalan) penderita (Rachimhadhi et.al, 1992).

Gejala klinik umumnya adalah penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 1 bulan,

diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus- menerus, demam

berkepanjangan lebih dari 1 bulan (Depkes, 1997).

Penyebab AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV), yaitu virus

yang menyebabkan penurunan daya kekebalan tubuh. Virus ini adalah retrovirus yang

termasuk dalam famili lentevirus. HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem

imun dan menghancurkannya. Hal tersebut terjadi dengan menggunakan DNA dari

CD4+dan limfosit untuk mereplikasi diri. Dalam proses itu, virus tersebut

menghancurkan CD4+dan limfosit (Nursalam dan Kurniawati, 2008).

Kasus AIDS dilaporkan pada tahun 1981, di Amerika Serikat. Sejak itu, kasus

AIDS di dunia makin lama makin banyak dilaporkan dan merupakan persoalan
Antelmintika | 32
kesehatan masyarakat di beberapa negara. Bahkan masalah AIDS mempunyai

implikasi yang bersifat internasional dengan angka mortalitas 80% pada penderita.

Chermann dan Barre Sinoussi (1985) melaporkan bahwa penderita AIDS di seluruh

dunia mencapai lebih dari 12.000 orangdiantaranya

Antelmintika | 33
2

10.000 kasus di Amerika Serikat, 400 kasus di Perancis dan sisanya di negara Eropa

lainnya, Amerika Latin dan Afrika. Satu tahun kemudian dilaporkan bahwa jumlah

kasus AIDS di Amerika meningkat menjadi 15.000 orang dan Perancis menjadi 445

orang (Anonim, 1992).

Di Indonesia pertama kali mengetahui adanya kasus AIDS pada bulan April

tahun 1987, pada seorang warganegara Belanda yang meninggal di RSUP Sanglah

Bali akibat infeksi sekunder pada paru-paru, sampai pada tahun 1990 penyakit ini

masih belum mengkhawatirkan, namun sejak awal tahun 1991 telah mulai adanya

peningkatan kasus HIV/AIDS menjadi dua kali lipat (doubling time) kurang dari

setahun, bahkan mengalami peningkatan kasus secara ekponensial (Rasmaliah,2001).

Kasus HIV/AIDS di Indonesia semakin meningkat. Di Indonesia sejak tahun

1999 telah terjadi peningkatan jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) pada sub

populasi tertentu di beberapa provinsi yang memang mempunyai prevalensi HIV

cukup tinggi. Peningkatan ini terjadi pada kelompok orang berperilaku berisiko tinggi

tertular HIV yaitu para pekerja seks komersial dan pengguna NAPZA suntikan di 6

provinsi: DKI Jakarta, Papua, Riau, Bali, Jabar dan Jawa Timur telah tergolong

sebagai daerah dengan tingkat epidemi terkonsentrasi (concentrated level of

epidemic). Bila masalah ini tidak ditanggulangi segera, kemungkinan besar epidemi

akan bergerak menjadi epidemi yang menyeluruh dan parah (generalized epidemic)

(Depkesa,2006).

Antelmintika | 2
Kumulatif kasus AIDS diperkirakan sampai pada jumlah 30.000-93.968 pada

tahun 2002. Pada tahun 2010, diperkirakan ada 1 juta-5 juta kasus infeksi HIV di

Indonesia. Dari jumlah tersebut diperkirakan sebanyak 10.000 ODHA yang

membutuhkan ART (Terapi Antiretroviral) segera (Depkes a, 2006).

Masalah yang dihadapi dalam penanganan kasus HIV/AIDS adalah kesulitan

dalam mendapatkan obat, mahalnya harga obat antiretroviral (ARV) dan kurangnya

informasi dan pemahaman tentang HIV/AIDS. ARV generik buatan Indonesia sudah

tersedia namun belum didukung oleh kesiapan tenaga medis dan apoteker dalam

mendukung keberhasilan terapi (Depkesa, 2006).

Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi

Surakarta karena rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit pendidikan dan

terdapat 64 kasus HIV/AIDS pada tahun 2009. Dan HIV/AIDS termasuk kasus yang

jarang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta tahun 2009.

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui

bagaimanakah gambaran penggunaan antiretroviral dan apakah penggunaan

antiretroviral untuk HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi

Surakarta tahun 2009 sudah sesuai dengan standar yang ada.

9. PERUMUSANMASALAH

Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

Antelmintika | 3
15. Bagaimana pola pengobatan antiretroviral pada pasien HIV/AIDS di RSUD

Dr. Moewardi Surakarta periode tahun2009?

16. Bagaimana kesesuaian pola pengobatan antiretroviral pada pasien

HIV/AIDS tersebut dengan Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral

Departemen Kesehatan Republik Indonesia2007?

10. TINJAUAN PUSTAKA

21. HIV/AIDS

a. DefinisiHIV/AIDS

HIV/AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh

virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang mengakibatkan rusaknya/

menurunnya sistem kekebalan tubuh terhadap berbagai penyakit (Rasmaliah,

2001).Virus ini ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan

sperma, cairan vagina, dan ASI (Air Susu Ibu). Virus tersebut merusak sistem

kekebalan tubuh manusia danmengakibatkan

Antelmintika | 4
turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit

infeksi (Depkes, 2007).

Menurut Center for Disease Control and Prevention (CDC) definisi AIDS

adalah semua yang dinyatakan mengidap infeksi HIV dengan jumlah CD4

limfosit T kurang dari 200 sel/L. Penyakit-penyakit yang merupakan petunjuk

adanya AIDS adalah tuberculosis paru, pneumonia bakterial berulang dan kanker

serviks yang invasif (Adler, 2001). AIDS merupakan stadium akhir infeksi HIV.

Penderita dinyatakan sebagai AIDS bila dalam perkembangan infeksi HIV

selanjutnya menunjukkan infeksi- infeksi yang mengancam jiwa penderita

(Anonim,2001).

b. PenyebabHIV/AIDS

Penyebab HIV/AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV), yaitu

virus yang menyebabkan penurunan daya kekebalan tubuh. Virus ini adalah

retrovirus yang termasuk dalam famili lentevirus. HIV mempunyai kemampuan

menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu untuk membentuk virus DNA dan

dikenali selama periode inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus yang lain, HIV

menginfeksi tubuh dengan periode inkubasi yang panjang (klinik-laten), dan

utamanya menyebabkan munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan

beberapa kerusakan sistem imun dan menghancurkannya. Hal tersebut terjadi

dengan menggunakan DNA dari CD4+dan limfosit untuk mereplikasi diri. Dalam

proses itu, virus tersebut menghancurkan CD4 +dan limfosit (Nursalam dan

Kurniawati, 2008)

Antelmintika | 5
Virus ini mempunyai kemampuan yang unik untuk mentransfer informasi

genetik mereka dari RNA ke DNA dengan menggunakan enzim yang disebut

dengan reverse transcriptase, cara ini merupakan kebalikan dari proses

transkripsi (dari DNA ke RNA) dan translasi (dari RNA ke protein) (Muma et. al,

1997).

c. PenularanHIV/AIDS

HIV terdapat dalam cairan tubuh seseorang seperti darah, cairan kelamin

(air mani atau cairan vagina yang telah terinfeksi) dan air susu ibu yang telah

terinfeksi. Sedangkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) yaitu

sindrom menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Orang yang

mengidap AIDS amat mudah tertular oleh berbagai macam penyakit karena

sistem kekebalan tubuh penderita telah menurun (Depkes a, 2006).

Virus HIV menular melalui enam cara penularan (Nursalam dan

Kurniawati, 2008) yaitu :

i. Hubungan seksual dengan pengidapHIV/AIDS

Hubungan seksual secara vaginal, anal, dan oral dengan penderita HIV tanpa

perlindungan bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsung, air

mani, cairan vagina, dan darah dapat mengenai selaput lendir vagina, penis,

dubur, atau mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masuk ke

aliran darah.

Antelmintika | 6
ii. Ibu padabayinya

Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (in utero).

Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi peularan HIV dari ibu ke bayi

adalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala

AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%, sedangkan kalau

gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinannya mencapai 50%, penularan

juga terjadi selama proses persalinan melalui transfusi fetomaternal atau kontak

antara kulit atau membran mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat

melahirkan. Semakin lama proses melahirkan, semakin besar risiko penularan.

Oleh karena itu, lama persalinan bisa dipersingkat dengan operasi sectio caesari.

Transmisi lain terjadi selama periode post parturm melalui ASI. Risiko bayi

tertular melalui ASI dari ibu yang positif sekitar 10%.

iii. Darah dan produk darah yang tercemarHIV/AIDS

Sangat cepat menularkan HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh

darah dan menyebar ke seluruh tubuh.

iv. Pemakaian alat kesehatan yang tidaksteril

Alat pemeriksaan kandungan seperti spekulum, tenakulum, dan alat- alat lain

yang dapat menyentuh darah, cairan vagina atau air mani yang terinfeksi HIV,

dan langsung digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi bisa menularkan

HIV.

v. Alat-alat untuk menorehkulit

Antelmintika | 7
Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet, menyunat seseorang,

membuat tato, dan sebagainya bisa menularkan HIV sebab alat tersebut mungkin

dipakai tanpa disterilkan terlebih dahulu.

vi. Menggunakan jarum suntik secarabergantian

Jarum suntik yang digunakan di fasilitasi kesehatan, maupun yang digunakan

oleh para pengguna narkoba (injecting Drug User-UDU) sangat berpotensi

menularkan HIV. Selain jarum suntik, pada para pemakai UDU secara bersama-

sama juga menggunakan tempat penyampur, pengaduk, dan gelas pengoplos

obat, sehingga berpotensi tinggi untuk menularkan HIV.

d. DiagnosaHIV

Diagnosis infeksi HIV biasanya dilakukan secara tidak langsung, yaitu

dengan menunjukkan adanya antibodi spesifik. Berbeda dengan virus lain,

antibodi tersebut tidak mempunyai efek perlindungan. Pemeriksaan secara

langsung juga dapat dilakukan, yaitu antara lain dengan melakukan biakan virus,

antigen virus (p24), asam nukleat virus (Depkes, 2004).

Metode umum untuk menetapkan HIV adalah Enzyme-Linked

Immunosorbent Assay (ELISA), yang mendeteksi antibodi terhadap HIV-1

dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Positif palsu dapat terjadi pada

perempuan yang telah melahirkan beberapa kali, pada yang baru mendapatkan

vaksin hepatitis B, HIV, influenza, dan rabies, penerima transfusi darah berulang,

dan penderita gagal ginjal atau hati, atau sedang menjalani hemodialisa kronik.

Negatif palsu dapat terjadi bila pasien baru

Antelmintika | 8
terinfeksi, dan tes dilakukan sebelum pembentukan antibodi yang akurat. Waktu

minimum untuk terbentuknya antibodi 3-4 minggu dari awal terpapar (Anonim b,

2008).

Western Blot merupakan elektroforesis gel poliakrilamid yang digunakan

untuk mendeteksi rantai protein yang spesifik terhadap DNA. Jika tidak ada

rantai protein yang ditemukan, berarti tes negatif. Sedangkan bila hampir atau

semua rantai protein ditemukan berarti Western Blot positif. Tes Western Blot

mungkin juga tidak bisa menyimpulkan seseorang menderita HIV atau tidak.

Oleh karena itu, tes harus diulangi lagi setelah dua minggu dengan sampel yang

sama. Jika tes Western Blot tetap tidak bisa disimpulkan, maka tes Western Blot

harus diulangi lagi setelah 6 bulan. Jika tes tetap negatif maka pasien dianggap

HIV negatif (Nursalam dan Kurniawati,2008).

Beberapa tes cepat untuk deteksi HIV dikembangkan dengan

menggunakan teknologi serupa ELISA, dan hasilnya seakurat tes ELISA.

Keuntungan tes ini adalah hasilnya bisa didapat hanya dalam beberapa menit.

PCR (Polymerase Chain Rection) untuk DNA dan RNA virus sangat sensitif dan

spesifik untuk infeksi HIV (Nursalam dan Kurniawati, 2008).

e. PerjalananHIV/AIDS

Perjalanan klinis pasien dari tahap terinfeksi HIV sampai tahap AIDS,

sejalan dengan penurunan derajat imunitas pasien, terutama imunitas seluler dan

menunjukkan gambaran penyakit yang kronis.

Antelmintika | 9
Penurunan imunitas biasanya diikuti adanya peningkatan risiko dan derajat

keparahan infeksi oportunistik serta penyakit keganasan. Dari semua orang yang

terinfeksi HIV, sebagian berkembang menjadi AIDS pada tiga tahun pertama,

50% menjadi AIDS sesudah sepuluh tahun, dan hampir 100% pasien HIV

menunjukkan gejala AIDS setelah 13 tahun (Nursalam dan Kurniawati, 2008).

Perkembangan infeksi HIV dapat ditandai dengan :

i. JumlahCD4+

CD4+adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel

darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit. CD4 +pada orang dengan sistem

kekebalan yang menurun menjadi sangat penting, karena berkurangnya nilai

CD4+dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau

limfosit yang seharusnya berperan dalam memerangi infeksi yang masuk ke tubuh

manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 +berkisar antara

1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal

pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 +semakin lama akan semakin menurun

(Depkes, 2007).

Jumlah CD4+adalah untuk menentukan pengobatan khususnya antiretroviral

(ARV). CD4+juga digunakan sebagai pemantau respon terapi ARV. Kecepatan

penurunan CD4+(baik jumlah absolut maupun persentase CD4 +) telah terbukti dapat

dipakai sebagai petunjuk perkembangan penyakit AIDS. Jumlah CD4 +menurun

secara bertahap selama perjalanan penyakit. Kecepatan penurunannya dari waktu ke

waktu rata-rata 100 sel/tahun. Jumlah

Antelmintika | 10
CD4+lebih menggambarkan progresifitas AIDS dibandingkan dengan tingkat viral

load, meskipun nilai prediktif dari viral load akan meningkat seiring dengan lama

infeksi. Pemeriksaan CD4+yang dianjurkan adalah setiap 6 bulan (Depkesa, 2006).

ii. Viral loadplasma

Kecepatan peningkatan Viral load (bukan jumlah absolut virus) dapat dipakai

untuk memperkirakan perkembangan infeksi HIV. Viral load meningkat secara

bertahap dari waktu ke waktu. Pada 3 tahun pertama setelah terjadi serokonversi,

viral load berubah seolah hanya pada pasien yang berkembang ke arah AIDS pada

masa tersebut. Setelah masa tersebut, perubahan viral load dapat dideteksi, baik

akselerasinya maupun jumlah absolutnya, baru keduanya dapat dipakai sebagai

petanda progresivitas penyakit (Depkesa, 2006).

f. Stadium Klinis HIV/AIDS

Pada beberapa negara, pemeriksaan limfosit CD4 +tidak tersedia. Dalam hal

ini pasien bisa didiagnosa berdasarkan gejala klinis, yaitu tanda dan gejala mayor

dan minor. Dua gejala mayor di tambah dua gejala minor didefinisikan sebagai

infeksi HIV simptomatik.

i. Gejala mayor : penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 1 bulan,

diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus-menerus,

demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan dantuberkulosis.

ii. Gejala minor : kandidiasis orofaringeal, batuk menetap lebih dari satu

bulan, kelemahan tubuh, berkeringat malam, hilang nafsumakan,

Antelmintika | 11
infeksi kulit generalisata, limfadenopati generalisata, herpes zoster, infeksi

herpes simplex kronis, pneumonia, sarkoma kaposi (Nursalam dan

Kurniawati, 2008).

Dalam perkembangannya, WHO telah menetapkan stadium klinis HIV/AIDS

untuk dewasa pada tabel 1.

Tabel 1. Stadium Klinis HIV (Dekes, 2004)

Stadium 1 Asimptomatik
o. Tidak ada penurunan beratbadan
p. Tidak ada gejala atau hanya : Limfadenopati GeneralisataPersisten
Stadium 2 Sakit ringan
12.Penurunan BB5-10%
13.ISPA berulang, misalnya sinusitis atauotitis
14.Herpes zoster dalam 5 tahunterakhir
15.Luka di sekitar bibir (keilitisangularis)
16.Ulkus mulut berulang
17.Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo-PPE)
18.Dermatitisseboroik
19.Infeksi jamur kuku
Stadium 3 Sakit sedang
9. Penurunan berat badan >10%
10.Diare, Demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1bulan
11.Kandidosis oral atauvaginal
12.Oral hairyleukoplakia
13.TB Paru dalam 1 tahunterakhir
14.Infeksi bakterial yang berat (pneumoni, piomiositis,dll)
15.TBlimfadenopati
16.Gingivitis/Periodontitis ulseratif nekrotikanakut
17.Anemia (Hb <8 g%), netropenia (<5000/ml), trombositopeni kronis
(<50.000/ml)
Stadium 4 Sakit berat (AIDS)
h. Sindroma wastingHIV
i. Pneumonia pnemosistis*, Pnemoni bakterial yang beratberulang
j. Herpes Simpleks ulseratif lebih dari satubulan.
k. Kandidosisesophageal
l. TBExtraparu*
m. Sarkomakaposi
n. RetinitisCMV*
o. Abses otakToksoplasmosis*
p. EncefalopatiHIV
q. MeningitisKriptokokus*
r. Infeksi mikobakteria non-TB meluas
s. Lekoensefalopati mutlifokal progresif(PML)

Antelmintika | 12
Lanjutan tabel 1
l. Peniciliosis, kriptosporidiosis kronis, isosporiasis kronis,mikosis
meluas (histoplasmosis ekstra paru,cocidiodomikosis)
m. Limfoma serebral atau B-cell, non-Hodgkin* (Gangguan fungsi
neurologis dan tidak sebablain
n. sering kali membaik dengan terapiARV)
o. Kanker serviksinvasive*
p. Leismaniasis atipikmeluas
q. Gejala neuropati atau kardiomiopati terkaitHIV

Kondisi dengan tanda* perlu diagnosis dokter yang dapat diambil dari rekam
medis RS sebelumnya

22. PENGOBATANHIV/AIDS

a. Antiretroviralterapi

Terapi antiretroviral berarti mengobati infeksi HIV dengan obat- obatan.

Obat tersebut (yang disebut ARV) tidak membunuh virus, terapi dapat

memperlambat pertumbuhan virus. Karena HIV adalah retrovirus, obat-obatan ini

biasa disebut sebagai terapi antiretroviral (ART) (Depkes, 2007).

b. Tujuan pengobatan antiretroviral (ARV) adalah sebagai berikut (Depkes,

2004):

i. Mengurangi laju penularan HIV dimasyarakat

ii. Menurunkan morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan

HIV

iii. Memperbaiki kualitas hidupODHA

iv. Memulihkan atau memelihara fungsi kekebalantubuh

v. Menekan replikasi virus secara maksimal dan terusmenerus

vi. Mencegah atau mengobati infeksioportunistik

Antelmintika | 13
c. ManfaatART

Antiretroviral merupakan suatu revolusi dalam perawatan ODHA. Terapi

dengan antiretroviral atau disingkat ARV telah menyebabkan penurunan angka

kematian dan kesakitan bagi ODHA. Manfaat terapi antiretroviral adalah sebagai

berikut :

i. Menurunkan morbiditas dan mortalitas

ii. Pasien dengan ARV tetapproduktif

iii. Memulihkan sistem kekebalan tubuh sehingga kebutuhan profilaksis

infeksi

iv. Oportunistik berkurang atau tidak perlulagi

v. Mengurangi penularan karena viral load menjadi rendah atau tidak

terdeteksi, namun ODHA dengan viral load tidak terdeteksi, namun

harus dipandang tetapmenular

vi. Mengurangi biaya rawat inap dan terjadinya yatim piatu

vii. Mendorong ODHA untuk meminta tes HIV atau mengungkapkan

status HIV-nya secarasukarela

d. PenggolonganARV

Ada tiga golongan utama ARV yaitu

i. Penghambat masuknya virus.

Mekanisme kerja dengan cara berikatan dengan subunit GP41 selubung

glikoprotein virus sehingga fusi virus ke target sel dihambat. Satu-satunya

obat penghambat fusi ini adalah enfuvirtid (Depkes, 2004).

Antelmintika | 14
Obat enfuvirtid diindikasikan untuk infeksi HIV dalam kombinasi

dengan antiretroviral yang lain. Hati-hati untuk pasien dengan kronik

hepatitis B atau C, gangguan hati, gangguan ginjal, kehamilan. Obat ini

kontraindikasi terhadap ibu menyusui. Untuk efek sampingnya meliputi

reaksi pada tempat suntikan, diare, mual, muntah, sakit kepala, reaksi

hipersensitifitas, neuropati perifer. Untuk dosis subkutan 90 mg dua kali

sehari (Depkesa,2006).

ii. Penghambat reverse transcriptaseenzyme

1. Analog nukleosida(NRTI)

Mekanisme : NRTI diubah secara intraseluler dalam 3 tahap penambahan

3 gugus fosfat dan selanjutnya berkompetisi dengan natural nukleotida

menghambat RT sehingga perubahan RNA menjadi DNA terhambat. Selain

itu NRTI juga menghentikan pemanjanganDNA.

a. Zidovudin(ZDV/AZT)

Zidovudin diindikasikan untuk pengobatan infeksi HIV lanjut (AIDS),

HIV awal dan HIV asimtomatik dengan tanda-tanda risiko progresif, infeksi

HIV asimtomatik dan simtomatik pada anak dengan tanda-tanda imuno

defisiensi yang nyata. Hati-hati untuk pasien dengan toksisitas hematologis,

defisiensi vitamin B12, gangguan fungsi ginjal, fungsi hati.

Konsentrasi dari zidovudin akan meningkat jika diberikan bersama

flukonazol, interferon-B, metadon, valproat, simetidin,

Antelmintika | 15
imipramin, dan trimetoprim. Sedangkan zidovudin jika diberikan bersama

gansiklovir dapat menyebabkan neutropenia.

Zidovudin kontraindikasi terhadap pasien dengan neutropenia dan atau

anemia berat, neonatus dengan hiperbilirubinemia. Sedangkan efek

sampingnya anemia, neutropenia dan leukopenia, mual, muntah, anoreksia,

sakit perut, dispepsia, sakit kepala, ruam, demam, mialgia, insomnia, lesu.

Dosis yang diberikan dalam sediaan

bentuktablet300mg,kapsul100mg,sirup10mg/ml,danIV10

mg/ml (Depkesa, 2006).

b. Stavudin(d4T)

Obat ini indikasi untuk infeksi HIV dalam kombinasi dengan

antiretroviral yang lain. Hati-hati untuk pasien dengan kronik hepatitis B

atau C, gangguan hati, gangguan ginjal, kehamilan. Jika obat ini diberikan

bersama didanosin maka akan meningkatkan risiko efek samping obat ini.

Dan obat ini juga meningkatkan risiko toksisitas jika diberikan bersama

hidroksicarbamide. Obat ini kontraindikasi terhadap ibu menyusui. Efek

sampingnya adalah neuropati perifer, peningkatan enzim transaminase,

laktat asidosis, gejala saluran cerna, dan lipoatropy. Dosis yang diberikan

pada pasien dengan berat badan lebih dari 60kg adalah 40 mg per oral tiap

12 jam dengan atau tanpa makanan. Sedangkan dosis untuk pasien dengan

berat badan kurang dari 60kg adalah 30 mg per oral 12 tiap jam

(Depkesa,2006).

Antelmintika | 16
c. Lamivudin(3TC)

Lamivudin indikasi untuk infeksi HIV dalam kombinasi dengan

antiretroviral yang lain. Hati-hati untuk pasien dengan kelainan fungsi

ginjal, penyakit hati yang disebabkan infeksi hepatitis B kronis (risiko

kembalinya hepatitis saat penghentian obat), kehamilan. Jika lamivudin

diberikan bersama trimetoprim akan meningkatkan konsentrasi dari

lamivudin. Obat ini kontraindikasi untuk ibu menyusui. Efek samping obat

ini adalah mual, muntah, diare, nyeri perut, batuk, sakit kepala, insomnia,

malaise, ruam. Dosisnya 150 mg peroral tiap 12 jam atau 300 mg peroral

sekali sehari. untuk pasien dengan berat badan kurang dari 50kg, dosisnya

adalah 2 mg/kg peroral tiap 12 jam dengan atau tanpa makanan

(Depkesa,2006).

d. Zalcitabin(ddC)

Obat ini indikasi untuk infeksi HIV lanjut yang tidak tahan terhadap

zidovudin. Hati-hati pada pasien dengan risiko neuropati perifer,

pankreatitis monitor amilase serum, alkoholisme, nutrisi parenteral,

kardiomiopati, riwayat gagal jantung kongesif, hepatotoksitas, gangguan

fungsi hati, dan kehamilan. Obat ini dihentikan dengan segera bila timbul

gejala-gejala neuropati rasa kesemutan, baal, panas, rasa ditusuk-tusuk. Obat

ini kontraindikasi untuk neuropati perifer dan menyusui. Efek sampingnya

adalah neuropati perifer, ulkus mulut, mual, muntah, disfagia, anoreksia,

diare, sakit perut, konstipasi, faringitis, sakit kepala, pusing, mialgia,

Antelmintika | 17
ruam, penurunan berat badan, lesu, demam, nyeri dada, anemia, leukopenia,

trombositopenia, gangguan fungsi hati, pankreatitis. Dosisnya 750 mcg tiga

kali sehari (Depkesa, 2006).

e. Didanosine(ddI)

Obat ini indikasi untuk infeksi HIV dalam kombinasi dengan

antiretroviral yang lain. Hati-hati pada pasien dengan neuropati perifer,

riwayat pankreatitis, hiperurisemia, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi

ginjal, dan kehamilan. Konsentrasi dari didanosine akan meningkat jika

diberikan bersama allopurinol, tenovavir, dan ganciclovir. Sedangkan

konsentrasi dari didanosine akan menurun jika diberikan bersama tipranavir.

Jika didanosine diberikan bersama hidroksicarbamide akan meningkatkan

toksisitas dari didanosine. Dan jika didanosine diberikan bersama ribavirin

dan stavudine maka akan meningkatkan risiko efek samping. Obat ini

kontraindikasi pada ibu menyusui. Efek sampingnya neuropati perifer,

pankreatitis, diabetes melitus, hipoglikemia. Dosis yang diberikan pada

pasien dengan berat badan lebih dari 60 kg adalah 400 mg per oral sekali

sehari. Sedangkan dosis untuk pasien dengan berat badan kurang dari 60kg

adalah 250 mg per oral sekali sehari (Depkes a,2006).

f. Abacavir (ABC)

Obat ini indikasinya untuk infeksi HIV dalam kombinasi dengan

antiretroviral yang lain. Hati-hati pada pasien dengan tanda-tanda alergi

seperti demam, mual, lelah, dengan atau tanpa ruam.

Antelmintika | 18
Konsentrasi abacavir akan menurun jika diberilan bersama rifampicin,

phenobarbital, dan fenitoin. Obat ini kontraindikasi pada ibu menyusui. Efek

sampingnya mual, muntah, diare, nyeri perut, dan reaksi hipersensitifitas.

Dosisnya 300 mg tiap 12 jam dengan atau tanpa makanan, atau 600 mg

sekali sehari (Depkesa, 2006).

2. Analog nukleotida analog adenosin monofosfat: tenofovir

MekanismekerjaNtRTIpadapenghambatanreplikasiHIVsama

dengan NRTI tetapi hanya memerlukan 2 tahapan proses fosforilasi. Obat

ini indikasi untuk infeksi HIV dalam kombinasi dengan antiretroviral yang

lain. Perlu dilakukan tes fungsi hati dan serum fosfat sebelum terapi setiap 4

minggu selama 1 tahun selanjutnya tiap 3 bulan dan monitor pasien dengan

hepatitis B. Jika obat ini diberikan bersama didanosine maka maka akan

meningkatkan konsentrasi didanosine dan resiko toksisitas. Obat ini

kontraindikasi pada ibu menyusui. Efek sampingnya mual, muntah, diare,

nyeri perut, gangguan fungsi ginjal. Dosisnya 245 mg peroral sekali sehari

dengan atau tanpa makanan (Depkesa,2006).

3. Nonnukleosida (NNRTI)yaitu

Mekanisme kerjanya tidak melalui tahapan fosforilasi intraseluler tetapi

berikatan langsung dengan reseptor pada RT dan tidak berkompetisi dengan

nukleotida natural.

Antelmintika | 19
a. Nevirapin(NVP)

Obat ini indikasi untuk infeksi HIV dalam kombinasi dengan

antiretroviral yang lain. Hati-hati pada pemberian 200 mg dosis tunggal

untuk 2 minggu pertama mengurangi kemungkinan alergi, periksa fungsi

hati tiap 2 minggu untuk 2 bulan pertama, selanjutnya tiap bulan 3 bulan

berikutnya. Jika nevirapin diberikan bersama dengan amprenavir,

aripiprazole, atazanavir, lopinavir, dan metadine maka akan menurunkan

konsentrasi dari obat tersebut. Obat ini kontraindikasi pada ibu menyusui

dan gangguan fungsi hati. Efek sampingnya ruam yang berat, demam,

gangguan saluran cerana. Dosisnya 200 mg peroral sekali sehari 14 hari,

selanjutnya 200 mg 2 kali sehari (Depkesa, 2006).

b. Efavirenz (EFV)

Obat ini indikasi untuk infeksi HIV dalam kombinasi dengan

antiretroviral yang lain. Hati-hati pada pasien dengan kronik hepatitis B

atau C, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, kehamilan, dan usia

lanjut. Jika obat ini diberikan bersama amprenavir, aripiprazole,

atazanavir, atorvastatin, diltiazem, dan darunavir maka akan mengurangi

konsentrasi dari obat tersebut. Obat ini kontraindikasi pada menyusui dan

gangguan fungsi hati. Efek sampingnya hepatitis, pankreatitis,

hiperlipidemia, diabetes, lipodistropi. Dosisnya 600 mg per oral sekali

sehari dengan atau tanpa makanan (Depkesa,2006).

Antelmintika | 20
4. Penghambat enzim protease (PI) ritonavir(RTV)

Mekanisme Protease Inhibitor berikatan secara reversible dengan enzim

protease yang mengkatalisa pembentukan protein yang dibutuhkan untuk

proses akhir pematangan virus. Akibatnya virus yang terbentuk tidak masuk

dan tidak mampu menginfeksi sel lain. PI adalah ARV yang potensial

(Depkesa, 2006).

a. Saquinavir(SQV)

Obat ini indikasi untuk infeksi HIV dalam kombinasi dengan

antiretroviral yang lain. Hati-hati pada pasien dengan hiperglikemia,

haemopilia, gangguan fungsi hati. bawang putih dapat menurunkan

konsentrasi dari saquinavir. Konsentrasi saquinavir akan meningkat jika

diberikan bersama dengan imidazole dan triazole. Sedangkan konsentrasi

saquinavir akan menurun jika diberikan bersama efavirenz. Obat ini

kontraindikasi pada ibu menyusui. Efek sampingnya neuropati perifer,

mual, muntah, disfagia, anoreksia, diare, sakit perut, konstipasi, faringitis,

sakit kepala, pusing, mialgia, ruam, penurunan berat badan, lesu, demam,

nyeri dada, anemia, leukopenia, trombositopenia, gangguan fungsi hati,,

pankreatitis, perubahan seksual, dan alopeksia. Dosisnya 1000 mg tiap 12

jam (Depkesa, 2006).

b. Nelfinavir(NFV)

Obat ini indikasi untuk infeksi HIV dalam kombinasi dengan

antiretroviral yang lain. Hati-hati pada pasien dengan hiperglikemia,

Antelmintika | 21
haemopilia, dan gangguan fungsi hati. Konsentrasi nelfinavir akan

menurun jika diberikan bersama dengan barbiturat dan carbamazepin.

Kombinasi nelfinavir dan saqunavir meningkatkan konsentrasi kedua obat

tersebut. Obat ini kontraindikasi pada ibu menyusui. Efek sampingnya

neuropati perifer, mual, muntah, disfagia, anoreksia, diare, sakit perut,

konstipasi, faringitis, sakit kepala, pusing, mialgia, ruam, penurunan berat

badan, lesu, demam, nyeri dada, anemia, leukopenia, trombositopenia,

gangguan fungsi hati, pankreatitis, dan demam. Dosisnya 1250 mg tiap 12

jam atau 750 mg tga kali sehari (Depkesa, 2006).

Dosis Antiretroviral untuk orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dewasa dapat

dilihat pada tabel 2 sebagai berikut :

Tabel 2. Dosis Antiretroviral untuk ODHA Dewasa (Depkes, 2004).

Golongan/ Nama Obat Dosis


Nucleoside RTI
Abacavir (ABC) 300 mg setiap 12 jam
400 mg sekali sehari

Didanosine (ddI) 250 mg sekali sehari, jika berat badan


< 60kg.
250 mg sekali sehari bila diberikan
bersama TDF

Lamivudine (3TC) 150 mg setiap 12 jam atau 300 mg


sekali sehari

Stavudin (d4T) 40 mg setiap 12 jam


30 mg setiap 12 jam bila berat badan
< 60kg

Zidovudine (ZDV/AZT) 300 mg setiap 12 jam


Nucleotide RTI
Tenofovir (TDF) 300 mg sekali sehari, (catatan :
interaksi obat dengan ddI perlu
mengurangi dosis ddI)

Antelmintika | 22
Lanjutan Tabel 2
Non-nucleoside RTIs
Efavirenz (EFV) 600 mg sekali sehari

Nevirapine (NVP) 200 mg sekali sehari selama 14 hari,


kemudian 200 mg setiap 12 jam
Protease inhibitors
Indinavir/ritonavir (IDR/r) 800 mg/100 mg setiap 12 jam

Lopinavir/ritonavir (LPV/r) 400 mg/100 mg setiap 12 jam, (533


mg/133 mg setiap 12 jam bila
dikombinasi dengan EFV atau NVP)

Nelfinavir (NFV) 1250 mg setiap 12 jam

Saquinavir/ ritonavir (SQV/r) 1000 mg/100 mg setiap 12 jam atau


1600 mg/200 mg sekali sehari
Ritonavir (RTV, r) Capsule 100 mg, larutan oral 400
mg/5ml

Pada pedoman WHO direkomendasikan bahwa rejimen lini-pertama

terdiri atas dua NRTI ditambah salah satu NNRTI. Rekomendasi regimen

lini petama terapi dan perubahan terapi ke lini kedua infeksi HIV pada orang

dewasa dapat dilihat pada tabel3.

Tabel 3. Rekomendasi regimen lini petama terapi dan perubahan terapi ke lini
kedua infeksi HIV pada orang dewasa (Anonimb, 2008)

Regimen lini pertama Regimen lini kedua


Standar AZT atau d4t + 3TC ddl + ABC atau PI/r
+NVP atau EFV TDF + ABC atau
TDF + 3TC(± AZT)
TDF + 3TC + NVP ddl + ABC atau ddl
atau EFV + 3TC (± AZT)
ABC + 3TC + NVP ddl + 3TC (± AZT)
atau EFV atau TDF + 3TC
(±AZT)
alternatif AZT atau d4T + EFV atau NVP ±
3TC + TDF atau ddI
ABC

Dengan terbatasnya pilihan kombinasi ARV, maka penggantian obat hanya

bila sangat diperlukan, tidak dianjurkan mengganti obat yang terlalu

Antelmintika | 23
dini. Tabel 4 memuat daftar toksisitas dan pilihan pengganti dari keempat rejimen

lini-pertama. Untuk keadaan yang mengancam jiwa, atau situasi klinis yang

kompleks, dianjurkan untuk dirujuk ke rumah sakit rujukan.

Tabel 4. Toksisitas utama pada regimen ARV lini-pertama dan anjuran obat
penggantinya (Depkes, 2004).
Regimen Toksisitas Obat pengganti
Intoleransi GI yang persisten AZT diganti dengan
oleh karena AZT atau d4T
toksisitas hematologis yang
berat
Hepatotoksis berat oleh NVP NVP diganti dengan
EFV ( jika pasien
hamil diganti
dengan NFV,
AZT/3TC/NVP LPV/r atauABC
Ruam kulit berat karena NVP NVP diganti dengan
(tetapi tidak mengancam jiwa EFV
yaitu tanpa pustula dan tidak
mengenai mukosa)

Ruam kulit berat yang NVP diganti dengan


mengancam jiwa (stevens- PI
johnson syndrome) oleh
karena NVP
Intoleransi GI yang persisten AZT diganti dengan
oleh karena AZT atau d4T
toksisitas hematologisyang
AZT/3TC/EFV berat
Toksisitas susunan saraf pusat EFV diganti dengan
menetap oleh karena EFV NVP
Neuropati oleh karena d4T d4T diganti dengan
ataupankreatitis AZT
Lipoatropi oleh karena d4T d4T diganti dengan
TDF atau ABC
Hepatotoksik berat oleh NVP diganti dengan
karena NVP EFV (jika pasien
hamil diganti
dengan NFV,
LPV/r atauABC)
d4T/3TC/NVP Ruam kulit berat karena NVP NVP diganti dengan
(tetapi tidak mengancam jiwa) EFV
Ruam kulit berat yang NVP diganti dengan
mengancam jiwa (stevens- PI
johnson syndrome) oleh
karena NVP

Antelmintika | 24
e. Indikasi TerapiARV

ODHA dewasa seharusnya segera mulai ART manakala infeksi HIV

telah ditegakkan secara laboratoris disertai salah satu kondisi berikut :

i. Secara klinis sebagai penyakit tahap lanjut dari infeksiHIV

ii. Infeksi HIV stadium IV, tanpa memandang jumlahCD4+

iii. Infeksi HIV stadium III dengan jumlahCD4+<350/mm3

iv. Infeksi stadium I atau II dengan jumlah CD4+<200 mm3(anonima,

2006).

Artinya bahwa ART untuk penyakit Stadium IV (kriteria WHOdisebut

AIDS klinis) tidak seharusnya tergantung pada jumlah CD4 +. Untuk Stadium III,

bila tersedia sarana pemeriksaan CD4 +akan membantu untuk menentukan saat

pemberian terapi yang lebih tepat (Depkesb, 2006).

Keputusan untuk memulai terapi ARV pada ODHA dewasa dan remaja

didasarkan pada pemeriksaan klinis dan imunologis. Namun pada keadaan

tertentu maka penilaian klinis saja dapat memandu keputusan memulai ARV.

Indikasi untuk memulai terapi ARV pada ODHA dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Indikasi untuk memulai terapi ARV pada ODHA dewasa (Depkes,
2007)

Stadium Bila tersedia pemeriksaan Bila tidak tersedia


Klinis CD4+ pemeriksaan CD4+

1 Terapi antiretroviral dimulai Terapi ARV tidak diberikan


bila CD4+<200
2 Bila jumlah total limfosit
<1200

Antelmintika | 25
Lanjutan Tabel 5
3 Jumlah CD4+200–350/mm3,
pertimbangkan terapi sebelum
CD4+<200/mm3
Pada kehamilan atau TB: Terapi ARV dimulai tanpa
e. Mulai terapi ARV pada memandang jumlah limfosit
semua ibu hamil dengan total
CD4+350
f. Mulai terapi ARV pada
semua ODHA dengan
CD4+<350 denganTB
paru atau infeksi bakterial
berat
4 Terapi ARV dimulaitanpa
memandang jumlahCD4+

Keterangan:

l. CD4+dianjurkan digunakan untuk membantu menentukan mulainya


terapi. Contoh, TB paru dapat muncul kapan saja pada nilai
CD4+berapapun dan kondisi lain yang menyerupai penyakit yang
bukan disebabkan oleh HIV (misal, diare kronis,
demamberkepanjangan).
m. Nilai yang tepat dari CD4+di atas 200/mm3di mana terapi ARV harus
dimulai belum dapatditentukan.
n. Jumlah limfosit total ≤1200/mm3dapat dipakai sebagai pengganti bila
pemeriksaan CD4+tidak dapat dilaksanakan dan terdapat gejala yang
berkaitan dengan HIV (Stadium II atau III). Hal ini tidak dapat
dimanfaatkan pada ODHA asimtomatik. Maka, bila tidak ada
pemeriksaan CD4+, ODHA asimtomatik (Stadium I ) tidak boleh
diterapi karena pada saat ini belum ada petanda lain yang terpercaya di
daerah dengan sumberdayaterbatas.

26
27

Anda mungkin juga menyukai