Anda di halaman 1dari 44

TUGAS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

“ PENYAKIT CACINGAN”

Disusun Oleh:

ICHWATUNNIDA ( 3422119140)
ANI DARLIA ( 3422119032)
NURMA ELITA (4322119163)
SITI ROHMAH

Kelas : 19h

AKADEMI FARMASI IKIFA JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.salawat serta salam semoga diberikan
pada Nabi kita Muhammad SAW. Alhamdulilah kita panjatkan puji syukur kehadiran Allah
SWT yang telah memberikan hidayah dan rahmatnya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas pada mata kuliah Ilmu kesehatan Masyarakat dengan topik Pemyakit
Cacingan.
Makalah yang kami buat bertujuan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah IKM
semester 2, Penulis mengucapkan terima kasih pada piha-pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan makalah ini.
Penyusunan tugas pada mata kuliah IKM semester 2 ini tidak akan berhasil tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu sudah sepantasnya kami mengucapakan
banyak terima kasih
Kami sangat – sangat menyadari akan kekurangan dan kelalaian kami dalam
penulisan makalah ini baik dalam bentuk penyajian dan dalam penyusunan makalah ini.
Untuk itu dengan segala kerendahan hati kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
kontruktif demi penyusunan – penyusunan selanjutnya.
Akhir kata kami ucapkan banyak-banyak terima kasih pada semua pihak dan
semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Sekali lagi kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, 16 Juni 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….. i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………. ii
BAB I Pendahuluan………………………………………………………………………... 1
BAB II Tinjauan Pustaka
1. Definisi Emulsi…………………………………………………………………….. 2
2. Mekanisme Secara Kimia & Fisika………………………………………………... 5
3. Teori Terjadinya Emulsi …………………………………………………………... 6
4. Bahan Pengemulsi (Emulgator)………………………………………………......... 9
5. Kestabilan Emulsi…………………………………………………………………..
13
6. Alat-alat yang Digunakan Untuk Pembuatan Emulsi………………………………
14
7. Metode Pembuatan Emulsi ………………………………………………………...
14
8. Cara Pemurniaan Koloid…………………………………………………………...
16
9. Keuntungna & Kerugiaan Sediaan Emulsi…………………………………………
17
10. Metode Pengujian emulsi………………………………………………………….
18
11. Penerapan Dalam Peristiwa Sehari-hari Dan Industri……………………………...
19
BAB III Penutup
1. Kesimpulan ………………………………………………………………………...
20
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………...
21
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Waspadai dan kenali penyakit cacing pada anak. Penyakit yang sering terjadi
ini sangat menganggu tumbuh kembang anak. Sehingga sangat penting untuk
mengenali dan mencegah penyakit cacing pada anak sejak dini. Gangguan yang
ditimbulkan mulai dari yang ringan tanpa gejala hingga sampai yang berat bahkan sampai
mengancam jiwa. Secara umum gangguan nutrisi atau anemia dapat terjadi pada
penderita. Hal ini secara tidak langsung akan mengakibatkan gangguan kecerdasan pada
anak.
Penyakit infeksi kecacingan merupakan salah satu penyakit yang masih banyak
terjadi di masyarakat namun kurang mendapatkan perhatian (neglected diseases). Penyakit
yang termasuk dalam kelompok neglected diseases memang tidak menyebabkan wabah
yang muncul dengan tiba-tiba ataupun menyebabkan banyak korban, tetapi merupakan
penyakit yang secara perlahan menggerogoti kesehatan manusia, menyebabkan kecacatan
tetap, penurunan intelegensia anak dan pada akhirnya dapat pula menyebabkan kematian.
Salah satu jenis penyakit dari kelompok ini adalah penyakit kecacingan yang
diakibatkan oleh infeksi cacing kelompok Soil Transmitted Helminth (STH), yaitu
kelompok cacing yang siklus hidupnya melalui tanah. Penyakit parasitik yang termasuk ke
dalam neglected diseases tersebut merupakan penyakit tersembunyi atau silent diseases,
dan kurang terpantau oleh petugas kesehatan.

Penyakit kecacingan yang diakibatkan oleh infeksi Soil Transmitted Helminth


merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia.
Infeksi kecacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi,
kecerdasan dan produktivitas penderita sehingga secara ekonomi banyak menyebabkan
kerugian.
Spesies cacing yang termasuk dalam kelompok Soil Transmitted
Helminth yang masih menjadi masalah kesehatan, yaitu Ascaris lumbricoides,
Strongyloides stercoralis dan cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma
duodenale).
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan kami bahas pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian kecacingan?
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi infeksi cacingan?
3. Apa saja gejala–gejala kecacingan?
4. Bagaimana cara pencegahan infeksi kecacingan ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa pengertian kecacingan.
2. Untuk mengetahui faktor–faktor apa saja yang menyebabkan infeksi cacingan.
3. Untuk mengetahui apa saja gejala-gejala kecacingan.
4. Untuk mengetahui bagaimana cara pencegahan terhadap infeksi cacingan.

D. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Diketahuinya pengertian dari kecacingan.
2. Diketahuinya faktor-faktor penyebab infeksi cacingan.
3. Diketahuinya gejala-gejala kecacingan.
4. Diketahuinya cara pencegahan terhadap infeksi cacingan.
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Konsep Cacingan
A. Pengertian
Cacingan atau sering disebut kecacingan merupakan penyekit endemik dan kronik
diakibatkan oleh cacing parasit dengan prevalensi tinggi, tidak mematikan tetapi
mengganggu kesehatan tubuh manusia sehingga berakibat menurunkan kondisi gizi dan
kesehatan masyarakat. Kecacingan umumnya akibat infeksi cacing gelang (ascaris
lumbricoides), cacing kremi (Oxyuris vermecularis), cacing pita (Taenea solium) dan
cacing tambang (Ancylostoma duodenale) (Zulkoni Akhsin, 2007).
Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan hewan yang sifatnya
merugikan dimana manusia merupakan hospes untuk beberapa jenis cacing yang termasuk
Nematoda usus. Sebagian besar dari Nematoda ini masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia.
Diantara Nematoda usus tedapat sejumlah spesies yang penularannya melalui tanah
(Soil Transmitted Helminths) diantaranya yang tersering adalah Ascaris lumbricoides,
Necator americanus, Ancylostoma duodenale dan Trichuris trichiura (Srisasi Gandahusada,
2006).
Cacingan merupakan penyakit yang disebabkan oleh beberapa nematoda saluran
cerna yang ditularkan melalui tanah. Penularan dapat terjadi melalui dua cara yaitu infeksi
langsung / menelan telur dan larva yang menembus kulit. Kerugian yang ditimbulkan
akibat kecacingan sangat besar terhadap perkembangan fisik, intelegensia, dan
produktivitas anak yang merupakan generasi penerus bangsa (Aru Sudoyo, 2006)

B. Ukurannya
 Ada yang amat panjang misalnya cacing pita 12-18m.
 Ada yang kecil kira-kira 1mm, hingga untuk dapat melihat dengan jelas harus
menggunakan mikroskop

C. Patogenesis

Cara memimbulkan penyakit pada manusia dan hewan dengan berbagai macam
kemungkinan. Pada umumnya peranan cacing yang telah dewasa pada tubuh manusia :
a) Mengisap darah manusia.
b) Mengisap darah dan mengeluarkan bisa atau racun
c) Didalam tubuh (usus) menghisap zat-zat makanan manusia hingga kekurangan zat
makanan.
d) Karena cacing di dalam usus dapat berkembang biak dengan banyak maka dapat
menimbulkan sumbatan pada saluran pencernaan.
e) Ada cacing berbentuk larva bersarang di dalam pembuluh limfa dan pembuluh darah
sehingga peredaran darah dan limfe terganggu, akibatnya badan atau organ menjadi
bengkak.

D. Perkembangan Cacing

Cacing dapat berkembang melalui perkawinan antara cacing betina dan cacing
jantan. Kemudian cacing betina bertelur. Seekor cacing betina dapat bertelur seharinya
sebanyak 200 butir. Bentuk telur cacing itu ada yang bulat dan ada pula yang bulat
lonjong ukurannya berkisar antara 20 dan 100 mikron. Maka untuk dapat melihat dengan
nyata kita harus pergunakan mikroskop.

1) Faktor Penyebab Infeksi Cacingan


Banyak faktor yang menyebabkan infeksi penyakit kecacingan diantaranya adalah

 Personal Hygiene dan sanitasi lingkungan. Dalam hal ini, Personal Hygiene yang
masih kurang baik sangat mempengaruhi penyakit kecacingan terutama pada anak-
anak. Misalnya jarang melakukan cuci tangan dan cuci kaki apabila abis melakukan
aktivitas di luar rumah, kemudian membiarkan kuku panjang dan kotor, kebiasaan
masih sering menggigit kuku dan sebagainya merupakan kebiasaan masyarakat yang
sangat buruk sehingga menyebabkan masih tingginya angka kecacingan.

 Sanitasi lingkungan yang kurang memadai juga merupakan salah satu faktor
terjadinya infeksi cacingan, sanitasi lingkungan mempunyai peranan penting dalam
penularan infeksi cacingan, pada daerah yang kelembaban tinggi dan pada kelompok
sanitasi lingkungan yang kurang baik itu juga salah satu penyebab infeksi cacingan,
sanitasi makanan juga berpengaruh terjadinya infeksi cacingan karena pola makanan
biasanya sering mengonsumsi makanan mentah atau makanan yang setengah matang
seperti lalapan, ikan, daging itu mengakibatkan banyak terkena infeksi cacingan.

Dari hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat faktor-faktor yang


mendukung ke arah kejadian infeksi cacingan yaitu didapatkan nilai 50,98% untuk faktor
personal hygiene, 52,95% untuk mencuci tangan, 56,90% untuk memotong dan
membersihkan kuku, 50,90% untuk penggunaan alas kaki, 43,14% untuk faktor sanitasi
lingkungan, 49,10% untuk sanitasi sumber air, 49,10% pembuangan kotoran manusia,
56,90% untuk sanitasi makanan.

Berkaitan dengan hal di atas ternyata faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi


kecacingan merupakan faktor dari perilaku hidup dan faktor lingkungan. Dimana perilaku
hidup masyarakat yang masih kurang akan minat untuk melakukan personal hygiene
seperti masih jarang melakukan cuci tangan, kemudian kebiasaan tidak memotong kuku
dan membiarkan kuku kotor bahkan kebiasaan menggigit kuku.

Kemudian sanitasi lingkungan yang masih kurang memadai seperti sumur sebagai
sarana sumber air bersih yang digunakan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari masih
sedikit, kemudian pembuangan kotoran yang masih tidak semestinya seperti masyarakat
masih ada yang buang air besar tidak pada jamban yang memenuhi syarat serta sanitasi
makanan yang kurang diperhatikan seperti memakan makanan yang tidak dikelolah
dengan baik.

2). Faktor resiko terkena penyakit cacingan

Setiap orang dari semua usia bisa terkena penyakit cacing, akan tetapi faktor
resiko terbesar terserang penyakit cacingan adalah para balita dan anak-anak. Karena
mereka sering tidak menjaga kebersihan dengan baik, maka dari itu orang tua harus
ikut menjaga dan selalu memperhatikan kebersihan misalnya saja, kuku yang tidak
dipotong pendek dan dibiarkan dalam keadaan kotor, tidak mencuci tangan dengan sabun
setelah bermain di tanah, membiasakan menggigit jari-jari kuku dsb.
Cacingan tidak mengenal usia, orang dewasapun dapat terserang penyakit cacing
kremi yang sering disebabkan karena pemakaian handuk secara bersamaan,
mengonsumsi makanan setengah matang, tidak menjaga kebersihan badan dan lingkungan
dsb.
3). Cara Penularan

Penyakit cacing yang ditularkan melalui tanah termasuk dalam keluarga nematoda
saluran cerna. Penularan dapat terjadi melalui 2 cara yaitu ( Aru Sudoyo, 2006) :

 Infeksi langsung
Penularan langsung dapat terjadi bila telur cacing dari tepi anal masuk ke mulut
tanpa pernah berkembang dulu di tanah. Cara ini terjadi pada cacing kremi (Oxyuris
vermicularis) dan trikuriasis (Trichuris trichura). Penularan langsung dapat juga terjadi
setelah periode berkembangnya telur ditanah kemudian telur tertelan melelui tangan atau
makanan yang tercemar (Ascaris Lumbricoides)
 Larva menembus kulit
Penularan melalui kulit terjadi pada cacing tambang / ankilostomiasis dan
strongiloidiasis dimana telur terlebih dahulu menetas di tanah baru kemudian larva
filariform menginfeksi melalui kulit.

4). Siklus

Setelah masuk ke dalam usus manusia, cacing akan berkembang biak, membentuk
koloni dan menyerap habis sari-sari makanan. Cacing mencuri zat gizi, termasuk protein
untuk membangun otak.
Setiap satu cacing gelang memakan 0,14 gram karbohidrat dan 0,035 protein per
hari. Cacing cambuk menghabiskan 0,005 milimeter darah per hari dan cacing tambang
minum 0,2 milimeter darah per hari. Kalau jumlahnya ratusan, berapa besar kehilangan zat
gizi dan darah yang digeogotinya. Seekor cacing gelang betina dewasa bisa menghasilkan
200.000 telur setiap hari. Bila di dalam perut ada tiga ekor saja, dalam sehari mereka
sanggup memproduksi 600.000 telur.
E. Manifestasi Klinik dari Cacingan

Pada kasus infeksi cacing ringan, tanpa gejala atau kadang tidak menimbulkan gejala

nyata. Gejala yang harus dikenali adalah lesu, tak bergairah, suka mengantuk, badan kurus

meski porsi makan melimpah, serta suka menggaruk-garuk anusnya saat tidur karena bisa jadi

itu pertanda cacing kremi sedang beraksi. Gangguan ini menyebabkan, kurang zat gizi,

kurang darah atau anemia. Berkurangnya zat gizi maupun darah, keduanya berdampak pada

tingkat kecerdasan, selain berujung anemia. Anemia akan menurunkan prestasi belajar dan

produktivitas. Menurut penelitian, anak yang kehilangan protein akibat cacing tingkat

kecerdasannya bisa menurun. Anemia kronis bisa mengganggu daya tahan tubuh anak usia

di bawah lima tahun (balita).

 Pada kasus-kasus infeksi berat bisa berakibat fatal. Ascaris pada cacing dapat bermigrasi
ke organ lain yang menyebabkan peritonitis, akibat perforasi usus dan ileus obstruksi
akibat bolus yang dapat berakhir dengan kematian.
 Infeksi usus akibat cacingan, juga berakibat menurunnya status gizi penderita yang
menyebabkan daya tahan tubuh menurun, sehingga memudahkan terjadinya infeksi
penyakit lain, termasuk HIV/AIDS, Tuberkulosis dan Malaria. Jenis penyakit parasit
ini kecil sekali perhatiannya dari pemerintah bila dibandingkan dengan HIV/AIDS
yang menyedot anggaran cukup besar, padahal semua bentuk penyakit sama
pentingnya dan sikap masyarakat sendiri juga tak peduli terhadap penyakit jenis ini.
BAB III

MACAM MACAM CACING PENYEBAB PENYAKIT

Cacing dari filum nemathelminthes ada yang hidup parasit pada manusia dan hewan,
misalnya Ascaris lumbricoides, Ancylostoma duodenale, dan Trichinella spiralis. Selain itu,
banyak anggota filum nematoda yang merupakan hama pertanian dan menyerang akar
tumbuhan. Beberapa diantaranya merupakan nemathelminthes yang merugikan karena hidup
parasit pada pencernaan manusia .

Platyhelminthes berasal dari bahasa yunani, Platy = Pipih dan Helminthes = cacing.


Oleh sebab itulah Filum platyhelminthes sering disebut Cacing Pipih. Platyhelminthes adalah
filum ketiga dari kingdom animalia setelah porifera dan coelenterata. Platyhelminthes adalah
hewan triploblastik yang paling sederhana. Cacing ini bisa hidup bebas dan bisa hidup
parasit.Beberapa jenis cacing sangat potensial untuk menimbulkan infeksi pada anak- anak. Dan
untuk selanjutnya mereka akan menjadi sumber penularan bagi infeksi berikutnya yang
sangat potensial. Keadaan yang demikian inilah yang menyebabkan infeksi akibat parasit
cacing sukar diatasi secara tuntas. Penderita yang tidak mendapatkan pengobatan yang
tepat, merupakan sumber penularan bagi orang-orang dekat di sekitarnya.

2.1 Klasifikasi Parasit


2.1.A Platyhelmintes

Platyhelminthes (dalam bahasa yunani, platy = pipih, helminthes = cacing) atau cacing
pipih adalah kelompok hewan yang struktur tubuhnya sedah lebih maju dibandingkan porifera
dan Coelenterata. Platyhelminthes merupakan cacing yang tergolong triploblastik aselomata
karena memiliki 3 lapisan embrional yang terdiri dari ektoderma, endoderma, dan mesoderma.
Namun, mesoderma cacing ini tidak mengalami spesialisasi sehingga sel-selnya tetap seragam
dan tidak membentuk sel khusus.
Platyhelminthes dapat dibedakan menjadi 3 kelas, yaitu Turbellaria (cacing bulu
getar), Trematoda (cacing hisap),Monogenea, dan Cestoda (cacing pita).

a) Turbellaria (Cacing Rambut Getar)


Hewan dari kelas Turbellaria memiliki tubuh bentuk tongkat atau bentuk rabdit
(Yunani : rabdit = tongkat). Hewan ini biasanya hidup di air tawar yang jernih.Hampir semua
Turbellaria hidup bebas (bukan parasit) dan sebagian besar adalah hewan laut. Kebanyakan
turbellaria berwarna bening, hitam, atau abu-abu. Namun, beberapa spesies laut, khususnya di
terumbu karang
b) Trematoda (Cacing Isap)

Fasciola hepatica atau disebut juga Cacing hati. Keberadaan trematoda berjumlah


sekitar 12000 spesies di seluruh dunia; hidup di dalam atau pada tubuh hewan lain. Semua
cacing hisap adalah parasit, berbentuk silinder atau seperti daun.Trematoda dewasa pada
umumnya hidup di dalam hati, usus, paru-paru, ginjal, dan pembuluh darah vertebrata.
Trematoda berlindung di dalam tubuh inangnya dengan melapisi permukaan tubuhnya dengan
kutikula dan permukaan tubuhnya tidak memiliki silia.
Sistem reproduksinya kompleks. Sebagian besar dari trematoda adalah hermafrodit,
mempunyai organ jantan dan betina. Tetapi pembuahan silang merupakan hal yang biasa, dan
pembuahan sendiri tidak umum. Pembuahan biasanya uterus, sperma melewati sirus dari satu
cacing ke uterus cacing lain.
Fasciola hepatica adalah salah satu trematoda hati yang bersifat hermaprodit yang dapat
menimbulkan penyakit fascioliasis. Parasit ini disebut juga dengan Sheep Liver Fluke.
 Hospes definitif : manusia, binatang ternak (domba, kambing, sapi, kelinci) dan rusa
 Hospes intermedier 1 : keong air Hospes intermedier
2 : tumbuhan air
Siklus Hidup Fasciola Hepatika
 Gejala Klinis Fascioliasis
 Selama migrasi akan menimbulkan kerusakan parenkim hepar hingga terjadi nekrosis serta
obstruksi / penyumbatan empedu
 Akibat tekanan, hasil metabolik cacing yang toksik dan migrasi cacing menimbulkan
peradangan adenomateus dan fibrotik di saluran-saluran empedu sehingga terjadi ikterus
 Di daerah timu tengah didapatkan semacam laryngopharyngitis yang dikenal dengan
“halzoun” yaitu pharyngeal fascioliasis yang disebabkan cacing dewasa yang ikut termakan
bersama hati hewan ternak yang tidak dimasak.

Skistosomiasis Usus
 Cara Diagnosis Fascioliasis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja atau aspirasi duodenum /
empedu. Kesalahan diagnosis dapat terjadi dengan ditemukannya telur dalam tinja seseorang
sehabis makan hati mentah yang terinfeksi dengan fasciola (false fascioliasis).

 Pencegahan dan Pengobatan Fascioliasis


Pencegahan fascioliasis :
 Memasak sayuran dengan baik dan masak sebelum dimakan
 Melakukan pengobatan pada penderita (manusia dan hewan)
 Tidak buang air besar sembarangan terutama di lokasi perairan yang ditumbuhi tumbuhan
air
 Pengobatan fascioliasis
Fascioliasis dapat diobati dengan obat triclabendazole yang diberikan secara per oral
dalam 1 atau 2 dosis. Dua dosis terapi triclabendazole diberikan kepada pasien yang memiliki
infeksi berat atau yang tidak merespon terapi dosis tunggal. Terapi triclabendazole dua dosis
diberikan dengan cara pasien meminum obat 2 dosis masing-masing 10 mg/kg, dipisahkan
dalam waktu dengan 12 sampai 24 jam.
c). Cestoda (Cacing Pita) Taenia Solium

Cestoda disebut sebagai cacing pita karena hewan ini mempunyai tubuh yang sangat
panjang. Cacing pita sejati bersifat hermafrodit dan memiliki daur hidup yang lebih sederhana
dari Trematoda. Keberadaannya berjumlah sekitar 3500 spesies di seluruh dunia; hidup sebagai
parasit dalam tubuh hewan. Cacing pita (Cestoda) memiliki tubuh bentuk pipih, panjang antara
2 – 3m
Pada umumnya cestoda habitatnya pada saluran pencernaan makanan pada manusia atau
binatang sehingga cacing pita dewasa menimbulkan kelainan intestinal, sedangkan cestoda
stadium larva dapat menyebabkan gejala ekstraintestinal.
Cestoda adalah organisme yang unik. Ujung kepala Cestoda yang memiliki kait disebut
dengan skoleks (en: scolex). Di belakang skoleks terdapat rangkaian segmen yang masing-
masing disebut proglotid. Tiap-tiap proglotid memiliki organ reproduksi jantan dan betina.
Walaupun mempunyai kait, akan tetapi cacing ini tidak mempunyai mulut. Mereka menyerap
nutrisi menggunakan permukaan tubuhnya. 
Siklus Hidup Taenia
 Siklus Hidup
 Telur yang sudah matang diletakan dalam kapiler darah dan vena kecil dekat permukaan
mukosa usus atau kandung kencing.
 Telur dapat menembus keluar dari pembuluh darah, bermigrasi ke dalam jaringan untuk
kemudian sampai pada lumen usus atau kandung kencing, akhirnya telur ditemukan di
dalam tinja atau urine.
 Telur segera menetas dalam air dan keluar miracidium, didalam tubuh keong, miracidium
berkembang menjadi sporokista I, sporokista II akhirnya menjadi cerceria.
 Cerceria mempunyai kemampuan menembus kulit, masuk kedalam kapiler darah, akhirnya
sampai kedalam vena kecil usus atau kandung kencing.

 Diagnosis
Cara menegakkan diagnosis penyakit ini adalah dengan menemukan telur atau proglotid
yang dikeluarkan dalam tinja.

 Pengobatan
Penderita diberikan obat Atabrin dalam keadaan perut kosong, disertai pemberian Na-
bikarbonas, dosis 0.5 g, dua jam setelah makan obat diberikan sebagai pencahar magnesium
sulfat 15 g.
Obat pilihan adalah Niclosamid, diberikan 4 tablet (2 gram) dikunyah sekaligus setelah
makan hidangan ringan. Obat lain yang juga efektif adalah Promomisin, yang diberikan dengan
dosis 1 g setiap 4 jam sebganyak 4 dosis. Selain itu dapat dipakai Prazikuantel dosis tunggal 10
mg/kg berat badan.

2.1.B Nemathemintes
Beberapa jenis cacing yang tergolong ke dalam filum nemathelminthes, yaitu:
a. Ascaris Iumbricoides (cacing perut),cacing gelang, hidup di dalam usus manusia dan
mengisap sari makanan yang ada di dalam usus.
b. Wuchereria bancrofti (cacing rambut), penyebab penyakit kaki gajah pada manusia,
larvanya disebarkan melalui gigitan nyamuk.
c. Ancylostoma duodenale (cacing tambang), hidup di dalam usus manusia dan memiliki alat
pengait untuk mencengkeram dan mengisap darah.
d. Enterobius vermicularis (cacing kremi), penyebab timbulnya rasa gatal terus-menerus di
sekitar dubur.

a) Ascaris Iumbricoides (cacing perut) / Cacing Gelang

Cacing Ascaris lumbricoides dewasa hidup di dalam usus halus manusia dan menyerap
zat-zat makanan dari usus tersebut. Cacing ini dapat keluar dari tubuh bersama feses. Apabila
orang tersebut sakit panas maka cacing yang tidak tahan berada dalam usus akan bergerak ke
kerongkongan kemudian keluar melalui mulut atau hidung penderita. Ukuran cacing jantan
biasanya lebih kecil dengan ekor membentuk kait atau bengkok, sedangkan cacing betina lebih
besar dengan ekor lurus.

Cacing betinanya yang panjangnya kira-kira 20-30 cm ini mampu bertelur 200.000
telur per harinya. Dalam waktu lebih kurang 3 minggu telur ini akan berisi larva yang bersifat
infektif, yang dapat menjadi sumber penularan jika secara tidak sengaja mencemari
makanan/minuman yang kita konsumsi. Cacing ini hidup sebagai parasit dalam usus halus,
sehingga akan mengambil nutrisi yang bermanfaat bagi tubuh kita dan menimbulkan
kerusakan pada lapisan usus tersebut. Akhirnya timbullah diare dan gangguan penyerapan sari-
sari makanan tersebut. Bahkan pada keadaan yang berat, larva dapat masuk ke paru sehingga
membutuhkan tindakan operatif.
Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides. Penyakit yang
disebabkannya disebut askariasis (Srisasi Gandahusada, 2006).

 Gejala Ascariasis
Ascariasis umumnya tidak menimbulkan gejala apa pun. Akan tetapi, sebagian orang
yang terinfeksi cacing gelang mengalami sejumlah gejala, yang terbagi dalam dua tahapan,
yaitu:
 Gejala tahap awal
Tahap awal adalah fase ketika larva cacing berpindah dari usus ke paru-paru. Fase ini
terjadi 4-16 hari setelah telur cacing masuk ke tubuh. Gejala yang muncul pada tahap ini, antara
lain:
 Demam tinggi
 Batuk kering
 Sesak napas
 Mengi
 Gejala tahap lanjut
Tahap ini terjadi ketika larva cacing berjalan ke tenggorokan dan kembali tertelan ke
usus, serta berkembang biak. Fase ini berlangsung 6-8 minggu pasca telur masuk ke dalam
tubuh. Pada umumnya gejala tahap ini meliputi sakit perut, diare, terdapat darah pada tinja, serta
mual dan muntah.
Gejala di atas akan semakin memburuk bila jumlah cacing di dalam usus semakin
banyak. Selain merasakan sejumlah gejala tersebut, penderita juga akan mengalami sakit perut
hebat, berat badan turun tanpa sebab, dan terasa seperti ada benjolan di tenggorokan. Selain itu,
cacing dapat keluar dari tubuh melalui muntah, saat buang air besar, atau melalui lubang
hidung.

 Penyebab Ascariasis
Ascariasis terjadi bila telur cacing Ascaris lumbricoides masuk ke dalam tubuh. Telur
cacing tersebut dapat ditemukan di tanah yang terkontaminasi oleh tinja manusia. Oleh karena
itu, bahan makanan yang tumbuh di tanah tersebut, dapat menjadi penyebab ascariasis.
Telur yang masuk ke dalam tubuh akan menetas di usus dan menjadi larva. Kemudian, larva
akan masuk ke paru-paru melalui aliran darah atau aliran getah bening. Setelah berkembang di
paru-paru selama satu minggu, larva akan menuju ke tenggorokan. Pada tahap ini, penderita
akan batuk sehingga larva tersebut keluar, atau bisa juga larva kembali tertelan dan kembali ke
usus.
Larva yang kembali ke usus akan tumbuh menjadi cacing jantan dan betina, serta
berkembang biak. Cacing betina dapat tumbuh sepanjang 40 cm, dengan diameter 6 mm, dan
dapat menghasilkan 200.000 telur cacing per hari.
Cacing ascariasis dapat hidup di dalam tubuh hingga 1-2 tahun. Bila tidak diobati, siklus
di atas akan terus berlanjut. Sebagian telur akan keluar melalui feses dan mengkontaminasi
tanah. Sedangkan sebagian telur lain akan menetas, berkembang, dan berpindah ke paru-paru.
Seluruh siklus tersebut dapat berlangsung sekitar 2-3 bulan.
Siklus Hidup Ascariasis

 Diagnosis Ascariasis
Untuk mendiagnosis ascariasis, dokter akan melakukan
 pemeriksaan feses atau tinja pasien.
Pemeriksaan ini akan membantu dokter mengetahui ada atau tidaknya telur cacing pada tinja
pasien. Meski demikian, telur cacing baru dapat terlihat pada tinja 40 hari setelah infeksi. Pada
penderita yang hanya terinfeksi cacing jantan, telur cacing tidak akan ditemukan pada feses.
 menjalankan tes darah
Untuk melihat apakah ada kenaikan kadar eosinophil, salah satu jenis sel darah putih.
Akan tetapi, tes darah tidak bisa memastikan infeksi ascariasis, karena kenaikan
kadar eosinophil juga dapat disebabkan oleh kondisi medis lain.
 Foto Rontgen. 
Melalui pemeriksaan foto Rontgen, dokter dapat mengetahui apakah ada cacing di usus.
Rontgen juga dapat dilakukan guna melihat kemungkinan adanya larva di paru-paru.
 USG.
  USG dapat menunjukkan pada dokter bila ada cacing di pankreas atau hati.
 CT scan atau MRI.
 Dua metode pemeriksaan ini berguna untuk melihat apakah cacing menyumbat saluran
hati atau pankreas.

 Pengobatan Ascariasis
Pada sebagian kasus, ascariasis dapat sembuh dengan sendirinya. Meskipun demikian,
disarankan Anda segera ke dokter bila mengalami gejala ascariasis. Dokter akan meresepkan
obat cacing, seperti:
 Mebendazole. 
Mebendazole diresepkan pada pasien usia 1 tahun ke atas, dengan dosis 2 kali sehari
untuk 3 hari. Sejumlah efek samping yang dapat muncul akibat penggunaan obat ini meliputi
diare, ruam kulit, dan sering buang angin.
 Piperazine. 
Piperazine diresepkan pada bayi usia 3-11 bulan, dengan 1 dosis tunggal. Efek samping
obat ini antara lain sakit perut, diare, mual, muntah, dan kolik.
 Albendazole.
  Obat ini dianjurkan untuk dikonsumsi 2 kali sehari. Sakit perut, mual, muntah, pusing,
serta ruam kulit adalah beberapa efek samping yang dapat dialami setelah
meminum albendazole.
Pada ascariasis berat, jumlah cacing di usus sampai menyebabkan usus dan saluran
empedu tersumbat. Dalam kondisi tersebut, dokter akan menjalankan operasi, untuk membuang
cacing dari dalam usus, dan memperbaiki kerusakan usus pasien.

 Pencegahan Ascariasis
Infeksi ascariasis dapat dicegah dengan menjaga kebersihan. Sejumlah cara sederhana
untuk mencegah ascariasis adalah:
 Selalu mencuci tangan dengan air bersih dan sabun tiap sebelum makan, sebelum memasak
dan menyediakan makanan, setelah buang air besar, dan setelah menyentuh tanah.
 Cuci buah dan sayuran hingga bersih sebelum dikonsumsi.
 Pastikan masakan benar-benar matang sebelum dikonsumsi.
 Usahakan hanya minum air dalam kemasan yang masih disegel ketika bepergian. Jika tidak
tersedia, masaklah air hingga mendidih sebelum meminumnya.
b) Wuchereria bancrofti (cacing filaria / rambut)

Cacing ini disebut filaria karena tubuhnya berbentuk gilig dan mirip benang. Cacing
filaria hidupnya di dalam pembuluh getah bening atau pembuluh limfa di kaki. Cacing ini dapat
menyumbat pembuluh limfe sehingga menyebabkan pembengkakan pada kaki dan kaki menjadi
besar seperti kaki gajah. Oleh karena itu, penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria sering
disebut dengan penyakit kaki gajah atau elephantiasis.
Larva cacing pada siang hari akan berada di pembuluh darah besar (aorta) dan pada
malam hari akan keluar menuju pembuluh darah tepi (di bawah kulit). Larva Filaria yang berada
dalam kelenjar ludah nyamuk Culex sp. akan masuk ke tubuh orang sehat yang digigitnya.
Larva masuk dan mengikuti sebuah peredaran darah manusia menuju ke kelenjar getah bening
sampai dewasa. Cacing yang berkembang biak dengan cepat akan menyumbat saluran getah
bening. Bagian tubuh yang tidak mendapat aliran getah bening akan mengalami pembengkakan.

Siklus Hidup Wuchereria


 Sifat Biologis
Wuchereria bancrofti
 Habitat cacing dewasa berada di dalam pembuluh limfa dan kelenjar limfa.
 Mikrofilaria didapatkan dalam darah dan limfa.
 Predileksi cacing ini adalah jaringan limfa abdomen ke bawah. Dalam pembuluh / kelenjar
limfa filaria dapat melingkarkan tubuhnya sehingga menjadi suatu nodule (seperti tumor)
sehinggnya menimbulkan varises yaitu pelerbaran dari pembuluh yang abnormal.
 Mikrofilaria dikeluarkan dari nodule langsung ke aliran limfa dan melalui ductus thoracicus
masuk ke aliran darah.
 Mikrofilaria mempunyai periodisitas nocturna, yaitu berada dalam pembuluh darah pada
waktu malam hari (jam 22.00 – 04.00). Hal ini perlu diingat untuk mengambil sampel darah
pada malam hari untuk diagnosis.

 Gejala Klinis Infeksi Wuchereria bancrofti


 Akibat terbentuknya nodule yang menimbulkan varises akan mengakibatkan reaksi
granulomatosus, reaksi peradangan, selanjutnya akan mengakibatkan limfangitis dan
limfadenitis.
 Terjadinya nodule secara terus-menerus mengakibatkan infeksi kronis yang menimbulkan
fibrimatous dan lebih parah lagi karena timbulnya cicatrix pada pembuluh limfa sehingga
timbul obstruksi yang meyebabkan terjadinya stasis aliran limfe dan aliran darah.
 Pada keadaan kronis jika penderita tetap tinggal di daerah endemis dapat terjadi reinfeksi
berulang-ulang yang akan berakibat lebih parah sehingga terjadi Elephantiasis (penyakit
kaki gajah), yang letaknya yang khas yaitu di extremitas inferior / genitalia externa.
 Cara Diagnosis Infeksi Wuchereria bancrofti
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan mikrofilaria pada pemeriksaan darah
(sediaan darah tebal) dan cacing dewasa (filaria) dengan biopsi.

 Pencegahan dan Pengobatan Infeksi Wuchereria bancrofti


Pencegahan :
 Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan
Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk
 Menggunakan kelambu saat tidur Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk
 Menanam tanaman pengusir nyamuk Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah
Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa menjadi tempat
istirahat nyamuk
 Pengobatan
Diethylcarbamazine (DEC) adalah obat pilihan untuk mengatasi filariasis. Obat ini dapat
membunuh mikrofilaria dan beberapa cacing dewasa. Efek samping dari obat ini adalah pusing,
mual, demam, sakit kepala, dan nyeri pada otot atau sendi.

 Epidemiologi Wuchereria bancrofti


Cacing ini banyak ditemukan di daerah tropis, di Indonesia ditemukan di daerah-daerah
endemik. Vektor utama filariasis adalah nyamuk Culex fatigans yang menggigit pada malam
hari di dalam rumah dan di daerah perkotaan. Vektor lain yang juga dapat menyebarkan
filariasis adalah Culex annulirostris, Aedes kochi, Anopheles bancrofti, Anopheles farauti, dan
Anopheles punctulatus.

c). Ancylostoma duodenale (cacing tambang)


Disebut cacing tambang karena penderita cacing ini biasanya orang-orang yang bekerja
di pertambangan. Cacing ini dapat masuk ke tubuh manusia melalui kulit kaki.
Ancylostoma biasanya hidup di dalam usus manusia. Dengan kait yang ada pada ekornya,
cacing ini dapat mencengkeram dinding usus kemudian mengisap darah penderita.
Cacing tambang parasit dalam usus manusia. Panjang tubuhnya 1-1,5 cm. Mulut di
bagian anterior dengan gigi kait dari kitin. Saat menggigit dinding usus penderita, cacing ini
mengeluarkan zat antipembekuan darah (zat antikoagulasi) dan darah terus-menerus diisapnya
sehingga penderita dapat mengalami anemia.
Siklus Hidup Cacing Tambang

 Gejala Klinis Infeksi Cacing Tambang


Berat ringannya gejala klinis yang terjadi pada infeksi hook worm tergantung pada
 jumlah cacing
 stadium cacing tambang
 infeksi pertama atau infeksi ulang lamanya infeksi
 keadaan gizi penderita
 adanya penyakit lain
 umur penderita

 Cara Diagnosis Infeksi Cacing Tambang


Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur pada pemeriksaan tinja. Karena telur
sulit ditemukan pada infeksi ringan disarankan menggunakan prosedur konsentrasi.

 Pencegahan dan Pengobatan Infeksi Cacing Tambang Pencegahan


 Selalu menggunakan alat kaki saat keluar rumah
 Hindari kontak kaki secara langsung dengan tanah
 Tidak buang air besar sembarangan

 Pengobatan
Obat Anthelminthic (obat yang membersihkan tubuh dari cacing parasit), seperti albendazole
dan mebendazole, merupakan obat pilihan untuk pengobatan infeksi cacing tambang. Infeksi
pada umumnya diobati selama 1-3 hari. Obat yang ini efektif untuk mengobati infeksi dan
hanya memiliki sedikit efek samping. Suplemen zat besi juga diperlukan jika pendertia
memiliki anemia.

 Epidemiologi Cacing Tambang


Cacing tambang tersebar luas di daerah tropis dan subtropis. Cacing ini mempunyai
prevalensi yang tinggi di daerah perkebunan dan persawahan. Cacing ini menyerang terutama
pada golongan sosial ekonomi rendah. Tanah yang gembur, lembab, teduh,tanah berpasir, atau
tanah liat  dan humus merupakan tempat ideal bagi pertumbuhan telur cacing tambang sampai
menjadi larva. Telur dan larva mudah mati karena keekeringan dan suhu yang rendah.

d). Enterobius vermicularis (cacing kremi)


Enterobius vermicularis atau Oxyuris vermicularis adalah cacing kremi pada manusia.
Cacing kremi hidup dalam usus besar manusia. Panjang cacing betina 9-12 mm, cacing jantan
3-5 mm. Cacing betina akan bertelur pada malam hari di anus sehingga menyebabkan rasa geli
(gatal). Apabila digaruk, telur akan menempel pada kuku.
Cacing ini hidup di bagian akhir dari usus halus, di dekat usus besar. Cacing ini kecil
sekali, dengan ekor bengkok. Telurnya banyak, sampai 10.000. Bentuk telur panjang, sedikit cekung.
Besarnya 20-45 mikron. Cacing ini mirip kelapa parut, kecil-kecil dan berwarna putih. Awalnya,
cacing ini akan bersarang di usus besar.
Telur yang tertelan melalui makanan dapat menyebabkan autoinfeksi (infeksi yang
disebabkan oleh penderita sendiri). Telur menetas di usus halus sampai raenjadi cacing dewasa.
Apabila akan kavyin, cacing raenuju ke usus besar. kemudian yang betina akan meletakkan
telur di anus penderita sehingga penderita mengalami rasa gatal di anusnya.Cacing ini dapat
menyebabkan penyakit yang disebut oxyuriasis.

Siklus Hidup Cacing Kremi


Gejala Klinis Oxyuriasis
 perlekatan kepala cacing pada mukosa usus dapat menimbulkan peradangan ringan
 bila cacing dalam jumlah yang cukup terdapat dalam lumen usus dapat menimbulkan
obstruksi usus
 iritasi daerah perianal akibat cacing dewasa ataupun larvanya dapat menimbulkan
peradangan dengan gejala (pruritus ani)
 gejala gatal sampai rasa nyeri paling terasa pada malam hari (nocturnal itching)
 kadang-kadang pada penderita wanita, larva dari daerah perianal dapat melakukan migrasi
ke vagina, sehingga dapat terjadi infeksi pada vagina yang disebut dengan vaginitis
 Cara Diagnosis Infeksi Oxyuris vermicularis
Menemukan telur pada pemeriksaan perianal swab (cara Scootch tape). Telur jarang ditemukan
pada pemeriksaan tinja.

 Pencegahan dan Pengobatan Oxyuriasis


Pencegahan cacingan akibat infeksi cacing kremi :
 Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir setelah menggunakan toilet, mengganti
popok, dan sebelum makan.
 Untuk mencegah adanya infeksi ulang, penderita harus rajin mandi di pagi hari untuk
menghilangkan telur di kulit
 Rajin memotong kuku secara teratur
 Hindari menggigit kuku dan mengaruk di sekitar anus
 Pengobatan cacingan akibat infeksi cacing kremi
Obat yang digunakan untuk membasmi cacing kremi adalah obat anthelmintics
(mebendazole, pirantel pamoat, dan albendazole). Obat ini harus diberikan dalam 1 dosis pada
awalnya kemudian 1 dosis lagi 2 minggu kemudian, obat ini kurang dapat diandalkan untuk
membunuh telur cacing kremi, oleh karena itu dosis kedua digunakan untuk mencegah infeksi
ulang cacing kremi dewasa yang menetas dari telur yang tidak dibunuh pada dosis awal.

 Epidemiologi Oxyuris vermicularis


Dalam penyebaran infeksi Oxyuris vermicularis tinja tidak penting dalam penyebaran
infeksi, tetapi yang penting dalam penyebaran infeksi adalah tangan, pakaian dan debu (udara).
Infeksi cacing kremi sering terjadi pada keluarga atau diantara anak-anak dalam satu sekolah
atau asrama.
BAB IV
DIAGNOSIS, PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN

4.1 Pemeriksaan Diagnosa Penyakit Cacing


1) Anamnesis

Tanda dan gejala ankilostomiasis tergantung dari jenis cacing yang menginfeksi dan fase
infeksi yang sedang terjadi, yaitu :
 Infeksi akut: fase invasi, migrasi, dan fase infektif
 Infeksi kronis
Perlu diingat bahwa beberapa kasus ankilostomiasis dapat bersifat asimtomatik dan
hanya dapat didiagnosa melalui pemeriksaan feses.
Pada anamnesis penting untuk dicari faktor risiko tinggi, seperti :
 Tinggal di daerah endemis seperti di Indonesia
 Kebiasaan berjalan tanpa alas kaki
 Tidak konsumsi rutin obat cacing
 Higienitas dan sanitas buruk juga akan sangat membantu diagnosis
 Fase Invasi
Fase invasi umumnya terjadi 1-2 minggu pasca penetrasi kulit. Fase ini umumnya
ditandai dengan iritasi lokal, edema, ruam, eritema, dan gatal (ground itch). Dalam beberapa
kasus, cutaneous larva migrans juga dapat terjadi pada fase ini. CLM dapat disebabkan oleh
semua jenis cacing Ancylostoma, namun lebih sering disebabkan oleh A. brasiliensis.
 Fase Migrasi

Migrasi larva ke dalam paru dan saluran napas dapat menimbulkan gejala seperti,
batuk dan faringitis. Gejala-gejala ini dapat muncul 1 minggu pasca terinfeksi. Sindrom Loeffler
(batuk, sesak, pleuritis, dapat disertai demam) dan infiltrasi eosinofil paru juga dapat terjadi
bila infeksi cukup berat, namun sangat jarang.

 Fase Infektif

Gejala gastrointestinal terjadi ketika cacing mencapai usus halus, umumnya dimulai
pada 30-45 hari pasca terinfeksi. Gejala gastrointestinal yang muncul umumnya ringan, seperti
mual, muntah, nyeri epigastrik, dan diare.
 Infeksi Kronis

Ankilostomiasis dapat berlangsung kronis dan menyebabkan anemia berat


serta malnutrisi. Cacing Ancylostoma dapat bertahan dalam usus selama 1-2 tahun atau lebih.
Selama terinfeksi dapat terjadi kehilangan darah 0.5 mL setiap harinya, termasuk nutrisi di
dalam darah, seperti besi, albumin, dan faktor pembekuan. Dalam beberapa kasus jarang,
dapat terjadi retardasi pertumbuhan dan gangguan pankreas akibat inhibisi tripsin.

2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada ankilostomiasis tergantung dari fase yang sedang dialami.
Tanda-tanda infeksi cacing klasik dan cutaneous larva migrans (CML) umumnya ditemukan
pada fase awal, sedangkan jika infeksi terjadi kronis mulai terdapat tanda-tanda anemia dan
malnutrisi.

3) Pemeriksaan Umum

Tanda-tanda awal infeksi cacing sering kali tidak spesifik. Beberapa hal yang dapat
diperhatikan adalah :
 Tanda vital: suhu tubuh subfebris atau hipotermia juga dapat ditemukan
 Pemeriksaan paru dan saluran napas: dalam beberapa kasus, dapat ditemukan pasien faring
hiperemis, takipnea, suara serak, dan mengi pada auskultasi, terutama pada sindrom
Loeffler
 Pemeriksaan gastrointestinal: dapat ditemukan nyeri epigastrik pada palpasi abdomen,
bising usus umumnya ditemukan normal
 Pemeriksaan kulit: tanda-tanda cutaneous larva migrans dapat ditemukan pada inspeksi
kulit, berupa: lesi serpiginosa menimbul (creeping eruption), papul eritema atau ruam
papulovesikular, ekskoriasi, eritema, dan edema pada telapak ekstremitas bawah atau
ekstremitas atas. Tanda-tanda infeksi bakteri sekunder juga dapat ditemukan secara
bersamaan

4) Pemeriksaan Tanda Anemia

Anemia dapat terjadi setelah infeksi berlangsung kronis. Pada pemeriksaan dapat ditemukan
konjungtiva anemis, pucat, hipotermia, dan koilonikia. Apabila terjadi secara kronis, dapat
ditemukan tanda-tanda peningkatan curah jantung, seperti tanda gagal jantung atau
takikardia.
5) Pemeriksaan Tanda Malnutrisi Protein

Inspeksi secara umum dapat melihat perawakan dan status gizi pasien, malnutrisi
umumnya dapat terjadi setelah terinfeksi Ancylostoma secara kronis. Edema perifer atau
edema anasarka juga dapat ditemukan pada hipoproteinemia yang lebih berat.

6) Diagnosis Banding

Diagnosis banding ankilostomiasis antara lain adalah infeksi cacing STH lainnya, anemia
defisiensi besi, perdarahan gastrointestinal, dan kelainan kulit lain.

7) Infeksi Cacing STH

Cacing STH lain meliputi Ascaris lumbricoides (askariasis), Trichuris trichiura (trikuriasis),


dan Necator americanus (nekatoriasis) :
 Nekatoriasis: tanda dan gejala sama dengan Ankilostomiasis, hanya dapat dibedakan
melalui hasil pemeriksaan tinja
 Askariasis: seringkali asimtomatik, dalam beberapa kasus dapat terjadi Sindrom Loeffler,
gejala paru, gejala intestinal, dan obstruksi usus akibat bolus askariasis
 Trikuriasis: umumnya asimtomatik, gejala muncul bila infeksi sangat berat. Tidak terdapat
gejala paru ataupun gastrointestinal

 Perdarahan Gastrointestinal

Dapat ditemukan anemia, nyeri abdomen, dan melena. Infeksi cacing tambang
merupakan salah satu penyebab tersering di negara berkembang, namun dapat disebabkan
juga oleh malignansi, tumor, dan divertikula.

 Anemia defisiensi besi

Dapat ditemukan tanda-tanda anemia. Infeksi cacing tambang merupakan salah satu
penyebab anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi murni dapat dibedakan melalui
pemeriksaan penunjang serum besi dan total iron binding capacity (TIBC).

 Kelainan Kulit

Beberapa kelainan kulit yang dapat menyerupai CLM adalah :


 Skabies: gatal, lesi papula vesikuler atau pustul atau nodul atau krusta, burrowing, terdapat
anggota keluarga atau orang yang tinggal serumah memiliki keluhan serupa
 Dermatitis kontak alergi: lesi kulit eritema, gatal, rasa terbakar, nyeri, dapat ditemukan
vesikel atau fisura, sering kali pada ekstremitas atas. Umumnya terjadi pasca kontak dengan
substansi tertentu. Dapat terjadi akibat iritasi ataupun alergi

8) Pemeriksaan penunjang
dengan pemeriksaan feses lengkap merupakan diagnosis baku emas untuk ankilostomiasis.
Beberapa pemeriksaan penunjang lain juga dapat dilakukan, terutama untuk mencari komplikasi
atau kondisi terkait dan harus atas indikasi.

9) Pemeriksaan Feses Lengkap


Pemeriksaan feses lengkap merupakan baku emas untuk diagnosis cacing Ancylostoma.
Diagnosis dapat ditegakkan apabila ditemukan telur cacing Ancylostoma dalam feses.
Telur Ancylostoma berbentuk lonjong dengan ukuran 60-75 µm x 35-40 µm. Dinding telur
Ancylostoma umumnya tipis, berlapis hialin, dan tidak berwarna. Telur Ancylostoma umumnya
tidak perlu dibedakan dengan Necator americanus, identifikasi diperlukan bila ditemukan
cacing dewasa dalam feses.

10) Pemeriksaan Darah Lengkap


Pemeriksaan darah lengkap dapat menunjukkan adanya anemia ataupun Eosinofilia. Eosinofilia
umumnya ditemukan pada infeksi cacing, namun tidak spesifik untuk Ancylostoma. Sedangkan,
anemia dapat ditemukan pada ankilostomiasis, khususnya bila sudah berlangsung secara kronis.

11) Endoskopi
Perdarahan gastrointestinal merupakan indikasi endoskopi pada infeksi cacing Ancylostoma.
Pada endoskopi, dapat ditemukan cacing dewasa Ancylostoma, dan erosi mukosa gaster,
jejunum, ataupun ileum akibat bekas gigitan cacing Ancylostoma.

12) Pemeriksaan Lain


Pemeriksaan enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA) dengan PCR (Polymerase
Chain Reaction) dinilai lebih sensitif dan spesifik terhadap infeksi STH dibandingkan
pemeriksaan dengan mikroskop. Tes cepat (rapid test) dengan analisis High Resolution
Melting (HRM) juga dapat dilakukan. Jenis pemeriksaan ini belum banyak digunakan,
khususnya pada negara-negara berkembang. 
4.2 Pencegahan Umum Penyakit Cacing
Untuk dapat mengatasi infeksi cacing secara tuntas, maka upaya pencegahan dan terapi
merupakan usaha yang sangat bijaksana dalam memutus siklus penyebaran infeksinya.
Pemberian obat anti cacing secara berkala setiap 6 bulan dapat pula dikerjakan. Menjaga
kebersihan diri dan lingkungan serta sumber bahan pangan adalah merupakan sebagian dari
usaha pencegahan untuk menghindari dari infeksi cacing. Memasyarakatkan cara-cara hidup
sehat, terutama pada anak-anak usia sekolah dasar, dimana usia ini merupakan usia yang
sangat peka untuk menanamkan dan memperkenalkan kebiasaan-kebiasaan baru. Kebiasaan
untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala merupakan salah satu contohnya.

Beberapa Tips Pencegahan :


a) Cucilah tangan sebelum makan. Budayakan kebiasaan dan perilaku pada diri sendiri, anak
dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum makan.
b) Pakailah alas kaki jika menginjak tanah. Jenis cacing ada macamnya. Cara masuknya pun
beragam macam, salah satunya adalah cacing tambang (Necator americanus ataupun
Ankylostoma duodenale). Kedua jenis cacing ini masuk melalui larva cacing yang
menembus kulit di kaki, yang kemudian jalan-jalan sampai ke usus melalui trayek
saluran getah bening.
c) Gunting dan bersihkan kuku secara teratur.
d) Jangan buang air besar sembarangan dan cuci tangan saat membasuh. Setiap kotoran
baiknya dikelola dengan baik, termasuk kotoran manusia. penularan sering terjadi pada
semua orang.
e) Peduli dengan lingkungan, maka akan dapat memanfaatkan hasil yang baik. Jika air
yang digunakan terkontaminasi dengan tinja manusia, memungkinkan telur cacing
bertahan pada kelopak-kelopak tanaman yang ditanam dan terbawa oleh angin
f) Cucilah sayur dengan baik sebelum diolah. Cucilah sayur di bawah air yang mengalir.
Agar kotoran yang melekat akan terbawa air yang mengalir.
g) Berhati-hati terhadap makanan mentah atau setengah matang, terutama di daerah yang
sanitasinya buruk. Perlu dicermati juga, makanan mentah tidak selamanya buruk.
h) Buanglah kotoran hewan peliharaan seperti kucing atau anjing pada tempat pembuangan
khusus.
i) Pencegahan dengan meminum obat anti cacing setiap 6 bulan, terutama bagi Anda yang
risiko tinggi , seperti petani, anak-anak yang sering bermain pasir, pekerja kebun, dan
pekerja tambang (orang-orang yang terlalu sering berhubungan dengan tanah.
4.3 Penanggulangan

 Penanganan untuk mengatasi infeksi cacing dengan obat-obatan merupakan pilihan


yang dianjurkan. Obat anti cacing Golongan Pirantel Pamoat (Combantrin dan lain-
lain) merupakan anti cacing yang efektif untuk mengatasi sebagian besar infeksi yang
disebabkan parasit cacing.
 Intervensi berupa pemberian obat cacing ( obat pirantel pamoat 10 mg / kg BB dan
albendazole 10 mg/kg BB ) dosis tunggal diberikan tiap 6 bulan pada anak SD dapat
mengurangi angka kejadian infeksi ini pada suatu daerah.
 Paduan yang serasi antara upaya prevensi dan terapi akan memberikan tingkat keberhasilan
yang memuaskan, sehingga infeksi cacing secara perlahan dapat diatasi secara maksimal,
tuntas dan paripurna.

4.4 Obat Antelmitik


Antelmintika atau obat cacing (Yunani anti = lawan, helmintes = cacing) adalah obat
yang dapat memusnahkan cacing dalam tubuh manusia dan hewan. Dalam istilah ini
termasuk semua zat yang bekerja lokal menghalau cacing dari saluran cerna maupun obat-
obat sistemik yang membasmi cacing serta larvanya, yang menghinggapi organ dan
jaringan tubuh (Tjay, 2007)
Kebanyakan antelmintik efektif terhadap satu macam cacing, sehingga diperlukan
diagnosis tepat sebelum menggunakan obat tertentu. Kebanyakan antelmintik diberikan secara
oral, pada saat makan atau sesudah makan.
Beberapa senyawa antelmintik yang lama, sudah tergeser oleh obat baru seperti
Mebendazole, Piperazin, Levamisol, Albendazole, Tiabendazole, dan sebagainya. Karena obat
tersebut kurang dimanfaatkan. (Gunawan, 2009)
Walaupun tersedia obat-obat baru yang lebih spesifik dangan kerja lebih efektif,
pembasmian penyakit ini masih tetap merupakan salah satu masalah antara lain disebabkan
oleh kondisi sosial ekonomi di beberapa bagian dunia. Jumlah manusia yang dihinggapinya
juga semakin bertambah akibat migrasi, lalu-lintas dan kepariwisataan udara dapat
menyebabkan perluasan kemungkinan infeksi. (Tjay, 2007)
Terdapat tiga golongan cacing yang menyerang manusia yaitu matoda, trematoda,
dan cestoda. Sebagaimana penggunaan antibiotika, antelmintik ditujukan pada target
metabolik yang terdapat dalam parasit tetapi tidak mempengaruhi atau berfungsi lain untuk
pejamu. (Mycek,2001)
A. Obat-Obat Untuk Pengobatan Nematoda

1) Mebendazol
Mebendazol merupakan obat cacing yang paling luas spektrumnya. Obat ini tidak
larut dalam air, tidak bersifat higroskopis sehingga stabil dalam keadaan terbuka (Ganirwarna,
1995).
Mebendazol adalah obat cacing yang efektif terhadap cacing Toxocara canis,
Toxocara cati, Toxascaris leonina. Trichuris vulpis, Uncinaria stenocephala, Ancylostoma
caninum, Taenia pisiformis, Taenia hydatigena, Echinococcus granulosus dan aeniaformis
hydatigena (Tennant, 2002).
Senyawa ini merupakan turunan benzimidazol, obat ini berefek pada hambatan
pemasukan glukosa ke dalam cacing secara ireversibel sehingga terjadi pengosongan glikogen
dalam cacing. Mebendazol juga dapat menyebabkan kerusakan struktur subseluler dan
menghambat sekresi asetilkolinesterase cacing (Ganirwarna, 1995).
 Nama kimia mebendazole yaitu methyl [(5-benzoyl-3H- benzoimidazol-2-
yl)amino]formate.
 Rumus kimia : C16H13N3O3
 Farmakokinetika : Mebendazol tidak larut dalam air dan rasanya enak. Pada pemberian
oral absorbsinya buruk.

Obat ini memiliki bioavailabilitas sistemik yang rendah yang disebabkan oleh
absorbsinya yang rendah dan mengalami first pass hepatic metabolisme yang cepat.
Diekskresikan lewat urin dalam bentuk yang utuh dan metabolit sebagai hasil dekarboksilasi
dalam waktu 48 jam. Absorbsi mebendazol akan lebih cepat jika diberikan bersama lemak
(Ganirwarna, 1995).

 Efek Nonterapi dan Kontraindikasi : Mebendazol tidak menyebabkan efek toksik sistemik
mungkin karena absorbsinya yang buruk sehingga aman diberikan pada penderita dengan
anemia maupun malnutrisi.
 Efek samping yang kadang- kadang timbul berupa diare dan sakit perut ringan yang
bersifat sementara. Dari studi toksikologi obat ini memiliki batas keamanan yang lebar.
Tetapi pemberian dosis tunggal sebesar 10 mg/kg BB pada tikus hamil memperlihatkan
efek embriotoksik dan teratogenik (Ganirwarna, 1995).
2) Pirantel Pamoat

Pirantel pamoat adalah obat cacing yang banyak digunakan saat ini. Mungkin karena
cara penggunaannya yang praktis, yaitu dosis tunggal, sehingga disukai banyak orang. Selain
itu khasiatnya pun cukup baik. Pirantel pamoat dapat membasmi berbagai jenis cacing di usus.
Beberapa diantaranya adalah cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma
duodenale), cacing gelang (Ascaris lumbrocoides), dan cacing kremi (Enterobius
vermicularis) (MIMS,1998).
Cara kerja pirantel pamoat adalah dengan melumpuhkan cacing. Cacing yang lumpuh
akan mudah terbawa keluar bersama tinja. Setelah keluar dari tubuh, cacing akan segera
mati. Pirantel pamoat dapat diminum dengan keadaan perut kosong, atau diminum bersama
makanan, susu atau jus. (Drugs.Com, 2007).

Pemakaiannya berupa dosis tunggal, yaitu hanya satu kali diminum. Dosis
biasanya dihitung per berat badan (BB), yaitu 10 mg / kgBB.
Walaupun demikian, dosis tidak boleh melebihi 1 gr. Sediaan biasanya berupa sirup
(250 mg/ml) atau tablet (125 mg /tablet). Bagi orang yang mempunyai berat badan 50 kg
misalnya, membutuhkan 500 mg pirantel. Jadi jangan heran jika orang tersebut diresepkan 4
tablet pirantel (125 mg) sekali minum.
Nama dagang pirantel pamoat yang beredar di Indonesia bermacam-macam,
 Combantrin,
 Pantrin,
 Omegpantrin dan lain-lain (MIMS,1998) .

3) Tiabendazol

Tiabendazol adalah suatu benzimidazol sintetik yang berbeda, efektif terhadap


strongilodiasis yang disebabkan Strongyloides stercoralis (cacing benang), larva migrans
pada kulit atau erupsi menjalar dan tahap awal trikinosis disebabkan Trichinella spinalis.
Obat juga menganggu agregasi mikrotubular. Meskipun hampir tidak larut dalam air,
obat mudah diabsorbsi pada pemberian per oral. Obat dihidroksilasi dalam hati dan
dikeluarkan dalam urine. Efek samping yang dijumpai ialah pusing, tidak mau makan,
mual dan muntah. Terdapat beberapa laporan tentang gejala SSP.
Diantara kasus eritema multiforme dan sindrom Stevens Johnson yang dilaporkan
akibat tiabendazol, terdapat beberapa kematian. (Mycek, 2001)
4) Invermektin

Invermektin adalah obat pilihan untuk pengobatan onkoserkiasis (buta sungai)


disebabkan Onchocerca volvulus dan terbukti pula efektif untuk scabies. Ivermektin bekerja
pada reseptor GABA (asam ɣ-amionobutirat) parasite. Aliran klorida dipacu keluar dan terjadi
hiperpolarisasi, menyebabkan paralisis cacing. Obat diberikan oral.
Tidak menembus sawar darah otak dan tidak memberikan efek farmakologik. Namun,
tidak boleh diberikan pada pasien meningitis karena sawar darah otak lebih permiabel dan
terjadi pengaruh SSP. Ivermektin juga tidak boleh untuk ibu hamil. Tidak boleh untuk
pasien yang menggunakan benzodiasepin atau barbiturate – obat bekerja pada reseptor
GABA. Pembunuhan mikrofilia dapat menyebabkan reaksi seperti ’’Mozatti’’ (demam, sakit
kepala, pusing, somnolen, hipotensi dan sebagainya) (Mycek, 2001)

B. Obat Untuk Pengobatan Trematoda

Trematoda merupakan cacing pipih berdaun, digolongkan sesuai jaringan


yang diinfeksi. Misalnya sebagai cacing isap hati, paru, usus atau darah.
1) Prazikuantel

Infeksi trematoda umumnya diobati dengan prazikuantel. Obat ini merupakan obat
pilihan untuk pengobatan semua bentuk skistosomiasis dan infeksi cestoda seperti
sistisercosis. Permeabilitas membran sel terhadap kalsium meningkat menyebabkan parasite
mengalami kontraktur dan paralisis.
Prazikuantel mudah diabsorbsi pada pemberian oral dan tersebar sampai ke cairan
serebrospinal. Kadar yang tinggi dapat dijumpai dalam empedu. Obat dimetabolisme secara
oksidatif dengan sempurna, meyebabkan waktu paruh menjadi pendek. Metabolit tidak aktif
dan dikeluarkan melalui urin dan empedu (Mycek, 2001)
Efek samping yang biasa termasuk mengantuk, pusing, lesu, tidak mau makan dan gangguan
pencernaan. Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil atau menyusui. Interaksi
obat yang terjadi akibat peningkatan metabolisme telah dilaporkan jika diberikan
bersamaan deksametason, fenitoin, dan karbamazepin, simetidin yang dikenal menghambat
isozim sitokrom P-450, menyebabkan peningkatan kadar prazikuantel. Prazikuantel tidak boleh
diberikan untuk mengobati sistiserkosis mata karena penghancuran organisme dalam mata
dapat merusak mata (Mycek, 2001).
C. Obat Untuk Pengobatan Cestoda

Cestoda atau cacing pita, bertubuh pipih, bersegmen dan melekat pada usus pejamu.
Sama dengan trematoda, cacing pita tidak mempunyai mulut dan usus selama siklusnya.

1) Niklosamid
Niklosamid adalah obat pilihan untuk infeksi cestoda (cacing pita) pada umumnya.
Kerjanya menghambat fosforilasi anaerob mitokondria parasit terhadap ADP yang
menghasilkan energi untuk pembentukan ATP.
Obat membunuh skoleks dan segmen cestoda tetapi tidak telur-telurnya. Laksan
diberikan sebelum pemberian niklosamid oral. Ini berguna untuk membersihkan usus dari
segmen-segmen cacing yang mati agar tidak terjadi digesti dan pelepasan telur yang dapat
menjadi sistiserkosisi. Alkohol harus dilarang selama satu hari ketika niklosamid diberikan
(Mycek, 2001)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Kecacingan merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang masih menjadi
masalah bagi kesehatan masyarakat di Indonesia hingga saat ini. Hal ini disebabkan karena
prevalensi kecacingan tersebut di Indonesia masih tinggi terutama kecacingan yang disebabkan
oleh sejumlah cacing perut yang ditularkan melalui tanah atau yang disebut Soil Transmitted
Helminths.

Diantara cacing tersebut yang terpenting adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides),
cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) dan cacing cambuk
(Trichuris trichura).

Infeksi kecacingan tergolong penyakit neglected disease yaitu infeksi yang kurang
diperhatikan dan penyakitnya bersifat kronis tanpa menimbulkan gejala klinis yang jelas dan
dampak yang ditimbulkannya baru terlihat dalam jangka panjang seperti kekurangan gizi,
gangguan tumbuh kembang dan gangguan kognitif pada anak.

Banyak faktor yang mempengaruhi penyakit kecacingan seperti dimana perilaku hidup
masyarakat yang masih kurang akan minat untuk melakukan personal hygiene, kemudian
sanitasi lingkungan yang masih kurang memadai seperti sumur sebagai sarana sumber air bersih
yang digunakan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari masih sedikit, pembuangan kotoran
yang masih tidak semestinya seperti masyarakat masih ada yang buang air besar tidak pada
jamban yang memenuhi syarat serta sanitasi makanan yang kurang diperhatikan seperti
memakan makanan yang tidak dikelolah dengan baik.

Dalam upaya untuk melakukan pencegahan terhadap infeksi cacing demi menekan
prevalensi angka kecacingan di Indonesia, hendaklah membiasakan diri untuk menjaga personal
hygiene dan diharapkan bantuan pemerintah dan masyarakat setempat dalam upaya
menyediakan sarana lingkungan yang memehi syarat. Untuk masyarakat, dalam kehidupan
sehari-hari sebaiknya membiasakan diri untuk hidup sehat.
B. Saran
Disarankan kepada masyarakat dan pemerintah untuk bekerja sama dalam menciptakan
lingkungan sehat yang memenuhi syarat agar terhindar dari penyakit, tidak hanya penyakit
kecacingan tetapi penyakit-penyakit berbasis lingkungan yang lainnya. Dan diharapkan kepada
masyarakat untuk membiasakan diri agar hidup sehat dimulai dari sekarang sehingg bisa
mencegah diri dari penyakit.
Dan juga sebaiknya pengobatan diberikan kepada seluruh anggota keluarga untuk
mencengah atau mewaspadai terjadinya cacingan tersebut, selama masa pengobatan hindari
penularan ke anggota keluarga lain dengan cara mencuci tangan dengan sabun setiap habis ke
toilet atau sebelum menyentuh makanan, tidak makan dengan tangan yang belum dicuci,
menjaga kebersihan diri adalah salah satu kunci untuk mencengah timbulnya cacingan kembali.
DAFTAR PUSTAKA

Ganiswara, S.G., Setiabudi, R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti, Nafrialdi (Editor).1995.


Farmakologi dan Terapi. Edisi 4.. Bagian Farmakologi FK UI: Jakarta
Hoan Tan Tjay,drs & Kirana Rahardja. 2003. Obat-obat penting, Khasiat,
penggunaan dan efek sampingnya : Elexmedia Computindo
Katzung.1989.Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 3.EGC: Jakarta
Mycek.2001.Farmakologi Ulasan Bergambar.Widya Medika : Jakarta
MIMS Annual (1998) : Combantrin. Edisi 8. Singapore.
Drugs.Com (2016). Pyrantel Pamoate. Dikutip 25 Nop 2016.
Combantrin Product Inf
http://biologi-news.blogspot.com/2011/02/mebendazole- hexamine-adidryl.html

Anda mungkin juga menyukai