Anda di halaman 1dari 27

TUGAS KELOMPOK CURRENT ISSUE KLKK

“HELMINTS”

DOSEN PENGAMPU
Dr. NOVITA MEDYATI, S.KM, M.Kes

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 18

MAYA ASTUTI TANDILILING : 2019071014193


AGUSTINA Y. L. FONATABA : 2019071014203
CINTYA MARSHENDA BU’TU : 2019071014249

KESEHATAN LINGKUNGAN DAN KESEHATAN KERJA

FAKULTAS KSEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

JAYAPURA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat allah swt yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Current Issue KLKK tentang beberapa cacing
“Helmints”

Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas Dr. Novita
Medyati, S.KM, M.Kes pada mata kuliah Current Issue KLKK Selain itu, laporan ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan atau memberikan informasi tentang tentang beberapa
cacing “Helmints” bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami menyadari, laporan yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, diharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan laporan ini.

Demikian, Apabila ada kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya dan mengucapkan terima kasih

Jayapura, 23 September 2022

Kelompok 18

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................................1

B. Tujuan.............................................................................................................................3

C. Manfaat...........................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................................4

A. Karakteristik Agen..........................................................................................................4

B. Penggunaan Dalam Kehidupan Manusia......................................................................11

C. Keberadaan di Lingkungan...........................................................................................11

D. Mekanisme Pajanan ke Manusia...................................................................................12

E. Rute Exposure...............................................................................................................14

F. Penyakit yang di Timbulkan Oleh Cacing Helmints.....................................................16

BAB III PENUTUP..............................................................................................................21

A. Simpulan.......................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cacing usus atau yang serius disebut Soil Transmitted Helminth (STH) adalah
infeksi yang disebabkan oleh Nematoda usus dan ditularkan kepada manusia melalui
tanah yang terkontaminasi feses atau suatu kelompok parasit Nematoda yang
menyebabkan infeksi pada manusia melalui kontak dengan telur parasit atau larva
yang berkembang di dalam tanah yang hangat dan lembab. Nematoda adalah cacing
yang diecious atau uniseksual, dengan jenis kelamin cacing yang sudah terpisah
antara jantan dan betina. Sistem reproduksi jantan terdiri dari testis, vas deferens,
vesikula seminalis, dan duktus ejakulatorius. sistem reproduksi betina terdiri atas
ovarium, oviduk, seminal reseptakel, uterus, vagina, dan vulva (Soedarto, 2008).

Tanah merupakan media pertumbuhan telur untuk menjadi infektif. Helminthiasis


(kecacingan) menurut World Health Organization adalah cacing parasit usus yang
terdiri dari golongan nematoda usus .Nematoda usus yang ditularkan melalui tanah
disebut juga Soil Transmitted Helminths (STH). Kelompok cacing yang tergolong
STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan cacing tambang
(Ancylostma duodenale dan Necator americanus) (Wijaya,N.H.2015).

Infeksi STH terjadi karena tertelannya telur cacing dari tanah yang terkontaminasi
atau adanya invasi larva infektif yang ada di tanah melalui kulit. Di seluruh dunia
terdapat sekitar 807 juta penduduk terinfeksi Trichuris trichiura, dan 576 juta
penduduk terinfeksi hookworm (Ancylostma duodenale dan Necator americanus).

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5 miliar
orang atau 24% dari populasi dunia terinfeksi Soil Transmitted Helminths (STH) dan
lebih dari 870 juta anak hidup di lingkungan yang penularannya sangant intensif dan
membutuhkan pengobatan akibat parasit ini (Kartini.s, Kurniati, I., Jayati, N.S.,&
Sumitra,W.2017). Infeksi tersebar luas di daerah tropis dan subtropis, dengan jumlah
terbesar terjadi di sub-Sahara Afrika, Amerika, Cina dan Asia Timur (WHO, 2013).

Cacing yang ditularkan melalui tanah yang prevelensinya cukup tinggi di


Indonesia hasil survey Subdit Diarhe pada tahun 2002 dan 2003 pada 40 Sekolah

1
Dasar (SD) di 10 provinsi menunjukan prevelensi kecacingan berkisaran antara 2,2%
- 90,3% (Depkes R.I, 2004).

Menurut WHO pada tahun 2013, infeksi STH terbanyak mengenai kelompok usia
6-12 tahun atau pada tahapan usia anak Sekolah Dasar (SD), yakni berjumlah 189 juta
anak. Di Indonesia sendiri prevalensi kecacingan di beberapa kabupaten dan kota
pada tahun 2012 menunjukkan angka diatas 20% dengan prevalensi tertinggi di salah
satu kabupaten mencapai 76,67% (Direktorat Jenderal PP&PL Kemenkes RI, 2016).

Sedangkan Menurut laporan Bank Dunia, prevalensi kecacingan tertinggi dapat


dijumpai pada kalangan usia sekolah dasar pada umur 5-14 tahun. Kecacingan pun
dapat terjadi pada kisaran usia hingga 20-25 tahun terutama yang disebabkan oleh
cacing tambang.

Berdasarkan hasil survei pada anak SD yang senang memakan makanan siap saji
di 175 kabupaten/ kota Medan pada tahun 2013, prevalensi kecacingan di Indonesia
sebesar 85,9% dengan rata-rata 28,12% angka nasional. Jenis parasit cacing yang
teridentifikasi pada survei tersebut adalah Ascaris lumbricoides 60%, Trichuris
trichiura 16%, Hookworm 7% dan jenis cacing lain 17% ( Depkes RI, 2018).

Infeksi cacing dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti sanitasis lingkungan
dan kebersihan pribadi yang kurang baik, mengkomsusmsi makanan yang diduga
terkontaminasi oleh telur cacing, tingkat pendidikan dan ekonomi yang rendah.
Sedangkan penularannya dapat melalui beberapa cara antara lain melelui perantara
vektor, larva menembus kulit dan memakan telur infektif melalui perantara jari-jari
tangan terpapar telur cacing khususnya telur Nematoda usus seperti Ascaris
lubricoides, Trichuris trichiura dan Ancylostoma sp dan Necatoramericanus (cacing
tambang). (Anonim,2008; Onggowaluyo,2002)

Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kontaminasi tanah oleh STH


antara lain adalah : Sifat tanah mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan
telur dan daya tahan hidup dari larva cacing. Tanah liat yang lembab dan teduh
merupakan tanah yang sesuai untuk pertumbuhan telur Ascaris lumbricoides dan
Trichuris trichiura. Tanah berpasir yang gembur dan bercampur humus sangat sesuai
untuk pertumbuhan larva cacing tambang disamping teduh (Supali et al., 2008). Pasir
murni dan tanah liat tidak cocok karena pada pasir kelembapannya akan cepat hilang.

2
Sedangkan pada tanah liat apabila mengering maka larva cacing tambang dapat
bergerak (Helminth,2011)

Iklim tropis merupakan keadaan yang sangat sesuai untuk perkembangan telur
dan larva STH menjadi bentuk infektif bagi manusia.

Suhu sangat penting untuk cacing ini melanjutkan siklus hidupnya, setiap jenis
cacing mempunyai suhu optimum yang berbeda-beda. Untuk perkembangan telur
A.lumbricoides, misalnya memerlukan suhu yang berkisaran antara 20°C-25°C,
T.trichiura kira-kira 30°C dan untuk N.americanusmemerlukan suhu optimum antara
28°C-32°C.

Kelembapan juga merupakan faktor penting untuk mempertahankan hidup


cacing. Pematangan telur menjadi larva terutama pada tanah liat dan lembab dengan
suhu antara 23°C - 33°C jika suhu yang digunakan untuk pertumbuhan larva cacing
tambang antara 45°C - 50°C maka akan mematikan telur dan larva (Noviastuti, A.R.
2015).

Angin dapat mempercepat pengeringan sehingga dapat mematikan telur dan


larva. Selain itu angin juga dapat menyebarkan telur STH dalam debu sehingga
mempermudah penularan infeksi STH (Supali et al., 2008).

Cacing helmits termasuk dalam kelompok agen penyakit biologi. TH (Soil


Transmitted Helminth) adalah cacing golongan nematoda usus yang memerlukan
tanah untuk perkembangan bentuk infektif

B. Tujuan
a. Untuk Mengetahui Karakteristik Angen
b. Untuk Mengetahui Pengunaan Dalam Kehidupan Manusia
c. Untuk Mengetahui Keberadaan Di Lingkungan
d. Untuk Mengetahui Mekanisme Pajanan Ke Manusia
e. Untuk Mengetahui Rute Exposure
f. Untuk Penyetahui Penyakit Yang Ditumbulkan

C. Manfaat
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang cacing helmints mulai
dari karakteristik cacing sampai penyakit yang dapat disebabkan oleh cacing tersebut

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Karakteristik Agen
Nemathelminthes berasal dari kata Yunani, nematos yang berarti benang dan
helminthes yang artinya cacing atau cacing benang. Soil Transmitted Helminth
merupakan salah satu jenis cacing parasit yang paling sering ditemukan pada
tubuh manusia. STH yang hidup dalam usus manusia disebut dengan nematoda
usus.

STH sering disebut sebagai cacing gilig, di antara filum yang lain, filum ini
mempunyai anggota terbanyak baik jenis mapun individunya. Di antara STH ini
yang paling sering minginfeksi adalah yang ditularkan melalui tanah atau yang
disebut STH. Empat jenis STH yang paling sering menginfeksi adalah Ascaris
lumbricoides, Trichuris trichiura, Anylostoma doudenale dan Necator americanus
sedangkan strongyloides stercoralis jarang ditemukan terutama pada daerah dingin
(Srisari, 2006). Iklim tropis merupakan keadaan yang sangat sesuai untuk
perkembangan telur dan larva STH menjadi bentuk infektif bagi manusia.

a. Ascaris Lumbricoides (Cacing Gelang)


Ascaris lumbricoides merupakan nematoda parasit yang paling banyak
menyerang manusia dan cacing ini disebut juga cacing bulat atau cacing
gelang. Nama yang berasal dari Askaris berarti cacing usus dan Lumbricus
berarti menyerupai cacing tanah. Di Indonesia frekuensinya tinggi berkisar
antara 20 – 90%.
Cacing ini terutama menyerang anak-anak usia 5-9 tahun, sedangkan
menurut jenis kelamin tidak menunjukkan perbedaan nyata, artinya laki-
laki dan perempuan memiliki kemungkinan terinfeksi yang sama
(Rusmartini, 2009).
1. Klasifikasi Ascaris Lumbricoides
 Kingdom : Animalia
 Phylum : Nemathelminthes
 Clas : Nematoda

4
 Subclass : Secernentea
 Ordo : Ascaridida
 Family : Ascarididae
 Genus : Ascaris
 Species : Ascaris lumbricoides

2. Morfologi Telur
Terdapat 2 macam jenis telur yaitu telur yang mengalami
pembuahan (fertil) dan yang tidak mengalami pembuahan (infertil).
Dari kedua jenis telur ini kadang dijumpai telur yang tanpa dilapisi
albumin (dekortikasi) dan telur yang utuh / dilapisi albumin (kortikasi).

a) Ciri – Ciri Telur  Ascaris lumbricoides fertil


 Berbentuk oval atau lonjong
 Ukuran : 60 x 45 mikron
 Berwarna Kuning kecoklatan
 Mengandung sel telur (ovum) yang tidak bersegmen
 Kedua kutub telur terdapat rongga udara yang tampak sebagai
daerah yang terang berbentuk bulan sabit.
b) Ciri – Ciri Telur  Ascaris lumbricoides Infertil
 Bentuk lebih lonjong
 Ukuran 90 x 40 mikron
 Dinding 2 lapis : lapisan luar yang tebal berkelok-kelok sangat
kasar / tidak teratur (lapisan albumin), lapisan kedua relatif
halus (lapisan hialin)
 Tidak mengandung embrio didalamnya
 Berwarna Kuning Kecoklatan
 Telur ini tidak mempunyai rongga udara di kedua kutubnya

Terdapatnya telur yang berukuran besar menunjukkan ciri khas


telur cacing Ascaris. Perhatikan Gambar 1 dan 2.

5
Gambar 1. Telur Cacing Gambar 2. (1) Telur Fertil, (2) Telur
Ascaris Lumbricoides Tidak Fertil, (3) Telur Dengan Kulit
Terlupas

3. Morfologi Ascaris lumbricoides


Ciri-ciri cacing dewasa :
 Bentuknya silindris memanjang dengan ujung meruncing
 Berwarna putih kecoklatan atau kuning pucat
 Mempunyai mulut dengan tiga buah bibir, yang terletak sebuah
di bagian dorsal dan dua bibir lainnya terletak subventral
 Mempunyai kutikula yang bergaris-garis melintang
menyelubungi tubuhnya
 Ukuran cacing betina : panjang tubuh 20 – 40 cm dan diameter
0,3 – 0,6 cm
 Ukuran cacing jantan : panjang tubuh 15 – 30 cm dan diameter
0,2 – 0,5 cm
 Bagian posterior cacing betina lurus sedangkan bagian
posterior cacing jantan melengkung ke ventral dengan sepasang
spicula
 Cacing betina dapat bertelur sampai 100.000 – 200.000 butir
sehari, terdiri dari telur yang dibuahi dan tidak dibuahi.

6
Gambar 3. Cacing Ascaris Lumbricoides Dewas
b. Trichuris Trichiura (Cacing Cambuk)
Trichuris trichiura disebut juga sebagai cacing cambuk karena pada
stadium dewasa cacing menyerupai gagang cambuk. Pertama kali
dijelaskan oleh Linnaeus pada tahun 1771 (Sastry and Bath, 2014).

1. Klasifikasi Trichuris Trichiura (Cacing Cambuk)


 Phylum : Nemathelminthes
 Class : Nematoda
 Subclass : Adenophorea
 Ordo : Enoplida
 Family : Trichinelloidea
 Genus : Trichuris
 Species : Trichuris Trichiura

2. Morfologi Telur
Ciri – Ciri Telur :
 Berbentuk tempayan dengan semacam tutup jernih dan menonjol
pada kedua kutub
 Ukuran sekitar 50 x 25 mikron
 Dinding 2 lapis : lapisan luar berwarna kekuningan dan lapisan
dalam transparan pada
 Telur berisi embrio
 Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian
dalamnya jernih
 Telur ini di tanah dengan suhu optimum dalam waktu 3 – 6
minggu menjadi matang.

Gambar 4. Telur Cacing Trichuris Trichiura (Cacing Cambuk)

7
3. Morfologi Cacing Trichuris Trichiura
Ciri-ciri cacing dewasa :
 Cacing dewasa berbentuk seperti cambuk dimana 3/5 dari
panjang tubuhnya (sebelah anterior) tipis seperti benang
sedangkan 2/5 bagian (sebelah posterior) terlihat lebih tebal
pegangan cambuk
 Cacing jantan panjangnya ± 4 cm
 Cacing betina panjangnya ± 5 cm
 Bagian ekor cacing jantan melengkung ke arah ventral,
mempunyai satu spikulum yang berselubung retrakil.
 Bagian kaudal cacing betina membulat tumpul seperti koma
(soedarto, 2008)
 Seekor cacing betina dalam satu hari dapat bertelur 3000 – 4000
butir.

Gambar 4. Cacing Trichuris Trichiura (Cacing Cambuk)

c. Anylostoma Doudenale dan Necator Americanus (Cacing Tambang)


Pada cacing tambang atau cacing kait (hook worm) pada manusia ada
dua spesies, yaitu Necator americanus (stiles,1902) dan Ancylostoma
duodenale (dubini,1843). Diperkirakan hampir 25% dari dunia populasi
terinfeksi dengan cacing tambang. Frekuensi infeksi cacing tambang tinggi
terdapat di daerah hangat dengan penduduk mempraktikkan sanitasi yang
buruk, terutama yang berkaitan dengan tempat pembuangan tinja.
8
Penyebaran spesies ini ada di Cina, India, dan Afrika. Hospes parasit ini
adalah manusia dan berhabitat di usus halus manusia.

1. Klasifikasi Cacing Anylostoma Doudenale


 Kingdom : Animalia
 Filum : Nemathelminthes
 Kelas : Nematoda
 Ordo : Rhabditida
 Familia : Ancylostomatidae
 Genus : Ancylostoma
 Spesies : Ancylostoma duodenale

2. Klasifikasi Cacing Necator Americanus


 Kingdom : Animalia
 Filum : Nemathelminthes
 Kelas : Nematoda
 Ordo : Rhabditida
 Familia : Ancylostomatidae
 Genus : Necator
 Spesies : Necator americanus

3. Morfologi Telur
Telur dari kedua spesies ini tidak membedakan, ukurannya 40-
60 mikron, bentuk lonjong dengan dinding tipis dan jernih. Ovum
telur yang baru dikeluarkan tidak bersegmen. Ancylostoma
duodenale betina dalam satu hari bertelur 10.000 butir, sedangkan
Necator americanus 9.000 butir (Safar R, 2010).

9
Gambar 5. Telur Cacing Tambang
4. Morfologi Cacing Tambang

Cacing dewasa Necator americanus berbentuk silinder dengan


ujung anterior melengkung tajam kearah dorsal (seperti huruf “S”).
Panjang cacing jantan 7-9 mm dengan diameter 0,3 mm, sedangkan
cacing betina panjangnya 9- 11 mm dengan diameter 0,4 mm. Pada
rongga mulut terdapat bentukan semilunar cutting plates (yang
membedakannya dengan Ancylostoma duodenale). Pada ujung
posterior cacing jantan terdapat bursa copulatrix dengan sepasang
spiculae. Ujung posterior cacing betina runcing dan terdapat vulva.
Gigi sebelah posterior lebih kecil dibandingkan dengan gigi
sebelah anterior.

Cacing dewasa Ancylostoma duodenale berbentuk silindris


dan relatif gemuk, lengkung tubuh seperti huruf “C”. Panjang
cacing jantan 8-11 mm dengan diameter 0,4-0,5 mm, sedangkan
cacing betina panjangnya 10-13 mm dengan diameter 0,6 mm.
Dalam rongga mulut terdapat 2 pasang gigi ventral, gigi sebelah
luar berukuran lebih besar. Ujung posterior cacing betina tumpul
dan yang jantan mempunyai bursa copulatrix.

10
Gambar 6. Cacing Ancylostoma Duodenale Dan Necator
Americanus

Gambar 7. Mulut Cacing. (a) Necator Americanus dan (b)


Ancylostoma Duodenale

B. Penggunaan Dalam Kehidupan Manusia

Penggunaan Nematoda bagi kehidupan manusia untuk membuat tanah gembur.


jika tanah gembur, otomatis tanaman yang ditanam dapat mengeluarkan hasil
panen yang baik. itu sangat menguntungkan bagi manusia

1. menghasilkan nutrien yang berharga bagi tanaman,


2. mengakumulasi dan stabilisasi karbon organik tanah,
3. bioremediasi dari tanah yang terkontaminan

Fungsi umum dari Nematoda pemakan bakteri dan fungi adalah melepaskan
unsur N, P, S, dan mikronutrien yang akan berharga bagi tanaman.

Nematoda ini juga akan menhambat kemampuan nematoda pemakan akar


dalam menemukan akar. Jika jenis ini melimpah maka siklus nutrien akan lebih
banyak.

11
C. Keberadaan di Lingkungan
1. Ascaris lumbricoides, umumnya sebagai parasite dalam usus manusia. Hewan
ini bersifat kosmopolit, terutama di daerah tropis dengan udara yang lembap
serta sangat erat hubungannya dengan keadaan hiegine dan sanitasi. Cacing
dewasanya berhabitat di rongga usus halus. Tanah yang subur, lembab, dan
teduh merupakan tempat yang ideal bagi pertumbuhan telur cacing ascaris.
2. Trichuris trichiura ditemukan terutama di daerah beriklim hangat dari dunia di
mana praktik sanitasi yang buruk adalah umum, seperti buang air besar
langsung ke dalam tanah atau menggunakan kotoran manusia sebagai pupuk.
Cacing dewasa berhabitat di usus besar seperti kolon dan Caecum (Zeibig,
2013).
3. Cacing Tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)
berhabitat di usus halus manusia. Tanah yang gembur, lembab, teduh, tanah
berpasir, atau tanah liat dan humus merupakan tempat ideal bagi pertumbuhan
telur cacing tambang sampai menjadi larva

Iklim tropis merupakan keadaan yang sangat sesuai untuk perkembangan telur
dan larva STH menjadi bentuk infektif bagi manusia

D. Mekanisme Pajanan ke Manusia


1. Cacing Gelang (Ascaris Lumbricoides)

Gambar 8. Mekanisme Pajanan ke Manusia

Pada gambar diatas dapat dijelaskan bahwa penularan cacing gelang


dimulai sejak dikeluarkannya telur oleh cacing betina di usus halus dan
kemudian dikeluarkan bersama tinja. Dalam lingkungan yang sesuai, telur
12
yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3
minggu. Bila larva ini termakan manusia melalui makanan atau minum, maka
akan menetas di usus. Kemudian masuk ke pembuluh darah balik (vena)
menuju jantung, dilanjutkan ke paru-paru. Masa migrasi larva ini berlangsung
sekitar 15 hari lamanya. Selanjutnya, dari paru-paru larva menuju
tenggorokan, lalu ke lambung, berakhir di usus halus. Di usus halus ini, larva
akan berganti kulit, kemudian menjadi dewasa. Setelah 2 bulan menginfeksi,
cacing betina akan bertelur sekitar 20.000 butir per hari.

2. Cacing Cambuk (Trichuris Trichiura)

Gambar 9 . Mekanisme Pajanan ke Manusia

Telur cacing ini mengalami pematangan dan menjadi infektif di tanah


dalam waktu 3 – 4 minggu lamanya Jika manusia tertelan telur cacing
yang infektif, maka di dalam usus halus dinding telur pecah dan larva ke
luar menuju sekum lalu berkembang menjadi cacing dewasa. Dalam
waktu satu bulan sejak masuknya telur infektif ke dalam mulut, cacing
telah menjadi dewasa dan cacing betina sudah mulai mampu bertelur.
Trichuris trichiura dewasa dapat hidup beberapa tahun lamanya di dalam
usus manusia. Masa pertumbuhan mulai tertelan sampai menjadi cacing
dewasa betina dan siap bertelur sekitar 30 – 90 hari.

3. Cacing Tambang (Ancylostoma Duodenale dan Necator Americanus)

13
Gambar 10. Mekanismes Pajanan ke Manusia
Pada gambar diatas dapat dijelaskan jalur pajanan cacing
tambang yang awalnya larva cacing ini masuk ke dalam tubuh melalui
kulit yang utuh, terutama di sela jari kaki. Biasanya terjadi saat anak
bermain di tanah tanpa alas kaki atau melalui tangan ketika dia
memegang benda-benda yang mengandung larva. Dari pori-pori,
larva cacing ini masuk ke aliran darah, lalu ke jantung, paru-paru,
dilanjutkan melalui tenggorokan sampai ke usus. Umumnya cacing
ini akan tinggal di usus halus dan menjadi dewasa.

E. Rute Exposure
1. Cacing Gelang (Ascaris Lumbricoides)

Telur cacing yang telah dibuahi yang keluar bersama tinja penderita.
tertelan atau masuk kedalam mulut melalui makanan atau minum yang
terkontaminasi akan masuk ke dalam usus halus dan telur akan menetas, dan
keluar larva yang dapat menembus usus, mengikuti aliran darah menuju
jantung kanan lalu ke paru. Larva merangsang laring sehingga terjadi batuk

14
dan dapat masuk ke saluran cerna melalui kerongkongan. Selanjutnya larva
akan menjadi cacing dewasa di dalam usus halus sehingga menyebabkan
Infeksi cacing gelang disebut juga askariasis. Gejala infeksi cacing gelang
pada umumnya yaitu rasa tidak enak pada perut (gangguan lambung), kejang
perut, diselingi diare, kehilangan berat badan; dan demam.
Selain itu Migrasi larva cacing di paru-paru dapat menimbulkan
pneumonia dengan gejala berupa demam, batuk, sesak dan pada infeksi berat
(hiperinfeksi), terutama pada anak-anak dapat terjadi gangguan pencernaan
dan penyerapan protein sehingga penderita mengalami gangguan pertumbuhan
dan anemia akibat kurang gizi

2. Cacing Cambuk (Trichuris Trichiura)

Infeksi terjadi jika manusia tertelan telur cacing yang infektif, sesudah 16
telur mengalami pematangan di tanah dalam waktu 3-4 minggu lamanya. Di
dalam usus halus dinding telur pecah dan larva cacing ke luar menuju sekum
lalu berkembang menjadi cacing dewasa.Satu bulan sejak masuknya telur
infektif ke dalam mulut, cacing dewasa yang terjadi sudah mulai mampu
bertelur sehingga menyebabkan infeksi cacing cambuk atau penyakit
Trikuriasis. Gejala infeksi cacing cambuk yang umum terjadi yaitu nyeri ulu
hati, kehilangan nafsu makan, diare, anemia.

3. Cacing Tambang (Ancylostoma Duodenale dan Necator Americanus)

15
Infeksi cacing tambang disebabkan oleh masuk dan berkembangnya
cacing tambang di dalam tubuh. Jenis cacing tambang yang sering
menyebabkan infeksi pada manusia adalah Ancylostoma duodenale dan
Necator americanus.
Infeksi cacing tambang disebut juga nekatoriasis dan ankilostomiasis.
Penyakit ini menular melalui larva cacing yang terdapat di tanah yang
menembus kulit (biasanya di antara jari kaki). Cacing ini akan berpindah ke
paru kemudian ke tenggorokan dan akan tertelan masuk ke saluran cerna.
Gejala infeksi cacing tambang yang umum terjadi yaitu gangguan
pencernaan berupa mual, muntah, diare, dan nyeri ulu hati; pusing, nyeri
kepala; lemas dan lelah, anemia, dan gatal di daerah masuknya cacing.

F. Penyakit yang di Timbulkan Oleh Cacing Helmints


a. Cacing Ascaris lumbricoides
Ascaris lumbricoides menyebabkan penyakit yang dikenal dengan
Askariasis (Irianto, 2009). Penularan umumya dapat terjadi melalui makanan,
minuman, dan mainan dengan perantaraan tangan yang terkontaminasi telur
Ascaris yang infektif. Infeksi sering terjadi pada anak daripada dewasa. Hal ini
disebabkan anak sering berhubungan dengan tanah yang merupakan tempat
berkembangnya telur Ascaris. Didapat juga laporan bahwa dengan adanya
usaha untuk meningkatkan kesuburan tanaman sayuran dengan
mempergunakan feses manusia, menyebabkan sayuran sumber infeksi Ascaris
(Irianto, 2013).

1. Gejala yang Ditimbulkan

16
Gejala yang muncul akibat ascariasis tergantung pada organ tubuh yang
sedang terinfeksi. Ketika larva cacing gelang sedang menginfeksi paru-
paru, gejala yang dialami penderita mirip dengan gejala asma atau
pneumonia, antara lain:
 Demam
 batuk 
 Sesak napas

Sementara itu, ketika larva cacing menginfeksi usus, gejala yang dapat
timbul adalah :
 Rasa tidak enak pada perut
 Diare
 Kehilangan berat badan
 Deman
 Terdapat cacing pada muntahan atau feses
 Kehilangan napsu makan

2. Pengobatan
Pada beberapa kasus, ascariasis dapat sembuh dengan sendirinya.
Meski demikian, disarankan untuk segera ke dokter bila mengalami gejala
ascariasis. Pengobatan pertama untuk ascariasis adalah dengan
pemberian obat cacing, seperti pirantel pamoat, mebendazole,
piperazine, levamisole, atau albendazole, yang dikonsumsi 1–3 kali sehari.
Pada ascariasis yang sudah berat atau menyebabkan komplikasi, dokter
akan melakukan prosedur bedah untuk membuang cacing dari dalam usus
dan memperbaiki kerusakan di usus pasien.

3. Pencegahan
Ascariasis dapat dicegah dengan selalu menjaga kebersihan. Beberapa
cara sederhana untuk mencegah ascariasis adalah :
 Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun setiap sebelum
memasak, menyiapkan makanan, sebelum makan, setelah buang air
besar, dan setelah menyentuh tanah
 Mencuci buah dan sayur hingga bersih sebelum dikonsumsi

17
 Memastikan masakan benar-benar matang sebelum dikonsumsi
 Mengonsumsi air dalam kemasan yang masih disegel ketika
bepergian
 Hindari menyentuh tanah dan pupuk yang mungkin terkontaminasi
feses manusia secara langsung, gunakan sarung tangan saat
menyentuh tanah
 Hindari buang air besar sembarangan
 Jaga kuku tetap pendek dan bersih

b. Cacing Trichuris trichiura


Nama penyakitnya disebut Trikuriasis (Muslim, 2009). Meskipun banyak
cacing Trichuris yang menginfeksi hewan, Trichuris trichiura bukanlah parasit
zoonosis (Soedarto, 2011).

Pada infeksi ringan dengan beberapa ekor cacing, tidak tampak gejala atau
keluhan penderita. Tetapi pada infeksi yang berat, penderita akan mengalami
gejala dan keluhan berupa :
 Anemia dengan hemoglobin yang dapat >3%
 Diare berdarah
 Nyeri perut
 Mual dan muntah
 Berat badan menurun
 Kadang-kadang terjadi prolaps dari rectum yang melalui pemeriksaan
proktoskopi dapat dilihat adanya cacing-cacing dewasa pada kolon
atau rectum penderita

1. Pengobatan
Obat untuk trikuriasis adalah albendazol 400 mg selama 3 hari
ataumebendazol 100mg 2x sehari selama 3 hari berturut-turut.

2. Pencegahan

18
Pencegahan dilakukan dengan menerapkan Perilaku Hidup
Bersih Sehat dan Perbaikan Sanitasi. Pencegahan berikutnya bisa
dilakukan dengan minum air yang sudah dimasak, cuci tangan dengan
sabun sebelum makan, cuci tangan sesudah kontak dengan tanah,
gunting kuku teratur, dan buang air di jamban, bukan di got atau
sungai.

c. Cacing Tambang
Beberapa jenis cacing tambang dapat menimbulkan penyakit pada
manusia. Cacing tambang yang menginfeksi penduduk Indonesia disebabkan
oleh Necator americanus yang menyebabkan nekatoriasis dan Ancylostoma
duodenale yang menimbulkan ankilostomiasis (Soedarto, 2011).

Gejala klinis ditimbulkan baik oleh cacing dewasa maupun larvanya.


Cacing dewasa mengisap darah penderita. Seekor cacing dewasa Necator
americanus menimbulkan kehilangan darah sekitar 0,1 cc per hari, sedangkan
seekor cacing Acylostoma duodenale dapat menimbulkan kehilangan darah
sampai 0,34 cc per hari. Jika cacing tambang menginfeksi kulit, biasanya akan
muncul keluhan berupa ruam gatal yang berkelok- kelok pada tempat
masuknya cacing. Infeksi cacing tambang pada kulit disebut dengan cutaneus
larva migran.. Selain itu larva pada waktu beredar di dalam darah (lung
migration) akan menimbulkan bronkitis dan reaksi alergi yang ringan
(Soedarto, 2008).

1. Gejala lainnya yang ditimbulkan, antara lain :


Gejala infeksi cacing tambang bisa bervariasi pada setiap orang. Pada
beberapa orang dengan sistem imun yang baik, gejala infeksi cacing
tambang terkadang tidak terlihat. Jika larva cacing tambang masuk ke
tubuh dan berkembang dalam saluran pencernaan, akan muncul gejala
berupa :
 Sakit perut
 Diare
 Nafsu makan menurun
 Berat badan menurun
 Mual

19
 Demam
 Lemas dan Lelah
 Pusing
 BAB berdarah
 Anemia

Gejala-gejala berikut ini pada kulit yang terinfeksi cacing tambang :


 Permukaan kulit memerah atau berubah warna.
 Muncul benjolan berisi padat pada kulit (papula).
 Permukaan kulit kasar dan bersisik seperti ular, sebesar 2-3 mm.
Biasanya ini baru akan muncul setelah beberapa jam dan bisa jadi
bertambah parah di hari berikutnya.

2. Pengobatan
Penanganan infeksi cacing tambang dilakukan untuk mengatasi
infeksi, mencegah memburuknya kondisi, dan mencegah komplikasi.
Infeksi cacing tambang dapat diatasi dengan pemberian obat-obatan
anthelmintik (anticacing), seperti albendazole, mebendazole, pirantel
pamoat, dan levamisole.

Pada pasien yang anemia, dokter akan memberikan suplemen zat


besi dan asam folat untuk membantu pembentukan sel darah merah.
Saat kondisi infeksi cukup parah, perawatan di rumah sakit dan operasi
pengangkatan cacing juga mungkin dilakukan.

3. Pencegahan
Infeksi cacing tambang dapat dicegah dengan menjaga kebersihan
lingkungan dan menjalani pola hidup sehat. Beberapa cara yang bisa
dilakukan adalah :
 Meminum air bersih yang bebas risiko kontaminasi.
 Mengonsumsi makanan yang bersih dan matang.
 Menggunakan alas kaki ketika keluar rumah.
 Mencuci tangan secara rutin menggunakan sabun dan air
mengalir
 Menjaga kebersihan lingkungan dan diri

20
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Cacing usus atau yang serius disebut Soil Transmitted Helminth (STH)
adalah infeksi yang disebabkan oleh Nematoda usus dan ditularkan kepada
manusia melalui tanah yang terkontaminasi feses.

Nematoda usus yang ditularkan melalui tanah disebut juga Soil Transmitted
Helminths (STH). Kelompok cacing yang tergolong STH adalah Ascaris
lumbricoides, Trichuris trichiura dan cacing tambang (Ancylostma duodenale
dan Necator americanus) (Wijaya,N.H.2015).

Infeksi STH terjadi karena tertelannya telur cacing dari tanah yang
terkontaminasi atau adanya invasi larva infektif yang ada di tanah melalui kulit.
Di seluruh dunia terdapat sekitar 807 juta penduduk terinfeksi Trichuris
trichiura, dan 576 juta penduduk terinfeksi hookworm (Ancylostma duodenale
dan Necator americanus).

21
Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kontaminasi tanah
oleh STH antara lain adalah : Sifat tanah mempunyai pengaruh besar terhadap
perkembangan telur dan daya tahan hidup dari larva cacing.

DAFTAR PUSTAKA

Artikel Penyakit Cacing Trikuriasis, Gejala, Penyebab dan Penanggulangannya. Diakses pada
tanggal 26 September 2022. laman web :
https://krakataumedika.com/info-media/artikel/penyakit-cacing-trikuriasis-gejala-
penyebab-dan-penanggulangannya

Cahyani, A. (2019). PERBEDAAN SUHU TERHADAP PERTUMBUHAN LARVA CACING


TAMBANG DENGAN METODE HARADA MORI (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Semarang).

Diakses pada tanggal 24 September 2022. laman web :


http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/21346/1/910de44d4131e187385898c0082a7c64.pdf

Diakses pada tanggal 26 September 2022. laman web :


http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/21346/1/910de44d4131e187385898c0082a7c64.pdf

dr, Meva Nareza. 23 Agustus 2021. Ascariasis. Diakses pada tanggal 26 September 2022.
laman web : https://www.alodokter.com/ascariasis

22
dr. Merry Dame Cristy Pane. 3 Februari 2020. Infeksi Cacing Tambang. Diakses pada
tanggal 26 September 2022. laman web : https://www.alodokter.com/infeksi-cacing-
tambang

Indonesia Medical Laboratory. Ascaris lumbricoides (Cacing Gelang)Diakses pada tanggal


25 September 2022. laman web : https://medlab.id/ascaris-lumbricoides/

Indonesia Medical Laboratory. Cacing Tambang (Hook Worm). Diakses pada tanggal 25
September 2022. laman web : https://medlab.id/cacing-tambang-hook-worm/

Indonesia Medical Laboratory. Trichuris trichiura (Cacing Cambuk). Diakses pada tanggal
24 September 2022. laman web : https://medlab.id/trichuris-trichiura/

Laily, N. (2018). Analisa Kontaminasi Telur Nematoda Usus Golongan Soil Transmitted


Helminths (STH) Pada Sampel Pasir di Pantai Daerah Tanjung Kabupaten
Sampang (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surabaya).

Lestari, S. (2020). METODE FLOTASI DALAM IDENTIFIKASI TELUR


SoilTransmittedHelminth PADA SAYUR KUBIS (Brassica oleracea) DAN
KANGKUNG (Ipomoea reptana) DI PASAR TRADISIONAL PETERONGAN KOTA
SEMARANG (Doctoral dissertation, UNIMUS)

NASUTION, R. H. (2021). IDENTIFIKASI TELUR CACING DAN CACING DEWASA STH


PADA SAYUR LALAPAN DI BEBERAPA LOKASI MEDAN TAHUN 2019 (Doctoral
dissertation, Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Sumatera Utara).

NI LUH PUTU, S. D., Cok Dewi, W. H. S., & Oka Suyasa, I. B. (2020). IDENTIFIKASI
TELUR CACING SOIL TRANSMITTED HELMINTS PADAPENGRAJIN BATU BATA
DI DESA TEGAL BADENG BARAT, KECAMATAN NEGARA, JEMBRANA (Doctoral
dissertation, POLTEKKES DENPASAR).

Noviastuti, A. R. (2015). Infeksi soil transmitted helminths. Jurnal Majority, 4(8), 107-116.

Novita, D. S. (2020). GAMBARAN TELUR SOIL TRANSMITTED HELMINTH (STH) PADA


KUKU PETUGAS SAMPAH DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA)
JATIBARANG KOTA SEMARANG (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Semarang).

Pusat Informasi Obat Nasional. Obat Kecacingan. Diakses pada tanggal 25 September 2022.
laman web : https://pionas.pom.go.id/artikel/obat-kecacingan

23
Winianti, N. W., Arwati, H., & Dachlan, Y. P. (2020). Gambaran Infeksi Soil Transmitted
Helminth Pada Petani Di Desa Gelgel Kabupaten Klungkung. WICAKSANA: Jurnal
Lingkungan dan Pembangunan, 4(2), 21-30.

Wuriani, N. K. A. (2019). IDENTIFIKASI TELUR CACING STH (Soil Transmitted


Helminth) PADA KUKU TANGAN PENGRAJIN BATU BATA DI BANJAR PANDE,
DESA TULIKUP, GIANYAR (Doctoral dissertation, Poltekkes Denpasar).

Zilfiana, L. (2017). GAMBARAN TELUR NEMATODA USUS PADA KUKU PETUGAS


SAMPAH DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) KOTA SEMARANG (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Semarang).

Artikel

Prabandari, A. S., Ariwarti, V. D., Pradistya, R., & Sari, M. M. S. (2020). Prevalensi Soil
Transmitted Helminthiasis Pada Siswa Sekolah Dasar di Kota Semarang. Avicenna:
Journal of Health Research, 3(1), 01-10.

Saftarina, F., Hasan, M., Suwandi, J. F., & Syani, A. Y. (2020). Kejadian infeksi soil-
transmitted helminth pada petani. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 20(3).

24

Anda mungkin juga menyukai