Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HELMINTOLOGI

PENYAKIT SOIL TRANSMITTED HELMINTS (STH) DI INDONESIA

Oleh:

KELOMPOK: 10

ARTEMIDE R. DOS SANTOS (A202201172)

MARLINANG (A202201117)

DILA PUSPITA SARI (A202201144)

RISKA DWI CITRA RUSULI (A202201150)

FEBRIANTI (A202201151)

SATNA AHMAD (A202201174)

PROGRAM STUDI D-IV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS MANDALA WALUYA

KENDARI

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Cacing adalah sejenis parasit yang hidup dari inangnya. Parasit ini bisa
masuk ke dalam tubuh manusia, mencari makan di usus manusia, dan
menyebabkan infeksi. Kondisi inilah yang bernama cacingan. Cacing biasanya
bisa masuk ke dalam tubuh manusia dalam bentuk telur.Ada berbagai cara infeksi
parasit ini bisa terjadi, misalnya melalui makanan atau minuman yang
terkontaminasi, menyentuh wajah dengan tangan yang kotor setelah menyentuh
tanah, dan lain-lain.Namun, berbeda jenis cacing, berbeda juga cara
penularannya.Anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan terkena
penyakit ini, karena mereka sering bermain di tanah, yang mereka lebih rentang
akan kecacingan

Kecacingan adalah gejala yang disebabkan oleh telur cacing parasit yang
hidup di dalam tubuh. Kecacingan merupakan salah satu penyakit lingkungan
yang menjadi masalah bagi kesehatan masyarakat. Beberapa penyebab kecacingan
adalah iklim, situasi sosial ekonomi, pendidikan, dan kebersihan pribadi yang
buruk. Cacing tular tanah (STH) adalah cacing usus yang menyebar melalui tanah.
STH dikenal sebagai penyakit cacing yang paling umum, yang biasanya berasal
dari tanah.Tentu kondisi sanitasi yang buruk dapat menyebabkan cacing menyebar
ke seluruh tubuh seseorang. Personal hygiene yang kurang baik adalah gambaran
dari kebiasaan pribadi yang tidak baik dan kondisi lingkungannya. Seseorang
lebih rentan terhadap infeksi cacing karena kurangnya pengetahuan dan praktik
kebersihan yang buruk. Kebiasaan buruk ini memungkinkan bakteri dan parasit
dari sampah menyebarkan penyakit di masyarakat. Penyakit parasit ini sudah
hilang di beberapa negara kaya dan maju, tetapi penyakit ini lebih sering terjadi
dari negara yang memiliki keterbelakangan.
Pada tahun 2019, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa
infeksi cacing Soil Transmitted Helminths (STH) menyerang lebih dari 1,5 juta
orang, atau 24 persen dari populasi dunia. Infeksi ini menyerang masyarakat
termiskin dan paling terpinggirkan dengan akses buruk terhadap air bersih,
sanitasi dan kebersihan di daerah tropis dan subtropis, dengan prevalensi tertinggi
dilaporkan di Afrika sub-Sahara, Tiongkok, Amerika Selatan dan Asia. Lebih
dari 260 juta anak usia prasekolah, 654 juta anak usia sekolah, 108 juta remaja
perempuan, dan 138,8 juta wanita hamil dan menyusui tinggal di wilayah dimana
parasit ini menular secara intensif, dan memerlukan pengobatan dan intervensi
pencegahan. Di Indonesia sendiri prevalensi dari permasalahan cacingan masih
tinggi, khususnya pada penduduk dengan tingkat sanitasi rendah. Data
menunjukan prevalensi STH ini dimulai dari 2,5% - 62% dan data menunjukan
anak usia prasekolah dan sekolah dasar menduduki peringkat tertinggi Angka
prevalensi cacingan di Indonesia meningkat 80% apabila memasukan anak usia
sekolah pada data prevalensi. Untuk penyebaran infeksi cacingan ini tentunya
menyebar pada beberapa provinsi, salah satunya Sulawesi Tengarra, yang dimana
brerdasarkan survei yang dilakukan pada tahun 2019 menemukan terdapat 254
kasus infeksi cacing di Kendari, Sulawesi Tenggara. Penelitian lain yang
dilakukan pada tahun 2022 menemukan bahwa 63,64% siswa di sebuah sekolah
dasar di Kendari terinfeksi cacingan, termasuk STH.
Spesies yang sering menginfeksi manusia adalah Ascaris lumbricoides.
Ascariasis lumbricoides merupakan cacing penyebab penyakit Ascariasis Penyakit
ini ditularkan melalui telur cacing pada feses manusia yang mengkontaminasi
tanah pada daerah yang rendah sanitasinya. Telur cacing yang terdapat pada feses
manusia yang mengkontaminasi tanah akan ditularkan kepada orang lain melalui
sayuran atau bahan makanan yang menggunakan kotoran sebagai pupuk.
Kecacingan juga dapat disebabkan karena kebiasaan mencuci tangan yang rendah
dimana makan menggunakan tangan mengandung tanah yang terkontaminasi telur
cacing.
1.2. RUMUSAN MASALAH

a. Definisi penyakit STH


b. Jenis-jenis penyakit STH
c. Gejala penyakit STH
d. Penularan dan penyebaran penyakit STH
e. Data kasus penyakit STH secara global, nasional dan daerah Sulawesi
Tenggara
f. Pencegahan dan pengobatan penyakit STH

1.3. TUJUAN
a. Untuk mengetahui definisi STH
b. Untuk mengetahui jenis-jenis penyakit STH
c. Untuk mengetahui gejala penyakit STH
d. Untuk mengetahui penularan dan penyebaran penyakit STH
e. Untuk mengetahui Data kasus penyakit STH secara
global,Nasional,dan daerah Sulawesi Tenggara
f. Untuk mengetahui pencegahan dan pengobatan penyakit STH
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Soil-transmitted helminths (STH) merupakan salah satu kelompok agen


infeksi yang paling penting dan merupakan penyebab masalah kesehatan global
yang serius; lebih dari satu miliar orang telah terinfeksi oleh setidaknya satu
spesies dari kelompok patogen ini. Di tingkat global, STH yang paling penting
adalah cacing gelang ( Ascaris lumbricoides ), cacing cambuk ( Trichuris
trichiura ) dan cacing tambang ( Necator americanus atau Ancylostoma
duodenale ) dan diperkirakan jumlah terbesar infeksi STH terjadi di Afrika Sub-
Sahara (SSA), Asia Timur, Cina, India dan Amerika Selatan.(Mascarini-
Serra,2011).
Soil-transmitted helminths (STH) adalah sekelompok parasit yang terutama
menyerang populasi di tempat-tempat dengan masalah sanitasi karena penularan
STH terutama terjadi melalui kontak dengan tanah yang terkontaminasi telur atau
larva parasit . Diperkirakan 1,5 miliar orang terinfeksi STH di seluruh dunia dan
mereka termasuk dalam daftar penyakit tropis yang terabaikan oleh WHO. Infeksi
STH menyebabkan beberapa masalah kesehatan, seperti malnutrisi, kekurangan
zat besi, dan gangguan tumbuh kembang anak.(Ellwanger dan Serena, 2023).
Menurut sebuah studi jumlah infeksi STH tertinggi terjadi di Asia, dimana
Asia Tenggara merupakan wilayah dengan prevalensi infeksi STH tertinggi yang
dilaporkan dalam beberapa dekade terakhir. Sebagian besar negara di Asia
Tenggara memiliki iklim tropis dan lembab, yang ideal untuk kelangsungan hidup
telur/larva STH di lingkungan yang sangat mendukung terjadinya infeksi. Faktor-
faktor sosial ekonomi juga terbukti ikut terkait dengan prevalensi STH tinggi di
lingkungan seperti itu. Prevalensi infeksi STH di Indonesia pada umumnya masih
tinggi, terutama pada penduduk dengan sanitasi yang buruk, dengan data yang
bervariasi 2,5% - 62% dan intensitas tertinggi didapatkan dikalangan anak
presekolah dan sekolah dasar.(Tapiheru dan Nurfadly, 2021).
Spesies yang sering menginfeksi manusia adalah Ascaris lumbricoides,
Trichuris trichiura dan Ancylostoma duodenale.(4) Ascariasis merupakan
penyakit kecacingan yang disebabkan oleh cacing Ascariasis lumbricoides.
Penyakit ini ditularkan melalui telur cacing pada feses manusia yang
mengkontaminasi tanah pada daerah yang rendah sanitasinya. Ascaris
lumbricoides menginfeksi kira-kira 807 juta hingga 1,2milyar penduduk
berdasarkan data WHO pada tahun 2020. (Sibuea,2022).
BAB III
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Kecacingan adalah kondisi atau penyakit yang disebabkan oleh infeksi
cacing parasit pada tubuh manusia atau hewan. Cacing-cacing tersebut dapat
menginfeksi berbagai organ dalam tubuh, terutama saluran pencernaan, dan
menyebabkan berbagai gejala yang bervariasi tergantung pada jenis cacing
dan tingkat keparahan infeksinya. Cacingan secara kumulatif pada manusia
dapat menimbulkan kehilangan zat gizi berupa karbohidrat dan protein serta
kehilangan darah, sehingga dapat menurunkan produktivitas kerja.
Kecacingan juga dapat menghambat perkembangan fisik. Kecacingan juga
dapat menyebabkan menurunnya ketahanan tubuh sehingga mudah terkena
penyakit lainnya. Infeksi kecacingan adalah infeksi yang disebabkan oleh
cacing kelas nematode usus khususnya yang penularan melalui tanah atau
yang sering disebut Soil Transmitted Helminths(STH).
Infeksi Soil transmitted helminths (STH) merupakan salah satu
penyakit tropik infeksi yang menyebabkan masalah global yang serius.1 Soil
transmitted helminths sendiri dapat didefinisikan sebagai spesies-spesies
cacing yang membutuhkan media tanah untuk menjadi bentuk infektif untuk
host nya (manusia).
Infeksi STH ditularkan melalui telur cacing yang terdapat di dalam
feses manusia yang terinfeksi. Stadium cacing dewasa dapat tinggal di usus
halus maupun usus besar manusia dan dapat menghasilkan ribuan telur setiap
harinya. Pada daerah-daerah yang tidak memiliki akses sanitasi yang cukup
atau memadai, stadium telur dari cacing ini akan mencemari tanah, kemudian
telur dapat melekat pada sayuran yang tidak dicuci, dan tidak dimasak dengan
baik, yang kemudian tertelan manusia, Stadium telur dari cacing tersebut
dapat tertelan manusia dari sumber air yang terkontaminasi, dan juga dapat
tertelan oleh anak-anak yang bermain tanah yang terkontaminasi dan
kemudian meletakkan tangan ke mulut tanpa mencuci tangan. Selain itu,
penularan cacing kait dapat menembus kulit (percutan aktif) yang terjadi pada
orang-orang yang berjalan tanpa menggunakan alas kaki pada tanah yang
terkontaminasi.

B. JENIS-JENIS SOIL TRANSMITTED HELMINTHS (STH)


Terdapat beberapa jenis cacing yang dapat menyebabkan STH, yaitu
Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan hookworm (Necator
americanus dan Ancylostoma duodenale). Setiap jenis cacing memiliki
siklus hidupnya sendiri dan dapat menimbulkan komplikasi kesehatan
yang berbeda pada manusia.
 Ascaris lumbricoides adalah cacing nematoda yang sering
ditemukan dalam infeksi STH. Cacing ini dapat mencapai panjang
hingga 30 cm dan hidup di usus manusia, menyebabkan gejala
seperti diare, mual, dan perut kembung. Infeksi biasanya terjadi
melalui konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi
oleh telur cacing Ascaris lumbricoides. Telur ini dapat berkembang
menjadi larva dalam usus kecil setelah masuk ke dalam tubuh
manusia. Larva kemudian dapat menembus dinding usus dan
masuk ke dalam pembuluh darah untuk kemudian diangkut ke
paru-paru. Di paru-paru, larva ini berkembang menjadi bentuk
yang lebih matang dan masuk kembali ke saluran pencernaan
melalui batuk. Setelah itu, cacing dewasa tumbuh dan berkembang
biak dalam usus halus.
 Trichuris trichiura atau cacing cambang adalah cacing yang umum
ditemukan di seluruh dunia. Cacing ini hidup di usus manusia dan
dapat menyebabkan anemia, gangguan pertumbuhan, serta
gangguan pada saluran pencernaan. Setelah telur cacing tertelan,
larva Trichuris trichiura berkembang dalam usus halus dan
kemudian bermigrasi ke usus besar. Di sana, cacing ini tumbuh dan
berkembang biak, menghasilkan telur yang dikeluarkan bersama
tinja manusia. Telur tersebut kemudian dapat menginfeksi tanah
dan menjadi infektif setelah beberapa minggu atau bulan,
tergantung pada kondisi lingkungan.

 Hookworm adalah sejenis cacing yang dapat hidup di usus


manusia. Mereka menempel ke dinding usus dan menghisap darah
dari pembuluh darah manusia. Akibatnya, orang yang terinfeksi
cacing ini dapat mengalami anemia, kelemahan, dan kehilangan
nutrisi. Cacing tambang memasuki tubuh manusia melalui
penetrasi kulit. Larva cacing ini hidup di tanah dan dapat
menembus kulit saat seseorang bersentuhan langsung dengan tanah
yang terkontaminasi, seperti berjalan tanpa alas kaki di tanah yang
tercemar tinja manusia yang mengandung larva cacing tambang.
Setelah memasuki tubuh, larva cacing ini bermigrasi melalui
peredaran darah ke paru-paru. Dari paru-paru, larva naik ke saluran
pernapasan dan kembali ke tenggorokan, kemudian ditelan kembali
dan mencapai usus halus. Di usus halus, cacing tambang tumbuh
menjadi bentuk dewasa dan melekat pada dinding usus untuk
menghisap darah.

C. GEJALA

Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing


dewasa dan larva. Pada infeksi yang ringan, trauma yang terjadi bisa
berupa perdarahan (petechial hemorrhage). Sedangkan pada infeksi berat
dapat menimbulkan edema paru, demam hingga 39,5-40o C, pernafasan
cepat dan dangkal, batuk kering atau berdahak, eosinofilia transien,
pneumonitis ascaris. Pada foto thorax tampak infiltrat atau yang disebut
sindroma Loeffler yang akan menghilang dalam waktu 3 minggu.

Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan, yaitu


seperti rasa tidak enak pada perut, nyeri kolik akut pada epigastrium,
gangguan selera makan, diare, dan dapat juga terjadi demam. Efek yang
serius terjadi bila cacingcacing ini menggumpal dalam usus sehingga
terjadi obstruksi usus. Gejala ringan sampai sedang yang biasanya muncul
adalah mudah gugup, susah tidur, nafsu makan menurun, nyeri epigastrik,
muntah atau konstipasi, perut kembung dan buang angin. Sedangkan untuk
gejala berat, biasanya penderita mengeluh adanya mencret yang
mengandung darah dan lendir, nyeri perut, tenesmus (nyeri saat BAB),
penurunan berat badan, anoreksia, anemia dan yang berat adalah terjadinya
prolaps recti.

Telur cacing ini keluar melalui kotoran orang yang terinfeksi dan
dapat mencemari tanah , menyebabkan penularan melalui konsumsi telur
dari makanan, air, atau tanah yang terkontaminasi. Infeksi ini dapat
mengganggu status gizi penderita , menyebabkan hilangnya zat besi dan
protein , malabsorpsi nutrisi, dan persaingan untuk mendapatkan vitamin
A di usus.

Kelainan patologi akibat infeksi cacing tambang dewasa adalah


kehilangan darah dari intestinal yang disebabkan invasi parasit kemukosa
dan submukosa usus halus. Kehilangan darah yang kronik ini
menyebabkan terjadinya anemia defisiensi zat besi. Kehilangan
proteinsecara kronik akibat infeksi cacing tambangdapat menyebabkan
hipoproteinemia dananasarka. Infeksi STH seringkali tidak
menimbulkankeluhan dan gejala yang spesifik, dengandemikian para
dokter harus melakukanpemeriksaan feses.Cara Kato-Katz fecal-
thicksmear dan McMaster digunakan untukmengukur intensitas dari
infeksi denganmemperkirakan jumlah telur per gram tinja.
(11)Ultrasonografi dan endoskopi bermanfaat untukdiagnosis dari
komplikasi ascariasis termasukobstruksi usus dan saluran hepatobiliar
sertapankreas.
D. PENYEBARAN DAN PENULARAN

Penyebaran STH tergantung dari lingkungan yang tercemar tinja


yang mengandung telur. Pencemaran tanah, terutama oleh telur cacing
Ascaris lumbricoides banyak terjadi di daerah pedesaan, daerah pinggiran
kota dan daerah perkotaan yang padat penduduknya. Urbanisasi
menyebabkan semakin banyaknya penduduk dari pedesaan pindah dan
bertempat tinggal di daerah perkotaan. Angka kepadatan penduduk di
suatu wilayah, dapat menggambarkan keadaan sanitasi lingkungan di
wilayah itu. Apabila angka ini tinggi berarti penduduk atau masyarakat
yang berdiam di wilayah ini sangat padat. Masalah pengelolaan tinja yang
kurang baik dan pemakaian tinja sebagai pupuk untuk sayuran yang
dimakan mentah dapat merupakan sumber infeksi penyakit parasit dan
pencemaran lingkungan.

Perilaku manusia yang seringkali kurang memperhatikan pentingnya


penggunaan air bersih untuk kehidupan berperan terhadap terjadinya
infeksi helmin.Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya keseimbangan
antara penduduk dengan lingkungan. Sebagai akibatnya, keadaan sanitasi
lingkungan menjadi buruk dan penularan penyakit dapat terjadi dengan
cepat. Kesehatan lingkungan berkaitan erat dengan masalah kurangnya
fasilitas air bersih sehingga mudah terjadi infeksi oleh cacing helmin. Air
sungai yang tercemar telur cacing sering digunakan untuk berbagai
keperluan dan aktivitas seperti misalnya menyiram perkebunan sayur,
mandi, cuci, dan buang air besar.

Penularan STH terjadi melalui konsumsi telur yang dikeluarkan


melalui tinja orang yang terinfeksi. Di daerah dengan sanitasi yang tidak
memadai, telur-telur ini mencemari tanah dan dapat tertelan jika sayuran
tidak dimasak, dicuci, atau dikupas dengan benar, atau melalui sumber air
yang terkontaminasi. Selain itu, telur yang disimpan di dalam tanah dapat
menjadi infektif sehingga menyebabkan infeksi bila tertelan. Distribusi
geografis STH tumpang tindih dengan wilayah yang sanitasinya buruk,
dan infeksi ini dianggap sebagai penyakit tropis yang terabaikan karena
kecacatan dan penderitaan yang ditimbulkannya. Langkah-langkah
pengendalian infeksi STH meliputi pemberian obat cacing secara berkala
pada populasi berisiko, peningkatan sanitasi dan kebersihan, dan
pendidikan kesehatan untuk mencegah penularan.

E. DATA STH SECARA GLOGAL, NASIONAL DAN SULAWESI


TENGGARA

Berdasarkan data yang dihasilkan Penyeakit STH mulai menjadi masalah


besar di dunia, di Indonesia terutama di Sulawesi Tenggara.Berikut adalah
data total kasus Penyakit STH di dunia, Indonesia dan Daerah Sulawesi
tenggara:

No. JUMLAH KASUS ANAK-ANAK


LOKASI (2019)
1 GLOBAL 1,5 MILIAR 24%
2 NASIONAL 40 JUTA 30%
(INDONESIA)
3 SULAWESI 245 60%
TENGGARA

F. PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN

Tujuan utama dari pengobatan infeksiSTH adalah mengeluarkan semua


cacing dewasa dari saluran gastrointestinal. Obat yangbanyak digunakan untuk
mengeluarkan infeksi STH adalah mebendazole dan albendazole.Obat yang
direkomendasikan untuk mengendalikan infeksi STH di masyarakat adalah
benzimidazole, albendazole (dosis tunggal 400 mg, dan untuk anak usia 12–24
bulan dikurangi menjadi 200 mg) atau mebendazole (dosis tunggal 500 mg) dapat
juga diberikan levamisole atau pyrantel pamoate. Benzimidazole bekerja
menghambat polimerisasi dari microtubule parasit yang menyebabkan kematian
dari cacing dewasadalam beberapa hari. Walaupun albendazoledan mebendazole
merupakan obat broadspectrum terdapat perbedaan penggunaanya dalam klinik
Kedua obat sangat efektif terhadap ascariasis dengan pemberian dosis
tunggal.Namun, untuk cacing tambang, mebendazole dosis tunggal memberikan
rate pengobatan yang rendah dan albendazole lebih efektif. Sebaliknya
albendazole dosis tunggal tidakefektif untuk kasus trichiuriasis. Obat antelmentik
bensimidasole adalah embriotoksikdan teratogenik pada tikus yang hamil,
sehingga jangan digunakan untuk bayi dan selama kehamilan. Pyrantel pamoate
dan levamisole merupakan pengobatan alternatif untuk infeksi Ascaris dan cacing
tambang, walaupun pyrantel pamoate tidak efektif untuk mengobati trichiuriasis.

Pada daerah di mana infeksicacing tambang sudah endemik,


dianjurkanpemberian pengobatan antelmintik selamakehamilan kecuali pada
trimester pertama.Ibu hamil di daerah endemik yangdiberikan pengobatan satu
atau dua kaliselama kehamilan terbukti dapat memperbaikistatus anemia ibu dan
berat lahir bayi sertamenurunkan angka kematian bayi pada 6 bulanpertama.
Perbaikan sanitasi bertujuan untuk mengendalikan penyebaran STH dengan cara
menurunkan kontaminasi air dan tanah.Sanitasi merupakan intervensi utama
untuk menghilangkan infeksi STH, tetapi supaya intervensi ini efektif harus
mencakup populasi yang luas. Namun strategi ini memerlukan biaya yang tidak
sedikit dan sulit dilaksanakanbila biaya yang tersedia sangat terbatas. Namunbila
digunakan sebagai intervensi primer untuk mengendalikan infeksi STH diperlukan
waktu bertahun-tahun bahkan puluhan tahun supaya dapat efektif. Pendidikan
kesehatan bertujuan menurunkan penyebaran dan terjadinya reinfeksi dengan cara
memperbaiki perilaku kesehatan.

Untuk infeksi STH, tujuannya adalah mengurangi kontaminasi dengan tanahdan


air melalui promosi penggunaan jambandan perilaku kebersihan. Tanpa perubahan
kebiasaan buang air besar, pengobatan secarateratur ternyata tidak mampu
menurunkan penyebaran infeksi STH.Pendidikan kesehatan dapat menurunkan
biaya pengendalian infeks iSTH dan terjadinya reinfeksi. Vaksinasi
tetapmerupakan metode yang tepat untuk mengendalikan infeksi STH, karena
dapat memotong penyebaran infeksi STH. Vaksin cacing tambang yang
mengandung antigenlarva Ancylosoma – secreted protein (ASP)2efektif pada
model hewan (anjing dan tupai)dan studi epidemiologi menunjukan adanya efek
pencegahan.Vaksin cacing tambang NaASP-2 saat ini masih dalam tahap
pengembangan untuk dapat digunakan pada manusia.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan makalah “penyakit soil transmitted helmints (sth) di


Indonesia” dapat disimpulkan bahwa Kecacingan adalah kondisi atau
penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing parasit pada tubuh manusia atau
hewan. Cacing-cacing tersebut dapat menginfeksi berbagai organ dalam
tubuh, terutama saluran pencernaan, dan menyebabkan berbagai gejala yang
bervariasi tergantung pada jenis cacing dan tingkat keparahan infeksinya.
Cacingan secara kumulatif pada manusia dapat menimbulkan kehilangan zat
gizi berupa karbohidrat dan protein serta kehilangan darah, sehingga dapat
menurunkan produktivitas kerja. Kecacingan juga dapat menghambat
perkembangan fisik.
DAFTAR PUSTAKA

Ellwanger, J. H., & Cavallero, S. (2023). Soil-transmitted helminth infections


from a One Health perspective. Frontiers in Medicine, 10,
1167812.Mascarini-Serra, L. (2011). Prevention of soil-transmitted
helminth infection. Journal of global infectious diseases, 3(2), 175.

Hikmah, N., & Anwar, I. (2023). UPAYA PENINGKATAN PENGETAHUAN


MASYARAKAT TENTANG STUNTING DAN CACINGAN DI
KELURAHAN KAMBU KECAMATAN KAMBU KOTA KENDARI
SULAWESI TENGGARA. Mosiraha: Jurnal Pengabdian Farmasi, 1(2),
13-19.
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/soil-transmitted-helminth-
infections
Oktofani, L. A., & Suwandi, J. F. (2019). Potensi tanaman pepaya (Carica papaya)
sebagai antihelmintik. Jurnal Majority, 8(1), 246-250.
Sibuea, C. (2022). Penyuluhan Penyakit Kecacingan Ascariasis Kepada
Masyarakat Desa Namorambe Kabupaten Deli Serdang. Jurnal Visi
Pengabdian Kepada Masyarakat, 3(1), 1-9.

Tapiheru, M. J. R. (2020). Prevalensi Infeksi Soil Transmitted Helminth Pada


Murid Sekolah Dasar Negeri 105296 di Kecamatan Percut Sei Tuan,
Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai