Anda di halaman 1dari 7

A.

Pengertian Kecacingan
Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa
cacing. Cacing umumnya tidak menyebabkan penyakit berat sehingga sering kali
diabaikan walaupun sesungguhnya memberikan gangguan kesehatan. Tetapi dalam
keadaan infeksi berat atau keadaan yang luar biasa, kecacingan cenderung memberikan
analisa keliru ke arah penyakit lain dan tidak jarang dapat berakibat fatal (Margono,
2008).
Definisi infeksi kecacingan menurut WHO (2011) adalah sebagai infestasi satu
atau lebih cacing parasit usus yang terdiri dari golongan nematode usus. Diantara
nematoda usus ada sejumlah spesies yang penularannya melalui tanah atau biasa disebut
dengan cacing jenis STH yaitu Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Trichuris
trichuira, Ancylostoma duodenale dan Strongyloides stercoralis (Margono et al., 2006).
Kecacingan ini umumnya ditemukan didaerah tropis dan subtropis dan beriklim basah
dimana hygiene dan sanitasinya buruk. Penyakit ini merupakan penyakit infeksi paling
umum menyerang kelompok masyarakat ekonomi lemah dan ditemukan pada berbagai
golongan usia.

B. Agen Penyebab
Infeksi kecacingan adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing kelas nematode
usus khususnya yang penularan melalui tanah, diantaranya Ascaris lumbricoides,
Trichuris trichiura, dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator
americanus) dan Strongyloides stercoralis.

C. Jenis, Agen Penyebab, Karakteristik dan Epidemiologi Kecacingan


1. Askariasis
Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya ringan. Dapat berupa
gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare dan konstipasi.
Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak dapat terjadi gangguan penyerapan
makanan (malabsorbtion). Keadaan yang serius, bila cacing menggumpal dalam usus
sehingga terjadi penyumbatan pada usus (Ileus obstructive).
Selain itu menurut Effendy yang dikutip Surat Keputusan Menteri Kesehatan
(2006) gangguan juga dapat disebabkan oleh larva yang masuk ke paru-paru sehingga
dapat menyebabkan perdarahan pada dinding alveolus yang disebut Sindroma
Loeffler.

1
Karakteristik:
Pada permulaan mungkin ada batuk-batuk dan eosinofilia
Anak yang menderita cacingan biasanya lesu, tidak bergairah dan kurang
konsentrasi belajar
Pada anak-anak yang menderita Ascariasis lumbricoides perutnya tampak
buncit, perut sering sakit, diare, dan nafsu makan kurang
Pada anak-anak yang menderita Ascariasis lumbricoides perutnya tampak
buncit, perut sering sakit, diare, dan nafsu makan kurang
Pemeriksaan tinja sangat diperlukan untuk ketepatan diagnosis yaitu
dengan menemukan telur-telur cacing di dalam tinja tersebut
Jumlah telur juga dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan
beratnya infeksi
Epidemiologi:
Orang Di Indonesia kejadian Ascariasis tinggi, frekuensinya antara 60%
sampai 90% terutama terjadi pada anak-anak. Anak-anak sering memasukkan
jari yang sudah terkena tanah ke dalam mulut atau senang memakan kotoran .
Tempat Infeksi ini ditemukan di seluruh populasi dengan sanitasi yang
buruk terutama di seluruh area tropis di dunia, khususnya negara-negara
berkembang seperti Asia dan Afrika.
Waktu kapan saja setelah cacing Ascaris menginfeksi tubuh melalui
maanan dan minuman dengan tangan yang kotor.
2. Ankilostomiasis
Adalah kecacingan yang disebabkan oleh cacing Necator americanus dan
Ancylostoma duodenale. Necator americanus dan Ancylostoma duodenale adalah dua
spesies cacing tambang yang dewasa di manusia. Habitatnya ada di rongga usus
halus. Cacing betina menghasilkan 9.000-10.000 butir telur sehari. Cacing betina
mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-kira 0,8 cm, cacing dewasa
berbentuk seperti huruf S atau C dan di dalam mulutnya ada sepasang gigi.
Karakteristik:
Lesu
Tidak bergairah
Pucat
Rentan terhadap penyakit
Eosinofilia
Selain mengisap darah, cacing tambang juga menyebabkan perdarahan
pada luka tempat bekas tempat isapan

2
Menyebabkan kehilangan darah secara perlahan-lahan sehingga penderita
mengalami kekurangan darah (anemia)
Epidemiologi:
Orang Angka infeksi tertinggi ditemukan pada anakanak. Faktor
terpenting dalam penyebaran trikuriasis adalah kontaminasi tanah dengan tinja
yang mengandung telur.
Tempat Penyebaran geografis T. trichuira sama A. lumbricoides sehingga
seringkali kedua cacing ini ditemukan bersama-sama dalam satu hospes.
Frekuensinya di Indonesia tinggi, terutama di daerah pedesaan yakni wilayah
perkebunan dan pertambangan, frekuensinya antara 30%-90%.
Waktu kapan saja setelah cacing ini menghisap darah dan menginfeksi
tubuh.

3. Trikuriasis
Penyakit ini disebabkan oleh cacing Trichuris trichiura betina memiliki panjang
sekitar 5 cm dan yang jantan sekitar 4 cm. Hidup di kolon asendens dengan bagian
anteriornya masuk ke dalam mukosa usus.
Cara infeksi langsung terjadi bila telur yang matang tertelan oleh manusia
(hospes), kemudian larva akan keluar dari dinding telur dan masuk ke dalam usus
halus sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke kolon
asendens dan sekum. Masa pertumbuhan mulai tertelan sampai menjadi cacing
dewasa betina dan siap bertelur sekitar 30-90 hari (Gandahusada, 2000).
Karateristik:
Trichuris trichiura pada manusia terutama hidup di sekum dapat juga
ditemukan di dalam kolon asendens
Pada anak cacing ini tersebar diseluruh kolon dan rektum, kadang-kadang
terlihat pada mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya
penderita sewaktu defekasi
Menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus
Pada tempat pelekatannya dapat menimbulkan perdarahan
Dapat menyebabkan anemia

3
Pada infeksi berat dan menahun terutama pada anak menimbulkan gejala
seperti diare, disenteri, anemia, berat badan menurun dan kadang-kadang
terjadi prolapsus rectum
Epidemiologi:
Yang penting untuk penyebaran penyakit adalah kontaminasi tanah dengan
tinja. Telur tumbuh di tanah liat, tempat lembab, dan teduh dengan suhu optimum
kira 30 derajat celcius. Di berbagai negeri pemakaian tinja sebagai pupuk kebun
merupakan sumber infeksi.
Frekuensi di Indonesia masih sangat tinggi. Di beberapa daerah pedesaan di
Indonesia frekuensinya berkisar antara 30-90 %. Di daerah yang sangat endemik
infeksi dapat dicegah dengan pengobatan penderita trikuriasis, pembuatan jamban
yang baik dan pendidikan tentang sanitasi dan kebersihan perorangan, terutama
anak. Mencuci tangan sebelum makan, mencuci dengan baik sayuran yang
dimakan mentah adalah penting apalagi di negera-negera yang memakai tinja
sebagai pupuk (Gandahusada, 2000).
Dahulu infeksi Trichuris trichiura sulit sekali diobati. Antihelminthik seperti
tiabendazol dan ditiazanin tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pengobatan
yang dilakukan untuk infeksi yang disebabkan oleh Trichuris trichiura adalah
Albendazole, Mebendazole dan Oksantel pamoate (Gandahusada, 2000).
4. Strongilodiasis
Merupakan kecacingan yang disebabkan oleh cacing Stongiloides stercoralis. Necator
americanus dan Ancylostoma duodenale
Karakteristik :
Bila larva filariform dalam jumlah besar menembus kulit akan timbul kelainan
kulit yang dinamakan creeping eruption yang sering disertai dengan rasa gatal
yang hebat.
Infeksi ringan pada umumnya terjadi tanpa diketahui hospesnya karena tidak
menimbulkan gejala.
Infeksi sedang dapat menyebabkan rasa sakit seperti tertusuk-tusuk di daerah
epigastrium tengah dan tidak menjalar.
Gejala lain adalah ada terasa mual dan muntah, diare dan konstipas yang saling
bergantian.

4
Pada Strongiloidiasis juga terjadi autoinfeksi dan hiperinfeksi.
Penderita dapat meninggal akibat terjadinya peritonitis, kerusakan otak dan
kegagalan pernafasan.
Epidemiologi :
Orang dapat terjadi pada semua golongan umur dan jenis kelamin. Pada umumnya
lebih banyak ditemukan pada anak-anak berusia 5-10 tahun sebagai host (penjamu)
yang juga menunjukkan beban cacing yang lebih tinggi.
Tempat Cacing merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar ke seluruh
dunia, lebih banyak ditemukan di daerah beriklim panas dan lembab. Prevalensinya
di Indonesia terutama di daerah pedesaan adalah 30-90%.
Waktu Infeksi kecacingan menunjukkan fluktuasi musiman. Biasanya insiden
meningkat pada permulaan musim hujan, karena curah hujan yang tinggi
mengakibatkan kelembaban tanah meningkat. Tanah yang lembab sangat baik sebagai
tempat telur cacing untuk berkembang biak.
D. Peran Lingkungan
Penyakit cacingan biasanya terjadi di lingkungan yang kumuh terutama di daerah
kota atau daerah pinggiran (Hotes, 2003). Sedangkan menurut Phiri (2000) yang dikutip
Hotes (2003) bahwa jumlah prevalensi Ascaris lumbricoides banyak ditemukan di daerah
perkotaan. Sedangkan menurut Albonico yang dikutip Hotes (2003) bahwa jumlah
prevalensi tertinggi ditemukan di daerah pinggiran atau pedesaan yang masyarakat
sebagian besar masih hidup dalam kekurangan.
1. Lingkungan Fisik
Tanah Penyebaran penyakit cacingan dapat melalui terkontaminasinya tanah
dengan tinja yang mengandung telur Trichuris trichiura, telur tumbuh dalam tanah
liat yang lembab dan tanah dengan suhu optimal 30C (Depkes R.I, 2004:18).
Tanah liat dengan kelembapan tinggi dan suhu yang berkisar antara25C-30C
sangat baik untuk berkembangnya telur Ascaris lumbricoides sampai menjadi
bentuk infektif (Srisasi Gandahusada, 2000:11).Sedangkan untuk pertumbuhan
larva Necator americanus yaitu memerlukan suhu optimum 28C-32C dan tanah
gembur seperti pasir atau humus, dan untuk Ancylostoma duodenale lebih rendah
yaitu 23C-25C tetapi umumnya lebih kuat (Gandahusada, 2000).
Iklim Penyebaran Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura yaitu di daerah
tropis karena tingkat kelembabannya cukup tinggi. Sedangkan untuk Necator

5
americanus dan Ancylostoma duodenale penyebaran ini paling banyak di daerah
panas dan lembab. Lingkungan yang paling cocok sebagai habitat dengan suhu
dan kelembapan yang tinggi terutama di daerah perkebunan dan pertambangan
(Onggowaluyo, 2002).
Kelembaban Kelembaban yang tinggi akan menunjang pertumbuhan telur dan
larva dari STH. Pada keadaan kekeringan akan sangat tidak menguntungkan bagi
pertumbuhan STH. Kelembaban 80% sangat baik untuk perkembangan telur
Ascaris lumbricoides sedang telur Trichuris trichiura menjadi stadium larva
maupun bentuk infektif pada kelembaban 87% (Margono, 2008).
Angin Angin dapat mempercepat pengeringan sehingga dapat mematikan telur
dan larva. Selain itu angin juga dapat menyebarkan telur STH dalam debu
sehingga mempermudah penularan infeksi STH. (Margono, 2008).
2. Lingkungan Kimia
3. Lingkungan Biologi
4. Lingkungan Sosial
Perilaku Higiene perorangan tersebut meliputi kebersihan kulit, biasanya
merupakan cerminan kesehatan yang paling pertama memberikan kesan. Oleh
karena itu perlu memelihara kulit dengan sebaik baiknya. Pemeliharaan
kesehatan kulit tidak dapat terlepas dari kebersihan lingkungan, makanan yang
dimakan serta kebiasaan hidup sehari hari Perilaku mempengaruhi terjadinya
infeksi cacingan yaitu yang ditularkan lewat tanah (Peter J. Hotes, 2003:21).
Anak-anak paling sering terserang penyakit cacingan karena biasanya jari-jari
tangan mereka dimasukkan ke dalam mulut, atau makan nasi tanpa cuci tangan
(Oswari, 1991).
Ekonomi Sosial ekonomi mempengaruhi terjadinya cacingan menurut
Tshikuka (1995) dikutip Hotes (2003) yaitu faktor sanitasi yang buruk
berhubungan dengan sosial ekonomi yang rendah.
Status Gizi Cacingan dapat mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan
(digestif), penyerapan (absorbsi), dan metabolisme makanan. Secara keseluruhan
(kumulatif), infeksi cacingan dapat menimbulkan kekurangan zat gizi berupa
kalori dan dapat menyebabkan kekurangan protein serta kehilangan darah. Selain

6
dapat menghambat perkembangan fisik,anemia, kecerdasan dan produktifitas
kerja, juga berpengaruh besar dapat menurunkan ketahanan tubuh sehinggamudah
terkena penyakit lainnya (Depkes R.I, 2006).

E. Pencegahan Infeksi Kecacingan


1. Pencegahan Primer Pencegahan primer dapat dilakukan dengan mengadakan
penyuluhan kesehatan oleh petugas kesehatan tentang kecacingan dan sanitasi
lingkungan atau menggalakkan program UKS, meningkatkan perilaku higiene
perorangan dan pembuatan MCK (Mandi, Cuci, Kakus) yang sehat dan teratur.
2. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan
memeriksakan diri ke Puskesmas atau Rumah Sakit dan memakan obat cacing tiap 6
bulan sekali.
3. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan melakukan tindakan
medis berupa operasi.

Anda mungkin juga menyukai