Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Parasit adalah ilmu yang mempelajari tentang makhluk hidup (organisme)
yang hidupnya menumpang (bergantung) pada makhluk hidup lainnya.
Organisme yang menumpang itu disebut parasit. Organisme yang ditumpangi
biasanya lebih besar daripada parasit itu sendiri, disebut host atau hospes atau
tuan rumah, yang memberi makanan dan perlindungan secara fisik kepada
parasit. Pada usus dapat terjadi gangguan atau gejala penyakit akibat oleh
parasit yang habitatnya pada usus tersebut. Gejala klinis yang ditimbulkan dari
yang paling ringan (asimptomatik), ataupun hanya merupakan gejala lokal pada
usus sampai paling berat dengan gejala sistemik yang dapat menimbulkan
kematian pada hospesnya. Penyakit cacing usus penyebabnya adalah cacing
yang habitatnya di usus dengan beberapa pembagian, salah satunya adalah
nematoda usus. Nematoda usus merupakan kelompok yang sangat penting bagi
masyarakat Indonesia karena masih banyak yang mengidap cacing ini
sehubungan banyaknya faktor yang menunjang untuk hidup suburnya cacing
parasiter ini. Faktor penunjang ini antara lain keadaan alam serta iklim, sosial
ekonomi, pendidikan, kepadatan penduduk serta masih berkembangnya
kebiasaan yang kurang baik
Pencemaran tanah merupakan penyebab terjadinya transmisi telur cacing dari
tanah kepada manusia melalui tangan atau kuku yang mengandung telur
cacing, lalu masuk ke mulut bersama makanan. Tinggi rendahnya frekuensi
tingkat kecacingan berhubungan dengan kebersihan diri dan sanitasi
lingkungan yang menjadi sumber infeksi. Di Indonesia prevalensi kecacingan
masih tinggi antara 60% – 90 % tergantung pada lokasi dan sanitasi lingkungan
(Mardiana, 2008).
Anak-anak lebih sering terinfeksi dari pada orang dewasa karena kebiasaan
main tanah dan kurang/belum dapat menjaga kebersihan sendiri. Semua infeksi
cacing usus dapat dicegah dengan meningkatkan kebersihan lingkungan,
pembuangan tinja atau sanitasi yang baik, mengerti cara-cara hidup sehat, tidak
menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman dan mencuci bersih sayuran/buah

1
yang akan di makan mentah. Obat cacing, seperti piperasin, mebendazole,
tiabendazol, dan lain-lain dapat diberikan dengan hasil yang cukup
memuaskan.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari praktikum pemeriksaan telur cacing pada feses
manusia (Anak-anak) adalah untuk Mengetahui cara pemeriksaan feses untuk
mengetahui tingkat infeksi yang di derita anak tersebut dengan menggunakan
metode Apung dengan sentrifugasi
1.3 Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum parasitologi yaitu agar praktikan yang melakukan
praktikum tersebut dapat mengetahui cara dan metode pemeriksaan dengan
baik dan benar menggunakan metode apung sentrifugasi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nematoda Usus


Nematoda usus banyak ditemukan di daerah tropis termasuk Indonesia dan
tersebar di seluruh dunia. Diantara nematoda usus terdapat sejumlah spesies
yang ditularkan melalui tanah yang tercemar oleh cacing. Infeksi cacing
menyerang semua golongan umur terutama anak-anak dan balita. Apabila
infeksi cacing yang terjadi pada anak-anak dan balita maka dapat mengganggu
tumbuh kembang anak, sedangkan jika infeksi terjadi pada orang dewasa dapat
menurunkan produktivitas kerja. Diantara cacing usus yang menjadi masalah
kesehatan adalah kelompok “soil transmitted helminth” atau cacing yang
ditularkan melalui tanah, seperti Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan
Ancylostoma sp (cacing tambang). Nematoda adalah cacing yang tidak
bersegmen, bilateral simetris, mempunyai saluran cerna yang berfungsi penuh,
biasanya berbentuk silindris serta panjangnya bervariasi dan beberapa
milimeter hingga lebih dari satu meter. Nematoda usus biasanya matang dalam
usus halus, dimana sebagian besar cacing dewasa melekat dengan kait oal atau
lempeng pemotong. Cacing ini menyebabkan penyakit karena dapat
menyebabkan kehilangan darah, iritasi dan alergi. Manusia merupakan hospes
beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan cara penyebaran, nematoda
usus dibagi kedalam dua kelompok, yaitu nematoda usus yang ditularkan
melalui tanah soil transmitted heminths yaitu kelompok cacing nematoda yang
membutuhkan tanah untuk pematangan dari bentuk non-infektif menjadi
bentuk infektif. (Margono, 2008)
2.2 Jenis Telur Cacing Nematoda Usus
a. Ascaris Lumricoides
Ascaris Lumricoides merupakan parasit infeksi yang dapat menyebabkan
penyakit askariasis. Cacing ini tergolong dalam superfamili Ascaroidea,
genus Ascaris. Ascaris lumricoides yang termasuk kelompok cacing yang
ditularkan melalui tanah (Soil-Transmitted Helminthes), ditemukan secara
cosmopolitan dengan prevalensi tertinggi di daerah yang beriklim panas dan

3
lembab dimana keadaan hygiene dan kebersihan lingkungan kurang
memadai Cacing dewasa hidup pada usus halus manusia dengan panjang
20-40 cm, dan diameter 0,5 cm. Telur cacing yang keluar bersama feses
akan masuk ke saluran pencernaan. manusia melalui makanan yang tidak
higienis. Selanjutnya, telur berkembang menjadi larva yang menembus
dinding usus dan mengikuti peredaran darah manusia sampai ke paru-
paru, trakea (tenggorokan), faring (kerongkongan, dan kembali ke usus
hingga dewasa, kemudian menetas telur 200.000 / hari cacing betina
berukuran lebih besar dibandingkan cacing jantan. Dalam keadaan hidup,
tubuhnya berwarna putih susu dengan kutikula bergaris-garis. (Abdul, 2015)

Gambar 2.3.1 Ascaris Lumricoides


b. Trichuris Trichiura
Trichuris Trichiura, biasa disebut Trichocephalus atau lebih dikenal
dengan nama cacing cambuk. Cacing ini dapat menyebabkan gangguan
kesehatan pada manusia bila menginfeksi dalam jumlah yang banyak.
Penyakit cosmopolitan yang disebabkan oleh Trichuris Trichiura adalah
penyakit Trikuriasis. Cacing ini termasuk kelompok cacing yang dtularkan
melalui tanah dan terutama ditemukan di daerah tropis pada anak usia 5-15
tahun. Prevelensi di Indonesia bervariasi antara 60-90% tergantung
beberapa faktor antara lain daerah pedesaan, kota, kumuh, bersih dan
sebagainya. Secara umum prevalensi di Indonesia, trikuris sangat tinggi
contohnya di Makasar, palu, kepulauan seribu, DKI Jakarta, dll (Abdul,
2015).

4
Gambar 2.3.2 Trichuris Trichiura
c. Necator Americanus (cacing tambang pada manusia)
Cacing tambang parasit dalam usus manusia. Panjang tubuhnya 1-1,5 cm.
Saat menggigit dinding usus penderita, cacing ini mengeluarkan zat
antipembekuan darah (zat antikoagulasi) dan darah terus-menerus diisapnya
sehingga penderita dapat mengalami anemia.Telur yang keluar bersama
feses akan menetas di tempat becek membentuk larva rabditiform
(filariform). Larva dapat menembus kulit telapak kaki manusia dan
mengikuti peredaran darah sampai ke paru-paru, trakea (tenggorokan),
faring (kerongkongan), dan kembali ke usus sampai dewasa.(Abdul, 2015)

Gambar 2.3.3 Necator Americanus (cacing tambang pada manusia)


d. Ancylostoma Duodenale
Cacing dewasa hidup di rongga usus halus manusia, dengan mulut yang
melekat pada mukosa dinding usus. Ancylostoma duodenale ukurannya
lebih besar dari Necator americanus. Yang betina ukurannya 10-13 mm x
0,6 mm, yang jantan 8-11 x 0,5 mm, bentuknya menyerupai huruf C,
Necator americanus berbentuk huruf S,A.duodenale betina dalam satu hari
dapat bertelur 10.000 butir, Seekor cacing tambang dapat menyebabkan
kehilangan darah sebanyak 0,2 ml setiap harinya. Seekor cacing tambang
dewasa dapat bertelur antara 10.000-30.000 telur per 24 jam. Telur ini akan

5
bertahan lama di tanah yang lembab, sejuk dan di sekitar pohon yang
rindang yang biasanya terdapat di daerah perkebunan. (Abdul, 2015)

Gambar 2.3.4 Ancylostoma Duodenale


e. Strongloides Stercoralis
Cacing Strongyloides stercoralis merupakan salah satu cacing jenis STH
(cacing perut). Cacing ini dapat menyerang dinding alat-alat pencernaan,
manusia merupakan hospes utama cacing ini. cacing ini dapat menyebabkan
penyakit Strongilodiasis.cacing ini terdapat didaerah tropik dan
subtropik,jarang sekali ditemui didaerah yang beriklim dingin. Cacing ini
berbentuk filform. Halus, idak berwarna, panjangnya sekitar 2 mm, cara
berkembang biaknya dengan bertelur kemudian menetas menjadi larva.
Infeksi ringan dari cacing ini umumnya terjadi tanpa diketahui karena tidak
adanya gejala-gejala. Salah satu obat yang sering digunakan untuk
mengobati infeksi cacing ini adalah tiabenzanol. (Abdul, 2015)

Gambar 2.3.5 Strongloides Stercoralis


f. Trichinella Spiralis
Trichinella spiralis atau disebut juga cacing otot adalah hewan dari
anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum
nematode. Cacing ini menyebabkan penyakit trikinosis pada manusia, babi,
atau tikus. Bentuk dewasanya halus seperti rambut, yang betina panjangnya

6
3-4mm, sedangkan yang jantan kira-kira 1,5 mm. unjug depannya halus
sedangkan pada cacing betina ekornya membundar, sedangkan pada cacing
jantan ekornya melengkung. (Abdul, 2015)

Gambar 2.5.6 Trichinella Spiralis


2.3 Pemeriksaan Feses
Pemeriksaan feses ( tinja ) adalah salah satu pemeriksaan laboratorium yang
telah lama dikenal untuk membantu klinisi menegakkan diagnosis suatu
penyakit. Meskipun saat ini telah berkembang berbagai pemeriksaan
laboratorium yang modern, dalam beberapa kasus pemeriksaan feses masih
diperlukan dan tidak dapat digantikan oleh pemeriksaan lain. Pengetahuan
mengenai berbagai macam penyakit yang memerlukan pemeriksaan feses, cara
pengumpulan sampel yang benar serta pemeriksan dan interpretasi yang benar
akan menentukan ketepatan diagnosis yang dilakukan oleh klinisi. (Gojali,
2011)
Pemeriksaan feses di maksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur
cacing ataupun larva yang infektif. Pemeriksaan feses ini juga di maksudkan
untuk mendiagnosa tingkat infeksi cacing parasit usus pada orang yang di
periksa fesesnya. Prinsip dasar untuk diagnosis infeksi parasit adalah riwayat
yang cermat dari pasien. Teknik diagnostik merupakan salah satu aspek yang
penting untuk mengetahui adanya infeksi penyakit cacing, yang dapat
ditegakkan dengan cara melacak dan mengenal stadium parasit yang
ditemukan. Sebagian besar infeksi dengan parasit berlangsung tanpa
gejala atau menimbulkan gejala ringan. Oleh sebab itu pemeriksaan
laboratorium sangat dibutuhkan karena diagnosis yang hanya berdasarkan pada
gejala klinik kurang dapat dipastikan (Gandahusada, dkk, 2000).
Pemeriksaan feses dapat dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif.
Secara kualitatif dilakukan dengan metode natif, metode apung, metode harada

7
mori, dan Metode kato. Metode ini digunakan untuk mengetahui jenis parasit
usus, sedangkan secara kuantitatif dilakukan dengan metode kato untuk
menentukan jumlah cacing yang ada di dalam usus. Prinsip dasar untuk
diagnosis infeksi parasit adalah riwayat yang cermat dari pasien. Teknik
diagnostik merupakan salah satu aspek yang penting untuk mengetahui adanya
infeksi penyakit cacing, yang dapat ditegakkan dengan cara melacak dan
mengenal stadium parasit yang ditemukan.
2.4 Pengertian Cacingan
Cacing merupakan salah satu parasit yang mengidap manusia. Penyakit
infeksi yang disebabkan oleh cacing masih tetap ada dan masih tinggi
prevalensinya. Hal ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang masih
perlu ditangani. Penyakitnya infeksi yang disebabkan cacing itu dapat
dikarenakan di daerah tropis khususnya Indonesia berada dalam posisi
geografis dengan temperatur serta kelembaban yang cocok untuk
berkembangnya cacing dengan baik. (Kadarsan, 2005)
Cacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa
caicng. Cacing umumnya tidak menyebabkan penyakit berat sehingga sering
kali diabaikan walaupun sesungguhnya memberikan gangguan kesehatan.
Tetapi, dalam keadaan infeksi berat atau keadaan yang luar biasa, kecacingan
cenderung memberikan analisa keliru ke arah penyakit lain dan tidak jarang
dapat berakibat fatal. (Margono, 2008)
Definisi infeksi kecacingan menurut WHO (2011) adalah sebagai infestasi
satu atau lebih cacing parasit usus yang terdiri dari golongan nematoda usus.
Diantara nematoda usus ada sejumlah spesies yang penularannya melalui tanah
atau biasa disebut dengan cacing jenis STH (Margono l.,2006) Nematoda
adalah cacing yang tidak bersegmen, bilateral simetris, mempunyai saluran
cerna yang berfungsi penuh, biasanya berbentuk silindris serta panjangnya
bervariasi dan beberapa milimeter hingga lebih dari satu meter. Nematoda usus
biasanya matang dalam usus halus, dimana sebagian besar cacing dewasa
melekat dengan kait oral atau lempeng pemotong. Cacimg ini menyebabkan
penyakit karena dapat menyebabkan kehilangan darah, iritasi dan alergi.
(Margono, 2008)

8
2.5 Penyebab Cacingan Pada Manusia
1. Kurang Memelihara Kebersihan
Anak-anak tidak bisa jika diharuskan menjaga kebersihan, banyak
anak-anak yang merasa cuek dengan kebersihannya. Seperti setelah
bermain tanah anak tidak cuci tangan dan dia memasukkan makanan
menggunakan tangannya ke dalam mulut. Hal inilah yang menjadi
penyebab utama mengapa anak-anak terkena cacingan.
2. Lingkungan Yang Kotor
Lingkungan yang kotor juga menjadi penyebab anak-anak terkena
cacingan. Anak-anak bisa saja bermain di lingkungan yang kotor dan
mengandung cacing di dalamnya sehingga anak bisa rentan untuk terkena
cacingan.
3. BAB di Sembarang Tempat
Anak jangan dibiasakan untuk membuang air besar di sembarang
tempat, hal itu dikarenakan jika BAB di sembarang tempat anak rentan
untuk terkena cacingan. Alasannya adalah penderita cacingan saat
mengeluarkan tinja cacing itu akan ikut keluar, saat tinja mengering maka
cacing itu akan hidup dan berkeliaran kembali. Alasan itulah yang tidak
boleh membiarkan anak untuk BAB secara sembarangan
4. Tidak Memakai Alas Kaki
Kebiasaan anak tidak memakai alas kaki juga dapat menyebabkan anak
terkena cacingan. Cacing jenis gelang bisa menembus permukaan kulit dan
pori-pori manusia. Cacing itu bisa bertelur dan kemudian menimbulkan
cacingan. Oleh sebab itu biasakan kepada anak-anak anda untuk selalu
memakai alas kaki saat memijak tanah. Tanah adalah sumber kuman dan
tempat tinggal cacing penyebab cacingan.
5. Makanan
Cacingan juga bisa disebabkan oleh makanan yang tercemar oleh larva
cacing. Larva itu saat berada di dalam usus kemudian bertelur dan
kemudian berkembang biak. Hal itulah yang menyebabkan anak menjadi
penyebab cacingan.
6. Minuman

9
Meminum air mentah secara terus menerus dapat menyebabkan telur
cacing tumbuh dalam perut. Minum air mentah adalah salah satu
kebiasaan buruk yang harus dihindari, teruatama untuk anak-anak yang
belum mengerti bahaya minum air mentah. Sebab air yang masih mentah
terdapat bakteri jahat yang dapat menumbuhkan telur cacing bersarang dan
menyebabkan cacingan pada anak. Oleh karena itu biasakan pada anak
untuk meminum air matang agar tidak ada kuman yang bersarang di dalam
perut. (Irul, 2014)
2.6 Gejala dan Ciri-ciri Orang Cacingan
1. Gejala cacingan akibat cacing gelang
Cacing askariasis atau cacing gelang adalah infeksi yang disebabkan
oleh Ascaris lumbricodes. Ascaris termasuk parasit dalam tubuh manusia
dari jenis roundworms. Cacing ini seringnya berada pada lingkungan yang
tidak bersih dan tinggal di wilayah yang beriklim hangat. (Arin, 2011)
Infeksi awal dari cacing ini biasanya tidak ada gejalanya. Gejala akan
muncul seiring pertumbuhan cacing yang semakin berkembang. Terdapat
dua gejala yang dapat terjadi, tergantung ke bagian tubuh mana cacing itu
menginfeksi. Organ tubuh yang biasa diserang adalah paru-paru dan usus.
Gejala yang akan muncul saat terjadi infeksi cacing gelang di paru-paru
yaitu :
 Batuk-batuk
 Napas terasa semakin pendek
 Ada darah di dalam mukus
 Dada terasa tidak nyaman
 Demam
Gejala yang akan muncul saat cacing ini menyerang bagian usus adalah:
 Mual
 Muntah
 Diare
 Perut terasa tidak nyaman
 Penurunan berat badan
 Selera makan menurun

10
 Penyumbatan usus sehingga perut bisa terasa nyeri dan terjadi muntah
parah
2. Gejala cacingan akibat cacing tambang
Cacing tambang termasuk parasit jenis hookworm yang akan masuk ke
dalam tubuh manusia dalam bentuk telur atau larva yang berada pada tempat
yang terkontaminasi feses. Kotoran bekas feses ini bisa ditemukan di mana-
mana, mulai dari semak-semak, kebun, atau lapangan. Kebiasaan
bertelanjang kaki (nyeker) dan menginjak-tempat-tempat terkontaminasi
akan sangat memudahkan larva atau telur cacing tambang masuk ke kulit.
Saat masuk pertama kali menembus kulit, larva cacing akan membuat gatal
dan muncullah ruam. Selanjutnya orang akan mengalami diare setelah
merasa gatal dan ruam sebagai akibat dari pertumbuhan parasit ini di dalam
usus. (Arin, 2011)
Gejala lain yang akan muncul adalah:
 Kehilangan nafsu makan
 Penurunan berat badan
 Kelelahan
 Anemia
 Demam
 Perut nyeri
 Ada darah ketika buang air besar
3. Gejala cacingan akibat cacing kremi
Cacing kremi merupakan cacing yang berukuran sangat kecil, pipih,
berwarna putih yang akan menginfeksi bagian sistem pencernaan manusia.
Cacing kremi termasuk dalam kelompok parasit pinworm.
Orang dewasa memang lebih jarang mengalami infeksi cacing kremi.
Dewasa yang paling berisiko mengalami infeksi cacing kremi adalah
anggota keluarga atau perawat yang mengurus anak yang sedang terinfeksi
cacing kremi. Jika perawat anak ini terkontaminasi cacing kremi, ia berisiko
juga menularkan cacing ini pada pasangannya saat berhubungan seksual.
(Rr. Bamandhita, 2015)
Gejala-gejala cacing kremi yang perlu diwaspadai antara lain adalah:

11
 Tidur gelisah sebab bagian rektum (anus) terasa tidak nyaman
 Nyeri, ruam, atau iritasi di kulit sekitar anus
 Adanya cacing kremi di feses
 Ditemukan cacing di daerah anus
4. Gejala cacingan akibat cacing pita
Cacing pita adalah salah satu jenis parasit dari kelompok tapeworm.
Cacing pita akan menginfeksi usus manusia. Cacing pita tidak dapat hidup
bebas di alam, cacing ini membutuhkan inang untuk bernaung, yakni di
tubuh binatang atau di tubuh manusia.
Biasanya telur cacing ini memasuki tubuh manusia karena makan daging
mentah atau setengah matang. Namun, infeksi juga bisa terjadi akibat
kontak antara manusia dengan feses binatang dan air yang sudah tercemar.
Saat awal cacing pita masuk ke dalam tubuh manusia, tidak ada gejala
cacingan yang muncul. Meski demikian, lama-lama pertumbuhan telur
cacing di dalam tubuh akan menimbulkan berbagai gejala seperti:
 Sakit perut
 Muntah dan mual
 Merasa lemas
 Diare
 Penurunan berat badan
 Perubahan selera makan
 Kesulitan tidur, diduga akibat gejala-gejalanya
 Pusing
 Bisa kejang pada kasus yang parah
 Kekurangan vitamin B12 pada beberapa kasus
5. Gejala cacingan akibat cacing cambuk
Cacing cambuk, salah satu jenis parasit dari kelompok whipworms,
seringnya terdapat di lingkungan beriklim hangat dan lembap yang tidak
bersih. Tanah di wilayah ini berisiko terkontaminasi dengan feses.
Jika orang pada wilayah ini mengonsumsi buah dan sayur yang masih
terkontaminasi tanah sebab belum dicuci bersih, belum dikupas, dan belum
dimasak, maka sangat berisiko cacing ini masuk ke dalam tubuh.

12
Pada awalnya, orang yang terinfeksi ringan biasanya tidak mengalami
gejala atau tanda apa pun. Jika semakin parah, orang yang mengalami
infeksi berat karena cacing ini akan mengalami gangguan buang air besar.
Buang air besar terasa sakit dan bercampur lendir, air, dan darah. Feses akan
berbau tajam, berbeda dengan bau feses pada umumnya. Selain itu, gejala
umum lainnya antara lain:
 Diare
 Mual dan muntah
 Sakit kepala
 Berat badan turun secara tidak terduga
2.7 Metode Apung
Metode ini digunakan larutan NaCl jenuh atau larutan gula atau larutan gula
jenuh yang didasarkan atas BD (Berat Jenis) telur sehingga telur akan
mengapung dan mudah diamati. Metode ini digunakan untuk pemeriksaan
feses yang mengandung sedikit telur. Cara kerjanya didasarkan atas berat jenis
larutan yang digunakan, sehingga telur-telur terapung dipermukaan dan juga
untuk memisahkan partikel-partikel yang besar yang terdapat dalam tinja.
Pemeriksaan ini hanya berhasil untuk telur-telur Nematoda, Schistostoma,
Dibothriosephalus, telur yang berpori-pori dari famili Taenidae, telur-telur
Achantocephala ataupun telur Ascaris yang infertil. Metode ini dipergunakan
untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk infeksi berat, tetapi untuk
infeksi yang ringan sulit ditemukan telur-telurnya. Metode ini digunakan untuk
menentukan dan mengidentifikasi larva cacing Ancylostoma Duodenale,
trichuris trichura, ascaris lumbricoides dan oxyuris vermicularis yang
didapatkan dari feces yang diperiksa. (Putra, 2011)

13
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat
1. Deck gelas
2. Penyaring teh
3. Kaca obyek bersih
4. Tabung reaksi
5. Beker gelas
6. sentrifuge
7. Batang pengaduk
8. Mikroskop cahaya
3.2 Bahan

1. Larutan NaCl jenuh


2. Tinja anak kecil
3. Aquadest
3.3 Prosedur kerja

1. Ambil sampel tinja dicampur dengan 200 ml larutan NaCl jenuh,


kemudian diaduk hingga larut. Apabila terdapat serat-serat selulosa
disaring terlebih dahulu dengan penyaring teh.
2. Lalu dituangkan ke dalam tabung sentrifuge, tabung tersebut diputar pada
alat centrifuge selama 5 menit dengan putaran 1000 x per Pm.
3. Ambil permukaan larutan dan ditaruh di atas gelas objek menggunakan
ose, Kemudian ditutup dengan Deck glass. Periksalah di bawah
mikroskop.

14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Hasil pengamatan pemeriksaan telur cacing pada feses anak-anak
Percobaan : Metode Apung Dengan Sentrifugasi
Hasil : Negatif (-)
Keterangan : Tidak ditemukan telur cacing pada feses anak-anak
4.2 Pembahasan
Dari praktikum yang telah kami lakukan tentang “Pemeriksaan Nematoda
Usus pada feses anak-anak”, dimana praktikum ini menggunakan metode
apung dengan sentrifugasi. Prinsip kerja metode apung berdasarkan BJ (berat
jenis) telur-telur yag lebih ringan dari pada berat jenis larutan yang digunakan
sehingga telur terapung dipermukaan, dan juga untuk memisahkan pertikel-
partike besar yang terdapat dalam tinja.
Pemeriksaan metode apung menggunakan larutan NaCl jenuh.
Penggunaan NaCl jenuh bertujuan untuk mengapungkan telur cacing karena
NaCl jenuh lebih berat dari telur cacing, dan direkomendasikan untuk
pendeteksian telur Ancylostoma duodenale, Necator americanus, Taenias Sp.
Dan Trichuris trichiura. Metode apung tidak sesuai digunakan untuk
mendeteksi trematoda dan Schistosoma Sp.
Pada pemeriksaan dibawah mikroskopis tidak ditemukan telur cacing
ataupun cacing dan dapat dinyatakan bahwa tinja tersebut negatif terhadap
infeksi parasit. Dalam percobaan yang kita lakukan, yaitu pemeriksaan telur
cacing pada feses anak-anak, tidak ditemukan telur cacing maupun cacing.
Karena metode apung harus memiliki ketelitian tinggi agar telur dipermukaaan
larutan tidak turun lagi.
Hasil negatif dari metode yang dilakukan dapat disebabkan, antara lain :
a. Sampel atau feses diperoleh tidak terinfeksi cacing parasit usus
b. Kurang ketelitian dan kecerobohan praktikan dalam meakukan praktikum.
c. Pada saat diambil, fesesnya belum terinfeksi oleh cacing. Sehingga tidak
ditemukan telur pada feses.

15
Adapun faktor yang mngkin dapat mempengaruhi hasil pada saat
pemeriksaan antara lain:
1. Sampel yang digunakan terlalu sedikit
2. Larutan NaCl yang digunakan kurang jenuh
3. Waktu saat menunggu telur menggapung terlalu cepat
Disamping dari faktor yang menyebabkan hasil negatif, metode memiliki
kekurangan dan kelebihan, yaitu :
a. Kekurangan : membutuhkan waktu yang lama dan membutuhkan
ketelitian tinggi agar telur dipermukaan larutan tidak turun lagi.
b. Kelebihan : dapat digunakan untuk infeksi ringan dan berat, kotoran feses
yang melekat pada telur dapat terleps degan adanya proses sentrifugasi
sehingga dapat terlihat dengan jelas.

16
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil praktikum yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Metode yang digunakan dalam pemeriksaan telur cacing yaitu metode
apung dengan disentrifugasi.
2. Metode apung dengan sentrifugasi memiliki kekurangan dan kelebihan .
3. Hasil pemeriksaan dengan metode apung dengan sentrifugasi adalah
negatif karena tidak ditemukan adanya telur cacing.
5.2 Saran
Sebaiknya praktikan lebih teliti lagi dalam memilih sampel yang akan
diperiksa agar mendapatkan hasil yang diinginkan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Abdul, H. 2015 http://www.gurupendidikan.co.id/nemathelminthes-pengertian-


ciri-struktur-tubuh-dan-klasifikasi-beserta-peranannya-lengkap/ (Diakses
pada tanggal 29 maret 2018)

Arin. 2011. Pengertian Cacingan dan Gejala Gejalanya. http://www.e-jurnal.com/


2013/11/pengertian-cacingan-dan-gejala-gejalanya.html. (Diakses pada
tanggal 29 Maret 2018.)

Gandahusada, S.W. Pribadi dan D.I. Heryy. 2000. Parasitologi Kedokteran.


Fakultas kedokteran UI, Jakarta.

Gojali, Yuda. 2011. Parasitologi Parasit Dan Prasitisme. http://yudagojali.blogspot


.com.id/2011/11/parasitologi-parasit-dan-parasitisme.html. (Diakses pada
tanggal 29 Maret 2018)

Irul. 2014. Penyakit Cacingan Penyebab Cacingan.https://halosehat.com/


penyakit/ cacingan/penyebab-cacingan. (Diakses pada tanggal 29 Maret
2018)

Kadarsan, S. 2006. Binatang Parasit. Lembaga Biologi Nasional-LIPI, Bogor.

Margono, S. 2008. Nematoda Usus Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi 4.


Jakarta: FKUI.

Soejoto dan Soebari. 2002. Parasitologi Medik Jilid 3 Protozoologi dan


Helmintologi. EGC, Solo.

Putra, K. 2011 http://putrakalimas.blogspot.co.id/2011/05/pemeriksaan-telur-


cacing-pada-feses.html (Diakses pada tanggal 29 maret 2018)

Rr. Bamandhita, R.S dan dr. Yusra F.2015. https://hellosehat.com/hidup-sehat/tips


-sehat/gejala-cacingan-dewasa/ (Diakses pada 29 maret 2018)

18

Anda mungkin juga menyukai